(Books Sejarah) Nusa Jawa 02. Jaringan Asia

You might also like

Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 510
LO UAL NICS ODN 'G.N APU NEUEN EN DENYS LOMBARD NUSA JAWA: SILANG BUDAYA PCR ea mn cue eC uRS MCU eum Une tea eee neck CCU cae acl DRC any ae nicn eR CMs CU RNC NS Ree ENERO i een uC uRE iE oR) Tees EM ee PELE aS een ect cM WRC ua UR IT Pe RCuecUS eat tie ate cia NC mie uu PT rare CN eae eeu uc eee ume aC Mea mengamati berbagai lapisan budaya, mulai dari yang tampak nyata sampai Reco cue cie cease ccm Ok cw CCW Perea Ra ERC cuR enue ano chun au We CU See Reem Statute Ey Mures msec UM Cec 0 eect meta tum Cri U hance lace Cue agama Islam dan hubungan dengan dunia Cina; dan ketiga, unsur budaya Sennen een eu coun Le RCC CRC ERR eMN MCN tet Me uM Pee ere ecu te M econ insta We Tre aA PTT MC MCMC CUn seer enc MRC SIU CUCM eau Pe UNCER Came ee oe eC CUM NC Ri Lc Pee hence see tel Mun eel Ree ae i CER eeu WE LOI Perea ee Mura cua nema OCLC Wi Ue Re CRMC TI aCe c nen ieW Cie ur Uns ecu Sue SOR oon tucn cube cue eu) eee Cmts rune eae Ree ee ne cia Tun Cu y kaum Cina peranakan. ol Parc en Rca keane) eu Ree eae) Pekan) NUSA JAWA: SILANG BUDAYA KAJIAN SEJARAH TERPADU Bagian II: Jaringan Asia ‘Sanksi Pelanggaran Pasal 44: ‘Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang, Perubahan ata Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta |. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin uncuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tabun dan/atau denda paling banyak Rp 100,000,000, (seratus juta rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiaskan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebogaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama $ (lima) tohun dan/atau denda paling banyak Rp 0.000.000,— (lima puluh juta rupiah). NUSA JAWA: SILANG BUDAYA KAJIAN SEJARAH TERPADU Bagian IT: Jaringan Asia Denys Lombard Alih Bahasa: Winarsih Partaningrat Arifin Rahayu S. Hidayat Nini Hidayati Yusuf Gri =e Gramedia Pustaka Utama Forum Jakarta-Paris Ecole francaise d’Extréme-Orient Jakarta 2005 Judul asti: LE CARREFOUR JAVANAIS Essai d'histoire globale II, Les reseaux asiatiques Denys Lombard © 1990 Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales, Pasis NUSA JAWA: SILANG BUDAYA. Kajian Sejarah Terpadu Bagian If: Jaringan Asia Denys Lombard Gambar sampul: “Medali Candi” dari Jawa yang ditira dari uang kepeng Cina (diambil dari H.C. Millies, Recherches sur les monnaies des indjgenes deV’Archipel indien et de la Péninsule malaie, Den Haag, Nijhoff, 1871, gbr. XI) Pertama kali diterbickan dalam bahasa Indonesia oleh PT. Gramedia Pustaka Utama bekerjasama dengan Forum Jakarca-Paris dan Ecole francaise d’Extréme-Orient Jakarta, 1996 Cetakan pertama: November 1996 Cetakan kedua: Okcober 2000 Cetakan ketiga: Maret 2005 Cet ouvrage, publit dans le cadre du programme d'aide ala publication, béndficie du soutien du Ministre frangais des Affaires rangores 2 travers le Service de Cooperation et d’Action Culturelle deVAmbassade de France en Indontiieet le Centre Culturel Frangais de Jakarta. Buku ini diterbitkan dalam rangka program bantuan penerbitan atas dukungan Departemen Luar Negeri Prancis, melalui Kedutaan Besar Prancis di Indonesia Bagian Kerjasama dan Kebudayaan serta Pusat Kebudayaan Prancis di Jakarca. Isi di fuar tanggung jawab Percetakan Grafika Mardi Yuana, Bogor DAFTAR ISI Daftar Gambar Daftar Peta dan Denah Bagian Kedua: JARINGAN ASIA Para Saingan Bab I: Bandar-Bandar Persinggahan Zaman Kuno a) Pelayaran-Pelayaran Orang “Kunlun” dan Jalan-Jalan “Indianisasi” b) Peningkatan Perniagaan Besar (Abad Ke-13-Ke-15) c) Kemajuan Pesat Kesultanan-Kesultanan (Abad Ke-16-Ke-18) d) Gerak Surut di Bidang Politik dan Persaingan di Bidang Ekonomi (Abad Ke-19-Ke-20) Bab II: Unsur-Unsur Penggerak dalam Islam Jawa a) Orang Laut b) Kalangan-Kalangan "Borjuis” Pengusaha c) Jaringan-Jaringan Islam yang Agraris Bab Ill: Stimulus Islam a) Masyarakat Jenis Baru b) Munculnya Pengertian Pribadi ©) Menuju Pemikiran Ruang Geografis dan Waktu Linier Bab IV: Warisan Cina a) Pemanfaatan Sebelum Waktunya b) Teknik-Teknik yang Menguntungkan ©) Selera Kenyamanan d) Ideologi Tanpa Negara Bab V: Fanatisme atau Toleransi? a) Suatu Islam Murni Tanpa Takhayul? b) Melawan: Kaum “Kafir” c) Friksi Persaingan Catatan i 47 67 84 87 101 124 149 154 180 205 243 248 274 313 329 338 339 349 355, 365, DAFTAR GAMBAR Pelayaran-pelayaran orang “Kunlun” 27 & 28. Dua dari empat kapal di relief Borobudur Islam dan kecinaan 29. Pintu makam Sunan Giri (wafat + 1506) 30. Menara mesjid di Pecinan Baten 31. Makam Nyonya Cai (meninggal tahun 1792) Perkembangan kapal Bugis 32. Kapal Bugis abad ke-19 33. Kapal “perompak” Bugis abad ke-19 34. Kapal Pinisi Bugis dewasa ini Dunia pesantren 35. Murid-murid pesantren Darul Ulum di Jombang, Jawa Tengah 36. Murid-murid perempuan Darul Ulum 37. Gambar fonetik anatomis untuk pengajaran bahasa Arab 38. Zimat-zimat Jawa Dari kematian kolektif ke kematian perorangan 39, Pesta pemakaman di Tanah Toraja, Sulawesi Selatan 40. Pesta pemakaman di Bali 4]. Makam-makam kuno di Tuban, Jawa Timur Pengaruh motif-motif Cina 42. Ukiran padas mesjid lama Mantingan, Jawa Tengah 43. Batik Cirebon Meriam raksasa, tanda kekuasaan raja 44. Meriam Ki Jimat (1527/1528) 45. Motif gunung kosmis Ki Jimat 48 49 49 90 132 132 133, “161 184 185 185 191 191 2 2u viii Nusa Jawa 2 Alam perkotaan baru : 46. Pemukiman padat di kota lama Jakarta 227 47. Pusat kota lama Surabaya 227 Pengukuran waktu yang bart 48. Menara lonceng Keraton Solo 239 49. Jam Keraton Yogyakarta 239 Berbagai teknik pembuatan gula 50. Gilingan tebu yang sampai kini masih digunakan di Jawa Timur 252 51. Gilingan tebu di Cina abad ke-17 252 Tukang besi Cina 52. Seorang pandai besi Cina di Batavia (tahun 1850) 265 53. Kuali besar buatan Cina (Guangdong 1987) 265 Selera berjudi 54. Beberapa contoh kartu Jawa 312 Javanisme dan Islam: kesinambungan arsitektur 58. Mesjid Sendang Duwur yang dibangun pada abad ke-16 343 56. Pintu gerbang Sendang Duwur 343 Bangsa Cina korps asing 57. Pembantaian orang Cina di Batavia Oktober 1740 360 Catatan 58. Sebagian peta "Ciéla” 451 59. Patung Sigale-gale di Tanah Batak 455 60. Kompas geomansi Cina, sekitar tahun 1650 473, 61. Catatan harian seorang pedagang Cina 481 62. Tatanan umum permainan po 485 63. Tiga tiket permainan tiap- Sudah tentu para sejarawan tidak terkecoh. Mereka tahu bahwa perebutan Malaka oleh Albuquerque bukan tanda suatu kemenangan ekonomi dan politik yang mantap; bahwa sering kali kota itu diserang lagi dalam dasawarsa-dasawarsa berikutnya; dan bahwa ozang Portugis acap kali dengan'susah payah memper- tahankan diri di kota itu. Meskipun demikian, para sejarawan cenderung 4 Nusa Jawa 2 mempertahankan tanggal simbolis tahun itu. Maka "1511" tampil sebagai tanda penuh harapan akan “zaman modern”, yaitu sebagai tanda pertama suatu kehadiran Barat di Timur Jauh. Lagipula pandangan ini lama diterima oleh para sejarawan Indonesia sen- diri. Kami telah mencatat® bahwa pada Seminar Sejarah Nasional yang diada- kan di Yogyakarta pada bulan Agustus 1970, kurun waktu tiga abad antara 1500 dan 1800 masih juga dinamakan “zaman kolonial” atau “zaman VOC”. Namun sedikit demi sedikit terjadi perubahan. Dalam buku sejarah enam jilid yang diterbitkan pada tahun 1975, di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia,” terdapat jilid IM yang sangat baik yang berjudul “Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia”. Dengan demikian di- akui kembali peran penting jaringan-jaringan Islam yang timbul- di antara za- man kerajaan-kerajaan yang terpengaruh indianisasi dan zaman terbentuknya sistem kolonial. Keberhasilan relatif para pedagang Eropa di Asia tidak tercapai dengan sendirinya® Alasan ideologis yang menonjolkan keunggulan "semangat Re- naisans” dewasa ini sudah kurang meyakinkan. Adapun alasan teknik yang mengemukakan keunggulan orang Barat di bidang pelayaran ataupun persen- jataan, harus ditilik dengan berhati-hati. Seperti diketahwi, pemandu-pemandu Asialah yang menunjukkan jalan kepada orang-orang Eropa pertama. Senjata api sudah dikenal di Timur Jauh sejak periode Mongol, dan kemudian dise- barluaskan baik melalui perantaraan ahli-ahli Turki dan Cina, maupun ahli- ahli Eropa yang "murtad” (renégats) terhadap agama Kristen? Alihalih pandangan keunggulan Eropa yang sedikit banyak mengada- ada, kami lebih percaya pada kesaksian Alvaro Velho, yang mengisahkan salah satu kontak pertama antara orang Eropa dan Asia, yaitu kedatangan armada kecil Vasco da Gama di Kalikut pada tahun 1498. Dj sana orang Portugis disambut oleh oleh para pedagang Magribi dengan sikap mengejek dat menjelekkan mereka di hadapan raja Samorin. Tetapi apa daya, mereka juga memerlukan para pedagang Magribi, yang mengerti bahasa setempat sekaligus bahasa Spanyol, itu. Lalu mereka mempersembahkan pemberian yang mereka bawa kepada raja: “dua belas lembar kain lakan bergaris-garis, dua belas buah jubah bertudung kepala, enam buah topi, émpat cabang ka- rang, enam buiahi Pasi, sepeti gula-dan dua gentong-‘minyak dan tmadu”, dan dengan demikian memicu sindiran kaum Magribi tadi, yang menjadi geli melihat pemberian-pemberian yang “bagi pedagang Mekah yang paling miskin pun boleh dianggap tidak layak.” Yang dikemukakan itu sudah tentu hanyalah anekdot, tetapi anekdot itu menempatkan situasi pada awal kedatangan Eropa di Asia dalam konteksnya. Melikat betapa hebat persaingan para pedagang Asia pada abad ké&l5)dan kefl6,Avajarlah dipertanyakan bagaimana para pedagang Eropa— yang sama seali tidak bersatu, malahan antara mereka sendiri berperang sangat kejam — berhasil mempertahankan diri dan merentangkan jaringan Kompeni-Kompeni mereka. Tanpa ada niat sedikit pun untuk menyepelekan peran positif dari Para Saingan 5 kondisi ekonomi Eropa, dan dinamika kelompok di Lisboa, Amsterdam dan London, sebaiknya juga diperhitungkan faktor-faktor yang khas Asia dalam perkembangan historis selanjutnya, Di antara faktor khas Asia itu yang pertama-pertama harus diperhitungkan adalah kondisi politik-ekonomi yang sangat baik di Samudera Hindia dan Lautan Cina mulai abad ke-13. Marco Polo pada abad ke-13, Ibn Battata, Odoric da Pordenone, Giovanni de Marignolli pada abad berikutnya, semua memberi kesaksian tentang keramaian jalan laut dari India ke Cina dan dari Cina ke India, yang berkembang justru pada saat hegemoni Mongol mengakar di Asia Tengah. Di bawah dinasti Ming, di Cina pemakaian rute daratan lewat. Asia Tengah menjadi lebih sulit, dan keadaan itu dimanfaatkan oleh pelabuhan-pelabuhan Asia Tenggara yang berkembang pada waktu itu. Kera- jaan-kerajaan agraris tua yang terdiri dari wilayah agraris yang luas, lambat laun mundur, dan muncullah negara-negara jenis baru, yang ibukotanya ter- letak di pelabuhan dan yang kegiatannya diarahkan ke perniagaan besar. Tak dapat diingkari bahwa orang Eropa telah memanfaatkan keadaan itu, tetapi dengan “mencangkokkan diri” pada jaringan-jaringan yang sudah ada sebelum kedatangan mereka. Lagipula keadaan perdagangan Asia itu sendiri istimewa baiknya. Rute- tute laut menghubungkan suatu daerah tengah — yang kira-kira sama dengan “Asia Tenggara” yang kini kita kenal, yang terutama menyediakan hasil hu- tan (rempah-rempah, kayu berharga, malam) — dengan India dan Cina. India dan Cina merupakan negara dengan kebudayaan tua, yang dalam jumlah be- sar menghasilkan barang olahan yang dapat diekspor: kain katun dari India, barang keramik dan kain sutera dari Cina. Seperti juga pedagang lain sebe- lum mereka, orang Eropa memanfaatkan kontras dinamis dalam daerah Asia antara daerah yang beriklim Rhatulistiwa — yang kaya akan jenis tumbuh- tumbuhan dan jamu yang eksotik — dan yang beriklim subtropis atau sedang, yang lebih maju perkembangannya di bidang industri dan dapat melempar barang olahan ke pasar. Keadaan yang tak terduga baiknya itu jelas diman- faatkan sebaik-baiknya oleh pedagang-pedagang dari Barat, yang lama sekali tidak memiliki apa-apa yang bernilai untuk diperdagangkan selain biji besi dan logam-logam untuk membuat mata uang. Dengan gesit mereka memahami mekanisme perdagangan “dari India kembali ke India” dan terjun di dalamnya. Masih ada satu faktor lain yang tampaknya memudahkan masuknya orang Eropa di kawasan itu, yaitu kedudukan yang secara umum diberikan kepada kaum pedagang dalam masyarakat Asia. Situasi itu amat berbeda di Eropa dan di Asia. Pada waktu itu di Eropa “kekaisaran” lama, pada akhis- nya berantakan. Sebagai akibat dari konflik-konflik antara Negara dengan Paus, Negara berkembang menjadi sekuler. Banyak kota niaga tumbuh berbiak di atas“fragmentasi_politik dan membebaskan diri menjadi*kota “bebas” tem- pat kaum “borjuis” tidak hanya memegang kekayaan ekonomi tefapi juga kekuasaan politik. Sebaliknya, di India seperti juga di Cina, sekalipun sering terjadi guncangan, pengertian "kerajaan” sama sekali belum hilang kekuatan-, 6 Nusa Jawa 2 nya. Kekuasaan agama dan kekuasaan politik tetap tak terpisahkan dan ma- sih di tangan para "menteri” (mandarin) yang mengelola wilayah agraris dan penuh prasangka terhadap kalangan dagang. Urusan pemiagaan, yang sangat penting itu diserahkan kepada kelompok-kelompok sosial yang khusus, yang dianggap “lain” bahkan marjinal, Beberapa anggotanya berhasil membentuk jaringan-jaringan yang sangat kuat dan mengumpulkan hasta kekayaan besar, tetapi tak seorang pun dari mereka menghiraukan kekuasaan. Pemerian yang amat skematis tentang pemisahan antara fungsi politik dan fungsi dagang ini perlu diberi nuansa, karena sama sekali tidak merupakan suatu "yang kons- tan di Asia”, dan menurut tempat dan zamannya menyebabkan sikap-sikap yang sangat berbeda terhadap pengaruh Barat: Indi h Cinamenutup diri, Jepang membuka diri untuk-sementara. boleh disangka bahwa sikap ketidakpedulian yang resmi dari pihak raja dan pejabat tinggi terhadap hal-hal dagang itu telah memudahkan awal mula ma- suknya pedagang Eropa, sehingga dapat-ikut bersaing di samping golongan yang lain; dan pada hakekatnya, dari segi pemerintahan, mereka hanya me- rupakan tambahan pada kelompok-kelompok pedagang yang sudah ada Yang penting dicatat di sini ialah bahwa di mana-mana orang Eropa telah menjumpai jaringan-jaringan Asia, baik di India maupun di Asia Tenggara, dan di Laut Cina. Di India telah kita lihat orang: orang Portugis pertama — dengan dipandu oleh Ibn Majid yang termasyhur itu” — berjumpa dengan pedagang-pedagang Magribi di.Kalikut, Pada abad berikutnya, di semua bandar Malabar, mereka tak henti-hentinya bersaing dengan orang Mappilla (atau Moplah), masyarakat Islam yang menjalankan perdagangan untuk kerajaan Hindu Vijayanagar dan mempunyai kantor-kantor dagang sampai kepulauan Maladewa dan Srilang- ka.” Pada abad ke-17, wakil-wakil Kompeni Inggris dan Perancis bertemu dari Surat sampai Golkonda, dengan pedagang-pedagang Banyan (Hinduis) maupun dengan orang Armenia yang kehadirannya di Malaka sudah diberita- kan oleh Pires pada awal abad ke-16.? Bermula dari Julfa‘Baru, daerah ping- giran kota Ispahan yang merupakan tempat beberapa keluarga dipaksa me- netap oleh Shah Abbas, orang-orang Armenia merentangkan sebuah jaringan luas yang mencakup semua wilayah Hindia.'# Mereka dijumpai di Agra, pa- da zaman Akbar, dan kemudian di Kalkuta: di sana mereka berjasa besar ke- pada Kompeni Inggris, dan dari sana mereka berlayar ke Asia Tenggara dan ‘Timur Jauh. Pada abad ke-19 mereka telah menetap di Rangoon, Penang, Si- ngapura, Batavia, Surabaya, dan Hong Kong, tempat mereka bersama beberapa pedagang Parsi mendukung usaha-usaha pertama bangsa Eropa untuk “mem- buka” pasar Cina.’ Di Kepulauan Indonesia hal itu lebih jelas lagi, sebab kalau di Asia pada abad ke-15 dan ke-16 terdapat suatu sistem yang memadukan kepentingan dagang dan politik secara koheren, maka pastilah itu di kesultanan-kesultanan Nusantara. Seperti telah kita lihat, fungsi pertama kesultanan itu adalah per- Para Saingan 7 dagangan, dan coraknya cenderung mengingatkan corak kota-kota dagang di Italia atau di Vlaanderen. Sultan sendiri beserta kerabatnya ikut berdagang dan mempunyai saham dalam ekspedisi-ekspedisi di laut, dan bagian terbesar dari pendapatan negara berasal dari pabean dan aneka ragam pajak perda- gangan. Semua bangsa Asia dapat mendatangi pelabuhan-pelabuhan itu, dan pada dasamya tak satu pun ditolak karena alasan keagamaan; di sanalah bangsa-bangsa Eropa dapat belajar. Di Malaka, menurut Pires, orang asing sangat banyak: orang Gujarat, Bengali, Tamil, Pegu, Siam, Cina, Habsyi, Armenia; mereka datang bergabung dengan orang Melayu, Jawa, Bugis, para pedagang dari Luzon dan kepuluan Ryukyu ... (sesungguhnya teks Portugis itu menyebut tidak kurang dari enam puluh satu nama etnis). Kosmopolitisme sedemikian terdapat pula di semua kesultanan lainnya: Cirebon, Banten, Ter- nate, Aceh, kemudian Makasar, Banjarmasin, Palembang. Di Malaka, laju di Batavia, yang dilakukan orang Eropa pada hakikatnya tidak lain adalah menyelusup ke dalam jaringan-jaringan itu, dan sering se- kali meniru contoh-contoh yang sudah ada untuk menguntungkan diri sendiri. Sekalipun mereka berhasil mengendalikan sebagian besar jaringan tersebut secara efisien, ada bagian lain yang sampai sekarang masih luput dari pe- gangan mereka, dan kelompok sosial besar — kebanyakan Islam atau Cina — berhasil mempertahankan dan memperkukuh kedudukannya. Sikap para pe- saing itu kini mendua: mereka menyetujui suatu kapitalisme modern dan mencoba meniru cara-caranya, tetapi juga menunjukkan sikap anti Barat. Me- reka merasa takut terhadap persaingan dengan orang Barat, dan cemburu de- ngan kedudukannya. Kalangan-kalangan "borjuis” Asia, yang juga beraneka- ragam itu, sudah mengalami perkembangan besar selama abad-abad terakhir ini, terutama saat bersentuhan dengan perekonomian jajahan. Tetapi,kalangan itu tidak boleh dianggap sebagai hasil perekonomian, sebagaimana yang mungkin terjadi di negeri-negeri "Dunia Ketiga” yang Jain. Kalangan-kalangan itu sudah ada, jauh sebelum munculnya apa yang kita anggap “zaman mo- dem” ini, dan berasal dari suatu perkembangan tersendiri yang awal mulanya sama sekali tidak dipengaruhi oleh Eropa Mengkaji kaum pedagang Asia itu tidak berarti berganti topik pembicaraan, sebab seperti dalam hal "Kompeni-Kompeni” Barat, yang dipersoalkan adalah golongan-golongan masyarakat niaga yang menetap dj pelabuhan dan mencoba mengendalikan rute-rute laut. Itu hanya berarti pergantian skala, sebab yang harus dilakukan bukan lagi menilai jaringan-jaringan Barat yang pada pokok- nya tidak seberapa tuas, dan yang mulai abad ke-17 berkembang di sekeliling Batavia, tetapi menempatkan kembali Jawa ke dalam keseluruhan pergerakan besar antar-samudera yang telah meramaikan jalan laut dari India ke Cina sejak awal mula zaman sejarah. Pengkajian sedemikian tidaklah mudah, sebab dokumen-dokumen yang tersedia relatif langka. Di semua lautan itu, tradisi niaga sampai pertengahan abad ke-20 pada pokoknya bersifat lisan. Jadi fakta yang jelas hanya sedikit 8 Nusa Jawa 2 yang ditulis; tidak ada perjanjian tertulis; hanya ada sejumlah keci? buku ke- uangan. Lagipula iklim kurang baik untuk kelestarian arsip. Artinya bagi kita untuk menemukan jenis dokumen-dokumen seperti yang ditemukan kembali di Geniza di Kairo, ataupun yang ditinggalkan oleh notaris-notaris Genoa. Untuk abad-abad pertama, sumber-sumber kita tidak langsung dan terpotong- potong: berupa serangkaian anekdot dari pedagang Arab, atau laporan tentang perutusan asing dalam Berita Cina... Mulai abad ke-16 masyarakat-masyarakat niaga itu paling sering dikenal melalui sumber-sumber Eropa sendiri, yang pada umumnya berat sebelah, apalagi dalam hal “orang Moro” yang baru saja mereka serang mati-matian di Afrika dan yang sekarang mereka temukan kembali di ujung dunia lainnya.”” Ada tabir lain yang kadang kala juga menghalangi kita, menyorot masya- rakat-inasyarakat itu dengan tepat, dan yang terbentuk justru oleh tradisi orientalis yang sudah lebih dari seabad memusatkan perhatiannya pada “Islam Arab” di satu pihak, dan pada “kekaisaran Cina” di lain pihak. Pada- hal masyarakat-masyarakat yang menarik minat kita di sini, meskipun sangat terpengaruh oleh Islam dan Cina, tidak tergantung pada salah satu dari ke- dua “tradisi besar” itu. Masyarakat-masyarakat Islam, yang paling banyak jumlahnya, mempunyai asal etnis yang berbeda-beda: Melayu, Jawa, Bugis, Tamil, Bengali, Gujarati, Cina; unsur Arab hanya sedikit jumlahnya. Dan ter- utama, unsur penyatu mereka itu bukanlah bahasa Arab, tetapi bahasa Me- layu, yang mulai abad ke-16 mencapai kedudukan sebagai “bahasa Islam”, seperti sebelumnya bahasa Parsi dan Turki, dan kira-kira bersamaan waktu dengan bahasa Urdu dan Swahili.” Adapun kelompok Cina ini justru bertolak belakang dengan masyarakat ideal Kong Hu Cu dan menggambarkan sekelom- pok masyarakat Cina maritim yang mengandalkan perdagangan, suatu citra yang oleh sementara sinolog sering dianggap marjinal. Pendukung Cina mar- jinal itu adalah yang luput dari pengaruh birokrasi kekaisaran Cina; walaupun tertekan oleh larangan-larangan resmi, suatu ideologi dinamis terbentuk, meskipun berbeda dari ideologi kaum ningrat Cina ramun masih bersifat Cina, dan justru karena itu sangat menarik untuk dibandingkan. Kalau sumber-sumber lokal mengenai perdagangan tersebut di atas langka, bahkan sangat langka, sebaliknya tersedia banyak karya sastra, yang kebanyak- an ditulis dalam bahasa Melayu dan kadangkala juga dalam bahasa Jawa atau Bugis, untuk menghibur atau mendidik masyarakat-masyarakat niaga itu. Berkat analisis teks-teks itu, kita dapat membayangkan kembali sebagian dari mentaiitas yang telah berkembang di tengah-tengah masyarakat tersebut. Akan kita lihat bahwa, di luar dugaan, konsep-konsep tertentu yang dapat saja_dianggap berasal dari Eropa sesungguhnya sudah ditanam benihnya oleh Islam. Stimulus Islam dan Cina itulah yang kami hendak rumuskan di sini. Stimulus tersebut kurang diakui perannya oleh orang Barat, padahal se- belum orang Barat muncul di kawasan Asia telah menimbulkan konsep kun- ci tentang individu, persamaan antar manusia dan waktu linier, di samping benih-benih suatu ekonomi moneter. BAB 1 BANDAR-BANDAR PERSINGGAHAN ZAMAN KUNO Walaupun peran pedagang-pedagang Asia sebagai penggerak sejarah kurang diakui, gagasan — yang kelihatannya hampir sama tetapi sesungguhnya ber- beda —bahwa Nusantara merupakan daerah perlintasan yang sangat tua, boleh dikatakan sudah ada sejak awal tradisi orientalisme Barat. Sejak abad ke-18, pastor-pastor Jesuit dari misi Beijing mencoba melacak kembali persentuhan-persentuhan pertama antara Negeri Cina dan negeri- negeri lain; dan Pastor JJ.M. Amiot (1718-1793) member catatan yang mena- rik tentang Pulau Jawa dalam jilid XIV karangannya yang berjudul Mémoires concernant les Chinois. Pada abad ke-19, G. Schlegel,"° L. de Rosny?’ W.F. Ma- yers** meneruskan penelitian sumber-sumber Cina sebelum W.P. Groeneveldt menerbitkan tulisannya Notes on the Malay Archipelago and Malacca, compiled from Chinese Sources® yang sampai sekarang masih dijadikan pegangan. Pada abad ke-20, masalah identifikasi nama-nama tempat yang tercatat di dalam teks- teks Cina tetap saja menarik dan bahkan memukau orang. Telah banyak pa- kar yang mencoba mengungkapkan rahasia-rahasia nama Cina itu, yang se- makin pelik kalau menyangkut periode yang semakin kuno. Sejalan dengan itu, para ahli bahasa dan kesusasteraan Arab mendekati masalah itu dari sisi lain: mereka meneliti teks-teks dari geograf Islam per- tama. Sejak tahun 1718, Eusébe Renaudot, “Pendeta dari Frossay dan Chateau- fort, salah seorang dari empatpuluh anggota Akademi Perancis” menemukan sebuah naskah penting dari zaman pemerintahan Colbert (di bawah Louis XIV] di perpustakaan Comte de Seignelay. Naskah itu kemudian diterjemahkan dengan judul: Anciennes Relations des Indes et de la Chine de deux Voyageurs Maho- métans qui y allérent dans le neuviéme siécle.® Naskah itu ditemukan kembali oleh Deguignes, kemudian diterbitkan oleh Langlés pada tahun 1811, menarik per- hatian kaum cendekiawan, menimbulkan beberapa komentar, dan tidak kurang. dari tiga terjemahannya telah dilakukan.* Dengan demikian terbukalah suatu bidang studi lain: yang paling menonjol adalah maha karya Gabriel Ferrand berjudu! Relations de voyages et textes géographiques arabes, persans et turks, relatifs l'Extréme Orient, J. Sauvaget mengikuti jejak tersebut dengan terjemahan buku Merveilles de |'Inde.?* Sejarah Nusantara sesungguhnya sudah mulai ditulis melalui pandafigan 10 Nusa Jawa 2 orang asing, baik berupa kutipan yang rinci dari Berita Cina, yang menyebut secara tepat tanggal kedatangan perutusan mereka untuk membayar upeti, maupun berupa laporan sedethana tentang kisah-kisah Arab yang beranekdot berisi keterangan, atau yang secara tidak langsung menyebut suatu peristiwa, yang sulit dibuktikan tanggalnya. Ciri tidak langsung itu lama bertahan, bah- kan setelah penemuan-penemuan arkeologi dan epigrafi memulihkan objektivitas dokumentasi. Karena mula-mula dikenal melalui kesaksian-kesaksian luar, kawasan Asia Tenggara lama sekali hanya dianggap sebagai kawasan pertemuan, penampungan, dan "kolonisasi”; istilah-istilah seperti “pengaruh”, “sumbangan budaya” memiliki bobot yang paling penting dalam historiografinya Para sejarawan Indonesia kini mengeluhkan dan menyesali bahwa para pendahulunya, sejarawan Eropa, mengutamakan unsur-unsur impor daripada unsur-unsur "kebudayaan asli”, Penelitian “pengaruh-pengaruh” tersebut tak ayal lagi telah berbekas pada pengkajian sebelum perang dan kadang-kadang melampaui batas. Petunjuk yang sering kali dianggap sepele telah memuncul- kan teori-teori yang paling ajaib, dan teori-teori yang paling banyak diterapkan tidak selalu menjamin kebenaran. Hanya satu contoh yang kami berikan di sini, yang justru menyangkut kekunoan persentuhan-persentuhan pertama antara Timur Tengah, Asia Teng- gara dan Cina, Seperti diketahui, Pastor Athanase Kircher (1601-1680), salah seorang Yesuit pertama yang mencoba menyebarluaskan keterangan-keterangan mengenai Timur Jauh di Barat, telah melancarkan gagasan bahwa ideogram Cina diturunkan dari hieroglif Mesir, Teori itu tidak masuk akal dan memang tidak bertahan setelah ditinjau lebih lanjut, tetapi mentalitas yang menjadi pangkal tolaknya —dan yang secara tersirat bertujuan menyusun sejarah. du- nia sesuai dengan sumber Alkitab—tetap bertahan dalam bentuk-bentuk yang paling tidak terduga hingga belum lama berselang. Pada tahun 1859, J.PG. Pauthier mengira dapat membuktikan bahwa ada perutusan dari Kaldea yang menghadap Raja Yao pada tahun 2353 SM. Teks Cina itu membicarakan utusan-utusan yang mempersembahkan seekor kura- kura berusia seribu tahun dengan tanda-tanda mirip kecebong pada kulitnya; itu sudah cukup bagi Pauthier untuk memikirkan tulisan berhuruf paku dan membayangkan delegasi itu datang melalui laut”. Pada waktu yang kira- kira bersamaan, T. Braddell memperkenalkan gagasan bahwa armada-armada Kerajaan Saba mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Asia Tenggara beberapa abad sebelum permulaan agama Islam,” bagaimanapun “mitos Saba” ini lama bertahan. Pada tahun 1904, Forke mencoba menyamakan Xiwangmu yang termasyhur, yakni "Ratu Barat” dari Mutianzi zhuan, dengan Ratu Sa- ba,® dan pada tahun 1929 Stutterheim sendiri mengikuti perasaannya dan membayangkan tanda-tanda tertentu yang terpahat dicandi-candi Jawa dapat saja berasal dari Negeri Saba”... Lalu pada tahun 1947, Sir R. Braddell meng- hidupkan kembali rekaan lama dan mengandaikan, berdasarkan empat manik- manik kaca yang ditemukan di Johor, bahwa di zaman dahulu pernah berlangsung perniagaan antara Mesir dan Nusantaras! Bardar-Bandar Persinggahan Zaman Kuno ul Kesalahan tafsir serupa sudah tentu harus membuat kita waspada sebelum menelusuri kembali pengaruh-pengaruh yang sangat kuno, tetapi bagaimana pun peran lintasan dan jaringan-jaringan tersebut tetap sangat penting, di sini maupun di tempat lain2? a) Pelayaran-Pelayaran Orang “Kunlun” dan Jalan-Jalan “Indianisasi” Kalaupun kita belum bisa menyusun kembali dengan pasti tahap-tahap peng- hunian Nusantara pada awal mula sejarah manusia, sudah jelas bahwa pada kurun waktu seribu tahun pertama sebelum Masehi, daerah itu sudah terma- suk suatu kawasan budaya besar, yang rentangannya mengandaikan adanya hubungan laut yang tetap. Pada masa itulah muncul bersamaan waktu teknik- teknik perunggu dan besi, sehingga masa itu dinamakan Masa Perunggu-Besi se- suai dengan usulan seorang pakar. Belanda, E.H.R. van Heekeren Di Jawa, juga di Sumatra dan Semenanjung Melayu, seperti di Nusa Tenggara (Bali, Sumbawa) dan di kepulauan-kepulauan Indonesia bagian timur (pulau-pulau Kai), telah ditemukan sejumlah besar kendang perunggu atau nekara. Sebagian mirip kendang-kendang perunggu di Indocina atau di Cina selatan, sedangkan yang lain merupakan jenis asli (mokko). Di Museum Jakarta terdapat sebuah ko- leksi nekaa yang bagus, duabelas di antaranya berasal dari Pulau Jawa. Belum diketahui dengan pasti kegunaan nekara itu. Kronologi, baik yang relatif maupun mutlak, dari apa yang dinamakan “kebudayaan Dong-sén” (menurut nama situs di Vietnam Utara tempat contoh-contoh pertama ditemu- kan) masih penuh teka-teki, tetapi bagaimanapun dapat dipastikan bahwa benda-benda itu merupakan sekian banyak tonggak yang memungkinkan kita dapat merekonstruksi sebuah jaringan kuno yang muncul selambat-lam- batnya pada abad-abad terakhir sebelum tarikh Masehi. Hendaknya diperhati- kan bahwa jaringan itu mencakup hampir seluruh wilayah “Indonesia” (dari Kerinci di tengah-tengah Sumatra, sampai kepulauan Kai), dan tidak dikaitkan dengan India yang muncul agak belakangan, tetapi dengan bagian tenggara dari apa yang kemudian menjadi Negara Cina, daerah Yunnan tempat para arkeolog berhasil menggali situs Shizhai shan yang termasyhur itu. Walaupun nekara yang ditemukan di Nusantara, terutama di Banten yang dikenali sebagai nekara tipe "Heger IV’, dianggap impor,* ada beberapa di antaranya yang kelihatannya dicor di tempat. Jenis “berpinggang” yang se- tempat dinamakan mokko, hanya didapatkan di Nusantara; di Manuaba, di Bali Selatan, juga telah ditemukan pecahan-pecahan sebuah cetakan yang je- las perah dipakai untuk membuat tipe kendang memanjang itu.” Dapat di- perkirakan bahwa bersamaan dengan pembuatan kendang-kendang itu, dengan rahasia-rahasia pencoran perunggu, terdapat ciri-ciri budaya lain yang ikut tersebar, Perlu.dicatat, bahwa nekara terindah yang masih tersimpan di Bali, di sebuah pura, di puncak sebuah bilik yang dibangun khusus untuk itu, adalah “nekara bulan Pejeng” (tinggi 1,86 m, garis tengah 1,60 m); dan bah- 12 Nusa Jawa 2 wa di Pulau Alor, dekat Timor?® mokko masih dipakai sebagai alat tukar-me- nukar sampai belum lama berselang. Sejak zaman dinasti Shang (masa seribu tahun kedua $M), daerah Sungai Kuning tengah, tempat asal kebudayaan Cina, sudah menjalin hubungan de- ngan kawasan lautan; dalam sebuah penggalian ditemukan kulit kura-kura laut dan Kerang kauri. Namun harus menunggu berabad-abad sebelum ka- wasan “lautan selatan” itu muncul di ufuk dunia Cina yang sudah mengenal budaya tulisan, Hubungan menjadi lebih jelas sejak abad ke-3 SM dengan terbentuknya kekaisaran Cina dan dilancarkannya ekspedisi-ekspedisi Qin Shihuangdi ke arah daerah Kanton.® Setelah kekaisaran pertama hancur, dan kerajaan-kerajaan di selatan mulai bermunculan pada abad ke-3 M, catatan- catatan pertama yang pasti mengenai Asia Tenggara mulai ditulis dalam téks- teks Cina“? Pada abad ke-3 terjalinlah hubungan dengan negeri-negeci indo- cina, Funan dan Linyi, dan Zhu Ying dan Kang Tai diutus ke Funan oleh Raja dari Wu; namun nama “Jawa” sendiri baru muncul setelah abad ke-5.47 Jalur Asia Tengah yang semakin sulit ditempuh (oleh "invasi besar-besar- an”), menyebabkan hubungan laut semakin berkembang pesat. Ideologi yang mengiringi gerak itu adalah Buddhisme yang datang melalui laut, dan ber- kembang di Cina di bawah pemerintakan dinasti-dinasti Selatan. Yang paling awal menyebut Pulau Jgwa sebagai tempat persinggahan mereka ialah para pendeta Buddhis yang berlayar dengan kapal dagang yang berniaga dari India ke Cina dan dari Cina ke India, Yang pertama adalah seorang Cina, Faxian (Fa Hsien) yang, setelah menetap lebih dari duabelas tahun di India, berlayar dari Srilangka dengan sebuah kapal besar “yang berpenumpang sekitar duaratus”, Ia diserang badai besar, tetapi berhasil mendarat di Ye-po- li, artinya Yawadwi (pa), nama Pulau Jawa dalam tanskripsi Sanskerta.” Ia tinggal di Jawa sekitar lima bulan, dari Desember 412 sampai Mei 413, sebelum membangun sebuah kapal yang sama besamya untuk berlayar Kembali ke Negeri Cina Sumber kedua yang menyebut pulau jawa ditulis oleh seorang pangeran dari Kasymir bernama Gunawarmma yang beberapa tahun tinggal di Pulau She-po, sebuah nama tempat yang agaknya sepadan benar dengan pelafalan Jawa dari kata “Jawa”. Dj pulau itu dia menyebarkan Buddhisme, sebelum ia berlayar ke Cina sekitar tahun 422.5 Keferangan ini memang singkat benar, tetapi membuktikan bahwa sejak lama Jawa telah mengadakan hubungan dengan Srilangka, Kanton, bahkan dengan Kasymir. Keterangan tambahan terdapat dalam Berita Tahunan dinasti-dinasti Selatan (Songshu dan Liangshu), dan dalam Tangshu, Xin Tangshu dan Songshi.'® Teks- teks yang berurutan itu juga menyebut She-po untuk abad ke-5, demikian pula He-le-tan, “yang terletak di She-po”; lalu He-ling yang menggantikan She-po selama satu setengah abad lebih, dari tahun 640 sampai 818;7 dan akhimya She-po muncul sekali lagi pada tahun 820, dan bertahan hingga za- man Yuan (kemudian digantikan oleh Zhao-wa).'¥ Meskipun dengan pencan- tuman tanggal yang teliti, keterangan-keterangan itu lebih sering menimbulkan masalah daripada memecahkannya, karena acap kali sulit dicocokkan dengan Bandar-Bandar Persinggahan Zaman Kuno 13 data-data epigrafis.” Yang penting ialah bahwa di dalamnya terkandung kesaksian akan adanya beberapa utusan Jawa ke Cina, sehingga kita dapat mengikuti segi tertentu dari hubungan antara kedua wilayah tersebut, meski- pun dengan cara yang kurang sempurna: empat “utusan” dari He-le-tan pa- da abad ke-5 (tahun 430, 436, 437 dan 452); tidak ada utusan pada abad ke-6 (padahal dari berbagai daerah di Laut Selatan tercatat kedatangan limapuluh perutusan lebih); tiga dari He-ling, kira-kira pertengahan abad ke-7 (tahun 640, 648 dan 666); tiga lagi dari He-ling juga pada akhir abad ke-8 (berturut- turut tahun 768, 769, dan 770); tiga dari He-ling (yang terakhis, yaitu pada tahun 813, 815 dan 818), lalu empat dari She-po (tahun 820, 831, 839 dan se- lama masa 860-873), jadi tujuh pada abad ke-9; tidak ada sampai akhir masa Kelima Dinasti (960); akhirnya catatan dalam Shongshi*! menyebut adanya utusan pada tahun 993 dan 1109. Pada tahun 1129, Sang Maharaja memberi gelar raja kepada penguasa She-po, yang menandai adanya maksud politik tertentu dari pihak kekaisaran Cina untuk daerah yang bersangkutan, Cecun at Po ae shittossi Elba Gesi $Y Pohewang HG Schmyi HSL Gonwoli FHA) pus MB Suites BSH Ween EE pests IE Tiancingnvan KBPS Hoing #4 HE Pujinlong «EBB Tunas Aa Hu ‘d Santoci A Vepeni Be Kuntun Sy Sengai MH Venso £€@ Langyanis GAA Shepo Erm fk Moluoyoo EAL Sebaiknya dicatat bahwa She-po (Jawa) merupakan nama tempat pertama di Nusantara yang muncul dengan jelas dalam teks-teks Cina. Yang lain memang segera menyusul, baik di pantai timur Sumatra (Gan-tuo-li, muncul pada tahun 455), maupun bagian-bagian Semenanjung Melayu (Lang-ya-xiu yang muncul pada tahun 523)? Beberapa pelabuhan Sumatra, yang secara garis besar meliputi daerah Jambi dan Palembang sekarang, agaknya telah memegang peran yang, penting, bahkan berhasil menyaingi She-po pada periode tertentu. Gan-tuo-li mengirim utusan ke Cina pada tahun 502, 518, 520, 563 (sedangkan dari She-po pada masa itu tidak ada apa-apa). Mo-luo- you® mancul pada tahun 644, Shi-li-fo-shi (yang disamakan dengan Sriwijaya ‘yang jaya itu) mengirim utusan pada tahun 724, 728, 742, sebelum digantikan oleh San-fo-gi mulai abad ke-10*. Sebuah batu prasasti yang sangat menarik dari tahun 1079, yang ditemukan di Kanton,*> mengisahkan restorasi sebuah kuil Taois oleh para utusan Raja San-fo-gi. Karena itu, dapat dikatakan bahwa hubungan antara Cina dan Sumatra Selatan pada masa itu tampaknya tidak hanya menyangkut perdagangan tetapi juga kebudayaan. 4 Nusa faroa 2 Hanya sedikit informasi yang dapat kita ketahui, meskipun dapat diperkira- kan bahwa telah terjadi kontak-kontak yang erat, masih belum dapat dibayang- kan bagaimana kehidupan masyarakat dalam kompleksitasnya pada waktu itu. Banyak tulisan mengenai kelompok pedagang yang menjalankan perniaga- an pertama. Masih dipertanyakan apakah orang India, Melayu, Jawa atau Ci- na, dan kadang-kadang pengertian bangsa yang agak modern diterapkan ke masa yang sudah sangat lampau tersebut... Dalam teks-teks Cina umumnya, dipergunakan istilah “bangsa-bangsa Kunlun”,% penamaan etnis yang sangat kabur, untuk menyebut Keseluruhan penduduk maritim di Asia Tenggara. Istilah yang praktis ini kami pertahankan di sini untuk mengacu pada orang- orang laut menjelang zaman itu, bahkan sebelum orang Cina dari Sungai Kuning berniat untuk berlayar, yang sudah dapat dipastikan menguasai tek- nik kemaritiman yang ampuh. Orang ”Kunlun” menjadi anak buah Faxian selama pelayaran dengan kapal-kapal besar. Mereka pula yang naik kapal-kapal yang lebih besar lagi, seperti yang digambarkan, pada akhir abad ke-3, dalam sebuah kutipan Nan- zhou yiwu zki8” yang berharga: 200 kaki (kira-kira enaimpuluh meter) panjang- nya, 20 hingga 30 kaki tingginya, 600 sampai 700 orang yang naik kapal itu dengan muatan 10.000 hou ... Dalam teks tadi kapal itu dinamakan po. Kata itu rupanya bukan asal Cina dan sepadan dengan kata Tamil padao dan kata Melayu perahu; jadi yo hanyalah salah satu istilah dasar kosakata kelautan, istilah yang menarik bagi sejarawan kelautan dan yang membingungkan para etimolog... Dari warisan kelautan yang tua itu berkembanglah teknik- teknik kelautan di Asia Timur abad pertengahan, dan seperti telah diketahui bahwa sejak dinasti Song orang Cina memainkan peran yang menentukan dalam kemajuan teknik-teknik kemaritiman. Selain tanggal kedatangan perutusan dan perincian yang menjemukan ten- tang komtposisi upeti: baik hasil ramuan maupun binatang yang dikumpulkan dari hutan-hutan khatulistiwa, seperti cendana, rotan, tanduk badak, burung nuri (yang diimpor dari pulau-pulau Indonesia bagian timur), maupun kain katun dan senjata, hanya sedikit informasi dalam Berita Cina yang bermanfaat untuk maksud penelitian kami ini. Kami hanya akan membicarakan dua kutip- an singkat dari Xin Tangshu (kitab 222)58 Yang pertama menyebut adanya per- sentuhan antara Jawa dan Negeri Arab pada tahun 674, Meskipun hanya berupa anekdot, kisah iz perlu dipethatikan: setelah mendengar bahwa orang Jawa sangat jujur, raja bangsa Arab memutuskan untuk menguji mereka dan menyuruh meletakkan sebuah kantong berisi emas di tepi sebuah jalan raya. Inilah kesaksian pertama, yang bertanggal, mengenai kontak antara orang Dashi dan orang Jawa, kira-kira tahun 50 tarikh Hijriah. Kutipan kedua mung- kin ada hubungan dengan ekspedisi ilmiah yang diadakan oleh pendeta Yixing (I Tsing) pada tahun 721-725, untuk mencatat panjang bayang-bayang piringan jam matahari pada hari terpendek dalam musim dingin dan terpanjang selama musim panas, di berbagai tempat mulai dari perbatasan Mongolia sampai Lautan Selatan. Menurut catatan Xin Tangshu, “pada hari yang terpanjang da- Bandar-Bandar Persinggahan Zaman Kuno 15 lam musim panas, bayangan pada sebuah piringan jam setinggi delapan kaki terpasang di sana terletak di pada tengah, sepanjang dua kaki dim, matahari akan jatuh di sebelah selatan”. Catatan yang: sangat teliti itu menggambarkan bahwa Jawa merupakan salah satu tempat pengamatan yang dipilih oleh Yixing, atau paling tidak dapat dikatakan bahwa sebuah penelitian geodesi te lah dilakukan di sebelah selatan khatulistiwa sejak abad ke-88.7 Dari segi arkeologi, umur barang keramik Cina yang ditemukan di Jawa dalam jumiah besar sama dengan teks-teks antara abad ke-5 dan ke-12. Kera- mik yang dewasa ini diperjualbelikan oleh para pedagang barang antik di Jakarta pada umumnya berasal dari zaman yang lebih akhir (abad ke-15, ke- 16, ke-17). Sebagian besar keramik tersebut dibuat di Indocina atau Siam, ba- nyak ditemukan di luar Jawa, terutama di Sulawesi Selatan, tempat terjadinya sejumlah besar penggalian liar Perlu diingat bahwa banyak keramik yang kadang-kadang berasal dari zaman Han, tetapi terutama dari zaman Tang, dari Kelima Dinasti zaman Song, telah ditemukan sebelum Perang Dunia Ke dua di Jawa, sepanjang pantai utara, terutama di daerah Banten dan Semarang. Akan tetapi peninggalan-peninggalan megah di dataran Kedu telah memono- poli perhatian para arkeolog, dan boleh dikatakan hanya E,W. Orsoy de Fli- nes, seorang pengetola perkebunan di Ungaran, yang berminat pada keramik- keramik tersebut. Dia menelusuri sepanjang daerah Pesisir untuk mengumpul- kan keramik. Koleksinya yang termasyhur itu diserahkannya kepada Bata- viaasch Genootschap pada tahun 1932, dan sampai kini masih dapat dilihat di Museum Jakarta. Atas nasihat Stutterheim, salah satu dari sedikit sejarawan yang sudah menduga pentingnya peranan Cina di Nusantara, pada tahun 1940 Orsoy de Flines mulai suatu penelitian sistematis di daerah perbukitan Grobogan yang terbentuk dari endapan-endapan tersier, antara Semarang dan Blora. Pada 2a- man dulu, saat gunung Muria masih berupa pulau, letak bukit-bukit di seki- tarnya berdekatan dengan laut. Sekarang letak daerah tersebut agak jauh dari tepi laut, dan di situlah ia menemukan sejumlah besar keramik dari abad ke- 8, ke-9 dan ke-10.? Pada tahun 1967 R. Soekmono membicarakan kembali beberapa kesimpulan dari laporan Orsoy de Flines dan mencoba menelusuri kembali tepi pantai lama, dan meyakini bahwa kota Medang kuno yang sering disebut dalam berbagai prasasti abad ke-9 dan ke-10 dan yang masih dikenang dalam beberapa dongeng, terletak di tepi Sungai Lusi, di selatan bukit-bukit Grobogan, dekat desa Kuwu sekarang. Di situlah agaknya terletak kota pelabuhan itu, di bagian dalam sebuah muara yang dapat dimasuki ka- pal, tetapi letaknya jauh dari bangunan-bangunan suci dataran Kedu.© Un- tuk mendukung hipotesis yang menarik itu, yang baru dapat dibenarkan se- telah diadakan penggalian secara sistematis di daerah itu, Soekmono meng- ingatkan sebuah kutipan dalam Xin Togshu® mengenai "sumber air asin alami” yang menyangkut He-ling. Perlu diketahui bahwa satu-satunya sumber air asin alami di seluruh pulau Jawa hanya terdapat di Kuwu, di dekat S Lusi, tempat para petani di sekitarnya mengambil garamnya sampai sekarang

You might also like