Orthodontic Case

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 17

TREATMENT OF CLASS II DIVISION 1 MALOCCLUSION

WITH DEEPBITE, CROWDING AND DIASTEMA USING


REMOVABLE ORTHODONTIC APPLIANCE: CASE REPORT

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS II DIVISI 1 DISERTAI


DEEPBITE, CROWDING DAN DIASTEMA DENGAN
MENGGUNAKAN ALAT ORTHODONTI LEPASAN: SEBUAH
LAPORAN KASUS

Jolanda1, Susiana2
1
Internship Program, Faculty of Dentistry, Maranatha Christian University, Bandung,
40164.
2
Departement of Orthodontics, Faculty of Dentistry, Maranatha Christian University,
Bandung, 40164

ABSTRACT

Background: Class II division 1 malocclusion has a characteristics of lower


incisal edge is posteriorly from upper incisor’s cingulum with proclination of
upper incisors. Deep bite is a one of the most common malocclusion, and often
difficult to treat, also diastema often become esthetic problem when occurs on
anterior teeth. In this case report, a 21 years old female patient with class II
division 1 malocclusion with deepbite, crowding, and diastema using removable
orthodontic appliance is reviewed. Objective: Correction of the upper and lower
mild anterior crowding, diastema, and deep bite. Case management: 21 years old
female patient complaint of impaired esthetic appearance because of crowding on
upper anterior teeth. Patient wished to have a more esthetic appearance.
According to intraoral examination patient had class II incisor relationship and
class II right canine relationship, and class III left canine relationship, anterior
deep over bite, diastema on lower arch, and anterior crowding in upper and
lower anterior teeth. Treatment plan for this case is using removable appliance in
maxillary and mandibular. Result: Reduced overjet and correction of lower
incisors mild crowding and diastema. Conclusion: Correction of mild crowding,
diastema, also reducing overjet can be achieved using removable orthodontic
appliance.
Keywords: malocclusion class II division 1, anterior crowding, deepbite,
diastema, removable orthodontic appliance.

1
2

PENDAHULUAN

Maloklusi kelas II berdasarkan hubungan insisivus ditandai dengan tepi insisal

rahang bawah berada lebih posterior dari cingulum gigi insisivus rahang atas.

Maloklusi kelas II berdasarkan hubungan insisivus dibagi menjadi dua divisi

yaitu, divisi 1 adalah jika gigi insisivus sentral rahang atas proklinasi atau

memiliki inklinasi normal dengan peningkatan overjet, sedangkan divisi 2 adalah

jika gigi insisivus sentral rahang atas retroklinasi, dengan overjet minimal atau

meningkat.1

Maloklusi bermanifestasi dalam berbagai bentuk dan crowding banyak

dikeluhkan pasien yang mencari perawatan ortodontik.1,2 Nance mendefinisikan

crowding sebagai ketidaksesuaian ruangan yang dibutuhkan dan ruangan yang ada

pada lengkung rahang.3,4 Ukuran gigi yang terlalu besar atau ukuran rahang yang

terlalu kecil dapat menjadi penyebab terjadinya crowding.4

Deep bite adalah salah satu maloklusi yang sering ditemukan dan dapat terjadi

dengan maloklusi lainnya yang berhubungan. Overbite adalah jarak dimana tepi

insisal gigi rahang atas menutup secara vertikal melewati tepi insisal gigi rahang

bawah. Normalnya, tepi insisal gigi insisivus mandibula berkontak dengan

permukaan lingual gigi insisivus maksila pada atau sedikit di atas cingulum.2 Saat

gigi beroklusi sentrik atau oklusi habitual, biasanya overbite yang normal yaitu 2

– 3 mm atau 30% atau 1/3 tinggi mahkota klinis gigi insisivus mandibula.3

Deep bite dapat didefinisikan sebagai jumlah atau persentase overlap yang

berlebih dari gigi insisivus mandibula oleh gigi insisivus maksila. Menurut
3

Graber, deep bite adalah kondisi overbite yang berlebih, dimana jarak vertikal

antara tepi insisal maksila dan mandibula berlebih saat oklusi sentrik atau

habitual. Deep bite dapat didiagnosa jika gigi insisivus maksila melebihi 1/3

tinggi mahkota gigi insisivus mandibula.3

Diastema adalah adanya celah atau ruang antara gigi yang berdekatan. Masalah

ini sering terjadi pada geligi dewasa dan mempengaruhi senyum, sehingga dapat

menjadi perhatian estetik baik bagi pasien dan dokter gigi.4 Pada laporan kasus ini

akan dibahas mengenai perawatan maloklusi kelas II divisi 1 yang disertai

crowding, diastema dan deep bite pada pasien perempuan yang berusia 21 tahun,

dengan tujuan perawatan untuk memperbaiki crowding pada anterior rahang atas

dan bawah serta mendapatkan hubungan overbite dan overjet yang sesuai.

LAPORAN KASUS

Riwayat Kasus

Pasien perempuan berusia 21 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Maranatha dengan keluhan gigi dan rahang atas tampak maju dan memiliki

gigitan yang dalam. Pasien merasa hal tersebut mengganggu penampilan terutama

saat tersenyum. Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan pengunyahan

maupun gangguan bicara. Pasien ingin giginya dirapikan menggunakan alat yang

dapat dilepas pasang sehingga mudah dibersihkan.

Pada anamnesa riwayat penyakit sekarang, perawatan rumah sakit, operasi,

penggunaan obat, trauma dental, kebiasaan buruk disangkal. Pada anamnesa


4

riwayat penyakit terdahulu, pasien pernah dirawat di rumah sakit 3 minggu yang

lalu karena gastroenteritis akut, terdapat riwayat operasi appendicitis, odontektomi

a.r. 18 dan 48, serta pengangkatan kista a.r. 22, terdapat riwayat trauma dental

yaitu trauma pada gigi depan rahang atas a.r. 21 dan 22. Riwayat penggunaan dan

kebiasaan buruk disangkal.

Hasil pemeriksaan ekstra oral pasien menunjukkan tipe wajah pasien simetris

dan normal, dengan profil wajah cembung, bibir normal, relasi bibir terbuka,

terdapat deviasi TMJ ke kanan saat menutup mulut, dan tidak ada kelainan lain.

Pemeriksaan intra oral menunjukkan oral hygiene sedang dengan plak pada

seluruh regio dan kalkulus pada regio 2, 3, dan 4, perlekatan frenulum labii

normal, ukuran lidah normal, palatum dangkal, dan tonsil yang besar (T2). Garis

median rahang atas dan rahang bawah tidak sesuai karena garis median rahang

bawah bergeser ke kiri sebesar ± 3 mm. Berdasarkan hasil pemeriksaan intraoral,

diketahui overbite kanan sebesar 4.5 mm dan kiri sebesar 5 mm dengan overjet

kanan yaitu 4 mm dan kiri yaitu 3.5 mm. Tidak terdapat crossbite. Terdapat

diastema pada regio 31-32 (0.5 mm), 32-33 (1 mm), dan 33-34 (1 mm). Kurva

spee normal yaitu pada bagian kiri dan kanan sebesar 1.5 mm. Erupsi gigi normal,

jumlah gigi normal, dan terdapat deviasi ke sisi kanan ± 1 mm pada penutupan

mandibula. Hasil pemeriksaan intraoral terhadap keadaan gigi pasien terdapat

pada odontogram (Gambar 1) dan malposisi gigi akan djelaskan pada Tabel 1.
5

KM KM KS KS KS KS KS KS KS KM KM

C KS KS KS KM KM

Gambar 1. Odontogram gigi pasien.

Tabel 1. Malposisi Gigi


Gigi Malposisi Gigi Malposisi
11 Disto labio rotasi 21 Disto labio rotasi
12 Mesio palato rotasi 22 Mesio labio rotasi
13 Mesio palato rotasi 23 Disto labio rotasi
14 Disto palato rotasi 24 Disto palato rotasi
15 Normal 25 Normal
16 Mesio palato rotasi 26 Mesio buko rotasi
17 Mesio palato rotasi 27 Buko versi
18 Missing teeth 28 Missing teeth
41 Mesio palato rotasi 31 Labio versi
42 Mesio palato rotasi 32 Labio versi
43 Mesio linguo rotasi 33 Mesio palato rotasi
44 Disto buko rotasi 34 Mesio buko rotasi
45 Mesio buko rotasi 35 Disto palato rotasi
46 Disto buko rotasi 36 Missing teeth
47 Normal 37 Mesio versi
48 Missing teeth 38 Infraklusi dan mesio versi
6

A B C
Gambar 2. Foto Ekstra Oral Pasien.
A. Tampak depan, B. Tersenyum, C. Tampak samping

A B C

D E

Gambar 3. Foto Intra Oral Pasien Sebelum Perawatan. A. Tampak lateral kanan,
B. Tampak labial, C. Tampak lateral kiri, D. Tampak oklusal rahang atas, E.
Tampak oklusal rahang bawah
7

Gambar 4. Model Studi Sebelum Perawatan. A. Tampak lateral kanan, B. Tampak


labial, C. Tampak lateral kiri, D. Tampak oklusal rahang atas, E. Tampak oklusal
rahang bawah

Analisis Model

Setelah pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan intra oral, dilakukan

pencetakan gigi untuk mendapatkan model studi yang akan digunakan dalam

analisis model. Dari pemeriksaan model studi didapatkan overjet kanan sebesar 4

mm dan kiri sebesar 3.5 mm. Overbite kanan sebesar 4.5 mm dan kiri sebesar 5

mm (deepbite). Diastema pada rahang bawah yaitu regio 31-32 (0.5 mm), 32-33

(1 mm), 33-34 (1 mm). Relasi molar kiri dan molar kanan tidak dapat ditentukan.

Relasi kaninus kanan kelas III dan kiri kelas II. Garis median rahang atas dan

bawah tidak sesuai, dimana rahang bawah bergeser ke kiri sebesar ± 3 mm.

Pada pemeriksaan sagital dan transversal rahang atas, regio 1 lebih menjauhi

midline dibandingkan regio 2, dan regio 1 lebih ke posterior dibandingkan regio 2,


8

sedangkan untuk rahang bawah, regio 3 lebih menjauhi midline dibandingkan

regio 4, dan regio 3 lebih ke posterior dibandingkan dengan regio 4.

Analisis ALD (Perbedaan Panjang Lengkung) menunjukkan kekurangan

ruangan pada rahang atas sebesar 1 mm dan terdapat kelebihan ruangan pada

rahang bawah sebesar 1.5 mm. Analisis Bolton menunjukkan terdapat

ketidaksesuaian hubungan ukuran gigi rahang atas dan bawah pasien secara

keseluruhan dengan selisih pada maksila sebesar 3,3 mm sedangkan pada rasio 6

gigi anterior memiliki ukuran yang seharusnya. Analisis Howes menunjukkan

indeks Howes 44.23% yang berarti basis apikal dapat menampung seluruh gigi,

dengan selisih lebar lengkung gigi dengan lengkung rahang sebesar -2 mm,

sehingga dapat dilakukan ekspansi ke lateral sebesar 2 mm. Analisis Pont

menunjukkan regio 14 – 24 mengalami konstriksi sebesar 5.5 mm dan regio 16 –

26 mengalami konstriksi sebesar 8.1 mm.

Daftar Masalah Menurut Klasifikasi Proffit – Ackerman

Pada pemeriksaan proporsi wajah dan estetika didapat wajah simetris, profil

wajah yang cembung, dan relasi bibir terbuka. Sedangkan pada kesejajaran dan

lengkung gigi terdapat diastema pada rahang bawah. Hubungan transversal

memperlihatkan garis median rahang bawah bergeser ke sisi kiri sebesar 3 mm.

Hubungan sagittal memperlihatkan hubungan insisivus kelas II divisi 1, overjet

yang besar dan mesial drifting gigi 37, dan pada pemeriksaan hubungan vertikal

didapatkan overbite yang dalam (deepbite).


9

Diagnosis

Diagnosis dari kasus ini adalah maloklusi kelas II divisi 1 berdasarkan

klasifikasi relasi insisivus dengan pergeseran midline rahang bawah ke arah kiri

sebesar 3 mm.

Etiologi

Etiologi maloklusi pada kasus ini adalah herediter disertai kehilangan gigi 36.

Tujuan Perawatan

Tujuan perawatan pada kasus ini adalah mengkoreksi malposisi gigi pada

rahang atas dan rahang bawah, serta mendapatkan overjet dan overbite yang

sesuai.

Rencana Perawatan

Perawatan yang akan dilakukan meliputi OHI, scaling, dan profilaskis yang

dilanjutkan dengan pembuatan alat orthodonti lepasan rahang atas dan rahang

bawah. Perawatan alat orthodonti lepasan untuk memperbaiki crowding rahang

atas dengan total kekurangan ruangan sebesar 2 mm yang didapatkan dari

perhitungan ALD dan overjet, ruangan didapatkan dari slicing 6 gigi anterior yang

dibagi menjadi 12 permukaan sebesar 0.166 mm tiap permukaan yang dilakukan

secara bertahap dimulai dari slicing pada bagian mesial dan distal gigi 13 dan 23,

12 dan 22, dan 11 dan 21. Retraksi gigi 13 dan 23 menggunakan C retraktor (0.7

mm). Alat orthodonti lepasan untuk memperbaiki crowding ringan pada anterior
10

rahang atas yaitu koreksi distolabiorotasi gigi 21 menggunakan Z spring (0.6 mm)

untuk mendorong bagian mesial ke labial dan ditahan menggunakan labial bow.

Koreksi mesiopalatorotasi gigi 12 menggunakan Z spring (0.6 mm) untuk

mendorong bagian mesial ke labial dan ditahan menggunakan labial bow. Untuk

mengkoreksi deepbite digunakan tanggul gigitan anterior dengan kemiringan 900.

Kemudian mensejajarkan lengkung gigi menggunakan labial bow (0.8 mm).

Labial bow juga bekerja sebagai komponen retensi dan Adam’s clasp (kawat 0.7

mm) berfungsi sebagai komponen retentif yang ditempatkan pada gigi 16 dan 26.

Landasan akrilik digunakan untuk menempatkan semua komponen aktif dan

retentif agar beradaptasi dengan baik pada mulut pasien.

Perawatan crowding anterior ringan pada rahang bawah menggunakan alat

orthodonti lepasan dengan memanfaatkan kelebihan ruangan sebesar 1.5 mm.

Untuk mengkoreksi mesiopalatorotasi gigi 41 dilakukan slicing pada permukaan

mesial dan distal kemudian digunakan Z spring (0.6 mm) untuk mendorong

bagian mesial ke labial dan ditahan menggunakan labial bow. Untuk mengkoreksi

gigi 42 yang mengalami mesiopalatorotasi dilakukan slicing pada permukaan

mesial dan distal kemudian digunakan Z spring (0.6 mm) untuk mendorong

bagian mesial ke labial dan ditahan menggunakan labial bow. Jika masih terdapat

ruangan dilakukan retraksi pada daerah anterior, namun jika tidak terdapat

ruangan dilakukan observasi lebih lanjut. Labial bow berfungsi sebagai komponen

aktif untuk menjaga lengkung gigi serta berfungsi sebagai komponen retentif.

Adam’s clasp (0.7 mm) berfungsi sebagai komponen retentif yang ditempatkan

pada gigi 37 dan 46. Landasan akrilik digunakan untuk menempatkan semua
11

komponen aktif dan retentif agar beradaptasi dengan baik pada mulut pasien.

Setelah perawatan orthodonti lepasan selesai dilakukan penyesuaian oklusi

dengan selective grinding dengan bantuan kertas artikulasi, serta pasien

menggunakan retainer minimal selama 6 bulan.

Gambar 5. Disain alat orthodonti lepasan rahang atas dan rahang bawah

Gambar 6. Alat orthodonti lepasan rahang atas dan rahang bawah

Kemajuan Perawatan

Alat yang sudah jadi diinsersikan pada mulut pasien. Aktivasi dilakukan sesuai

rencana perawatan. Pada rahang atas dilakukan slicing permukaan mesial dan

distal gigi 13 dan 23 serta aktivasi C retraktor gigi 13 dan 23. Pada rahang bawah
12

dilakukan slicing permukaan mesial dan distal gigi 41 dan 42 serta aktivasi Z

spring gigi 41 dan 42. Setelah aktivasi ke 5, perawatan tetap sama untuk rahang

atas, dan untuk rahang bawah ditambahkan aktivasi labial bow pada regio 32

untuk meretraksi gigi 32 yang mengalami labioversi.

Pada kontrol ke 10, terdapat perubahan pada gigi 41 dan 42, yaitu

perubahan pada bagian mesial gigi 41 dan 42 yang mengalami mesiopalatorotasi

namun posisi gigi belum pada lengkung gigi yang sesuai. Kemudian kembali

dilakukan aktivasi C retraktor gigi 13 dan 23 serta aktivasi Z spring pada gigi 41

dan 42.

Pada kontrol ke 15, tetap dilakukan slicing pada mesial dan distal gigi 23 dan

13 serta aktivasi C retraktor gigi 13 dan 23 untuk rahang atas karena gigi 13 dan

23 belum mengalami perubahan sama sekali sejak awal dilakukan perawatan, dan

slicing mesial dan distal gigi 41 dan 42 serta aktivasi Z spring gigi 41 dan 42 serta

retraksi gigi 32 menggunakan labial bow.

Pada kontrol ke 20, terdapat perubahan dimana overjet kiri dan kanan

berkurang sebesar 0.5 mm dan koreksi pada gigi 32 yang mengalami labioversi

dan gigi 41 dan 42 yang mengalami mesiopalatorotasi namun belum pada

lengkung gigi yang sesuai. Perawatan terus dilanjutkan untuk mengkoreksi deep

bite, crowding, dan diastema pada pasien karena malposisi belum terkoreksi

sempurna.
13

Gambar 7. Keadaan intra oral pasien setelah 14 bulan perawatan

Gambar 8. Model studi setelah 14 bulan perawatan

PEMBAHASAN

Susunan gigi berjejal pada maksila dan mandibula adalah salah satu masalah

yang paling banyak diselesaikan dengan perawatan ortodontik.3 Ketidaksesuaian

ruangan yang dibutuhkan dan ruangan yang ada pada lengkung rahang menjadi

salah satu penyebab terjadinya crowding.4,5 Untuk mendapatkan ruangan dapat


14

dilakukan dengan cara protraksi gigi anterior, ekspansi rahang, pencabutan gigi,

dan slicing. Mengkoreksi kasus crowding ringan gigi anterior dapat digunakan

alat ortodontik lepasan dengan busur labial, pegas terbuka, dan juga dapat

digunakan buccal retractor. Pada kasus ini, ruangan didapatkan dengan cara

slicing beberapa gigi anterior dan dibantu oleh pergerakan dari pegas terbuka,

busur labial, dan C-retraktor untuk memperbaiki maloklusi gigi anterior.

Menurut Lundstorm, individu dengan ukuran gigi yang besar lebih cenderung

dapat terjadi crowding dibanding individu dengan ukuran gigi kecil.4,6 Menurut

Brash, susunan gigi berjejal diturunkan secara herediter dan dapat disebabkan

perkawinan antar golongan etnis yang berbeda. Brash menekankan faktor

lingkungan mengubah diet dan mengurangi stimulasi muskuler dan pertumbuhan

wajah.7 Kurangnya nutrisi dengan kehilangan dini gigi sulung berhubungan

dengan tingginya susunan gigi berjejal dinyatakan oleh Wood, sedangkan Barber

menyatakan bahwa susunan gigi berjejal dapat disebabkan tekanan otot yang

abnormal, arah erupsi gigi abnormal, tekanan oklusal yang berasal dari migrasi

mesial pada gigi dan kehilangan ruangan akibat karies.3

Deep bite merupakan masalah yang kompleks dan etiologinya dapat

melibatkan lebih dari satu faktor. Untuk menangani overbite yang dalam dengan

efektif diperlukan diagnosis, rencana perawatan, dan pemilihan alat yang tepat.

Waktu perawatan penting diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang

memuaskan, pada beberapa penelitian koreksi deep bite lebih mudah didapat pada

pasien yang dalam masa pertumbuhan. Deep bite dapat disebabkan oleh beberapa

faktor seperti herediter, pola skeletal, morfologi gigi, pola muskular, kehilangan
15

dan atau mesial tipping gigi posterior, gigi anterior yang condong ke arah lingual,

penyakit periodontal, dan berkurangnya ukuran dan jumlah gigi dimana lengkung

gigi tidak mampu mengimbangi gaya penutupan mandibula.8,9

Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menangani deep bite yaitu

pola pertumbuhan, tipe pola rotasi mandibula pada maloklusi dental, kebiasaan

buruk, hubungan muskulatur intra oral dan ekstra oral. Perawatan akan menjadi

lebih sulit jika terdapat overjet berlebih, overjet terbalik, dan crowding regio

anterior atau kehilangan tulang alveolar yang berlebih. Penanganan deep bite

dengan alat orthodonti yaitu dengan tanggul gigitan anterior, yang merupakan

modifikasi dari Hawley appliance dengan tanggul gigitan akrilik pada bagian

palatal gigi insisivus maksila. Dengan menggunakan tanggul gigitan anterior,

diharapkan terjadinya kontak gigi insisivus rahang bawah dengan tanggul gigitan

yang memberikan ruang bagi gigi posterior erupsi. Perawatan deep bite lainnya

meliputi penggunaan activator (pada pasien tumbuh kembang) hingga alat

orthodonti cekat pada kasus yang berat.8

Sedangkan terjadinya diastema rahang bawah pada kasus ini disebabkan oleh

ekstraksi gigi molar regio 36. Penyebab diastema dapat disebabkan karena

beberapa faktor yaitu herediter, didapatkan (acquired) maupun fungsional.

Penutupan diastema pada dewasa, dapat dicapai dengan menggerakan gigi ke

lateral atau lingual/palatal di sepanjang lengkung gigi. Pergerakan gigi tersebut

dapat dicapai dengan alat lepasan, bracket, archwire, maupun clear matrix. Selain

perawatan orthodonti, jika oklusi sudah baik penutupan diastema dapat dilakukan

dengan restorasi komposit maupun mahkota jaket.10


16

Pada kasus ini, alat orthodonti lepasan yang digunakan cukup efektif dalam

mengkoreksi crowding ringan dan diastema pada rahang bawah, bersamaan

dengan berkurangnya overjet kiri dan kanan sebesar 0.5 mm. Akan tetapi,

crowding ringan pada anterior rahang atas dan deep bite masih belum terkoreksi,

hal tersebut mungkin disebabkan oleh kurangnya kekooperatifan pasien dalam

menggunakan alat orthodonti lepasan. Perawatan tetap dilanjutkan untuk

mengkoreksi crowding anterior rahang atas dan deep bite.

Prognosis Kasus

Setelah 14 bulan perawatan dengan alat orthodonti lepasan, crowding pada gigi

41 dan 42 dan diastema pada gigi 32 telah terkoreksi namun belum mencapai

lengkung yang ideal, serta pengurangan overjet kiri dan kanan sebesar 0.5 mm.

Saat ini masih dibutuhkan lanjutan perawatan pada pasien karena malposisi belum

terkoreksi sempurna. Pasien perlu diingatkan untuk menggunakan alat dengan

rutin agar perbaikan yang sudah dicapai tidak relaps dan terus melanjutkan

perawatan hingga seluruh malposisi gigi terkoreksi.

KESIMPULAN

Pasien perempuan berusia 21 tahun mengalami maloklusi kelas II divisi 1

disertai deep bite dan multiple diastema dirawat menggunakan alat orthodonti

lepasan. Setelah 14 bulan perawatan, diastema dan crowding ringan rahang bawah

hampir terkoreksi. Perawatan sebaiknya terus dilanjutkan dan diobservasi hingga

mendapat lengkung gigi yang baik , oklusi yang ideal dan estetik yang diinginkan.
17

DAFTAR PUSTAKA

1. Mitchell L. An Introduction to Orthodontics. OUP Oxford. 2013


2. Moyers R.E. Handbook of Orthodontics 4th ed. Year Book Medical
Publishers. Chicago. 1988
3. Singh G. Textbook of Orthodontics 2nd ed. Jaypee Brothers. 2015
4. Erdemir U, Yildiz E. Esthetic and Functional Management of Diastema: A
Multidiciplinary Approach. Springer. 2016
5. S, Golwalkar. n.d. "An Evaluation of Dental Crowding in Relation to the
Mesiodistal Crown Widths and Arch Dimensions." Journal of Indian
Orthodontic Society 22-30
6. Lundstorm, A. 1951. "The etiologi of Crowding of the Teeth and its
Bearing on Orthodontic Treatment." Trans Eur Ortho Soc, 176-189.
7. Proffit W. Contemporary Orthodontics 5th ed. Elsevier. 2013
8. Sreedhar C, Baratam S. Deepoverbite- a review. Annals and Essences of
Dentistry Vol I Issue 1 July – September 2009.
9. Geiger A, Hirshfeld L. Minor tooth movements in general practice 3rd ed.
Mosby Co. 1975
10. Paul RC. Diastema Closure using orthodontics, composite bonding, or
porcelain veneers for optimal esthetic results. Inside Dentistry September
2010 Vol 6 Issue 8.

You might also like