BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mola hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblast gestational
(GTD) yaitu sekelompok gangguan yang timbul dari proliferasi sel abnormal
‘rofoblast villi plasenta, Penyakit ini dikelompokkan menjadi empat bentuk
berdasarkan klinikopatologis utama yaitu mola hidatidosa (complete dan partial),
invasif mola, koriokarsinoma, dan plasenta trofoblast tumor (PSTT) dan tumor
yang terkait epitheloid trofoblast tumor (ETT) (Strohl & Lurain, 2014).
Mola Hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus
korialis langka vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal, tetapi
villus-villus yang membesar dan edematus hidup dan tumbuh terus, gambaran
yang diberikan sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada villus
kadang berploriferasi ringan kadang keras dan mengeluarkan hormon, human
chorionic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar dari kehamilan
biasa (Prawirohardjo, 1999).
Mola Hidatidosa secara patofisiologi dan cytogenetic dibagi dalam dua
tipe yaitu mola hidatidosa komplit (complete mole) dan mola hidatidosa parsial
(Partial mole) (Sebire et al, 2002). Mola hidatidosa komplet bersumber dari
fertilisasi ovum tanpa nukleus atau nukleusnya tidak aktif, sehingga tumbuh
Kembang didominasi inti spermatozoa (Aziz et al, 2006). Struktur histologik molahidatidosa komplet mempunyai sifat: degenerasi hidrofik dan pembengkakan
stroma villi, tidak terdapat pembuluh darah didalam villi yang bengkak, proliferasi
sel epithel trofoblast dengan derajad yang beragam, serta tidak terdapat janin dan
amnion. Komposisi kromosom yang. paling sering ditemukan pada mola
hidatidosa komplet adalah 46,XX dengan kromosom seluruhnya berasal dari
paternal (Pritchard et al, 1991).
Mola hidatidosa parsial terdapat perubahan hidrophik pada sebagian villi,
masih ada gambaran vaskuler, proliferasi hanya terjadi pada lapisan sinsisio
trofoblast, dan kadang terdapat janin atau jaringan janin yang normal (Aziz et al,
2006). Komposisi kromosom pada mola hidatidosa parsial adalah triploid (69
XXX, 69 XXY, atau 69 XYY) dengan komposisi satu dari maternal dan dua dari
paternal (Schorge ef al, 2008).
Prevalensi mola hidatidosa berbeda disetiap negara dan kemungkinan ini
tergantung sosial ekonomi, genetik, nutrisi, budaya dan faktor lainnya. Insiden
mola hidatidosa di Cina 0,81-2/1000 kehamilan, di Eropa dan Amerika Utara 0,6-
1,1/1000 kehamilan, di Jepang 2/1000 kehamilan, di Afrika
5/1000 kehamilan
(Lentz et al, 2012). Di Morocco 4,3/1000 kehamilan, di Iran 7/1000 kehamilan
(Alireza et al, 2014). Di Amerika, Australia, New Zealand antara 0,57 — 1,1/ 1000
kehamilan (Lurain, 2010). Di India dan Turki 12/1000 kehamilan (Steigrad,
2003).
Di Indonesia menurut Lentz. et al (2012), insiden mola hidatidosa 13/1000
kehamilan. Di Rumah sakit Hasan Sadikin, kasus mola hidatidosa tahun 1971-1977 sebanyak 16,4/1000 kehamilan, tahun 1978-1983 sebanyak 21,18/1000
kehamilan, tahun 1988- 1991 sebanyak 10,64/1000 kehamilan (Aziz et al, 2006).
Gejala Klinik mola hidatidosa adalah perdarahan, ukuran uterus yang lebih
besar dari usia kehamilan, precklamsi, hiperemesis gravidarum, hipertiroid,
embolisasi trofoblast, kista theca lutein ovarium (Berek, 2002). Berkowitz dan
Goldstein (2009) memperkuat pernyataan sebelumnya terkait tanda dan gejala
mola hidatidosa yang umum adalah ukuran uterus yang lebih besar, anemia,
toxemia, hiperemesis, hipertiroid dan gangguan pernapasan.
Di negara maju kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada.
Morialitas akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang
lebih dini dan terapi yang tepat. Akan tetapi dinegara berkembang kematian akibat
mola hidatidosa masih cukup tinggi berkisar antara 2,2% - 5,7%. Kematian pada
mola hidatidosa biasanya disebabkan karena perdarahan, infeksi, eklamsi, payah
jantung dan tirotoksikosis.
Perdarahan uterus merupakan tanda paling utama dari mola hidatidosa
mulai dari bercak darah sampai perdarahan yang profus. Perdarahan dapat terjadi
sesaat sebelum abortus atau lebih sering terjadi secara intermitten berminggu —
minggu atau berbulan — bulan. Terkadang terjadi perdarahan tersembunyi yang
banyak dalam uterus. Akibat dari perdarahan sering terjadi anemia (Pritchard ef
al, 1991), Perdarahan juga sering mengancam dan mengakibatkan kematian akibat
terlambatnya diagnosis mola hidatidosa. Hal ini sering dijumpai di negara —
negara yang pelayanan obstetrinya belum baik seperti Indonesia (Aziz et al,
2006).Igwegbe et al (2013), menyatakan bahwa manifestasi klinis pasien mola
hidatidosa adalah: Amenorrhea (100%), perdarahan abnormal vagina (93,5%).
Komplikasi yang ditemukan pada pasien mola hidatidosa adalah anemia (96,8%),
hipertensi (387%), dan perdarahan akut (25,8%). Hal ini juga diperkuat oleh
Ocheke ef al (2011), bahwa 92% pasien mola hidatidosa mengalami perdarahan
pervagina. Angka kematian 9,7% yang terjadi pada pasien yang memiliki syok
irreversible.
Penyulit mola hidatidosa selain perdarahan adalah hipertiroid dan
preeklamsi. Hipertiroid pada mola hidatidosa dapat berkembang dengan cepat
‘menjadi tirotoksikosis yang menyebabkan penderita dapat meninggal karena
payah jantung (Aziz et al, 2006). Preeklamsi sering ditemukan pada penderita
mola hidatidosa dengan ukuran uterus yang lebih besar. Menurut Eniola ef al
(2001), preeklamsi merupakan komplikasi dari mola hidatidosa yang
menyebabkan kematian (8,7%). Penyebab kematian lainnya adalah edema paru,
septikemia yang menyebabkan koagulopati intravaskular.
Mola hidatidosa memiliki potensi untuk menjadi ganas (mola invasif dan
koriokarsinoma) tergantung pada lokasi proliferasi, invasi_ miometrium dan
metastasis. Wanita dengan riwayat mola hidatidosa memiliki risiko untuk
mengalami mola hidatidosa berulang dan koriokarsinoma (Salehi et al, 2011). Hal
ini sesuai dengan pernyataan Cotran dalam Mohammadjafari et al (2010), babwa
lebih dari 80% mola hidatidosa adalah tidak berbahaya. 10-15% kasus mola
hidatidosa berkembang menjadi invasif mola dan 2-3% berkembang. menjadi
koriokarsinoma,Untuk mencegah terjadinya mola hidatidosa dan menurunkan mortalitas
dan morbiditas yang disebabkan oleh mola hidatidosa, maka perlu diketahui faktor
— faktor risiko terjadinya mola hidatidosa, Faktor risiko mola hidatidosa meliputi:
umur, paritas, riwayat mola hidatidosa, riwayat aborsi, kontrasepsi oral, nutrisi,
golongan darah, sosial ekonomi, gaya hidup (merokok, komsumsi alkohol)
(Disaia dan Creasman (2007), Schorge et al (2008), Lentz et al (2012), Decherney
etal (2007)).
Rezavand et al (2011), menyatakan terdapat hubungan antara riwayat
mola hidatidosa, riwayat abortus, dan golongan darah dengan kejadian mola
hidatidosa. Sebire er al (2002), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara umur
ibu yang ekstrim (< 15 tahun dan > 45 tahun) dengan risiko mola hidatidosa.
Andrijono et al (1997), menyatakan risiko terjadinya mola hidatidosa lebih tinggi
pada wanita berusia < 24 tahun menderita defisiensi berat vitamin A dan pada
wanita berusia < 24 tahun, berparitas nol, menderita defisiensi vitamin A. Almasi
et al (2014), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara umur ibu, riwayat mola
hidatidosa, penggunaan oral kontrasepsi dan riwayat abortus.
Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Dr. Sardjito merupakan rumah
sakit rujukan tertinggi untuk daerah DIY dan Jawa Tengah bagian selatan.
Rujukan yang diberikan adalah rujukan pelayanan medis, rujukan pengetahuan
maupun keterampilan medis dan non medis. Dengan didukung oleh tenaga medis
yang berkualitas serta tersedianya peralatan yang canggih dengan penanganan
medis yang sclalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tcknologi.
Berdasarkan indeks penyakit pasien, angka kejadian mola hidatidosa di RSUP Dr.Sardjito dalam lima tahun terakhir 1,11% dari total persalinan yang ada (4154
persalinan), sedangkan angka kejadian koriokarsinoma dalam lima tahun terakhir
1,56% dari total persalinan,
Berdasarkan studi literatur_ yang dilakukan tentang mola hidatidosa,
peneliti menemukan penelitian terkait faktor-faktor risiko mola hidatidosa banyak
dilakukan diluar negeri, sedangkan di Indonesia penelitian yang terkait faktor
risiko mola hidatidosa sampai saat ini masih jarang_dilakukan.
Berdasarkan fenomena diatas, penulis ingin mengidentifikasi faktor risiko
dan faktor yang meningkatkan risiko kejadian mola hidatidosa di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta.
B. Perumusan Masalah
‘Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dengan ciri-ciri stroma villus
Korialis langka vaskularisasi dan edematous. Mola hidatidosa memiliki potensi
untuk berkembang menjadi suatu keganasan dan juga menimbulkan komplikasi
(anemia, hipertiroid, preeklamsi, perdarahan akut) yang dapat_menyebabkan
terjadinya mortalitas dan morbiditas pada ibu. Agar dapat mencegah terjadinya
mola hidatidosa perlu diketahui faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian
mola hidatidosa. “Apakah faktor usia, paritas, riwayat abortus, riwayat mola
hidatidosa, golongan darah, status gizi (IMT/ Indeks massa tubuh), siklus
menstruasi, riwayat kontrasepsi berisiko terhadap kejadian mola hidatidosa di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?”C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1
‘Tujuan umum
‘Mengidentifikasi faktor-faktor risiko mola hidatidosa terhadap kejadian mola
hidatidosa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi gambaran tentang faktor-faktor risiko mola hidatidosa di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
b. Mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antara faktor-faktor risiko mola
hidatidosa yang meliputi: umur, riwayat aborsi, paritas, riwayat mola
hidatidosa, golongan darah, status gizi (IMT), siklus menstruasi, riwayat
kontrasepsi dengan kejadian mola hidatidosa di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.
c. Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan risiko tetinggi terhadap
kejadian mola hidatidosa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta,
D. Manfaat Penelitian
Bagi pengembangan ilmu pengetahuan
‘Memberikan tambahan informasi dan sumbangan ilmu pengetahuan dalam
mengungkap faktor-faktor yang berisiko terhadap kejadian mola hidatidosa.2. Bagi pelayanan kesehatan
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pelayanan Kesehatan terutama
dalam upaya promosi keschatan untuk pencegahan dan deteksi dini mola
hidatidosa.
3. Bagi peneliti
Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan
pengamatan terhadap masalah yang ada dalam penelitian terkait faktor:
faktor
risiko. mola hidatidosa.
4, Bagi masyarakat
Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang faktor-faktor yang
berisiko terhadap kejadian mola hidatidosa,
1, Berkowitz et al (1995), Case-Control study of risk factors for partial molar
pregnancy. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi faktor risiko kehamilan
‘mola parsial pada wanita umumnya, reproduksi dan riwayat diet. Rancangan
penelitian menggunakan metode case-control yang dilakukan pada 65 wanita
yang mengalami kehamilan mola parsial dan dibandingkan dengan 130 wanita
yang usianya sama yang telah berhasil melahirkan bayi hidup selama periode
yang sama dan dirumah sakit yang sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
siklus menstruasi yang tidak teratur, riwayat kehamilan yang hanya melahirkan
bayi laki ~ Jaki diantara kelahiran hidup sebelumnya dan penggunaankontrasepsi oral lebih dari empat tahun berisiko meningkatkan kehamilan mola
parsial, Faktor riwayat makanan termasuk protein, lemak, vitamin dan karoten
tidak berisiko untuk kehamilan mola parsial tetapi meningkatkan risiko untuk
Kehamilan mola komplit.
Persamaan dengan penelitian ini adalah pada desain penelitian case-control
dan perbedaaan adalah pada Iokasi penelitian, dan pada variabel riwayat
melahirkan bayi laki-laki,
2. Mohammadjafari ef al (2010), The gestational trophoblastic disease: a ten year
retrospective study. Tujuan penelitian untuk mengetahui frekuensi dan faktor
risiko penyakit tropoblast gestational pada wanita. Rancangan penelitian
menggunakan analisis cross- sectional berdasarkan rekam medis di rumah sakit
Imam Khomeini Ahvaz Iran dari 1996 — 2006. Hasil penelitian menunjukkan
rata-rata_umur pasien 27,6 tahun, Tidak ada hubungan umur dan mola
hidatidosa selama usia reproduktif, Terdapat hubungan yang signifikan antara
umur lebih dati 40 tahun dan mola hidatidosa komplet (p< 0,02). Terdapat
hubungan yang signifikan antara golongan darah (O dan A) dengan mola
hidatidosa komplet (p<0,05).
Persamaan dengan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara faktor
umur dan golongan darah tethadap kejadian mola hidatidosa. Rancangan
penelitian retrospektif study dan perbedaaan adalah pada pasien dan lokasi
penelitian.
3. Rezavand et al (2011), Study on hydatidiform mole frequency and some of its
relevant factors. Tujuan penelitian adalah determinan frekuensi molahidatidosa dan beberapa faktor yang berhubungan. Rancangan_penelitian
‘menggunakan metode analisis — deskriptif selama 1998-2007. Hasil penelitian
menunjukkan frekuensi mola hidatidosa 3,1 dalam 1000 kelahiran hidup dan
frekuensi komplet dan parsial mola 2,07 dan 1,04 dalam 1000 kelahiran hidup.
Rata — rata umur pasien yang mengalami mola hidatidosa 26,33 tahun dan
multipara, riwayat mola dan siklus menstruasi yang tidak teratur berhubungan
dengan kejadian mola hidatidosa.
Persamaan dengan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara faktor
umur, paritas, riwayat aborsi, riwayat mola, siklus menstruasi, kontrasepsi oral,
golongan darah dan perbedaan adalah lokasi penelitian dan desain penelitian.
4, Almasi et al (2014), Frequency of molar pregnancies in healt care centers of
itian adalah determinan proporsi mola hidatidosa.
Rancangan penelitian adalah cross sectional study pada 8614 wanita yang
positif hamil dari Januari 2012 — Januari 2013. Hasil penelitian adalah tidak
ada perbedaan signifikan golongan darah antara kehamilan mola dengan tidak
mola, tetapi ada perbedaan yang signifikan dari kehamilan tidak mola dalam
riwayat hamil mola, aborsi, dan penggunaan kontrasepsi oral pil.
Persamaan dengan penelitian ini adalah mengetahui faktor riwayat mola,
riwayat aborsi, golongan darah, kontrasepsi oral tethadap kejadian mola
hidatidosa dan perbedaan dengan penelitian adalah lokasi penelitian dan pasien
5. Andrijono et al (1997), A case — control study of vitamin a level in hydatidiform
‘mole, Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor resiko mola hidatidosa
yang salah satunya adalah kadar vitamin A yang rendah, Rancangan penelitian
10adalah case control study dengan kasus adalah wanita dengan mola hidatidosa
dan kontrol wanita hamil dengan padanan umur sela 4 tahun dan paritas sela 1.
Hasil penelitian adalah risiko terjadinya mola hidatidosa pada wanita hamil
berusia = 24 tahun dan menderita defisiensi berat vitamin A adalah 6,29 kali
lebih tinggi. Pada wanita berusia < 24 tahun, berparitas nol dan menderita
defisiensi berat vitamin A adalah 7 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol
Persamaan dengan penelitian ini adalah desain penelitian case-control dan
mengetahui hubungan antara faktor umur dan paritas terhadap kejadian mola
hidatidosa dan perbedaan dengan penelitian ini adalah lokasi penelitian dan
tidak mengukur kadar vitamin A pada pasien mola hidatidosa
uw