Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN VIDEO BASED LABORATORY PADA

PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF DALAM MENINGKATKAN


PEMAHAMAN GRAFIK DAN KETERAMPILAN BERPIKIR LOGIS

Oleh:
Pipin Dana Pelita (SMAN Tanjungsari Sumedang)
Andi Suhandi (Prodi IPA SPS UPI Bandung)
Setiya Utari (Prodi IPA SPS UPI Bandung)

Abstract
This study purposes for testing the effectivity of video based laboratory (VBL) on an interactive
conceptual instruction for increasing graphs understanding and logical thinking skill of the student. Research
subject was 10th grade in one of the high schools in Sumedang District. The research method was used likes
quasi experiment with randomized control group pretest-posttest design. The experiment class got an
interactive conceptual instruction with using VBL, while the control class got an interactive conceptual
instruction without VBL. Based on the average of the N-gain normalized, was got an N-gain graphs
understanding for experiment class 0,66 and control class 0,36; and N-gain for logical thinking skill for
experiment class 0,67 and control class 0,40. Based on result of the differences average N-gain, it was got the
explanation that using VBL on an interactive conceptual instruction, significantly more effective for increasing
graphs understanding and logical thinking skills, was compared on learning process of interactive conceptual
without VBL. Based on questionnaire, almost all of the students stated that the analysis movement with VBL, it
was very helping for changed their mind, so that was easier for understanding the concept of motion, and
understanding the relation among the interconcept which was explained in the graphs.

Keywords: Video Based Laboratory (VBL), interactive conceptual instruction, understanding graphs, logical
thinking skills.

PENDAHULUAN
Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam yang mempelajari gejala dan fenomena
alam, serta berusaha untuk mengungkap segala rahasia dan hukum semesta, yang meliputi karakter,
gejala dan peristiwa yang dikandungnya, yang kemudian dituliskan dalam besaran-besaran fisika.
Untuk melihat keterkaitan antara besaran yang satu dengan yang lainnya, serta memudahkan dalam
menyatakannya, selain dinyatakan berupa verbal, biasanya dinyatakan dengan persamaan
matematis atau bentuk grafik.
Menurut Sadiman (2009: 41) kelebihan grafik diantaranya yaitu: (1) bermanfaat sekali untuk
mempelajari dan mengingat data-data kuantitatif dan hubungan-hubungannya, (2) memungkinkan
dengan cepat menganalisis, menginterpretasi perbandingan antara data-data yang disajikan, baik
dalam hal ukuran, jumlah, pertumbuhan dan arah. Sejalan dengan itu, Dickinson & Hook (Roslina,
1997: 17) menyebutkan empat kegunaan grafik yaitu: (1) grafik dapat membangkitkan minat
pembaca terhadap materi-materi yang disajikan; (2) grafik dapat mengklasifikasikan,
menyederhanakan lebih banyak informasi dari materi yang disajikan; (3) grafik dapat membantu hal-
hal yang dirujuk dalam buku teks atau penyajian; (4) grafik juga merupakan bagian statistik bagi para
pengguna lainnya.
Agar manfaat penggunaan grafik di atas dapat terwujud, maka pengetahuan memahami grafik
oleh siswa sangat diperlukan, agar siswa paham konsep dan keterkaitannya, serta bisa
mengintepretasikannya. Namun demikian, pada kenyataannya para siswa sering mengalami kendala
dalam memahami grafik tersebut.

1
Selain terdapat kaitan antara pemahaman konsep-konsep yang digambarkan dalam grafik,
terdapat pula kaitan yang harmonis antara pemahaman grafik dengan keterampilan berpikir logis.
Berg dan Phillips (1994:5) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa siswa yang tidak memiliki
struktur berpikir logis yang baik, cenderung tidak bisa menarik informasi sesuai dengan data yang
disajikan dan kurang mampu menafsirkan atau membuat grafik dengan benar.
Padahal Brasell dan Rowe (1993: 65) berdasarkan penelitiannya menyatakan bahwa
mahasiswa yang berasal dari sekolah yang kurang dalam hal pengetahuan mengenai penggunaan
grafik, diprediksi dapat mempengaruhi keberhasilan belajar mereka di perguruan tinggi. Alasan
tersebut didasarkan pada penggunaan yang luas terkait grafik di tingkat perguruan tinggi, sehingga
siswa perlu tahu bagaimana cara membaca data dari grafik dan melakukan interpretasinya dengan
tepat.
Sejalan dengan penyajian informasi dalam bentuk grafik, tabel dan bentuk verbal, Danapelita
(1996: 65) mengungkapkan bahwa para siswa lebih sering mengalami kesulitan ketika
menyelesaikan soal-soal fisika yang disajikan dalam bentuk grafik dibanding soal-soal fisika dalam
yang disajikan bentuk tabel atau verbal. Dari langkah-langkah penyelesaian masalah yang mereka
kerjakan, mereka lebih sering mengalami kesulitan dalam mengambil informasi (tahap recall
menurut Polya) yang disajikan dalam bentuk grafik, untuk selanjutnya dihubungkan dengan konsep-
konsep terkait, baik berupa persamaan matematik ataupun bentuk konsep lainnya.
Beichner (1994: 751) berdasarkan penelitiannya mengungkapkan bahwa para siswa tidak bisa
mengungkapkan kembali dengan kata-kata sendiri terkait berbagai informasi yang terkandung pada
grafik, mereka juga kesulitan dalam memahami grafik kinematika. Padahal kinematika merupakan
materi yang sangat penting dalam mempelajari gerak, dan banyak terkait dengan penggunaan grafik.
Berdasarkan observasi awal terhadap siswa kelas XII dan XI di salah satu SMA di Kabupaten
Sumedang, ketika mereka diberikan beberapa soal yang menyangkut gerak vertikal dari sebuah bola
yang dilemparkan/dilepas, untuk selanjutnya diminta mencocokkan grafik-grafik yang sesuai dengan
kondisi tersebut, ternyata banyak siswa yang belum paham atau keliru terkait konsep jarak,
perpindahan, kelajuan, kecepatan dan percepatan gerak benda. Siswa juga banyak melakukan
kesalahan dalam mengambil beberapa informasi yang tertera pada grafik, baik yang tersirat maupun
informasi yang sifatnya harus digali terlebih dahulu melalui kondisi-kondisi yang diketahui.
Kondisi-kondisi hambatan di atas menunjukkan perlunya penanganan yang serius dan
mendalam tentang bagaimana membaca informasi dan menggunakan grafik, sehingga siswa
memahami berbagai fenomena fisis benda, serta bisa menerapkan konsepnya dalam kehidupan
sehari-hari.
Untuk memperoleh data sebenarnya terkait gejala alam, misalnya menyangkut posisi dan
waktu gerak benda pada tiap saat, sebagai bahan dalam membuat grafik sangatlah sulit. Kesulitan
mencacah gerak benda tersebut, dikarenakan fenomenanya berjalan dengan cepat, sehingga dengan
peralatan manual tidak diperoleh ketelitian yang baik.
Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, kesulitan untuk mencacah gerak genda
tersebut akhirnya dapat teratasi dengan adanya media pembelajaran untuk pemahaman konsep
gerak serta pemahaman grafik yang sekarang populer, yaitu tracker, yang dapat diperoleh secara
gratis di alamat www.opensourcephysics.org. Tracker merupakan software yang mampu
menganalisis video gerak benda, sehingga dihasilkan rekaman runutan lintasan gerak benda, yang
diambil pada setiap waktu dan posisi. Rekaman video diambil dari kondiri riil gerak benda, untuk
kemudian diolah menggunakan tracker sehingga kemudian diistilahkan juga sebagai Video Based

2
Laboratory (VBL). Dari hasil analisis diperoleh data gerak benda yang disajikan dalam bentuk tabel,
grafik termasuk bisa terungkap secara langsung persamaan gerak benda tersebut.
Menurut Beichner (1999: 101), VBL merupakan alat yang ampuh untuk meningkatkan
pemahaman mahasiswa dari salah satu topik yang paling sulit dan penting dalam fisika yaitu grafik,
selain itu dapat membantu memperjelas dan membantu mahasiswa mengatasi kesulitan memahami
grafik.
Agar dalam pembelajaran benar-benar menggali keterampilan berpikir siswa sehingga bisa
memahami grafik, maka harus diciptakan kondisi pembelajaran yang efektif, diantaranya dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat. Menurut Savinaine dan Scott (2001: 53), salah
satu pendekatan pembelajaran yang didesain dengan terfokus pada penanaman konsep adalah
pendekatan pembelajaran konseptual interaktif (Interactive Conceptual Instruction). Pendekatan
konseptual interaktif diantaranya memiliki empat ciri utama, yaitu berfokus pada konsep,
mengutamakan interaksi kelas, menggunakan bahan ajar berbasis penelitian dan menggunakan buku
teks untuk pemahaman konsep yang lebih mendalam. Sedikit berbeda dengan itu, pembelajaran
konseptual interaktif yang dikembangkan dalam penelitian ini sesuai dengan Suhandi, dkk. (2008:
36), yaitu memiliki ciri: menekankan pada penanaman konsep terlebih dahulu di awal proses
pembelajaran, selalu ada pemantauan tingkat pemahaman konsep dalam proses pembelajaran,
menggunakan demonstrasi, sistem kolaborasi dalam kelompok kecil dan mengutamakan interaksi
kelas (diskusi).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang peningkatan pemahaman
grafik dan peningkatan keterampilan berpikir logis siswa yang mendapatkan pembelajaran
konseptual interaktif dengan menggunakan VBL, dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan
pembelajaran konseptual interaktif tanpa menggunakan VBL, serta mendapatkan gambaran tentang
tanggapan siswa terhadap penggunaan VBL.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen, dengan
disain berupa “Randomized Control Group Pretest-Posttest Design”, (Syaodih, 2007: 204). Populasi
penelitian adalah siswa kelas X pada salah satu SMA Negeri di Sumedang, yang terdiri dari 8 kelas.
Sampel penelitian dipilih satu kelas untuk kelompok eksperimen dan satu kelas kontrol.
Instrumen penelitian berupa tes, ALPS, angket dan lembar observasi kegiatan pembelajaran.
Soal pemahaman grafik, digunakan TUGK (test of understanding graphs kinematic) yang
dikembangkan Robert J. Beichner (1996). Butir soal TUGK tersebut kemudian diadaptasi ke Bahasa
Indonesia. Soal keterampilan berpikir logis, digunakan ToLT (Test of Logical Thinking) yang
dikembangkan Tobin & Capie (1980). Butir soal ToLT tersebut kemudian diadaptasi ke Bahasa
Indonesia. ALPS kit digunakan sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar, baik sebagai media
penanaman konsep maupun sebagai alat untuk memonitor pencapaian hasil belajar, terutama yang
berkaitan dengan penanaman konsep. Soal-soal dalam ALPS juga berfungsi sebagai tugas kelompok
untuk bahan diskusi. Angket digunakan untuk memperoleh data mengenai tanggapan para siswa
terkait pembelajaran konseptual interaktif dengan menggunakan VBL. Pedoman observasi
digunakan untuk mengungkap aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran.
Untuk mengetahui peningkatan pemahaman grafik dan keterampilan berpikir logis, yang
diperoleh melalui pretest dan postest dihitung dengan rumus N-gain yang dikembangkan oleh Hake
(1998: 65).

3
 S post    S pre   % S post    % S pre 
 g  diadaptasi menjadi  g %  ....(1)
S maks   S pre  100  % S pre 

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Dari hasil observasi kegiatan guru diperoleh informasi bahwa keterlaksanaan kegiatan
pembelajaran rata-rata mencapai 93%, secara lebih mendetilnya yaitu pada pertemuan I, II dan III,
berturut-turut mencapai 93%, 92% dan 93%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran
berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Dari hasil observasi kegiatan siswa diperoleh
informasi mengenai aktivitas siswa sejalan dengan yang diharapkan, rata-rata mencapai 82%, secara
lebih mendetilnya yaitu pada pertemuan I, II dan pertemuan III, berturut-turut 85%, 80% dan 82%.
Dengan demikian terlihat bahwa aktivitas konstruktif yang dilakukan siswa selama pembelajaran
pada ketiga pertemuan tersebut sangat baik dan menunjukkan pembelajaran yang berhasil.
Dari hasil pemeriksaan terhadap ALPS, diperoleh informasi mengenai pemahaman grafik siswa
sejalan dengan yang diharapkan. Rata-rata penyelesaian ALPS yang dilakukan oleh siswa pada kelas
eksperimen mencapai 86% sedangkan pada kelas kontrol mencapai 61%. Secara lebih mendetilnya
yaitu pada pertemuan I, II dan III untuk kelas eksperimen mencapai 78%, 88% dan 94%, sedangkan
pada kelas kontrol mencapai 44%, 65% dan 75%.
Peningkatan rata-rata N-gain pemahaman grafik untuk kelas eksperimen sebesar 65,8%
(kategori sedang) dan kelas kontrol sebesar 35,8% (kategori sedang). Deskripsi peningkatan rata-rata
N-gain berdasarkan tiap aspeknya, dapat dilihat seperti pada Gambar 1., yang meliputi: pemahaman
grafik kinematika gerak lurus secara umum, pemahaman grafik kinematika berdasarkan aspek: (b)
menentukan kecepatan dari grafik s=f(t) (G1), (c) menentukan percepatan dari grafik v=f(t) (G2), (d)
menentukan perubahan posisi dari grafik v=f(t) (G3), (e) menentukan perubahan kecepatan dari
grafik a=f(t) (G4), (f) memilih grafik lain yang berkaitan dengan grafik kinematika yang diberikan (G5),
(g) memilih penjelasan yang sesuai berdasarkan grafik kinematika (G6) dan (h) memilih grafik yang
berkaitan dengan kondisi yang diberikan. Berdasarkan hasil uji perbedaan rata-rata N-gain diperoleh
bahwa peningkatan pemahaman grafik siswa yang mendapatkan pembelajaran konseptual interaktif
menggunakan VBL, secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan pemahaman
grafik siswa yang mendapatkan pembelajaran konseptual interaktif tanpa menggunakan VBL.
Persentase rata-rata N-gain

100
75.3 80.3
80 71.2
65.8
57.1 58.3 56.1 57.8 53
60
35.8 33.3 32.8 33.6
40 19.2 18.2 19.7
20
0
Paham G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7
Grafik
Eksperimen Kontrol
Gambar 1. Persentase rata-rata N-gain Pemahaman Grafik

4
Peningkatan rata-rata N-gain keterampilan berpikir logis untuk kelas eksperimen sebesar
67,2% (kategori sedang) dan kelas kontrol sebesar 41,1% (kategori sedang). Perolehan rata-rata N-
Gain keterampilan berpikir logis pada tiap aspeknya, pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, dapat
dilihat seperti pada Gambar 2. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata N-Gain, dengan
menggunakan uji t diperoleh bahwa peningkatan keterampilan berpikir logis siswa yang
mendapatkan pembelajaran konseptual interaktif menggunakan VBL, lebih tinggi dibandingkan
dengan peningkatan keterampilan berpikir logis siswa yang mendapatkan pembelajaran konseptual
interaktif tanpa menggunakan VBL.
Persentase rata-rata N-gain

100
81.3
80 67.2 71.6 68.6
56.6 60.9
60 41.1 45.2 43.2
38.9 36.4
40 20.2
20

0
Berpikir P1 P2 P3 P4 P5
logis
Eksperimen Kontrol
Gambar 2. Persentase rata-rata N-gain keterampilan berpikir logis

Berdasarkan tanggapan siswa yang diperoleh melalui angket, diperoleh informasi sebagai
berikut: (1) hampir seluruh responden (95%) menyatakan bahwa VBL memperjelas fenomena gerak,
sehingga memperbaiki cara berpikir, dan menumbuhkan pemahaman konsep dalam kegiatan
pembelajaran; (2) hampir seluruh responden (85%) merasa lebih difasilitasi dalam pembelajaran
menggunakan VBL, karena mudah dalam menganalisis gerak benda yang terjadi sehingga
memudahkan dalam memahami konsep-konsep gerak benda, serta bisa secara langsung mengetahui
persamaan terkait gerak benda tersebut; (3) hampir seluruh responden (98%) merasa lebih
difasilitasi dalam pembelajaran menggunakan VBL, karena memudahkan dalam mengamati gerak
benda yang fenomenanya berjalan dengan cepat, mengetahui cara memperoleh data secara akurat,
cara menyajikan data posisi dan waktunya dari gerak benda, menampilkannya dalam bentuk tabel
serta bentuk grafik; (4) hampir seluruh responden (91%) merasa senang menggunakan VBL, karena
memudahkan dalam memahami fenomena gerak sehingga sangat membantu dalam pembelajaran,
tidak perlu pengetahuan komputer yang tinggi, dan tidak membosankan.
Penggunaan VBL pada pembelajaran, didahului dengan melakukan analisis konsep pada
materi kinematika gerak lurus. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penyusunan alur
pembelajaran bagi pencapaian pemahaman grafik kinematika gerak lurus. Penggunaan VBL pada
pembelajaran konseptual interaktif yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah model tutorial
yang bertujuan untuk memberikan pemahaman secara tuntas (mastery learning) kepada siswa
mengenai materi pelajaran yang dipelajari.
Dengan pengambilan video gerak benda, siswa berupaya untuk mendemonstrasikan peristiwa
atau proses terjadinya gerak benda tersebut yang kemudian direkam kamera untuk disimpan, di-edit
atau dipergunakan sesuai keperluan. Melalui VBL siswa dihadapkan untuk mampu menganalisis
5
fenomena fisis berupa gerak benda yang terjadi. VBL dilengkapi dengan analisis posisi yang interaktif
membantu siswa dalam memahami konsep kinematika gerak lurus kejadiannya yang berjalan sangat
cepat, bila dilihat dengan mata secara langsung. Model ini juga memungkinkan siswa untuk belajar
mandiri karena VBL yang digunakan dapat dipelajari sendiri di rumah oleh siswa.
Penggunaan VBL pada pembelajaran kinematika gerak lurus ini, juga dapat memberikan
kesempatan siswa secara aktif untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang disajikan baik berupa
gambar, maupun berupa data. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Ausubel (Dahar,
1989) bahwa: konsep diperoleh dengan dua cara yaitu melalui formasi konsep dan asimilasi konsep.
Formasi konsep erat kaitannya dengan perolehan ilmu melalui proses induktif. Dalam proses induktif
siswa dilibatkan belajar penemuan. Melalui belajar penemuan, peserta didik akan merasakan suatu
yang dipelajarinya akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan cara belajar klasik (hafalan).
Sementara perolehan konsep melalui asimilasi, erat kaitannya dengan proses deduktif. Dalam proses
ini peserta didik memperoleh konsep dengan cara menghubungkan atribut konsep yang sudah
dikenalnya dengan gagasan yang relevan dalam struktur kognitifnya.
Selain itu, dengan adanya beberapa konsep serta keterkaitan konsep-konsep tersebut, para
siswa bisa berupaya untuk memahami keterkaitan antar konsep tersebut, dengan menganalisisnya
dan memvisualisasikan baik berupa tabel, grafik, maupun dinyatakan dalam persamaan matematis.
VBL mampu mengadaptasi peralatan yang tadinya sulit diperoleh untuk mengukur fenomena
gerak, berharga mahal, mudah pecah, membahayakan dan aspek ekonomis lainnya serta
menyuguhkannya dengan menarik pada siswa sehingga mereka belajar dalam lingkungan yang
menyenangkan. Selain itu, visualisasi yang disajikan memungkinkan siswa melakukan navigasi,
berinteraksi, berkreasi dan berkomunikasi dengan menghubungkan panca indera mereka dengan
antusias sehingga informasi yang masuk ke bank memorinya lebih tahan lama dan mudah untuk
dipanggil kembali pada saat informasi tersebut digunakan. Pemrosesan informasi dalam
pembentukan konsep tersebut akan mudah dipanggil apabila tersimpan dalam memori jangka
panjang terutama dalam bentuk gambar (Matlin, 1994:209).
Keunggulan pembelajaran menggunakan VBL diantaranya berupa: (1) pembelajaran berpusat
pada siswa; (2) aktivitas siswa dapat terkontrol; (3) siswa mendapat fasilitas untuk mengulang jika
diperlukan, dalam pengulangan tersebut siswa bebas mengembangkan kreativitasnya; (4) tercipta
iklim belajar yang efektif bagi siswa yang lambat (slow learner), tetapi juga dapat memacu efektivitas
belajar bagi siswa yang lebih cepat (fast learner); (5) siswa memegang secara langsung terhadap
benda atau alat ukur yang sebenarnya, sehingga terdapat beberapa kemampuan motorik yang
terasah dengan sempurna, yang pada akhirnya membentuk kompetensi yang lebih baik, matang dan
mapan dalam diri siswa; (6) evalusi yang dibuat melalui ALPS kit dapat lebih memotivasi siswa dalam
menjawab setiap soal yang diberikan, karena relatif langsung terkait dengan gejala-gejala yang
diamati; (7) siswa dapat menggali informasi lain terkait perubahan-perubahan variabel tanpa
menimbulkan bahaya bagi dirinya maupun bagi lingkungan; (8) harganya cukup ekonomis, dapat
dapat dipakai berulang-ulang tanpa mengurangi kualitas peralatan tersebut, sehingga tidak perlu
kalibrasi, ruang penyimpanan, terkena kotor, karat dan lain-lain.
Kelemahan dari pembelajaran dengan menggunakan VBL pada topik kinematika gerak lurus,
diantaranya berupa: (1) diperlukan waktu khusus sebelum pembelajaran untuk melatih siswa dalam
menyiapkan dan menggunakan peralatan berupa kamera, alat ukur panjang serta mengatur gerak
benda agar sesuai dengan yang diharapkan; (2) diperlukan waktu khusus sebelum pembelajaran
untuk melatih siswa dalam menyiapkan file-file yang dipergunakan dalam menganalisis, berupa file

6
pendukung berupa software Java, video converter, tracker serta cara mengunakan trackernya; (3)
ketika menganalisis gerak benda, ketepatan penentuan posisi benda sangat berpengaruh terhadap
hasil yang diperoleh, bilamana mengerjakan analisis tersebut terburu-buru, bisa menyebabkan hasil
analisis yang diperoleh menjadi kung tepat; (4) ukuran benda terlalu besar atau terlalu kecil dapat
menyulitkan ketika menganalisis posisi, selain itu kurang kontrasnya warna benda terhadap
backround yang digunakan juga bisa mempengaruhi ketelitian ketika menganalisis; (5) beberapa
siswa belum terbiasa belajar mandiri dan masih tergantung dengan apa yang diberikan oleh guru; (6)
ketersediaan kamera digital di sekolah masih kurang memadai; (7) ketersediaan komputer di sekolah
terkadang berbarengan dengan kegiatan mata pelajaran lain, yaitu teknologi informasi dan
komunkasi; (8) terdapat tipe kamera digital yang terkadang kurang/tidak kompatibel dengan system
operasi yang digunakan, sehingga hasil rekamannya tidak dapat dikonvert ke dalam bentuk mov dan
tidak dapat dianalisis menggunakan tracker; (9) penyimpanan data-data tracker oleh siswa pada
komputer sekolah, terkadang terkena infeksi virus yang menyebabkan beberapa file yang digunakan
menjadi tidak terbaca bahkan rusak.
Adanya peningkatan pemahaman konsep dan grafik tersebut merupakan implikasi dari
pembelajaran menggunakan VBL yang memberikan motivasi yang lebih tinggi terhadap siswa,
karena biasanya komputer selalu dikaitkan dengan kesenangan, permainan, kreativitas dan mandiri.
Selain itu, ketika dalam pengambilan gambar gerak benda, siswa dengan senang hati menjadi model
yang terpotret. Hal tersebut baik secara langsung membangkitkan minat siswa untuk memulai
mempersiapkan file-file gerak benda yang akan dianalisis. Peningkatan pemahaman konsep
tersebut, dimungkinkan terjadi mulai dari penyiapan peralatan yang digunakan untuk melakukan
demonstrasi gerak benda, ketika pengambilan gambar, ketika menganalisis posisi dan waktu gerak
benda, memperoleh data berupa tabel, memperoleh grafik dan melihat persamaan yang disajikan
oleh software tracker.
Menurut Beichner (1999:101), ketika penyiapan peralatan untuk melakukan demonstrasi,
sebenarnya siswa mulai menghubungkan adanya konsep waktu, konsep jarak, perpindahan, konsep
kecepatan dan penambahan atau pengurangan kecepatan. Mereka menyiapkan standar ukuran yang
akan digunakan sebagai skala besaran panjang, yang nantinya dapat dijadikan sebagai satuan dasar
bagi besaran panjang pada benda yang akan dianalisis. Dengan adanya hal tersebut, sebenarnya
mereka sudah meyakini bahwa untuk mengukur panjang digunakan standar tersebut, sehingga
satuannya dapat dikalibrasi sesuai dengan ukuran sesungguhnya. Berikutnya terkait dengan alat
untuk mengukur besaran waktu, mereka tidak mengukur secara langsung, tetapi mereka
menggunakan standar banyak frame yang akan dianalisis, dimana dalam satu detik terdapat
sejumlah frame yang kemudian dapat dijadikan sebagai patokan waktu. Dengan demonstrasi
tersebut, mereka juga mengetahui persis perlunya standar yang digunakan sebagai acuan gerak
benda, misalnya dimulai dari ujung rel kiri (sebagai titik acuan) sampai dengan ujung rel sebelah
kanan. Berikutnya ketika melakukan analisis posisi dengan menggunakan tracker, para siswa melihat
adanya jarak yang dilewati benda dalam tempo yang sama, dimana untuk benda yang kelajuannya
bertambah mereka melihat bahwa jarak yang dialami benda lebih jauh dari sebelumnya, dan untuk
benda yang mengalami pengurangan kelajuan, mereka melihat bahwa jarak yang ditempuh benda
lebih pendek. Dari hasil analisis tersebut mereka menyadari bahwa terdapat perubahan kecepatan
pada gerak benda yang kemudian dapat menghubungkannya dengan konsep percepatan, dan lebih
lanjutnya mencocokkannya dengan karakteristik gerak lurus berubah beraturan.

7
Sedangkan pada benda yang melakukan gerak lurus beraturan, siswa mendapatkan bahwa
untuk tiap selang waktu tertentu, jarak yang ditempuh benda selalu sama dalam setiap saat,
sehingga mereka dapat berkesimpulan bahwa jarak yang ditempuh benda dalam tiap saat besarnya
sama, dan kemudian menyadari bahwa gerak tersebut kemudian diistilahkan dengan gerak lurus
beraturan.
Sewaktu siswa menganalisis dengan menggunakan tracker, sebenarnya siswa mentranslasi
posisi dan waktu gerak benda menggunakan tracker, dimana hasil dari translasi tersebut, kemudian
divisualisasikan dalam bentuk data tabel ataupun data grafik. Kesempatan untuk melakukan translasi
gerak dengan menggunakan tracker tersebut berlangsung terus selama siswa menganalisis gerak
benda. Banyaknya frekuensi menganalisis tersebut, dimungkinkan menjadi penyebab siswa lebih
paham dengan aspek translasi dibandingkan dengan aspek pemahaman lainnya.
Untuk aspek interpretasi mereka sebenarnya melihat, baik ketika melakkukan demonstrasi
maupun ketika melakukan analisis, dimana mereka bisa mengambil kesimpulan sendiri, bahwa
benda melaju lebih cepat atau lebih lambat dibandingkan dengan sebelumnya. Selain itu, mereka
juga bisa memprediksi, kapan benda akan diam atau akan melaju dengan lebih cepat/lebih lambat.
Hal tersebut, jelas merupakan saran yang sangat menunjang kepada siswa sehingga bisa
mengekstrapolasi gerak benda tersebut.
Dari hasil analisis dengan menggunakan tracker, siswa mendapatkan data dalam bentuk tabel
dan data dalam bentuk grafik. Siswa menyadari bahwa gerak yang mereka amati menghasilkan data
seperti yang disajikan pada tabel ataupun dalam grafik. Dengan melihat grafik dan mengingat
kembali kapan benda mulai bergerak, kapan diam, dan kapan dipercepat/diperlambat, ingatan
mereka tergugah sehingga memunculkan kesan pada diri siswa, misalnya: mulai dari titik A sampai
dengan titik B, benda benda bergerak, namun gerakannya semakin cepat. Mereka melihat hal
tersebut dengan meningkatnya besaran jarak untuk selang waktu yang sama. Dan mereka juga
menjadi memahami, bahwa pada grafik s=f(t) untuk sebuah benda yang menghasilan garis mendatar
dapat disimpulkan bahwa benda tersebut tidak melakukan gerak lurus (diam), dan sebaliknya untuk
garis yang miring ke kiri atau miring ke kanan mereka berkesimpulan bahwa benda tersebut
bergerak menjauhi atau mendekati titik acuan.
Adanya peningkatan keterampilan berpikir logis yang lebih tinggi pada siswa kelas eksperimen
dapat kita sadari sesuai dengan pendapat Poespoprodjo (Roslina, 1997:28) yang mengemukakan
bahwa berpikir merupakan kegiatan akal untuk mengolah pengtahuan yang telah diterima melalui
panca indera dan ditujukan untuk mencapai suatu kebenaran. Sewaktu melakukan demonstrasi
serta menganalisis gerak benda, siswa sebenarnya sedang menambah pengalaman dengan berpikir
secara sistematis dalam upaya penyusunan jalan pikiran yang terarah, berdasarkan kaidah-kaidah
pembenaran secara objektif, untuk mencari hakikat pengertian dari objek yang dipelajari.
Hal tersebut sejalan dengan Brotosiswoyo (Roslina, 1997:28) yang mengungkapkan bahwa
dalam melakukan inferensi logika, siswa sebenarnya mempertanyakan apa saja konsekuensi logis
yang dapat ditarik berdasaran gejala-gejala yang teramati. Konsekuensi logis yang muncul tersebut
harus dapat dierjemahkan kembali dalam bentuk ungkapan-ungkapan rill sebagai gejala atau
perilaku alam baru yang dapat teramati dan terukur. Jika hasil pengamatan gejala atau perilaku
tersebut benar, maka bertambahlah khasanah siswa tentang gejala dan perilaku alam yang dapat
dirangkum dalam pemahamannya.
Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan VBL memberikan pengalaman yang berguna
bagi siswa dalam mengembangkan kemahiran berpikir, mengarah pada pola pikir yang biasa

8
dilakukan ilmuwan. Pola pikir tersebut yaitu ketika menghadapi suatu gejala alam yang mengusik
rasa ingin tahunya, dia akan mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan gejala
tersebut. Setiap pertanyaan dibuat dugaan jawaban atau penjelasannya. Dan selanjutnya
memikirkan bagaimana menguji setiap jawaban tersebut dengan merancang percobaan, dan
memprediksi gejala yang akan terjadi jika rancangan tersebut direalisasikan.

Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
Peningkatan pemahaman grafik siswa yang mendapatkan pembelajaran konseptual interaktif
menggunakan VBL secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan
pembelajaran konseptual interaktif tanpa menggunakan VBL. Peningkatan rata-rata N-gain-nya
tertinggi pada aspek G7 (memilih grafik yang berkaitan dengan kondisi gerak yang diberikan) dan
peningkatan rata-rata N-gain terendah pada aspek G4 (menentukan perubahan kecepatan dari grafik
a=f(t)).
Peningkatan keterampilan berpikir logis siswa yang mendapatkan pembelajaran konseptual
interaktif menggunakan VBL secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran konseptual interaktif tanpa menggunakan VBL. Peningkatan rata-rata N-
gain- tertinggi pada aspek pengontrolan variabel dan peningkatan rata-rata N-gain terendah pada
aspek penalaran korelasional.
Hampir seluruh siswa menyatakan bahwa penggunaan VBL pada pembelajaran konseptual
interaktif materi kinematika gerak lurus, memperjelas fenomena gerak, sehingga memperbaiki cara
berpikir, dan menumbuhkan pemahaman grafik. Selain itu siswa merasa lebih difasilitasi untuk
mengetahui cara memperoleh data secara akurat, cara menyajikan data posisi dan waktunya dari
gerak benda, menampilkannya dalam bentuk tabel dan bentuk grafik serta bisa secara langsung
mengetahui persamaan terkait gerak benda tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Mulyani.et al.(2003). Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia
FPMIPA UPI.
Bahri Nasution, Samsul. (2000). Kemampuan Siswa dalam Memahami Grafik tentang Konsep
Kinematika Gerak Lurus. Tesis SPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan.
Beinchner, Robert J. And David S. Abbott. (1999). Video Based Labs for Introductory Physics
Coursees-Analyzing and Graphing Motion on Video. JCST, November 1999.
_______________ (1994). "Testing student interpretation of kinematics graphs," American Journal
of Physics 62 (8), 750-762.
Berg, Craig A. and Phillips, Darrell G. (1994). “An Investigation of the Relationship between Logical
Thinking Structures and the Ability to Construct and Interpret Line Graph”. Journal of Research in
Science Teaching. Vol. 31 (4). pp 9-344
Brasell, H. M., & Rowe, M. B. (1993). Graphing skills among high school physics students. School
Science and Mathematics, 93(2), 63-70.
Bryan, J. (2004). Video analysis software and the investigation of the conservation ofmechanical
energy. Contemporary Issues in Technology and Teacher Education, 4(3), 284-298
Brasell, H. M., & Rowe, M. B. (1993). Graphing skills among high school physics students. School
Science and Mathematics, 93(2), 63-70.
Cheng, K. Et al. (2004). “Using Online Homework System Enhances Students’ Learning of Physics
Concept in an Introductory Physics Course”. American Journal of Physics. 72, (11), 1447-1453
9
Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Danapelita, Pipin. (1996). Analisis Kesulitan dalam Menyelesaikan Soal Bentuk Verbal, Tabel dan
Bentuk Grafik pada Siswa SMA. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Escalada, Lawrence T. (1996). An Investigation on the Effects of Using Interactive Digital Video in a
Physics Classroom on Student Learning and Attitudes. DalamJournal of Reseach in Science
Teaching. John & Sons, Inc.
Hake, R.R. 1998. Interactive Engagement versus tradition method: A six thousand-students survey of
mechanics tes data for introductory physics course. Am J.Physic 66,(1),64-74
Hamalik, Oemar. (2007). Media Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Jeskova, Zuzana. (2007). “Video measurements as a means of physical phenomena
visualization”.Dalam Conference proceeding.12th International Conference on Multimedia in
Physics Teaching and Learning.
Kamii, C. (1979). Teaching for The Development of Reasoning. Ohio: Clearing House. 29-58.
Lawrence T. Escalada, Dean A. Zollman. (1997). An Investigation on the Effects of Using Interactive
Digital Video in a Physics Classroom on Student Learning and Attitudes. Journal of Research
Science Teaching. 34, (5), 467–489.
Lawson, A.E. (1980). A ETS Yearbook, The Psychology of Teaching for Thinking and Creativity. Ohio:
Clearing House.
Matlin. (2003). Cognition. New York : Mc Graw Hill. Fifth Edition
Munandar, U. (1999). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta
Mundiri. (1994). Logika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Poespoprodjo, W. & Gilarso, T. (1987). Logika Ilmu Menalar: dasar-dasar berpikir logis, kritis,
analitis, dialektis, mandiri dan tertib. Bandung: Remaja Karya.
Rahim, Utu & Hasnawati. (2007). Perbandingan Hasil Tes Keterampilan Penalaran Formal
Mahasiswa Sebelum dan Sesudah Perkuliahan Pengantar Dasar Matematika. Jurnal
Penelitian MIPA FKIP Unhalu. Vol 6 (1), 12-18.
Roslina. (1997). Proses Berpikir Logis dan Penguasaan Konsep melalui Pembelajaran dengan
Pendekatan Cotextual Teaching and Learning. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sadiman, Arief .S. (2009). Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada
Savinaine, A and Scott, P., (2001). Using The Force Concept Inventory to Monitor Student Learning
and to Plan teachingPhysics Education. 37 (1) 53-58
Setyabudi. (2000). Kemampuan Berpikir Formal dalam Menguasai Konsep Fisika Bidang Arus Listrik
se-Arah Pada Siswa Jurusan Elektronika STM Pembangunan Bandung. Tesis SPs UPI
Bandung: Tidak diterbitkan.
Suhandi, A., dkk. (2009). Efektivitas Penggunaan Media Simulasi Virtual pada Pedekatan
Pembelajaran Konseptual Interaktif dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep dan
Meminimakan Miskonsepsi. Laporan Penelitian.
Suriasumantri, Jujun, S. (1978). Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Gramedia
Syaodih Sukmadinata, Nana. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Karya.
Tawil Muh. & Suryansari, Kemala. (2007). Kemampuan Penalaran Formal dan Lingkungan
Pendidikan Keluarga dikaitkan dengan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 1
Sungguminasa Kabupaten Gowa. Jurnal Penelitian MIPA FKIP Unhalu. Vol 6 (1), 19-32.
Tobin, K. & Capie, W. (1984). The test of logical thinking: Development and applications. The South
East Asian Journal for Research in Science Education. 7(1), 5-9
Zahar. (2000). Kemampuan Berpikir Logis Siswa kelas I MAN Bandung dalam Pemahaman Konsep
Kalor. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

10

You might also like