Artikel RG

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

Efektivitas Penerapan Peta Pikiran Dalam Pembelajaran

Menggambar Ilustrasi di Sekolah Dasar

Bambang Prihadi
(bambangpri@uny.ac.id)
Universitas Negeri Yogyakarta
Trie Hartiti Retnowati
(trie_hr@uny.ac.id)
Universitas Negeri Yogyakarta

Abstract

One of the problems in giving drawing lessson to children is how to help


them develop ideas, because for each child drawing is a personal expression.
Teachers, therefore, should help him generate ideas for himself. The purpose of this
research is to examine the effectiveness of mind mapping as a method included in
the teaching of illustration drawing for elementary students.
This research used the pre-experimental or one group pretest posttest
design. The participants of this reseach were 47 fifth grade students of Timuran
Elementary School in Yogyakarta Regency. The data were collected using the
performance tests of illustration drawing before and after the application of mind
mapping or concept mapping. The students’ drawing were then scored using a
rubric by two educators of the Art Education Department of the Faculty of
Languages and Arts, Yogyakarta State University. Data analysis was done using
the descriptive analysis and the sign test.
The results of this research were as follows: (1) In illustration drawing
without mind mapping 3 (6,38%) students got excellent grades, 25 (53,19%)
students got good grades, 18 (38,30%) students got fair grades, and 1 (2,2%) student
got a poor grade; (2) In illustration drawing using mind mapping, 17 (36,17%)
students got excellent grades and the other 30 (63,83%) students got good grades;
(3) The application of mind mapping method influenced the performance of the
students in illustration drawing (Z = - 6.247, p < 0.05). Mind mapping is a effective
method for teaching illustration drawing for elementary school students.

Key words: mind mapping, concept mapping, illustration drawing, drawing lesson

A. Pendahuluan
Terdapat kekeliruan anggapan bahwa pembelajaran seni rupa hanya
merupakan keterampilan yang mudah dilakukan anak dan tidak menantang bagi
anak (Jefferson, 1969). Namun demikian, menurut Lowenfeld (1982: 3),
menggambar, melukis, atau mengkonstruksi bentuk merupakan proses yang
kompleks, mencakup berbagai unsur pengalaman menjadi suatu keseluruhan

1
pengalaman yang baru dan bermakna bagi anak-anak. Oleh karena itu, pendidikan
seni bagi anak-anak menjadi tugas pendidikan formal.
Pembelajaran seni di sekolah dasar (SD) menghadapi masalah yang
mendasar, yaitu terkait dengan kemampuan guru. Pembelajaran seni seharusnya
dilakukan oleh guru yang menguasai pengetahuan tentang seni dan mempunyai
kemampuan menciptakan berbagai bentuk karya seni, namun hal ini tidak mungkin
dicapai oleh guru sekolah dasar yang merupakan guru kelas. Idealnya guru seni di
SD adalah guru khusus seperti guru agama dan olah raga (Setyawati, 2006: 307).
Karena keterbatasan kurikulumnya, pendidikan guru untuk SD tidak mungkin
memberikan bekal kemampuan sesuai dengan tuntutan tersebut, apalagi sesuai
dengan Kurikulum 2013, guru kelas harus mengajarkan tiga bidang seni yakni seni
rupa, seni musik, dan seni tari. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
memberikan sumbangan berbagai acuan tentang pembelajaran seni bagi guru SD,
baik dari segi konsep, materi, metode pembelajaran, maupun penilaia hasil
belajarnya.
Dalam bidang seni rupa, Retnowati dan Prihadi (2012) telah melakukan
penelitian tentang penerapan penilaian seni lukis di SD di Kotamadya
Yogyatakarta. Berdasarkan hasil focus group discussion (FGD) dalam rangka
pelaksanaan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa penilaian karya seni lukis
merupakan hal yang baru bagi guru-guru SD di wilayah tersebut. Selain itu, dalam
kenyataannya guru-guru tersebut juga merasa kurang memahami permasalahan
tentang menggambar pada anak-anak dan menghadapi kesulitan untuk
melaksanakan pembelajarannya. Untuk memahami pembelajaran menggambar
atau melukis bagi anak-anak, Prihadi (2017) melakukan penelitian tentang
pembinaan menggambar bagi anak-anak pada sanggar Arts For Children di
Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut antara lain menunjukkan bahwa pembelajaran
menggambar bagi anak-anak memerlukan metode bercerita untuk merangsang anak
dalam mengembangkan gagasan tentang objek atau tema gambarnya. Jadi,
pemberian cerita sebagai stimulus dan pengembangan gagasan oleh anak
merupakan langkah awal yang penting dalam pembelajaran menggambar bagi
anak-anak.

2
Pengembangan gagasan atau juga memahami gagasan dalam bidang apapun
menuntut kemampuan anak dalam berpikir tentang konsep-konsep dan hubungan
antarkonsep tersebut dalam suatu kesatuan tema atau topik. Untuk mengembangkan
kemampuan tersebut, dalam pelaksanaan Kurikulum 2013, guru telah
memanfaatkan pengatur grafis (graphic organizer), antara lain peta konsep
(concept mapping) atau peta pikiran (mind mapping) dalam pembelajaran berbagai
bidang pengetahuan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan, misalnya oleh
Veljko dkk. (2011), Stokhov dkk. (2017), Karin (2008), dan Yuliani (2017),
menunjukkan bahwa secara umum penerapan peta pikiran berguna untuk
meningkatkan kreativitas dalam berpikir, membuat pertanyaan atau menanya
(questioning), dan menguatkan ingatan.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pembuatan peta konsep atau peta pikiran dapat digunakan sebagai salah satu metode
pembelajaran pengetahuan yang efektif. Menggambar tidak hanya merupakan
aktivitas keterampilan, tetapi juga melibatkan pengetahuan, yaitu membentuk
gagasan. Dalam menggambar atau melukis, anak-anak harus melakukan eksplorasi
konsep-konsep atau gagasan-gagasan yang berhubungan dengan tema tertentu
sebagai landasan untuk menggambar.
Sehubungan dengan hal tersebut penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
sebagai berikut: (1) hasil menggambar ilustrasi peserta didik Kelas V SD Timuran
Kotamadya Yogyakarta sebelum menggunakan peta konsep, (2) hasil menggambar
ilustrasi peserta didik tersebut setelah menggunakan peta konsep, dan (3) pengaruh
penerapan peta konsep dalam pembelajaran menggambar ilustrasi pada kualitas
hasil karya peserta didik tersebut.
Hasil penelitian ini secara teoretik menjadi sumbangan pengetahuan tentang
penerapan peta konsep dalam pembelajaran menggambar ilustrasi di SD khususnya
dan pembelajaran seni rupa di SD pada umumnya. Secara praktis, hasil penelitian
ini dapat menjadi acuan bagi pembelajaran menggambar ilustrasi di SD dan
penelitian lebih lanjut tentang penerapan peta konsep dalam pembelajaran di SD
pada umumnya.

B. Kajian Pustaka

3
1. Pembelajaran Seni Budaya dan Prakarya dalam Kurikulum 2013
Pembelajaran di sekolah dasar (SD) dalam Kurikulum 2013 merupakan
pembelajaran tematik terpadu. Pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang
merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa secara individual
maupun kelompok aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip
ilmiah secara holistik, bermakna, dan otentik (Majid, 2014: 80). Pembelajaan
tematik terpadu menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran
sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik.
Keterpaduan berdasarkan tema dapat menghubungkan satu persoalan dengan
persoalan lainnya, sehingga terbentuk suatu kesatuan pengetahuan. Integrasi dalam
pembelajaran diharapkan melahirkan pemahaman yang komprehensif pada diri
peserta didik dan lingkungannya (Hartono 2011).
Pembelajaran tematik bagi peserta didik memiliki beberapa keuntungan
antara lain: (1) memudahkan pemusatan perhatian peserta didik pada satu tema
tertentu; (2) menjadikan peserta didik mampu mempelajari pengetahuan dan
mengembangkan berbagai kompetensi dasar antarmata pelajaran dalam tema
tertentu; (3) menjadikan pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan
berkesan; (4) memungkinkan kompetensi dasar suatu mata pelajaran dapat
dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkannya dengan mata pelajaran lain dan
pengalaman pribadi siswa; (5) menjadikan pembelajaran lebih bermanfaat dan
bermakna karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas (Tim Pustaka
Yustisia, 2007: 23).
Berdasarkan pendekatan pembelajaran tersebut, pembelajaran SBdP aspek
Seni Rupa dan Prakarya terdapat dalam tema-tema tertentu dalam Buku Siswa.
Buku Guru Kelas V Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2014) antara lain berisi
pengantar tentang pengalaman belajar yang bermakna untuk membangun sikap dan
perilaku positif, penguasaan konsep, keterampilan berpikir saintifik, berpikir
tingkat tinggi, kemampuan menyelesaikan masalah, inkuiri, kreativitas, dan pribadi
reflektif pada peserta didik.

2. Pembelajaran Menggambar Ilustrasi di Sekolah Dasar


Menggambar ilustrasi di SD merupakan salah satu materi pembelajaran Seni
Budaya dan Prakarya (SBdP). Materi pembelajaran ini lebih dikenal dengan istilah

4
menggambar cerita, karena gambar ilustrasi mengandung cerita. Menggambar
ilustrasi merupakan materi pembelajaran untuk kompetensi dasar Semester 1 Kelas
V yang berbunyi “Mengekspresikan diri melalui gambar ilustrasi dengan tema
hewan dan kehidupannya.”
Di dalam buku teks Kelas V (buku siswa) Semester 1, materi untuk
kompetensi dasar ini diberikan di dalam Tema 1 Subtema 1, dengan tema “Binatang
Kesayanganku” (Kemendikbud, 2017: 10-11). Dalam uraian materi tersebut
dijelaskan bahwa gambar ilustrasi digunakan untuk memperjelas, memperindah,
dan menerangkan isi bacaan, yang meliputi unsur gagasan, sketsa, dan pewarnaan.
Gagasan mencakup tokoh-tokoh yang diceritakan serta suasananya. Sketsa yang
dimaksud adalah rancangan gambar yang disesuaikan dengan gagasan tersebut.
Pewarnaan merupakan penyelesaian sketsa menjadi gambar dengan menggunakan
media pewarna seperti pensil warna, krayon, spidol, atau cat air.

3. Peta Konsep
Peta konsep adalah alat grafis untuk mengorganisasikan dan menyajikan
pengetahuan. Peta konsep berisi konsep-konsep yang biasanya ditulis dalam
lingkaran atau persegi dan garis-garis serta kata-kata yang menandakan hubungan
antarkonsep tersebut (Novak dan Canas, 2006). Peta konsep (concept map) atau
disebut juga peta pikiran (mind map) sudah digunakan selama berabad-abad untuk
belajar, berpikir visual (visual thinking), dan pemecahan masalah oleh guru, ahli
psikogi, dan orang pada umumnya. Orang menggunakan teknik penyusunan grafis
secara radial ini sebagai peta pikiran secara umum di berbagai bidang (Karin, 2008).
Peta pikiran pertama kali dikembangkan oleh ahli matematika, ahli
psikologi, dan peneliti otak Buzan sebagai teknik mencatat (Yumuşak, 2013).
Menurut Buzan, peta pikiran digunakan untuk meningkatkan kekuatan berpikir
peserta didik. Menurut Tony Buzon (dalam Karin, 2008), ketika orang membaca
suatu halaman, ia biasanya menemukan garis besar isinya dengan melihat dari kiri
ke kanan dan dari atas ke bawah, sedangkan apa yang sebenarnya terjadi bahwa
otak melihat seluruh halaman secara nonlinier. Aktivitas ini melibatkan otak kanan
dan otak kiri. Menurut Townsend (2003), menghubungkan belahan otak kanan dan
otak kiri merupakan cara berpikir yang sangat efektif. Kemampuan berpikir
manusia akan meningkat jika kedua belahan otak bekerja secara selaras. Jika salah

5
satunya menghadapi kesulitan dalam belajar, biasanya disebabkan oleh tidak
adanya hubungan antara otak kedua belahan otak. Jika kedua belahan otak dapat
berkomunikasi dengan baik, informasi dapat dipelajari dan diingat dengan lebih
baik (Karadeniz, Tangülü, Faiz, 2013).
Selain itu, bagi peserta didik teknik mind mapping merupakan cara belajar
yang modern dan menyenangkan, karena dengan warna dan gambar akan menjamin
ingatan informasi secara permanan (Trevino dalam Şeyihoğlu, Kartal, 2013). Peta
pikiran menurut Buzan (2008: 5) memiliki beberapa fungsi: (1) memberikan
pandangan menyeluruh pokok masalah secara luas, (2) memungkinkan
perencanaan rute atau pilihan arah untuk mencapai tujuan, (3) mengumpulkan
banyak data di satu tempat, (4) membantu pemecahan masalah dengan melihat
alternatif jalan terobosan baru, dan (5) menyenangkan dilihat, dibaca, dicerna, dan
diingat. Selain itu, menurut Michalko (dalam Buzan 2008: 6), peta pikiran memiliki
beberapa manfaat: (1) mengaktifkan seluruh otak, (2) membereskan akal dari
kekusutan mental, memfokuskan pada pokok bahasan, (3) membantu menunjukkan
hubungan antarinformasi, (4) memberikan gambaran keseluruhan dan perincian
secara jelas, (5) memungkinkan pengelompokan konsep dan membandingkannya.
Cara membuat peta konsep sebagai berikut: (1) Gunakan garis, anak panah,
cabang atau cara lain untuk menunjukkan hubungan gagasan-gagasan yang muncul
di pikiran; (2) Buat peta dengan desain dan simbol-simbol yang bersifat pribadi
agar mudah untuk mengingat atau memahami hubungan antargagasan tersebut, (3)
Gunakan kertas tanpa garis untuk mendorong berpikir secara nonlinier dan kreatif;
(4) Tulislah gagasan-gagasan kunci dengan huruf kapital dan huruf kecil untuk
keterangan; (5) Letakkan gagasan utama di tengah halaman kertas
(www.jcu.au/students/learning-centre). Penggunaan peta konsep dapat
meningkatkan kreativitas. Orang yang kreatif antara lain memiliki ciri mampu
berpikir lancar (fluency), mampu berpikir luwes (flexibility), mampu berpikir
orisinal (originality) dan mampu merinci (elaboration). (DePorter & Hernacki,
2011: 292).
Contoh peta pikiran dapat dilihat pada Gambar 1. Gagasan utama dalam peta
pikiran ini adalah topik/tema judul/postingan, adapun unsur-unsurnya ditunjukkan
oleh keenam garis dengan kata kunci what, when, where, who, why, dan how.

6
Keenam kata kunci ini masing-masing diberi beberapa pertanyaan untuk
memberikan alternatif gagasan lebih lanjut. Dengan demikian, pengembangan
gagasan di sini bersifat eksploratif dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang
bersifat khusus.

Gambar 1. Contoh Peta Pikiran


(Sumber: http://darinholic.com/bermain-dengan-mind-map.html)

4. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian


Sebagai suatu pembelajaran seni rupa, menggambar ilustrasi merupakan
aktivitas berkreasi seni rupa yang menuntut kreativitas peserta secara personal,
mulai dari mengembangkan gagasan, menciptakan bentuk-bentuk simbol,
menyusun komposisi gambar, dan menerapkan media (alat dan bahan). Dalam
menggambar ekspresif berdasarkan tema tertentu, pengembangan gagasan
menyangkut konsep-konsep yang berasal dari berbagai mata pelajaran yang terkait
dengan tema tersebut. Peta konsep sebagai metode berpikir dapat digunakan untuk
dalam membantu peserta didik dalam mengembangkan gagasan dalam berkreasi
menggambar ilustrasi. Hal ini sesuai dengan kemampuan peserta Kelas V yang
telah mengembangkan kemampuan berpikir asbtrak. Dengan demikian, dapat
diajukan hipotesis penelitian bahwa penerapan peta konsep dalam pembelajaran
menggambar ilustrasi di Kelas V SD Timuran berpengaruh pada kualitas hasil karya
peserta didik.

C. Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah praeksperimen
yakni one group pretest posttest design (Gambar 2). Dalam desain ini, sebelum

7
perlakuan (treatment) diberikan terlebih dahulu sampel diberi pretest (tes awal) dan
di akhir pembelajaran sampel diberi posttest (tes akhir). Desain ini digunakan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu mengetahui pengaruh penerapan hasil
pembelajaran menggambar di sekolah dasar. Variabel bebas penelitian ini adalah
perlakuan berupa penerapan peta konsep, sedangkan variabel terikatnya
kemampuan menggambar ilustrasi.

O1 X O2
Pretest Treatment Posttest

Gambar 2. Desain One Group Pretests Posttest

Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas IV SD Timuran di


Kotamadya Yogyakarta. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara intact
group, yaitu mengambil seluruh peserta dalam satu kelas.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes kinerja dengan rubrik
penilaian. Tes kinerja yang pertama merupakan pretest di mana peserta didik
diminta menggambar ilustrasi dengan tema “Hewan Kesayanganku”, dengan
sebelumnya mempelajari materi yang terkait di Buku Siswa. Setelah satu minggu
yakni pada pertemuan kedua, peserta didik diminta lagi menggambar ilustrasi
dengan tema yang sama, tetapi terlebih dahulu diminta membuat peta konsep
tentang apa yang ingin digambarnya, sebagai posttest. Untuk membuat peta konsep,
diberikan lembar kerja pembuatan peta konsep yang dibuat oleh peneliti. Hasil
karya menggambar ilustrasi peserta didik pada pertemuan pertama dan kedua
dinilai oleh dua orang dosen Jurusan Pendidikan Seni Rupa FBS UNY.
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini berupa rubrik penilaian
hasil karya menggambar ilustrasi peserta didik. Rubrik tersebut mencakup tiga butir
penilaian yaitu tema, bentuk, dan teknik, dengan skala 4 (Sangat baik, baik, cukup,
dan kurang). Uji validitas dan reliabilitas instrumen tersebut dilakukan dengan
analisis Cronbach’s Alpha. Untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen
tersebut, digunakan data hasil menggambar sebelum dilakukan perlakuan, yaitu
dengan analisis validitas dan reliabilitas dengan Cronbach’alpha (SPSS Versi 23).
Analisis reliabilitas menghasilkan nilai 0,810, lebih besar dibandingkan dengan

8
minimal Cronbach’s alpha 0,60, sehingga dapat disimpulkan bahwa rubrik tersebut
reliabel atau handal.

Tabel 1. Rangkuman Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas Rubrik Penilaian


Hasil Karya Menggambar Ilustrasi

Item-Total Statistics
Scale Scale
Mean if Variance Corrected Squared Cronbach's
Item if Item Item-Total Multiple Alpha if
Deleted Deleted Correlation Correlation Item Deleted
Aspek Tema
Sebelum 5,23 1,314 0,643 0,414 0,770
Perlakuan
Aspek Bentuk
Sebelum 5,17 1,492 0,691 0,482 0,709
Perlakuan
Aspek Teknik
Sebelum 5,38 1,589 0,661 0,447 0,743
Perlakuan

Analisis validitas dengan Cronbach’alpha dengan SPSS Versi 23 disajikan


pada Tabel 2. Untuk butir aspek tema, diperoleh nilai Cronbach's Alpha if Item
Deleted 0,770 > 0,60, sehingga dapat disimpulkan bahwa item tersebut valid atau
sahih. Untuk butir aspek bentuk, diperoleh nilai Cronbach's Alpha if Item Deleted
0,709 > 0,60, sehingga dapat disimpulkan bahwa item tersebut valid atau sahih.
Untuk butir aspek teknik, diperoleh nilai Cronbach's Alpha if Item Deleted 0,743 >
0,60, sehingga dapat disimpulkan bahwa item tersebut valid atau sahih. Dengan
demikian, ketiga butir rubrik tersebut dapat dinyatakan valid dan reliabel, sehingga
memadai untuk menilai hasil menggambar peserta didik.
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, analsis data pertama-tama dilakukan
untuk mendeskripsikan hasil pembelajaran menggambar ilustrasi di Kelas V SD
Timuran, baik sebelum maupun sesudah perlakuan eksperimen yakni penerapan
peta konsep. Analisis data selanjutnya dilakukan untuk membuktikan apakah
terdapat pengaruh penerapan peta konsep dalam pembelajaran menggambar
ilustrasi di Kelas V SD Timuran berpengaruh pada hasil karya peserta didik.

Tabel 2. Rangkuman Hasil Analisis Normalitas Data Skor Hasil Karya


Menggambar Ilustrasi

9
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

SEBELUM SETELAH
PERLAKUAN PERLAKUAN

N 47 47
Normal Parametersa,b Mean 7,89 10,06
Std. Deviation 1,735 1,325
Most Extreme Differences Absolute ,155 ,257
Positive ,155 ,257
Negative -,142 -,162
Test Statistic ,155 ,257
Asymp. Sig. (2-tailed) ,006c ,000c

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.

Seperti ditunjukkan pada Tabel 2 di atas, uji normalitas Kolmogorov-


Smirnov pada data skor sebelum perlakuan menghasilkan nilai Asymp. Sig. (2-
tailed) 0,006 < 0,05 dan pada data skor setelah perlakuan 0,000 < 0,05, sehingga
dapat disimpulkan bahwa kedua data tersebut tidak memiliki distribusi normal.
Oleh karena itu, uji perbedaan antara rerata skor sebelum dan sesudah perlakukan
dilakuan dengan analisis statistik nonparametrik, yaitu uji beda sign-test (uji-tanda).

10
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Pembelajaran Menggambar Ilustrasi Sebelum dan Setelah
Penerapan Peta Konsep

Untuk mengetahui karakteristik data tentang hasil menggambar cerita


dengan tema “Binatang Kesayanganku” sebelum dan setelah perlakukan
eksperimen dilakukan analisis frekuensi dan deskriptif.
Setiap hasil gambar peserta didik dinilai dengan menggunakan rubrik yang
terdiri atas tiga aspek (tema, bentuk, dan teknik) dengan skala 4, sehingga skor yang
diperoleh peserta didik untuk setiap karya gambar berkirsar dari 3 sampai 12. Untuk
mengkategorikan skor menjadi empat tingkatan nilai yakni Sangat Baik, Baik,
Cukup, dan Kurang digunakan acuan pada Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Kategori Penilaian Karya Menggambar
Kategori Skor Terendah Skor Tertinggi
Sangat Baik 11 12
Baik 8 10
Cukup 5 7
Kurang 3 4

Tabel 4. Distribusi Skor Peserta Didik Sebelum dan Sesudah Perlakuan


Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan
Skor
Frekuensi Persen Frekuensi Persen
12 2 4,3 11 23,4
11 1 2,1 6 12,8
10 2 4,3 8 17,0
9 14 29,8 19 40,4
8 9 19,1 3 6,4
7 9 19,1 0 0
6 6 12,8 0 0
5 3 6,4 0 0
4 1 2,1 0 0
3 0 0 0 0
Σ 47 100,0 47 100,0

11
Tabel 5. Rangkuman hasil analisis deskriptif terhadap data skor sebelum dan
sesudah perlakuan menggambar berdasarkan peta konsep
Skor Skor Simp. Kejulingan
Variabel N Rerata
Min. Maks. Baku Nilai Kesalahan Baku
Skor
Sebelum 47 4 12 7,89 1,73 0,12 0,35
Perlakuan
Skor Setelah
Perlakuan 47 8 12 10,06 1,32 0,35 0,35

Hasil analisis frekuensi terhadap data skor responden sebelum dan setelah
mendapat perlakuan menggambar berdasarkan peta konsep disajikan pada Tabel 4,
adapun rangkuman hasil analisis deskriptif terhadap data skor sebelum dan setelah
perlakuan menggambar berdasarkan peta konsep disajikan pada Tabel 5.
Dari distribusi skor pada Tabel 4 di atas, dapat diketahui bahwa hasil
menggambar cerita sebelum menggunakan peta konsep menunjukkan 2 atau 4,3%
dari seluruh responden memperoleh skor tertinggi yakni 12 (Sangat Baik), 1 atau
2,1% di antaranya memperoleh skor terendah yakni 4 (Kurang), dan kebanyakan
yakni 29,8% peserta didik memperoleh skor 9 (Baik). Dari distribusi skor pada
Tabel 4 di atas, dapat diketahui bahwa hasil menggambar cerita dengan
menggunakan peta konsep menunjukkan 11 atau 23,4% dari seluruh siswa
memperoleh skor tertinggi yakni 12 (Sangat Baik), 3 atau 6,4% di antaranya
memperoleh skor terendah yakni 8 (Baik), dan kebanyakan yakni 40,4% peserta
didik memperoleh skor 9 (Baik). Tabel 5 menunjukan bahwa rerata skor sebelum
perlakuan 7,89 (dibulatkan menjadi 8, Baik), sedangkan setelah perlakuan 10,06
(dibulatkan menjadi 10, Baik). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara
umum penerapan peta konsep dalam pembelajaran menggambar ilustrasi dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Tabel 6. Distribusi Nilai Peserta Didik Sebelum dan Sesudah Perlakuan


Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan
Nilai
Frekuensi Persen Frekuensi Persen
Sangat Baik 3 6,38 17 36,17
Baik 25 53,19 30 63,83
Cukup 18 38,30 0 0
Kurang 1 2,2 0 0
Jumlah 47 100,0 47 100,0

12
Berdasarkan pengkategorian pada Tabel 3 di atas, selanjutnya dapat
ditentukan distribusi nilai menggambar ilustrasi peserta didik pada Tabel 6. Dalam
menggambar ilustrasi tanpa atau sebelum perlakuan menggunakan peta konsep,
terdapat 3 (6,38%) peserta didik mendapat nilai sangat baik, 25 (53,19%) Baik, 18
(38,30%) Cukup, dan 1 (2,2%) Kurang. Dengan perlakuan penggunaan peta konsep
dalam menggambar ilustrasi, terdapat 17 (36,17%) peserta didik mendapat nilai
Sangat Baik dan 30 (63,83%) peserta mendapat nilai Baik. Dengan demikian secara
umum terdapat peningkatan nilai hasil menggambar peserta didik setelah
menggunakan peta konsep.

Gambar 3. Frekuensi Skor Menggambar Sebelum dan Setelah


Perlakuan Penerapan Peta Konsep

Secara visual hasil pembelajaran menggambar cerita sebelum dan sesudah


penerapan peta konsep dapat dilihat pada Gambar 3. Grafik bar ini menunjukkan
perbandingan perolehan skor peserta didik dalam menggambar cerita sebelum
menerapkan peta konsep (bar warna biru) dan setelah menerapkan peta konsep (bar
warna hijau). Tampak pada grafik ini bahwa skor sebelum penerapan peta konsep

13
(bar warna biru) berkisar pada skor 4 sampai 12, sedangkan skor setelah penerapan
peta konsep (bar warna hijau) berkisar pada skor 8 sampai 12.
Dengan membandingkan data skor peserta didik sebelum dan sesudah
menggunakan peta konsep tersebut, selanjutnya secara umum dapat diketahui
sebagai berikut: (1) Dalam menggambar cerita tanpa peta konsep terdapat peserta
didik yang memperoleh nilai Kurang (3 - 5), sedangkan dalam menggambar cerita
dengan menerapkan peta konsep tidak terdapat lagi peserta didik yang mendapat
nilai Kurang (3 - 5) tetapi dengan nilai terendah minimal Baik (8 - 10); (2) Rerata
skor peserta didik meningkat dari 7,89 (Baik) dengan simpangan baku 1,73 menjadi
10,06 (Sangat Baik) dengan simpangan baku 1,32.

2. Pengaruh Penerapan Peta Konsep terhadap Hasil Menggambar Ilustrasi


Peserta Didik
Seperti disebutkan di muka bahwa analisis uji beda yang akan digunakan
adalah sign test (uji tanda) dengan program SPSS. Hipotesis penelitian ini adalah
bahwa terdapat pengaruh pembelajaran dengan peta konsep terhadap hasil
menggambar ilustrasi di Kelas V SD Timuran. Hipotesis kerja penelitian ini sebagai
berikut:

Ho: Tidak terdapat perbedaan hasil pembelajaran menggambar


ilustrasi di Kelas V SD Timuran sebelum dan setelah
penerapan peta konsep.

Ha: Terdapat perbedaan hasil pembelajaran menggambar ilustrasi


di Kelas V SD Timuran sebelum dan setelah penerapan peta
konsep.

14
Tabel 7. Rangkuman Hasil Analisis Frekuensi dan Sign
Test (Uji Tanda)
Frequencies

SETELAH PERLAKUAN - Negative Differencesa 0


SEBELUM PERLAKUAN Positive Differencesb 41

Tiesc 6

Total 47

a. SETELAH PERLAKUAN < SEBELUM PERLAKUAN


b. SETELAH PERLAKUAN > SEBELUM PERLAKUAN
c. SETELAH PERLAKUAN = SEBELUM PERLAKUAN
Test Statisticsa

SETELAH PERLAKUAN - SEBELUM


PERLAKUAN
Z -6,247
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000

a. Sign Test

Rangkuman hasil analisis sign test (uji tanda) disajikan pada Tabel 7. Pada
tabel tersebut, dapat diketahui bahwa penerapan peta konsep dalam pembelajaran
menggambar ilustrasi menunjukkan peningkatan 41 skor subjek, hanya 6 skor
subjek yang tetap, dan tidak ada skor subjek yang mengalami penurunan.
Uji tanda menghasilkan nilai Z = -6,247 dengan p = 0,00 < 0,05. Dengan
demikian, hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil
pembelajaran menggambar ilustrasi di Kelas V SD Timuran sebelum dan setelah
penerapan peta konsep ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh penerapan
peta konsep dalam pembelajaran menggambar ilustrasi di Kelas V SD Timuran
terhadap kualitas hasil karya peserta didik.

3. Pembahasan
Hasil analisis reliabilitas instrumen menghasilkan nilai Chronbach’s alpha
0,810 > 0,600 dan analisis validitas butir-butir rubrik, tema, bentuk, dan teknik
menghasilkan nilai Chronbach’s alpha 0,770>0,600, 7,09>0,600, dan 7,43>0,600,
semua nilai tersebut membuktikan bahwa instrumen penilaian hasil menggambar
peserta didik tersebut valid dan reliabel. Nilai validitas dan reliabilitas ini dapat
dicapai karena penilai memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam penilaian hasil

15
karya seni rupa anak-anak berdasarkan butir-butir instrumen tersebut. Penggunaan
Chronbach’s alpha ini sesuai dengan saran Gliem & Gliem (2003), bahwa analisis
tersebut tepat digunakan untuk menganalisis reliabilitas (konsistensi internal) butir-
butir skala Likert.
Hasil analisis data deskriptif menunjukkan bahwa eksperimen penggunaan
peta konsep dalam menggambar cerita dapat meningkatkan kualitas hasil kegiatan
tersebut, yaitu meningkatnya jumlah peserta didik yang mendapat nilai sangat baik
(skor 11-12) dari 6,4% menjadi 36,2% dan nilai baik (8-10) dari 43,2% menjadi
63,8%. Selain itu, dengan penerapan peta konsep dalam menggambar cerita
tersebut, tidak terdapat lagi nilai kurang atau cukup.
Membangun gagasan dalam menggambar cerita memerlukan kemampuan
mengidentifikasi dan menghubungkan objek-objek yang relevan dengan tema yang
ditentukan. Oleh karena itu, aktivitas ini dapat ditunjuang dengan pembuatan peta
konsep sebelum peserta didik mulai menggambar. Hasil penelitian tersebut sesuai
dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa peta
konsep atau peta pikiran dapat mengorganisasikan pengetahuan. Penelitian Veljko
dkk. (2011) misalnya menyimpulkan bahwa penggunaan peta pikiran dalam
meningkatkan kreativitas dan cara berpikir yang bersifat multifaset dan
komprehensif. Penelitian Stokhov dkk. (2017) menemukan bahwa peta pikiran
dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menanya (questioning).
Menurut penelitian Karin (2008), peta konsep membantu menguatkan ingatan
peserta didik terbelakang (retarded) umur 12-16 tahun. Selain itu, penelian Yuliani
(2017) menunjukkan bahwa penerapan peta konsep dalam pembelajaran IPS baik
secara berkelompok maupun berpasangan dapat meningkatkan hasil belajar siswa
kelas V SD.
Dengan demikian pengaruh penerapan peta konsep dalam pembelajaran
menggambar cerita dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian
sebelumnya, yaitu mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik. Dalam
penelitian ini penerapan peta konsep tidak hanya berpengaruh pada kompleksitas
tema, tetapi juga pada kualitas bentuk dan tekniknya atau kualitas karya secara
keseluruhan.

16
E. Penutup
Berdasarkan pelaksanaan penelitian penerapan peta konsep dalam
menggambar ilustrasi di Kelas V SD Timuran Kotamadya Yogyakarta, dapat
dikemukakan simpulan hasil penelitian ini sebagai berikut:
1. Dalam menggambar ilustrasi tanpa penerapan peta konsep, terdapat 3
(6,38%) peserta didik mendapat nilai sangat baik, 25 (53,19%) Baik, 18
(38,30%) Cukup, dan 1 (2,2%) Kurang.
2. Dengan penerapan peta konsep dalam menggambar ilustrasi, terdapat 17
(36,17%) peserta didik mendapat nilai Sangat Baik dan 30 (63,83%)
peserta mendapat nilai Baik. Dengan demikian secara umum terdapat
peningkatan nilai hasil menggambar peserta didik setelah menggunakan
peta konsep.
3. Penerapan peta konsep dalam berpengaruh pada kualitas hasil
pembelajaran menggambar ilustrasi (Z = -.6,247, p < 0,05)
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembuatan peta konsep atau
peta pikiran berguna sebagai metode dalam pembelajaran menggambar ilustrasi
bagi peserta didik Kelas V SD Timuran Kotamadya Yogyakarta. Selanjutnya,
berkaitan dengan kesimpulan tersebut, dapat diberikan saran sebagai berikut:
1. Guru Kelas V di SD Timuran dapat menerapkan peta konsep dalam
pembelajaran menggambar ilustrasi atau jenis menggambar lainnya
yang memerlukan pengembangan gagasan.
2. Untuk memberikan hasil yang lebih akurat tentang pengaruh penerapan
peta konsep dalam pembelajaran menggambar ilustrasi, dapat dilakukan
penelitian lebih lanjut dengan menggunakan desain penelitian
eksperimen dan analisis data parametrik.

Daftar Pustaka
Abdul Majid (2014). Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Buzan, Tony (2008). Buku Pintar Mind Map. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Darin (2011). Bermain dengan Mind Map. Diunduh dari http://darinholic.com/
bermain-dengan-mind-map.html 1 Agustus 2018.
DePoter, Bobbi & Hernacki, Mike (2011). Quantum Learning. Jakarta: KAIFA.

17
Gliem, Joseph A. & Gliem, Rosemary R. (2003). Calculating, Interpreting, And
Reporting Cronbach’s Alpha Reliability Coefficient For Likert-Type Scales.
Diunduh 23 Januari 2018 dari https://scholarworks.iupui.edu/handle/
1805/344.
Hartono (2011). Pendidikan Integratif. Purwokerto: STAIN Press.
Karadeniz, O.,Tangülü, Z., Faiz, M. (2013) Middle School 6th Grade Social
Studies on the Utilization of the Mind Mapping Technique Impact on
Students' Academic Achievement. Journal of Karadeniz Social Sciences
Giresun: Issue: 8
Kemendikbud (2014). Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013. Kelas 5. Tema 1.
Organ Gerak Hewan dan Manusia. Buku Guru. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
Kemendikbud (2014). Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013. Kelas 5. Tema 1.
Organ Gerak Hewan dan Manusia. Buku Guru. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
Novak, J.D. & Canas, A. J. (2006).The theory underlying concept maps and how.
Seni Budayaku (2017). Gambar Ekspresif, Pengertian, Asas dan Kegunaan.
Diunduh dari https://www.senibudayaku.com/2017/03/gambar-ekspresif-
pengertian-asas-dan-egunaan.html. 23 Januari 2018.
Şeyihoğlu, A, Kartal, A. (2013). Students' Views on the Mind Mapping Technique
in Social Information Lesson of Elementary Scholls. Education Science
Faculty Journal. Ankara: Volume: 46 Issue: 2 Ankara University.
Tim Pustaka Yustisia (2007). Panduan Lengkap KTSP. Yogyakarta: Pustaka
Yustisia.
Yumuşak, G. K. (2013), Impact of using Mind Maps on Student Achievement in
Science Lessons. Teaching and Education Research Journal, Volume: 2
Issue: 3.

18

You might also like