Professional Documents
Culture Documents
Ilmu Dan Teknologi Kayu Tropis: Jurnal
Ilmu Dan Teknologi Kayu Tropis: Jurnal
Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis
(Journal of Tropical Wood Science and Technology)
Diterbitkan oleh:
Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia
(The Indonesian Wood Research Society)
Terakreditasi A
Nomor 52/Akred-LIPI/P2MBI/12/2006
Nomor 185/AU1/P2MBI/08/2009
Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis
(Journal of Tropical Wood Science and Technology)
Redaksi Pelaksana:
Ketua : Dr. Wahyu Dwianto Komposit Kayu:
Anggota : Prof. Dr. Yusuf Sudo Hadi – IPB
Ir. Euis Hermiati, M.Sc. Prof. Dr. T.A. Prayitno – UGM
Faizatul Falah, S.Si. Prof. Dr. Bambang Subiyanto – LIPI
Yusup Amin, S.Hut. Prof. Dr. Fauzi Febrianto – IPB
Ika Wahyuni, S.Si. Dr. Subyakto – LIPI
Ari Kusumaningtyas, S.T.
Teguh Darmawan, A.Md. Rekayasa Kayu:
Syam Budi Iryanto, A.Md.
Prof. Dr. Anwar Kasim – UMSB
Dr. Anita Firmanti – Puskim
Redaksi Ahli: Dr. Naresworo Nugroho – IPB
Ketua : Dr. Wahyu Dwianto – LIPI
Anggota : Peningkatan Sifat-Sifat Kayu:
Prof. Dr. Imam Wahyudi – IPB
Prof. Dr. Zahrial Coto – IPB
Dr. Wayan Darwaman – IPB
Prof. Dr. Musrizal Mu'in – UNHAS
Dr. Subyakto – LIPI
Dr. Sulaeman Yusuf – LIPI
Dr. Anita Firmanti – Puskim
Dr. Pipin Permadi – P3THH
Dr. Sulaeman Yusuf – LIPI
Dr. Nyoman J. Wistara – IPB
Pulp dan Kertas:
Dr. Rudianto Amirta – UNMUL
Prof. Dr. Sipon Muladi – UNMUL
Dr. Adi Santoso – P3THH
Dr. Nyoman J. Wistara – IPB
Ir. Wieke Pratiwi, MSc – BBPK
Dewan Penelaah:
Sifat Dasar Kayu:
Hasil Hutan Non Kayu:
Prof. Dr. Wasrin Syafii – IPB
Prof. Dr. Kurnia Sofyan – IPB
Prof. Dr. Imam Wahyudi – IPB
Prof. Dr. Bambang Prasetya – LIPI
Dr. Sri Nugroho Marsoem – UGM
Dr. Rudianto Amirta – UNMUL
Dr. I. Ketut N. Pandit – IPB
Krisdianto, S. Hut, MSc – P3THH
Penelaah/Pengusul Makalah
Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis
(Journal of Tropical Wood Science and Technology)
Diterbitkan oleh:
Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia
(The Indonesian Wood Research Society)
Terakreditasi A
Nomor 52/Akred-LIPI/P2MBI/12/2006
Nomor 185/AU1/P2MBI/08/2009
Alamat Redaksi:
UPT Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong, Bogor 16911, Indonesia
Tel: 62-21-87914509, 87914511; Fax: 62-21-87914510
E-mail: wahyudwianto@yahoo.com
http://jurnalmapeki.biomaterial-lipi.org/
Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis
(Journal of Tropical Wood Science and Technology)
Tujuan dan Ruang Lingkup Format Penulisan
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis adalah Jurnal 1. Makalah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa
resmi Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) yang Inggris dengan program Word; ukuran halaman
terbit 2 kali dalam setahun. Jurnal ini merupakan media Letter; huruf Arial Narrow; satu spasi. Margin
nasional dan internasional untuk pertukaran pengetahuan kiri/kanan = 3 cm dan atas/bawah = 2.5 cm. Besar
dan mendiskusikan hasil penelitian terbaru mengenai kayu huruf untuk Judul = 14 pt.; Nama Penulis = 12 pt; dan
dan kegunaannya. Jurnal ini mempublikasi tulisan original Text = 10 pt.
penelitian dasar maupun terapan ilmu pengetahuan dan 2. Untuk makalah yang ditulis dalam bahasa Indonesia
teknologi kayu yang berhubungan dengan sifat-sifat dasar harus menyertakan Judul makalah, Abstrak, Judul
kayu, permesinan kayu, produk panel dan komposit kayu, dan Keterangan Gambar, Skema dan Tabel dalam
serta keteknikan kayu untuk konstruksi. Jurnal ini juga bahasa Inggris. Makalah yang ditulis dalam bahasa
meliputi tulisan mengenai peningkatan sifat-sifat kayu, Inggris harus memeriksakan spelling dan grammar-
rayap dan jamur perusak kayu, pulp dan kertas, bahan nya kepada native speaker.
berlignoselulosa bukan kayu dan biomas kayu yang 3. Sistematika penulisan:
berhubungan dengan produk kehutanan. Selain itu, jurnal 3.1. Judul (bahasa Indonesia dan bahasa Inggris)
ini juga mempublikasikan tulisan review dengan tema 3.2. Nama lengkap Penulis
yang ditentukan oleh redaksi. 3.3. Abstrak (bahasa Inggris)
3.4. Kata kunci (key words)
Pernyataan dan Ketentuan 3.5. Teks:
Pendahuluan
1. Makalah yang dipublikasikan adalah berupa hasil Bahan dan Metode
penelitian yang dilakukan dengan ruang lingkup Ilmu Hasil dan Pembahasan
dan Teknologi Kayu serta review dengan tema yang Kesimpulan (dan Saran)
ditentukan oleh Redaksi. Daftar Pustaka
2. Makalah tersebut belum pernah dipublikasikan pada Nama dan Alamat Lengkap Instansi Penulis
jurnal maupun prosiding sebelumnya. Lampiran
3. Makalah dapat dikirimkan ke alamat Redaksi dalam 4. Ketentuan lainnya:
bentuk print out 2 rangkap dan software file melalui 4.1. Agar menggunakan bahasa Indonesia yang baik,
pos; atau electronic file melalui alamat e-mail: benar, kuantitatif dan kronologis.
wahyudwianto@yahoo.com. 4.2. Penulisan kata bahasa asing dengan huruf miring.
4. Penulis bersedia memperbaiki makalah yang diterima 4.3. Nama kayu/tumbuhan harus disertai nama botani.
di jurnal ini sesuai dengan saran dan pertanyaan dari 4.4. Penulisan angka dengan desimal menggunakan titik
Dewan Penelaah. (contoh: 2.45).
5. Tatabahasa dan tataletak Gambar/Tabel bersedia 4.5. Penulisan besaran diantara menggunakan symbol ~
diubah oleh Redaksi tanpa mengubah substansi. (contoh: 3.75 ~ 8.92%).
6. Bersedia membayar biaya publikasi sebesar Rp. 4.6. Gambar yang dikirimkan harus masih dapat diubah.
150.000,- s/d 6 halaman cetak dan kelebihan 4.7. Daftar Pustaka ditulis menurut abjad A ~ Z. Penulis
halaman akan dikenakan biaya sebesar Rp. 30.000,- diharapkan mencocokkan Daftar Pustaka.
per halaman. Khusus mengenai Gambar yang 4.8. Contoh penulisan nama pustaka pada text adalah:
dicetak berwarna akan dikenakan biaya tambahan. (Palomar et al. 1990; Arancon 1997).
4.9. Contoh penulisan Daftar Pustaka yang memenuhi
ketentuan adalah: Harada, T. 1996. Charring Rate
Calculated from Mass Loss Rate. Journal of the
Japan Wood Research Society 42:194-201.
Vol. 7 • No. 2 • Juli 2009 ISSN 1693-3834
Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis
(Journal of Tropical Wood Science and Technology)
Objective and Scope 2. Manuscripts written in English should be checked for
spelling and grammar by a native speaker.
Journal of Tropical Wood Science and Technology is the 3. Manuscripts compositions:
official journal of the Indonesian Wood Research Society. 3.1. Title
This journal is a national and international medium in 3.2. Complete name of Authors
exchanging, sharing and discussing the science and 3.3. Abstract
technology of wood. The journal publishes original 3.4. Key words
manuscripts of basic and applied research of wood 3.5. Texts:
science and technology related to the basic properties of Introduction
wood, wood machineries, wood panel and composite Materials and Methods
products, and engineering of wood for constructions; as Results and Discussion
well as wood properties enhancement, termite and wood Conclusions (and Suggestions)
deterioration fungi, pulp and paper, ligno-cellulosic References
materials other than wood and biomass in concern with Name and complete address of Authors
forest products. Besides that, this journal also publishes Appendix
review manuscripts which topics are decided by the 4. Other rules:
editors. 4.1. Names of wood are followed by Botanical Name.
4.2. Decimals are written using point (.), e.g. 2.45.
General Remarks 4.3. Values between are written using this symbol ( ),
e.g. 3.75 8.92%.
1. Manuscripts will be accepted for publications are 4.4. Editors could modify Figures without changing their
those discussing/containing results of research on substantial meaning.
wood science and technology, and reviews on 4.5. References are arranged from A to Z.
specific topics, which are decided by the Editors. 4.6. References in text are written as this example:
2. Manuscripts have not been published elsewhere. (Palomar et al. 1990; Arancon 1997).
3. Manuscripts could be sent to the Editor address in 4.7. Examples of writing of References: Harada, T. 1996.
the form of 2 hardcopies and software file by mail; or Charring Rate Calculated from Mass Loss Rate.
electronic file through e-mail address: Journal of the Japan Wood Research Society 42:194-
wahyudwianto@yahoo.com. 201.
4. Authors are requested to correct the manuscripts
accepted for publications as suggested by the Editor address:
Reviewers. Research and Development Unit for Biomaterials
5. Editors could change texts and positions of Figures Indonesian Institute of Sciences
and Tables without changing their substantial Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong,
meanings. Bogor 16911, Indonesia
6. The Authors would be charged for publication fee, Tel/Fax : 62-21-87914509; 87914511/87914510
Rp. 150.000,- for 6 publication pages and Rp. E-mail : wahyudwianto@yahoo.com
30.000,- per page for additional pages. http : //jurnalmapeki.biomaterial-lipi.org/
Penetapan Angka Bentuk dan Tabel Berat Rotan (Calamus heteracanthus Zipp dan
Korthalsia Zippeli Burret) pada Kondisi Kering Udara Asal Hutan Dataran Rendah
Ransiki-Manokwari
Fixing Form Number and Weight Table of Rattan (Calamus heteracanthus Zipp and Korthalsia
zippeli Burret) on Air Dry Condition from Low Land Forest Ransiki, Manokwari
Susan Trida Salosa .......................................................................................................................................... 56 - 61
Perlakuan Enzim pada Serpih Kayu Daun Lebar untuk Refiner Mechanical Pulping (RMP)
Enzyme Pretreatment to Hardwood Chips for Refiner Mechanical Pulping (RMP)
Wawan Kartiwa Haroen ................................................................................................................................... 67 – 74
Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Kimia dari Kulit Batang Manggis (Garcinia
mangostana Linn)
Isolation and Characterization of Chemical Compound from Bark of Mangosteen (Garcinia
mangostana Linn)
Lia Destiarti, Ari Widiyantoro, Elvi Rusmiyanto, Maryati, Harlia, Ratu Safitri, Unang Supratman .................. 75 - 78
Pengaruh Lama dan Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas dan Struktur Kimia Arang Aktif
Bagasse
Effect of Time and Temperature Activation on Quality and Chemical Structure of Bagasse
Activated Charcoal
Wawan Sujarwo ................................................................................................................................. 79 - 84
Karakterisasi Sifat-Sifat Arang Kompos dari Limbah Padat Kelapa Sawit (Elaeis guinensis
Jack)
Characterization of Compost Charcoals Properties from Oil Palm (Elaeis guinensis Jack) Solid
Waste
Erlidawati, Abdul Gani Haji, M. Nasir Mara, Asri Gani, Sarwo Edi dan Diana Indah Sari ................................ 85 - 91
Review:
Tinjauan Penelitian Terkini tentang Pemanfaatan Komposit Serat Alam untuk Komponen
Otomotif
Review on Current Research on Utilization of Natural Fiber Composites for Automotive
Components
Subyakto dan Mohamad Gopar............................................................................................................ 92 - 97
Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Bisbul (Diospyros blancoi A.DC.)
The Physical and Mechanical Properties of Bisbul Wood (Diospyros blancoi A.DC.)
Abdurachman
Abstract
Bisbul (Diospyros blancoi A.DC.) signifies as one of the wood species that belong to the streaked Ebony. In
Indonesia, this species prevalently grows in Sumatera and West Java. The branch-free stem of this species when
reaching over 25 years can reach about 5 m in height and 30 cm in diameter. It is categorized as dense wood with dark
color, which gradually appears like Eben wood. This wood usually finds much uses as handcraft and merchant items.
This research aimed to look into characteristic and uses of Bisbul wood through laboratory-scale testing on its
physical and mechanical properties. This examined wood species was originated from the community-owned forest
situated in Bogor regency. The wood samples were taken from three height positions at branch-free Bisbul tree stems
(i.e. top, middle, and butt portions) and from three lateral portions (sapwood, heartwood, and pitch), and then prepared to
specimens measuring 2 cm by 2 cm in cross-section area. Each of the combination between such height and lateral-
depth positions was replicated three times. The tested physical and mechanical properties covered specific gravity,
moisture content, shrinkage, static bending, compressive strength parallel to the grain, shear, tensile parallel to the grain,
and impact bending.
Results revealed that based on moisture content and specific gravity, Bisbul wood belongs to medium density and
floats on the water. Its radial (R) and tangential (T) shrinkages were categorized as medium in the range of 0.92 ~ 2.74%
and 2.26 ~ 4.04%, respectively with T/R ratio somewhat less than 2, indicating that the wood was unstable due to
moisture changes. Air-dry moisture content at various height and depth positions ranged about 14 ~ 16%, but the density
decreased moving from the top, middle, to butt portions. The density at top, middle, and butt portions was consecutively
0.756 ~ 0.806 g/cm3, 0.710 ~ 0.805 g/cm3, and 0.672 ~ 0.716 g/cm3. Based on the examined mechanical properties,
Bisbul wood belonged to strength class II ~ I at the butt and middle portion, and to class III ~ II to top portion.
The Physical and Mechanical Properties of Bisbul Wood (Diospyros blancoi A.DC)
(Abdurachman) 49
berdiameter 20 cm. Kayu tersebut diperoleh dari kebun Hasil dan Pembahasan
milik rakyat di Cimanglid Bogor Jawa Barat. Bahan lain
yang digunakan adalah air destilasi dan paraffin. Sifat Fisik Kayu Bisbul
Sedangkan peralatan yang digunakan yaitu alat Hasil pengamatan kadar air pada kondisi basah dan
pemotong (gergaji potong/belah), mesin serut, ampelas, penyusutan volume dari basah ke kering tanur pada posisi
cutter, alat ukur panjang (meteran, penggaris, dial ketinggian dan kedalaman batang kayu Bisbul telah
caliper), timbangan, oven, gelas piala, desikator, alat tulis dilaporkan oleh Krisdianto (2005). Kadar air tertinggi
dan alat uji mekanis (UTM) Simadzu berkapasitas 20 ton terjadi pada bagian ujung batang (top) dan terendah pada
gaya, serta alat uji pukul Amsler berkapasitas 10 kgm). bagian pangkal (bottom). Pada setiap ketinggian, kadar
Metode penelitian meliputi pengambilan dan air tertinggi pada kayu gubal (sapwood), sementara
pembuatan contoh uji, pengujian sifat fisik dan mekanik bagian kayu teras (hearthwood) lebih rendah dari pada
dan pengolahan data yang diuraikan sebagai berikut : bagian empulur (pitch). Berdasarkan posisi ketinggian,
penyusutan volume paling tinggi terjadi pada bagian
Pengambilan Contoh Uji pangkal dan berdasarkan posisi kedalaman, bagian kayu
Dari satu batang kayu Bisbul sepanjang 6 m dibagi teras memiliki penyusutan paling rendah dari bagian
menjadi 3 dolok yang masing-masing menunjukkan posisi lainnya dan tergolong penyusutan tinggi.
dalam pohon yaitu pangkal (A), tengah (B) dan ujung (C). Kerapatan rata-rata pada bagian pangkal (bottom),
Dari setiap dolok diambil menurut posisi penampang dari tengah (middle) dan ujung (top) serta posisi kedalaman
empulur menuju bagian kayu gubal seperti Gambar 2. batang bagian empulur (pitch), teras (heartwood) dan
gubal (sapwood) kayu Bisbul berdasarkan perbandingan
Pembuatan Contoh Uji berat dan volume kering udara dan perkiraan kadar air
Contoh uji sifat fisik (kerapatan, kadar air dan minimum dan maksimum dapat dilihat pada Tabel 1.
penyusutan) berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm dari bagian Pada Tabel 1 tampak bahwa kadar air minimum dan
pangkal (bottom), tengah (middle) dan ujung (top) batang maksimum meningkat mulai dari bagian pangkal, tengah
serta pada bagian kayu lunak (pitch), teras (heartwood) dan ujung, tetapi kadar air kering udara tidak
dan gubal (sapwood). Masing-masing bagian terdiri dari 3 menunjukkan kekonsistenan baik pada posisi ketinggian
ulangan, sehingga berjumlah 27 contoh uji kerapatan dan maupun kedalaman batang. Secara keseluruhan,
kadar air serta 27 contoh uji penyusutan. Contoh uji sifat kerapatan dan kadar air kering udara berdasarkan letak
mekanik (lentur statik, tekan sejajar serat, tekan tegak ketinggian dan posisi kedalaman kayu ditampilkan pada
lurus serat, geser sejajar serat, keteguhan pukul dan tarik Gambar 3. Kadar air kering udara pada berbagai posisi
sejajar serat) masing-masing 5 ulangan pada bagian ketinggian dan kedalaman batang kayu Bisbul berkisar
pangkal, tengah dan ujung batang, sedangkan pada antara 14% ~ 16%, namun kerapatan menurun dari
bagian kayu lunak, teras dan gubal diambil secara acak bagian pangkal hingga ujung batang. Kerapatan pada-
sehingga berjumlah 15 contoh uji untuk setiap sifat bagian pangkal berkisar 0.756 ~ 0.806 g/cm3, tengah
mekanik yang diamati. Semua ukuran contoh uji sesuai 0.710 ~ 0.805 g/cm3 dan ujung 0.672 ~ 0.716 g/cm3.
dengan Anonim (1994) untuk contoh uji kecil bebas cacat Nilai rata penyusutan arah radial (R), tangensial (T) serta
(small clear specimen). rasio T/R dari kondisi basah ke kering udara ditampilkan
pada Tabel 3. Penyusutan rata-rata arah radial terendah
Pengujian Sifat Fisik dan Mekanik terjadi pada kayu gubal (Sapwood) bagian ujung (top)
Untuk pengujian sifat fisik dilakukan terhadap kondisi batang dan tertinggi terjadi di sekitar empulur (pitch) pada
basah sampai kondisi kering tanur, sedangkan untuk bagian pangkal (bottom) batang. Pada arah tangensial
pengujian sifat mekanik hanya pada kondisi kering udara penyusutan terendah dan tertinggi terjadi di sekitar
berdasarkan metode pengujian menurut Anonim (1994). empulur pada bagian ujung dan pangkal batang. Gambar
4 memperlihatkan besarnya penyusutan berbagai posisi
Pengolahan Data ketinggian dan kedalaman kayu Bisbul secara
Analisis data yang dilakukan meliputi perhitungan keseluruhan, di mana nilainya berbeda-beda pada setiap
rata-rata hasil pengujian menurut posisi ketinggian dan posisi ketinggian (height) maupun kedalaman (depth). Hal
posisi kedalaman dolok dan penentuan kelas kuat kayu tersebut disebabkan oleh sifat higroskopis kayu yaitu
berdasarkan klasifikasi kekuatan kayu pada contoh kecil dapat mengikat dan melepaskan air sesuai dengan
bebas cacat menurut Den Berger (1923). Untuk keadaan suhu dan kelembaban udara di sekitarnya.
penentuan kelas kekuatan kayu pada skala pemakaian Akibat pengaruh-pengaruh tersebut menyebabkan kayu
pada berbagai ketinggian pohon dihitung dan mengalami penyusutan dan pengembangan yang
diklasifikasikan menurut Anonim (1961). berbeda pada ketiga arah sumbunya (sifat anisotropis
kayu). Pada arah radial kayu menyusut/mengembang
sekitar 0.1 ~ 0.3%, arah tangensial sekitar 4.3 ~ 14% dan
arah longitudinal sekitar 2.1 ~ 8.5%.
Top C
120 cm 1 2 3 4
5 6 7 8 9 10
heartwood
11 12 13 14 15 16
60 cm pitch
17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 28
Middle B 120 cm 29 30 31 32
sapwood
1
60 cm
2 cm 2 cm
30 cm
The Physical and Mechanical Properties of Bisbul Wood (Diospyros blancoi A.DC)
(Abdurachman) 51
Table 1. Mean values of specific gravity of wood tested and approximation of minimum and maximum moisture content.
Air dry density
Height Moisture content (%)
Depth position (g/cm3)
position
Air dry Min. Max.
1 (pitch) 15.16 58.10 93.10 0.79
A (Bottom) 2 (heartwood) 14.97 55.34 90.34 0.79
3 (sapwood) 15.12 55.27 90.27 0.79
1 (pitch) 14.34 63.22 98.22 0.75
B (Middle) 2 (heartwood) 14.90 61.96 96.96 0.75
3 (sapwood) 15.13 58.76 93.76 0.77
1 (pitch) 14.83 74.32 109.32 0.69
C (Top) 2 (heartwood) 14.37 76.17 111.17 0.68
3 (sapwood) 15.66 74.91 109.91 0.69
18 0.85
16
0.8
14
Moisture Content (%)
Density (g/cm3)
12
0.75
10
8
0.7
6 P : pitch
H : Heartwood
4 S : Sapwood
0.65
2 Moisture
Content
0 0.6 Density
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27
P H S P H S P H S
Bottom Middle Top
Figure 3. The air dry density and moisture content based on height and depth positions.
Berdasarkan klasifikasi penyusutan arah dari berubah bentuk yang mengakibatkan cacat bentuk
kondisi basah ke kering udara (Table 4), kayu Bisbul (Martawijaya 1990).
tergolong memiliki penyusutan sedang pada arah radial
dan penyusutan tinggi pada arah tangensial. Table 4. The shrinkage classification.
Ratio penyusutan T/R seperti pada Gambar 4 Range of shrinkage (%) Grade
menunjukkan bahwa nilai rata-ratanya 1.84 pada bagian > 3.5 Very High
pangkal (bottom), 1.88 bagian tengah (middle) dan 1.97 2.5 ~ 3.5 High
bagian ujung (top) batang, sehingga kayu Bisbul memiliki 1.5 ~ 2.5 Middle
kestabilan dimensi rendah (Abdurachman dan Hadjib < 0.5 Low
2001) dan kayu cenderung lebih mudah pecah atau Source : Burgess (1966)
Shrinkage (%)
3
2.5
2
1.5
1 P : pitch
0.5 H : Heartwood
S : Sapwood
0
Radial
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27
Tangential
P H S P H S P H S
Bottom Middle Top
T/R ratio
Height and depth position
Table 7. Permissible stress and strength class of the Bisbul wood tested.
Height position Specific Gravity Permissible stress (kg/cm2)
(G) lt tk// = tr// t // Strength Class
The Physical and Mechanical Properties of Bisbul Wood (Diospyros blancoi A.DC)
(Abdurachman) 53
Sifat Mekanik
Nilai rata-rata sifat mekanik yang diteliti menurun yaitu 2.35%. Pada arah tangensial penyusutan
mulai dari bagian pangkal, tengah, hingga ujung batang, terendah dan tertinggi terjadi di sekitar empulur pada
kecuali geser sejajar serat (radial) pada bagian pangkal bagian ujung dan pangkal batang yaitu 2.46% dan
lebih rendah dari bagian tengah dan ujung batang. 3.68%.
Demikian pula geser sejajar serat bidang tangensial, 4. Berdasarkan klasifikasi penyusutan arah dari kondisi
bagian ujung batang lebih tinggi dibandingkan dengan basah ke kering udara kayu Bisbul tergolong memiliki
bagian tengah dan pangkal batang seperti tampak pada penyusutan sedang pada arah radial dan penyusutan
Tabel 5. Karena sifat ini berbeda dengan yang lainnya tinggi pada arah tangensial.
dan penyebabnya belum diketahui, sehingga perlu 5. Nilai rata-rata ratio penyusutan T/R 1.84 pada bagian
dilakukan penelitian lebih lanjut. pangkal (bottom), 1.88 bagian tengah (middle) dan
Sifat mekanik kayu sangat dipengaruhi oleh berat 1.97 bagian ujung (top) batang, sehingga kayu Bisbul
jenis atau kerapatan (Dwianto dan Marsoem 2008). Di memiliki kestabilan dimensi rendah.
samping itu sebagaimana sifat fisik, maka sifat mekanik 6. Nilai rata-rata sifat mekanik yang diteliti (keteguhan
kayu berbeda pula pada setiap posisi ketinggian maupun lentur statik, tekan sejajar serat, tekan tegak lurus
posisi kedalaman dolok (sifat anisotropis kayu) terhadap serat, geser sejajar serat dan keteguhan tarik sejajar
arah longitudinal (sejajar arah serat), radial (menuju serat) pada umumnya menurun mulai dari bagian
pusat) dan tangensial (menurut arah garis singgung) pangkal, tengah, hingga ujung batang.
dolok (Dumanuaw 1990). 7. Berdasarkan kelas kekuatan kayu Indonesia, maka
Untuk mengetahui kelas kekuatan kayu Bisbul kayu Bisbul pada berbagai ketinggian tergolong
serta kemungkinan penggunaannya, maka sifat-sifat kelas kuat III ~ II.
mekanik kayu yang berhubungan dengan ketahanan 8. Kayu Bisbul bagian pangkal dan tengah dapat
menerima beban luar dibandingkan dengan klasifikasi digunakan sebagai kayu pertukangan termasuk kayu
kekuatan kayu menurut Berger (1923) dapat dilihat pada konstruksi yang memikul beban tinggi, sedangkan
Tabel 6. pada bagian ujung batang dapat digunakan sebagai
Berdasarkan Tabel 6, maka kayu Bisbul pada bahan baku untuk keperluan lainnya seperti mebel
berbagai ketinggian tergolong kelas kuat III ~ II, dan barang kerajinan.
penurunan kelas kuat tersebut konsisten mulai dari bagian
pangkal hingga ujung batang seperti tampak pada Tabel Daftar Pustaka
5. Kelas kekuatan tersebut merupakan hasil penelitian
laboratories menggunakan contoh kecil bebas cacat Anonim. 1961. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia.
(CKBK). Kelas kekuatan untuk skala pemakaian Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
berdasarkan berat jenis, dapat dihitung tegangan ijin Yayasan Dana Normalisasi. Jakarta.
(permissible stress) untuk kayu mutu A menurut Anonim Anonim. 1994. Standard Methods of Testing Small Clear
(1961) dalam Abdurachman dan Hadjib (2005) sebagai Specimen of Timber. Annual Book of ASTM
berikut : lt = 170G ; tk// = tr// = 150G : t = 40G dan Standards. Philadelphia.
// = 20G ; di mana G = Berat jenis kayu kering udara. Abdurachman dan N. Hadjib. 2001. Sifat Fisik dan
Berdasarkan Tabel 7, maka kayu Bisbul bagian Mekanis Jenis Kayu Andalan Setempat Jawa Barat.
pangkal dan tengah dapat digunakan sebagai kayu Prosiding Seminar Nasional Mapeki IV. Samarinda.
pertukangan termasuk kayu konstruksi yang memikul Pp II125-II135.
beban tinggi, sedangkan pada bagian ujung batang dapat Abdurachman dan N. Hadjib. 2005. Kekuatan dan
digunakan sebagai bahan baku untuk keperluan lainnya. Kekakuan Balok Lamina dari Dua Jenis Kayu Kurang
Dikenal. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23(2):87-100.
Kesimpulan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Bogor.
1. Kadar air kering udara kayu Bisbul pada berbagai Burgess, P.F. 1966. Timbers of Sabah. Sabah Forest
posisi ketinggian dan kedalaman batang kayu Bisbul Records No. 6. Sabah. Burgess, P.F. 1966. Timbers
berkisar antara 14% ~ 16%. of Sabah. Sabah Forest Records No. 6. Sabah.
2. Kerapatan menurun dari bagian pangkal hingga Den Berger, L.G. 1923. De Grondslagen voor de
ujung batang. Kerapatan pada bagian pangkal Classificatie van Nederlandsch Indische
berkisar 0.756 ~ 0.806 g/cm3, tengah 0.710 ~ 0.805 Timmerhoutsoorten. Tectona. Vol. XVI.
g/cm3 dan ujung 0.672 ~ 0.716 g/cm3. Dumanuaw, 1990. Mengenal Kayu. Penerbit Kanisus.
3. Penyusutan rata-rata arah radial terendah terjadi Yogjakarta.
pada kayu gubal (Sapwood) bagian ujung (top) Dwianto W. dan S.N. Marsoem. 2008. Tinjauan Hasil-
batang yaitu 1.21% dan tertinggi terjadi di sekitar hasil Penelitian Faktor-faktor Alam yang
empulur (pitch) pada bagian pangkal (bottom) batang Mempengaruhi Sifat Fisik dan Mekanik Kayu
The Physical and Mechanical Properties of Bisbul Wood (Diospyros blancoi A.DC)
(Abdurachman) 55
Penetapan Angka Bentuk dan Tabel Berat Rotan (Calamus heteracanthus Zipp
dan Korthalsia Zippeli Burret) pada Kondisi Kering Udara Asal Hutan Dataran
Rendah Ransiki-Manokwari
Fixing Form Number and Weight Table of Rattan (Calamus heteracanthus Zipp and
Korthalsia zippeli Burret) on Air Dry Condition from Low Land Forest Ransiki,
Manokwari
Abstract
The purpose of this research is to calculate form number and weight table of two commercial species of rattans
(Calamus heteracanthus Zipp and Korthalsia zippeli Burret) on air-dry condition. Observation variables which are used in
this research were length, diameter, weight of rattan on fresh and air-dry conditions. Data collected is analized by using
statistics to fid mean, standard deviation and interval. The result shows that C. heteracanthus Zipp length, weight and
diameter bigger than K. zippeli Burret on fresh and air-dry conditions. The form number of C. heteracanthus Zipp on fresh
condition is 0.90 and on air-dry condition is 0.56, where as K. zippeli Burret has form number 0.90 on fresh condition and
0.45 on air-dry condition. Water content of C. heteracanthus Zipp and K. zippeli Burret 0.45 on fresh condition are
101.35% and 146% and on air-dry condition 18.67% and 19.38%. Weight table of both rattans can be applied specifically
in low land forest of Ransiki or at any other area, which has similar natural condition with this area.
Key words: form number, weight table, rattan, Calamus heteracanthus Zipp, Korthalsia zippeli Burret, fresh condition,
air condition, water content.
Fixing Form Number and Weight Table of Rattan (Calamus heteracanthus Zipp and Korthalsia zippeli Burret) on Air Dry Condition from
Low Land Forest Ransiki, Manokwari
(Susan Trida Salosa) 57
yang diperoleh untuk masing-masing keadaan ini. Analisa Hasil dan Pembahasan
regresi linier dirumuskan sebagai berikut:
Panjang, Diameter dan Berat Rotan
A= y/x atau y=ax Hasil pengukuran panjang, diameter dan berat dua
jenis rotan asal hutan dataran rendah Ransiki-Manokwari,
dimana: yakni Calamus heteracanthus Zipp dan Korthalsia zippeli
a = Angka bentuk rotan (koefisien regresi) Burret pada kondisi segar disajikan pada Tabel 1. Dari
y = Berat rotan kondisi segar dan kering udara tabel tersebut terlihat pada kondisi segar, Calamus
x = Volume batang rotan kondisi segar dan kering heteracanthus Zipp memiliki panjang, diameter dan berat
udara. lebih besar, yaitu panjang berkisar antara 13.19~19.06 m
dengan rata-rata 16.13 m, diameter berkisar antara
Penetapan Tabel Berat. Tabel berat ditetapkan 1.91~2.10 cm dengan rata-rata 2.00 cm dan berat
berdasarkan angka bentuk yang telah diperoleh dengan berkisar antara 3945 ~ 5920 g dengan rata-rata 4933 g.
jalan menyusun berat rotan pada kedua kondisi yakni Sedangkan Korthalsia zippeli Burret memiliki panjang
kondisi segar dan kering udara berdasarkan kisaran berkisar antara 6.51 ~ 8.75 m dengan rata-rata 7.63 m,
panjang dan diameter yang ada. Variabel penunjang yang diameter berkisar antara 1.85 ~ 2.01 cm dengan rata-rata
diukur adalah kadar air rotan pada kondisi segar dan 1.93 cm dan berat berkisar antara 1692 ~ 2263 g dengan
kondisi kering udara (KAKU) serta suhu dan kelembaban rata-rata 1978 g, Calamus heteracanthus Zipp dan
pada tempat penelitian. Untuk kadar air rotan ini dihitung Korthalsia zippeli Burret termasuk dalam kelompok rotan
menggunakan rumus yang dipakai oleh Haygreen dan berdiameter besar.
Bowyer (1993) sebagai berikut: Calamus heteracanthus Zipp dan Korthalsia zippeli
Burret tumbuh pada areal kelembaban 79.58% dengan
BBS - BKT ketinggian dari permukaan laut ≥ 20 m dan tipe iklimnya
KAS (%) = x 100% basah. Kedua jenis rotan ini tumbuh menyebar dataran
BKT rendah hingga lereng bukit yang berjenis tanah alluvial
dengan struktur lempung sampai lempung berpasir.
BKU - BKT Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa
KAKU (%) = x 100% Calamus heteracanthus Zipp yang bertipe tunggal, dalam
BKT pertumbuhannya bergerak mencari sinar matahari bahkan
sampai menembus tajuk pohon, sehingga memiliki
dimana: panjang yang lebih besar dibandingkan dengan Korthalsia
KAS = Kadar Air Basah/Segar (%) zippeli Burret. Pada jenis rotan Korthalsia zippeli Burret
BBS = Berat Basah (g) yang bertipe rumpun, hanya sebagian kecil yang dapat
KAKU = Kadar Air Kering Udara (%) hidup memanjang pada inangnya sedangkan selebihnya,
BKU = Berat Kering Udara (g) tumbuh memanjang di atas permukaan tanah sehingga
BKT = Berat Kering Tanur (g) mengakibatkan bagian batangnya rusak dan busuk
terserang serangga tanah. Ditambah dengan sempitnya
Analisis Data. Analisis data menggunakan Statistik ruang tumbuh antara individu rotan yang menyebabkan
Deskriptif dengan menampilkan nilai tengah, simpangan terjadinya persaingan yang tinggi dalam penyerapan
baku dan interval dari semua peubah yang diukur unsur hara pada satu rumpun.
memakai paket program minitab 10. Sedangkan angka Hasil pengukuran panjang, diameter dan berat
bentuk diperoleh sebagai koefisien dari hubungan regresi Calamus heteracanthus Zipp dan Korthalsia zippeli Burret
linier antara berat rotan hasil pengukuran dengan volume asal dataran rendah Ransiki-Manokwari pada kondisi
rotan hasil perhitungan. Dari angka bentuk tersebut dibuat kering udara disajikan pada Tabel 2.
tabel berat untuk kedua jenis rotan ditetapkan
berdasarkan kisaran dari panjang dan diameter yang
diperoleh.
Table 1. The Rate of Length, Diameter and Weight of Two Kinds of Rattan from Low Land Forest of Ransiki-Manokwari
on the Fresh Condition
Species of Rattans Length (m) Diameter (cm) Weight (g)
Averages Intervals Averages Intervals Averages Intervals
C. heteracanthus 16.13 1319~19,16 2.00 1.91~2.10 4933 3945~5920
K. zippeli 7.63 6.51~8.75 1.93 1.85~2.01 1978 1692~2263
Dari Tabel 2 terlihat bahwa kondisi kering udara 0.45. Selama proses pengeringan udara, berat rotan
terdapat perbedaan antara berat pada kondisi segar menjadi berkurang pada kondisi volume rotan yang
dengan kondisi kering udara pada ukuran diameter dan relative tetap yang mengakibatkan angka bentuk yang
panjang tetap. Diameter Calamus heteracanthus Zipp diperoleh menjadi lebih kecil. Berbeda dengan kondisi
berkisar antara 1.86 ~ 2.05 cm dengan rata-rata 1.95 cm segar, pada kondisi kering udara angka bentuknya ≥ 0.5.
dan berat berkisar antara 2240 ~ 3276 g dengan rata-rata Ini berarti bahwa Calamus heteracanthus Zipp dan
2758 g serta diameter Korthalsia zippeli Burret berkisar Korthalsia zippeli Burret memiliki volume dua kali lebih
antara 1.79 ~ 1.95 cm dengan rata-rata 1.87 cm dan berat besar dari beratnya. Perbedaan angka bentuk ini diduga
berkisar antara 816 ~ 1058.3 g. Setelah proses terjadi karena kedua jenis rotan tersebut memiliki kadar
pengeringan udara tampak bahwa tidak terjadi air berbeda pada kondisi perlakuan kering udara dengan
penyusutan diameter dan panjang pada kedua jenis rotan suhu dan kelembaban yang sama. Korthalsia zippeli
tersebut. Hal ini diduga disebabkan oleh struktur kulit Burret memiliki kadar air segar lebih tinggi dibanding
rotan yang kuat dan mengandung lapisan silika sehingga Calamus heteracanthus Zipp (Tabel 9 di bawah), serta
walaupun sel rotan telah kosong namun tidak terjadi mengalami perubahan berat yang besar setelah proses
penyusutan baik secara radial maupun tangensial. pengeringan.
Table 3. The Form Numbers of Two Kinds of Rattan from Low Land Forest of Ransiki Manokwari on the Fresh Condition
Species of Rattans Length (m) Diameter (cm) Weight (g) Volume (cm3) Form number
C. heteracanthus 13.19~19.06 1.91~2.09 3945~5920 4047~6273 0.94
K. zippeli 6.51~8.75 1.85~2.01 1692~2263 1905~2520 0.90
Table 4. The Form Numbers of Two Kinds of Rattan from Low Land Forest of Ransiki Manokwari on the Air Dry Condition
Species of Rattans Length (m) Diameter (cm) Weight (g) Volume (cm3) Form number
C. heteracanthus 13.19~19.06 1.86~2.05 2240~3276 3920~5824 0.56
K. zippeli 6.51~8.75 1.79~1.95 816~1058.3 1793~2366 0.45
Fixing Form Number and Weight Table of Rattan (Calamus heteracanthus Zipp and Korthalsia zippeli Burret) on Air Dry Condition from
Low Land Forest Ransiki, Manokwari
(Susan Trida Salosa) 59
Table 5. The Weight Table of Calamus heteracanthus Table 7. The Weight Table of Calamus heteracanthus
Zipp from low land Forest of Ransiki-Manokwari Zipp from Low Land Forest of Ransiki-
on the fresh condition Manokwari on the Air Dry Condition
Form Length (m) Diameter Weight (g) Form Length Diameter Weight (g)
number (cm) number (m) (cm)
0.94 13 1.9 3462.96 0.56 13 1.8 1851.60
2.0 3837.08 1.9 2063.04
2.1 4230.38 2.0 2285.92
14 1.9 3729.35 14 1.8 1994.03
2.0 4132.24 1.9 2221.74
2.1 4555.79 2.0 2461.76
15 1.9 3995.73 15 1.8 2136.46
2.0 4427.40 1.9 2380.43
2.1 4881.21 2.0 2637.60
16 1.9 4262.11 16 1.8 2278.89
2.0 4722.56 1.9 2539.13
2.1 5206.62 2.0 2813.44
17 1.9 4528.49 17 1.8 2421.32
2.0 5017.72 1.9 2697.83
2.1 5532.04 2.0 2989.28
18 1.9 4794.87 18 1.8 2563.75
2.0 5312.88 1.9 2856.52
2.1 5857.45 2.0 3165.12
19 1.9 5061.26
2.0 5608.04 Table 8. The Weight Table of Korthalsia zippeli Burret
2.1 6182.86 from Low Land Forest of Ransiki-Manokwari on
the Air Dry Condition
Table 6. The Weight Table of Korthalsia zippeli Burret Form Length Diameter Weight (g)
from Low Land Forest of Ransiki-Manokwari on number (m) (cm)
the Fresh Condition 0.45 6 1.7 612.54
Form Length (m) Diameter Weight (g) 1.8 686.72
number (cm) 1.9 765.14
0.90 6 1.8 1373.44 2.0 846.80
1.9 1530.28 7 1.7 714.62
2.0 1695.00 1.8 801.17
7 1.8 1602.34 1.9 892.66
1.9 1785.33 2.0 989.10
2.0 1978.20 8 1.7 816.71
8 1.8 1831.25 1.8 915.62
1.9 2040.37 1.9 102.,19
2.0 2260.80 2.0 1130.40
9 1.8 2060.15 9 1.7 918.80
1.9 2295.42 1.8 1030.08
2.0 2543.40 1.9 1147.71
2.0 1271.70
Table 9. The Water Contents Rate of Two Kinds of Rattan from Low Land Forest of Ransiki-Manokwari on the fresh
Condition
Species of Rattans Water Contents (%)
lower stem ends middle stem upper stem ends averages
C.heteracanthus 74.60~100.18 102.75~121.62 94.17~114.77 101.35
K.zippeli 110.07~138.27 144.67~183.64 132.96~169.07 146.45
Fixing Form Number and Weight Table of Rattan (Calamus heteracanthus Zipp and Korthalsia zippeli Burret) on Air Dry Condition from
Low Land Forest Ransiki, Manokwari
(Susan Trida Salosa) 61
Karakteristik LVL Lengkung dengan Proses Kempa Dingin
Characteristic of LVL Bent by Cold Press Process
Teguh Darmawan, Wahyu Dwianto, Yusup Amin, Kurnia Wiji Prasetiyo dan Bambang Subiyanto
Abstract
Bending LVL (Laminated Veneer Lumber) is a more effisien method to manufacture bent wood components
compare to other methods in raw materials point of view. The Bending LVL was made from Sengon veneers by cold
press process with variation of Water Based Polymer-Isocyanate adhesive of 250, 280, 310 g/m2 and bend radius of
200,300, 400 mm. The results showed that the physical properties of Bending LVL made by using Water Based Polymer-
Isocyanate adhesive and cold press process was fit with JAS 1639/1986 standard. The optimum adhesive concentration
and bend radius was 250 g/m2 and 20 cm, respectively.
Key words: Bending LVL, adhesive concentration, bend radius, physical properties.
Tabel 2. The average value of water absoption (%) and thickness swelling (%) of sample.
Boiling 2 hr Boiling 24 hr
Glue Spread
250 280 310 250 280 310
Radius
Water R20 77.6 72.9 71.7 98.4 95.0 92.1
Absorption R30 78.8 71.7 65.8 99.0 95.3 90.9
(%) R40 75.9 73.5 65.8 104.7 99.2 98.5
Thickness R20 3.9 3.3 2.6 4.5 4.1 3.8
Swelling R30 2.8 2.7 2.4 4.1 3.5 3.0
(%) R40 2.8 2.4 2.3 4.0 3.9 3.5
Delamination (%)
Delamination (%)
2,5
of Lengkung
Glue spread
2 (g/m2)
bend
1,5 250
radius
(%)
Recavery of radius
280
(%)
1 310
Pemulihan
0,5
0
20 30 40
Radius Lengkung (cm)
Radius of bend (cm)
Pada penelitian ini terlihat adanya pengaruh variasi contoh uji setelah dilakukan perendaman air dingin dan
berat labur dan radius kelengkungan, dimana semakin dikeringkan, tingkat fiksasi atau pemulihan radius
banyak perekat atau berat labur dan semakin besar lengkung berkisar di bawah 2.1% (Gambar 4). Hal ini
radius kelengkungannya, maka tingkat delaminasinya menunjukkan bahwa perekat mempunyai kekuatan
semakin mengecil. Besarnya nilai delaminasi yang perekatan yang cukup baik, sehingga dapat menjaga LVL
dipersyaratkan untuk LVL menurut standar JAS adalah lengkung untuk tidak berubah bentuk.
sebesar ≤ 10 %. Seluruh contoh uji masih dalam kisaran
nilai yang dipersyaratkan, kecuali contoh uji dengan berat Kesimpulan
labur 250 dan radius 20 cm.
Aplikasi perekat Water Based Polymer-Isocyanate
Fiksasi pada pembuatan LVL lengkung dengan proses dingin
Mekanisme fiksasi pada pelengkungan LVL berbeda berbahan baku veneer Sengon memiliki sifat fisik sesuai
dengan pelengkungan kayu solid. Fiksasi pada dengan standar JAS 1639/1986. Berdasarkan pada sifat
pelengkungan kayu solid dapat terjadi karena adanya fisik yang diuji, berat labur dan radius kelengkungan
perubahan komponen kimia dari kayu yang mempengaruhi karakteristik LVL lengkung.
dilengkungkan, sedangkan pada LVL disebabkan oleh
pengerasan perekat yang digunakan. Dari hasil pengujian
Abstract
The objective of the study is to examine the influence of 10 l/ ton of Xylanase and Lypase pretreatment on
biomechanical pulp of Gmelina and Paracerianthes wood chips with Refiner Mechanical Pulping (RMP) process. The
result shows that the enzymatically pretreated of chips can save the electrical consumption of the refiner machine up to
30%, while reducing of 45~50% extractives, and significant improvement of the pulp physical properties compared with
control. Two stages of P1 and P2 hydrogen proxide pulp bleaching produced pulp brightness of 65~71.9 % ISO and more
than 97% yield bleached pulp. Physical properties of the tensile index and burst index testing result of Gmelina and
Paracerianthes mechanical pulp sheet are fairly good.
Enzymatic Pretreatment of Hardwood Chips for Refiner Mechanical Pulping (RMP) Process
Wawan Kartiwa Haroen 67
1. Konsentrasi substrat. Semakin tinggi konsentrasi mengurangi pencemaran namun kualitas pulpnya
substrat, aktifitas enzim cenderung akan berkurang. termasuk katagori baik sampai sedang. Air limbah proses
2. Konsentrasi enzim. Semakin tinggi konsentrasi pulp rendemen tinggi umumnya memiliki kadar Chemical
enzim menyebabkan aktifitas enzim makin tinggi. Oxygen Demand (COD) sekitar 7000 mg/l (Kudo 1991)
3. Konsentrasi hasil reaksi. Penambahan hasil reaksi dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) 700~5000 mg/l
pada sistem yang mengandung enzim murni akan (Vipart 1993)
mengubah hubungan linear antara konsentrasi enzim Indonesia sampai abad ke 21 ini, masih belum
dan laju reaksi. Semakin tinggi hasil reaksi yang memliki industri atau pabrik yang memproduksi pulp
ditambahkan maka aktifitas enzim akan berkurang mekanis. Hal ini kemungkinan karena bahan baku kayu
karena: untuk pulp masih mudah diperoleh dan berlimpahn tetapi
a. Adanya resistensi oleh enzim akibat tingginya bisa juga karena harga enerji masih mahal. Namun tidak
konsentrasi hasil reaksi. dapat disangkal, suatu saat sumber daya alam berupa
b. Hasil reaksi cenderung lebih stabil dari pada serat dari kayu akan berkurang dan industri pulp akan
enzim dan substrat. berubah secara bertahap. Ahirnya pertimbangan proses
4. Tingkat keasaman (pH). Setiap enzim mempunyai dan pengolahan bahan baku akan beralih pada
pH optimum dengan alasan belum diketahui secara pembuatan pulp mekanis atau semi mekanis. Produk
pasti karena enzim adalah protein yang dapat akhir yang dapat dibuat dari pulp mekanis diantaranya
mengalami perubahan bentuk jika keasamannya kertas koran, kertas industri, campuran pulp kimia bahkan
berubah. Setiap protein umumnya mempunyai pH dibuat untuk lapisan peredam suara.
isoelektrik yang dapat menentukan nilai pH aktif Menurut Leatham and Wegner 1990 kualitas pulp
yang mengandung protein. TMP berdasarkan fraksi serat panjang apabila akan
5. Temperatur. Temperatur optimum enzim yaitu jumlah dilakukan penggilingan memperlihatkan sifat yang hampir
substrat paling banyak dirubah dalam bentuk satuan sama dengan pulp serat pendeknya. Fraksi serat panjang
waktu, namun hampir semua enzim kerjanya akan TMP secara visual akan mendominasi pada permukaan
melambat pada suhu 70~80oC dan akan mati pada kertas , namun serat panjang TMP diperlukan
temperatur di atas 90oC. penggilingan secara terpisah dengan serat pendeknya
6. Waktu reaksi. Keistimewaan dan keunikan dari supaya tidak terjadi pemotongan yang berlebihan.
enzim hanya dapat bereaksi satu kali saja, tidak
seperti pada katalis kimia lainnya, karena itu semakin
lama waktu reaksi enzim dapat mengakibatkan
aktifitasnya akan semakin menurun.
7. Konsentrasi inhibitor, inaktifator dan racun. Karena
enzim dihasilkan dari sel hidup maka enzim menjadi
rentan terhadap kehadiran senyawa beracun
(inhibitor atau inaktifator). Misalnya: senyawa sulfida
merupakan inhibitor.
Enzymatic Pretreatment of Hardwood Chips for Refiner Mechanical Pulping (RMP) Process
Wawan Kartiwa Haroen 69
Figure 3. Equipment for experiment.
Peroxide Bleaching
Refining 2 Refining 1
(P1/ P2)
Serpih Gmelina dan Paraserianthes dilakukan dengan energi yang rendah bila dibandingkan dengan
perendaman (pretreatment) dengan Enzim X atau L kayu yang bermassa jenis tinggi. Salah satu kandungan
dengan dosis 10 liter/ton serpih, perendaman serpih kimia yang perlu diperhatikan adalah kadar silikatnya tidak
dilakukan pada suhu 25~27oC dengan variasi 3 waktu tinggi, karena hal ini dapat memperpendek umur pisau
yaitu 1 jam, 6 jam dan 24 jam. Kemudian sepih di- refiner. Gmelina dan Paraseriantes kandungan silikatnya
steaming selama 30 menit dan diuraikan dengan mesin tergolong rendah, yaitu kurang dari 1%. Kadar lignin
refiner dilakukan 2 tahap (R1 dan R2) yang diikuti merupakan pengikat serat pada kayu, semakin tinggi
dengan mengalirkan air panas (40~50oC), sampai kadar lignin akan menyebabkan penguraian serat lebih
diperoleh serat kayu (pulp) terpisah secara sempurna. sulit dan memerlukan waktu atau energi yang tinggi.
Pulp yang diperoleh diuji , diputihkan dengan peroxida Kedua jenis kayu daun tropis ini memiliki lignin sedang
dan dibuat lembaran yang selanjutnya pulp dievaluasi termasuk kedalam kriteria baik sebagai bahan baku
sifat fisiknya. kertas. Sifat inilah yang dapat direkomendasikan untuk
pulp mekanis, diharapkan dapat menghasilkan fisik pulp
Hasil dan Pembahasan berkualitas sedang sampai baik. Pemilihan jenis kayu
Gmelina arborea dan Paraserianthes falcataria pada
Sifat fisik dan kimia kayu merupakan salah satu awalnya atas dasar massa jenisnya yang ringan (0.3~0.4)
tahap awal dalam melakukan pemilihan bahan baku untuk dengan warna kayu putih, kayu teras rendah dengan
pulp mekanis, hal ini dilakukan supaya kriterianya sesuai ekstraktif dan lignin rendah. Karakter kayu seperti ini
dengan persyaratan untuk pulp mekanis. Hasil merupakan sifat yang perlu diperhatikan sebagai bahan
pengamatan pada Tabel 1 dan 2. Memeperlihatkan baku pulp mekanis (Cassey 1980), karena akan
bahwa panjang serat Gmelina dan Paraserianthes mempermudah dalam proses mekanis .
tergolong ke dalam serat pendek, berdinding serat tipis Serat kayu Gmelina dan Paraserianthes termasuk
sampai sedang dan bilangan runkel yang kecil, yaitu 0.4. kelompok panjang serat sedang berdinding tipis sampai
Sedangkan fisik kayunya bermassa jenis 0.38~0.45 sedang dengan masa jenis ringan. Berdasarkan sifat
termasuk massa jenis ringan sampai sedang. Dari sifat yang pada Table 1 memberikan gambaran bahwa kedua
tersebut dapat dikatagorikan dapat memenuhi syarat jenis kayu tersebut memenuhi syarat sebagai bahan baku
untuk bahan pulp mekanis. Massa jenis ringan akan pulp mekanis. Terutama massa jenis kayu yang ringan
mempermudah proses penguraian serat secara mekanis
S1 -
Outer layer of the secondary wall (0,10,2 μm)
L Lumen
Figfure 5. Wood fiber structure (Casey, J. P. 1980)
Enzymatic Pretreatment of Hardwood Chips for Refiner Mechanical Pulping (RMP) Process
Wawan Kartiwa Haroen 71
Table 3. Pre-treatment enzyme X of mechanical pulp for Gmelina and Paraserianthes
Parameter Gmelina arborea Paraserianthes falcataria
GX-1 GX-6 GX-24 PX-1 PX-6 PX-24
Yield of pulp 73.78 77.68 80.85 76.23 81.37 75.54
Colour of pulp Light Light Light Light Light Light
Note : G : Gmelina P : Paraserianthes X : Enzyme X L : Enzyme L
Table 6. Peroxide bleaching stages of mechanical pulp for Gmelina and Paraserianthes
Paraserianthes falcataria (P) Gmelina arborea (G)
X-1 X-6 X-24 L-1 L-6 L-24 X-1 X-6 X-24 L-1 L-6 L-24
P1 stage 180
mnt,70oC, 10%
cons
H2O2 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
NaOH 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
Na2SiO3 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
EDTA 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0,5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
pH 7.88 7.90 7.62 7.38 7.53 8.09 8.42 8.13 8.38 8.79 8.13 8.29
P2 stage 180
mnt,70oC, 10 %
cons
H2O2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
NaOH 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Na2SiO3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
EDTA 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
pH 9.47 9.43 9.30 9.56 9.36 9.32 9.69 9.77 9.68 9.92 9.66 9.67
Yield ,% 97.25 97.40 99. 95 98.71 94.87 99.13 97.11 08.15 9.,05 98.15 99.01 98.61
Brightnes ,%
ISO 70.4 65.8 73.4 65.3 68.8 69.2 71.0 71.9 74.2 70.8 65.6 73.1
Perlakuan serpih (Table 3) dengan enzim X selama 1 retensi enzim yang lebih pendek yaitu selama 1 jam
jam (GX-1), 6 jam (GX-6) dan 24 jam (GX-24) telah rendemen pulpnya lebih rendah yaitu 73.78 %. Namun
menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap gejala yang lain terlihat pada serpih Paraserianthes ,
rendemen pulpnya. Seperti pada serpih Gmelina yang dengan perlakuan enzim untuk memperoleh rendemen
diperlakuan dengan enzim selama 24 jam menghasilkan yang tinggi hanya diperlukan waktu perendaman 6 jam
rendemen pulp 80.85 %, apabila dibandingkan dengan (PX-6) dengan rendemen pulp yang dihasilkan 81.37 %.
Tear Index, Nm2/kg 3.20 3.53 3.68 3.50 3.56 3,73 4.05 4.50 4.07 2.75 3.52 3.27
Burst Index, MN/kg 2.48 2.71 2.73 0.67 1.20 1.22 2.35 2.93 2.27 0,58 1.29 1.76
Tensile Index ,Nm/g 48.0 35.8 39.9 30.59 30,90 31.72 40.2 45.17 43.91 24.6 35.13 36.81
Breaking length, m 4895 3618 4074 2079 2610 3234 4699 4625 4457 2509 3582 3714
Folding indurace,times 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Brightness, % ISO 71.1 71.4 74.5 72.5 72.5 74.6 65.3 68.8 69.2 70.4 65.8 73.4
Opacity 91.1 89.4 93.5 86.4 87.4 90.61 91.1 89.6 90.1 93.5 91.9 86.1
Brightness (% ISO) 55
SNI News paper
Dari proses tersebut dapat dibuktikan bahwa, menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap
semakin lama waktu retensi yang diterapkan ada peningkatan derajat putih, bahkan derajat putih yang
kecenderungan untuk menurunkan rendemen pulp. diperoleh melebihi standar SNI untuk kertas koran yang
Alasannya karena serpih Paraseriantes memiliki sifat dipersyaratkan yaitu 55 % ISO (Table 7).
kayu/serpih lebih lunak sehingga waktu retensi 6 jam saja Air limbah proses pembuatan pulp mekanis yang
sudah optimal, sedangkan serpih Gmelina kayunya lebih serpihnya dilakukan pre-treatment dengan enzim X dan L
pada diperlukan waktu retensi lebih lama. untuk Gmelina dan Paraserianthes menghasilkan air
Kedua pulp mekanis dari Gmelina dan limbah yang memiliki COD dan BOD yang rendah bahkan
Paracerianthes yang dihasilkan memiliki warna pulp yang di bawah baku mutu buangan yang dipersyaratkan
cerah sampai terang sesuai dengan sifat kayunya yang Kementrian Lingkungan hidup. Hal ini sejalan dengan
putih. pendapat Kudo (1991), bahwa buangan proses
Perlakuan enzim terhadap serpih sebelum diproses pembuatan pulp mekanis dari kayu memiliki zat terlarut
untuk pulp mekanis pada kedua kayu tersebut dapat yang rendah (Table 9).
menurunkan lignin sampai 4.5~5.8% dibandingkan
dengan bahan baku awal. Kandungan selulosanya masih Table 10. Waste water mechanical pulping process
tetap tinggi, yaitu 65% lebih dan ektraktifnya berkurang COD (mg/l) BOD (mg/l)
dari 3.89 % menjadi 1.04~1.2 % , hal ini memperlihatkan Sample Regulation Regulation
bahwa proses perlakuan awal pada serpih menggunakan Value Value
KLH KLH
enzim X atau L dapat membantu proses penurunan GX-24 53.25 Max 120 28.60 Max. 50
ektratif pada serpih. GL-24 54.12 20.92
Sejalan dengan menurunnya kandungan kimia akibat PX-24 42.86 19.36
perlakuan enzim pada serpih, dapat dipantau juga PL-24 50.18 33.24
pengaruhnya terhadap pemakaian enerji refiner saat
serpih dihancurkan menjadi serat. Terpantau dari data Kesimpulan
amper meter menunjukkan hasil yang signifikan.
Treatment enzim lebih lama menunjukkan pemakaian Serpih Gmelina arborea dan Paraserianthes
enerji listrik semakin berkurang terlihat dari nilai Ampere falcataria yang direndam dengan enzim dosis 3 kg/ton
meter yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa serpih selama 6~24 jam telah memberikan pengaruh yang positif
kayu tersebut lebih lunak, sehingga mesin refiner terhadap proses pembuatan pulp mekanis (RMP),
memerlukan arus listri lebih rendah yang ditujukkan oleh terutama dapat meningkatkan rendemen pulp yang
nilai aper meternya (Table 5). dihasilkan. Rendemen pulp yang diperoleh, yaitu
Pemutihan dengan peroksida 2 tahap terhadap pulp 76.23~86.37% tergantung jenis kayu dan retensi enzim
mekanis Gmelina dan Paraserianthes menghasilkan yang digunakan.
derajat putih antara 65~74% ISO, derajat putih pulp Perlakuan perendaman serpih dengan enzim X atau
Gmelina dan pulp Paraserianthes. Perlakuan awal L selama 24 jam dapat menurunkan pemakaian enerji
terhadap serpih menggunakan enzim selama 1 dan 6 jam listrik refiner mencapai 15~30%, sedangkan peredaman
derajat putih pulpnya lebih rendah, karena waktu retensi dengan enzim selama 1 jam belum memperlihatkan
yang diperlukan masih kurang tetapi dengan waktu lebih adanya penurunan energi pada proses refining.
lama derajat putih pulpnya meningkat. Perlakuan enzim Kualitas pulp mekanis RMP yang serpihnya di
terhadap serpih untuk pembuatan pulp mekanis telah treatmen dengan cara direndaman dengan Enzim X atau
Enzymatic Pretreatment of Hardwood Chips for Refiner Mechanical Pulping (RMP) Process
Wawan Kartiwa Haroen 73
L dapat meningkatkan derajat putih dan indek sobek Leatham, G.F.; G.C. Myer and T.H. Wegner. 1990
pulpnya yang sebanding dengan tingkat perlakuannya. Biomechanical Pulping of Aspen Chips: Paper
Strength and Optical Properties Resulting from
Saran Different Fungal Treatments. Tappi Journal. pp.249-
253.
Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki industri Ming T. and K. Krik. 1988. Lignin Peroxidase of
pulp yang berorientasi pada pulp mekanis. Untuk Phenerochaete crysoporium. Method in Enzimology,
menghemat bahan baku dan penyelamatan hutan Vol. 161. Academic press.
diperlukan regulasi kebijakan yang mengarah kepada Richana, N. 2002. Produksi dan Prospek Enzim Xilanase
pendirian pabrik pulp mekanis di wilayah Indonesia Timur dalam Pengembangan Bioindustri di Indonesia.
dengan bahan baku yang sesuai. Buletin Agro-Bio 5 (1): 29-36
Stanley N.M. 1986. Introduction to Paper Technology
Ucapan terima kasih University of Maine. Orono, Maine.
Stuart, R.C. 1996. Development TMP Fiber and Quality of
Penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Perum Pulp. Appita Journal 49 (5): 197-210.
Perhutani Jawa Barat, Ibu Typuk Artiningsih dan Bapak Typuk A. and W. Kartiwa. 2000. How Utilize Fungi and
Sudarmin.dkk yang banyak membantu terlaksananya their Enzim for Clean Product of Pulp and Paper.
penelitian ini.- Proceeding of Tappi Annual Meeting and Pacific
Conference, Japan.
Daftar Pustaka Typuk A. 2002. Jamur untuk Industri Pulp dan Kertas
Ramah Lingkungan. Inovasi Teknologi BPPT 1(12):
Casey, J.P. 1980. Pulp and Paper Chemistry and 22-23.
Chemical Technology. Volume 1. Interscience. New Vipart. B. 1993. Evaluating the Anaerobic Treatiability of
York. Themomecanical Pulping Waste Water Treatment.
Casey, J.P. 1981. Pulp and Paper Chemistry and Pulp and Paper Canada 91(3):193.
Chemical Technology. Volume 3. Interscience. New Valchev, I. and P. Tsekova. 2010. Xylanase Post-
York. treatment as a Progress in Bleaching Processes. Apita
Clark, J.D. 1985. Pulp Technology and Treatment for Journal .63(1): 53-56.
Paper. Miller Freeman Publication. San Fransisco.
Dence, C.W.; D.W. Reeve. 1996. Pulp Bleaching,
Principle and Practice. Tappi Press, Atlanta, Georgia. Wawan Kartiwa Haroen
Ellis, B.C. 1976. Propertis of Cellulose and Lignocellulosic Peneliti Utama
Material as Subtrates for Enzimatic Conversation Balai Besar Pulp dan Kertas, Kementrian Perindustrian
Processes. Biotechnology Symp. No. 6. 95-123. (Central for Pulp and Paper, Ministry of Industry)
Grandfeldt, T.; H. Dahlin .2003. Hardwood BCTMP Jl.Raya Dayeuhkolot 132 Bandung
Improves Bulk, Smothness and Opacity. Paper Telp : 022-5202980
Technology 44 (7): 43-46. Fax : 022-5202871
Kappel, J. 1999. Mechanical Pulp from Wood to Email : wawankh@yahoo.com
Bleacheched Pulp. Tapp Press - USA wawankh@depperin.go.id
Kudo, A.T. 1991. An Aerobic Treatment of Pulp CTMP
Waste Water and Toxicity of Granules. Water
Sc.Tech.13:1919.
Abstract
The purpose of this research is to isolate and characterize chemical compound from bark of mangosteen. Bark of
mangosteen was macerated with methanol. The extract from that process was fractionated with n-hexane, methylen
chloride, and ethyl acetate. Ethyl acetate fraction was separated and purified by vacuum column chromatography,
gravitation column chromatography, and preparative thin layer chromatography. The relative pure compound was
afforded from ethyl acetate fraction of mangosteen bark (8.5 mg) resulting from 1.5 kg of mangosteen bark. The yellow
amorphous powder of compound melts at 114 ~ 116ºC (uncorrected). The purity of compounds was tested by 1 and 2
dimension thin layer chromatography which gave one spot on TLC plate. The ultraviolet-visible (in CH3OH solvent)
spectrum showed absorption maximum at 318 nm (sinamoyl group/band I), 258 (shoulder), and 243 nm (benzoyl
group/band II). Addition of NaOH caused batochromic shift of band I and band II predicted as two hydroxyl at C-4’ and C-
7, respectively. The infrared spectrum displayed absorption bands of OH stretching at 3436 cm-1, C-H stretching at 2920
cm-1, C=O stretching at 1631 cm-1, C-O-C stretching at 1094 cm-1, and C-H aromatics bending at 970-800 cm-1. A
molecular ion in the FABMS at m/z 271.36 [M+H] + was consistent for the molecular formula C15H10O5. The 1H NMR
spectrum showed characteristic resonances of a flavone. Based on the result of phytochemical test and analysis of the
spectrum, it is predicted that the compound belongs to flavone, a kind of flavonoids which has hydroxyl at C-5, C-7, and
C-4.
Key words: Garcinia mangostana Linn, flavonoids, ethyl acetate fraction, chromatography
Isolation and Characterization of Chemical Compound from Bark of Mangosteen (Garcinia mangostana Linn)
Lia Destiarti, Ari Widiyantoro, Elvi Rusmiyanto, Maryati, Harlia, Ratu Safitri, Unang Supratman 75
Bahan dan Metode Varian Cary 100 Conc), dan spektrometer IR (FTIR ONE
Perkin Elmer), FABMS (JEOL JMS HX-110A) dan 1H-
Bahan dan Peralatan NMR ( Unity Plus Variant 400 MHz).
Kulit batang Manggis (Garcinia mangostana L.)
diperoleh dari kebun Manggis di Jalan Kakap Pal VII Metode Penelitian
Pontianak. Identifikasi spesies tanaman dilakukan di Kulit batang Garcinia mangostana L. (1.5 kg)
Herbarium Bogoriense LIPI Bogor. diekstraksi dengan metanol. Ekstrak metanol (110.65 g)
Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan asam kemudian dipartisi corong pisah menggunakan pelarut n-
sulfat, natrium hidroksida, asam klorida, besi klorida, heksana, metilena klorida, dan etil asetat secara berturut-
reagen serium sulfat, pita magnesium, berbagai jenis turut. Ekstrak etil asetat (4.57 g) selanjutnya dimurnikan
pelarut organik diantaranya metanol (teknis dan merck dengan menggunakan kromatografi kolom vakum (eluen
p.a), n-heksana (teknis), metilena klorida (teknis), etil bergradien). Diperoleh 5 fraksi gabungan dari proses
asetat (teknis), kloroform (merck p.a), silika gel G-60 tersebut, yaitu A, B, C, D, dan E. Kemudian fraksi B (1.24
ukuram 230-400 mesh dan 70-230 mesh untuk g) diteruskan untuk dimurnikan dengan menggunakan
kromatografi kolom, serta plat kromatografi lapis tipis kromatografi kolom gravitasi (KKG) I eluen etil asetat:n-
silika gel 60 F254 (merck). heksana (2:1). Hasilnya adalah fraksi B2 (358.5 mg).
Alat-alat yang digunakan diantaranya adalah alat-alat Pemurnian kembali dengan KKG II eluen metilena (1).
gelas kimia yang umum digunakan di Laboratorium Kimia Fraksi B2.2 (91.5 mg) dikromatografi dengan lapis tipis
Organik, neraca analitik (Mettler AE 2000), seperangkat preparatif eluen kloroform:metanol (9:1). Dengan
alat kromatografi kolom, evaporator yang dilengkapi demikian diperoleh fraksi B2.2.5 sebanyak 10 mg. Diagram
dengan sistem vakum (rotary Heidolph WB 2000), lampu identifikasi dan isolasinya dapat dilihat pada Gambar 1
UV (Vettler GMBH), melting point apparatus (Melting Point dan Gambar 2.
SMP 10 Stuart Scientific), spektrofotometer UV-Vis (UV
Isolation and Characterization of Chemical Compound from Bark of Mangosteen (Garcinia mangostana Linn)
Lia Destiarti, Ari Widiyantoro, Elvi Rusmiyanto, Maryati, Harlia, Ratu Safitri, Unang Supratman 77
ppm, ikatan hidrogen dari OH terdapat pada 13.28 ppm, Nakanishi, K.; T. Goto; S. Ito; S. Natori and S. Nazoe.
proton aromatiknya terdapat pada 6.50 ppm. 1974. Natural Product Chemistry Vol. 1. Academic
Press Inc.
Kesimpulan Permana, D.; N.H. Lajis; M. Kitajima; H. Takayama and N.
Aimi. 2003. Morelloflavon, A Biflavonoid from the
Berdasarkan data spektrometri maka senyawa B2.2.4 Trunk Barks of Garcinia atroviridis. J. Bull. Soc. Nat.
adalah 5,7,4’-trihidroksiflavon dengan titik leleh Product Chem. 3: 67-70.
114-1160oC. Silverstein, R.M.; Bassler, G.C. and Morrill, 1986,
Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik, ed ke-
Daftar Pustaka 4, Hartomo, A.J. dan Purba, A.V. (alih bahasa),
Erlangga, Jakarta.
Adaramoye, O.A.; E.O. Farombi; E.O. Adeyemi and G.O. Souza, A.E.; T.M.S. Silva; C.C.F. Alves; M.G. Carvalho;
Emerole. 2005. Comparative Study on the R.B. Filho and Echevarria. 2002, Cytotoxic Activities
Antioxidant Properties of Garcinia cola Seed. J. Med. Against Ehrlich Carcinoma and Human K 562
Sci. 21(3): 331-339. Leukaemia of Alkaloids and Flavonoid from Two
Deachathai, S.; Mahabusarakam, W.; Phongpaichit, S. Solanum Species. J. Braz. Chem. Soc. 13(6): 838-
and Taylor, W.C., 2005, Phenolic compounds from 842.
the fruit of Garcinia dulcis, J. Phytochem., 66:2368- Sukpondma, Y.; Rukhacaisirikul, V. and Phongpaicit, S.,
2375. 2005, Xanthone and Sesquiterpene Derivatives from
Deachathai, S.; Mahabusarakam, W.; Phongpaichit, S.: the Fruits of Garcinia scortechinii, J. Nat. Product.,
Taylor, W.C.; Zhang, Y.J. and Yang, C.R., 2006, 68(7):1010-1017.
Phenolic compounds from the flowers of Garcinia
dulcis, J. Phytochem., 67:464-469.
Farombi, E.O.; M. Hansen; P. Moller and L.O. Dragsted. Lia Destiarti, Ari Widiyantoro, Maryati, Harlia,
2004. Commonly Consumed and Naturally Occurring Jurusan Kimia FMIPA Universitas Tanjungpura
Dietary Substances Affect Biomarkers of Oxidative (Department of Chemistry, Faculty of Mathematic and
Stress and DNA Damage in Healthy Rats. Food and Natural Sciences, Tanjungpura University)
Chem Toxicology: 1315-1322. Jl. A. Yani Pontianak, West Kaliimantan
Iinuma, M.; H. Tosa; T. Tanaka and S. Riswan. 1996a.
Three New Xanthones from the Bark of Garcinia Elvi Rusmayanto.P.W
dioica. J. Chem. Pharm. Bull. 44(1): 232-234. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Tanjungpura
Iinuma, M.; H. Tosa; T. Ito; T. Tanaka and D.A. Madulid. (Department of Biology, Faculty of Mathematic and
1996b. Two Xanthones from Roots of Crotoxylum Natural Sciences, Tanjungpura University)
formosanum. J. Phytochem 42(4): 1195-1198. Jl. A. Yani Pontianak, West Kalimantan
Kosela, S. 2005. Kandungan Senyawa Kimia dari
Tanaman Garcinia spp yang Tumbuh di Indonesia. J. Ratu Safitri
S. Chem ITB - UKM VI. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Padjadjaran
Lin, Y.M.; H. Anderson; M.T. Flavin and Y.H.S. Pai. 1997. (Department of Biology, Faculty of Mathematic and
In vitro Anti HIV Activity of Biflavonoids from Rhus Natural Sciences, Padjadjaran University)
succedanea and Garcinia multiflora. J. Nat. Product Jl.Raya Sumedang, Jatinangor, Sumedang, West Java
60(9): 884-888.
Mahabusarakam, W.; P. Iriayachitra; W.C. Taylor. 1987. Unang Supratman
Chemicals Constituents of Garcinia mangostana. J. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Padjadjaran
Nat. Product 474-478. (Department of Chemistry, Faculty of Mathematic and
Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, Natural Sciences, Padjadjaran University)
Padmawinata, K. (alih bahasa), Institut Teknologi Jl.Raya Sumedang, Jatinangor, Sumedang, West Java
Bandung, Bandung. E-mail: ariyant2@yahoo.com)
Wawan Sujarwo
Abstract
The aim of this research was to determine the effect of time and temperature activation on the quality and chemical
structure of bagasse activated charcoal. The study was designed in a completely random design with 3 x 3 factorial, each
treatment was 5 times repeated. Bagasse was carbonized in an electrical retort at 400oC for 3.5 hours, then activated at
800oC, 900oC and 1000oC for 30, 60 and 90 minutes at each temperature. The quality of bagasse activated charcoal
showed that the yield was 72.57 ~ 91.78%, 5.90 ~ 9.58% moisture content, 39.70 ~ 52.70% volatile matter, 18.40 ~
25.30% ash content, 26.30 ~ 36.70% fixed carbon, 8.44 ~ 13.40% benzena adsorption, 1036.18 ~ 1474.33 (mg/g) iodium
adsorption, 121.91 ~ 124.80 (mg/g) methylene blue adsorption. The surface area of bagasse activated charcoal was
250.45 m2/g. The FTIR analysis indicated that surface of bagasse activated charcoal contained bonding of C-X, S═O, C-
N, N-H and C═C. The SEM analysis showed that there were wide pore diameter and plenty of pores. The application of
bagasse activated charcoal at two villages reduced the colour, turbidity and iron contents until 65%, 30% manganese
contents while hardness of water and pH did not change.
Effect of Time and Temperature Activation on Quality and Chemical Structure of Bagasse Activated Charcoal
Wawan Sujarwo 79
Proses pembuatan arang menjadi arang aktif dalam (Honestly Significant Difference) dengan prosedur Tukey
penelitian ini tidak menggunakan aktivasi kimia namun pada taraf 1% dan 5%.
menggunakan aktivasi thermal dengan suhu tinggi. Hal ini
dilakukan dengan harapan, agar arang aktif yang dipakai Hasil dan Pembahasan
untuk memperbaiki kualitas air tidak mengganggu
kesehatan. Kondisi optimum didefinisikan sebagai kondisi
perlakuan yang dapat memberikan kualitas arang aktif
Bahan dan Metode terbaik (Hudaya dan Hartoyo, 1990). Lama dan suhu
aktivasi merupakan faktor yang penting dalam
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini menentukan kualitas dan struktur kimia arang aktif yang
adalah bagasse (ampas tebu) yang diperoleh dari dihasilkan, karena besar pengaruhnya terhadap
PG.Trangkil, Pati, Jawa Tengah. Bahan kimia yang kemampuan daya serap.
digunakan diantaranya adalah iodium, tapioka, natrium Kualitas arang aktif meliputi rendemen, kadar air,
tiosulfat, benzena dan biru metilen. kadar volatile, kadar abu, kadar karbon terikat, daya serap
Beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu persiapan benzena, daya serap iodium dan daya serap biru metilen,
bahan, karbonisasi, aktivasi, pengujian kualitas dan sedangkan hasil analisa struktur kimia arang aktif meliputi
struktur kimia arang aktif. Rancangan penelitian yang luas permukaan, pola struktur gugus fungsi dan Scanning
digunakan berupa Rancangan Acak Lengkap yang Electron Microscope (SEM).
disusun secara faktorial dengan 2 faktor (3 tingkatan lama
aktivasi dan 3 tingkatan suhu aktivasi) dan 5 kali ulangan Kualitas Arang Aktif
pada tiap perlakuan. Metode analisa data dengan analisis Nilai rata-rata kualitas arang aktif yang diperoleh
keragaman (ANOVA). Apabila hasil analisis keragaman dalam penelitian ini berdasarkan parameter yang diamati
berbeda nyata, hasil pengujian diuji lanjut dengan uji HSD disajikan pada Tabel 1.
Note:
* : Optimum Treatment A1 : Time of Activation 30 Minute
Rend : Rendement A2 : Time of Activation 60 Minute
Ka : Moisture Content A3 : Time of Activation 90 Minute
K.V : Volatile Matter B1 : Temperature of Activation 800oC
K.Ab : Ash Content B2 : Temperature of Activation 900oC
K.KT : Fixed Carbon B3 : Temperature of Activation 1000oC
DS.B : Adsorption of Benzena
DS.I : Adsorption of Iodium
DS.BM : Adsorption of Methylene Blue
Effect of Time and Temperature Activation on Quality and Chemical Structure of Bagasse Activated Charcoal
Wawan Sujarwo 81
Mengacu pada Kenneth dan Judith (2000) terlihat tidak teratur mengalami pergeseran sehingga permukaan
spektrum FTIR pada Gambar 1 menunjukkan bahwa kristalit menjadi terbuka dan terbentuk pori yang lebih
arang aktif bagasse pada kondisi optimum dalam banyak. Pergeseran pelat karbon menghasilkan pori yang
penelitian ini terdapat vibrasi dan gugus yang tidak baru dan mengembangkan mikropori awal menjadi
teridentifikasi pada bilangan gelombang 4524.7 ~ 3732 makropori (Pari et al. 2004). Selain itu terbentuknya
cm-1, 2354.9 ~ 2327.9 cm-1, 1693.4 cm-1 dan 1537.2 ~ makropori disebabkan oleh rusaknya dinding pori yang
1454.2 cm-1. Pita serapan di daerah bilangan gelombang kecil dan bergabung dengan pori lain sehingga
1730 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi C═C gugus membentuk pori yang lebih lebar (Pari et al. 2003).
aldehida dan ester sedangkan pada daerah bilangan
gelombang 1712.7 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi
C═C gugus keton dan asam karboksilat. Pada pita
serapan di daerah 1666.4 cm-1 menunjukkan adanya
vibrasi C═C gugus alkena, amida dan amina dan oksim.
Pita serapan pada bilangan gelombang 1552.6 cm-1
menunjukkan adanya vibrasi N-H gugus amida dan amina
primer sekunder (bending), sedangkan pita serapan
didaerah 1014.5 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi C-X
gugus fluorida, S═O gugus sulfone dan sulfonil klorida, C-
N gugus amina. Pita serapan didaerah 578.6 ~ 414.7 cm-1
menunjukkan adanya vibrasi C-X gugus bromida dan
iodida. Secara keseluruhan hasil analisis IR terdapat 20
pita serapan bilangan gelombang dengan 5 jenis vibrasi
dan 14 jenis gugus fungsi yang teridentifikasi dengan
intensitas berkisar dari 3.182 ~ 6.971 %T. Dari data hasil
analisis struktur gugus fungsi arang aktif pada kondisi Figure 2. Scanning Electron Microscope (SEM) Image of
optimum memperlihatkan bahwa sedikit jumlah gugus Bagasse Activated Charcoal.
fungsi selain vibrasi C. Dengan demikian arang aktif yang
dihasilkan dalam penelitian ini sedikit gugus pengotornya Aplikasi Arang Aktif untuk Memperbaiki Kualitas Air
sehingga daya serapnya semakin besar, karena yang Pengujian kualitas air dilakukan untuk mengurangi
diharapkan dari pembuatan arang aktif adalah gugus C kotoran bahan organik, partikel atau gabungan antara
berikatan dengan C. bau, warna dan rasa. Proses penyerapan merupakan
proses yang penting dalam peningkatan kualitas air.
SEM Arang Aktif Arang aktif sebagai salah satu bahan yang memiliki daya
Gambar scanning electron microscope (SEM) arang serap yang tinggi dapat digunakan untuk memperbaiki
aktif bagasse, dapat dilihat pada Gambar 2. Tampilan kualitas air. Berdasarkan data pada Tabel 1, arang aktif
SEM arang aktif pada Gambar 2 mewakili beberapa dengan daya serap iodium tertinggi digunakan untuk
gambar hasil SEM dalam penelitian ini. pengujian kualitas air (warna, kekeruhan, pH, kesadahan,
Pada Gambar 2 hasil analisis fotograf SEM arang kadar besi dan kadar mangan). Hasil pengujian kualitas
aktif bagasse pada kondisi optimum menunjukkan adanya air sebelum dan sesudah diperlakukan dengan arang aktif
jumlah pori yang cukup banyak dan adanya sebagian bagasse secara lengkap disajikan masing-masing pada
diameter pori yang cukup lebar. Hal ini menunjukkan Tabel 3 untuk desa Ledokdawan dan Tabel 4 untuk desa
selama proses aktivasi, pelat-pelat karbon kristalit yang Monggot.
Air yang berasal dari sumur warga desa Ledokdawan Christiyanto, M. 1998. Pengaruh Lama Pemasakan dan
dan desa Monggot, Kecamatan Geyer, Kabupaten Fermentasi Ampas Tebu dengan Trichoderma viride
Grobogan, Jawa Tengah, setelah diperlakukan dengan terhadap Degradasi Serat. Tesis S2 Program Studi
arang aktif bagasse yang berasal dari pembuatan pada Ilmu Peternakan. Jurusan Ilmu-ilmu Pertanian.
suhu 900oC selama 90 menit, maka air tersebut dapat Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. (tidak
memenuhi kriteria sebagai air bersih menurut standar dipublikasikan).
baku mutu No. 416/Menkes/Per/1990. Pengujian tersebut Departemen Kesehatan RI. 1990. Peraturan Menteri
berdasarkan sifat fisika air (warna dan kekeruhan) serta Kesehatan RI Nomor : 416/Menkes/Per/IX/1990
sifat kimia air (pH, kesadahan, kadar Mangan, kadar besi) tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
kecuali kualitas kesadahan dan kadar mangan air dari Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
desa Ledokdawan belum memenuhi standar baku mutu Hendra, D dan G. Pari. 1999. Pembuatan Arang Aktif dari
air bersih. Tandan Kosong Kelapa Sawit. Buletin Penelitian
Hasil Hutan. Bogor 17(2): 113-122.
Kesimpulan Hudaya, N. dan Hartoyo. 1990. Pembuatan Arang Aktif
dari Tempurung Biji-Bijian Asal Tanaman Hutan dan
Interaksi antara lama aktivasi dan suhu aktivasi Perkebunan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 8(4):
berpengaruh sangat nyata terhadap semua parameter 146-149.
kualitas arang aktif bagasse. Limbah bagasse dapat Kenneth, A. and F. Judith. 2000. Contemporary
dibuat menjadi produk arang aktif dengan kadar air, daya Instrumental Analysis Chapter Infrared and Raman
serap terhadap iodium dan daya serap terhadap biru Spectrometries : Vibrational Spectrometries. Prentice
metilen memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI 06- Hall International Inc. New Jersey.
3730-1995). Sementara kadar zat mudah menguap, kadar Nurhayati, T.; Aepuloh; Sylviani. 2002. Analisis Teknis
abu, kadar karbon terikat dan daya serap terhadap uap dan Ekonomi Produksi Arang Aktif Industri
benzena belum memenuhi SNI 06-03730-1995, tetapi Pedesaan. Badan Penelitian Hasil Hutan 20 (5): 353
masih bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas air. -366.
Uji coba aplikasi arang aktif bagasse di dua desa Pari, G. 1991. Pembuatan Arang Aktif Kayu Karet untuk
menghasilkan penurunan di atas 65% untuk parameter Bahan Pemurni Minyak Daun Cengkeh. Jurnal
warna, kekeruhan dan kadar besi air. Sementara kadar Penelitian Hasil Hutan. 8 (6): 228-235.
mangan air hanya mengalami penurunan di atas 30% Pari, G.; K. Sofyan; W. Syafii; Buchari. 2003. Suhu
sedangkan pH dan kesadahan relatif tidak mengalami Karbonisasi dan Perubahan Struktur Arang Serbuk
perubahan. Gergaji Jati. Jurnal Teknologi Hasil Hutan 16 (2) : 70-
80.
Daftar Pustaka Pari, G.; K. Sofyan; W. Syafii; Buchari. 2004. Pengaruh
Lama Aktivasi terhadap Struktur dan Mutu Arang
Anonimous. 2005a. Inforistek Vol 3 (1). http://www. Aktif Serbuk Gergaji Jati (Tectona grandis L.f). Jurnal
pdii.lipi.go.id. Diakses 1 Oktober 2007. Teknologi Hasil Hutan 17(3): 33-44.
Anonimous. 2005b. Siaran Pers No. S.563/II/PIK-1/2005.
http://www.dephut.go.id. Diakses 1 Oktober 2007.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06-3370-1995. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
Effect of Time and Temperature Activation on Quality and Chemical Structure of Bagasse Activated Charcoal
Wawan Sujarwo 83
Wawan Sujarwo
Unit Pelayanan Teknis Konservasi Tumbuhan
Kebun Raya Bali – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(Technical Implementation Unit for Plant Conservation
Bali Botanic Garden - Indonesian Institute of Sciences)
Candikuning, Baturiti, Tabanan 82191.
Tel. : (0368) 21273, 22050,
Fax. : (0368) 22051
E-mail : w_sujarwo@yahoo.co.id
HP : 08522806057
Erlidawati, Abdul Gani Haji, M. Nasir Mara, Asri Gani, Sarwo Edi dan Diana Indah Sari
Abstract
Oil palm solid waste especially fruit and empty bunches are hard to decompose naturally in the environment because
fruit bark still contains oil and empty bunches contain cellulose, hemicelluloses and lignin with relatively similar levels. In
this research, the quality of compost charcoals from raw materials of oil palm solid waste was studied.
Oil palm empty bunches were pyrolized in a drum reactor at optimum temperature. Charcoals were milled and mixed
with oil palm fruit bark to make compost charcoals by using biodecomposer Dobura1 and EM-4. Compost charcoals were
characterized and their qualities were compared with the organic waste compost in accordance with SNI-19-7030-2004.
The production of compost charcoals in all treatments in this research indicated that the fluctuating temperatures
were changes especially in the first day and in the second day until the fourth day, decreased gradually and then rose
again slowly. pH values in all treatments showed a very sharp increase in the first day, except for control that were rose
up to the second day, whereas in the third day they all showed a rather sharp decrease, then in the fourth day and forth
rose again slowly. The weight shrinkage of compost charcoals in all treatments occurred significantly until the sixty day.
Compost charcoals that were produced in all composting treatments fulfilled the compost quality of domestic waste in
accordance with SNI-19-7030-2004.
Key words: oil-palm solid waste, pyrolized reactor, compost charcoals, quality
Table 1. Average data analysis charcoal properties of oil palm empty bunches
Type Pyrolysis Content (%w/w) Calorific value
Reactor Temperature (oC) Water Substance fly Ash Fixed carbon (cal/g)
Drum 356 3.36 28.20 24.49 47.31 4616
SNI-06-4369-1996 6 20 5 min. 70 min. 7000
Source: Data from the Integrated Laboratory analysis of P3HH at Bogor in 2009
Secara umum hingga hari ke-7, perubahan suhu mendekati suhu lingkungan, sehingga bentuknya stabil
pada proses pengomposan di atas, berlangsung dalam dan menurunnya kandungan karbon.
suasana semi aerobik dengan suhu rata-rata berkisar
antara 31.0~32.0oC. Menurut Djuarnani et al. (2005), Perubahan Derajat Keasaman (pH)
kondisi ini masih lebih rendah dibandingkan rentang suhu Derajat keasaman merupakan salah satu faktor
optimum proses pengomposan yang umumnya penting yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk merombak bahan dalam merombak bahan organik selama proses
organik, yaitu berkisar antara 35.0~55.0oC. Perombakan pengomposan. Aktivitas mikro-organisme secara umum
bahan organik mengakibatkan pelepasan sejumlah energi meningkat pada pH 5.5~8.0 terutama untuk fungi (jamur),
melalui perubahan dalam bentuk panas, sehingga terjadi sedangkan kebanyakan bakteri beraktivitas pada pH
kenaikan suhu dalam wadah pengomposan. Jika proses 6.0~7.5 (Strom 1985). Pengukuran nilai pH dilakukan
dekomposisi berlangsung dalam suhu yang agak tinggi, setiap hari selama 2 minggu dan selanjutnya diukur dalam
misalnya mencapai 60.0~70.0oC, kondisi ini waktu selang 10 hari. Perubahan pH arang kompos pada
memungkinkan semua bakteri termofilik bekerja secara minggu pertama pengomposan dapat dilihat pada
lebih optimal. Gambar 1. Pada minggu pertama pengomposan hampir
Suhu yang tinggi akan mempercepat proses semua perlakuan menunjukkan nilai pH cenderung
dekomposisi bahan baku, karena bakteri patogen tidak meningkat pada awal proses hingga hari ke-3, dengan
dapat hidup pada kondisi tersebut (Strom 1985). Hal ini kisaran pH rata-rata antara 4.4~8.0.
sesuai dengan pernyataan Komilis (2006), bahwa Dari Gambar 1 ditunjukkan terjadi kenaikan pH yang
penurunan suhu pada proses pengomposan yang ekstrem pada semua perlakuan hingga hari ke-2, namun
mendekati suhu lingkungan merupakan suatu indikasi pada hari ke-3 terjadi penurunan yang ekstrem pula.
bahwa arang kompos yang dihasilkan telah matang. Selanjutnya, sejak hari ke-3 sampai hari ke-6 pada semua
Pendapat ini diperkuat oleh Harada et al. (1993) bahwa perlakuan mengalami kenaikan nilai pH secara perlahan,
pematangan kompos dapat ditentukan berdasarkan sifat tetapi pada hari ke-7 pengomposan dengan
fisik, biologis dan kimia, yaitu pada saat suatu kompos menggunakan biodekomposer Dobura1 baik pada
telah matang ditandai dengan menurunnya suhu konsentrasi 0.5 maupun 1.0% terjadi penurunan kembali
Figure 1. Graph average pH change of the first week of charcoal compost composting.
sehingga kadar unsur C cenderung menurun, sedangkan penurunan yang agak tajam, selanjutnya padahari ke-4
unsur N relatif meningkat. Hanya pada pengomposan dan seterusnya naik kembali secara perlahan.
dengan biodekomposer Dobura1 yang menghasilkan Penyusutan bobot arang kompos pada semua perlakuan
rasio C/N sangat rendah. Hal ini disebabkan karena terjadi secara signifikan hingga hari ke-60. Arang kompos
biodekomposer ini selama pengomposan bekerja sangat yang dihasilkan pada semua perlakuan pengomposan
intensif. memenuhi mutu kompos sampah domestik sesuai SNI-
Berdasarkan data Tabel 4 ditunjukkan bahwa semua 19-7030-2004.
perlakuan pengomposan mengandung unsur hara yang
memenuhi standar kompos sampah organik domestik Ucapan Terimakasih
sesuai SNI-19-7030-2004 (BSN 2004), kecuali arang
kompos hasil pengonposan dengan biodekomposer
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
Dobura1 terutama pada perlakuan konsentrasi 0.5%.
Pemerintah Republik Indonesia melalui Pimpinan
Salah satu parameter penting sebagai syarat kualitas
Universitas Syiah Kuala yang telah membiayai Proyek
kompos adalah kandungan unsur haranya. Semakin
Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional
lengkap kandungan unsur haranya maka semakin tinggi
Tahun 2009 ini sehingga semuanya dapat berjalan dan
pula mutu kompos yang dihasilkan (Harada et al. 1993).
sukses sesuai rencana yang telah diprogramkan.
Kandungan unsur hara pada arang kompos sangat
Selanjutnya, ucapan terimakasih juga disampaikan
menentukan kemampuannya untuk menaikkan kadar
kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan
unsur hara dalam tanah sehingga dapat menyuburkan
membantu kelancaran penelitian ini.
tanaman. Mineral Ca dan Mg merupakan unsur-unsur
yang biasa dihubungkan dengan keasaman tanah dan
Daftar Pustaka
pengapuran, karena keduanya tergolong kation yang
cocok untuk mengurangi keasaman atau menaikkan nilai
BSN. 2004. SNI 19-7030-2004 Spesifikasi Kompos dari
pH tanah. Mineral Fe dan Mn merupakan unsur hara
Sampah Organik Domestik. Badan Standarisari
yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah sedikit, oleh
Nasional, Jakarta
karena itu disebut sebagai unsur hara mikro. Hal ini
BSN. 1996. SNI 06-4369-1996 Bubuk Arang Tempurung
bukan berarti unsur hara mikro kurang esensial dibanding
Kelapa. Badan Standarisari Nasional, Jakarta
unsur hara makro, karena meskipun tanaman
Cocchi, M., C. Durante, M. Grandi, P. Lambertini, D.
mengambilnya dalam jumlah sedikit, akibatnya dapat
Manzini, and A. Marchetti. 2006. Simultaneous
mengurangi jumlah yang tersedia.
Determination of Sugars and Organic Acids in Aged
Vinegar and Chemometric Data Analysis. Talanta, in
Kesimpulan
press
Darnoko dan A.S. Sutarta. 2006. Pabrik Kompos di Pabrik
Pembuatan arang kompos pada semua perlakuan
Sawit. Artikel Tabloid Sinar Tani, 9 Agustus 2006.
penelitian ini menunjukkan perubahan suhu yang
Djuarnani, N., Kristian, dan B.S. Setiawan. 2005. Cara
fluktuatif terutama pada hari ke-1 dan hari ke-2 hingga
Cepat Membuat Kompos. AgroMedia Pustaka.
ke-4 terjadi penurunan secara perlahan, selanjutnya naik
Jakarta.
kembali secara perlahan pula. Nilai pH pada semua
Edwards, C. 1990. Microbiology of Extreme Environment.
perlakuan menunjukkan kenaikan yang sangat tajam
McGraw-Hill Publishing Company. New York.
pada hari ke-1, kecuali kontrol yang naik hingga hari ke-2,
sedangkan pada hari ke-3 semuanya menunjukkan
Abstract
Automotive industries now are targeting their components to become “green composites” which are environmentally
friendly, renewable, biodegradable, recyclable, light, and strong. Natural fibers have potential to use as substitute for
material composites traditionally used by automotive industries such as fiber glass, carbon fiber and aramid that are non
renewable, non degradable and non recyclable. Therefore the use of synthetic fibers should be reduced. European End of
Live program required that in 2015 all new cars should be recyclable. Composites reinforced with natural fibers will play
important role as automotive materials. Some advantages of natural fibers compare to synthetic fibers are renewable,
biodegradable, recyclable, non toxic to human and environment, low density, better specific mechanical properties, non
abrasive to tools, and lower cost. Utilization of natural fibers can reduced car weight up to 30%, and energy to produce
natural fibers is lower compare to glass fibers.
Natural fiber resource, their characteristics and current research on their utilization for automotive components were
reviewed. Hopefully it will stimulate and raise the research on utilization of natural fibers in Indonesia, especially for high
value products such as automotive components.
ton/tahun), diikuti oleh serat jute (2.30 juta ton/tahun), peningkatan jumlah yang sangat tajam, misalnya di
kenaf (970 ribu ton/tahun), dan seterusnya. Negara Jerman meningkat dari 4000 ton pada tahun 1996
penghasil serat alam yang penting (Brink dan Escobin menjadi 18000 ton pada tahun 2003 (Bledzki et al. 2006).
2003) antara lain adalah: abaka (Filipina, Ekuador), Kecenderungan ini diperkirakan akan terus berlanjut,
kelapa (India, Sri Lanka), kapas (Cina, Amerika Serikat, misalnya di Eropa pada tahun 2005 penggunaan serat
India), flax (Cina, Perancis), hemp (Cina, Spanyol), jute alam untuk otomotif mencapai 70000 ton dan diperkirakan
(India, Banglades), kenaf dan rosela (India, Cina, akan meningkat menjadi 100000 ton pada tahun 2010
Thailand), kapok (Indonesia, Thailand), rami (Cina, (Suddell and Evans 2005).
Brazil), sisal (Brazil, Cina, Kenya). Sementara itu produksi
serat alam per tahun di Asia Tenggara disajikan pada Karakteristik Serat Alam
Tabel 2. Serat abaka banyak diproduksi di Filipina,
sedangkan serat kenaf banyak dihasilkan oleh Thailand. Secara umum serat alam bisa diklasifikasikan
Indonesia merupakan penghasil serat kapok, kapas, menjadi serat kayu (wood) dan serat bukan kayu (non
kenaf, abaka, rami dan sisal dengan jumlah produksi yang wood). Serat bukan kayu terdiri dari serat straw seperti
masih sedikit. Menurut Balai Penelitian Tembakau dan jerami padi; serat kulit batang (bast) seperti kenaf, rami,
Serat (Sastrosupadi et al. 2004), tanaman sisal banyak jute, hemp; serat daun seperti sisal, nenas; serat dari biji
terdapat di Blitar Selatan, Malang Selatan, Banyuwangi, atau buah seperti sabut kelapa; dan rumput-rumputan
Jember, Solo, Kulon Progo, dan Madura. Areal tanaman seperti bambu, rumput gajah (Mohanty et al. 2002).
sisal di Madura sekitar 450 Ha dengan produksi sekitar Sebenarnya serat merupakan satu kumpulan serat (fiber
400 ton per tahun. bundles). Sebagai contoh serat kulit batang flax (Linum
Selama ini serat alam telah dimanfaatkan untuk usitatissimum), satu kumpulan serat (bundle) dengan
bahan tekstil, tali, kerajinan, kertas, bahan konstruksi diameter 50~100 μm terdiri dari kumpulan serat tunggal
bangunan, komponen otomotif, dan penggunaan lainnya. (elementary fiber) dengan diameter masing-masing
Untuk seluruh Eropa dan Amerika Utara pasar untuk sekitar 10~20 μm. Serat tunggal terdiri dari kumpulan
produk biokomposit-plastik mencapai 685000 ton dengan mikrofibril-mikrofibril (microfibrils) dengan diameter 4~10
nilai $ 775 juta pada tahun 2002. Khusus untuk nm. Mikrofibril ini tersusun oleh rangkaian molekul
pemanfaatan sebagai komponen otomotif telah terjadi selulosa. Komponen kimia utama dari serat alam adalah
Review on Current Researc on Utilization of Natural Fiber Composites for Automotive Component
Subyakto dan Mohammad Gopar 93
Table 1. Annual world production of natural fibers.
Fiber sources Production (x1000 ton/year) Origin
Wood (>10,000 species) 1,750,000 Stem
Cotton lint (Gossypium sp) 18,450 Fruit
Bamboo (> 1250 species) 10,000 Stem
Jute (Corchorus sp) 2,300 Bast
Kenaf (Hibiscus cannabinus) 970 Bast
Flax (Linum usitatissimum) 830 Bast
Sisal (Agave sisalana) 378 Leaf
Roselle (Hibiscus sabdariffa) 250 Bast
Hemp (Cannabis sativa) 214 Bast
Coir (Cocos nucifera) 100 Fruit
Ramie (Boehmeria nivea) 100 Bast
Abaca (Musa textilis) 70 Leaf
Source: Suddell and Evans (2005)
Table 2. Production of natural fibers in some countries in South-East Asia (x1000 ton/year).
Fiber sources Indonesia Thailand Philippines Burma Vietnam South-East Asia % of World
Abaca 0.6 - 71.9 - - 72.5 74.2
Cotton 8.9 15.2 1.2 55.2 23.9 110.4 0.6
Jute - 5.3 - 36.4 14.5 57.3 2.0
Kenaf, etc. 5.9 60.0 - 0.1 - 65.9 13.2
Kapok 79.9 44.5 - - - 124.5 100
Ramie 0.3 - 1.6 - - 3.0 2.1
Sisal 0.5 0.1 - - - 0.6 0.2
Source: Brink and Escobin (2003)
Table 4. Mechanical properties of some natural fibers compare with glass fiber.
Fiber Density Tensile strength E-modulus Specific Modulus
(g/cm3) (Mpa) (Gpa) (E-modulus/Density)
Abaca 1.50 980 19.7 13
Cotton 1.51 400 12 8
Flax 1.40 800~1500 60-80 26~46
Hemp 1.48 550~900 70 47
Jute 1.46 400~800 10-30 7~21
Kenaf 1.47 413~1627 18.2 12
Pineapple 1.44 413~1627 34.5~82.5 24~57
Ramie 1.50 500 44 29
Sisal 1.33 600~700 38 29
E-glass 2.55 2400 73 29
Source: Munawar (2008)
Review on Current Researc on Utilization of Natural Fiber Composites for Automotive Component
Subyakto dan Mohammad Gopar 95
diperoleh komposit serat alam yang memenuhi standar Composites with Soy Protein Isolate and Ramie
pemakaian komponen otomotif. Fiber. Journal of Materials Science 37: 3657-3665.
Marsh, G. 2003. Next Step for Automotive Materials.
Daftar Pustaka Materialstoday, April 2003, Elsevier Science Ltd. pp.
36-43.
Acha, B.A., Reboredo, M.M., Marcovich, N. 2006. Effect Misra, S., Mohanty, A.K., Drzal, L.T., Misra, M.,
of Coupling Agents on Thermal and Mechanical Hinrichsen, G. 2004. A Review on Pineapple Leaf
Properties of Polypropylene-Jute Fabric Composites. Fibers, Sisal Fibers and Their Biocomposites.
Polymer International 55: 1104-1113. Macromolecular Materials and Engineering 289: 955-
Arzondo, L.M., Vazquez, Carella, J.M., Pastor, J.M. 2004. 974.
A Low-cost, Low-Fiber-Breakage, Injection Molding Mohanty, A.K., Misra, M., Drzal, L.T. 2002. Sustainable
Process for Long Sisal Fiber Reinforced Bio-composites from Renewable Resources:
Polypropylene. Polymer Engineering and Science 44 Opportunities and Challenges in the Green Materials
(3): 1766-1772. world. Journal Polymers and the Environment, 10
Bledzki, A.K., Faruk, O., Sperber, V.E. 2006. Cars from (1/2): 19-26.
Bio-Fibers. Macromolecular Materials Engineering Mohanty, A.K., Tummala, P., Liu, W., Misra. M.,
291: 449-457. Mulukutla, P.V., Drzal, L.T. 2005. Injection Molded
Bogoeva-Gaceva, G., Avella, M., Malinconico, M., Biocomposites from Soy Protein Based Bioplastic
Buzarovska, A., Grozdanov, A., Gentile, G., Errico, and Short Industrial Hemp Fiber. Journal of
M.E. 2007. Natural Fiber Eco-composites. Polymer Polymers and the Environment 13 (3): 279-285.
Composites. DOI 10.1002/pc.20270. Monteiro, S.N., Lopes, F.P.D., Ferreira, A.S., Nascimento,
Brady, P., Brady, M. 2007. Automotive Composites: D.C.O. 2009. Natural-Fiber Polymer-Matrix
Which Way are We Going?. Reinforced plastics Composites: Cheaper, Tougher, and
November 2007: 32-35. Environmentally Friendly. JOM January 2009: 17-22.
Brink, M., Escobin, R.P. 2003. Plant Resources of South- Mueller, D.H., Krobjilowski, A. 2003. New Discovery in the
East Asia No. 17. Fibre Plants. Prosea Foundation. Properties of Composites Reinforced with Natural
Bogor, Indonesia, 456 pp. Fibers. Journal of Industial Textiles 33(2): 111-123.
Chen, Y., Chiparus, O., Sun, L., Negulescu, I., Parikh, Munawar, S.S. 2008. Properties of Non-wood Plant Fiber
D.V., Calamari, T.A. 2005. Natural Fibers for Bundles and the Development of Their Composites.
Automotive Nonwoven Composites. Journal of Doctor Dissertation, Department of Forestry and
Industrial Textile 35(1): 47-62. Biomaterials Science, Graduate School of
Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Agriculture, Kyoto University, Japan.
Indonesia). 2009. Production Data 2005-2008. Mutje, P., Girones, J., Llop, M.F., Vilaseca, F. 2006a.
http://www.gaikindo.or.id. Hemp Strands : PP Composites by Injection Molding:
Holbery, J., Houston, D. 2006. Natural-Fiber-Reinforced Effect of Low Cost Physico-Chemical Treatments.
Polymer Composites in Automotive Applications. Journal of Reinforced Plastics and Composites 25
JOM November 2006: 80-86. (3): 313-327.
Jacob, M.J. and Thomas, S. 2008. Biofibres and Mutje, P., Vallejos, M.E., Girones, J., Vilaseca, F., Lopez,
Biocomposites. Carbohydrate Polymers 71:343-364. A., Lopez, J.P., Mendez, J.A. 2006b. Effect of
Kompas. 2008. Target Industri Otomotif Nasional 2011- Maleated Polypropylene as Coupling Agent for
2025: 4,17 juta Mobil, 7,57 juta Motor. Harian Polypropylene Composites Reinforced with Hemp
Kompas 22 Oktober 2008. Strands. Journal of Applied Polymer Science 102:
Lee, N.I., Kwon, O.J., Chun, B.C., Cho, J.W., Park, J.S. 833-840.
2009. Characterization of Castor Oil/ Netravali, A.N., Chabba, S. 2003. Composites Get
Polycaprolactone Polyurethane Biocomposites Greener. Materialstoday April 2003: 22-28.
Reinforced with Hemp Fibers. Fibers and Polymers Nystrom, B., Joffe, R., Langstrom, R. 2007.
10(2): 154-160. Microstructure and Strength of Injection Molded
Lee, S,.H., Ohkita, T., Kitagawa, K. 2004. Eco-composite Natural Fiber Composites. Journal of Reinforced
from Poly (Lactic Acid) and Bamboo Fiber. Plastics and Composites 26(6): 579-599.
Holzforschung 58: 529-536. Okubo, K., Fujii, T., Yamamoto, Y. 2004. Development of
Li, Y., Mai, Y.W., Ye, L. 2000. Sisal Fibre and Its Bamboo-based Polymer Composites and Their
Composites: a Review of Recent Developments. Mechanical Properties. Composites Part A 35: 377-
Composites Science and Technology 60: 2037-2055. 383.
Lodha, P., Netravali, A.N. 2002. Characterization of Panthapulakkal, S., Sain, M. 2007. Injection-molded Short
Interfacial and Mechanical Properties of “Green” Hemp Fiber/glass Fiber-reinforced Polypropylene
Hybrid Composites – Mechanical, Water Absorption
Review on Current Researc on Utilization of Natural Fiber Composites for Automotive Component
Subyakto dan Mohammad Gopar 97