Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Jurnal

Kardiologi Indonesia
J Kardiol Ind 2008; 29:12-19
ISSN 0126/3773 Clinical Research

Relationship Between Job Strain and Myocardial


Infarction in The National Cardiovascular Center Patients
Rima Melati*, Endang Basuki**, Budhi Setianto***

Background. Coronary heart disease is the most frightening disease and


still become a problem in the developed and developing countries. The
prevalence of myocardial infarction is also increasing from year to year.
Beside the conventional risk factors, it is also influenced by occupational
factors. Although job strain can cause stress which would have impact on
the occurence of myocardial infarction, the prevention strategies being
implemented are just for conventional risk factors. There is still no concern
for occupational factors which can also cause job strain. This study was
aimed to assess the relationship between job strain and other
risk factors with myocardial infarction among workers.
Methods. The study design was matched case – control 1:1 for age. Data
were collected by using general questionnaire which covered demography
characteristics, conventional risk factors, job characteristics, and demand
* Departemen Ilmu Kedokteran – control questionnaire (JCQ) to assess job strain.
Komunitas, Program Studi Magister Result. Job strain, smoking and dyslipidemia were risk factors which had
Kedokteran Kerja, Fakultas Kedok­ relationship with myocardial infarction. Job strain increased myocardial
teran Universitas Indonesia infarction risk by 6.8 times (Adj OR 6.80, 95% CI: 2.72 ; 16.98, p = 0.000).
Light smokers increased myocardial infarction risk by 15 times (Adj OR
** Kepala Sub Departemen Manaje­ 14.97, 95% CI: 3.17 ; 70.74, p = 0.001), medium smokers increased
men Kedokteran. Departemen Ilmu myocardial infarction risk by 7.7 times (Adj OR 7.72, 95% CI: 2.73 ; 21.84,
Kedokteran Komunitas, Fakultas p = 0.000), and heavy smokers increased myocardial infarction risk by 26
Kedokteran Universitas Indonesia times (Adj OR 25.61, 95% CI: 5.25 ; 124.88, p = 0.000). Dyslipidemia
increased myocardial infarction risk by 2.8 times (Adj OR 2.82, 95% CI:
*** Departemen Kardiologi dan 1.07 ; 7.44, p = 0.035). Job strain component which increased myocardial
Kedokteran Vaskular, Fakultas infarction risk was high job demand (Adj OR 2.44, 95% CI: 1.02 ; 5.85, p
Kedokteran Universitas Indonesia, = 0.046).
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Conclusion. Job strain, smoking and dyslipidemia simultaneously had
Darah Harapan Kita – Pusat Jantung relationship with
Nasional Harapan Kita, Jakarta myocardial infarction.

(J Kardiol Ind 2008;29:12-19)

Keywords. Job strain, myocardial infarction, smoking, dyslipidemia

12 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 29, No. 1 • Januari 2008



Jurnal
Kardiologi Indonesia
Penelitian Klinis J Kardiol Ind 2008; 29:12-19
ISSN 0126/3773

Hubungan Antara Job Strain Dengan Terjadinya


Infark Miokard Pada Pasien Pusat Jantung Nasional
Rima Melati*, Endang Basuki**, Budhi Setianto***

Latar belakang. Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang sangat menakutkan dan masih menjadi masalah baik di
negara maju maupun negara berkembang. Prevalensi infark miokard juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini selain
disebabkan oleh faktor risiko konvensional, juga dipengaruhi oleh faktor pekerjaan. Upaya pengendalian baru ditujukan pada
faktor-faktor risiko konvensional yang sudah diketahui jelas pengaruhnya, sedangkan faktor pekerjaan yang menimbulkan
job strain masih belum diperhatikan, padahal job strain dapat menimbulkan stres kerja yang akan berdampak pada terjadinya
infark miokard. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara job strain dan faktor risiko lainnya dengan terjadinya
infark miokard pada pekerja.
Metode. Desain penelitian ini adalah kasus – kontrol berpadanan 1 : 1 menurut umur. Data dikumpulkan dengan menggunakan
kuesioner data umum yang meliputi karakteristik demografi, faktor risiko konvensional, karakteristik pekerjaan, dan kuesioner
demand – control (JCQ) untuk mengukur job strain.
Hasil. Job strain, merokok dan dislipidemia secara bersama-sama merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan infark
miokard. Job strain meningkatkan risiko infark miokard 6,8 kali lipat (Adj OR 6,80, 95% CI: 2,72 ; 16,98, p = 0,000). Perokok
ringan berisiko 15 kali lipat terhadap terjadinya infark miokard (Adj OR 14,97, 95% CI: 3,17 ; 70,74, p = 0,001), perokok
sedang berisiko 7,7 kali lipat terhadap terjadinya infark miokard (Adj OR 7,72, 95% CI: 2,73 ; 21,84, p = 0,000), dan perokok
berat berisiko 26 kali lipat terhadap terjadinya infark miokard (Adj OR 25,61, 95% CI: 5,25 ; 124,88, p = 0,000). Dislipidemia
meningkatkan risiko infark miokard 2,8 kali lipat (Adj OR 2,82, 95% CI: 1,07 ; 7,44, p = 0,035). Komponen job strain yang
meningkatkan risiko infark miokard adalah job demands yang tinggi (Adj OR 2,44, 95% CI: 1,02 ; 5,85, p = 0,046).
Kesimpulan. Job strain, merokok dan dislipidemia secara bersama-sama berhubungan dengan kejadian infark miokard.

Kata kunci: Job strain, infark miokard,merokok, dislipidemia

Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit maupun negara berkembang. Di USA setiap tahun
yang masih menjadi masalah baik di negara maju 550.000 orang meninggal karena penyakit ini. Di
Eropa diperhitungkan 20 – 40.000 orang dari 1 juta
penduduk menderita PJK. Survei yang dilakukan
Departemen Kesehatan RI menyatakan prevalensi PJK
From Department of Cardiology and Vascular Medicine, Faculty of di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.1
Medicine University of Indonesia, National Cardiovascular Center Persentase kematian akibat penyakit jantung dari
Harapan Kita Hospital, Jakarta, Indonesia total angka kematian menunjukkan peningkatan dari
Alamat korespondensi:
5,9% pada 1975 menjadi 26,4% pada 2004.2 Data
Dr. Rima Melati, National Cardiovascular Center Harapan Kita yang diperoleh dari Jakarta Cardiovascular Study pada
Hospital, Jakarta, Indonesia 2008 memperlihatkan prevalensi infark miokard pada
E-mail: rima_melati@yahoo.com wanita 4,12% dan 7,6% pada pria, atau 5,29% secara

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 29, No. 1 • Januari 2008 13


Jurnal Kardiologi Indonesia

keseluruhan. Terjadi peningkatan dibanding tahun job demand rendah dan job control tinggi.8
2000 yang hanya 1,2%. Peningkatan selama 7 tahun Selama ini upaya pengendalian PJK baru ditujukan
sebesar 4,09% atau rata-rata 0,6% per tahun.2 pada faktor-faktor risiko konvensional yang sudah
Selama ini faktor risiko konvensional PJK yang diketahui jelas pengaruhnya. ���������������������
Pencegahan yang dila-
diketahui ada dua, yaitu faktor risiko yang tidak dapat kukan juga lebih ditujukan pada faktor-faktor risiko
diubah yakni usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, konvensional. Belum ada perhatian terhadap pengen-
etnis, dan faktor risiko yang dapat diubah, yakni dalian faktor risiko dari lingkungan kerja seperti job
merokok, hipertensi, dislipidemia, diabetes melitus, strain yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
obesitas, sindrom metabolik, stres, diet lemak tinggi kardiovaskular.9
kalori, dan inaktifitas fisik.3 Penelitian INTERHEART Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor hubungan antara job strain dengan terjadinya infark
risiko terkuat, diikuti dengan diabetes, hipertensi dan miokard, sehingga dapat disusun langkah-langkah
faktor psikososial. 4,5 untuk pencegahan dan penanggulangan agar dapat
Ternyata pengendalian faktor-faktor risiko tersebut mengurangi morbiditas penyakit tersebut, proses kerja
belum dapat menjawab seluruh pertanyaan mengapa perusahaan tidak terganggu, dapat mencapai hasil kerja
ada orang yang menderita penyakit jantung dan ada perusahaan yang optimal, dan dapat mengurangi biaya
yang tidak, walaupun keduanya mempunyai faktor medis sehubungan dengan penyakit tersebut.10
risiko konvensional yang sama.2 Faktor-faktor risiko
konvensional tersebut tidak dapat memprediksi secara
lengkap mengapa hal tersebut dapat terjadi.6 Metode
Penelitian Kornitzer dkk., mengamati pengaruh
faktor lingkungan kerja terhadap kejadian penyakit Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode
kardiovaskular dalam suatu survei prospektif terh- kasus - kontrol berpadanan (matching) 1 : 1 menurut
adap 2 kohort yang masing-masing berasal dari bank umur. Subyek penelitian adalah pasien di Pusat
swasta dan bank semi-publik. Insidens penyakit Jantung Nasional - Harapan Kita periode Januari
jantung koroner dalam 10 tahun, pada pekerja hingga Juni 2008, terdiri dari 77 orang pada masing-
bank semi-publik ditemukan sebesar 5%, sedangkan masing kelompok kasus dan kontrol. Pengambilan
pada pekerja bank swasta ditemukan sebesar 9%; sampel penelitian dilakukan secara consecutive pada
perbedaan ini tidak dapat diterangkan oleh faktor- pasien yang berusia ≤ 65 tahun, yang menjalani rawat
faktor risiko klasik. Kornitzer menduga beberapa inap atau rawat jalan, baik yang berkunjung pertama
faktor psikososial dan okupasi dapat berperan, kali atau kontrol ulang. Kelompok kasus adalah pasien
misalnya hubungan sosial yang buruk, kejadian yang didiagnosis infark miokard, sedangkan kelompok
stres dalam kehidupan, stres kerja, tidak bekerja, kontrol adalah pasien yang didiagnosis non infark
serta lingkungan kerja misalnya pajanan terhadap miokard. Kriteria eksklusi adalah bila tidak pernah
carbon monoxide, nitroglycerine, carbon disulphide, bekerja sebelumnya.
bising, panas, dingin, kerja gilir, depresi, aktivitas Data demografi, pekerjaan, faktor risiko kon­
fisik dan kelelahan vital.6 vensional, dan situasi keluarga diperoleh melalui
Penelitian yang dilakukan oleh Malinauskienë et wawancara dengan menggunakan kuesioner data
al., mengenai demand – control dan infark miokard umum. Data tekanan darah, gula darah dan kadar lipid
pada populasi pekerja pria di Kaunas, menunjuk- diperoleh dari rekam medis. Sedangkan data job strain
kan bahwa pekerja dengan job control yang rendah didapat dengan melakukan wawancara menggunakan
merupakan risiko untuk terjadinya infark miokard kuesioner demand – control (Job Content Questionnaire)
pertama (OR 1,68) dibandingkan pekerja dengan job untuk mengukur job skill discretion, job decision – mak-
control tinggi.7 Netterstrøm dkk., meneliti mengenai ing authority, job demand dan job decision latitude serta
hubungan antara job strain dan infark miokard pada data tambahan untuk social support (co-workers support
pasien yang dirawat di rumah sakit, dimana pada dan supervisor support) serta job insecurity. Variabel
kelompok dengan job demand tinggi yang dikom- yang diteliti adalah infark miokard sebagai variabel
binasikan dengan job control rendah, mempunyai terikat, serta berbagai variabel bebas, yakni pendidikan,
kemungkinan dua kali lipat untuk mengalami infark jenis pekerjaan, situasi keluarga, merokok, hipertensi,
miokard (OR 2,1) dibandingkan kelompok dengan diabetes melitus, dislipidemia, obesitas, kerja gilir, lama

14 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 29, No. 1 • Januari 2008


Melati R et al : Hubungan antara job strain dengan terjadinya infark miokard

Tabel 1. Hubungan antara berbagai variabel dengan infark miokard


Infark Miokard Non Infark Miokard Crude OR 95% CI P
(n = 77) (n = 77)
n % n %
Pendidikan
≤ 9 tahun 8 10,4 2 2,6 0,23 0,05 – 1,12 0,069
> 9 tahun 69 89,6 75 97,4 1,00 Rujukan 1,00
Jenis pekerjaan
Non PNS 39 50,7 52 67,5 0,49 0,26 – 0,95 0,034
PNS 38 49,3 25 32,5 1,00 Rujukan
Merokok
Perokok berat 18 23,4 3 3,9 28,2 6,95 – 114,35 0,000
Perokok sedang 37 48,1 20 26,0 8,69 3,63 – 20,81 0,000
Perokok ringan 12 15,6 7 9,1 8,06 2,54 – 25,58 0,000
Bukan perokok 10 12,9 47 61,0 1,00 Rujukan
Hipertensi
Ya 44 57,1 22 28,6 3,33 1,70 – 6,51 0,000
Tidak 33 42,9 55 71,4 1,00 Rujukan
Diabetes melitus
Ya 23 29,9 7 9,1 4,26 1,70 – 10,66 0,002
Tidak 54 70,1 70 90,9 1,00 Rujukan
Dislipidemia
Ya 46 59,7 25 32,5 3,09 1,60 – 5,97 0,001
Tidak 31 40,3 52 67,5 1,00 Rujukan
Obesitas
Ya 40 51,9 28 36,4 1,89 0,99 – 3,60 0,053
Tidak 37 48,1 49 63,6 1,00 Rujukan
Stres rumah tangga
Ada 5 6,5 1 1,3 5,23 0,60 – 46,27 0,133
Tidak ada 72 93,5 76 98,7 1,00 Rujukan
Kerja gilir
Ya 9 11,7 15 19,5 0,55 0,22 – 1,34 0,187
Tidak 68 88,3 62 80,5 1,00 Rujukan
Lama jam kerja
> 8 jam/hari 18 23,4 9 11,7 2,30 0,96 – 5,52 0,061
≤ 8 jam/hari 59 76,6 68 88,3 1,00 Rujukan
Job strain
Ada 54 70,1 23 29,9 5,51 2,76 – 10,99 0,000
Tidak ada 23 29,9 54 70,1 1,00 Rujukan
Job skill discretion
Rendah 44 57,1 38 49,3 1,37 0,72 – 2,58 0,333
Tinggi 33 42,9 39 50,7 1,00 Rujukan
Job decision – making authority
Rendah 38 49,4 26 33,8 1,91 1,00 – 3,66 0,051
Tinggi 39 50,6 51 66,2 1,00 Rujukan
Job demands
Tinggi 50 64,9 29 37,7 3,06 1,59 – 5,91 0,001
Rendah 27 35,1 48 62,3 1,00 Rujukan
Job decision latitude
Rendah 46 59,7 31 40,3 2,20 1,16 – 4,20 0,016
Tinggi 31 40,3 46 59,7 1,00 Rujukan
Co-workers support
Rendah 13 16,9 11 14,3 1,22 0,51 – 2,92 0,657
Tinggi 64 83,1 66 85,7 1,00 Rujukan
Supervisor support
Rendah 20 26,0 17 22,1 1,24 0,59 – 2,60 0,572
Tinggi 57 74,0 60 77,9 1,00 Rujukan
Job insecurity
Tinggi 6 7,8 2 2,6 3,17 0,62 – 16,22 0,166
Rendah 71 92,2 75 97,4 1,00 Rujukan

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 29, No. 1 • Januari 2008 15


Jurnal Kardiologi Indonesia

jam kerja dan job strain. risiko terjadinya infark miokard.


Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat, ­Analisis multivariat yang kedua dilakukan untuk
dan multivariat dengan menggunakan komputer dan melihat komponen job strain yang berhubungan den-
program Stata versi 6, dengan p = 0,05 ditetapkan gan infark miokard. Variabel bebas yang dimasukkan
sebagai batas kemaknaan secara statistik. dalam model adalah pendidikan, jenis pekerjaan,
merokok, hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia,
obesitas, stres rumah tangga, kerja gilir, lama jam
Hasil kerja, job decision-making authority, job demands, job
decision latitude dan job insecurity. Hasilnya dapat
Sebagian besar subyek penelitian berusia antara dilihat pada tabel 3. Tampak komponen job strain
46 – 50 tahun (32,5%) dan antara 51 – 55 tahun yang berhubungan dengan infark miokard adalah job
(31,2%). Yang berpendidikan lebih dari 9 tahun demands yang tinggi.
sebanyak 93,5%. Berdasarkan jenis pekerjaan,
didapatkan 40,9% adalah PNS dan 59,1% yang non
PNS. Mayoritas subyek berstatus menikah (94,8%). Diskusi
Merokok merupakan faktor risiko konvensional yang
paling banyak ditemukan pada subyek penelitian
yaitu sebanyak 63,0%. Subyek yang tidak bekerja
gilir sebanyak 84,4%, dan lama jam kerja ≤ 8 jam/
hari sebanyak 82,5%. Job strain pada kelompok kasus Tabel 2. Hubungan antara infark miokard dengan karakteristik
didapatkan sebesar 70,1%, sedangkan pada kelompok demografi, faktor risiko konvensional dan pekerjaan
kontrol hanya didapatkan sebesar 29,9%. Infark Non Infark Adj 95% CI p
Berikut disajikan tabel yang memperlihatkan Miokard Miokard OR
hubungan antara kejadian infark miokard dengan (n = 77) (n = 77)
n % n %
berbagai faktor, yakni karakteristik demografi, faktor Merokok
risiko konvensional, dan pekerjaan. Perokok berat 18 23,4 3 3,9 25,61 5,25-124,88 0,000
Pada analisis bivariat (tabel 1), dapat dilihat bah- Perokok sedang 37 48,1 20 26,0 7,72 2,73-21,84 0,000
Perokok ringan 12 15,6 7 9,1 14,97 3,17-70,74 0,001
wa subyek dengan jenis pekerjaan PNS mempunyai Bukan perokok 10 12,9 47 61,0 1,00 Rujukan
risiko 2 kali lipat untuk mengalami infark miokard Dislipidemia
dibandingkan dengan jenis pekerjaan non PNS. Ya 46 59,7 25 32,5 2,82 1,07-7,44 0,035
Tidak 31 40,3 52 67,5 1,00 Rujukan
Dari faktor risiko konvensional, yang mempunyai Job strain
hubungan bermakna dengan infark miokard adalah Ada 54 70,1 23 29,9 6,80 2,72-16,98 0,000
merokok (p=0,000), hipertensi (p=0,000), diabetes Tidak ada 23 29,9 54 70,1 1,00 Rujukan
melitus (p=0,002) dan dislipidemia (p=0,001). Job
strain mempunyai hubungan bermakna dengan
infark miokard (p=0,000), sedangkan komponen Tabel 3. Hubungan antara infark miokard dengan karakteristik
job strain yang mempunyai hubungan bermakna demografi, faktor risiko konvensional, pekerjaan dan hasil JCQ
dengan infark miokard adalah job demands yang Infark Non Infark Adj 95% CI p
tinggi (p=0,001) dan job decision latitude yang ren- Miokard Miokard OR
dah (p=0,016). (n = 77) (n = 77)
n % n %
Untuk melihat faktor apa yang secara bersama- Merokok
sama berhubungan dengan kejadian infark miokard, Perokok berat 18 23,4 3 3,9 25,02 5,41-115,73 0,000
semua faktor risiko dengan nilai p < 0,25 dimasukkan Perokok sedang 37 48,1 20 26,0 7,04 2,59-19,13 0,000
Perokok ringan 12 15,6 7 9,1 11,20 2,69-46,66 0,001
dalam model dan dilakukan analisis multivariat. Faktor Bukan perokok 10 12,9 47 61,0 1,00 Rujukan
tersebut adalah pendidikan, jenis pekerjaan, merokok, Dislipidemia
hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, obesitas, Ya 46 59,7 25 32,5 2,99 1,17-7,66 0,022
Tidak 31 40,3 52 67,5 1,00 Rujukan
stres rumah tangga, kerja gilir, lama jam kerja, dan job Job demands
strain. Hasil akhirnya dapat dilihat pada tabel berikut Tinggi 50 64,9 29 37,7 2,44 1,02-5,85 0,046
(tabel 2). Tampak bahwa job strain, merokok dan Rendah 27 35,1 48 62,3 1,00 Rujukan
dislipidemia secara bersama-sama merupakan faktor

16 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 29, No. 1 • Januari 2008


Melati R et al : Hubungan antara job strain dengan terjadinya infark miokard

Model job strain dari Karasek menyatakan bahwa 3,17 ; 70,74, p = 0,001), perokok sedang berisiko 7,7
risiko terbesar terhadap kesehatan fisik dan mental kali lipat terhadap terjadinya infark miokard (Adj OR
akibat stres terjadi pada pekerja yang menghadapi 7,72, 95% CI: 2,73 ; 21,84, p = 0,000), dan perokok
job demands tinggi yang dikombinasikan dengan job berat berisiko 26 kali lipat terhadap terjadinya infark
decision latittude rendah. Job demands didefinisikan miokard (Adj OR 25,61, 95% CI: 5,25 ; 124,88, p
sebagai ”bekerja sangat cepat”, ”bekerja sangat keras”, = 0,000), dibandingkan dengan subyek yang bukan
dan ”tidak punya cukup waktu untuk menyelesai- perokok. Pada analisis bivariat tampak risiko infark
kan pekerjaannya”. Job decision latitude didefinisi- miokard meningkat sesuai dengan peningkatan kate-
kan sebagai kesempatan untuk menggunakan dan gori perokok, yaitu pada perokok ringan risiko infark
mengembangkan keterampilan dalam pekerjaan, dan miokard meningkat 8 kali lipat, pada perokok sedang
otoritas untuk membuat suatu keputusan. Kombinasi risiko infark miokard meningkat 8,7 kali lipat, dan
dari job demand tinggi dan job decision latitude rendah pada perokok berat risiko infark miokard meningkat
akan menyebabkan masalah kesehatan fisik yang nega- 28 kali lipat. Tetapi pada analisis multivariat, risiko
tif seperti meningkatnya risiko hipertensi dan penyakit infark miokard pada perokok sedang lebih rendah bila
kardiovaskular.9 dibandingkan dengan perokok ringan. Hal ini dika-
Dari penelitian ini diketahui bahwa secara renakan adanya interaksi diantara faktor risiko lainnya
bersama-sama job strain, merokok dan dislipidemia, yang tidak dianalisis lebih lanjut. Merokok berkaitan
meningkatkan risiko infark miokard, sedangkan dengan 35 – 40% kematian akibat infark miokard.
komponen job strain yang berperan adalah job demands Merokok lebih dari 20 batang per hari meningkat-
yang tinggi. Subyek penelitian yang mengalami job kan risiko penyakit jantung koroner 2 – 3 kali lipat.
strain akan memperoleh risiko infark miokard 6,8 Rokok dapat menyebabkan gangguan jantung karena
kali lipat dibandingkan dengan subyek yang tidak meningkatkan tekanan darah dan menghasilkan nor-
mengalami job strain (Adj OR 6,80, 95% CI: 2,72; adrenalin sehingga curah jantung dan tahanan perifer
16,98, p = 0,000). Dari kepustakaan diketahui job meningkat, juga menyebabkan kekurangan oksigen,
strain dapat menginduksi hipertensi yang berperan sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya infark
dalam proses aterogenesis pada titik percabangan arteri miokard. 3,14-16 Pada penelitian ini efek merokok lebih
dan juga efek pro-inflamasi langsung. Job strain juga besar dalam meningkatkan risiko terjadinya infark
meningkatkan ekskresi katekolamin. Mekanisme beta- miokard kemungkinan selain disebabkan oleh jumlah
adrenergik berimplikasi terhadap perlukaan endotel, batang rokok yang dihisap per hari, juga dipengaruhi
dan epinefrin akan mengaktivasi platelet. Selain itu oleh lamanya merokok.
juga mengganggu keseimbangan vago-simpatetik Dislipidemia meningkatkan risiko infark miokard
yang ditandai dengan perubahan detak jantung. Jadi 2,8 kali lipat (Adj OR 2,82, 95% CI: 1,07 ; 7,44, p
job strain yang berkaitan dengan peningkatan tekanan = 0,035). Peningkatan 1 mg/dl serum LDL kolesterol
darah dan katekolamin dapat menyebabkan disfungsi berkaitan dengan peningkatan 2 – 3% PJK, sedangkan
endotel, yang akan meningkatkan kerentanan untuk penurunan 1 mg/dl serum HDL kolesterol berkaitan
terjadinya vasospasme. Dengan demikian job strain dengan peningkatan 3 – 4% PJK, dan peningkatan
ini mempunyai hubungan dengan peningkatan risiko 1 mg/dl serum HDL kolesterol berkaitan dengan
infark miokard.9 Hasil yang diperoleh penelitian ini penurunan 2 – 3% PJK. Dari penelitian yang pernah
lebih besar dari pada hasil penelitian yang dilakukan dilakukan diketahui bahwa dislipidemia akan
oleh Karasek, Netterstrom et al., penelitian di meningkatkan risiko PJK 1,6 – 3,8 kali lipat. Jadi hasil
Stockholm dan di Kaunas, yang mendapatkan penelitian ini sesuai dengan penelitian yang sudah
peningkatan risiko infark miokard berkisar antara 1,3 pernah dilakukan.3
– 3,1 kali lipat akibat job strain. Hal ini kemungkinan Job demand merupakan salah satu komponen job
disebabkan penelitian tersebut dilakukan pada populasi strain. Pada analisis multivariat, job demand yang tinggi
pekerja, sedangkan pada penelitian ini pemilihan juga terbukti meningkatkan risiko infark miokard
populasi sampel diambil dari populasi pasien di rumah 2,4 kali lipat (Adj OR 2,44, 95% CI: 1,02 ; 5,85, p
sakit khusus jantung dan pembuluh darah sehingga = 0,046). Model job strain dari Karasek menyatakan
didapatkan hasil yang lebih besar.6,8,11-13 bahwa risiko kesehatan akibat stres terjadi pada
Perokok ringan berisiko 15 kali lipat terhadap pekerja yang menghadapi job demand yang tinggi,
terjadinya infark miokard (Adj OR 14,97, 95% CI: yang dikombinasikan juga dengan job decision latitude

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 29, No. 1 • Januari 2008 17


Jurnal Kardiologi Indonesia

yang rendah. Kombinasi keduanya akan meningkatkan manajemen perusahaan untuk melakukan deteksi
risiko hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Hasil dini dan evaluasi job strain pada pekerja, serta upaya
ini sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan penanggulangan job strain dan penerapannya di
oleh Netterstrom et al., yaitu job demand tinggi yang perusahaan, misalnya melalui rekayasa organisasi,
dikombinasikan dengan job decision latitude rendah rekayasa kepribadian, teknik penenangan pikiran
meningkatkan risiko infark miokard 2,1 kali lipat. 6,8 melalui aktivitas fisik dan relaksasi. Selain itu perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan
antara job strain dengan risiko terjadinya infark
Simpulan miokard pada populasi pekerja, dan juga hubungan
antara job strain dengan penggolongan pekerjaan.
Faktor-faktor yang secara bersama-sama berhubungan
dengan infark miokard adalah job strain, merokok dan
dislipidemia. Analisis lebih lanjut memperlihatkan Daftar Pustaka
bahwa komponen job strain yang berhubungan dengan
infark miokard adalah job demand yang tinggi. 1. Majid A. Penyakit jantung koroner: patofisiologi, pencegahan,
dan pengobatan terkini. Available from: http://www.usu.ac.id/
id/files/pidato/ppgb/2007.
Keterbatasan 2. Kusmana D et al. Jakarta cardiovascular study report 1. Rumah
sakit jantung dan pembuluh darah Harapan Kita. Jakarta.
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, 2008.
antara lain pemilihan populasi, dan kualitas data yang 3. Gaziano JM, Manson JE, Ridker PM. Primary and secondary
diperoleh. Pemilihan populasi yang hanya meliputi prevention of coronary heart disease. In: Libby P et al, editors.
populasi pasien yang menjalani rawat inap dan rawat Braunwald’s heart disease: a textbook of cardiovascular medicine.
jalan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. 1119 – 48.
Harapan Kita, menyebabkan sampel yang diperoleh 4. Yusuf S, Hawken S, Ounpuu S, Dans T, Avezum A, Lanas F et
tidak mencerminkan keadaan populasi pekerja di al. Effect of potentially modifiable risk factors associated with
Indonesia, baik dari segi pekerjaan maupun kondisi myocardial infarction in 52 countries (the INTERHEART
penyakit dan kesehatan. Pengumpulan data melalui study): case-control study. Lancet. 2004;364: 937 – 52.
wawancara menggunakan kuesioner berpotensi 5. Yusuf S, Hawken S, Ounpuu S, Bautista L, Franzosi MG,
menghasilkan persepsi yang berbeda, walaupun hal ini Commerford P et al. Obesity and the risk of myocardial
telah diatasi dengan penjelasan isi kuesioner dan juga infarction in 27000 participants from 52 countries: a case-
menanyakan lebih lanjut jawaban yang meragukan. control study. Lancet. 2005;366:1640 – 49.
Selain itu ada beberapa faktor risiko yang juga dapat 6. Pelfren E, De Backer G, Mak R, de Smet P. Kornitzer M. Job
menyebabkan stres pada pekerja tetapi tidak diteliti, stress and cardiovascular risk factors. Results from BELSTRESS
yaitu tipe kepribadian, sosioekonomi, aktivitas fisik, study. Arch Public Health. 2002; 60: 245 – 68.
diet, bising. Juga tidak diteliti job stress dalam kaitannya 7. Malinauskienẽ V, Azaraviciene A, Apelis V. The demand – control
dengan besar dan frekuensi stres yang dialami. Hal model and myocardial infarction in the working population of
ini disebabkan oleh karena keterbatasan kemampuan Kaunas men. Acta Medica Lituanica. 2004;11( 4): 32 –5.
peneliti, waktu, biaya, sarana dan belum tersedianya 8. Netterstrom B, Nielsen FE, Kristensen TS, Bach E, Moller
instrumen yang tepat untuk melakukan pengukuran, L. Relation between job strain and myocardial infarction: a
serta juga mempertimbangkan kondisi umum case-control study. J Occup Environ Med 1999; 56: 339-
kesehatan pasien yang sedang menjalani perawatan. 42.
9. Éboulé CA, Brisson C, Maunsell E, Mâsse B, Bourbonnais R,
Vézina M et al. Job strain and risk of acute recurrent coronary
Saran heart disease events. JAMA. 2007;298(14):1652 –60.
10. Cahill J, Landsbergis PA, Schnall PL. Reducing occupational
Pekerja perlu mengetahui faktor-faktor risiko yang stress. Presented at the work stress and health conference.
saling berpengaruh dalam terjadinya infark miokard Washington DC. 1995 September.
dan berusaha menghindari atau mencegahnya. Perlu 11. Houtman I, Kornitzer M, de Smet P, Koyuncu R, de Backer G,
dikembangkan juga pelatihan-pelatihan bagi pihak Pelfrene E. Job stress, absenteeism and coronary heart disease

18 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 29, No. 1 • Januari 2008


Melati R et al : Hubungan antara job strain dengan terjadinya infark miokard

European cooperative study (the JACE study). Eur J Public Med. 1998;55:548 - 53
Health. 1999;9(1): 52 – 7. 14. Omvik P. How smoking affect blood pressure. Rev Blood Press.
12. Theorell T, Tsutsumi A, Hallquist J, Reuterwall C, Hogstedt C, 1996;5:71 – 7.
Fredlund P et al. Decision latitude, job strain, and myocardial 15. Aveyard P, West R. Managing smoking cessation. BMJ. 2007
infarction: a study of working men in Stockholm. Am J Public July 7;335:37 – 41.
Health. 1998;88:382 – 8. 16. Hennrikus DJ, Jeffrey RW, Lando HA, Murray DA, Brelje
13. Hammar N, Alfredsson L, Johnson JV. Job strain, social support K, Davidann B et al. The SUCCESS project: The effect of
at work, and incidence of myocardial infarction. Occup Environ program format and incentives on participation and cessation
in worksite smoking cessation programs. Am J Public Health.
2002;92:274 – 9.

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 29, No. 1 • Januari 2008 19

You might also like