Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448

Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being pada Wanita yang


melakukan Grandparenting Tipe Involved di Desa Sarimahi
Descriptive Study of Psychological Well-Being in Women Conducting Involved-Type
Grandparenting In Sarimahi Village
1
Tri Juaningsih, 2Eneng Nurlaili Wangi
1,2
Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116
e-mail: 1tjuaningsih@gmail.com, 2nengyunar@yahoo.com

Abstract: Involved-type grandparenting is a pattern where grandmother takes over the responsibilities of
parents in raising grandchildren such as applying rules, providing financial support, shelter and food, and
doing housekeeping. Grandparenting has a positive impact which is making her closer to the family
because of her role in the family is acknowledged, as well as negative impacts which are reducing time to
do the desired activities, weakening physical condition, and reducing time to be related to friends which
can disrupt the welfare of the grandmother. On the contrary, the grandmothers in Sarimahi village can feel
their lifes become more meaningful, be optimistic in looking at the future, and gain new spirit because of
the presence of grandchildren. It shows they can develop their potential. Psychological well-being is a
feeling of accepting weaknesses and strengths, having life purpose, autonomy, having positive
relationships, environment mastery, and personal growth. This study was conducted to obtain
psychological well-being description of women conducting involved-type grandparenting in Sarimahi
Village. This study is based on Ryff’s psychological well-being concept (1989). The method used is
descriptive method with population of 30 people. Data collection took form of questionnaire adapting
Ryff’s. The results show that 70% have high psychological well-being and 30% have low psychological
well-being.
Keywords: Psychological Well-Being, Grandparenting¸ Grandmother

Abstrak: Grandparenting tipe involved merupakan pola dimana nenek mengambil alih tanggung jawab
orang tua dalam mengasuh cucu seperti menerapkan aturan, menyediakan dukungan finansial, tempat
tinggal, makanan serta harus melakukan pekerjaan rumah lainnya. Grandparenting menimbulkan dampak
positif yaitu dekat dengan keluarga karena perannya dalam keluarga terakui, sedangkan dampak negatif
seperti berkurangnya waktu untuk melakukan kegiatan yang diinginkan, semakin lemahnya kondisi fisik,
serta berkurangnya waktu untuk dapat berelasi dengan teman-temannya sehingga dapat mengganggu
kesejahteraan nenek. Berbeda dengan hal tersebut, nenek di Desa Sarimahi dapat merasakan hidupnya
menjadi lebih berarti, optimis dalam memandang masa depan dan memperoleh semangat baru karena
hadirnya cucu. Hal tersebut menunjukkan mereka dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Psychological well-being adalah perasaan menerima kelemahan dan kelebihan diri, memiliki tujuan hidup,
mandiri, menjalin hubungan positif, dapat mengendalikan lingkungan dan tumbuh secara personal.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran psychological well-being wanita yang melakukan
grandparenting tipe involved di Desa Sarimahi. Penelitian ini berdasarkan konsep teori psychological well-
being dari Ryff (1989). Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan populasi sebanyak 30
orang. Pengumpulan data berupa kuesioner adaptasi psychological well-being scales dari Ryff (1989).
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 70% memiliki psychological well-being tinggi dan 30% memiliki
psychological well-being rendah.
Kata kunci: Psychological Well-Being, Grandparenting¸ Nenek

A. Pendahuluan
Grandparenting style adalah cara bagaimana seseorang berinteraksi dengan
cucunya yang dapat diklasifikasikan oleh seberapa sering kontak yang terjadi dan
jumlah pengaruh yang dapat terjadi antara kakek-nenek terhadap cucu. Terdapat pola
interaksi berbeda dan seberapa sering interaksi yang dapat terjadi antara nenek dan
cucu. Bagi anak yang ditinggalkan bekerja oleh orangtuanya memerlukan hubungan
yang dekat antara nenek dan cucu, karena cucu akan seperti tinggal selama setengah
hari bersama neneknya. Nenek tentu akan mengatur segala urusan yang dibutuhkan
969
970 | Tri Juaningsih, et al.

oleh cucunya mulai dari kebutuhan untuk makan, bermain. Selain itu nenek juga harus
memberikan aturan-aturan serta mendisiplinkan cucu, sehingga nenek cendurung
menjadi seperti orangtua cucu yang memiliki tanggung jawab yang besar dalam
pengasuhannya. Hal tersebut dapat disebut sebagai grandparenting tipe involved.
Grandparenting menimbulkan dampak baik dan buruk bagi nenek secara
psikologis maupun fisik. Dalam Santrock (2012), nenek yang menjadi pengasuh penuh
waktu untuk cucu mereka mengalami peningkatan resiko masalah kesehatan, depresi,
dan stress. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bert Hayslip Jr. dan Patricia L.
Kaminski (2004), kegiatan grandparenting memiliki kelebihan yakni nenek akan
merasa lebih dekat dengan keluarga serta lebih merasa bertanggung jawab terhadap
keluarga. Namun di sisi lain kekurangan dari sistem grandparenting ini adalah nenek
akan cenderung mendapat dampak negatif seperti berkurangnya waktu untuk
melakukan kegiatan yang diinginkan, semakin lemahnya kondisi fisik, serta
berkurangnya waktu untuk dapat berelasi dengan teman-temannya sehingga dapat
mengganggu kesejahteraan nenek.
Desa Sarimahi merupakan desa terbesar di Kecamatan Ciparay yang memiliki
penduduk sekitar 8.386 jiwa. Ciparay merupakan suatu wilayah di Kabupaten
Bandung dimana wilayah tersebut dikelilingi oleh wilayah-wilayah indrustri seperti
Majalaya, Dayehkolot, Sapan, Solokan Jeruk, dan sebagainya. Mata pencaharian yang
paling banyak di desa tersebut adalah dalam buruh industri. Menurut Neneng yang
merupakan sekertaris Desa Sarimahi mengatakan bahwa penduduk usia 45 tahun ke
atas lebih memilih untuk bekerja sebagai petani dan penduduk usia produktif
kebanyakan memilih untuk menjadi buruh pabrik. Jumlah pekerja sebagai buruh
industri sekitar 509 jiwa. Neneng juga menjelaskan bahwa perbandingan pekerja
industri laki-laki dan perempuan adalah sekitar 30:70.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, sebagian besar nenek merasa
puas dengan kehidupan yang dijalaniya saat ini sebagai nenek yang mengasuh cucu,
mereka menjadi lebih memiliki tujuan hidup. Mereka dapat belajar hal baru mengenai
pengasuhan cucu dan dapat mengambil keputusan sendiri untuk mengasuh cucu.
Ditengah kesibukan mengasuh dan mengerjakan tanggung jawab lainnya, mereka
masih dapat memperoleh relasi baru dan berbagi cerita mengenai pengasuhan cucu.
Namun, ada pula nenek yang merasa bahwa mangasuh cucu merupakan suatu beban
dan membuat mereka menjadi tidak merasa puas dengan kehidupannya sebagai nenek
yang mengasuh cucu, sehingga mereka tidak memiliki tujuan dan pasrah menjalankan
kehidupan masa kini. Karena mengasuh cucu mereka manjadi tidak memiliki waktu
untuk berelasi dengan orang lain, dan tidak terbuka pada pengetahuan baru.
Teori psychological well-being dikembangkan oleh Ryff (1989) dimana
psychological well-being merujuk pada perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup
sehari-hari. Segala aktivitas yang dilakukan oleh individu yang berlangsung setiap hari
dimana dalam proses tersebut kemungkinan mengalami fluktuasi pikiran dan perasaan
yang dimulai dari kondisi mental negatif sampai pada kondisi mental positif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang lebih
mendalam dan mendeskripsikan mengenai psychological well-being pada wanita yang
melakukan grandparenting tipe involved di Desa Sarimahi.
B. Landasan Teori
Psychological Well-Being
Teori psychological well-being dikembangkan oleh Ryff (1989) merujuk pada
perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari. Segala aktivitas yang

Volume 3, No.2, Tahun 2017


Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being ...| 971

dilakukan oleh individu yang berlangsung setiap hari dimana dalam proses tersebut
kemungkinan mengalami fluktuasi pikiran dan perasaan yang dimulai dari kondisi
mental negatif sampai pada kondisi mental positif.
Menurut Ryff gambaran tentang karakteristik orang yang memiliki
kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Maslow mengenai aktualisasi diri
(self actualization), pandangan Rogers tentang orang yang berfungsi penuh (fully-
functioning person), pandangan Jung tentang individualisasi (individuation) dan
konsep Allport tentang kematangan (maturity).
Kesejahteraan psikologis menurut Ryff adalah keadaan perkembangan potensi
seseorang yang ditandai dengan karakteristik ia memiliki dimensi self-acceptance,
positive relation with others, autonomy, purpose in life, personal growth, dan
environment mastery. Self-acceptance adalah sikap positif terhadap diri sendiri,
mengakui dan menerima dirinya baik positif maupun negatif, dan memiliki pandangan
positif terhadap masa lalu. Positive relations with others adalah kemampuan untuk
menjalin hubungan yang hangat, saling percaya dengan orang lain dan mempunyai
empati. Autonomy adalah dapat mengambil keputusan tanpa tekanan dan campur
tangan orang lain. Purpose in life adalah memiliki tujuan hidup dan mempunyai target
yang ingin dicapai dalam hidup. Personal growth adalah individu dapat melihat diri
sendiri sebagai sesuatu yang bertumbuh, terbuka pada pengalaman-pengalaman baru,
menyadari potensi yang terdapat di dalam dirinya, dan mampu melihat peningkatan
dalam diri. Environmental mastery adalah individu dapat memilih dan menciptakan
lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisik dirinya.
Grandparenting Style
Neugarten dan Weinstein mendefinisikan grandparenting style sebagai cara
bagaimana seseorang berinteraksi dengan cucunya. Terdapat tiga grandparenting style
yang diungkapkan oleh Cherlin dan Furstenberg (dalam Sigelman & Rider, 2009).
Remote. Kakek-nenek pada tipe ini tidak terlalu terlibat dengan kehidupan
cucu. Kebanyakan kakek-nenek jarang mengunjungi cucu dikarenakan faktor
geografis hal tersebut menyebabkan kurangnya kedekatan emosional atau afeksi
terhadap cucu. Meskipun jarang bertemu, ketika sekali berkunjung, kakek-nenek dapat
menghabiskan waktu yang cukup intens dengan cucunya sehingga dapat membangun
kedekatan emosional dengan cucu.
Dengan demikian, kakek-nenek pada tipe remote memiliki tanggung jawab
untuk menjaga cucu yang relatif rendah, memiliki kedekatan emosional yang tidak
terlalu tinggi, namun dapat membangun kedekatan emosional yang cukup tinggi ketika
berkunjung.
Companionate.Hubungan antara kakek-nenek dan cucu yang dekat, perhatian,
dan sering melakukan aktivitas yang menyenangkan dengan cucu. Kakek-nenek tipe
companionate cenderung tinggal dekat dengan cucunya sehingga sering berinteraksi
dengan cucu. Tipe ini merupakan tipe yang paling umum yang sesuai dengan
gambaran kebanyakan orang akan peran kakek-nenek, yakni hadir ketika diperlukan,
misalnya menjaga cucu ketika orangtua memiliki urusan, dekat dengan cucunya,
sering bermain bersama, memberi bantuan ketika diperlukan, namun tidak terlalu ikut
campur dalam hal mendisiplinkan cucu atau mengenai bagaimana anaknya
membesarkan cucunya.
Dengan demikian, kakek-nenek pada tipe companionate mengalami
kesenangan dan kedekatan emosional dengan cucu, dan tanggung jawab untuk
menjaga cucu yang tidak terlalu tinggi.
Involved.Pada tipe ini, kakek-nenek juga sering bertemu dengan cucunya dan

Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2016-2017


972 | Tri Juaningsih, et al.

bermain-main dengan sang cucu, namun disini kakek-nenek memiliki keterlibatan


yang lebih besar dalam kehidupan cucu. Kakek-nenek memainkan peran aktif dalam
mengasuh cucu, seperti menerapkan beberapa aturan yang harus dipatuhi, mendidik
cucu agar memenuhi aturan tersebut, dan mendisiplinkan cucu, seperti mengatur
perkembangan intelektual, misalnya dalam masalah pendidikan, ataupun dalam hal
menyediakan dukungan finansial, tempat tinggal, makanan, permainan. Peran kakek-
nenek pada tipe ini hampir tidak berbeda dengan peran orangtua sehingga
kesejahteraan kakek-nenek dapat terganggu karena stress yang muncul apabila
tanggung jawab yang harus dijalankan terlalu besar (Sigelman & Rider, 2009).
Dengan demikian, pada tipe ini kakek-nenek akan memiliki kedekatan
emosional dengan cucu, memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam menjaga
dan merawat cucu.
C. Hasil Penelitian
Tabel 1. Hasil Pengolahan Data Psychological Well-Being

Kategori Frekuensi Persentase

Rendah 9 30%

Tinggi 21 70%

Total 30 100%

Berdasarkan hasil pengolahan data, diketahui bahwa terdapat 21 wanita yang


melakukan grandparentig tipe involved di Desa Sarimahi atau 70% memiliki
psychological well-being yang tinggi dan 9 wanita yang melakukan grandparentig tipe
involved di Desa Sarimahi atau 30% memiliki psychological well-being yang rendah.
Ryff mengatakan bahwa individu yang memiliki psychologycal well-being yang tinggi
adalah individu yang dapat menghargai dirinya dengan positif termasuk kesadaran
terhadap keterbatasan diri, mampu membangun dan menjaga hubungan baik dan
hangat dengan orang lain, mampu menciptakan kontes lingkungan sekitar sehingga
bisa memuaskan kebutuhan dan hasrat diri mereka sendiri, mampu membangun
kebebasan personal mengembangkan kemampuan mereka, dan memiliki tujuan hidup.
Dua puluh satu wanita yang melakukan grandparentig tipe involved di Desa
Sarimahi memiliki psychological well-being yang tinggi. Hal tersebut menunjukkan
bahwa mereka dapat menerima keadaan diri sebagai nenek yang mengasuh cucu,
mereka dapat melihat diri sebagai orang yang terus berkembang seiring dengan
berjalannya waktu, terbuka pada pengetahuan-pengetahuan baru mengenai pola
pengasuhan yang telah berubah seiring berjalannya waktu, menyadari dirinya dapat
melakukan tanggung jawab sehari-hari ditambah dengan tanggung jawab mengasuh
cucu tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Para nenek memiliki hubungan yang hangat
dan saling percaya dengan teman-temannya untuk berbagi cerita mengenai pengasuhan
cucu, mereka saling bertukar pikiran atau saling memberikan informasi mengenai
pengasuhan cucu yang mereka alami, dan saling membantu ketika ada masalah.
Mereka dapat membuat dan menerima lingkungan yang ada disekitarnya sesuai
Volume 3, No.2, Tahun 2017
Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being ...| 973

dengan apa yang mereka inginkan, dapat menerima dirinya sebagai nenek yang
melakukan pengasuhan dan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap cucunya.
Selain itu mereka dapat mengatur dirinya sendiri tanpa bergantung kepada orang lain
baik dalam hal pengambilan keputusan maupun dalam hal mengevaluasi dirinya.
Mereka juga memiliki tujuan hidup yang ingin dicapai agar kehidupannya dapat
menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Sedangkan sebanyak 9 orang wanita yang melakukan grandparenting tipe
involved di Desa Sarimahi memiliki psychological well-being yang rendah. Responden
dengan psychological well-being rendah menunjukkan urutan dimensi positive
relation with others (88,9%), environmentmastery dan self-acceptance (77,8%),
autonomy dan purpose in life (66,7%), dan dimensi yang terendah adalah personal
growth (33,3). Hal itu menunjukkan bahwa mereka belum dapat mengembangkan
potensi yang dimilikinya. Mereka kurang dapat mererima diri, merasa kecewa
terhadap masa lalu sehingga memiliki harapan untuk tidak menjadi dirinya saat ini.
Dalam berhubungan dengan orang lain, mereka tidak dapat menjalin hubungan yang
hangat, kesulitan untuk menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain, dan mereka
merasa tidak memiliki banyak orang yang mau mendengarkan masalahnya. Mereka
kurang dapat dalam mengatur diri, cenderung bergantung kepada orang lain dalam
pengambilan keputusan maupun mengevaluasi diri, dan mengkhawatirkan penilaian
orang lain terhadap dirinya karena mengasuh cucu. Mereka tidak memiliki tujuan yang
ingin dicapai dalam hidup karena mereka menganggap bahwa diri mereka sudah tua.
Mereka juga kurang terbuka terhadap pengalaman baru dan memandang bahwa dirinya
adalah pribadi yang tidak jauh berbeda dengan masa lalu, sehingga masa lalu dianggap
tidak terlalu memiliki makna. Selain itu, mereka juga kurang dapat menguasai
lingkungan yang menyebabkan mereka merasa tidak nyaman, mereka tidak dapat
memanfaatkan peluang dan mengatur waktu sehingga mereka merasa bahwa tuntutan
hidupnya berat.
D. Simpulan
Simpulan dari penelitian ini didapatkan bahwa 70% wanita yang melakukan
grandparentig tipe involved di Desa Sarimahi memiliki psychological well-being yang
tinggi dan 30% wanita yang melakukan grandparentig tipe involved di Desa Sarimahi
memiliki psychological well-being yang rendah. Dimensi psychological well-being
yang ditunjukkan reponden adalah positive relation with others, environmentmastery,
self-acceptance, autonomy, purpose in life, dan personal growth.
Saran yang didapatkan dari penelitian ini adalah bagi wanita yang melakukan
grandparenting tipe involved yang memiliki pschological well-being rendah untuk
terus mengembangkan dan mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki dengan cara
mengikuti penyuluhan serta melakukan konseling agar dapat mengetahui kekurangan
dan kelebihan dalam diri. Sedangkan untuk mengembangkan personal growth wanita
yang melakukan grandparenting tipe involved di Desa Sarimahi, disarankan untuk
terbuka pada pengalaman-pengalaman baru dan melakukan konseling sehingga dapat
melihat perkembangan diri seiring dengan berjalannya waktu. Selain itu peneliti
selanjutnya dapat memertimbangkan tipe grandparenting lainnya seperti tipe remote
dan tipe companionate ataupun ketiga tipe grandparenting sehingga dapat
memperkaya dan menyempurnakan hasil penelitian yang telah ada.

Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2016-2017


974 | Tri Juaningsih, et al.

Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. (2014). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik cetakan
kelimabelas. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

_______ (2016). Manajemen Penelitian cetakan ketigabelas. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Drew, W. Linda. (2007). Grandparents Psychological Well-Being After Lost of Contact
With Their Grandchildren. Journal of Family Psychology. Vol. 21, No. 3, 372–
379. doi: 10.1037/0893-3200.21.3.372.

Engger. (2015). Adaptasi Ryff Psychological Well-Being Scale Dalam Konteks


Indonesia (Skripsi). Program Studi Psikologi. Universitas Sanata Dharma:
Yogyakarta.

Inatani, F., Maehara, T., & Tsuda, A. (2005). Japanese Grandparenthood And
Psychological Well-Being. Hellenic Journal of Psychology. Vol. 2, 199-224.
Jr., Bert Hayslip, & Kaminski, Patricia L. (2004). Grandparents Raising Their
Grendchildren: A Review of The Literature and Suggestions for Practice. Vol.
45, 262-269.

Lyubomirsky, Sonja, &Layous, Kristin. (2013). How Do Simple Positive Activities


Increase Well-Being?.Current Directions in Psychological Science. Vol. 22. 57-
62

Moe, Krista. (2012). Factors Influencing Women’s Psychological Well-Being With


Positive Functioning Framework. University of Kentucky, USA

Noor, Hasanuddin. (2009). Psikometri Aplikasi dalam Penyusunan Instrumen


Pengukuran Perilaku. Bandung: Fakultas Psikologi UNISBA.

Novel, Fonds. (2015). Gambaran Kesejahteraan Psikologis Pada Wanita Dewasa Madya
Ditinjau Dari Grandparenting Style. Universitas Sumatera Utara. Skripsi (Tidak
Di Terbitkan).

Pujianti, K., & Kirana, A. (2013). Penjaga Nilai-Nilai Dalam Keluarga: Peran Kakek
Dan Nenek Dalam Pengasuhan Cucu.Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Skripsi (Tidak Diterbitkan)

Rahayu, Makmuroh Sri. (2013). Metodologi Penelitian I. Universitas Islam Bandung.


(Tidak diterbitkan)

Ryan, Richard M., & Deci, Edward L. (2001). On Happiness And Human Potentials: A
Review Of Research On Hedonic And Eudaimonicwell-Being. Vol. 52. 141-166.

Ryff, Carol D. (1989).Happiness is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of


Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology”.Vol

Volume 3, No.2, Tahun 2017


Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being ...| 975

57 :1069-1081.

Ryff, C. D. & Essex, M. J. (1992).The Interpretation of Life Experience and Well-


Being: The Sample Case of Relocations Psychological and Aging,7: 507-517.

Ryff, Carol D., Keyes, Corey L. M., & Hughes, Diane L. (2003) Status Inequalities,
Perceived Discrimination, and Eudaimonic Well-being: Do the Challenges of
Minority Life Hone Purpose and Growth?. Journal Of Health and Social
Behavior. Vol. 44. 275-291.

Ryff, Carol D. & Kayes, Corey Lee M. (1995). The Structure of Psychological Well-
Being Revised. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 69: No.
4,719-727

Ryff, Carol D., & Singer, Burton H. (2006). Best News Yet On The Six-Factor Model
Of Well-Being. Vol. 35. 1103-1119.

Santrock, John W. (2012). Life-Span Development (13th ed). Jakarta: Penerbit


Erlangga.

Saraswati, Dinda. (2016). PengaruhPengasuhan Cucu Terhadap Kesejahteraan Lansia.


Institut Pertanian Bogor. Skripsi (Tidak Diterbitkan).

Sigelman, C. K., & Rider, E. A. (2009). Life-Span Human Development (6 ed.). USA:
Wadsworth, Thomson Learning, Inc.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D cetakan ke-25.
Bandung: Penerbit Alfabeta.

Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2016-2017

You might also like