Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016

ISBN .........................

KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI VARIETAS UNGGUL


BARU PADI RAWA PADA LAHAN RAWA LEBAK DI KABUPATEN
MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU

Financial Feasibility Of New Superior Variety Farming In Swamp Land At


Mukomuko Regency Bengkulu Province

Alfayanti1, Jhon Firison1 dan Maya Dhania Sari2


1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
2
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan
email: bundaqonita2012@gmail.com

ABSTRACT

Financial viability of a farm very decisive motivation of farmers to do farming. Using of


new varieties is one of the technology components that play a role in increasing rice
production. Swamp land is one land resources with the potential to be optimized to
increase food production on the basis of efforts on the development of rice. This study
aims to determine: 1) count of farm income swamp land new varieties in Mukomuko, 2)
measure of financial feasibility of swamp land new varieties farming in Mukomuko. The
research was done in Mukomuko in June-October 2012. The data used to achieve the goal
was primary data in the form of data collected on farm record keeping activities of the
display area of 3.5 ha. The technology is applied using the approach of Integrated Crop
Management (ICM) swamp rice varieties by using Inpara 1, 3 and Mekongga as
comparison varieties. Farm income was calculated by mathematic and descriptif while the
financial feasibility calculated by looking R / C and B / C ratio. The results showed that
Inpara 1 varieties farming provides the highest income compared with Inpara 3 and
Mekongga with successive values of Rp 13.165.000, - / MT / ha; Rp 6.675.000, - / MT /
ha; and Rp 2.043.000, - / MT / ha. Three varieties are economically profitable indicated by
the value of R / C ratio > 1 and potentially economically viable to be developed (B / C
ratio > 1) just Inpara 1.
Key words: financial feasibility, new varieties, swamp land, farming

ABSTRAK

Kelayakan finansial suatu usahatani sangat menentukan motivasi petani dalam melakukan
usahatani. Penggunaan Varietas Unggul Baru (VUB) merupakan salah satu komponen
teknologi yang berperan dalam peningkatan produksi padi. Lahan rawa lebak merupakan
salah satu sumberdaya lahan yang potensial untuk dioptimalkan untuk meningkatkan
produksi pangan dengan basis usaha pada pengembangan padi. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui: 1) menghitung pendapatan usahatani VUB padi rawa di Kabupaten
Mukomuko, 2) mengukur kelayakan finansial usahatani VUB padi rawa di Kabupaten
Mukomuko. Penelitian dilakukan dilakukan di Kabupaten Mukomuko pada bulan Juni-
Oktober tahun 2012. Data yang digunakan untuk mencapai tujuan adalah data primer
berupa data usahatani yang dikumpulkan pada farm record keeping kegiatan display seluas
3,5 ha. Teknologi yang diterapkan menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman
625
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................

Terpadu (PTT) padi rawa dengan menggunakan varietas Inpara 1, Inpara 3 dan Mekongga
sebagai varietas pembanding. Pendapatan usahatani dianalisis secara deskriptif dan
matematis sedangkan sedangkan kelayakan finansial diukur dengan melihat R/C dan B/C
rasio. Dari hasil penelitian diketahui bahwa usahatani varietas Inpara 1 memberikan
pendapatan yang paling tinggi dibandingkan dengan Inpara 3 dan mekongga dengan nilai
secara berturut Rp 13.165.000,-/MT/ha; Rp 6.675.000,-/MT/ha; dan Rp 2.043.000,-
/MT/ha. Ketiga varietas tersebut menguntungkan secara ekonomi ditunjukkan dengan nilai
R/C ratio > 1 dan sedangkan yang berpotensi secara ekonomis untuk dikembangkan (B/C
rasio > 1) hanya usahatani varietas Inpara 1.
Kata kunci: Kelayakan finansial, Varietas Unggul Baru (VUB), rawa lebak, usahatani

PENDAHULUAN

Kabupaten Mukomuko merupakan wilayah yang memiliki lahan rawa lebak yang
cukup luas di Provinsi Bengkulu. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mukomuko
mencatat bahwa luas lahan rawa Lebak di Kabupaten ini pada tahun 2011 adalah 688 ha.
Lahan rawa lebak merupakan salah satu sumberdaya lahan yang potensial untuk
dioptimalkan untuk meningkatkan produksi pangan.
Rawa lebak digolongkan menjadi 3 golongan yaitu lebak pematang/dangkal, lebak
tengahan dan lebak dalam (Dirjen Tanaman Pangan, 1992; Widjaja Adhi et al., 1992).
Lahan rawa lebak umumnya ditanami padi, terutama pada rawa pematang dan rawa
tengahan. Umumnya hasil panen petani masih rendah, yaitu antara 1.5 sampai 2.0 t/ha.
Salah satu kendala penghambat peningkatan produksi padi pada lahan rawa adalah
rendahnya penggunaan Varietas Unggul Baru (VUB) (Ruskandar et al., 2006)
Penggunaan varietas unggul yang cocok dan adaptif merupakan salah satu komponen
teknologi yang nyata kontribusinya terhadap peningkatan produktivitas padi (Saidah et al.,
2015). Sebagai komponen produksi varietas memberikan kontribusi terbesar dalam
meningkatkan produksi padi yaitu sebesar 56,1% (Balitpa, 2007 dalam Rohaeni et al.,
2012). Badan Litbang Pertanian telah melepas sejumlah varietas unggul padi rawa seperti
Tapus, Banyuasin, Batanghari, Dendang, Indragiri, Punggur, Martapura dan Margasari.
Sejak tahun 2008 juga telah dilepas VUB 1-9 namun hingga saat ini adopsi petani terhadap
VUB padi rawa masih rendah. Menurut Ruskandar et al ., (2006) terhambatnya adopsi
varietas unggul karena terkait dengan beberapa faktor antara lain: benih tidak tersedia,
tenaga kerja untuk usahatani padi kurang tersedia karena bersaing dengan usaha lain, dan
ketersediaan pupuk tidak terjamin.
Kelayakan finansial suatu usahatani sangat menentukan motivasi petani dalam
melakukan usahataninya. Menurut Husnan dan Suswarsono (2000) analisis finansial
merupakan suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk
menentukan apakah suatu usaha akan menguntungkan selama umur usaha. Lakitan (2014)
menyatakan bahwa teknologi yang dihasilkan jarang yang relevan dengan kebutuhan
petani, sehingga tidak diadopsi. Peningkatan pendapatan merupakan salah satu
pertimbangan petani untuk mengadopsi inovasi teknologi yang direkomendasikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) menghitung pendapatan usahatani VUB padi
rawa di Kabupaten Mukomuko, 2) menghitung kelayakan finansial usahatani VUB padi
rawa di Kabupaten Mukomuko

626
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan dilakukan di Desa Sungai Ipuh Kecamatan Selagan Raya


Kabupaten Mukomuko pada bulan Juni-Oktober tahun 2012. Data yang digunakan untuk
mencapai tujuan adalah data primer berupa data usahatani yang dikumpulkan pada farm
record keeping kegiatan display varietas seluas 3,5 ha. Teknologi yang diterapkan
menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi rawa dengan
menggunakan varietas Inpara 1, Inpara 3 dan Mekongga sebagai varietas pembanding.
Teknologi yang diterapkan pada kegiatan display adalah pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) padi rawa. Bibit yang digunakan adalah bibit muda berumur
kurang dari 21 Hari Setelah Semai (HSS) dengan jumlah 1-3 batang /lubang tanam. Sistem
tanam yang digunakan adalah jajar legowo 4:1 dengan pemupukan dilakukan sebanyak
tiga kali. Dosis pupuk yang diberikan adalah Urea 150 kg/ha dan NPK Phonska sebanyak
200 kg/ha.
Data yang digunakan untuk mencapai tujuan adalah data primer berupa data
usahatani (biaya dan produksi) yang dikumpulkan pada farm record keeping. Data biaya
yang dikumpulkan antara lain biaya saprodi (benih, pupuk, pestisida) dan biaya tenaga
kerja. Penerimaan tunai usahatani (total revenue) dihitung dengan mengalikan jumlah
produk (quantum) dengan harga produk (price). Pendapatan (income) merupakan selisih
total peneriman dengan total biaya. Secara matematis pendapatan diformulasikan sebagai
berikut:
TR =QxP
I = TR – (VC+FC)
I = TR - TC
Kelayakan finansial diukur menggunakan analisis imbalan penerimaan atas biaya (R/C
ratio) dan analisis imbalan pendapatan atas biaya (B/C ratio). R/C ratio usaha tani
dianalisis berdasarkan rumus:
TR
R/C ratio = ------
TC
di mana:
R/C = nisbah penerimaan dan biaya
TR = total penerimaan (Rp/ha)
TC = total biaya (Rp/ha)
dengan keputusan:
R/C >1, usaha tani secara ekonomi menguntungkan
R/C = 1, usaha tani secara ekonomi berada pada titik impas (BEP)
R/C < 1, usaha tani secara ekonomi tidak menguntungkan (rugi)
Benefit cost ratio (B/C ratio) dihitung berdasarkan formulasi berikut:
I
B/C ratio = ------
TC
di mana:
B/C = nisbah pendapatan dan biaya
I = total pendapatan (Rp/ha)
TC = total biaya (Rp/ha)
Perhitungan B/C ratio menjelaskan bahwa jika nilainya > 1 artinya usahatani tersebut
berpotensi secara ekonomis untuk dikembangkan, jika nilainya = 1 artinya usahatani

627
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................

berada pada titik impas (BEP), dan jika nilainya < 1 artinya usahatani tersebut tidak
berpotensi secara ekonomis untuk dikembangkan.

HASIL

Pendapatan Usahatani VUB padi rawa di Kabupaten Mukomuko


Usahatani varietas Inpara 1 menunjukkan jumlah pendapatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan usahatani lainnya yaitu sebesar Rp 13.165.000,-/ha/MT. Jumlah ini
hampir dua kali lipat bila dibandingkan dengan usahatani varietas Inpara 3 dan enam kali
lipat bila dibandingkan dengan usahatani varietas mekongga yang hanya memberikan
pendapatan sebesar Rp 6.675.000,-/ha/MT dan Rp 2.043.000,-. Pendapatan usahatani VUB
padi rawa di Kabupaten Mukomuko tahun 2012 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pendapatan usahatani VUB padi rawa di Kabupaten Mukomuko tahun 2012
Inpara 1 Inpara 3 Mekongga
Uraian
Volume Nilai (Rp) Volume Nilai (Rp) Volume Nilai (Rp)
Input
Benih (kg) 25 225.000,- 25 225.000,- 25 225.000,-
Tenaga kerja (HOK)
 Olah tanah 8,5 600.000,- 8,5 600.000,- 8,5 600.000,-
 Penyemaian 1 70.000,- 1 70.000,- 1 70.000,-
 Cabut bibit 6 400.000,- 6 400.000,- 6 400.000,-
 Tanam 21 1.500.000,- 21 1.500.000,- 21 1.500.000,-
 Penyiangan 11 750.000,- 11 750.000,- 11 750.000,-
 Penyemprotan 3 210.000,- 3 210.000,- 3 210.000,-
 Pemupukan 3 210.000,- 3 210.000,- 3 210.000,-
 Panen 65,7 4.600.000,- 43 3.020.000,- 27 1.900.000,-
 Perontokan 3 210.000,- 3 210.000,- 3 210.000,-
Total tenaga kerja 122,2 8.550.000,- 99,5 6.970.000,- 83,5 5.850.00,-
Pupuk (kg)
 Urea 150 360.000,- 150 360.000,- 150 360.000,-
 NPK Phonska 200 560.000,- 200 560.000,- 200 560.000,-
Pestisida 528.000,- 528.000,- 528.000,-
Karung (kodi) 124 248.000,- 82 164.000,- 51 102.000,-
Total biaya (Rp) 10.471.000,- 8.867.000,- 7.685.000,-
Output
Produksi (kg) 6.220 4.090 2.560
Harga produk (Rp) 3.800,- 3.800,- 3.800,-
Total penerimaan (Rp) 23.636.000,- 15.542.000,- 9.728.000,-
Pendapatan (Rp) 13.165.000,- 6.675.000,- 2.043.000,-
Sumber: data primer diolah, 2016

Biaya input yang dikeluarkan adalah biaya benih, tenaga kerja, pupuk, pestisida dan
karung. Jumlah biaya yang dikeluarkan relatif sama. Perbedaan hanya terjadi pada input
tenaga kerja pada saat kegiatan panen. Sistem pembayaran tenaga kerja pada tenaga panen
berbeda dengan sistem pembayaran tenaga kerja pada kegiatan lainnya. Kegiatan budidaya
628
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................

selain panen, pembayaran upah tenaga kerja disesuaikan dengan upah harian yang berlaku
di daerah tersebut yaitu sebesar Rp 70.000,- untuk tenaga kerja laki-laki dan sebesar Rp
50.000,- untuk tenaga kerja wanita.
Pembayaran upah untuk tenaga kerja panen disesuaikan dengan jumlah produksi
gabah yang diperoleh oleh pemilik lahan. Perbandingan antara jumlah produksi gabah
dengan upah tenaga kerja adalah 6:1. Artinya setiap 6 bagian yang telah didapatkan oleh
pemilik lahan maka harus dikeluarkan kewajiban upah bagi pekerja sebanyak 1 bagian.
Jumlah produksi varietas Inpara 1 yang lebih banyak mengakibatkan biaya panen untuk
varietas ini juga menjadi lebih tinggi. Hal ini tentu saja mempengaruhi jumlah biaya yang
harus dikeluarkan.
Tingginya biaya produksi pada usahatani varietas Inpara 1 berbanding lurus dengan
jumlah produksi yang dihasilkan dan penerimaan yang diperoleh petani. Jumlah produksi
sebanyak 6.220 kg dengan harga jual sebesar Rp 3.800/kg, usahatani varietas ini
mendapatkan penerimaan sebesar Rp 23.636.000,-/ha/MT. Jumlah penerimaan ini lebih
besar dari penerimaan usahatani Inpara 3 (Rp 15.542.000,-/ha/MT) dan Mekongga (Rp
9.728.000,-/ha/MT).
Kelayakan Finansial Usahatani VUB Padi Rawa di Kabupaten Mukomuko
Nilai R/C rasio semua usahatani varietas menunjukkan nilai > 1 artinya secara
ekonomi usahatani ini menguntungkan. Nilai B/C rasio yang menunjukkan nilai > 1 hanya
usahatani untuk varietas Inpara 1, artinya usahatani varietas ini berpotensi secara
ekonomis untuk dikembangkan.
Tabel 2. Kelayakan finansial usahatani VUB padi rawa di Kabupaten Mukomuko tahun
2012
No Uraian Inpara 1 Inpara 3 Mekongga
1. Penerimaan (Rp/ha) 23.636.000,- 15.542.000,- 9.728.000,-
2. Pendapatan (Rp/ha) 13.165.000,- 6.675.000,- 2.043.000,-
3. R/C rasio 2,25 1,75 1,26
4. B/C rasio 1,25 0,75 0,26
Sumber: data primer diolah, 2016

PEMBAHASAN

Pendapatan usahatani sangat ditentukan oleh penerimaan dari produksi yang


dihasilkan serta biaya-biaya yang dikeluarkan (Fitria dan Ali, 2014). Menurut Fauzi dan
Andani (2010) pendapatan usaha tani diperoleh dari selisih antara penerimaan total dengan
biaya produksi total, sedangkan penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi
dengan harga jual produksi yang dihasilkan yaitu dalam bentuk gabah kering panen(GKP).
Usahatani VUB padi rawa di lokasi penelitian menunjukkan jumlah gabah tertinggi
dihasilkan oleh varietas Inpara 1. Walaupun tidak sebanyak produksi varietas Inpara 1,
varietas Inpara 3 juga dapat menghasilkan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
varietas yang biasa digunakan oleh petani (mekongga). Menurut Suprihatno et al., (2010)
varietas Inpara 1 memang memiliki rata-rata hasil yang lebih tinggi yaitu 5,56 ton/ha
dibandingkan dengan Inpara 3 yang hanya sebesar 4,6 ton/ha.
Rata-rata hasil varietas mekongga memang lebih tinggi dibandingkan dengan
varietas Inpara 1 maupun Inpara 3 yaitu 6 ton/ha. Namun mekongga merupakan varietas
yang diperuntukkan untuk padi sawah irigasi sehingga budidaya varietas ini pada lahan
rawa tidak sesuai dengan kondisi lahan. Rendahnya produktivitas varietas mekongga ini

629
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................

merupakan salah satu indikator varietas tersebut tidak cocok ditanam pada lahan rawa
lebak (Firison et al., 2013).
Analisis R/C ratio menunjukkan bahwa masing-masing varietas secara ekonomis
layak untuk dikembangkan, tetapi hasil analisis menunjukkan bahwa penerimaan usahatani
pada lahan rawa dengan menggunakan varietas Inpara 1 lebih besar dibandingkan dengan
varietas lainya. Nilai R/C rasio varietas Inpara 1 sebesar 2,25 menunjukkan bahwa setiap
penambahan biaya produksi sebesar Rp 100,- akan menambah penerimaan sebesar Rp
225,-.
Secara teoritis sebuah teknologi baru layak dikembangkan apabila nilai B/C rasionya
> 1. Artinya setiap tambahan pendapatan yang diperoleh dari penerapan teknologi baru harus
lebih besar dari pada tambahan biaya. Nilai B/C rasio untuk usahatani ketiga varietas
menunjukkan hanya varietas Inpara 1 yang layak untuk dikembangkan. Nilai B/C rasio
sebesar 1,25 menunjukkan bahwa setiap setiap penambahan biaya produksi sebesar Rp
100,- akan menambah pendapatan sebesar Rp 125,-. Hal ini senada dengan penelitian
Waluyo et al., (2006) di Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan bahwa penerapan
teknologi usahatani padi dapat meningkatkan hasil dan pendapatan petani di lahan rawa
lebak dengan nilai B/C rasio >1

KESIMPULAN

Usahatani varietas Inpara 1 memberikan pendapatan yang paling tinggi dibandingkan


dengan Inpara 3 dan mekongga dengan nilai secara berturut Rp 13.165.000,-/MT/ha; Rp
6.675.000,-/MT/ha; dan Rp 2.043.000,-/MT/ha. Ketiga varietas tersebut menguntungkan
secara ekonomi ditunjukkan dengan nilai R/C ratio > 1 dan sedangkan yang berpotensi
secara ekonomis untuk dikembangkan (B/C rasio > 1) hanya usahatani varietas Inpara 1.

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Tanaman Pangan. 1992. Program dan Langkah-Langkah Operasional Pembangunan


Pertanian di Lahan Rawa. Prosiding Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa
Pasang Surut dan Lebak. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.
Fauzi, E., dan Andani, A. 2010. Keragaman Usahatani Varietas Unggul Baru (VUB) Padi
Sawah dengan Pola Pengelolaan Tanaman Terpadu. Jurnal Agrisep. Bengkulu
Firison, J., S.Rosmanah dan W.Wibawa. 2013. Adaptasi Varietas Unggul Baru Inpara Pada
Lahan Rawa Lebak di Kabupaten Mukomuko.
pse.litbang.pertanian.go.id/pros2013_E20_Jhon. [ Diakses 9 Oktober 2016]
Fitria, E dan M.N. Ali. 2014. Kelayakan Usaha Tani Padi Gogo Dengan Pola Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. Jurnal Widyariset
17(3):425-434
Husnan, S dan M.Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: UUP STIM
YKPN
Lakitan, B. 2014. Inclusive and Sustainable Management of Suboptimal Land for
Productive Agriculture in Indonesia. Jurnal Lahan Suboptimal Volume 3 (2): 181-
192

630
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................

Rohaeni,W.R., A.Sinaga dan M.I. Ishaq. 2012. Preferensi Responden Terhadap Keragaan
Tanaman dan Kualitas Produk Beberapa Varietas Unggul Baru Padi. Informatika
Pertanian. 21(2):107-115
Ruskandar, A., T. Rustiati dan P. Wardana. 2006. Adopsi Varietas Unggul Baru dan
Keuntungan Usahatani Padi di Lahan Rawa Lebak. Prosiding Seminar Nasional
Inovasi Teknologi dan Pembngunan Terpadu Lahan Rawa Lebak. Balai Penelitian
Lahan Rawa
Saidah, A. Irmadamayanti dan Syafrudin. 2015. Pertumbuhan dan Produktivitas Beberapa
Varietas Unggul Baru dan Lokal Padi Rawa Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu
di Sulawesi Tengah. Prosiding Seminar Nasional Boi Diversiti Indonesia. Volume 1
(4): 935-940
Suprihatno,B., A.A. Daradjat, Satoto, baehaki, Suprihanto, A., Setyono,S.D., Indrasari,I.P.
Wardana dan H. Sembiring. 2010 Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian
Waluyo, Suparwoto dan A. Supriyo. 2006. Teknologi Usahatani Padi di Lahan Lebak.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi dan Pembngunan Terpadu Lahan
Rawa Lebak. Balai Penelitian Lahan Rawa
Widjaja Adhi, I.P.G., K. Nugroho, D. Ardi S., dan A. S. Karama. 1992. Sumberdaya Lahan
Rawa: Potensi, Keterbatasan dan Pemanfaatan. Prosiding Pengembangan Terpadu
Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Pusat Penelitian Tanaman Pangan.
Bogor. ;pp.19-38

631

You might also like