Professional Documents
Culture Documents
Karakteristik Habitat Potensial Larva Nyamuk Malaria Di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung
Karakteristik Habitat Potensial Larva Nyamuk Malaria Di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung
VIRANTI MANDASARI
Viranti Mandasari
B04080093
ABSTRACT
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah,penulisan laporan, penulisan kritik,atau
tinjauan suatu masalah,dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL LARVA NYAMUK
ANOPHELES DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN
MALARIA DI KOTA PANGKALPINANG, BANGKA
BELITUNG
VIRANTI MANDASARI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Disetujui:
Diketahui:
Tanggal lulus :
PRAKATA
Puji syukur atas kehadiat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karuniaNya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Karakteristik
Habitat Potensial Larva Nyamuk Anopheles dan Hubungannya dengan
Kejadian Malaria di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung. Skripsi
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Proses penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan
berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS sebagai dosen pembimbing skripsi, atas
bimbingan, arahan, motivasi, waktu dan pemikiran selama proses penelitian dan
penyelesaian skripsi ini. Terima kasih sebesar-besarnya kepada ayah dan ibu
tercinta serta kakak tersayang Septarini, Amd dan Desty Atika, SH atas kasih
sayang, doa, motivasi dan nasihat yang luar biasa kepada penulis. Tidak lupa
ucapan terima kasih kepada pembimbing akademik drh. R.P. Agus Lelana, SpMp,
MS atas bimbingannya selama ini. Penulis juga berterima kasih kepada Riki
Afriansyah, ST atas doa, perhatian, motivasi serta pengertiannya.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada drh. Supriyono atas bimbingan,
arahan, motivasi, waktu dan pemikiran yang tak terhingga selama proses
penulisan dan teman-teman sepenelitian di Laboratorium Entomologi, Joni, Jamal,
dan Rofindra, serta staf pengajar dan pegawai laboratorium Entomologi FKH IPB
atas bantuan dan dukungan kepada penulis. Terimakasih untuk anak Wisma
Nabila Cempaka B (Nisa, Nova, Cici, Uwie, Adis, Pia dan Wita) dan sahabat
penulis (Febriana, Iin, Fitria, Ratih, Gita, Annisa) serta teman seperjuangan
Avenzoar FKH 45. Semua pihak dan rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan
satu persatu. Terima kasih atas kerjasama dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Viranti Mandasari
B04080093
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Tujuan Penelitian ...................................................................................2
1.3 Manfaat Penelitian .................................................................................2
LAMPIRAN ...........................................................................................................33
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Umur, luas, kekeruhan, kedalaman, dan dasar habitat potensial
perkembangan larva Anopheles spp. di Kota Pangkalpinang ......................19
2 pH, suhu, salinitas, predator, dan tanaman air habitat potensial
perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Kota Pangkalpinang ................22
3 Angka Kesakitan Malaria di tiga Kecamatan Kota Pangkalpinang..............25
4 Nilai API, Curah Hujan dan ICH di Kota Pangkalpinang ............................25
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
galian timah Kolong Ijo di Kota Pangkalpinang (Qomariah 2004). Saat ini kolong
tersebut sudah ditimbun dan hanya sedikit tersisa serta telah terkena limbah dari
masyarakat sehingga tidak ditemukan lagi nyamuk Anopheles.
5
6
7
punctulatus, An. vagus, dan An. kochi juga terdapat pada air keruh (Mulyadi
2010).
Larva nyamuk ditemukan sebagian besar di tempat yang airnya dangkal.
Perairan yang dangkal akan menyebabkan besarnya produktivitas makhluk air
dan tumbuhan air, termasuk larva nyamuk. Kedalaman habitat An. punctulatus
dan An. minimus antara 2-20 cm, An. vagus 5-80 cm, An. kochi antara 5-10 cm,
sedangkan An. farauti pada kedalaman 5-120 m. Hasil penelitian Mulyadi (2010)
juga menyebutkan larva Anopheles ditemukan pada tipe perairan dangkal.
Larva Anopheles spp. memanfaatkan tanaman di atas permukaan air sebagai
tempat meletakkan telur dan berlindung dari predator (Dinkes 2007). Ketersediaan
makanan pada habitat larva sangat dipengaruhi vegetasi di tempat perindukan.
Sumber makanan bagi larva adalah berbagai macam organisme bersel satu di
perairan, terutama plankton. Makanan larva nyamuk juga berupa ganggang bersel
satu, Flagellata, Cilliata, berbagai hewan mengapung, dan tumbuhan. Adanya
tanaman yang membusuk mengakibatkan berkumpulnya mikroflora dan
mikrofauna tersebut sebagai makanan larva Anopheles (Rao 1981). Habitat larva
yang ada di Desa Doro, Halmahera Selatan terdapat tanaman air ganggang dan
bakau (Mulyadi 2010). Habitat perairan larva Anopheles di Desa Way Muli,
Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan terdapat tumbuhan berkayu (Setyaningrum
et al. 2007). Predator juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberadaan larva di suatu tempat. Pada habitat larva di Desa Doro, Halmahera
Selatan ditemukan predator seperti udang, larva capung, ikan dan berudu
(Mulyadi 2010).
8
9
Gambar 2 Siklus hidup nyamuk Anopheles (Sumber :WHO 1997)
10
BAB 3
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
11
dengan media canada balsam, diteteskan 2-3 tetes, spesimen diletakkan di tengah
media canada balsam sambil diatur posisi larva agar tetap rapi, diusahakan tidak
ada bagian tubuh yang terputus. Sebelumnya xylol dioleskan pada cover glass
sebelum digunakan untuk menutup spesimen, kemudian diletakkan perlahan-lahan
di atas spesimen. Selanjutnya dilakukan pengeringan spesimen di dalam warmer
1-2 hari dan dilakukan pelabelan serta penyimpanan. Setelah pembuatan preparat
selesai, identifikasi larva dilakukan di Laboratorium Entomologi Kesehatan FKH
IPB dengan kunci identifikasi larva Anopheles spp. (O’Connor dan Soepanto
1989) atau dengan mencocokkan spesimen yang sudah ada di laboratorium
Entomologi Kesehatan.
3.2.3. Pengukuran Karakteristik Habitat
Karakteristik habitat yang diamati adalah luas bekas galian timah,
kekeruhan air, dasar habitat, pengukuran suhu air (dengan termometer), kadar pH
(dengan menggunakan kertas lakmus), salinitas (menggunakan Salinometer),
keberadaan tanaman air di pinggir kolong (seperti enceng gondok, kantung
semar), keberadaan predator larva (ikan, kecebong, dll), dan umur bekas galian
(wawancara).
Luas kolong dihitung dengan cara perkiraan atau estimasi panjang dan lebar
kolong tersebut dalam satuan meter. Tingkat kekeruhan air kolong dibedakan
menjadi tiga, yaitu jernih, kuning (keruh), dan coklat (sangat keruh). Adapun
penentuan dasar habitat dilakukan dengan melihat komponen dasar dari kolong
yang diperiksa, yaitu tanah, pasir atau lumpur. Contoh dasar air diambil dengan
cidukan atau dapat melakukan pengamatan visual bila genangan air jernih.
Suhu air dihitung dengan menggunakan termometer raksa dengan nilai
maksimal 100 °C. Perhitungan suhu dengan cara mencelupkan termometer ke
dalam air kolong yang diperiksa kurang lebih 5 menit. Pembacaan hasil
pengukuran dengan melihat batas kenaikan air raksa pada skala pengukuran yang
tertera pada termometer. Pengukuran parameter pH menggunakan kertas lakmus.
Kertas lakmus dicelupkan ke dalam air kolong yang diperiksa, kemudian warna
yang muncul dibaca pada tabel warna pH.
Salinitas air diukur menggunakan hand refractometer. Hasil pengukuran
dengan melihat tingkat beda warna yang terbentuk pada skala ukur. Keberadaan
12
tanaman dilihat dengan pengamatan visual berupa alga, lumut, dan tanaman pada
permukaan. Adapun pemeriksaan keberadaan predator larva dilakukan dengan
penangkapan predator menggunakan cidukan, kemudian diidentifikasi. Predator
larva nyamuk antara lain ikan kecil, udang kecil, berudu, dan larva capung.
3.3. Pengumpulan Data
Beberapa data diperlukan untuk menunjang hasil penelitian seperti data
cuaca dan data kasus malaria di Kota Pangkalpinang. Data cuaca diperoleh dari
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Pangkalpinang.
Data yang diambil adalah data curah hujan tahun 2008 - 2011. Adapun data kasus
malaria yang terjadi pada tahun 2008-2011 diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota
Pangkalpinang.
13
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
ditemukan An. sundaicus dan An. nigerrimus sebagai vektor penyakit mlaria
(Dinkes 2011).
A B
C D
E F
Gambar 3 Morfologi larva An. letifer. Bulu klipeus dan cabang bulu antena di
kepala An. letifer 10x (A), Bulu kipas pada abdomen ruas III-IV larva
An. letifer 40x (B), Bulu kipas pada abdomen ruas IV larva An. letifer
40x (C), Abdomen ruas III-V larva An. letifer (D), Toraks larva An.
letifer bagian dorsal (E), Ujung abdomen larva An. letifer bagian
dorsal (F).
15
16
A B
C D
E F
G H
I J
17
A B
18
kolong berubah menjadi hampir menyerupai habitat alami yang dapat menjadi
tempat kehidupan organisme air, termasuk larva nyamuk Anopheles, sehingga
berpotensi menjadi habitat perkembangbiakan.
Luasan habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp. yang
diperiksa antara 100–6000 m2. Habitat perkembangbiakan yang paling luas
terletak di kecamatan Bukit Intan (Gambar 4E). Selain itu luasan dapat
berpengaruh terhadap kelembapan dan masa waktu genangan. Semakin luas
genangan maka potensi menjadi habitat potensial semakin lama. Suwito (2010)
menemukan larva Anopheles spp. dengan variasi luas habitat yang berbeda di
Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran. Penelitian Amirullah (2012) di Desa
Saketa, Halmahera Selatan juga menemukan An. farauti pada habitat dengan luas
yang bervariasi mulai dari 5 m2- 250 m2, sedangkan An. indefinitus ditemukan di
habitat dengan luas 1–35 m2.
Kolong yang terdapat di Kota Pangkalpinang sebagian besar mempunyai
dasar perairan berupa pasir. Habitat dengan dasar berupa pasir bercampur lumpur
juga ditemukan di Kecamatan Gerunggang. Perairan dengan dasar lumpur banyak
terdapat tumbuhan air yang tumbuh sehingga dapat digunakan sebagai tempat
persembunyian larva Anopheles dari serangan hewan predator. Selain itu,
tumbuhan air juga menyediakan mikroflora dan mikrofauna yang penting untuk
kehidupan larva Anopheles. Soekirno et al. (1983) menyatakan larva Anopheles
lebih suka pada dasar perairan yang cenderung berpasir. Larva Anopheles juga
dapat berkembangbiak di habitat dengan dasar lumpur seperti yang dilaporkan
oleh Suwito (2010) di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin, Lampung Selatan.
Sebagian besar larva Anopheles ditemukan pada perairan dengan dasar lumpur,
yaitu larva An. sundaicus, An. subpictus, An. kochi, An. annularis, An. vagus, An.
aconitus, An. barbitoris, An. maculatus, An. minimus, dan An. tesselatus. Selain
itu, larva Anopheles sp. juga ditemukan di habitat dengan dasar tanah di Mayong,
Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Mardiana et al. 2005 dalam Suwito 2010).
19
20
21
Utara ditemukan pada pH air yang yang netral 6.8-7.1 (Mulyadi 2010). Demikian
juga di Desa Hargotirto, Kabupaten Kulonprogo ditemukan larva Anopheles pada
pH yang netral pada sungai berkisar antara 6.78-7.12, sedangkan pada pada mata
air berkisar antara pH 6.7–7.24 (Santoso 2002).
Suhu air mempengaruhi kehidupan larva Anopheles. Suhu mempengaruhi
kadar oksigen terlarut dalam air. Semakin tinggi suhu maka kadar oksigen dalam
air semakin sedikit. Suhu air dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan paparan sinar
matahari pada habitat. Adanya paparan sinar matahari mempengaruhi jenis larva
Anopheles yang hidup di habitat tersebut. Rata-rata habitat memiliki suhu diantara
28–31 °C. Beberapa tempat menunjukan larva Anopheles spp. dapat hidup dan
berkembangbiak pada suhu yang bervariasi. Suhu habitat larva Anopheles spp.
yang ditemukan di Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa lebih tinggi, yaitu 33.5
°C (Setyaningrum et al. 2007). Adapun larva Anopheles spp. yang ditemukan di
Dusun Mataram Lengkong, Kabupaten Sukabumi menunjukan kisaran suhu
optimal air di ketiga kolam antara 22.9-31.2 ⁰C (Saleh 2002). Larva An. farauti di
Desa Doro, Halmahera Selatan ditemukan pada habitat dengan suhu 20-35 °C,
sedangkan larva An. vagus dan An. punctulatus pada suhu 25-28 °C, An. kochi 26-
28 °C, dan An. minimus pada suhu 25-26 °C (Mulyadi 2010).
Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. semuanya memiliki nilai
salinitas 0‰. Hal ini dikarenakan tidak adanya kandungan garam pada semua
habitat tersebut. Beberapa jenis larva Anopheles mampu hidup pada salinitas 0‰,
misalnya An.kochi di Desa Saketa, Halmahera Selatan (Amirullah 2012). Hasil ini
didukung oleh penelitian Setyaningrum et al. (2007) di Desa Way Muli, Lampung
Selatan yang menemukan larva Anopheles di selokan air mengalir dengan salinitas
0‰, begitu juga di rawa-rawa dan selokan air tergenang. An.sundaicus tumbuh
optimal pada air payau yang kadar garamnya 12-18‰ dan tidak dapat
berkembang pada kadar garam 40‰ ke atas. Namun di Sumatera Utara ditemukan
pula tempat perindukan An. sundaicus pada air tawar (Harijanto 2000). Begitu
juga An. punctulatus, An. vagus, An. kochi dan An. minimus di Desa Doro,
Halmahera Selatan yang berkembangbiak pada habitat air tawar dengan salinitas
0‰. Adapun An. farauti ditemukan pada air tawar maupun air payau dengan
dengan salinitas antara 0-7‰ (Mulyadi 2010).
22
Tabel 2 Nilai pH, suhu, salinitas, predator, dan tanaman air habitat potensial
perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kota Pangkalpinang pada
periode Juli 2011-Mei 2012
Lokasi pH Suhu Salinitas Predator Tanaman air
(°C) (‰)
Kecamatan
Bukit Intan
Situs 1 6.55 29 0 Larva capung Rumput
Situs 2 6.67 29.7 0 Ikan, udang Tumbuhan paku, alga,
rumput
Predator larva ditemukan di semua habitat, seperti ikan, larva capung, dan
berudu. Keberadaan predator pada suatu habitat dapat mengurangi populasi larva
nyamuk vektor. Keberadaan predator tersebut memungkinkan menjadi penyebab
sulitnya menemukan larva Anopheles spp. Hal ini mengakibatkan berkurangnya
jumlah larva sehingga tidak ditemukannya larva saat dilakukan pemeriksaan di
kolong. Ikan-ikan kecil juga terdapat terdapat pada habitat larva An. sundaicus di
pantai Asahan Sumatera Utara yang diduga sebagai predator (Sembiring 2005).
23
24
sampai tahun 2011 hingga 1.77 per 1000 penduduk dengan 72 kasus positif
malaria. Adapun di Kecamatan Gerunggang nilai API tahun 2008 adalah 16.12
per 1000 penduduk dengan 373 kasus positif malaria. NIlai API di Kecamatan
Gerunggang juga mengalami penurunan hingga tahun 2011 menjadi 0.78 per 1000
penduduk dengan 30 kasus positif malaria (Tabel 3).
Pada tahun 2008, Kecamatan Gabek memiliki nilai API 0.7 per 1000
penduduk dengan 7 kasus positif malaria. Namun di tahun 2009 nilai API
mengalami peningkatan menjadi 4.3 per 1000 penduduk dengan 44 kasus positif
dan mengalami penurunan hingga tahun 2011 menjadi 1.83 per 1000 penduduk
dengan 23 kasus positif malaria. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan perilaku
masyarakat di Kecamatan Gabek yang sering beraktifitas pada malam hari
dibandingkan dengan kecamatan Bukit Intan dan Kecamatan Gerunggang
sehingga intensitas kontak dengan nyamuk vektor lebih tinggi. Secara keseluruhan
kecamatan Bukit Intan memiliki rata-rata nilai API yang paling tinggi. Hal ini
dikarenakan kecamatan tersebut memiliki jumlah kolong terbanyak dibandingkan
dengan Kecamatan Gerunggang dan Gabek sehingga banyak habitat potensial
yang dapat dijadikan tempat perkembangbiakan larva Anopheles. Selain itu,
banyaknya masyarakat yang beraktifitas di kolong memungkinkan meningkatnya
potensi penularan penyakit malaria. Namun pada pemeriksaan kolong di
Kecamatan Bukit Intan tidak ditemukan larva, karena kemungkinan pada titik
yang dilakukan penyidukan larva tidak tepat, sehingga tidak ditemukan larva
Anopheles. Selain itu, larva Anopheles kemungkinan hidup di kolong-kolong yang
tidak terjangkau untuk diamati.
Nilai API dari ketiga kecamatan tersebut dapat mempengaruhi nilai API di
Kota Pangkalpinang, yaitu terlihat pada tahun 2008 jumlah kasus positif malaria
adalah 1672 kasus dengan nilai API 10.6 per 1000 penduduk. Hal senada juga
terjadi pada tahun 2009 hingga 2011, yaitu penurunan nilai API menjadi 1.02 per
1000 penduduk dengan jumlah 179 kasus positif di Kota Pangkalpinang (Tabel
4).
25
Tabel 4 Nilai API, Curah Hujan dan Indeks Curah Hujan (ICH) di Kota
Pangkalpinang
Pada tahun 2009-2010 terjadi peningkatan curah hujan dan ICH, tetapi
terjadi penurunan nilai API dari 6.9 ke 1.5 per 1000 penduduk. Pada Gambar 8-
11 terlihat bahwa curah hujan tidak berpengaruh terhadap nilai API ( P> 0.05).
Curah hujan yang tinggi dapat meningkatkan aliran air yang mengakibatkan
hanyutnya larva-larva nyamuk yang ada sehingga mempengaruhi
perkembangbiakan larva Anopheles yang berdampak turunnya nulai API. Namun
hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya
nyamuk Anopheles.
26
1.2 300
Indeks Curah Hujan (mm)
0.8 200
0.6 150
0.4 100
0.2 50
0 0
JAN FEB MARAPR MEI JUN JUL AGSSEPTOKT NOV DES
ICH 27 54 16 17 46 51 29 50 64 62 23 18
API 1. 0. 0. 0. 0. 1 0. 0. 1. 0. 0. 0.
Gambar 8 Hubungan Nilai API dengan Indeks Curah Hujan tahun 2008
1 350
API (per 1000 penduduk)
300
0.8
250
Indeks Curah Hujan
0.6 200
0.4 150
100
0.2
50
0 0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEPT OKT NOV DES
ICH 185 28. 287 38. 169 60. 65. 17. 1.9 39. 148 186
API 0.7 0.8 0.7 0.7 0.5 0.6 0.7 0.5 0.3 0.3 0.2 0.3
Gambar 9 Hubungan Nilai API dengan Indeks Curah Hujan tahun 2009
0.3 350
API (per 1000 penduduk)
300
Indeks Curah Hujan (mm)
0.25
250
0.2
200
0.15
150
0.1
100
0.05 50
0 0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEPT OKT NOV DES
ICH 227 206 320 219 84. 135 95. 306 156 176 255 265
API 0.2 0.1 0.2 0.0 0.0 0.1 0.0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.0
Gambar 10 Hubungan Nilai API dengan Indeks Curah Hujan tahun 2010
27
0.18 300
0.16
Indeks Curah Hujan (mm)
API (per 1000 penduduk)
250
0.14
0.12 200
0.1
150
0.08
0.06 100
0.04
50
0.02
0 0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEPT OKT NOV DES
ICH 220 177 184 273 255 136 29. 7.0 10. 195 223 155
API 0.0 0.0 0.0 0.1 0.0 0.0 0.1 0.0 0.0 0.0 0.1 0.1
Gambar 11 Hubungan Nilai API dengan Indeks Curah Hujan tahun 2011
28
BAB 5
PENUTUP
5.1. Simpulan
Jenis larva Anopheles yang ditemukan di Kecamatan Gabek adalah An.
letifer dengan karakteristik habitat pH 4.5, suhu 30.1 °C, dan salinitas 0‰. Larva
Anopheles yang ditemukan berkembangbiak di air jernih. Selain itu, ditemukan
juga ikan yang berpotensi menjadi predator larva serta tanaman air seperti rumput
dan alga. Adapun kedalaman habitat ditemukannya larva Anopheles adalah 0.5 m.
Karakteristik habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles di Kota
Pangkalpinang memiliki luas 100-6000 m, suhu 28-31 °C, dan salinitas 0‰.
Habitat memiki dasar habitat berupa pasir, pasir bercampur lumpur dan tanah.
Kekeruhan habitat perkembangbiakan larva Anopheles jernih, kuning, dan coklat
dengan kedalaman 0.5-10 m. Tanaman air yang terdapat di habitat potensial antara
lain rumput, alga,tumbuhan paku, enceng gondok, dan talas. Ikan, berudu, dan
larva capung ditemukan di habitat tersebut sebagai predator larva Anopheles.
Berdasarkan karakteristik di atas, kolong berpotensi sebagai tempat
perkembangbiakan larva Anopheles dan dapat mempengaruhi nilai API di Kota
Pangkalpinang.
29
DAFTAR PUSTAKA
Boyd CE. 1990. Water Quality Management for Ponds Fish Culture. Amsterdam :
Elseveir Scientific. hlm 318.
[CDC] Centre for Disease Control. 2008. Patterns of Feeding And Resting
Anopheles Mosquitoes National Center for Zoonotic, Vector-Borne, and
Enteric Diseases . last modified : June 30 2008.
[CDC] Centre for Disease Control. 2010. Anopheles Mosquitoes. last modified :
February 8 2010.
Clements AN. 1999. Mosquitoes. Volume ke-2, Sensory Reception and Behaviour.
New York : CABI Publising. hlm 740.
Grieco JP, Rejmánková E, Achee NL, Klein CN, Andre R, Roberts D. 2007.
Habitat suitability for three species of Anopheles mosquitoes: larval
growth and survival in reciprocal placement experiments. J Vect Ecol.
32(2):176-87.
Hadi UK, Koesharto FX. 2006. Nyamuk. Di dalam: Sigit HS, Upik KH. Editor.
Hama permukiman Indonesia: Pengendalian, Biologi dan Pengendalian.
UKPHP FKH-IPB. Bogor.
30
Hodgkin EP. 1950. The Anopheles Umbrosus Group (Diptera : Culicidae) Part II :
Biology and Transmission of Malaria. Trans Roy Entomol Soc. London.
101: 319-334.
Rao TR. 1981. The Anophelines of India. New Delhi : Indian Council of Medical
Research Pub.
Reid JA. 1968. Anopheline mosquitoes of Malaya and Borneo. Studies from the
Institute for Medical Research Malaya 31: 1–520.
31
Saleh DS. 2002. Studi habitat Anopheles nigerrimus giles dan epidemiologi
malaria di Desa Lengkong, Kabupaten Sukabumi [Tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sigit S H, Hadi UK. 2006. Hama Pemukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi dan
Pengendalian.Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman FKH–IPB.
Bogor.
Soekirno M, Bang JH, Sudomo, Pamayun CP, and Fleming GA. 1983. Bionomics
of An.sundaicus and other Anophelines Assoiciated with Malaria Coastal
Areas of Bali (Indonesia). Sirkuler WHO/VBC/83.885.
Sukowati S. 2005. Manajemen vektor terpadu dan penelitian vektor di Indonesia.
Makalah utama workshop sehari Pengendalian Vektor :Jakarta.
Sutriati A, Brahmana SS.2007. Penelitian kualitas air irigasi pada beberapa sungai
di Jawa Barat. Bul Pusair 16 (47). Dept. PU. Balitbang PP & PSDA.
Swingle HS. 1961. Relationships of pH of pond waters to their suitability for fish
culture. Proc Pac Sci Congr. 10: 72-75.
32
Takken W, Snellen WB, and Verhave JP. 1990. Environmental measures for
malaria control in Indonesia - an historical review on species sanitation.
Wageningen Agricultural University Papers 1990 pp. xiii + 167 pp.
Takken W, Knols B.G.J. 2008. Malaria vector control: Current and future
strategies. Laboratory of Entomology. Netherland: Wageningen
University and Research Centre.
WHO. 1997. Vector Control Methods for Use by Individuals and Communities.
http://abspace.open.ac.uk/mod/oucontent/view.php?id=439264&extra=thu
mbnail_id398021310012.htm [6 Agustus 2012].
Zell R. 2004. Global climate change and the emergence/re-emergence of
infectious diseases. Int J Med Microbiol 293 Suppl 37:16-26.
33
LAMPIRAN
34
ICH (mm) Agustus = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 119.8 mm X 13
31 hari
= 50.24 mm
ICH (mm) September = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 120.3 mm X 16
30 hari
= 64.16 mm
ICH (mm) Oktober = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 95.5 mm X 20
31 hari
= 61.61 mm
ICH (mm) November = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 256.3 mm X 28
30 hari
= 239.21 mm
ICH (mm) Desember = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 244 mm X 23
31 hari
= 181.03 mm
ICH 2008 = Σ ICH 12 Bulan
12
= 116 mm
Tahun 2009
ICH (mm) Januari = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 249.4 mm X 23
31 hari
= 185.04 mm
ICH (mm) Februari = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 49.6 mm X 16
28 hari
= 28.34 mm
ICH (mm) Maret = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 370.3 mm X 24
31 hari
.= 286.68 mm
ICH (mm) April = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
35
= 95.2 mm X 19
30 hari
= 38.08 mm
ICH (mm) Mei = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 240.8 mm X 21
31 hari
= 168.56 mm
ICH (mm) Juni = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 129.7 mm X 14
30 hari
= 60.52 mm
ICH (mm) Juli = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 155.6 mm X 13
31 hari
= 65.25 mm
ICH (mm) Agustus = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 78.0 mm X 7
31 hari
= 17.61 mm
ICH (mm) September = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 11.8 mm X 5
30 hari
= 1.967 mm
ICH (mm) Oktober = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 94.8 mm X 13
31 hari
= 39.75 mm
ICH (mm) November = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 184.6 mm X 24
30 hari
= 147.68 mm
ICH (mm) Desember = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 205.4 mm X 28
31 hari
= 185.52 mm
ICH 2009 = Σ ICH 12 Bulan
12
= 102.08 mm
36
Tahun 2010
ICH (mm) Januari = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 281.0 mm X 25
31 hari
= 226.61 mm
ICH (mm) Februari = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 288.5 mm X 20
28 hari
= 206.07 mm
ICH (mm) Maret = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 471.8 mm X 21
31 hari
.= 319.60 mm
ICH (mm) April = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 312.6 mm X 21
30 hari
= 218.82 mm
ICH (mm) Mei = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 137.4 mm X 19
31 hari
= 84.21 mm
ICH (mm) Juni = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 183.9 mm X 22
30 hari
= 134.86 mm
ICH (mm) Juli = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 140.7 mm X 21
31 hari
= 95.31 mm
ICH (mm) Agustus = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 430.7 mm X 22
31 hari
= 305.66 mm
ICH (mm) September = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 203.8 mm X 23
30 hari
= 156.25 mm
ICH (mm) Oktober = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
37
= 286.9 mm X 19
31 hari
= 175.84 mm
ICH (mm) November = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 364.9 mm X 21
30 hari
= 255.43 mm
ICH (mm) Desember = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 342.1 mm X 24
31 hari
= 264.85 mm
ICH 2010 = Σ ICH 12 Bulan
12
= 203.62 mm
Tahun 2011
ICH (mm) Januari = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 253.1 mm X 27
31 hari
= 220.44 mm
ICH (mm) Februari = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 309.9 mm X 16
28 hari
= 177.08 mm
ICH (mm) Maret = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 228.5mm X 25
31 hari
.= 184.27 mm
ICH (mm) April = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 356.2 mm X 23
30 hari
= 273.08 mm
ICH (mm) Mei = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 343.9 mm X 23
31 hari
= 255.15 mm
ICH (mm) Juni = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 271.6 mm X 15
38
30 hari
= 135.8 mm
ICH (mm) Juli = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 91.1 mm X 10
31 hari
= 29.38 mm
ICH (mm) Agustus = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 43.6 mm X 5
31 hari
= 7.03 mm
ICH (mm) September = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 78.6 mm X 4
30 hari
= 10.48 mm
ICH (mm) Oktober = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 301.9 mm X 20
31 hari
= 194.77 mm
ICH (mm) November = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 351.9 mm X 19
30 hari
= 222.87 mm
ICH (mm) Desember = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan
Σ hari (dalam satu bulan)
= 268.5 mm X 24
31 hari
= 207.87 mm
ICH 2011 = Σ ICH 12 Bulan
12
= 1154.85 mm
39
Lampiran 2 Hasil Analisis Regresi Linear antara Nilai API dengan Indeks Curah
Hujan
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 42,98 42,98 4,28 0,174
Residual Error 2 20,08 10,04
Total 3 63,06