Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Indonesian Contemporary Nursing Journal, 2(1), 1-12

RELATED FACTORS OF RESPONSE TIME IN


HANDLING HEAD INJURY IN EMERGENCY
UNIT OF PROF.DR.H.M.ANWAR MAKKATUTU
BANTAENG GENERAL HOSPITAL
Satrial Mudatsir1, Moh. Syafar Sangkala2, Andina Setyawati3
Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Hasanuddin, Makassar
1,2,3

e-mail : rial_mudatsir@ymail.com

ABSTRACT

Introduction: The mechanisms of nurse response time in handling head injury patients has an
important role on the safety and viability of patients in reference to the rules of “safety and time
saving is life saving”. The purpose of the study: This study aims to identify factors that related
to the response time in handling head injury patient in emergency department (ED) and to
determine the most related factor to the response time. Method: This study was an observation
design and using cross sectional approach. A total sample of 32 emergency department nurses
participated for this study, in references to the inclision and exclusion criteria. The data were
analyzed by using chi-square, Fisher’s extract test and logistic regression. Result: This study
found that there were statistical significance between respon time and level of education (p =
0.006), duration of working (p = 0.005), medical emergency training (p = 0.001), the emergency
department facilities (p = 0.008) and the level of the patient acute condition (p = 0.006). Among
the factors, it was found that facilities most related factor to the respon time (OR = 6.945).
Conclusion and suggestion: It is concluded that there is a relationship between respon time
and education level, work duration of nurses, medical emergency training, Emergency facilities
and the patient acute condition in handling head injury patients and facilities are the factors
that most related to the response time handling head injury. It is suggested to the hospital to
complete the emergency room facilities because the facilities affects the response time handling
head injury patients.

Keywords: That relates factors, the response time, handling head injury patients

PENDAHULUAN menurut Shiroma (2010), terdapat


Cedera kepala merupakan salah lebih dari 1,1 juta orang Amerika
satu masalah kesehatan yang menjadi Serikat menderita cedera kepala setiap
penyebab utama tingginya angka tahunnya.
kematian pada populasi manusia di Peningkatan insiden cedera
usia produktif di bawah 45 tahun. kepala tidak hanya terjadi di kota-kota
Cedera kepala dapat menyebabkan besar tetapi juga terjadi di kabupaten
gangguan fisik dan mental yang kota. Data yang diperoleh dari bagian
kompleks, baik yang bersifat Instalasi Rekam Medik RSUD Prof.
sementara ataupun menetap seperti Dr.H.M.Anwar Makkatutu Kabupaten
defisit kognitif, psikis, intelektual, serta Bantaeng bahwa terjadi peningkatan
gangguan fungsi fisiologis lainnya. jumlah pasien cedera kepala disetiap
(Iskandar, 2004). tahunnya. Tahun 2010 pasien cedera
Insiden cedera kepala secara kepala sekitar 386 pasien dan tahun
global terus mengalami peningkatan 2011 tercatat sekitar 437 orang, jumlah
seiring bertambahnya peningkatan ini mengalami peningkatan pada tahun
penggunaan kendaraan bermotor. 2012 sebanyak 612 pasien (Rekam
Insiden cedera kepala di Eropa pada medik, 2013).
tahun 2010 adalah 500 per 100.000 Instalasi Rawat Darurat (IRD)
populasi (Lingsma, 2010) sedangkan sebagai gerbang utama penanganan
1
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 2(1), 1-12

kasus gawat darurat di rumah sakit orang. Purposive sampling digunakan


berperan penting dalam upaya dalam memilih Sampel sehingga
penyelamatan hidup khususnya perawat yang memenuhi kriteria
penderita cedera kepala. Penanganan inklusi adalah 32 orang sesuai kriteria:
cedera kepala harus cepat, tepat dan perawat yang bertugas di IRD RSUD.
cermat serta sesuai dengan prosedur Prof. Dr. H.M. Anwar Makkatutu
yang ada, selain itu prinsip umum Kabupaten Bantaeng dan bersedia
penatalaksanaan cedera kepala juga menjadi responden, sedangkan kriteria
menjadi acuan penting mencegah eksklusi yaitu perawat yang bertugas di
kematian dan kecacatan, misalnya IRD tapi sedang menjalani cuti, masih
tatalaksana Airway, Breathing, berstatus magang dan perawat yang
Circulation, Disability dan Exposure menjabat sebagai kepala ruangan dan
(ABCDE), mengobservasi tanda-tanda perawat administratif.
vital, mempertahankan oksigenasi yang Data yang diperoleh saat
adekuat, menilai dan memperbaiki penelitian diolah dengan bantuan
gangguan koagulasi, mempertahankan software pengolahan data dan diuji
hemostatis dan gula darah, nutrisi yang menggunakan uji Chi-Square dengan
adekuat, mempertahankan PaCO2 35- tingkat kepercayaan P = <0,05, dalam
45 mmHg, dan lain-lain (Yulius, 2010). analisis juga dilampirkan nilai Phi
Berdasarkan data dan teori yang untuk mengetahui seberapa besar
telah dikemukakan, maka peneliti kekuatan hubungan dari setiap
tertarik melakukan penelitian tentang variabel yang dihubungkan. Analisa
“faktor-faktor yang berhubungan multivariat dilakukan terhadap variabel
dengan waktu tanggap penanganan yang memiliki tingkat kepercayaan P=
pasien cedera kepala di IRD RSUD. <0,25 dan dengan Logistik Regresi
Prof.Dr.H.M. Anwar Makkatutu akan diketahui variabel yang paling
Kabupaten Bantaeng”. berhubungan dengan waktu tanggap
penanganan pasien cedera kepala.
BAHAN DAN METODE
Bentuk penelitian yang digunakan HASIL DAN PEMBAHASAN
adalah Kuantitatif dengan metode Hubungan Tingkat Pendidikan
observasional: Cross Sectional Study. dengan Waktu Tanggap Penanganan
Peneliti mengobservasi hubungan Pasien Cedera Kepala. Hasil uji Chi-
antara variabel Independen atau Square diperoleh nilai p = 0,006
variabel bebas dengan variabel yang berarti ada hubungan tingkat
dependen atau variabel tergantung pendidikan dengan waktu tanggap
(Sugiyono, 2012). Lokasi penelitian penanganan pasien cedera kepala,
di IRD RSUD. Prof. Dr.H.M. Anwar kemudian diperoleh nilai Phi = 0,511
Makkatutu Kabupaten Bantaeng dan yang berarti bahwa tingkat pendidikan
waktu penelitian pada tanggal 15 Juli dan waktu tanggap penanganan pasien
sampai dengan 31 Agustus tahun cedera kepala memiliki hubungan yang
2013. kuat, hal ini menunjukkan bahwa
Populasi dalam penelitian adalah semakin tinggi tingkat pendidikan
semua perawat yang bertugas di IRD maka akan semakin baik pula waktu
RSUD. Prof. Dr.H.M. Anwar Makkatutu tanggap dalam menangani pasien
Kabupaten Bantaeng sebanyak 34 cedera kepala.

2
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 2(1), 1-12

Waktu Tanggap Cedera Kepala


Tingkat
Buruk Baik Total P Value Phi
Pendidikan
n % n % n %
D3 17 53.1 9 28.1 26 81.2
0.0006 0,511
S1+Ners 0 0 6 18.8 6 18.8
Jumlah 17 53.1 15 46.9 32 100
Tabel 1. Distribusi Hubungan Tingkat pendidikan dengan Waktu Tanggap Penanganan
Pasien Cedera Kepala (n=32)

Pendidikan merupakan salah lulusan S1+Ners yaitu (18,8%)


satu unsur yang berhubungan dengan semuanya memiliki waktu tanggap
perilaku asertif seseorang. Rendahnya yang baik, hal ini disebabkan
tingkat pendidikan seorang perawat tingginya tingkat pendidikan juga
akan mempengaruhi perilaku serta akan mempengaruhi pengetahuan
kemampuannya dalam mengambil perawat dalam menangani pasien
keputusan, pengembangan kreatifitas yang berkunjung ke IRD khususnya
dan pemecahan masalah khususnya penderita cedera kepala, selain itu
terhadap penanganan pasien yang beberapa dari perawat juga telah lama
membutuhkan tindakan atau bekerja di IRD sehingga mereka jauh
pertolongan segera (Nursalam, 2013). lebih tanggap dibanding yang lain.
Hasil penelitian ini sejalan Berbeda dengan lulusan
dengan penelitian yang dilakukan oleh diploma keperawatan (D3), peneliti
Hafizurrachman (2011) yang meneliti menemukan bahwa lebih dari setengah
tentang faktor yang mempengaruhi jumlah responden yaitu (53,1%)
kinerja perawat dalam menjalankan memiliki waktu tanggap yang buruk
kebijakan keperawatan di salah dikarenakan kurangnya pengetahuan
satu rumah sakit umum daerah di dalam menangani pasien cedera kepala
Yogyakarta, dengan sampel sebanyak karena kebanyakan dari mereka baru
250 orang perawat dan menyatakan bekerja di IRD dan belum mengikuti
bahwa tingkat pendidikan memberikan pelatihan kegawatdaruratan, sehingga
pengaruh yang besar terhadap kebanyakan dari mereka selalu
pelayanan yang diberikan oleh perawat, menunggu petunjuk dari dokter jaga
khususnya mereka yang bekerja dan instruksi dari seniornya, hal ini
di unit-unit yang membutuhkan menyebabkan molornya waktu tanggap
penanganan pasien yang lebih cepat penanganan terhadap pasien cedera
dan tepat tentunya. Penelitian yang kepala yang datang ke IRD, sedangkan
dilakukannya menemukan hubungan mereka yang masih D3 keperawatan
yang kuat antara tingkat pendidikan (28,1%) sudah memiliki waktu tanggap
dengan ketepatan waktu tanggap yang baik.
terhadap penanganan pasien., namun Hal ini terjadi karena mereka
ini berbanding terbalik dengan lebih banyak mengetahui tindakan
penelitian yang dilakukan oleh Awases yang bisa segera dilakukan untuk
(2006), yang meneliti tentang faktor- menangani pasien cedera kepala yang
faktor yang berhubungan dengan datang ke IRD karena telah mengikuti
kinerja professional perawat di Namibia pelatihan kegawatdaruratan, serta
pada 147 orang perawat sebagai mayoritas dari D3 yang memiliki
responden dan menemukan tidak ada waktu tanggap yang baik telah lama
hubungan antara tingkat pendidikan bekerja di IRD atau masa kerja mereka
seorang perawat dengan waktu tanggap kebanyakan sudah lebih dari
yang dilakukan saat memberikan 5 tahun yang menyebabkan
tindakan kepada pasien. waktu tanggap mereka lebih baik atau
Responden yang berasal dari kurang dari 5 menit setelah kedatangan
3
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 2(1), 1-12

pasien di IRD. yang berarti bahwa lama kerja perawat


Hubungan Lama Kerja Perawat di IRD memiliki hubungan yang
di IRD dengan Waktu Tanggap sangat kuat dengan waktu tanggap
Penanganan Pasien Cedera Kepala. penanganan pasien cedera kepala,hal
Hasil uji Chi-Square diperoleh ini menunjukkan bahwa semakin
nilai p = 0,005 yang menunjukkan ada lama seorang perawat bekerja di IRD
hubungan lama kerja perawat di IRD maka akan semakin baik pula waktu
dengan waktu tanggap tanggapnya terhadap penanganan
penanganan cedera kepala, pasien cedera kepala.
kemudian diperoleh nilai Phi = 0,566

Waktu Tanggap Cedera Kepala


Lama Kerja
Buruk Baik Total P Value Phi
Perawat
n % n % n %
Baru 15 46.9 5 15.6 20 62.5
0.0005 0.566
Lama 2 6.2 10 31.3 12 37.5
Jumlah 17 53.1 15 46.9 32 100
Tabel 2. Distribusi Hubungan Lama kerja Perawat dengan Waktu Tanggap Penanganan
Pasien Cedera Kepala (n=32)

Keadaan tersebut diatas sesuai khususnya pasien-pasien dengan


dengan teori yang menyatakan bahwa tingkat kegawatan sedang-berat. Selain
lama masa kerja perawat berpengaruh itu terdapat (15,6%) atau kurang dari
terhadap pengalamannya dalam seperempat jumlah responden yang
menangani masalah kegawatdaruratan masih tergolong baru bekerja di IRD
khususnya pasien cedera kepala, tetapi mereka memiliki waktu tanggap
sedangkan mereka yang masih baru yang baik, hal ini disebabkan mereka
dengan masa kerja yang kurang lebih cepat dalam merespon pasien
memungkinkan keterampilan dalam cedera kepala yang masuk ke IRD
penanganan pasien belum cukup karena telah mengikuti pelatihan
terlatih. (Meltzer, 2004). kegawatdaruratan, sehingga ketepatan
Hasil dari penelitian ini sejalan waktu tanggap yang dimiliki sesuai
dengan penelitian yang dilakukan dengan standar yang ditentukan oleh
oleh Kasmarani (2012) yang meneliti Departemen Kesehatan (DepKes) yaitu
tentang pengaruh beban kerja fisik kurang dari 5 menit. Berbeda dengan
dan mental terhadap stress kerja pada responden yang telah lama bekerja di
perawat di IGD RSUD Cianjur pada IRD (31,3%) dengan masa kerja lebih
26 orang perawat sebagai responden, dari 5 tahun, menunjukkan bahwa
hasilnya menunjukkan ada hubungan mereka memiliki waktu tanggap
antara lama kerja seorang perawat yang baik, hal ini disebabkan oleh
dengan stress kerja yang dialami dan banyaknya pengalaman atau seringnya
berdampak pada waktu tanggap dalam mereka berhadapan dengan kasus-
melayani pasien. kasus yang berat khususnya pasien
Hasil penelitian menunjukkan cedera kepala, akan tetapi terdapat
bahwa kurang dari setengah jumlah (6,2%) atau kurang dari seperempat
responden (46,9%) yang baru bekerja jumlah responden yang sudah lama
di IRD dengan masa kerja dibawah 5 bekerja di IRD tetapi memiliki waktu
tahun memiliki waktu tanggap yang tanggap yang buruk
buruk, hal ini dikarenakan kurangnya atau lebih dari 5 menit, hal ini
pengalaman mereka terhadap disebabkan karena lambatnya mereka
penanganan pasien cedera kepala dalam memberikan respon saat pasien
4
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 2(1), 1-12

tiba di depan pintu IRD serta pasien hubungan Pelatihan kegawatdaruratan


yang mereka tangani berada pada dengan waktu tanggap penanganan
tingkat kegawatan ringan sehingga pasien cedera kepala, kemudian
mereka mengabaikan karena dianggap diperoleh nilai Phi=0,649 yang
pasien tersebut tidak membutuhkan menunjukkan bahwa pelatihan
penanganan segera atau masih bisa kegawatdaruratan memiliki kekuatan
ditunda sampai pasien lain selesai hubungan yang kuat dengan waktu
ditangani. tanggap penanganan pasien cedera
Hubungan Pelatihan kepala, hal ini menunjukkan bahwa
Kegawatdaruratan dengan Waktu seorang perawat yang pernah mengikuti
Tanggap Penanganan Pasien Cedera pelatihan kegawatdaruratan maka
Kepala. akan semakin baik dalam menangani
Hasil uji statistik diperoleh nilai pasien cedera kepala khususnya terkait
p=0,001 yang berarti bahwa ada dengan waktu tanggap.

Waktu Tanggap Cedera Kepala


Pelatihan
Buruk Baik Total P Value Phi
Kegawatdaruratan
n % n % n %
Tidak Pernah Ikut 12 37.5 1 3.1 13 40.6
0.001 0.649
Pernah Ikut 5 15.6 14 43.8 19 59.4
Jumlah 17 53.1 15 46.9 32 100
Tabel 3. Distribusi Hubungan Pelatihan Kegawatdaruratan dengan Waktu Tanggap
Penanganan Pasien Cedera Kepala (n=32)

Keadaan tersebut di atas sesuai oleh perawat dengan ketepatan waktu


dengan teori yang dijelaskan bahwa tanggap yang mereka miliki. Hal
pelatihan memberikan dampak ini berdasarkan hasil penelitiannya
yang besar terhadap kemampuan yang membandingkan perawat yang
seseorang dalam mengambil keputusan pernah mengikuti pelatihan BTCLS,
khususnya pada situasi kritis, misalnya ATLS dan EKG Dasar dengan perawat
dalam penanganan pasien cedera yang tidak pernah mengikuti pelatihan
kepala. Peserta pelatihan akan dituntun tersebut, yang menunjukkan tidak
untuk mampu secara teori dan juga ada perbedaan dari ketepatan waktu
dalam aplikasi sehingga memudahkan tanggap keduanya dalam menangani
mereka dalam memberikan pelayanan pasien serta tidak ada perbedaan
di unit rawat darurat dalam kondisi keduanya dalam melakukan perawatan
apapun terhadap pasien dengan kasus pasien cedera kepala yang masuk ke
yang mungkin berbeda-beda dalam IRD.
satu waktu (Yayasan Ambulans Gawat Hasil penelitian terhadap 32
Darurat, 2009). orang responden menunjukkan bahwa
Hasil penelitian sebelumnya (43,8%) atau kurang dari setengah
yang dilakukan oleh Awases jumlah responden yang pernah
(2006) menunjukkan pelatihan mengikuti pelatihan kegawatdaruratan
kegawatdaruratan memiliki hubungan telah memiliki waktu tanggap baik. Hal
dengan waktu tanggap perawat dalam ini mungkin dikarenakan pelatihan
penanganan kasus cedera kepala di yang mereka ikuti memberikan
IRD, akan tetapi berbanding terbalik pengaruh yang besar terhadap
dengan penelitian yang dilakukan keterampilan dan pengetahuan mereka
oleh Jus (2008) yang menyatakan dalam menangani pasien cedera kepala
tidak ada hubungan pelatihan yang masuk ke IRD sehingga waktu
kegawatdaruratan yang pernah diikuti tanggap mereka dalam penanganan
5
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 2(1), 1-12

kurang dari 5 menit atau sesuai dengan penanganan pasien cedera kepala
standar yang telah ditentukan oleh karena masa kerjanya yang sudah lebih
DepKes, akan tetapi terdapat (15,6%) dari 5 tahun di IRD dan hal tersebut
atau kurang dari seperempat jumlah berpengaruh terhadap pengalamannya
responden yang pernah ikut pelatihan dalam menangani pasien cedera kepala.
masih memiliki waktu tanggap yang Hubungan Fasilitas IRD dengan
buruk, hal ini dikarenakan banyak Waktu Tanggap Penanganan Pasien
dari mereka yang pernah ikut pelatihan Cedera Kepala. Hasil uji statistik
kegawatdaruratan tidak mampu diperoleh nilai p = 0,008 yang berarti
mengimplementasikan pengetahuan ada hubungan fasilitas IRD dengan
dan keterampilan yang mereka waktu tanggap penanganan cedera
dapatkan saat mengikuti pelatihan. kepala, kemudian diperoleh nilai
Responden yang tidak pernah Phi=0,497 yang menunjukkan bahwa
mengikuti pelatihan sebanyak fasilitas IRD memiliki kekuatan
(37,5%) semuanya memiliki waktu hubungan yang sedang dengan waktu
tanggap yang buruk. Hal ini karena tanggap penanganan pasien cedera
pengetahuan dan keterampilan dalam kepala, hal ini berarti bahwa semakin
penanganan pasien khususnya pasien lengkap fasilitas yang dibutuhkan
cedera kepala yang masuk ke IRD dalam menanganai pasien maka akan
masih sangat minim, akibat kurangnya semakin baik pula waktu tanggap
motivasi dalam memperbaharui ilmu penanganan pasien tersebut, begitupun
dan keterampilan yang mereka miliki sebaliknya jika fasilitas tidak tersedia
sebelumnya yang seharusnya bisa maka akan memperlambat penanganan
didapatkan di tempat-tempat pelatihan pasien tersebut.
selain dari ruang kuliah saat masih Keadaan tersebut diatas sejalan
menempuh dunia pendidikan. Akan dengan teori yang menyatakan bahwa
tetapi terdapat (3,1%) responden yang ketersediaan fasilitas dalam suatu
memiliki waktu tanggap yang baik ruangan akan berpengaruh terhadap
meskipun tidak pernah mengikuti kinerja dari karyawan yang bekerja
pelatihan, hal ini dikarenakan di tempat tersebut, sama halnya
sebenarnya responden tersebut sudah dengan ketersediaan fasilitas di ruang
mengikuti pelatihan kegawatdaruratan pelayanan di rumah sakit, jika fasilitas
sebelumya, akan tetapi sertifikat yang rumah sakit tersebut lengkap maka
responden miliki sudah tidak berlaku berdampak baik bagi pelayanan yang
lagi atau sudah kadaluarsa. Hal ini diberikan dengan catatan perawat
tidak mempengaruhi kualitas waktu atau tenaga kesehatan lain mampu
tanggap yang responden miliki dalam mengoprasikan atau menggunakan
menangani pasien cedera kepala, faktor fasilitas tersebut dengan baik dan
lain yang menyebabkan responden benar (Hapsari,2008)
tersebut tanggap dalam

Waktu Tanggap Cedera Kepala


Fasilitas
Buruk Baik Total P Value Phi
IRD
n % n % n %
Tidak
7 21.9 0 0 7 21.9
Tersedia 0.008 0.497
Tersedia 10 31.3 15 46.8 25 78.1
Jumlah 17 53.1 15 46.9 32 100
Tabel 4. Distribusi Hubungan Fasilitas IRD dengan Waktu Tanggap Penanganan Pasien
Cedera Kepala (n=32)
.

6
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 2(1), 1-12

Hasil penelitian tersebut diatas jawab terhadap pasien bedah sehingga


berbanding lurus dengan penelitian menyebabkan waktu tanggap menjadi
sebelumnya yang dilakukan oleh Virgin buruk atau lebih dari 5 menit.
(2000), yang mengemukakan bahwa Fasilitas dianggap tidak
fasilitas menjadi salah satu faktor yang memadai apabila saat pasien tersebut
berpengaruh terhadap waktu tanggap memerlukan suatu fasilitas namun
penanganan pasien, hal ini juga sejalan fasilitas tersebut tidak bisa digunakan,
dengan penelitian yang dilakukan oleh baik karena tidak tersedia di ruangan
Sabriyati (2012) yang meneliti faktor- IRD, digunakan oleh pasien lain
faktor yang berhubungan dengan atau ada tapi tersedia di ruangan
ketepatan waktu tanggap penanganan lain misalnya di apotik atau ruang
pada kasus respon time I di instalasi perawatan. Peneliti mengobservasi
gawat darurat bedah dan non bedah saat pasien ditangani dan menemukan
di RSUP. Wahidin Sudirohusodo beberapa fasilitas yang tidak tersedia
Makassar, terhadap 56 orang saat pasien ditangani dan memerlukan
responden dan mengemukakan hasil fasilitas tersebut, misalnya saat
bahwa fasilitas mempunyai hubungan menangani pasien cedera kepala berat
yang erat dengan waktu tanggap yang memerlukan suction karena
penanganan pasien. banyaknya darah yang keluar dari
Hasil penelitian menunjukkan hidung dan mulut pasien, namun
bahwa sebanyak (46,8%) atau kurang suction yang tersedia hanya 1 buah di
dari setengah jumlah responden ruang IRD.
memiliki waktu tanggap yang baik saat Hal lain yang sering terjadi pada
menangani pasien cedera kepala dengan saat perawat menangani pasien cedera
fasilitas tersedia, hal ini terjadi karena kepala berat dengan GCS ≤ 8 yaitu
responden sudah berpengalaman tidak tersedianya alat intubasi di ruang
dalam menangani pasien cedera kepala IRD, sehingga dokter dan perawat
beberapa dari mereka telah mengikuti yang akan melakukan pemasangan
berbagai pelatihan kegawatdaruratan harus meresepkan terlebih dahulu
serta telah lama bekerja di IRD. Akan lalu keluarga pasien akan segera ke
tetapi sebanyak sebanyak (31,3%) apotik untuk menebus alat intubasi
responden memiliki waktu tanggap tersebut, sehingga ketidaktersediaan
yang buruk justru saat fasilitas sudah fasilitas ini mempengaruhi kinerja dan
tersedia, hal ini karena perawat terlalu ketepatan waktu tanggap penanganan
lamban dalam memberikan tindakan pasien, saat penelitian juga sering
awal terhadap pasien cedera kepala ditemukan ketidaktersediaan servical
karena dianggap pasien masih dalam collar di ruangan sebab jumlahnya
kondisi baik dan tidak memerlukan yang terbatas dan saat dibutuhkan
penanganan segera, sehingga perawat dan persediaan telah digunakan
lebih mementingkan pasien lain untuk pasien lain, maka perawat akan
dibandingkan pasien yang sudah berusaha mencari kardus kosong yang
masuk ke ruang tindakan bedah, Selain kemudian dimodifikasi menjadi
itu terdapat (21,9%) atau kurang dari servical collar untuk menyangga
seperempat jumlah responden memiliki leher pasien yang dicurigai mengalami
waktu tanggap yang buruk saat cedera servikal. Ketidaktersediaan atau
fasilitas tidak tersedia, ini disebabkan tidak memadainya fasilitas tersebut
karena responden berusaha mencari tidak hanya akan mempengaruhi
alat dan bahan yang dibutuhkan untuk ketepatan waktu tanggap tetapi akan
menangani pasien cedera kepala yang berdampak pada buruknya manajemen
tidak tersedia di ruang tindakan saat penanganan pasien diruangan
pasien ditangani dan sebagian dari tersebut.
mereka menunggu instruksi dari dokter Dari hasil penelitian ditemukan
jaga IRD serta senior yang bertanggung bahwa hasil uji statistik diperoleh nilai
7
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 2(1), 1-12

p = 0,006 yang menunjukkan bahwa hubungan yang kuat dengan waktu


ada hubungan tingkat kegawatan tanggap penanganan pasien cedera
pasien dengan waktu tanggap kepala, hal ini berarti bahwa semakin
penanganan cedera kepala, kemudian berat tingkat kegawatan pasien maka
diperoleh nilai Phi=0,548 semakin tanggap penanganan yang
yang berarti bahwa tingkat diberikan karena akan berpengaruh
kegawatan pasien memiliki kekuatan terhadap keselamatan jiwa pasien.

Tingkat Waktu Tanggap Cedera Kepala


Kegawatan Buruk Baik Total P Value Phi
Pasien n % n % n %
Ringan 10 31.2 1 3.1 11 34.4
0.006 0.548
Berat 7 21.9 14 43.7 21 65.6
Jumlah 17 53.1 15 46.9 32 100
Tabel 5. Distribusi Hubungan Tingkat Kegawatan Pasien dengan Waktu Tanggap
Penanganan Pasien Cedera Kepala (n=32)

Danille (2011) mengemukakan yang meneliti tentang faktor resiko


bahwa pasien yang datang meminta yang berhubungan dengan tingkat
pertolongan di ruang gawat darurat, keparahan cedera kepala di RSUD.
harus ditangani sesegera mungkin Karanganyar dengan jumlah sampel
sesaat setelah mereka berada di 145 orang dan mengemukakan
ruang tersebut, karena hal ini akan tidak ada hubungan antara tingkat
berpengaruh terhadap keselamatan kegawatan pasien dengan waktu
pasien kedepannya sekaligus tanggap penanganan pasien cedera
menghindari terjadinya kecacatan kepala, hal ini disebabkan karena
pada pasien cedera kepala baik dari saat pengambilan data tentang
segi fisik maupun neurologis, akibat lamanya mendapatkan pertolongan
lambannya penanganan yang diberikan pertama hanya berdasarkan perkiraan
oleh tenaga kesehatan khususnya oleh waktu atau catatan kepolisian dan
dokter dan perawat yang bertugas tidak dilakukan berdasarkan hasil
saat pasien tersebut masuk ke IRD. pengukuran jam sebenarnya.
Pasien cedera kepala yang masuk ke Hasil penelitian menunjukkan
IRD harus dengan cepat dilakukan bahwa sebanyak (43,7%) responden
pemeriksaan dan menentukan yang menangani pasien cedera kepala
tingkat kegawatannya baik dengan berat telah memiliki waktu tanggap
menggunakan Glasgow Coma Scale baik, hal ini dikarenakan mereka telah
(GCS) ataupun Revised Trauma Score lama bekerja di IRD dan telah mengikuti
(RTS) untuk membedakan pasien banyak pelatihan kegawatdaruratan.
dengan prognosis baik ataupun buruk. Akan tetapi terdapat (21,9%) responden
(Fedakar, 2007). yang menangani pasien cedera kepala
Penelitian yang dilakukan berat memiliki waktu tanggap yang
tersebut sejalan dengan hasil penelitian buruk, disebabkan karena kurangnya
yang dilakukan sebelumya oleh Jus pengalaman dalam menangani
(2008) yang menunjukkan bahwa pasien cedera kepala dengan tingkat
terdapat hubungan antara tingkat kegawatan berat, fasilitas yang perawat
kegawatan pasien dengan waktu butuhkan tidak tersedia serta mereka
tanggap penanganan pasien cedera juga adalah perawat yang baru
kepala, akan tetapi penelitian tersebut ditempatkan di IRD.
berbanding terbalik dengan penelitian Responden yang menangani
yang dilakukan oleh Wahyudi (2012) pasien cedera kepala ringan,
8
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 2(1), 1-12

sebanyak (31,2%) atau lebih dari di IRD dan pernah mengikuti pelatihan
seperempat jumlah responden memiliki kegawatdaruratan, sehingga lebih
waktu tanggap yang buruk, hal ini tanggap dalam menangani pasien
disebabkan karena responden tidak cedera kepala meskipun dengan tingkat
segera menangani pasien cedera kepala kegawatan ringan.
ringan yang ada sesaat setelah mereka Faktor yang Paling Berhubungan
tiba di pintu IRD akan tetapi mereka dengan Waktu Tanggap Penanganan
sibuk memberikan pertanyaan seputar Pasien Cedera Kepala. Dari analisis
keluhan dan kejadian yang terjadi regresi logistik didapatkan variabel
sampai pasien dibawa masuk ke IRD, yang paling berhubungan dengan
setelah itu barulah perawat melakukan waktu tanggap adalah lama kerja,
tindakan awal misalnya membersihkan fasilitas IRD dan tingkat kegawatan
luka pasien. pasien, berdasarkan tabel di atas
Terdapat (3,1%) responden yang variabel independen yang paling
menangani pasien cedera kepala berhubungan dengan waktu tanggap
dengan tingkat kegawataan ringan penanganan pasien cedera kepala
dan memiliki waktu tanggap yang adalah fasilitas IRD dengan nilai OR
baik, hal ini terjadi karena responden = 6,945 yang artinya fasilitas memiliki
langsung memberikan penanganan kecenderungan 6,945 atau 7 kali lebih
awal terhadap pasien sesaat setelah besar mempengaruhi waktu tanggap
mereka tiba di pintu IRD, selain itu dibanding variabel lain yang memiliki
responden tersebut telah lama bekerja hubungan dengan waktu tanggap

95% C.I. for exp (B)


Variabel Sig Exp (B)
Lower Upper
Lama kerja 0.998 3.305 0.000 -
Fasilitas 0.998 6.945 0.000 -
Tingkat kegawatan 0.997 3.844 0.000 -
Constant 1.000 0.187
Tabel 6. Distribusi Variabel yang Paling Berhubungandengan waktu tanggap
penanganan pasien cedera kepala

Hasil penelitian ini sesuai dengan memadainya fasilitas di ruang IRD


teori yang dikemukakan oleh Pronowo akan mempengaruhi buruknya waktu
(2006) bahwa instalasi rawat darurat tanggap penanganan dan berdampak
sebagai garda terdepan dalam melayani dan berdampak pada keselamatan
pasien seharusnya dilengkapi dengan pasien. Segala fasilitas yang harus
fasilitas yang memadai, ketersediaan tersedia di IRD berdasarkan standar
fasilitas akan berdampak pada baiknya prosedur operasional (SOP) rumah
pelayanan yang diberikan oleh tenaga sakit harus betul-betul tersedia
kesehataan yang bertugas di IRD dengan jumlah yang memadai dengan
khususnya perawat yang bersentuhan memperkirakan jumlah kunjungan
langsung dengan pasien, dengan pasien di IRD tersebut, sehingga dalam
catatan perawat tersebut mampu menangani pasien, fasilitas tidak lagi
menggunakan fasilitas tersebut dengan menjadi kendala sebab semua yang
baik sesuai fungsinya. dibutuhkan tersedia lengkap dan bisa
Tersedianya fasilitas di ruang IRD langsung dipergunakan kepada pasien
saat perawat malakukan penanganan yang membutuhkan.
pada pasien cedera kepala akan KESIMPULAN
berpengaruh terhadap ketepatan Hasil penelitian ini menyimpulkan
waktu tanggap penanganan pasien. bahwa ada hubungan tingkat
Ketidaktersediaan fasilitas atau tidak Pendidikan Perawat dengan waktu
9
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 2(1), 1-12

tanggap penanganan pasien cedera Epidural Hematoma di RSUPN Cipto


kepala dengan nilai p=0,006. Ada Mangunkusumo periode 2001-2004 .
Tesis dipublikasikan. Jakarta: Program
hubungan lama kerja perawat Pascasarjana Universitas Indonesia.
dengan waktu tanggap penanganan Anjaryani. (2009). Kepuasan Pasien Rawat
pasien cedera kepala dengan nilai Inap terhadap Pelayanan Perawat di
p=0,005. Ada hubungan pelatihan RSUD Tugurejo Semarang. Skripsi tidak
dipublikasikan. Semarang: Program
kegawatdaruratan yang diikuti Perawat
Sarjana Kesehatan Masyarakat
dengan waktu tanggap penanganan Universitas Diponegoro Semarang.
pasien cedera kepala dengan nilai Arifin, M. (2013). Cedera kepala. Jakarta:
p=0,001. Ada hubungan fasilitas IRD Sagung Seto.
dengan waktu tanggap penanganan Awases, M. H. (2006). Factors affecting
performance of professional nurses in
pasien cedera kepala dengan nilai Namibia. Journal of University of South
p=0,008. Ada hubungan Tingkat Africa , p. 136-138.
kegawatan pasien dengan waktu Babu et al (2005). Extradural hematoma : An
tanggap penanganan pasien cedera experience of 300 cases extradural. JK
Science , 7 (4), p. 205-207.
kepala dengan nilai p=0,006.
Brain Injury Association of America. (2006).
Hasil analisis regresi logistik Cognitive rehabilitation : The evidence,
didapatkan variabel yang paling funding and case for advocacy in brain
berhubungan dengan waktu tanggap injury. America: Brain Injury Association.
adalah fasilitas dengan nilai OR = Bresler, M. J. (2006). Kedokteran darurat.
Jakarta: EGC.
6,945 yang artinya fasilitas memiliki Danille et al. (2011). The incidence of traumatic
hubungan dengan waktu tanggap 6,9 brain injury in young people in the
atau 7 kali lebih kuat dibandingkan catachment area of the university hospital
dengan variabel lain yang berhubungan Rotterdam, the Netherlands . European
Journal of Pediartric Neurology , p. 1-8.
dengan waktu tanggap.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
(2005). Pedoman perhitungan kebutuhan
SARAN tenaga perawat di ruang gawat darurat.
Diharapkan kepada pihak rumah Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia .
sakit agar senantiasa melengkapi
Fedakar, R. (2007). A comparison of life
fasilitas dan meningkatkan kualitas treatening injury concept in the Turkish
sumber daya manusia (SDM) dari penal code and trauma scoring systems.
tenaga perawat dengan mengikutkan Ulus Trauma Acil Cerrahi Derg, p.192-
mereka pendidikan dan pelatihan 198.
Hafizurrachman, L. T. (2011). Beberapa
secara bergilir, sesuai dengan faktor yang mempengaruhi kinerja
kompetensi masing-masing khususnya perawat dalam menjalankan kebijakan
yang bekerja di unit khusus seperti keperawatan di rumah sakit umum
IRD, ICU dan sebagainya. daerah. Journal of Indonesian Medical
Association , 61 (10), p. 387-393.
Bagi Peneliti Berikutnya
Hapsari, D.B. (2008). Pengaruh fasilitas kerja,
diharapkan agar melakukan eksplorasi disiplin kerja dan pengawasan terhadap
penelitian yang lebih luas terhadap produktivitas kerja karyawan. Jurnal
faktor-faktor lain yang mempengaruhi Universitas Muhammadiyah , p. 3-4.
waktu tanggap penanganan pasien Haryatun.N, S. (2008). Perbedaan waktu
tanggap tindakan keperawatan pasien
cedera kepala dengan menggunakan cedera kepala kategori I-V di instalasi
metode penelitian kohort prospektif, gawat darurat RSUD. DR. Moewardi.
agar dapat diketahui dampak dari Berita Ilmu Keperawatan , 1 (2), p. 69-74.
waktu tanggap yang diberikan dan Instalasi Rekam Medik RSUD.Prof.
DR.H.M.Anwar Makkatutu. (2013). Data
dilakukan dibeberapa rumah sakit lain
pasien cedera kepala tahun 2011-2012.
dengan sampel yang lebih banyak. Bantaeng: Instalasi Rekam Medik RSUD.
Prof.DR.H.M.Anwar Makkatutu.
DAFTAR PUSTAKA Irawan, H. (2010). Perbandingan Glasgow coma
Al-Mochdar, S. (2005). Studi Retrospektif scale dan revised trauma score dalam
Deskriptif Mengenai Beberapa Faktor memprediksi disabilitas pasien trauma
yang Mempengaruhi Hasil Akhir Penderita kepala di rumah sakit Atma jaya. Jurnal
Kedokteran Indonesia , 60, p. 437-442.
10
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 2(1), 1-12

Iskandar, J. (2004). Cedera kepala. Jakarta: PT. of traumatic brain injury in asia : A call for
Bhuana Ilmu Populer. research. Journal of Neurological Science
Jus, E. (2008). Factors influencing lenght of , 4 (1), p. 27-32.
stay in the emergency departement in a Sabriaty.NI, I. G. (2012). Factors Related To
private hospital in north Jakarta. Journal The Accurary of Response Time in Case
of Universa Medicina , 27 (4), p. 165-173. Handling At The 1st Response Time in
Kasmarani, M. K. (2012). Pengaruh beban kerja Surgery and Non Surgery Emergency
fisik dan mental terhadap stres kerja pada Room of DR. Wahidin Sudirohusodo
perawat di instalasi gawat darurat RSUD General Hospital. Tesis tidak dipublikasi.
Cianjur. Jurnal Kesehatan Masyarakat , Makassar: Program Pasca Sarjana
1 (2), p. 767-776. Biomedik, Emergency and Disaster
Keputusan menteri Kesehatan Republik Management Universitas Hasanuddin
Indonesia. (2009). Standar instalasi Makassar.
gawat darurat (IGD) rumah sakit. Jakarta: Sadewo.W. (2005). Epidural hematoma : studi
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. prospektif deskriptif analitik mengenai
Krisanty.P, M. W. (2009). Asuhan Keperawatan hubungan klinik radiologis dan operatif
gawat darurat. Jakarta: Trans Info media. terhadap outcome penderita di bagian
Lingsma.H.F. (2010). Early prognosis in bedah saraf RSUPN. Cipto Mangunkusumo
traumatic brain injury : from prophecies . Tesis dipublikasikan. Jakarta: Program
to predictors. Lancet Neurol , 9, p. 543- PPDS Ilmu Bedah saraf Universitas
554. Indonesia.
Maas.A. (2008). Moderate and severe traumatic Sarangi.L, P. P. (2009). Study on Epidemiological
brain injury in adults. Lancet Neurol , 7, factors associated with road traffic
p. 728-741. accidents presenting to the casualty of a
McLean.B, Z. (2007). Fundamental critical care private hospital in Bhubaneswar. Journal
support. Journal of Trauma Critical Care of Community Medicine , 5 (2), p. 1-10.
, p. 8-16. Satyanegara. (2010). Ilmu bedah saraf. Jakarta:
Meltzer, L. S. (2004). Critical care nurse’s Gramedia.
perceptions of futile care and its effect on Shiroma, E.J. (2010). Prevalence of traumatic
burnout. American Association of Critical brain injury in an offonder population.
Care Journal , p. 1-9. Head Trauma Rehabil , 27, p. 1-10.
Muttaqin, A. (2008). Asuhan keperawatan klien Siagian, SP. (2009). Sistem informasi manajemen.
dengan gangguan sistem persarafan. Jakarta: Bumi Aksara.
Jakarta: Salemba Medika. Simamora, R. H. (2009). Pendidikan dalam
Notoatmojo, S. (2010). Metodologi Penelitian keperawatan. Jakarta: EGC.
kesehatan. Jakarta: Rinika Cipta. Soertidewi.L, M. S. (2006). Konsensus nasional
Nursalam. (2013). Manajemen keperawatan penanganan trauma kapitis dan trauma
: Aplikasi dalam praktik keperawatan spinal. Jakarta: Perdossi.
profesional. Jakarta: Salemba Medika. Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif
Ozkan.U, K. O. (2007). Analyzing extradural kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
haematomas : A retrospective clinical Sumijatun. (2009). Manajemen keperawatan ;
investigation. Dicle Tip Dergisi , 34 (1), Konsep dasar dan aplikasi pengambilan
p. 14-19. keputusan klinis. Jakarta: Trans Info
Pallant, J. (2011). SPSS SURVIVAL MANUAL, Media.
A Step by step guide data analysis using Sutcliffe, A.J. (2007). Traumatic brain injury
SPSS 4th edition. Australia : Allent & : Critical care management. Journal of
Unwin. Trauma Critical Care , p. 201-219.
Pranowo, K.T. (2006). Pengaruh Waktu Virgin, F. (2000). Analisis proses pelayanan
Penatalaksanaan Kegawatdaruratan terhadap pasien yang akan menjalani
Medis terhadap Mutu Pelayanan di operasi cito di instalasi rawat darurat
Instalasi Gawat darurat RSUD Bantul . RSUP Fatmawati . Tesis tidak dipublikasi.
Skripsi tidak dipublikasikan. Yogyakarta: Jakarta: Program Studi Kajian
Program Sarjana Kesehatan masyarakat Administrasi Rumah Sakit Program Pasca
Universitas Muhammadiyah. sarjana FKM UI.
Pratiwi.A, W. (2008). Hubungan beban kerja Wahyudi,S. (2012). Faktor resiko yang
dengan waktu tanggap perawat gawat berhubungan dengan tingkat keparahan
darurat menurut persepsi pasien di cedera kepala (studi kasus pada korban
instalasi gawat darurat RSU Pandan kecelakaan lalu lintas pengendara sepeda
Arang Boyolali. Berita Ilmu Keperawatan motor di RSUD Karanganyar). Unnes
, 1 (3), p. 125-130. Journal Of Public Health, p. 41-48.
Purwadianto.A, S. (2013). Pedoman Wilde, E. (2009). Do emergency medical system
penatalaksanaan praktis kedaruratan response time matter for health outcomes.
medis ; disertai contoh kasus klinis. New York: Colombia University.
Jakarta: Binarupa Aksara. Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118. (2009).
Puvanachandra.P, Hayder. A. (2009). The burden Basic trauma life support & basic cardiac
11
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 2(1), 1-12

life support. Jakarta: Yayasan Ambulans p.155-161


Gawat Darurat 118. Yulius.T. (2010). Acid-base disorder due to
Yoon. P, S. I. (2003). Analysis of factors hypernatremia in head injury. Journal of
influencing length of stay in the emergency Anastesia and Critical Care , 28 (3), p.
department. Can J Emergency Med, 5 (3), 34-44.

12

You might also like