Professional Documents
Culture Documents
Makalah
Makalah
The study was aimed to acquire data on the morphology and morphometry
of the female reproductive organ of Malayan pangolin and to identify
characteristic of follicular development and distribution of carbohydrates in the
follicle of ovary. The female reproductive organs were observed macroscopically
and their histological characteristic were investigated by general histological
procedure. The division of follicular development performed based on the shape
and layers of granulosa cells in follicle, the tickness of zona pellucida, and the
present of antrum folliculi. The identification of acid and neutral carbohydrates
distribution in the follicle was performed using alcian blue (AB) pH 2.5 and
periodic acid Schiff (PAS) staining respectively. The collected datas were
analyzed descriptively. The result of the study showed that Malayan pangolin
have a bicornuate uterus. Their mucosa of the cervix devided into primary,
secondary and tertiary folds. Both ovaries have ovoid/ellipsoidal in shape and
their medula filled with the large amount of interstitial secretory cells. Follicular
development in the ovary is devided into 10 stages. Stages 1-2 is primordial
follicle, stages 3-4 is primary follicle, stages 5-7 is secondary follicle, and stages
8-10 is tertiary follicle. The amount of developed follicle in the left ovary is
higher than in the righ ovary. Acid carbohydrate begin to appear in zona pelucida
of follicle type 5 and the neutral carbohydrate begin to appear in extracelluler
matrix of follicle type 4 with the very low intensity of positive reaction.
ii
RINGKASAN
iii
memiliki perbedaan. Secara histologis, ovarium trenggiling Jawa memiliki
keistimewaan pada bagian medula. Jaringan ikat (mesovarium) pada bagian hilus
ovari tidak menyusup ke dalam bagian medula, melainkan menyusup menjadi
bagian tunika albuginea. Bagian medula didominasi oleh se-sel sekretori
interstisial.
Trenggiling Jawa memiliki uterus dengan tipe bikornua. Secara
mikroskopis, bagian endometrium pada trenggiling Jawa dilapisi oleh epitel
silindris sebaris yang membentuk lipatan mukosa longitudinal. Bagian lamina
propria endometrium yang merupakan lapisan fungsional memiliki kelenjar uterin
dalam jumlah yang banyak.
Serviks uteri pada trenggiling Jawa memiliki mukosa yang berlipat. Lipatan
ini terbagi menjadi lipatan primer, sekunder dan tersier. Epitel yang menutupi
mukosa serviks uteri adalah epitel silindris sebaris bersilia yang memiliki sel
goblet. Sel goblet berfungsi untuk menyediakan mukus karena pada daerah lamina
propria serviks sangat sedikit ditemukan kelenjar.
Perkembangan folikel dapat ditemukan di lapisan korteks pada bagian
superfisial ovarium. Folikel dalam ovarium dikelompokkan ke dalam 10 tipe
berdasarkan perkembangannya. Pengelompokan dilakukan berdasarkan pada
bentuk dan lapisan sel granulosa pada folikel, ketebalan zona pelusida dan
keberadaan antrum folikuli. Masing-masing tahap perkembangan diwakili oleh 1
tipe folikel yang memiliki karakteristik tersendiri.
Folikel tipe 1 memiliki ciri oosit yang dikelilingi oleh satu lapis sel
pregranulosa yang berbentuk pipih. Folikel tipe 2 yang merupakan perkembangan
lanjutan dari folikel tipe 1. Folikel ini memiliki karakteristik oosit yang dikelilingi
oleh sel pregranulosa yang berbentuk peralihan antara pipih dan kuboid. Folikel
tipe 3 memiliki ciri oosit yang dikelilingi oleh satu lapis sel granulosa berbentuk
kuboid. Folikel tipe 4 memiliki ciri oosit yang dikelilingi oleh lebih dari satu
sampai dua lapis sel granulosa berbentuk kuboid. Folikel tipe 5 memiliki ciri oosit
yang dikelilingi oleh tiga sampai lima lapis sel granulosa. Pada folikel ini zona
pelusida sudah mulai terbentuk sebagai suatu lapisan tipis disekeliling oosit.
Folikel tipe 6 memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan folikel
tipe 5. Perbedaan dengan folikel tipe 5 terletak pada jumlah sel granulosa yang
mengelilingi oosit. Pada folikel tipe 6 sel granulosa berkembang hingga mencapai
6-12 lapis. Selain itu zona pelusida terlihat jelas sebagai lapisan tipis di antara
oosit. Folikel tipe 6 berkembang menjadi folikel tipe 7 yang memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan folikel tipe 6. Ciri khas folikel tipe 7
adalah zona pelusida yang terlihat semakin menebal. Antrum folikuli mulai
terbentuk pada folikel tipe 8. Antrum folikuli tersebut semakin membesar
sehingga folikel berkembang menjadi folikel tipe 9. Oosit pada folikel tipe 9
mulai bergerak ke tepi folikel. Folikel tipe 10 merupakan tahap akhir
perkembangan tipe folikel sebelum diovulasikan. Oosit pada folikel tipe 10 berada
di tepi folikel dengan antrum folikuli yang membesar.
Folikel tipe 1 merupakan tipe folikel yang jumlahnya paling mendominasi
dalam ovarium. Selain itu folikel tipe 1 lebih banyak ditemukan pada trenggiling
iv
MJ-2. Persentase perkembangan folikel lebih banyak ditemukan pada ovarium
kiri, sehingga diduga ovarium kiri memiliki aktivitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ovarium kanan.
Distribusi karbohidrat diamati pada oosit, matriks ekstraseluler, zona
pelusida, dan cairan folikuli setiap folikel. Hasil pengamatan memperlihatkan
adanya perbedaan distribusi karbohidrat asam dan karbohidrat netral pada setiap
tahap perkembangan folikel. Pewarnaan AB pH 2.5 menunjukkan hasil positif
mulai dari folikel tipe 5. Reaksi positif pewarnaan PAS mulai terlihat pada folikel
tipe 4, yaitu pada matriks ekstraseluler dengan intensitas reaksi positif yang sangat
lemah (±).
v
MORFOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA
TRENGGILING JAWA (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN
KHUSUS PADA KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN
FOLIKEL DAN DISTRIBUSI KARBOHIDRAT
PADA OVARIUM
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
vii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
i
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
vi
Judul Skripsi : Morfologi Organ Reproduksi Betina Trenggiling Jawa (Manis
javanica) dengan Tinjauan Khusus pada Karakteristik
Perkembangan Folikel dan Distribusi Karbohidrat pada Ovarium
Nama : Aidell Fitri Rachmawati
NRP : B04070023
Disetujui
Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi, PAVet. Dr. Drh. Ita Djuwita, MPhil, PAVet (K)
Ketua Anggota
Diketahui
Tanggal lulus:
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi dengan judul ”Morfologi Organ Reproduksi Betina Trenggiling Jawa
(Manis javanica) dengan Tinjauan Khusus pada Karakteristik Perkembangan
Folikel dan Distribusi Karbohidrat pada Ovarium”.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. drh. Chairun Nisa’, MSi, PAVet. selaku ketua komisi pembimbing dan Dr.
drh. Ita Djuwita, MPhil, PAVet (K) selaku anggota komisi pembimbing atas
segala bimbingan, masukan, serta nasihat sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
2. Ayahanda Odang Surachmat, Ibunda Tati Haryati, serta kedua adik tercinta:
M. Khairul Andika dan M. Khairul Gemilang atas semua dukungan yang telah
diberikan selama ini kepada penulis.
3. drh. Herwin Prisestiyani, MSi dan drh. Ni Wayan Kurniani Karja, PhD atas
kerelaan waktunya menjadi dosen penguji dalam sidang, serta drh. Wahono
Esthi P, MSi dan drh. Koesdiantoro Muhammad, MSi atas kerelaan waktunya
menjadi dosen penilai dan moderator dalam seminar skripsi penulis.
4. Dr. drh. Elok Budi Retnani, MS selaku pembimbing akademik atas segala
dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis dalam proses
penyelesaian skripsi.
5. Dr. drh. Nurhidayat PAVet; drh. Sri Wahyuni; Drh. Srihadi Agungpriyono,
Ph.D. PAVet (K); drh. Supratikno, M.Si; Dr. drh. Heru Setijanto PAVet (K);
dan drh. Savitri Novelina, M.Si atas bimbingan dan bantuan literatur dalam
melakukan penelitian.
6. Teknisi laboratorium riset anatomi: mas Rudi, pak Kholid dan mas Bayu atas
semua bantuan yang diberikan kepada penulis pada saat penelitian.
7. Rekan penelitian satu laboratorium: Faizza Mailila W, Danang D Cahyadi, Tri
Susanti, Wahid Fakhri H, tim Paradoxurus (Arini K, Fitria W, Shandy M
Putra, Afdi Pratama, Ratih K, dan Awan Subangkit), serta tim muntjak
(Juliper Silalahi, Lidya Elizabet M, dan Rissar Siringo Ringo), terimakasih
ix
untuk semua diskusi dan bantuan tenaga yang diberikan selama penulis
melakukan penelitian.
8. Rekan angkatan Giannuzi 44 khususnya Auliya Indiarti Zen, Risma Adelia,
Megasari Kusuma, Nurida Dessalma S, Yeni Setiorini yang telah banyak
memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
9. Rekan UKM Uni Konservasi Fauna khususnya Hanna Mery A, Yudia Putri A,
Dini Herlina, Ika Kartika, M. Angga Saputra, Agung Kurniawan, Bagus
Chandra, Wahyu Iskandar, Erry Kurniawan, dan Sasi Kirono yang telah
membantu penulis secara tidak langsung dalam penyusunan skripsi.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2011
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 April 1991 di Sukabumi, Jawa Barat.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak
Odang Surachmat dan Ibu Tati Haryati.
Pendidikan formal penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak PGRI Tunas
83 yang diselesaikan pada tahun 1996. Kemudian dilanjutkan pendidikan dasar di
SDN Karang Tengah 4 Sukabumi hingga tahun 2002. Tahun 2005 penulis berhasil
menyelesaikan pendidikan di SMPN 1 Cibadak dan dilanjutkan dengan
pendidikan di SMAN 3 Sukabumi hingga tahun 2007.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor di Fakultas
Kedokteran Hewan melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) tahun 2007.
Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi intrafakultas yaitu HIMPRO
Satwaliar, sebagai anggota Divisi Pendidikan tahun kepengurusan 2008/2009 dan
2009/2010, serta sebagai Ketua cluster Wild Carnivore tahun kepengurusan
2009/2010. Penulis juga aktif dalam UKM Uni Konservasi Fauna, sebagai
anggota Bidang Pendidikan tahun kepengurusan 2008/2009, serta sebagai
Sekretaris Bidang Pendidikan tahun kepengurusan 2009/2010. Penulis pernah
menjadi asisten Anatomi Veteriner I tahun ajaran 2009/2010 dan semester pendek
tahun 2011, serta asisten Anatomi Topografi tahun ajaran 2010/2011.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................... 1
Tujuan ....................................................................................................... 3
Manfaat ...................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Trenggiling ............................................................................................... 4
1. Klasifikasi dan Persebaran .............................................................. 4
2. Anatomi Tubuh ............................................................................... 5
3. Perilaku Alami ................................................................................ 6
Sistem Reproduksi Betina ......................................................................... 7
1. Ovarium .......................................................................................... 8
2. Tuba Uterina ................................................................................... 9
3. Uterus .............................................................................................. 10
4. Vagina ............................................................................................. 12
5. Vestibula ......................................................................................... 13
6. Vulva dan Klitoris ........................................................................... 14
Proses Perkembangan Folikel (folikulogenesis) dalam Ovarium .............. 15
Peran Karbohidrat dalam Proses Fertilisasi .............................................. 17
HASIL
Struktur Makroskopis ................................................................................ 23
Karakteristik Histologi Saluran Reproduksi ............................................. 27
Karakteristik Histologi Perkembangan Folikel dalam Ovarium .............. 30
Distribusi Karbohidrat dalam Perkembangan Folikel .............................. 36
PEMBAHASAN ................................................................................................ 40
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................... 49
Saran ......................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 50
LAMPIRAN ....................................................................................................... 54
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Perkiraan wilayah persebaran trenggiling Jawa ................................. 5
2 Trenggiling Jawa (Manis javanica) .................................................... 5
3 Skema organ reproduksi betina pada domba (A) dan
anjing (B). ........................................................................................... 7
4 Gambaran histologi tuba uterina sapi. ................................................ 10
5 Gambaran mikroskopis organ kornua uteri sapi ................................. 11
6 Gambaran histologis vagina kucing pada fase estrus (A)
dan anjing pada fase anestrus (B). ...................................................... 13
7 Perbandingan bentuk vulva dari berbagai jenis hewan. ..................... 14
8 Perkembangan folikel dalam ovarium ............................................... 16
9 Skema perkembangan folikel dalam ovarium ................................... 17
10 Skematis organ kelamin betina yang menunjukkan bagian
yang diambil sebagai sampel penelitian ............................................ 21
11 Gambaran makroskopis organ reproduksi betina trenggiling
Jawa yang difiksasi dalam larutan Bouin ........................................ 23
12 Gambaran makroskopis ovarium dan tuba uterina trenggiling
Jawa dengan kode MJ-1. .................................................................... 25
13 Skema interior organ reproduksi betina trenggiling Jawa ................. 26
14 Lapisan endometrium kornua uteri. .................................................... 28
15 Gambaran mikroskopis serviks trenggiling Jawa .............................. 29
16 Gambaran mikroskopis vagina. .......................................................... 30
17 Gambaran histologi ovarium trenggiling Jawa. .................................. 31
18 Ovarium trenggiling Jawa (A) dengan perbesaran gambaran
bagian medula (a) ............................................................................... 31
19 Folikel tipe 1 dengan ciri oosit dikelilingi oleh satu lapis sel
pregranulosa berbentuk pipih (tanda panah). ..................................... 32
20 Folikel tipe 2 dengan ciri oosit dikelilingi oleh satu lapis sel
pregranulosa berbentuk transisi antara pipih dan kuboid
(tanda panah). .................................................................................... 32
21 Folikel tipe 3 dengan ciri oosit dikelilingi oleh satu lapis sel
granulosa berbentuk kuboid (tanda panah) ......................................... 32
22 Folikel tipe 4 dengan ciri oosit dikelilingi oleh 1-2 lapis sel
granulosa berbentuk kuboid (tanda panah) ........................................ 33
23 Folikel tipe 5 dengan ciri oosit dikelilingi oleh 2-5 lapis sel
granulosa. ............................................................................................ 33
24 Folikel tipe 6 dengan ciri oosit dikelilingi oleh lebih dari 5 lapis
sel granulosa. ...................................................................................... 33
25 Folikel tipe 7 dengan ciri oosit dikelilingi oleh lebih dari 5 lapis
sel granulosa berbentuk kuboid. ......................................................... 33
26 Folikel tipe 8 dengan ciri oosit dilapisi oleh lebih dari lima lapis
sel granulosa berbentuk kuboid. ......................................................... 34
27 Folikel tipe 9 dengan ciri antrum folikuli (a) membesar hingga
mulai mendesak oosit ke tepi folikel. ................................................. 34
xiv
Halaman
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xvi
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Trenggiling merupakan salah satu mamalia unik yang dilindungi. Hewan ini
memiliki morfologi yang lebih menyerupai reptil dibandingkan dengan mamalia.
Hal ini dikarenakan seluruh tubuh trenggiling ditutupi oleh sisik yang merupakan
modifikasi rambut (Nowak 1991). Keunikan lain dari mamalia pemakan semut
dan rayap ini terdapat pada sistem pencernaannya. Selain tidak memiliki gigi,
lambung trenggiling memiliki kekhususan yaitu seluruh permukaan mukosa
lumennya ditutupi oleh epitel pipih banyak lapis yang mengalami keratinisasi
untuk melindungi permukaan tersebut dari abrasi. Selain itu, pada bagian antrum
pilorus trenggiling terdapat penebalan otot yang menyerupai gizzard pada sistem
pencernaan unggas, serta pada permukaan mukosanya terdapat tonjolan-tonjolan
berbentuk konikal dan disebut “pyloric teeth”. Karakteristik morfologi lambung
yang memiliki keistimewaan tersebut diduga terkait dengan ketiadaan gigi
(toothless) sebagai percerna mekanik makanan trenggiling (Nisa’ 2005).
Terdapat delapan spesies trenggiling di dunia yang tersebar di wilayah hutan
tropis Asia dan daerah tropis hingga subtropis Afrika. Empat spesies trenggiling
yang tersebar di wilayah Asia adalah Manis crassicaudata (trenggiling India),
M. pentadactyla (trenggiling Cina), M. culionensis (trenggiling Palawan) dan
M. javanica (trenggiling Jawa) yang dapat ditemukan di Indonesia. Persebaran
trenggiling Jawa di Indonesia meliputi pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali
dan beberapa pulau kecil di sekitarnya (Corbert dan Hill 1992).
Keberadaan trenggiling Jawa di alam diduga terus mengalami penurunan
akibat perburuan liar dan kerusakan habitat, sehingga International Union for the
Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) memasukkan satwa ini ke
dalam daftar satwa terancam punah atau endangered species. Selain itu,
Convention on the International Trade in Endangered Species of Wild Flora and
Fauna (CITES) memasukkan trenggiling Jawa ke dalam daftar Appendix II.
Artinya trenggiling Jawa tidak boleh diperjualbelikan secara bebas karena
memiliki risiko kepunahan yang tinggi. Risiko kepunahan trenggiling Jawa dapat
diakibatkan oleh perburuan ilegal dan kerusakan habitat (IUCN 2011).
2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur morfologi makroskopis
dan mikroskopis serta morfometri organ reproduksi betina trenggiling Jawa
(M. javanica) yang meliputi ovarium, tuba uterina, kornua uteri, korpus uteri,
serviks uteri, vagina dan vulva. Selain itu penelitian ini secara khusus bertujuan
untuk mengetahui karakteristik tahapan perkembangan folikel (folikulogenesis)
dalam ovarium, serta perubahan distribusi karbohidrat selama tahapan
perkembangan ovarium.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya data biologi satwaliar
Indonesia, khususnya untuk memberikan informasi mengenai struktur dan ukuran
organ reproduksi betina trenggiling Jawa (M. javanica) secara makroskopis dan
mikroskopis, serta memberikan gambaran mengenai karakteristik perkembangan
folikel dan perubahan distribusi karbohidrat selama tahap perkembangan folikel
yang diharapkan dapat digunakan sebagai data bagi upaya konservasi eksitu.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Trenggiling
1. Klasifikasi dan Persebaran
Trenggiling merupakan salah satu mamalia yang dilindungi. Lekagul
dan McNeely (1977) menyebutkan bahwa terdapat 7 spesies trenggiling
yang tersebar di daerah Asia dan daerah tropis dan subtropis Afrika.
Berdasarkan penelitian Gaubert dan Antunes pada tahun 2005 tentang
karakteristik morfologi, terdapat penambahan satu spesies trenggiling baru
di daerah Asia, sehingga jumlah spesies trenggiling di dunia saat ini adalah
8 spesies (IUCN 2011).
Trenggiling yang tersebar di daerah Asia adalah Manis crassicaudata
(trenggiling India), M. pentadactyla (trenggiling Cina), M. javanica
(trenggiling Jawa), dan M. culionensis (trenggiling Palawan). Empat spesies
trenggiling yang terdapat di daerah tropis dan subtropis Afrika adalah
M. tricuspis (trenggiling perut putih Afrika), M. temminckii (trenggiling
Afrika Selatan), M. tetradactyla (trenggiling perut hitam) dan M. gigantea
(trenggiling raksasa).
Manis javanica merupakan spesies trenggiling yang dapat ditemukan
di Indonesia. Persebarannya adalah di hutan Sumatera, Kalimantan, Jawa,
Bali, dan beberapa pulau kecil di sekitarnya (Corbert dan Hill 1992).
Berikut ini adalah taksonomi trenggiling Jawa.
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Pholidota
Famili : Manidae
Genus : Manis
Spesies : Manis javanica, Desmarest 1822
(IUCN 2011)
5
2. Anatomi Tubuh
Trenggiling adalah satwa mamalia yang unik karena satwa tersebut
secara morfologi menyerupai reptil daripada mamalia. Seluruh tubuh
trenggiling ditutupi oleh sisik berwarna kuning kecokelatan yang merupakan
modifikasi dari rambut. Trenggiling memiliki dua pasang kaki pendek yang
kokoh. Kaki tersebut dilengkapi oleh kuku kuku panjang yang menyerupai
cakar. Kuku tersebut dapat berfungsi sebagai alat bantu untuk memanjat dan
menggali (Vaughan 1978).
dengan panjang ekor sekitar 45-65% dari panjang total tubuh. Kepala
trenggiling kecil dan memiliki bagian moncong yang sempit, sedangkan
bagian telinganya tidak berkembang terletak di bagian caudodorsal
(Grzimek 1975).
Trenggiling memiliki keunikan pada sistem pencernaannya. Hewan ini
memiliki sistem pencernaan yang mirip dengan unggas. Pada rongga
mulutnya tidak ditemukan gigi. Gigi geligi tersebut sebenarnya dapat
ditemukan pada masa prenatal, kemudian menghilang sesuai dengan
perkembangan trenggiling. Nisa’ (2005) menyebutkan bahwa penampakan
lambung secara eksterior tidak berbeda dengan lambung mamalia
monogastrik pada umumnya, yaitu berbentuk menyerupai kacang mede atau
kacang merah. Perbedaan terlihat pada bagian internal lambung yaitu bagian
berdinding otot tebal yang mirip gizzard pada sistem pencernaan unggas.
Lidah pada trenggiling dapat menjulur panjang dan dihubungkan oleh
otot-otot yang berkembang subur. Lidah trenggiling berbentuk ramping dan
panjang. Lidah ini akan semakin menipis dan menyempit pada bagian apex
(Sari 2007). Bentuk tersebut membuat lidah trenggiling menyerupai cacing
(vermiform). Lidah yang panjang ini dan bersifat lengket, sehingga
memudahkan trenggiling untuk mencari pakan (Amir 1978).
3. Perilaku Alami
Yasuma (1994) menyebutkan bahwa trenggiling merupakan hewan
nokturnal dan bersifat soliter. Aktivitas yang biasa dilakukan trenggiling
pada siang hari adalah beristirahat atau tidur di lubang-lubang di bawah
tanah atau di pohon. Makanan utama hewan ini adalah semut, rayap dan
serangga lainnya. Daya penciuman yang berkembang baik menjadi salah
satu faktor pendukung bagi trenggiling dalam mencari makanan (Lekagul
dan McNeely 1997).
Trenggiling merupakan satwa yang menjadi mangsa beberapa jenis
karnivora besar di habitat aslinya. Oleh karena itu trenggiling membuat
mekanisme pertahanan diri dengan cara menggulungkan tubuhnya jika
terancam. Sisik keratin kokoh ikut membantu pertahanan diri trenggiling
(Lekagul dan McNeely 1997). Beberapa spesies trenggiling memiliki
7
b
a
d
c h d
a e
h
e
f f
g
g
A B
Gambar 3 Skema organ reproduksi betina pada domba (A) dan anjing (B).
a. ovarium, b. bursa ovari, c. tuba uterina, d. kornua uteri, e. korpus
uteri, f. serviks uteri, g. vagina, h. jaringan penggantung (Modifikasi
dari sumber: Constantinescu 2007).
8
1. Ovarium
Ovarium merupakan organ penting dalam sistem reproduksi. Organ ini
memiliki fungsi eksokrin karena menghasilkan sel telur (ovum) dan juga
memiliki fungsi endokrin karena menghasilkan hormon reproduksi seperti
estrogen dan progesteron (Frandson 1992; Hafez dan Hafez 2000). Setiap
hewan memiliki sepasang ovarium yang letaknya berbeda pada setiap
jenisnya, namun pada umumnya, ovarium kanan terletak di caudal ginjal
kanan dan ovarium kiri terletak di caudal ginjal kiri (Frandson 1992).
Bentuk ovarium bervariasi bergantung pada jenis hewan dan siklus
birahi (Samuelson 2007; Pineda dan Dooley 2003), tetapi secara umum
bentuk ovarium dapat dideskripsikan sesuai dengan jenis kebuntingan pada
hewan. Ovarium pada hewan politokosa (menghasilkan banyak keturunan
dalam sekali kebuntingan) seperti anjing, kucing dan babi, memiliki
beberapa folikel dan korpus luteum sehingga bentuk yang dihasilkan mirip
dengan buah anggur dengan berbagai ukuran. Hewan monotokosa
(menghasilkan satu keturunan dalam sekali kebuntingan) seperti sapi,
memiliki ovarium yang berbentuk oval menyerupai telur. Kuda memiliki
bentuk ovarium menyerupai ginjal karena pada kuda terdapat fossa ovulatori
(Pineda dan Dooley 2003).
Secara histologis, ovarium terdiri dari bagian korteks dan medula yang
dibungkus oleh lapisan epitel kubus sebaris yang disebut germinal
epithelium. Bagian medula terdiri dari jaringan ikat fibroelastik, jaringan
saraf dan pembuluh darah. Menurut Samuelson (2007), serabut saraf yang
berada pada bagian medula tidak dibungkus oleh serabut myelin dan
cenderung memiliki fungsi vasomotorik, tetapi beberapa diantaranya ada
yang memiliki kemampuan sensorik. Pembuluh darah ini memberikan
vaskularisasi untuk folikel dan perkembangan serta regresi korpus luteum.
Pada bagian hilus ovarium, medula akan bersatu dengan mesovarium.
Mesovarium merupakan jaringan penggantung ovarium yang merupakan
bagian dari peritoneum. Jaringan ini mengikat dan menggantung masing-
masing ovarium sampai regio pelvis pada ruang abdomen. Selain itu,
9
2. Tuba Uterina
Tuba uterina (tuba Fallopii) merupakan saluran tempat terjadinya
fertilisasi. Sel telur yang dilepaskan ovarium ditangkap oleh infundibulum
dan masuk ke dalam tuba uterina dan digerakkan menuju uterus oleh sel
epitel tuba uterina yang bersilia. Tuba uterina memiliki tiga bagian, yaitu
infundibulum, ampulla dan isthmus (Samuelson 2007).
Infundibulum adalah bagian dari tuba uterina yang letaknya paling
dekat dengan ovarium. Infundibulum berbentuk seperti corong yang
memiliki bagian penangkap sel telur yang diovulasikan oleh ovarium yang
disebut fimbrae. Fimbrae akan bergabung menjadi stuktur tubular tunggal
pada bagian akhir distal infundibulum, sebelum akhirnya bergabung
menjadi ampulla (Samuelson 2007).
Ampulla merupakan daerah tempat berlangsungnya fertilisasi. Pada
bagian ini terdapat banyak lipatan mukosa. Ampulla kemudian menjadi
isthmus yang memiliki lapisan muskular yang lebih tipis dibandingkan
dengan ampulla. Selain itu, bagian isthmus memiliki percabangan yang
lebih pendek pada lipatan mukosanya.
Secara histologis, membran mukosa tuba uterina membetuk lipatan
primer, sekunder dan tertier (Hafez dan Hafez 2000). Lipatan akan semakin
kompleks pada daerah yang mendekati infundibulum. Epitel yang menutupi
mukosa tuba uterina adalah epitel silindris. Pada sapi dan babi, epitel yang
menutupi bagian mukosa adalah epitel silindris banyak lapis
(Samuelson 2007).
10
A 2 B 4
3
1
1
4 2
Gambar 4 Gambaran histologi tuba uterina sapi. Bagian ampulla (A) dan
infundibulum (B) menunjukan adanya lipatan mukosa (1),
tunika muskularis (2) yang tebal pada bagian ampulla, dan tipis
pada bagian infundibulum, serta keberadaan jaringan lemak (3)
pada bagian ampulla. Serosa (4) melapisi seluruh bagian
superfisial organ (Modifikasi dari sumber; Bacha dan Bacha
2000).
3. Uterus
Uterus terbagi menjadi tiga bagian yaitu tanduk uterus (kornua uteri),
badan uterus (korpus uteri), dan leher uterus (serviks uteri). Akers dan
Denbow (2008) menyebutkan bahwa terdapat tiga tipe uterus. Tipe dupleks
11
memiliki sepasang korpus, serviks dan kornua uterus, yaitu bagian kanan
dan kiri. Tipe bikornua memiliki sepasang kornua di bagian kanan dan kiri
dan hanya memiliki satu korpus yang kecil dan serviks. Tipe simpleks
memiliki sebuah korpus uteri yang besar dan serviks. Trenggiling Jawa
memiliki uterus dengan tipe bikornua (Kimura et al. 2006)
Setiap bagian uterus terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan mukosa
pada uterus disebut endometrium, lapis tunika muskularis disebut
miometrium dan lapis tunika serosa atau visceral peritoneum yang disebut
perimetrium (Constantinescu 2007). Endometrium disusun oleh tunika
mukosa dan submukosa yang mengelilingi lumen uterus. Epitel yang
menutupi endometrium adalah epitel silindris selapis pada kuda, kucing dan
anjing, sedangkan pada babi dan sapi adalah epitel silindris banyak lapis
(Samuelson 2007).
Lapisan endometrium mengandung kelenjar uterin atau kelenjar
endometrium yang letaknya menyebar (Frandson 1992). Hafez dan Hafez
(2000) menyebutkan bahwa kelenjar uterin memiliki fungsi sebagai
penghasil cairan uterus. Bentuk kelenjar uterin adalah tubulus yang
memiliki cabang dan menggulung. Struktur tubulus kelenjar uterin dilapisi
oleh epitel kubus. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat dan pembuluh
darah (Samuelson 2007).
4 1
2
3
4. Vagina
Vagina merupakan saluran reproduksi yang terletak di dalam rongga
pelvis. Organ ini menghubungkan uterus dengan vestibula. Vagina memiliki
beberapa fungsi dalam sistem reproduksi, diantaranya adalah sebagai organ
kopulatoris. Semen yang dikeluarkan organ kelamin jantan pada saat
kopulasi dideposisi di dalam vagina sebelum bergerak menuju sel telur.
Menurut Samuelson (2007), mukosa vagina terdiri dari epitel kubus
banyak baris. Lapisan submukosa tersusun oleh jaringan ikat longgar yang
memiliki sedikit kelenjar. Pada lapisan ini banyak ditemukan jaringan
limfoid yang menyebar membentuk noduli. Lapisan submukosa di bagian
luar dikelilingi oleh tunika muskularis yang terdiri dari otot polos melingkar
di bagian dalam, dan otot polos longitudinal di bagian luar.
13
A B
1
2
3
1
Gambar 6 Gambaran histologis vagina kucing pada fase estrus (A) dan anjing
pada fase anestrus (B). Epitel vagina kucing pada fase estrus
merupakan epitel pipih banyak lapis (1) yang berkeratinisasi sehingga
menjadi lebih tebal. Sel berkeratinisasi (2) dapat ditemukan dibagian
lumen. 3: Lamina propria (Modifikasi dari sumber; Bacha dan Bacha
2000).
5. Vestibula
Vestibula merupakan bagian tubular antara vulva dan vagina. Batas
antara vestibula dengan vagina ditandai dengan adanya orificium urethralis
externa (Hafez dan Hafez 2000). Frandson (1992) menyebutkan bahwa di
bagian kranial dari orificium tersebut terdapat hymen vestigial yang sering
mempengaruhi proses kopulasi.
Menurut Samuelson (2007), epitel yang melapisi vestibula adalah
epitel kubus banyak baris. Pada hewan ruminansia dan kucing, epitel
tersebut dibasahi oleh sekresi mukus dari kelenjar tubuloasinar, yaitu
kelenjar vestibula mayor. Kelenjar ini memiliki fungsi yang homolog
dengan kelenjar bulbourethralis pada organ kelamin jantan. Lokasi kelenjar
ini adalah pada lapisan submukosa di dasar vestibula. Pada saat coitus,
kelenjar ini berfungsi membasahi vestibula dan bagian kaudal vagina.
14
A B
Oosit
Oosit
C D
Oosit
Membran folikular
Membran granulosa
Antrum
Teka Interna
Ooplasma
Membran basal Teka Eksterna
Pada folikel tersier, sel folikuler di sekitar oosit tetap utuh dan membentuk
kumulus ooforus. Selain sel-sel folikuler, folikel ini dikelilingi oleh dua lapis
jaringan ikat, yaitu lapis teka interna dan lapis teka eksterna. Lapis teka interna
merupakan lapisan bagian dalam yang menghasilkan estrogen dan kaya pembuluh
darah (Aughey dan Frye 2001). Lapis teka eksterna merupakan lapis luar yang
akan bersatu dengan stroma ovarium. Skema perkembangan folikel dalam
ovarium dapat dilihat dalam Gambar 9.
Sisa folikel de Graaf akan berkembang menjadi folikel hemoragikum
(korpus rubrum) setelah terjadi ovulasi. Selanjutnya korpus rubrum berkembang
menjadi korpus luteum yang banyak mengandung sel lutein. Jika terjadi proses
fertilisasi setelah ovulasi, korpus luteum akan berubah menjadi korpus luteum
graviditatum. Jika tidak ada proses fertilisasi, maka korpus luteum akan
mengalami regresi dan berubah menjadi korpus albikan yang mengandung banyak
jaringan ikat.
17
Folikel
primordial Antrum
Oosit
Zona
Pelusida
Ligamentum
ovarium Teka folikuli
Medula
Oosit yang
diovulasikan
Corona
radiata
Korpus luteum Perkembangan
korpus luteum
(Kiernan 1990). Reaksi positif yang ditunjukkan ketika terdapat karbohidrat asam
adalah timbulnya warna biru. Karbohidrat netral seperti glukosa, galaktosa,
manosa, fukosa dan residu monosakarida dapat terdeteksi dengan pewarna
periodic acid Schiff (PAS). Reaksi positif akan ditunjukkan oleh warna merah
muda keunguan hingga magenta.
19
Materi
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah organ reproduksi betina
yang berasal dari dua ekor trenggiling Jawa (M. javanica) yang diperoleh dari
wilayah Jawa Barat. Kondisi trenggiling pertama (MJ-1) adalah baru melahirkan
dan trenggiling kedua (MJ-2) belum pernah melahirkan (dara). Pengamatan
karakteristik perkembangan folikel dalam ovarium dilakukan dengan
menggunakan 4 buah (2 pasang) ovarium dari organ reproduksi tersebut. Organ
yang digunakan berasal dari hewan penelitian disertasi Nisa’ (2005), dan telah
mendapatkan izin dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam, Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Sampel telah difiksasi dalam
larutan Bouin (campuran asam pikrat : formalin : asam asetat glasial = 15 : 5 : 1)
selama 78 jam dan disimpan di dalam alkohol 70% sebagai stopping point.
Bahan dan alat yang digunakan adalah sesuai standar pengamatan
makroskopis dan mikroskopis, serta prosedur pembuatan preparat histologis.
Peralatan yang digunakan dalam pengamatan makroskopis dan mikroskopis
adalah mikroskop cahaya, mikroskop stereo, tali/benang, penggaris, jangka
sorong, timbangan digital, pinset dan alat dokumentasi. Bahan dan alat yang
digunakan dalam prosedur pembuatan preparat histologis adalah adalah set larutan
dehidrasi, parafin, set larutan deparafinisasi dan rehidrasi, pewarna hematoksilin
eosin (HE), pewarna Masson’s trichome (hematoksilin, acid fuchsin + ponceau
2R, orange G + phosphotungstic, light green), pewarna alcian blue (AB) pH 2.5
dan pewarna periodic acid Schiff (PAS). Alat pembuatan preparat histologi terdiri
dari scalpel, basket, blok kayu, parafin, inkubator parafin, mikrotom, object glass,
dan cover glass.
20
Metode
Penelitian bersifat eksploratif dan dilakukan dengan empat tahap
pengerjaan, yaitu pengamatan makroskopis organ reproduksi, karakteristik
histologi organ reproduksi, karakteristik histologi perkembangan folikel, dan
distribusi karbohidrat dalam perkembangan folikel.
E E’
F G
D F’
D’
C
B
C’
B’
A A’
HASIL
Struktur Makroskopis
f
a
g i b
e c
h
i
h a
d c b
g
Tabel 1 Pengukuran ovarium kanan dan kiri dari dua sampel organ reproduksi
betina trenggiling Jawa*
Kancil Rusa
Parameter MJ-1 MJ-2
(Hamny 2006) (Rifqiyati 2006)
Bentuk
Kanan Oval Lonjong Oval Oval
Kiri Segitiga tumpul Lonjong
Panjang:
Kanan (mm) 9.12 12.50 7.53±0.90 37-40
Kiri (mm) 9.00 11.93 5.57±1.17 44-54
LeBar
Kanan (mm) 8.63 6.50 4.45±0.50 33-34
Kiri (mm) 6.43 6.43 3.55±0.50 38-46
Tebal:
Kanan (mm) 6.23 4.97 ** 17-26
Kiri (mm) 5.03 5.57 ** 30-33
Berat:
Kanan (g) 0.23 0.24 0.0570±0.0149 0.40-1.28
Kiri (g) 0.21 0.24 0.0364±0.0061 0.60-0.80
Keterangan: *ukuran organ setelah difiksasi dalam larutan Bouin, **tidak ada data yang
dilaporkan. MJ-1: sampel 1, MJ-2: sampel 2
b
d
c
Isthmus merupakan bagian tuba uterina yang memiliki diameter lebih kecil
dibandingkan dengan infundibulum dan ampulla. Perbedaan ukuran antara bagian-
bagian tersebut dapat dilihat dalam Gambar 12. Berbeda dengan dua bagian tuba
uterina lainnya, isthmus tidak membentuk lekukan dan diikat oleh mesosalphynx
hanya pada satu sisi. Terdapat perbedaan ukuran isthmus pada trenggiling MJ-2.
Ukuran isthmus tersebut relatif sama dengan ampulla dan infundibulum.
Uterus trenggiling Jawa memiliki tipe bikornua. Uterus difiksir oleh
jaringan penggantung di kedua sisi lateral. Jaringan penggantung ini merupakan
jaringan ikat yang kemudian membungkus uterus hingga ke daerah vagina
(Gambar 13). Jaringan penggantung uterus juga mengikat vesika urinaria dan
bersatu dengan jaringan penggantung yang membungkus kolon pada organ
pencernaan.
Kornua uteri berjalan ke arah kranial. Daerah di bagian kaudal kornua uteri
kanan dan kiri dibungkus bersama-sama oleh jaringan ikat serosa sehingga bagian
tersebut terlihat menyatu. Namun pada bagian dorsal, dapat terlihat adanya garis
semu yang merupakan septum pemisah kornua kiri dengan kornua kanan. Setelah
bercabang, kornua uteri berjalan ventrolaterocaudal, dan memiliki bentuk yang
berlekuk.
semakin sederhana ketika tuba uterina mendekati uterus. Pada bagian permukaan
mukosa ditemukan secretory bulb yang merupakan sekreta dari sel epitel tuba
uterina yang tidak memiliki kinosilia.
Secara histologis, korpus dan kornua uteri trenggiling Jawa disusun oleh
komponen yang sama. Lapis endometrium kedua bagian tersebut berada di bagian
paling profundal dan berbatasan langsung dengan lumen uterus. Mukosa korpus
dan kornua uteri membentuk lipatan longitudinal. Epitel yang menutupi mukosa
pada bagian ini adalah epitel silindris sebaris. Lamina propria mengandung
kelenjar uterin yang tersebar pada lapis tersebut. Selain kelenjar uterin, pada
lamina propria ditemukan banyak pembuluh darah baik arteri maupun vena
(Gambar 14).
a
b
Gambar 14 Lapisan endometrium kornua uteri. Epitel yang menutupi bagian ini
adalah epitel silindris sebaris (a) yang membentuk lipatan mukosa
(b). Kelenjar uterin (c) terlihat menyebar pada lapisan endometrium.
Pewarnaan HE. Bar: A = 8 µm, B = 4 µm.
29
A B
b
a c
Bagian korteks ovarium berisi berbagai tahap perkembangan folikel. Jaringan ikat
mesovarium pada bagian hilus ovari tidak menyusup ke dalam bagian medula,
melainkan menyusup menjadi bagian tunika albuginea (Gambar 17).
A B
b
b
a
A B
a
Gambar 26 Folikel tipe 8 dengan ciri
oosit dilapisi oleh lebih dari lima lapis
sel granulosa berbentuk kuboid. Zona
pelusida tebal dan mulai terbentuk
antrum folikuli (a). Pewarnaan HE.
Bar = 10 µm.
a
Gambar 27 Folikel tipe 9 dengan ciri
antrum folikuli (a) membesar hingga
mulai mendesak oosit ke tepi folikel.
Pewarnaan HE. Bar = 8 µm.
10
a
Gambar 28 Folikel tipe 10 dengan ciri
oosit sudah berada di tepi folikel.
Antrum folikuli (a) membesar hingga
ukuran maksimal. Pewarnaan PAS.
Bar = 20 µm.
dikelilingi oleh satu lapis sel granulosa berbentuk kuboid. Folikel tipe 4
(Gambar 22) memiliki ciri oosit yang dikelilingi oleh satu sampai dua lapis sel
granulosa berbentuk kuboid.
Folikel tipe 5 (Gambar 23) memiliki ciri oosit yang dikelilingi oleh dua
sampai lima lapis sel granulosa. Pada folikel ini zona pelusida sudah mulai
terbentuk sebagai suatu lapisan tipis di sekeliling oosit. Folikel tipe 6
(Gambar 24) memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan folikel tipe 5.
Perbedaan dengan folikel 5 terletak pada jumlah sel granulosa yang mengelilingi
oosit. Pada folikel 6 sel granulosa berkembang hingga mencapai 6-12 lapis. Selain
itu zona pelusida terlihat jelas sebagai lapisan tipis diantara oosit. Folikel tipe 6
berkembang menjadi folikel tipe 7 yang memiliki karakteristik yang hampir sama
dengan folikel tipe 6 (Gambar 25). Ciri khas folikel tipe 7 adalah zona pelusida
yang terlihat semakin menebal. Antrum folikuli mulai terbentuk pada folikel
tipe 8 (Gambar 26). Antrum folikuli tersebut semakin membesar sehingga folikel
berkembang menjadi folikel tipe 9 (Gambar 27). Oosit pada folikel tipe 9 mulai
bergerak ke tepi folikel. Folikel tipe 10 merupakan tahap akhir perkembangan
tipe folikel sebelum diovulasikan. Oosit pada folikel tipe 10 berada di tepi folikel
dengan antrum folikuli yang membesar (Gambar 28).
Berdasarkan perhitungan jumlah folikel pada setiap tahapan perkembangan,
folikel tipe 1 merupakan tipe folikel yang jumlahnya paling mendominasi dalam
ovarium dan lebih banyak ditemukan pada ovarium MJ-2. Selain itu, dapat dilihat
pula bahwa ovarium kiri trenggiling jawa pada umumnya memiliki persentase
perkembangan folikel yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ovarium kanan.
Folikel tipe 8 yang termasuk ke dalam folikel antral, dapat ditemukan pada sampel
ovarium yang berada dalam fase folikular, maupun fase luteal (Tabel 3).
36
pada folikel tipe 8-9, dan reaksi positif lemah pada folikel tipe 10. Cairan folikuli
pada folikel antral (tipe 8-10) menunjukkan intensitas reaksi positif AB yang
sedang (++) hingga kuat (+++).
PEMBAHASAN
Organ reproduksi betina terdiri dari sepasang gonad, yaitu ovarium, organ
reproduksi internal yang terdiri dari tuba uterina, uterus, dan vagina, serta organ
reproduksi eksternal yang terdiri dari vulva dan klitoris (Pineda dan Dooley 2003;
Samuelson 2007). Perkembangan ovarium pada masa embrio diawali dengan
penebalan epitelium coloemic yang lokasinya berada di ventral mesonephros.
Saluran reproduksi yang terdiri dari tuba uterina, uterus, dan vagina berasal dari
saluran mesonephros yaitu duktus Mullerian (Capello dan Lennox 2006;
Kobayashi dan Behringer 2003), sedangkan organ reproduksi eksternal berasal
dari perkembangan regio kloaka primitif (Capello dan Lennox 2006).
Tuba uterina trenggiling Jawa terdiri dari infundibulum, ampulla dan
isthmus. Isthmus merupakan bagian yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian
tuba uterina yang lain (Gambar 12) sehingga pada perbatasan kedua daerah
tersebut terdapat daerah penghubung yang disebut ampullary-isthmic junction.
Kondisi ini sama seperti tuba uterina pada sapi (Ball dan Peters 2004) dan kuda
(Morel dan Mina 2008). Bagian ampulla dan isthmus memiliki bentuk
menggulung sama seperti tuba uterina pada mamalia ternak (Hafez dan Hafez
2000), dan diikat oleh jaringan pengikat yang dinamakan mesosalphynx.
Gambaran histologi tuba uterina trenggiling Jawa tidak berbeda dengan
mamalia lain pada umumnya. Mukosa tuba uterina tersusun dari lipatan primer,
sekunder, dan tersier yang memiliki percabangan yang semakin sederhana pada
bagian yang mendekati uterus (Hafez dan Hafez 2000). Mukosa tersebut ditutupi
oleh epitel silindris sebaris pada bagian fimbrae dan epitel silindris banyak lapis
semu dengan silia yang bergerak (kinosilia) di bagian lainnya. Silia ini berfungsi
dalam proses transportasi sel telur ke tempat terjadinya fertilisasi dan transportasi
embrio yang akan berimplantasi di uterus. Persentase sel bersilia berkurang pada
daerah ampulla mendekati isthmus, dan mencapai jumlah maksimum di daerah
fimbrae dan infundibulum (Hafez dan Hafez 2000).
Pada permukaan epitel tuba uterina, dapat ditemukan secretory bulb.
Secretory bulb merupakan hasil sekresi sel-sel tidak bersilia pada epitel tuba
uterina. Sel tidak bersilia pada tuba uterina ditutupi oleh mikrovilli dalam jumlah
yang banyak pada permukaannya (Hafez dan Hafez 2000). Fungsi utama sekreta
41
yang dihasilkan oleh sel ini adalah untuk menyediakan nutrisi pendukung bagi sel
telur ketika melakukan pergerakan pada tuba uterina. Sekreta tersebut juga
membantu proses pematangan spermatozoa dalam tuba uterina yang dikenal
dengan istilah kapasitasi (Samuelson 2007). Sekresi sel epitel tidak bersilia pada
tuba uterina, diatur oleh hormon steroid (Hafez dan Hafez 2000).
Tunika muskularis tuba uterina disusun oleh otot polos sirkular yang
dikelilingi oleh otot polos longitudinal di bagian superfisial. Daerah isthmus
memiliki lapisan muskularis yang paling tebal dibandingkan dengan ampulla dan
infundibulum. Semakin mendekati ovarium, lapisan muskularis ini akan semakin
tipis, sehingga bagian infundibulum merupakan bagian yang memiliki lapisan
muskularis yang paling tipis. Kondisi tunika muskularis memiliki korelasi dengan
keberadaan sel-sel epitel bersilia pada tuba uterina. Tunika muskularis memiliki
fungsi untuk kontraksi tuba uterina sehingga membantu pergerakan sel telur
(Hafez dan Hafez 2000). Infundibulum memiliki tunika muskularis yang lebih
tipis sehingga pergerakan ovarium lebih banyak dilakukan dengan bantuan sel-sel
epitel bersilia. Semakin mendekati uterus, pergerakan sel telur lebih banyak
didukung oleh tunika muskularis.
Trenggiling Jawa memiliki uterus dengan tipe bikornua, sama seperti babi
(Hafez dan Hafez 2000) kancil (Hamny 2006), dan rusa (Rifqiyati 2006). Hasil ini
mengkonfimasi hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh
Kimura et al. (2006). Bagian kaudal kornua uteri yang dekat dengan korpus uteri
memiliki septum. Uterus diikat oleh jaringan ikat yang dinamakan mesometrium.
Jaringan ikat ini bersama dengan mesovarium dan mesosalphinx bergabung
menjadi jaringan ikat yang lebih luas (Hafez dan Hafez 2000).
Endometrium pada trenggiling Jawa terdapat pada kornua dan korpus uteri
dan dilapisi oleh epitel silindris sebaris yang membentuk lipatan mukosa
longitudinal (Gambar 13). Lapisan ini memiliki peran penting dalam proses
pelekatan dan perkembangan embrio (Morel dan Mina 2008). Bagian lamina
propria endometrium merupakan lapisan fungsional memiliki kelenjar dalam
jumlah yang banyak. Kelenjar ini merupakan kelenjar uterin yang menghasilkan
cairan berupa serum protein dan sejumlah kecil protein spesifik uterus (Hafez dan
Hafez 2000). Kerja dari kelenjar uterin dipengaruhi oleh hormon progesteron
dalam siklus estrus (Pineda dan Dooley 2003; Samuelson 2007) dan estrogen
(Pineda dan Dooley 2003).
42
memiliki dinding yang tebal dan lumen yang berkontraksi, terdapat pada serviks
trenggiling Jawa. Lumen serviks menutup dengan rapat kecuali pada saat estrus
dan melahirkan.
Ovarium trenggiling Jawa memiliki bentuk oval menyerupai telur hingga
lonjong. Ovarium kiri trenggiling dengan kode MJ-1 memiliki bentuk hampir
mendekati segitiga dengan hilus yang berada pada salah satu sudutnya. Ukuran
ovarium kanan dan kiri baik pada satu sampel maupun sampel organ reproduksi
yang berbeda memiliki perbedaan ukuran panjang, lebar dan diameter serta bobot.
Bentuk ovarium trenggiling Jawa yang bulat hingga lonjong sesuai dengan
ovarium pada hewan monokotosa atau hewan yang menghasilkan satu anak dalam
satu periode kebuntingan seperti sapi dan kambing (Pineda dan Dooley 2003).
Perbedaan bentuk dan ukuran ovarium, dapat disebabkan oleh perkembangan dari
siklus reproduksi (Hafez dan Hafez 2000; Pineda dan Dooley 2003;
Samuelson 2007).
Terdapat keunikan pada ovarium trenggiling Jawa. Jaringan ikat pada
bagian hilus tidak menyusup ke bagian dalam ovarium, melainkan berubah
menjadi tunika albuginea yang menutupi permukaan luar ovarium. Bagian medula
ovarium, diisi oleh sel-sel sekretori interstisial yang memiliki bentuk menyerupai
sel luteal dengan ukuran yang lebih kecil. Sel sekretori interstisial tidak dapat
ditemukan pada beberapa spesies hewan, namun dapat ditemukan dalam jumlah
yang banyak pada beberapa hewan Insektivora, Lagomorpha, Chiroptera,
Rodentia, dan Carnivora (Harrison dan Weir 1977). Beberapa kajian telah
dilakukan untuk mengetahui asal sel sekretori interstisial. Greenwald dan
Peppler (1963) diacu dalam Duke (1978) menyimpulkan bahwa jaringan
interstisial pada hamster yang belum dewasa berasal dari perkembangan sel-sel
stroma. Pernyataan yang sama diungkapkan oleh Deanesly (1970) diacu dalam
Duke (1978) dengan hewan coba pada cerpelai. Hasil penelitiannya menyebutkan
bahwa sel interstisial berkembang dari stroma medula pada 2 minggu pertama
pasca kelahiran. Mori dan Matsumoto (1970) mengemukakan bahwa pada kelinci
yang belum dewasa sel intertisial berasal dari penonjolan ekstrafolikuler sel
granulosa dan dari medulary cord.
44
Guraya dan Greenwald (1964) diacu dalam Harrison dan Weir (1977)
menyebutkan bahwa sel interstisial diisi oleh droplet-droplet yang mengandung
fosfolipid, trigliserida, dan kolesterol. Proporsi kandungan tersebut berbeda antar
spesies, antar sel, dan antar droplet. Sel interstisial memiliki fungsi sebagai tempat
sintesis progestin pada kelinci (Hilliard et al. 1963; Guraya dan Greenwald 1964
diacu dalam Duke 1978). Davis dan Broadus (1968) diacu dalam Duke (1978)
menyebutkan bahwa sel interstisial pada kelinci merupakan tipe sel penghasil
steroid.
Vaskularisasi berupa pembuluh darah arteri dan vena dapat ditemukan di
antara sel-sel sekretori interstisial pada ovarium trenggiling Jawa. Selain itu
vaskularisasi dapat ditemukan pula pada korpus luteum. Folikel primordial tidak
mendapatkan vaskularisasi khusus dari pembuluh darah. Namun ketika antrum
folikuli mulai terbentuk pada perkembangan folikel, pembuluh darah kapiler
terbentuk pada lapisan teka interna dan dapat berhubungan dengan pembuluh
darah kapiler pada lapisan teka eksterna (Harrison dan Weir 1977).
Ovarium difiksir oleh jaringan ikat yang bernama mesovarium. Mesovarium
bertaut pada ovarium di bagian hilus, dan merupakan lokasi masuknya
vaskularisasi dan inervasi untuk ovarium (Hafez dan Hafez 2000). Hilus
kemudian menyusup ke dalam medula, sehingga bagian medula merupakan
bagian yang terdiri dari pembuluh darah, pembuluh limfe, dan jaringan syaraf
yang dikelilingi oleh jaringan ikat elastik dan retikular (Samuelson 2007).
Perkembangan folikel dapat ditemukan di lapisan korteks pada bagian
superfisial ovarium. Folikel dalam ovarium dikelompokkan ke dalam 10 tipe
berdasarkan perkembangannya. Tipe tersebut menurut Cushman et al. (2000)
diacu dalam Hamny (2006), dapat dikelompokkan menjadi folikel primordial (tipe
1 dan 2), folikel primer (tipe 3 dan 4), folikel sekunder (tipe 5, 6, 7, dan 8), serta
folikel tersier (tipe 9 dan 10). Menurut Erickson (2003) diacu dalam Hamny
(2006), folikel tipe 8 dimasukkan ke dalam folikel tersier berdasarkan keberadaan
antrum folikuli.
45
dilihat pula bahwa ovarium kiri trenggiling Jawa pada umumnya memiliki
persentase perkembangan folikel yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
ovarium kanan (Tabel 3) sehingga diduga ovarium kiri tersebut memiliki aktivitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan ovarium kanan. Perbedaan ini dapat
ditemukan pula pada hewan kancil (Hamny 2006).
Folikel tipe 1 merupakan folikel primordial yang pembentukkannya sudah
mulai terjadi pada masa embrionik. Perkembangan folikel ini berasal dari sel
benih primordial yang berdiferensiasi menjadi oogonia. Oosit primer pada folikel
primordial yang berasal dari oogonia akan menggandakan DNA-nya dan
memasuki tahap profase dari meiosis pertama. Folikel primordial akan mengalami
masa istirahat dalam tahap ini. Oosit tidak akan menyelesaikan pembelahan
meiosis pertamanya dan akan tetap berada pada tahap profase sebelum mencapai
masa pubertas (Djuwita et al. 2000).
Pada setiap siklus estrus, sekelompok folikel mulai berkembang. Pada
hewan unipara atau hewan monokotosa, hanya satu folikel yang mencapai
kematangan penuh, yaitu folikel dominan. Folikel lain yang berkembang pada
satu siklus estrus tersebut berdegenerasi menjadi atretik (Djuwita et al. 2000).
Semakin tua usia hewan maka siklus estrus yang telah terjadi akan semakin
banyak, sehingga jumlah folikel primordial pada ovarium akan berkurang dan
akhirnya tidak ada lagi folikel yang dapat berkembang. Kondisi ini disebut dengan
menopouse. Hal ini menguatkan dugaan bahwa trenggiling MJ-2 merupakan
trenggiling dara dilihat dari jumlah folikel primordial yang jumlahnya relatif
banyak pada kedua ovarium.
Folikel tipe 8 yang termasuk ke dalam folikel antral dapat ditemukan pada
sampel ovarium yang berada dalam fase folikular maupun luteal. Folikel antral
merupakan folikel yang dapat dimanfaatkan untuk koleksi oosit pada teknologi
reproduksi in vitro fertilization (IVF). Koleksi oosit pada folikel antral dapat
dilakukan dengan metode aspirasi, yaitu dengan mengaspirasi folikel antral pada
ovarium setelah dilakukan laparotomi, atau dengan bantuan laparoskop. Metode
aspirasi juga dapat dilakukan dengan bantuan tranduser ultrasound transvaginal.
47
Selain dengan metode aspirasi, koleksi oosit dapat dilakukan dengan memotong
ovarium kemudian mencacahnya (Hasler 2007).
Hasil pengamatan distribusi karbohidrat asam dan netral pada setiap
perkembangan ovarium menunjukkan adanya perbedaan distribusi pada setiap
tahap perkembangan folikel. Karbohidrat asam yang dilihat dari hasil pewarnaan
AB pH 2.5 menunjukkan hasil positif mulai dari folikel tipe 5. Intensitas warna
sangat lemah yang ditunjukkan pada folikel tipe 5 ini dapat berarti bahwa
konsentrasi karbohidrat asam yang dikandung oleh folikel masih sangat rendah
(Hamny 2006). Adanya perubahan intensitas reaksi positif pada setiap folikel
dapat mengindikasikan bahwa terjadi perubahan struktur distribusi karbohidrat
asam pada setiap perkembangan folikel.
Kandungan karbohidrat asam pada cairan folikuli dan zona pelusida makin
meningkat sesuai dengan perkembangan folikel, dan mencapai intensitas tertinggi
pada cairan folikuli folikel tipe 10. Mukopolisakarida meningkat jumlahnya sesuai
dengan perkembangan folikel (Ax dan Ryan 1979). Pada cairan folikuli terdapat
asam hialuronat dan mukopolisakarida asam lain yang menghasilkan reaksi positif
terhadap pewarnaan AB pH 2.5 (Bjersing 1977). Asam hialuronat banyak
ditemukan pada cairan interselular di sekitar sel granulosa, sedangkan pada
antrum folikuli, dapat ditemukan mukopolisakarida asam berupa asam sulfur
kondroitin (McNatty 1978).
Reaksi positif pewarnaan PAS mulai terlihat pada folikel tipe 4, yaitu pada
matriks ekstraseluler dengan intensitas reaksi positif yang sangat lemah (±).
Reaksi positif pada oosit mulai terlihat pada folikel tipe 5 dengan intensitas reaksi
positif lemah (+), kemudian pada folikel tipe 6-10 intensitas reaksi positif pada
oosit menurun menjadi sangat lemah (±). Zona pelusida menunjukkan reaksi
positif pada folikel tipe 6-10 dengan intensitas reaksi positif sedang. Cairan
folikuli menunjukkan intensitas reaksi positif lemah (+) pada folikel tipe 8,
kemudian menjadi sangat lemah (±) pada folikel tipe 9, dan kembali meningkat
menjadi lemah (+) pada folikel tipe 10. Pewarnaan PAS digunakan untuk
mendeteksi karbohidrat netral seperti glukosa, galaktosa, manosa, dan fruktosa.
48
Simpulan
Secara makroskopis trenggiling Jawa memiliki ovarium dengan bentuk oval
menyerupai telur hingga lonjong. Ovarium trenggiling memiliki keunikan karena
jaringan ikat yang berasal dari hilus ovari tidak menyusup ke bagian medula
sehingga struktur medulanya didominasi oleh sel sekretori interstisial. Tuba
uterina trenggiling jawa baik secara makroskopis dan mikroskopis sama dengan
tuba uterina mamalia pada umumnya. Trenggiling Jawa memiliki tipe uterus
bikornua dengan komposisi penyusun dinding terus yang sama dengan mamalia
pada umumnya. Serviks uteri memiliki lipatan mukosa yang terdiri dari lipatan
primer sekunder dan tersier seperti pada kuda dan anjing. Mukosa vagina
memiliki aspek licin dan mengkilat di bagian kranial, dan membentuk lipatan
mukosa yang tipis di daerah kaudal. Folikel tipe 1 merupakan folikel yang paling
banyak ditemukan pada seluruh sampel ovarium. Ovarium kiri trenggiling Jawa
memiliki persentase perkembangan folikel yang lebih tinggi dibandingkan dengan
ovarium kanan sehingga diduga ovarium kiri tersebut memiliki aktivitas yang
lebih tinggi. Distribusi karbohidrat asam dan netral pada setiap tahap
perkembangan ovarium tidak sama. Karbohidrat netral mulai muncul pada folikel
tipe 4 yaitu pada matriks ekstraseluler, sedangkan karbohidrat asam mulai muncul
pada folikel tipe 5 yaitu pada zona pelusida dengan intensitas reaksi positif yang
sangat lemah dengan intensitas reaksi positif yang sangat lemah. Intensitas reaksi
positif yang menunjukkan kandungan karbohidrat asam dan netral pada setiap
folikel berbeda-beda menggambarkan adanya perubahan struktur karbohidrat pada
setiap tahap perkembangan folikel.
Saran
Kajian lebih lanjut mengenai karakteristik organ reproduksi betina
trenggiling Jawa perlu dilakukan untuk:
1. Mengetahui distribusi karbohidrat pada perkembangan folikel ovarium dengan
menggunakan pewarnaan histokimia Lektin.
2. Mengetahui pola reproduksi trenggiling Jawa pada habitat eksitu sehingga
teknik reproduksi buatan dapat dikembangkan dan diterapkan untuk
manajemen konservasi trenggiling Jawa.
50
DAFTAR PUSTAKA
Akers RM, Denbow DM. 2008. Anatomy & Physiology of Domestic Animal.
USA: Blackwell.
Ax RL, Ryan RJ. 1979. The porcine ovarian follicle. IV. Mucopolysaccarides at
different stages of development. Biol Reprod 20: 1123-1132.
Bacha WJ, Bacha LM. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology Ed ke-2.
Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins. hlm 221-243.
Ball PJH, Peter AR. 2004. Reproduction in Cattle Ed ke-3. Iowa: Blackwell
Publishing Company.
Boldt J, Howe AM, Parkerson JB, Gunter LE, Kuehn E. 1989. Carbohydrate
involvement in sperm-egg fusion in mice. Biol Reprod 40: 887-896.
Candy CJ, Wood MJ, Whittingham DG. 1997. Effect of cryoprotectans on the
survival of follicles in frozen mouse ovaries. J Reprod Fertil 110: 11-19.
Capello V, Lennox AM. 2006. Gross and surgical anatomy of the reproductive
tract of selected exotic pet mammals.
http://aemv.org/documents/2006_AEMV_proceedings_3.pdf [11 Juli
2011]
Cushman RA, Hedgpeth VS, Echternkamp SE, Britt JH. 2000. Evaluation of
numbers of microscopic and macroscopic follicles in cattle selected for
twinning. J Anim Sci 78 (6): 1564-1567.
Davis J, Broadus CD. 1968. Studies on the fine structure of ovarian steroid-
secreting cells in the rabbit. I. the normal interstitial cells. Am J Anat
123: 441-474.
Deanesly R. 1970. Oogenesis and the development of the ovarian interstitial tissue
in ferret. J Anat 107: 165-178.
Duke KL. 1978. Nonfollicular ovarian component. Di dalam: Jones RE. The
Vertebrate Ovary: Comparative Biology and Evolution. New York:
Plenum Pr. hlm 563-582.
Greenwald GS, Peppler RD. 1968. Prepubertal and pubertal change in hamster
ovary. Anat Rec 161: 447-458.
Grzimek B. 1975. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia Vol.11 Mamals II. New
York: Van Nostrand Reinhold Company.
Harris SE, Adriaens I, Leese HJ, Gosden RG, Picton HM. 2007. Carbohydrate
metabolism by murine ovarian follicles and oocyte grown in vitro.
Society for Reproduction and Fertility. Reprod 134: 415-424.
52
Harrison RJ, Weir BJ. 1977. Structure of the Mammalian Ovary. dalam:
Zuckerman L dan Weir BJ (ed). The Ovary I: General Aspect Ed ke-2.
New York: Academy Pr. hlm 113-217.
Hasler JF. 2007. Embryo transfer and in vitro fertilization. Di dalam: Schatten H,
Constantinescu GM, editor. Comparative Reproductive Biology. USA:
Blackwell Publishing. hlm 171-211.
Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Method: Theory and Practice
Ed ke-2. Oxford: Pergamon Pr.
Loeser CR, Tulsiani DRP.1999. The role of carbohydrate in the induction of the
acrosom reaction in mouse spermatozoa. Biol Reprod 60: 94-101.
McNatty KP. 1978. Follicular Fluid. dalam: Jones RE. The Vertebrate Ovary:
Comparative Biology and Evolution. New York: Plenum Pr.
hlm 215-259.
Morel D, Mina CG. 2008. Equine Reproductive Physiology, Breeding, and Stud
Management Ed ke-3. USA: CAB International.
Nowak RM. 1991. Walker's Mammals of the World. Volume 11. Baltimore: Johns
Hopkins University Pr.
Sari RM. 2007. Kajian morfologi lidah trenggiling (Manis javanica). [skripsi].
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Wandji SA, Srsen V, Voss AK, Eppig JJ, Fortune JE. 1996. Initiation in vitro of
growth of bovine primordial follicle. Biol Reprod 55: 942-948.
Hasil : inti berwarna biru hingga ungu, sitoplasma, kolagen, keratin dan
eritrosit berwarna merah.
56
Keterangan:
Ovaka : Ovarium kanan
Ovaki : Ovarium kiri
MJ-1 : Sampel trenggiling 1
MJ-2 : Sampel trenggiling 2