Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/315729956

KANDIDAT BAHAN IMUNOKONTRASEPSI PROTEIN gZP3 TIDAK


MEMPENGARUHI FUNGSI FISIOLOGIS SIKLUS BIRAHI HEWAN COBA MODEL
CANDIDATE IMUNOCONTRASEPTIVE SUBSTANCE of gZP3 PROTEIN NOT
AFFECTED...

Article · July 2006

CITATIONS READS
0 42

7 authors, including:

Imam Mustofa Suzanita Utama


Airlangga University Airlangga University
62 PUBLICATIONS   69 CITATIONS    14 PUBLICATIONS   17 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Tjuk Restiadi
Airlangga University
6 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Immunocontraception View project

Veterinary Fertility View project

All content following this page was uploaded by Imam Mustofa on 01 April 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KANDIDAT BAHAN IMUNOKONTRASEPSI PROTEIN gZP3 TIDAK
MEMPENGARUHI FUNGSI FISIOLOGIS SIKLUS BIRAHI HEWAN COBA
MODEL

CANDIDATE IMUNOCONTRASEPTIVE SUBSTANCE of gZP3 PROTEIN


NOT AFFECTED PHYSIOLOGICAL FUNCTION OF ESTRUS CYCLE IN
ANIMAL MODEL

Imam Mustofa*), Sri Mulyati *), Suzanita Utama *), Tjuk Imam Restiadi*)
*)Bagian Reproduksi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Airlangga,
Kampus C Unair, Jl. Mulyorejo, Surabaya-60115
Tel. +62-031-5992377, Fax. +62-031-5993015,
e-mail : mustof@unair.ac.id

ABSTRACT
The researches of immunocontraception have done in goat zona pellucida-
3 (gZP3) using mice as an animal model. Protein of gZP3 was effecitve
prevented garviditation. Antibody of gZP3 protein was effective prohibitted of
fertilization of mice oocyte in vitro and binding between sperm and oocite of
mice. The aim of this study was to determine the possibility of side effect of
gZP3 as an immunocontraceptive protein on ovarian histology, profile of serum
progesterone and estrous cycles of mice as an animal model. Immunization of
mice with gZP3 was not altered the cycle of folliculogenesis. The structure of
ovarian histology (primary follicle, secondary follicle, tertiary follicle, Graafian
follicle and corpora lutea) and cycle of estrous were similar on mice immunized
with gZP3 protein compared to the normal mice. Progesterone serum level was
in conformity with each of phases of estrous cycle respectively. It could be
concluded that gZP3 was effective as an immunocontraceptive substance on
animal model without side effect on the physiology of estrous cycle.

Key word : goat zona pellucida-3, oestrous cycles, progesterone.

PENDAHULUAN

Penelitian imunokontrasepsi dilakukan untuk mendapatkan bahan

antifertilitas yang langsung bekerja pada gamet. Bahan yang potensial untuk

tujuan tersebut adalah zona pelusida-3 (ZP3), sebab ZP3 merupakan protein

reseptor pengenalan oosit oleh spermatozoa (McCartney dan Mate 1999 ;

Sumitro dan Aulanni’am 2001). Pada wanita, satu oosit diovulasikan dalam satu

Majalah Ilmu Faal Indonesia Vol. 5 No.3 Juni 2006. Page 1


siklus menstruasi, sehingga apabila satu oosit tersebut telah diblok reseptornya,

maka fertilisasi tidak terjadi dan kehamilan dapat ditunda.

Penelitian imunisasi menggunakan protein reseptor fertilisasi kambing

(goat zona pellucida-3, gZP3) telah dilakukan pada mencit sebagai hewan coba

model. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa protein gZP3 sebagai

bahan imunokontrasepsi efektif mencegah kebuntingan (Mustofa dkk., 2004)

dan reversibel (Mustofa dkk., 2005a). Kemampuan protein gZP3 mencegah

kebuntingan dibuktikan secara in vitro bahwa antibodi gZP3 asal serum hewan

model ternyata mencegah fertilisasi. Kegagalan fertilisasi pada oosit in vitro

disebabkan oleh kegagalan spermatozoa terikat pada zona pelusida akibat

reseptornya sudah terblok terlebih dahulu oleh antibodi gZP3, yang dibuktikan

dalam Binding assay (Mustofa, 2005b).

Keberhasilan imunokontrasepsi ditentukan oleh kemampuan bahan

tersebut untuk mencegah fertilisasi tanpa menimbulkan pengaruh fisiologis

pada poros endokrin hipotalamus- hipofisis-ovarium. Sebagai bahan kontrasepsi

masa depan, percobaan imunisasi pada hewan dengan menggunakan zona

pelusida diharapkan tidak menimbulkan perubahan pada siklus birahi, profil

hormonal, dan perkembangan folikel pada ovariumnya (Barber and Fayrer-

Hosken, 2000). Namun harapan tersebut sampai saat ini belum dapat

diwujudkan. Protein ZP3 beberapa spesies telah diteliti, tetapi sampai saat ini

belum ada hasil akhir yang siap diterapkan, karena ditemukannya efek samping

pada saat dilakukan pengujian pada hewan coba. Efek samping terjadi akibat

gangguan folikulogenesis karena respon imun seluler setelah imunisasi.

Majalah Ilmu Faal Indonesia Vol. 5 No.3 Juni 2006. Page 2


Gangguan folikulogenesis tersebut berlanjut ke gangguan profil hormon dan

gangguan siklus birahi.

HISTOLOGI OVARIUM

Hasil penelitian tentang pengaruh penyuntikan sediaan

imunokontrasepsi terhadap struktur histologis ovarium sampai saat ini masih

menimbulkan kontroversi. Penggunaan ZP3 manusia pada hewan coba kera

marmoset, menyebabkan infertilitas jangka panjang namun disertai disfungsi

ovarium (Paterson et al., 1999). Kerr et al. (1998) dan Hasegawa et al. (2002)

melaporkan bahwa pemakaian ZP sapi atau babi dapat menimbulkan kelainan

pada ovarium berupa perubahan komposisi struktur fungsional ovarium.

Paterson et al. (2002) melaporkan terjadinya gangguan folikulogenesis dan

penekanan terhadap primordial follicle pool. Secara fisiologis, patologi ovarium

tersebut menyebabkan perubahan profil hormon estrogen maupun progesteron,

perubahan siklus birahi, bahkan pengosongan folikel primordial yang bersifat

irreversibel. Pada wanita, hal terakhir tersebut menyebabkan menopause dini.

Sebaliknya Srivastava et al. (2002) melaporkan penggunaan protein

rekombinan ZP3 anjing yang dikonjugasikan dengan toksoid diphteri ternyata

tidak menimbulkan gangguan folikulogenesis dan pengosongan folikel

primordial. Sedangkan apabila menggunakan protein rekombinan ZP3 saja

ternyata menimbulkan folikel atretik dan perubahan degeneratif pada folikel.

Gangguan fungsi ovarium akibat imunisasi dengan sediaan zona pelusida

tergantung beberapa faktor yaitu kemurnian antigen, suseptibilitas hewan coba,

Majalah Ilmu Faal Indonesia Vol. 5 No.3 Juni 2006. Page 3


adjuvan dan keberadaan epitop sel T pada sediaan zona pelusida yang dipakai

sebagai imunogen.

Adanya epitop sel T pada sediaan zona pelusida yang dipakai sebagai

imunogen dapat menyebabkan oophoritis. Hal tersebut dibuktikan bahwa

kelainan ovarium dapat diinduksi dengan transfer sel T CD4+ dari mencit yang

diimunisasi dengan sediaan ZP ke mencit resipien, tetapi tidak terjadi melalui

transfer antibodi. Sel T CD4+ dari mencit juga dapat mengenali peptida zona

pelusida mencit pada antigen presenting cells (APC) dalam ovarium. Pengenalan

tersebut berakibat perekrutan makrofag, sekresi sitokin dan peradangan

ovarium (Barber dan Fayrer-Hosken et al., 2000). Oophoritis tidak terjadi

apabila imunisasi menggunakan epitop sel B peptida ZP3, tetapi respon imun

yang dihasilkan rendah (Govind et al., 2000).

Pada uji in vivo potensi imunokontraseptif protein gZP3 pada hewan coba

tidak menimbulkan gangguan struktur fungsional ovarium. Jumlah folikel

primer, folikel sekunder, folikel tersier, folikel de Graaf maupun korpus luteum

hewan coba yang diimunisasi dengan gZP3 relatif sama dengan keadaan

normal (Mustofa, 2005a). Hal tersebut mengindikasikan bahwa protein gZP3

tidak bersifat epitop sel T, namun lebih dominan bersifat epitop sel B sebagai

penghasil antibodi, sehingga folikulogenesis tetap berlangsung normal.

Pemeriksaan histologis ovarium hanya dapat dilakukan satu kali, oleh karena

itu perlu dikaji profil progesteron serum dan siklus birahi dalam suatu rentang

waktu tertentu untuk konfirmasi terhadap gambaran histologis ovarium

tersebut dia atas.

Majalah Ilmu Faal Indonesia Vol. 5 No.3 Juni 2006. Page 4


PROFIL PROGESTERON SERUM DAN SIKLUS BIRAHI

Perubahan fase siklus birahi pada mencit dapat dipakai sebagai indikator

untuk mendeteksi kemungkinan perubahan fisiologis yang berkaitan dengan

perubahan profil hormon reproduksi (Fata et al., 2001) maupun aktivitas sintesis

protein dalam uterus (Nothnick, 2001). Siklus birahi dikontrol oleh mekanisme

endokrin poros hipothalamus – hipofisis – ovarium. Hubungan antara dinamika

endokrinologis dengan perkembangan folikel dan siklus birahi dapat dilihat

pada Gambar 1 (Baldi et al., 1996).

Oleh pengaruh Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) dari hipothalamus,

hipofisis anterior mensekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH). Selanjutnya FSH

akan merangsang pertumbuhan folikel di ovarium sampai mencapai stadium

folikel de Graaf yang akan menghasilkan hormon estrogen (Pineda, 2003).

Pertumbuhan sampai dengan pematangan folikel pada ovarium tersebut

mengakibatkan terjadinya fase proestrus sampai fase estrus. Estrogen

selanjutnya memberikan positif feed back terhadap hipofisis anterior untuk

mensekresi Luteinizing Hormone (LH) yang menyebabkan ovulasi (Gouon-Evans

and Pollard, 2001). Sel-sel teka pada struktur jaringan sisa ovulasi selanjutnya

mengalami luteinasi membentuk korpus luteum yang berfungsi menghasilkan

hormon progesteron. Ovulasi sampai dengan terbentuknya korpus luteum

matang yang menghasilkan hormon progesteron menyebabkan fase metestrus

sampai diestrus (Jasper et al., 2000).

Majalah Ilmu Faal Indonesia Vol. 5 No.3 Juni 2006. Page 5


Pada mencit (Mus musculus), masing-masing fase siklus birahi dapat

diidentifikasi berdasarkan pemeriksaan preparat ulas vagina. Fase proestrus

ditandai dengan adanya sel-sel epitel kuboid berinti. Pada fase estrus sel-sel

epitel tersebut telah berubah tak berinti namun berkornifikasi pada dinding

selnya. Pada fase metestrus sel-sel epitel kornifikasi mulai diinfiltrasi oleh sel-sel

leukosit. Pada fase diestrus, sel-sel kornifikasi sudah hilang, dan sel-sel leukosit

dominan pada lapangan pandang (Mulyati dkk., 2006).

Frekuensi munculnya masing-masing fase siklus birahi (proestrus, estrus,

metestrus dan diestrus) pada mencit yang diimunisasi dengan protein gZP3

tidak berbeda dibandingkan mencit yang tidak diimunisasi (Mulyati dkk., 2003).

Kadar progesteron dalam serum berdasarkan masing-masing fase siklus birahi

pada hewan coba model yang diimunisasi dengan protein gZP3 menunjukkan

profil yang identik dengan Gambar 1, yaitu paling rendah adalah pada fase

estrus dan paling tinggi pada fase diestrus (Mulyati dkk, 2006). Tidak

berubahnya siklus birahi dan profil progesteron serum tersebut disebabkan

tidak terganggunya folikulogenesis pada ovarium pada hewan coba model.

POTENSI APLIKASI SEBAGAI IMUNOKONTRASEPSI PADA WANITA

Protein gZP3 diketahui berperan sebagai reseptor fertilisasi dan dapat

dikenali oleh serum wanita normal. Fakta ini mengindikasikan bahwa dalam

serum wanita terdapat klon IgG yang mampu bereaksi dengan epitop protein

gZP3. Hal ini berarti terdapat homologi susunan asam amino antara protein

gZP3 dengan protein ZP3 manusia. Adanya homologi tersebut mengindikasikan

Majalah Ilmu Faal Indonesia Vol. 5 No.3 Juni 2006. Page 6


bahwa protein gZP3 potensial untuk dijadikan kandidat bahan

imunokontrasepsi untuk wanita (Mustofa dkk., 2005b).

Uji coba pada hewan model baik in vivo maupun in vitro menunjukkan

bahwa protein gZP3 efektif mencegah fertilisasi. Sampai sejauh ini efek samping

pada ovarium, profil hormon progesteron serum, maupun siklus birahi tidak

ditemukan pada hewan coba mencit. Secara fisiologis profil endokrin reproduksi

mencit (Gambar 1) identik dengan profil endokrin reproduksi wanita (Gambar

2) (Campbell, 1993). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka protein gZP3

berpotensi dikembangkan lebih lanjut menjadi bahan imunokontrasepsi untuk

wanita yang tidak menimbulkan efek samping pada fisiologi siklus menstruasi.

KESIMPULAN

Glikoprotein gZP3 sebagai kandidat bahan imunokontrasepsi tidak

menyebabkan perubahan struktur histologis ovarium, pola siklus birahi, dan

profil progesteron serum berdasarkan masing-masing fase siklus birahi hewan

coba. Protein gZP3 berpotensi dikembangkan menjadi bahan imunokontrasepsi

sebagai alternatif cara berkontrasepsi yang efektif, efisien, dan aman.

UCAPAN TERIMAKASIH

Data pada makalah ini merupakan hasil dari Penelitian Hibah Bersaing XI

tahun 2003 – 2005. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Ditbinlitabmas

Ditjen Dikti, Depdiknas yang telah membiayai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Majalah Ilmu Faal Indonesia Vol. 5 No.3 Juni 2006. Page 7


Baldi E, Laconi M, Bonacorsi L, Krausz C, F Gianni. 1996. Human sperm
activation, capacitation and acrosome reaction : role of calcium, protein
phosphorilation and lipid remodelling pathways. Frontiers in Bioscience
1:189-205.

Barber MR, Fayrer-Hosken A. 2000. Possible mechanism of mammalian


immunocontraception. J Immun Reprod. 46 : 103-124.

Campbell NA. 1993. The reproductive cycle of the human female. In : Campbell
NA (Ed). Biology. 3 rd edition. The Benjamin/Cummings Publishing
Company, Inc. Redwood City, California. P : 943.

Fata JE, Chaudharya V, Khokha R. 2001. Cellular turnover in the mammary


gland is correlated with systemic levels of progesterone and not 17ß-
estradiol during the estrous cycle.Biol Reprod 65 (3) : 680-688.

Gouon-Evans, V. and J.W. Pollard. 2001. Exotoxin is required for eosinophil


homing into the stroma of the pubertal and cycling uterus. Endocrinology
142 (10) : 4515-4521.

Govind CK, Hasegawa A, Koyama K, Gupta SK. 2000. Delineation of a


conserved B cell epitope on Bonnet monkey ( Macaca radiata) and human
zona pellucida glycoprotein-B by monoclonal antibodies demonstrating
inhibition of sperm-egg binding. Biol Reprod 62 : 67–75.

Hasegawa A, Hamada Y, Shigeta M, Koyama K. 2002. Contraceptive potential of


synthetic peptides of zona pellucida protein (ZPA). J Reprod Immunol 53
: 91-98.

Jasper, M.J., S.A. Robertson, K.H. Van der Hoek, N. Bonelloa, M. Brännströmc,
and R.J. Norman. 2000. Characterization of ovarian function in
granulocyte-macrophage colony-stimulating factor-deficient mice. Biol
Reprod 62(3) : 704-713

Kerr LE, Paterson M and Aitken RJ, 1998. Molecular basis of sperm – egg
interaction and the prospect for immunocontraception. J Reprod Immunol.
40 : 103-118.

McCartney CA and Mate KE, 1999. Cloning and characterisation of a zona


pellucida 3 cDNA from a marsupial, the brushtail possum Trichosurus
vulpecula. Zygote 7 (1) : 1-9.

Mulyati S, Mustofa I, Utama S. 2003. Pengaruh zona pelusida fraksi 3 (ZP3)


kambing sebagai bahan antifertilitas terhadap siklus birahi Mencit (Mus
musculus). Media Kedokteran Hewan 19(1) : 17-20.

Majalah Ilmu Faal Indonesia Vol. 5 No.3 Juni 2006. Page 8


Mulyati S, Mustofa I, Mahaputra M. 2006. Siklus birahi dan kadar progesteron
serum mencit (Mus musculus) sebelum dan sesudah imunisasi dengan
bahan antifertilitas zona pelusida-3 (ZP3) kambing. Media Kedokteran
Hewan 22 (1) : 1 – 6.

Mustofa I, Mulyati S, Mahaputra L. 2004. Pengaruh Imunisasi dengan zona


pelusida - 3 kambing terhadap angka kebuntingan dan jumlah anak pada
mencit (Mus musculus). Media Kedokteran Hewan 20 (1) : 22 – 25.

Mustofa I. 2005a. Identifikasi efek samping imunokontrasepsi zona pelusida - 3


kambing pada histologi ovarium mencit (Mus musculus) sebagai model.
Media Kedokteran Hewan 21 (1) : 19 - 22.

Mustofa I. 2005b. Identifikasi, isolasi, dan karakterisasi reseptor fertilisasi (zona


pelusida-3) kambing sebagai bahan imunokontrasepsi. Penelitian
eksploratif laboratorik dan fertilisasi in vitro pada hewan model.
Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Surabaya. Hal
113-130.

Mustofa I, Mahaputra L, Rantam FA dan Hinting A. 2005a. Pembakuan Epitop


Reseptor Spermatozoa pada Zona Pelusida Kambing sebagai Bahan Dasar
Pengembangan Vaksin Kontrasepsi Masa Depan. Laporan Penelitian
Hibah Bersaing XI/3. Ditjen Dikti Depdiknas.

Mustofa I, Mahaputra L, dan Dachlan YP. 2005b. Peran protein goat zona
pellucida-3 (gZP3) sebagai reseptor fertilisasi dan potensinya sebagai
kandidat bahan imunokontrasepsi. MIFI 5(1) : 34-41.

Nothnick WB. 2001. Disruption of the tissue inhibitor of metalloproteinase-1


gene in reproductive-age female mice is associated with estrous cycle
stage-specific increases in stromelysin messenger RNA expression and
activity. Biol Reprod 65 (6) :1780-1788.

Paterson M, Wilson MR, Jennings ZA, van Duin M and Aitken RJ, 1999. Design
and evaluation of a ZP3 peptide vaccine in a homologous primate model.
Mol Hum Reprod 5 (4) : 342-52.

Paterson M, Wilson MR, Jennings ZA, Aitken RJ. 2002. The contraceptive
potential of ZP3 and ZP3 peptides in a primate model. J Reprod Immunol
53 : 99–107.

Pineda MH, 2003. Female reproduction System. In : Pineda MH (Editor).


McDonald’s veterinary endocrinology and reproduction. 5 th Ed. Iowa State
Press. Iowa. Pp: 283 – 340.

Majalah Ilmu Faal Indonesia Vol. 5 No.3 Juni 2006. Page 9


Srivastava NR, Santhanam P, Sheela S, Mukund SS, Thakral BS, Malik and
Gupta SK, 2002. Evaluation of the immunocontraceptive potential of
Escherichia coli-expressed recombinant dog ZP2 and ZP3 in a
homologous animal model. Reproduction123 : 847–857.

Sumitro SB, Aulanni’am. 2001. Zona pellucida-3 (ZP3) has proper biochemical
properties to be considered as candidate antigen for immuno
contraceptive vaccine. Reprotech 1(1) 51-53.

Majalah Ilmu Faal Indonesia Vol. 5 No.3 Juni 2006. Page 10


Gambar 1. Hubungan antara folikulogenesis, profil hormon reproduksi dan
siklus birahi pada mencit (Baldi et al., 1996).

Majalah Ilmu Faal Indonesia Vol. 5 No.3 Juni 2006. Page 11


Gambar 2. Histologi ovarium, profil hormon reproduksi dan histologi
endometrium dalam satu siklus menstruasi pada wanita (Campbell,
1993).

Majalah Ilmu Faal Indonesia Vol. 5 No.3 Juni 2006. Page 12

View publication stats

You might also like