Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

DRAMATURGI PENYANDANG OLIGODAKTILI

Sulaeman
Program Studi Jurnalistik Islam
Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri Ambon
Jl. DR. Tarmidzi Taher, Kebun Cengkeh, Batu Merah Atas, Ambon, Maluku, 97128.
Telp. (0911) 344816 Email: sulaeman@iainambon.ac.id

Abstract
The purpose of this research it is analyzing the management of the impression in the stage before it or the stage
back displayed in the process of communication at the daily life of social interaction with the surrounding
environment for people with oligodactyly in Kampung Ulutaue. This research uses the method interpretative
subjective with the approach dramaturgy, involving fifteen informants with ten men and five women were chosen
purposively.Researchers are digging experience social interaction informants was conducted using data collected
through in-depth interviews and observation participatory with the data supporting based on perspective the act
of social and dramaturgy. The results of the study explain people oligodactyly manage the impression upon a stage
before or the stage behind with verbal communication and nonverbal displayed social interaction in the process
of communication with fellow people oligodactyly, family, the community government agencies, and television
treating them by creating inconveniences in exertion to survive, weaken psychology self, marginalisation,
traumatic, and self-denial its environment from suffering experienced. The contribution of the study is giving
insight about impression management on people with oligodactyly by using dramaturgy perspective.

Keywords: management impression, people with oligodactyly, dramaturgy perspective.

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengelolaan kesan di panggung depan maupun panggung
belakang ditampilkan dalam proses komunikasi pada interaksi sosial kehidupan sehari-hari
dengan lingkungan sekitarnya bagi penyandang oligodaktili di Kampung Ulutaue. Penelitian ini
menggunakan metode interpretatif subjektif dengan pendekatan dramaturgi, melibatkan lima belas
informan dengan sepuluh laki-laki dan lima perempuan dipilih secara purposif. Peneliti menggali
pengalaman interaksi sosial informan, dilakukan dengan menggunakan pengumpulan data melalui
wawancara mendalam dan pengamatan partisipatif dengan data penunjang berdasarkan perspektif
tindakan sosial dan dramaturgi. Hasil penelitian menjelaskan penyandang oligodaktili mengelola
kesan pada panggung depan maupun panggung belakang dengan komunikasi verbal dan nonverbal
ditampilkan interaksi sosial dalam proses komunikasi bersama dengan sesama penyandang
oligodaktili, keluarga, masyarakat lembaga pemerintah, dan media televisi memperlakukan mereka
dengan menciptakan ketidaknyamanan dalam beraktivitas untuk bertahan hidup, melemahkan
psikologi diri, marginalisasi, traumatis, dan penyangkalan diri lingkungannya dari penderitaan
dialami. Kontribusi penelitian ini adalah memberikan wawasan mengenai pengelolaan kesan
penyandang oligodaktili menggunakan perspektif dramatugi.

Kata kunci : Penyandang oligodaktili, pengelolaan kesan, perspektif dramaturgi.

Pendahuluan oligodaktili, diistilahkan “hipodaktili” ada­


Pada Undang-Undang Nomor 4 tahun lah “jari tangan dan kaki yang kurang dari
1997 mengatur mengenai penyandang cacat normal” (Hartanto, 2002: 1056). Oligodaktili
yang mencakup pada penyadang cacat fisik, kebalikan dari “polidaktili” berarti jemari
penyandang cacat mental, dan penyandang tangan atau kaki yang lebih dari normal.
cacat fisik dan mental. Kemudian diperjelas Oligodaktili, tidak adanya satu dari jemari
lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor tangan dan kaki dan atau memiliki jemari
36 tahun 1980, termasuk penyandang tangan dan kaki yang tidak tidak normal.

662
Sulaeman. Dramaturgi Penyandang Oligodaktili 663

Komunitas oligodaktili yang tinggal fisik dialami sebagai simbol identitas diri
di Kampung Ulutaue pada saat penelitian penyandang oligodaktili dalam kehidupan
dilakukan, kampung ini dikaitkan dengan sehari-harinya telah membentuk dunia sosial
kampung dihuni oleh orang-orang “Lobster- diyakininya dan berkembang menjadi realitas
Claw Syndrome,” meskipun banyak orang- dalam kehidupan sosial dengan julukan
orang normal tinggal di sekitar lingkungan “jemari bertangkai dan atau atau keluarga
kampung tersebut. Kampung Ulutaue dikon­ bertangan kepiting yang serem, merinding,
struksi media televisi sebagai “kampung ibah, menakutkan, dan menjijikkan” bagi
manusia kepiting,” menyebabkan beberapa orang yang melihatnya. Reaksi verbal dan
masyarakat di kampung melakukan per­ nonverbal yang muncul di lingkungan
la­
wanan, termasuk beberapa penyandang sekitarnya dengan mengejek, menghina,
oligodaktili. Di antara mereka menyadari membuang muka, dan menghindar akan
bahwa media televisi mengkonstruksi menimbulkan perasaan malu, rendah diri,
kampung semata-mata berorientasi pada ke­ kecenderungan menghindari, depresi, bunuh
untungan tanpa melihat fisik, psikologi, dan diri, memukul kepala dengan kayu, dan tidak
kondisi ekonomi penyandang oligodaktili. menerima diri memiliki kelainan fisik yang
Bagi penyandang oligodaktili, kons­ dapat melemahkan diri para penyandang
truksi media televisi dianggap perlakuan oligodaktili.
diskriminatif sebagai gambaran dari “stigma Penelitian ini bertujuan menganalisis
berhubungan dengan stereotip suatu pen­ penge­ lolaan kesan di panggung depan
duduk yang diberikan sebagai penjulukan” maupun panggung belakang ditampilkan
(Goffman,1973: 14). Stigma, ciri negatif me­ dalam proses komunikasi pada interaksi
nempel pada pribadi mereka yang memiliki sosial kehidupan sehari-hari dengan ling­
kelainan fisik berbeda dengan individu kungan sekitarnya bagi penyandang
lainnya di lingkungan sekitarnya. Kelainan oligodaktili di Kampung Ulutaue

Gambar.1 Gambar.2
Jemari tangan dan jemari kaki penyandang oligodaktili Jemari tangan dan jemari kaki penyandang oligodaktili
Sumber : Data Peneliti (2017) Sumber : Data Peneliti (2017)
664 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 662-674

Metode Penelitian aktivitas. Peneliti mengamati rumah mereka,


Penelitian ini melibatkaan limabelas tindakan verbal dan nonverbal, tempat di
informan meliputi sepuluh laki-laki dan mana bekerja, termasuk pasar di mana mereka
selebihnya perempuan. Usia mereka berkisar menjual hasil tangkapannya, lokasi mereka
sepuluh hingga tujuhpuluh tiga tahun pada bermain dan atau menghibur diri mereka
saat peneliti melakukan penelitian. Sepuluh sendiri.
subjek belum menikah, lainnya sudah Penelitian ini menggunakan dua perspektif
menikah. Empat belas subjek memiliki sebagai landasan teoretis, perspektif objektif
peker­jaan sebagai wiraswasta, terutama dan subjektif. Perspektif objektif untuk meneliti
pemulung laut (udang kecil, tiram kecil, penyandang oligodaktili didasari asumsi
dan kerang) dan satu subyek menganggur. bahwa ada keteraturan dalam realitas sosial
Sebagian besar subyek tidak pernah sekolah, dan kehidupan sosial berhubungan dengan
mereka tidak mampu berhitung, membaca kelainan bentuk organ fisik untuk memprediksi
dan menulis. Subyek sebagian besar me­ hubungan sebab-akibat dan korelasi antara
miliki tiga jemari tangan dan atau kaki. variabel, seperti menggunakan hipotesis.
Selebihnya memiliki dua dan atau empat Dianalisis menggunakan data statistik untuk
jemari tangan dan kaki. Jemari tangan dan melihat apakah hipotesis diajukan dapat
kaki mereka sangat berbeda dengan jemari diterima dan atau tidak. Metode penelitian ini
tangan dan kaki orang normal. ternyata memberikan pengetahuan terbatas,
Teknik pengumpulan data dalam pene­ kurang humanistik dan tidak akurat. Hasil
litian ini adalah dengan melakukan wawancara penelitian tersebut, misalnya Gibson dan Zhong
mendalam. Awalnya wawan­cara tidak mudah (2005), Lee (2008), Primack et al. (2009), and
dilakukan, mereka menganggap peneliti Brown and De Matviuk (2010). Di Indonesia,
sebagai jurnalis yang akan memperoleh jenis penelitian ini meliputi penelitian dari Iba
keuntungan dari mereka mengenai pengalaman (2005) meneliti “Hubungan antara komunikasi
hidupnya kepada pembaca. Saat mereka dari paramedis dengan sikap pasien rawat
bersedia diwawancarai, awalnya mereka inap mengenai layanan perawatan medis di
tampak gelisah. Peneliti mampu mengum­ rumah sakit umum daerah provinsi Sulawesi
pulkan data dari subjek dengan cara, seperti Tenggara,” Dida (2011) meneliti “Pengaruh
peneliti menunjukkan kesabaran dan empati opti­
malisasi komunikasi kesehatan pada
terhadap mereka. Hasil wawacara dimudahkan pusat pelayanan kesehatan dasar terhadap
dengan peneliti menggunakan bahasa lokal pening­katan derajat kesehatan anak usia dini
(bahasa bugis) mereka. Akhirnya wawancara di Jawa Barat,” dan Agustini (2012) me­
dilakukan dengan lancar dan intim. Wawancara neliti “Pengaruh komunikasi pemasaran jasa
berlangsung di rumah, pantai, sekolah, pasar terhadap pencitraan pasien mengenai rumah
dan di pesisir pantai. sakit bersalin Emma Poeradiredja di Bandung.”
Peneliti melakukan pengamatan di saat Penelitian kuantitatif-statistik berbeda
melakukan wawancara dan subjek melakukan dengan penelitian perspektif subjektif bersifat
Sulaeman. Dramaturgi Penyandang Oligodaktili 665

“kualitatif” (Creswell, 1998: 15). Peneliti berikan tampilan diri tertentu mengenai
meng­ gunakan perspektif “interpretatif” kelainan fisik dialami dan mereka berinteraksi
(Denzin dan Lincoln, 2005: 150-151) untuk sosial dengan orang lain. Perspektif interpretatif
meng­eksplorasi individu dengan interpretasi dianggap sesuai dan lebih holistik untuk
penyandang oligodaktili dan interaksi sosial meneliti keunikan interaksi sosial penyandang
mereka dengan orang-orang di lingkungan oligodaktil dengan lingkungan sekitarnya.
sekitarnya atau lebih khusus, perspektif Dengan kata lain, tidak dilihat dari aspek
tindakan sosial dan dramaturgi, keduanya kelainan fisik dialami, namum pengelolaan
sebagai pelengkap satu sama lainnya. Kedua kesan dalam proses komunikasi mereka
perspektif teori ini menjelaskan bahwa memiliki kelainan fisik secara subjektif.
individu melakukan interaksi sosial dalam Penyandang oligodaktili bagi peneliti dianggap
proses komunikasi di lingkungan sekitarnya sebagai kelainan fisik, bukan sebagai penyakit.
dengan tampilan pengelolaan kesan pada Kleinman et al. (1978) mendefinisikan bahwa
panggung depan maupun belakang dalam penyakit sebagai “kerusakan organik dan proses
menentukan tujuan mereka sendiri dalam patologis ditandai dengan gejala yang biasanya
hidupnya. Konteks realitas ini dianggap dapat diamati dan dinilai secara kuantitatif,”
sebagai intersubjektif, berbagi, dan sakit adalah “pengalaman penyakit atau sakit
bernegosiasi. Cukup interaksi sosial dalam pasien” (Scharf and Vanderford, 2003: 9-34).
proses komunikasi dengan aktor komunikasi Hasil penelitian di Indonesia mengenai
menyesuaikan tindakan mereka sendiri untuk komunikasi berdasarkan teori dramatugis
penyesuaian diri dengan tindakan orang lain. meliputi Arrianie (2006) meneliti kekerasan
Penggunaan perspektif Max Weber (1864- dalam komunikasi politik di dewan perwakilan
1920), tindakan sosial berhubungan langsung rakyat Republik Indonesia; Bahfiarti (2011)
dengan tindakan manusia. Penggunaan meneliti komunikasi antarpribadi mantan
perspektif tindakan sosial, tindakan ini narapida perempuan dalam adaptasi diri dan
digerakkan oleh tampilan diri penyandang pengembangan hubungan pada masyarakat
oligodaktili sebagaimana di ungkapkan oleh Bugis-Makassar di Kota Makassar; Rohim
Erving Goffman (1922-1983) bahwa “ketika (2011) meneliti konstruksi diri dan perilaku
manusia berinteraksi dengan sesamanya, ingin komunikasi gelandangan di Kota Jakarta;
mengelola kesan yang diharapkan tumbuh Sulaeman (2014) meneliti konstruksi makna
pada orang lain terhadapnya. Setiap individu dan perilaku komunikasi penyandang
melakukan pertunjukkan bagi orang lain.” oligodaktili di Kabupaten Bone, dan Sulastri
Asumsi teori ini, menjelaskan bagaimana (2015) meneliti komunikasi dakwah di Kota
penyandang oligodaktili mengelola kesan pada Padang.
panggung depan maupun panggung belakang Berdasarkan perspektif interpretif, pe­
di lingkungan sekitarnya. nyan­dang oligodaktili memiliki penge­
Aspek perspektif interpretatif, individu lolaan kesan diasumsikan sebagai realitas
sebagai penyandang oligodaktili dapat mem­ subjektif. Dalam konteks ini, interaksi
666 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 662-674

sosial dapat dihubungkan tampilan diri kurang baik dari segi frekuensi maupun
memiliki kelainan fisik, kepribadian diri, kualitas ditampilkan di panggung depan
kepercayaan, dan nilai-nilai sosial-budaya. “marah,” kadangkala mereka merasa terhina
Ini menarik diteliti untuk mengetahui dengan “melempar dan memecahkan”
bagaimana subjek penelitian adalah pe­ barang-barang kecil, seperti gelas dan
nyan­
dang oligokdatili mengelola kesan piring. Pesan komunikasi nonverbal tidak
pada panggung depan maupun panggung menyenangkan, seperti “enak saja tinggal
belakang dengan komunikasi verbal dan di rumah, makan, dan tidur bersama anak
nonverbal ditampilkan melakukan interaksi istri, tidak tau diri, makanya kerja, ... jangan
sosial dalam proses komunikasi dengan menyusahkan orang lain di rumah” (Renita).
ling­kungan di sekitarnya. Pesan tersebut akan menyakitkan diri bagi
saudara kandung sesama penyandang
Hasil Penelitian dan Pembahasan
oligodaktili dengan menampilkan panggung
Merujuk analogi dramaturgi pandangan
belakang “diam” dilakukan oleh saudara
Erving Goffman berdasarkan kategori penge­
kandung.
lolaan kesan pada panggung depan mau­
Hubungan sosial sesama penyandang
pun panggung belakang dengan komu­
oligo­daktili dalam tindakan interpersonal
nikasi verbal dan nonverbal yang di­tampil­kan
tanpa perhatian dan dukungan satu sama
proses komunikasi penyandang oligodaktili
lainnya dengan pengelolaan kesan saling
dalam interaksi sosial di lingkungannya “mengacuhkan.” Interaksi sosial dilakukan
dialami dalam kehidupan sehari-harinya telah tidak memiliki relasi emosional, walaupun
membentuk dunia so­sial diyakininya dan ber­ mereka memiliki ikatan hubungan sebagai
kembang menjadi realitas dalam kehidupan keluarga kerabat. Sesama penyandang
sosial dengan temuan hasil penelitian menarik oligodaktili tidak memiliki kompetensi ke­
menjadi lima pengelolaan kesan ditampilan dekatan, mereka tidak mampu mengelola
dengan sesama penyandang oligodaktili, ke­ peran diri yang seharusnya dan memunculkan
luarga, masyarakat, lembaga pemerintah, dan “pembiaran” tampilan diri dipanggung depan.
media televisi. Peristiwa komunikasi ini dapat terjadi karena
Interaksi sosial ditampilkan dalam proses kualitas hubungan sosial interpersonal mereka
komunikasi bersama sesama penyandang yang kosong, tanpa saling perhatian dan
oligodaktili, seperti saudara kandung, paman, dukungan satu sama lainnya dengan tampilan
dan tante memiliki beberapa keunikan panggung belakang membuat dirinya “tekun
tersendiri. Keunikan pengelolaan kesan dengan belajar” untuk “menghibur” dirinya memiliki
me­
nampilkan proses komunikasi dalam kelainan fisik.
interaksi sosial, seperti intensitas komunikasi, Proses komunikasi terjadi sesama pe­
perhatian dan dukungan satu sama lainnya, nyandang oligodaktili, memandang dirinya
dan penekanan psikologi diri. mendapatkan penekanan psikologi dan fisik
Proses komunikasi dengan sesama sebagai komunikasi otoriter. Pola interaksi
penyandang oligodaktili memiliki intensitas sosial penekanan dialami menyebabkan
Sulaeman. Dramaturgi Penyandang Oligodaktili 667

pesan komunikasi berlangsung dengan me­ dan nonverbal “bukan keluarga,” memicu
nampilkan pengelolaan kesan panggung diri mereka bertindak menyendiri dengan
depan “ancaman,” seperti “saya sering ekspresi wajah sedih, marah, dan menangis.
dimarahi dan dipukul, ... saya tidak peduli Ekspresi wajah tersebut diibaratkan seperti
dan mendengar apa yang bilang oleh tante” sebuah buku dapat dibaca setiap keluarga
(Subaco), pola interaksi sosial seperti ini dalam melakukan interaksi sosial.
akan melemahkan dirinya lebih tertekan, Wajah sudah lama menjadi sumber informa­
menyesali diri terus-menerus, tidak memiliki si dalam komunikasi interpersonal. Inilah alat
yang sangat penting dalam menyampaikan
harapan (ketidakpastian) masa depan, makna. Dalam beberapa detik ungkapan wajah
dapat menggerakkan kita ke puncak keputusan.
dan gairah hidup tidak ada untuk bekerja. Kita menelaah wajah rekan dan sahabat kita
Penggunaan pengelolaan kesan komunikasi untuk perubahan-perubahan halus dan nuansa
makna dan mereka pada gilirannya, menelaah
otoriter, membuat mereka menampilkan kita (Rakhmat, 1989:98).
panggung belakang “menghibur” diri Tindakan interaksi sosial keluarga me­mun­
dengan menyendiri, termenung, menangis, culkan tindakan melemahkan diri penyandang
dan tidak memiliki harapan hidup ke depan, oligodaktili dengan me­nampilkan diri pang­
dan gairah hidup tidak ada untuk bekerja gung belakang “bermain” pada pesan ko­
guna memperbaiki kehidupannya di masa munikasi verbal “pergi ke pesisir pantai,
akan datang. pemulung laut, dan pergi ke rumah keluarga
Tindakan dari sebuah proses komunikasi lainnya” dan nonverbal “bercanda” dengan
mengandung unsur interaksi sosial dan anak-anak yang dimaknai untuk menghibur
menjadi tindakan komunikasi tersendiri bagi diri sendiri.
penyandang oligodaktili dengan keluarga Interaksi sosial dengan ditinggal pergi
inti dan keluarga kerabat dalam pengelolaan orang tua tanpa ketahuan tempat tinggalnya,
kesan pada panggung depan maupun karena kelainan fisik dialami merupakan
panggung belakang akan menimbulkan, “pengabaian” diri diterima penyandang oligo­
mem­perbesar, dan meneguhkan perasaan daktili dirasakan tidak diterima keluarga se­
untuk berupaya menjadikan diri memiliki bagai pesan komunikasi nonverbal “ke­luarga
kondisi kelainan fisik, agar tetap menjalani pergi.” Tindakan interaksi sosial keluarga
aktivitas kehidupan sehari-hari dengan memunculkan tampilan diri panggung belakang
tampilan, seperti pengingkaran anak “hiburan” melalui pesan komunikasi nonverbal
kandung, ditinggal pergi, perasaan iri hati, “tindakan diam, memendang perasaan, dan
dan perbedaan kondisi fisik. beraktivitas” untuk menenangkan pikiran
Panggung depan “penyangkalan” diri galau dialami penyandang oligodaktili.
diterima penyandang oligodaktili dari ke­ Penolakan interaksi sosial dengan
luarga, membuat diperlakukan tidak ma­ pera­saan iri hati keluarga memunculkan
nusiawi. Penyangkalan keluarga me­
rupa­ “pembedaan” tampilan pengelolaan kesan
kan diskriminasi keturunan melalui pesan pada panggung depan dengan pesan
komunikasi verbal “pengusiran keluarga” komunikasi nonverbal “tidak senang” diper­
668 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 662-674

lihatkan keluarga pada diri penyandang stigmatisasi penjulukan “jemari bertangkai”


oligodaktili menjalani kehidupan memiliki melalui pesan komunikasi verbal “tertawa”
kelainan fisik. Perlakuan diterima dengan melihat tampilan diri penyandang oligondaktili
menampilkan diri “pikiran positif” sebagai memiliki kelainan fisik, termasuk kategori
pesan komunikasi verbal dalam pengelolaan “public stigma,” penilaian masyarakat ter­
kesan panggung belakang untuk penguatan hadap kelompok tertentu, di mana penilaian
keimanan dalam menjalani kehidupan, berdasarkan sosial budaya yang dianut
tampilan diri yang diperlihatkan dalam (Corrigan dan Watson, 2002: 7). Dalam
menjalani kehidupan sudah ditakdirkan oleh konteks interaksi sosial, tindakan ditampilkan
Allah SWT. masyarakat adalah cemohan melalui pesan
Interaksi sosial kakek – nenek, dan komunikasi verbal dengan tertawa yang
saudara kandung dari keluarga inti dari bapak diterima penyandang oligodaktili, men­
dengan anak penyandang oligodaktili yang cerminkan stigmatisasi sebagai tindakan pen­
telah terlahir memiliki kelainan fisik yang julukan. Tindakan tersebut memunculkan
telah di tinggal mati ibunya, serta bapak telah tampilan diri panggung belakang “ingin
menjadi duda menikah lagi dengan wanita mem­ bunuh diri” melalui pesan komunikasi
lain dan “menelantarkan” anak kandungnya nonverbal “memukul diri” memicu pe­nyan­
sendiri, karena perbedaan fisik dialami dang oligodaktili “pengisolasian diri” ditandai
merupakan pengelolaan kesan pada panggung perasaan emosional merefleksikan cemohan
depan penerimaan pada anak penyandang akan kondisi kelainan fisik dialami untuk
oligodaktili. Perlakuan ini diterima dengan menghindari interaksi sosial pada lingkungan.
menampilan diri panggung belakang “tinggal Bagi penyandang oligodaktili peristiwa
bersama keluarga,” orang tua tidak pernah komunikasi terjadi di pasar, seperti interaksi
lagi kembali melihat anaknya di kampung dan sosial dengan penjual sayuran yang dianggap
seperti apa anaknya sekarang. bahwa kelainan fisik dialami dirinya menjadi
Penyandang oligodaktili membangun penyebab munculnya proses komunikasi
interaksi sosial dalam proses komunikasi tampilan panggung depan “penghinaan”
bersama dengan masyarakat seperti tetangga, dilakukan penjual sayuran yang diterima
penjual sayuran, pemilik usaha toko, pe­nyandang oligodaktili dengan pesan
perkebunan, pemilik usaha bagan nelayan, komunikasi verbal “kepribadiaan dan ke­
sopir, penumpang angkutan, dan anak-anak mam­puan” diri berdampak melemahkan.
di kampung dengan pengelolaan kesan pada Tindakan diterima dengan pengelolaan
panggung depan dan panggung belakang kesan “minta maaf” melalui tampilan diri
seperti julukan diri, peristiwa komunikasi, pesan komunikasi verbal sebagai panggung
pengusiran, dan diskriminasi. belakang dalam melindungi “harga diri,”
Pengelolaan kesan melalui panggung guna memperoleh perasaan hormat dan ke­
depan “cemohan” diri diterima penyandang mulian dari masyarakat. Ungkapan ini
oligodaktili dari masyarakat, mencerminkan senada dikemukakan oleh Argyle (1994: 89)
Sulaeman. Dramaturgi Penyandang Oligodaktili 669

bahwa “pengelolaan kesan memiliki motivasi “memaklumi” melalui pesan komunikasi


primer untuk mempertahankan dan atau nonverbal “tindakan diam, dan memendang
meningkatkan harga diri ... .” Para penyandang perasaan” diri memiliki kelainan fisik sejak
oligodaktili melakukan pengelolaan kesan lahir.
pada panggung belakang dengan tampilan diri Penyandang oligodaktili di Kampung
didasarkan motivasi untuk mempertahankan Ulutaue, kurang lebih empatpuluh tahun
“kepribadiaan dan kemampuan diri” dalam menggeluti pekerjaan nelayan dan me­
melindungi “harga diri” memiliki kelainan lakukan interaksi sosial dengan lembaga
fisik. pemerintah, seperti Kepala Desa Mario dan
Relasi sosial dengan masyarakat me­ Wusto Kecamatan Mare Kabupaten Bone,
mun­ culkan “pelecehan” diri diterima dinas-dinas kepemerintahan meliputi Dinas
penyandang oligodaktili melalui pengelolaan Perikanan dan Kelautan, Perindustrian dan
kesan panggung depan, dianggap sebagai Perdagangan, Kehutanan dan Pertanian,
pengusiran disebabkan dari kelainan fisik Dinas Kesehatan Kabupaten Bone sebagai
dialami, “Malu rasanya, air mati mau jatuh, lembaga penguatan pada diri.
di usir punya toko” (Ulhadi). Tindakan Interaksi sosial dengan pemerintah me­
pelecehan merupakan pesan komunikasi rupakan proses komunikasi kepedulian me­
verbal “penghinaan” dikelola dengan ngun­jungi penyandang oligodaktili, proses
kesan pada panggung belakang “sabar” pembelajaran, perhatian program pem­
melalui komunikasi nonverbal “diam dan berdaya­an, dan dukungan bantuan pem­ber­
memendang perasaan.” dayaan. Tindakan proses komunikasi lem­
Tindakan diskriminasi sosial pada baga pemerintah, penyandang oligodaktili
masyarakat dipicu kelainan fisik di alami menampilkan pengelolaan kesan pada pang­
penyandang oligodaktili, seperti “Di gung depan “ketidakpercayaan” sebagai
ledekin, yaa tidak apa-apa, nanti teman- pesan komunikasi nonverbal “ketiadaan
teman berhenti meledek” (Subaco) dengan realisasi” bantuan pemberdayaan yang sudah
tampilan panggung depan “pengucilan” diri diprogramkan pemerintah dalam bentuk
diterima dengan pesan komunikasi nonverbal “surat keputusan” dikeluarkan Kepala
“menjauhi diri,” seperti dijelaskan Goffman Dinas dan atau kepala bagian Pemerintahan
(1963: 3) sifat interaksi dan komunikasi di Kabupaten Bone. Penerimaan tindakan
tergantung pada “discredit stigma“ aktor pengelolaan kesan “sabar menunggu”
menganggap perbedaan telah diketahui me­lalui tampilan diri pesan komunikasi
oleh anggota penonton atau jelas bagi nonverbal pada panggung belakang menge­
mereka (seperti, orang yang tubuh bagian nai keterlibatan pemerintah dalam dukungan
bawahnya lumpuh atau kehilangan anggota sosial, khususnya pemberdayaan dalam pe­
badan).” Untuk menetralisasi perlakuan ini, ningkatan kesejahteraan ekonomi nelayan
mereka mengelola kesan pada panggung masih dianggap kebijakan pemerintah belum
belakang ditampilkan dalam bentuk diri berpihak kepada mereka.
670 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 662-674

Tindakan media televisi melakukan manusia jari kepiting, dan fakta unik keluarga
peliputan terhadap penyandang oligodaktili, bertangan kepiting.” Konstruksi media
peliputannya tidak berhasil atau gagal, tersebut sebagai tampilan pengelolaan kesan
media televisi diusir supaya tidak melakukan “perasaan marah, trauma, dan emosional”
peliputan. “Pengusiran” sebagai tampilan panggung belakang ditampilkan pada diri
panggung depan penyandang oligodaktili, penyandang oligodaktili dengan perasaan
karena terganggunya psikologi diri dan malu dan menghindar melakukan interaksi
sosial dari peliputan media televisi yang sosial dengan lingkungan di sekitarnya dan
sebelumnya mengkonstruksi penyandang melemahkan diri mereka memiliki kelainan
oligodaktili melalui pesan komunikasi verbal, fisik untuk melakoni kehidupannya lebih
seperti “manusia jari kepiting, kampung baik.

Gambar 3. Pengelolaan kesan penyandang oligodaktili dengan perspektif dramaturgi


Sumber : Data Peneliti 2017
Sulaeman. Dramaturgi Penyandang Oligodaktili 671

Semua interaksi sosial dalam proses belakang, dari bahasa verbal dan nonverbal
komunikasi diterima penyandang oligodaktili ditampilkan dalam proses komunikasi sebagai
dari sesama penyandang oligodaktili, ke­ upaya dilakukan untuk “memupuk kesan”
luarga, lembaga pemerintah, masyarakat, mau­ dengan tujuan tertentu membekas pada
pun media televisi melalui panggung depan individu lain, seperti dijelaskan Mulyana
kemudian terejawantahkan dalam bentuk (2010: 108-109) “peran dimaksudkan sebagai
taktik-taktik yang diterapkan penyandang “ekspektasi didefinisikan secara sosial yang
oligodaktili sebagai panggung belakang dimainkan individu dalam suatu situasi
dengan diam, tekun belajar, bermain, hi­ untuk memberikan citra tertentu kepada
buran, menanggapi pikiran positif, tinggal khalayak yang hadir.” Keterkaitan dengan
bersama keluarga dari pihak ibu, keinginan ini, penyandang oligodaktili menampilkan
bunuh diri, minta maaf, penerimaan diri, perannya tersebut dan ingin memberikan
memaklumi, sabar menunggu, dan marah tampilan diri supaya diterima di lingkungan
dengan menjauhi. Akumulasi dari semua hal sekitarnya melalui cara yang ditampilkan
itulah yang kemudian memunculkan berbagai supaya dapat menimbulkan kesan.
sikap dari para penyandang oligodaktili yang Pengelolaan kesan penyandang
tentu saja adalah fenomena yang wajar dan oligodaktili ditampilkan dalam proses komu­
dialami. Burke (1968:133) sudah menegaskan nikasi pada interaksi sosial di lingkungan
bahwa dasar dari suatu tindakan, berawal dari memperlihatkan penolakan akan kondisi
pemahaman terhadap suatu kondisi dan tentu kelainan fisik dialami. Tindakan pada
saja motivasi kedepannya. lingkungan diterima penyandang oligodaktili
Interaksi dan komunikasi memiliki di­ yang menurut Mead dianggap “diri pada
men­ si hubungan terdapat dalam karakter dasarnya bersifat sosial.” Bagi Goffman,
hubungan tidak sehat sebagaimana di­ individu tidak hanya sekedar mengambil
jelas­­ kan Rogers bahwa “... individu me­ peran orang lain, melainkan bergantung
miliki sikap negatif kecenderungannya pada orang lain untuk melengkapi citra diri
me­­­­munculkan ketidakharmonisan men­cip­ tersebut (Mulyana, 2006: 110). Penyandang
ta­­kan ketidakcocokan pemahaman da­lam oligodaktili dapat menampilkan diri dalam
ke­hidupan­­nya” (Littlejohn dan Foss, 2009: bentuk pengelolaan kesan saat berinteraksi
310). Proses komunikasi me­lalui penge­lo­ dan berkomunikasi dengan lingkungan.
la­an kesan hubungan sosial me­nun­juk­kan Seperti juga pendapat Mulyana (2006: 112)
adanya ketidaknyamanan pada lingkungan. bahwa pengelolaan kesan “digunakan untuk
Ke­tidaknyamanan disebabkan, baik pesan memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi
verbal dan nonverbal maupun dampak tertentu untuk mencapai tujuan tertentu”
psiko­logi diri bersifat melemahkan diri pe­ sehingga tampilan diri akan kondisi kelainan
nyandang oligodaktili. fisik disajikan dapat diterima pada lingkungan.
Penyandang oligodaktili mengelola kesan Konsep dikembangkan oleh Goffman menjadi
pada panggung depan maupun di panggung rujukan yang baik untuk menggambarkan
672 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 662-674

pengelolaan kesan ditampilkan, baik pesan Stigmatisasi diterima akan kondisi ke­
komunikasi verbal maupun nonverbal yang lainan fisik dialami dalam tindakan pen­julukan
terinspirasi oleh teori dramaturgi. dan diskriminasi akan me­ lemah­ kan diri
Para penyandang oligodaktili yang sudah mereka yang merasakan diri tidak berharga,
memiliki pola pikir dan memiliki pengalaman tidak berguna, tidak berdaya, menurunkan
tertentu, akan menerapkan beberapa taktik motivasi untuk menjalani kehidupan, dan
dalam pengelolaan kesannya sebagaimana menarik diri pada lingkungan untuk melakukan
di­
tunjukkan mereka pada keluarga dan interaksi sosial. Stigmatisasi kondisi kelainan
masyarakat. Apapun itu, yang diperlihatkan fisik dialami dan bagi Goffman melihat ada
tetap saja keinginan untuk berkamuflase kesenjangan antara citra diri yang individu
dan menjaga posisi dirinya di mata keluarga inginkan ketika melakukan interaksi dan
dan masyarakat. Baik itu bermain, hiburan, komunikasi pada lingkungan, dengan stigma
menanggapi pikiran positif, minta maaf, sabar, mereka miliki, sehingga setiap individu
ingin bunuh diri, dan memaklumi, semuanya memiliki stigma, akan memiliki sifat interaksi
adalah bentuk untuk mempertahankan posisi dramaturgis berbeda, tergantung kepada jenis
stigma dimilikinya (Kuswarno, 2009: 102).
dan harga diri memiliki kelainan fisik. Seperti
Penyandang oligodaktili memaknai ke­
inilah yang terus dilakukan dan semuanya
lainan fisik secara simbolis tidak muncul
merupakan realitas yang muncul dari
dengan sendirinya dan ketika mereka me­la­
fenomena dialami sebelumnya. Kerangka
ku­kan interaksi sosial, mengelola ke­san yang
pengalaman, interaksi sosial pada keluarga
diharap­kan tumbuh pada orang lain terhadap
dan masyarakat, serta pengetahuan yang ada,
dirinya. Pandangan Goffman, tidak terlepas
menjadi faktor dasar dalam membentuk proses
dari gagasan Cooley dalam (Mulyana, 2006:
komunikasi mereka pada lingkungan keluarga
73) dengan “the looking-glass self” menya­
dan masyarakat.
takan bahwa cara individu membangun peran
Proses komunikasi diterima penyandang
dalam interaksi sosial bergantung dari pola
oligodaktili akan kondisi kelainan fisik dialami
persepsi. Pola persepsi itulah menentukan
sebagai penolakan tindakan komunikasi dari
cara pandang yang di­guna­kan penyandang
masyarakat, seperti penghinaan, pengucilan,
oligodaktili dalam me­reaksikan dirinya pada
dan pelecehan dianggap stigmatisasi berda­
lingkungan di sekitarnya.
sarkan tindakan diskriminasi terjadi karena
Mengartikulasikan interaksi sosial
adanya ketakutan pada lingkungan masyarakat, penyan­­dang oligodaktili dengan teori tersebut
seperti kelainan fisik akan menular, penyakit dapat dipahami bahwa mereka melakukan
diabetes akan menular, dan makanan men­ interaksi sosial melalui proses komunikasi,
jijikkan dan takut di makan. Tindakan tidak terlepas dari penilaian mereka terhadap
penjulukan diterima dalam penolakan dari sesama penyandang oligodaktili, keluarga,
masyarakat, seperti jari bertangkai dan atau masyarakat, lembaga pemerintah, maupun
manusia jari kepiting, aib untuk lingkungan di media televisi dalam membawa realitas ke­
sekitarnya. lainan fisik kepada dirinya.
Sulaeman. Dramaturgi Penyandang Oligodaktili 673

Simpulan Penelitian ini telah membahas beberapa


Penyandang oligodaktili sebagai su­ aspek interaksi sosial dalam proses komunikasi
bjek penelitian telah mengelola kesan penyandang oligodaktili. Banyak aspek lain
pada panggung depan bersama dengan se­ masih perlu dilakukan penelitian, salah satunya
sama penyandang oligodaktili, keluarga, adalah bagaimana makna diri penyandang
masyarakat lembaga pemerintah, dan oligodaktili. Telah ditemukan, misalnya me­
media televisi memperlakukan dengan reka berbeda bentuk organ fisik dengan orang
menciptakan ketidaknyamanan, penghinaan, lain, dan kelainan fisik dialami memiliki
pengucilan, pelecehan, penyangkalan, dan kekhasan sosial budaya dan anugerah dari
penjulukan merupakan stigmatisasi, karena Allah SWT. Tentu saja topik ini berada di luar
adanya ke­takutan seperti kelainan fisik akan diskusi kita saat ini.
menular, penyakit diabetes akan menular, Daftar Pustaka
dan makanan menjijikkan dan takut di
Agustini, Prima M. (2012). Pengaruh Komu­
makan. nikasi Pemasaran Jasa Terhadap
Interaksi sosial dalam proses komu­nikasi Pencitraan Pasien Mengenai Rumah
diterima melalui panggung depan kemudian Sakit Bersalin Emma Poeradiredja:
terejawantahkan dalam bentuk taktik-taktik Survei Eksplanatori mengenai Pengaruh
Komu­ nikasi Pemasaran Jasa terhadap
yang diterapkannya sebagai panggung
Pencitraan Pasien Mengenai Rumah Sakit
belakang dengan diam, tekun belajar, bermain, Bersalin Emma Poeradiredja Melalui
hiburan, menanggapi pikiran positif, tinggal Risiko, Kualitas Jasa, dan Posisi Jasa yang
bersama keluarga dari pihak ibu, keinginan Diterima Pasien Periode Juni-September
bunuh diri, minta maaf, penerimaan diri, 2011 di Kota Bandung. Unpublished Doc­
memaklumi, sabar menunggu, dan marah toral Dissertation Padjadjaran University.

dengan menjauhi. Akumulasi dari semua ini Argyle, Michael. (1994). The Psychology of
dapat melemahkan psikologi diri dan sosial Interpersonal Behaviour. USA: Penguin
Books Limited.
penyandang oligodaktili dari kelainan fisik
dialami. Arrianie, Lely. (2006). Kekerasan dalam
Komunikasi Politik (Studi Dramaturgis
Penggunaan teori tindakan sosial dan
Tentang Peristiwa Kekerasan dalam
dramaturgi telah bermanfaat dalam meng­ Penyampaian Pesan-Pesan Politik di
eksplorasi interaksi sosial dalam proses Dewan Perwakilan Rakyat Republik
komunikasi tampilan diri penyandang Indonesia). Unpublished Doctoral
oligodaktili sebagai upaya untuk memupuk Dissertation Padjadjaran University.
kesan secara verbal dan nonverbal yang telah Bahfiarti, Tuti. (2011). Komunikasi
digunakan untuk menyesuaikan panggung Antarpribadi Mantan Narapida
Perempuan dalam Adaptasi Diri
depan mereka dan untuk meminimalisasi
dan Pengembangan Hubungan pada
perasaan malu, rendah diri atau untuk Masyarakat Bugis-Makasar di Kota
menumbuhkan citra yang lebih baik di depan Makassar. Unpublished Doctoral
orang lain sebagai panggung belakang. Dissertation Padjadjaran University.
674 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 662-674

Burke, Kenneth. (1968). Dramatism, in Kuswarno, Engkus. (2009). Metode Penelitian


International Encyclopedia of the social Komunikasi: Fenomenologi, Konsepsi,
Sciences. New York melalui <http:// Pedoman, dan Contoh Penelitian.
uclinks.org/twiki/pub/SolanaBeach/ Bandung: Widya Padjadjaran.
PdfWeek5/Overington_BurkeArticle.pdf. Lee, Chul-Joo. (2008). “Does the Internet
[04/15/2016]. Displace Health Professionals?” Journal of
Brown, William J. and Marcela AC De Matviuk. Health Communication 13., h. 450-464.
(2010). “Sports Celebrities and Public Littlejohn, Stephen W., and KarenA. Foss. (2009).
Health: Diego Maradona’s Influence on Theories of Human Communication.8th ed.
Drug Use Prevention.” Journal of Health Belmont California: Wadsworth Publishing
Communication 16., h.726-749. Company.
Corrigan, Patrick W and Amy C. Watson. Mulyana, Deddy. (2006). Metodologi Penelitian
(2002). The Impact of Stigma on Service Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Acces and Participation (A Guideline Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya.
Developed For The Behavioral Health Cet.V. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Recovery Management Project). Univer­ Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1980
sity of Chicago Center For Psychiatric Tentang Usaha Kesejahteraan Sosial
Re­ha­bilitation. http://www.bhrm.Org/ Penyandang Cacat.
guidelines/stigma.pdf.(06/24/2016).
Primack, Brian A., Jaime Sidani, May V. Carroll,
Creswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Michael J. Fine. 2009. “Associations
and Research Design:Choosing Among Between Smoking and Media Literacy
Five Traditions. Thousand Oaks: CA. Sage in College Students.” Journal of Health
Publication Inc. Communication 14., h. 541-555.
Denzin, Norman K. Yvonna S. Lincoln. (2005). Rakhmat, Jalaluddin. (1989). Psikologi Komu­
Handbook of Qualitative Research. nikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
London: Sage Publications. Rohim, Syaiful. (2011). Konstruksi Diri dan
Gibson, DeWan and Mei Zhong. (2005). Perilaku Komunikasi Gelandangan di
“Intercultural Communication Competence Kota Jakarta (Studi Fenomenologi Ter­
in the Healthcare Context.” International hadap Julukan Gelandangan “Manusia
Gerobak”). Unpublished Doctoral Disser­
Journal of Intercultural Relations 29., h.
tation Padjadjaran University.
621-634
Sulaeman, (2014). Konstruksi Makna dan
Goffman, Erving. (1959). The Presentation
Perilaku Komunikasi Penyandang Oligo­
of Self Everyday Life. Harmondworth:
daktili (Studi Fenomenologi Penyandang
Penguin.
Oligo­daktili di Kampung Ulutaue Kabu­
Hartanto, Huriawati. (2002). Kamus Kedokteran paten Bone). Unpublished Doctoral
Horland WA. Newman. Jakarta: EGC. Dissertation Padjadjaran University.
Iba, La. (2005). Hubungan antara Komunikasi Sulastri, Irta. (2015). Komunikasi Dakwah di Ko­
dari Paramedis dengan Sikap Pasien Rawat ta Padang (Kajian Fenomenologi Ten­tang
Inap Mengenai Layanan Perawatan: Studi Perilaku Komunikasi Dai dalam Ber­dak­
pada Layanan Perawatan Medis Rumah wah di Kota Padang). Unpublished Doc­­
Sakit Umum Daerah Propinsi (RSUP) toral Dissertation Padjadjaran University.
Sulawesi Tenggara. Unpublished Master’s Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang
Thesis Padjadjaran University. Penyandang Cacat.

You might also like