Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Pipit Rahmawati
Jurnal Pipit Rahmawati
Jurnal Pipit Rahmawati
Pipit Rahmawati
Universitas Siliwangi, Indonesia
Email: pipitrahmawati140@gmail.com
1
2
there were gaps which were supposed to profit sharing is taken from the net
result, but in practice it is taken from gross result, even though there is an
addition of 15 kg for the cultivator, causing injustice for both parties both for
cultivators and for DKM.
ABSTRAK
Praktek kerja sama akad muzaraah pada tanah wakaf di DKM Baiturrohim
berawal ketika ada salah satu warganya yang mewakafkan tanah sawah kepada
DKM seluas 50 bata. Untuk menghindari agar tanah wakaf tersebut tidak mati,
sehingga para pengurus DKM berinisiatif untuk menyerahkan tanah tersebut
untuk digarap dan dikelola dengan akad kerja sama muzaraah bersama penduduk
kurang mampu yang berada di lingkungan tersebut. Praktek kerja sama akad
muzaraah di DKM Baiturrohim dilakukan berdasarkan adat kebiasaan, dengan
ketentuan bagi hasil ½ untuk penggarap dan ½ untuk DKM, kemudian penggarap
akan ditambah sebanyak 15 Kg oleh DKM. Bagi hasil dalam kerja sama tersebut
diambil dari hasil kotor, sedangkan berdasarkan Undang Undang nomor 2 tahun
1960 tentang perjanjian bagi hasil, bahwa bagi hasil dibagi berdasarkan hasil
bersih.
Penelitian ini memiliki rumusan masalah yang akan dikaji yaitu bagaimana
implementasi akad muzaraah pada tanah wakaf di DKM Baiturrohim, Dusun
Bojonggenteng, Desa Kertajaya, Kecamatan Mangunjaya, Kabupaten
Pangandaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
Sedangkan data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder yang
dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi, yang kemudian
data tersebut diedit, diperiksa dan disusun secara cermat serta diatur sedemikian
rupa yang kemudian dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan praktek implementasi akad muzaraah pada tanah wakaf di DKM
Baiturrohim, Dusun Bojonggenteng, Desa Kertajaya, Kecamatan Mangunjaya,
Kabupaten Pangandaran.
Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa akad akad kerja sama
muzaraah dilakukan secara lisan dan bagi hasil diambil dari hasil kotor, dengan
porsi bagi hasil ½ untuk penggarap dan ½ untuk DKM, yang kemudian penggarap
akan ditambah sebanyak 15 Kg oleh DKM. Sehingga implementasi akad
muzaraah pada tanah wakaf di DKM Baiturrohim dilakukan berdasarkan adat
kebiasaan, namun terdapat kesenjangan yaitu yang seharusnya bagi hasil diambil
dari hasil bersih, tetapi pada prakteknya diambil dari hasil kotor, walaupun ada
penambahan sebanyak 15 Kg untuk penggarap. Sehingga menyebabkan adanya
ketidak adilan untuk kedua belah pihak baik untuk penggarap maupun untuk
DKM.
PENDAHULUAN
1
Bwi.or.id
2
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (cet. 3; Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 394.
3
Rozalinda, Manajemen Wakaf Produktif (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015), hlm. 179-180.
4
Bagi hasil dalam kerja sama di atas diambil dari penghasilan kotor, yang
dalam hal ini belum dikurangi oleh biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses
bercocok tanam hingga panen, baik itu biaya untuk benih, pupuk, peralatan, dan
lain-lain5. Sedangkan berdasarkan Undang-undang nomor 2 tahun 1960 tentang
perjanjian bagi hasil pasal 1 huruf d, bahwa yang dimaksud dengan hasil tanah
“ialah hasil usaha pertanian yang diselenggarakan oleh penggarap termaksud
dalam huruf e pasal ini, setelah dikurangi biaya untuk bibit, pupuk, ternak serta
biaya untuk menanam dan panen”.6 Lebih lanjut dikemukakan dalam penjelasan
undang-undang tersebut, bahwa “hasil tanah ialah hasil bersih, yaitu hasil kotor
setelah dikurangi biaya untuk bibit pupuk, ternak, dan biaya untuk tandur dan
panen”.7
4
Dahwan, “Pengelolaan Benda Wakaf Produktif”. Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama, Vol. IX, No.
1, Juni 2008, hlm.79-80.
6
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil, Bab 1,
Pasal 1, hlm. 1.
7
Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian
Bagi Hasil, hlm., 3.
5
diambil dari penghasilan kotor yang belum dikurangi oleh biaya-biaya yang
dikeluarkan selama proses bercocok tanam hingga panen.
KERANGKA TEORITIS
Akad Muzaraah
8
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), hlm. 153.
9
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (cet. 3; Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 392.
6
Wakaf
1. Pengertian wakaf
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
dirumuskan, bahwa wakaf adalah perbuatan hukum waqif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariat.12
2. Macam-macam wakaf berdasarkan penggunaannya, dibagi menjadi dua:
a. Wakaf langsung, yaitu wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk
mencapai tujuannya13 atau wakaf yang pelayanannya diberikan kepada
orang-orang yang berhak secara langsung, seperti wakaf masjid sebagai
tempat shalat, sekolah untuk tempat belajar dan rumah sakit untuk
mengobati orang sakit. Pelayanan langsung ini benar-benar dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat secara langsung.14
b. Wakaf produktif, yaitu wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk
kepentingan produksi baik dibidang pertanian, perindustrian, perdagangan
dan jasa yang manfaatnya bukan pada benda wakaf secara langsung tetapi
10
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil, Bab
1, Pasal 1, hlm., 1.
11
Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian
Bagi Hasil, hlm., 3.
12
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Bab 1, Pasal 1, hlm.
1.
13
M. Athoillah, Hukum Wakaf (Wakaf Benda Bergerak dan Tidak Bergerak dalam Fikih dan
Peraturan Perundang-undangan di Indonesia) (Bandung: Penerbit Yrama Widya, 2014),hlm.
31.
14
Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, diterjemahkan oleh Muhyiddin Mas Rida
(Jakarta: Khalifa, 2005), hlm. 22-23.
7
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian
Sumber Data
Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah nazhir
wakaf serta para petani penggarap yang melakukan kerja sama muzaraah dengan
nazhir di DKM Baiturrohim, Dusun Bojonggenteng, Desa Kertajaya, Kecamatan
Mangunjaya, Kabupaten Pangandaran. Adapun yang menjadi sumber data
sekunder dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen lain yang mendukung
dalam penelitian untuk memperkuat informasi mengenai implementasi akad
muzaraah di DKM Baiturrohim, Dusun Bojonggenteng, Desa Kertajaya,
Kecamatan Mangunjaya, Kabupaten Pangandaran.
15
Ibid., hlm. 23
16
Rozalinda, Manajemen Wakaf Produktif (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015), hlm. 177-
184.
8
Dalam penelitian ini, uji kredibilitas data yang digunakan oleh penulis
yaitu uji kredibilitas data triangulasi sumber dan triangulasi teknik.
Warga
Masyarakat
17
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Penerbit Alfabeta,
2017), hlm. 224.
9
Wawancara Observasi
Dokumentasi
Penelitian yang penulis lakukan yaitu telah dilaksanakan dari dari bulan
Desember 2018 sampai dengan bulan Juli 2019. Sedangkan tempat yang dijadikan
penulis dalam melakukan penelitian ini yaitu di DKM Baiturrohim, Dusun
Bojonggenteng, Desa Kertajaya, Kecamatan Mangunjaya, Kabupaten
Pangandaran.
18
Sugiyono, Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development)/ R&D,
(Bandung: Alfabeta CV, 2017), hlm. 369.
10
tersebut bermula ketika ada salah satu warga setempat yang bernama bah
japawira mewakafkan tanah sawah kepada DKM seluas 50 bata.
Latar belakang adanya kerja sama ini adalah untuk menghindari agar
tanah wakaf yang ada tidak mati, sehingga para pengurus DKM berinisiatif
untuk menyerahkan tanah tersebut untuk digarap dan dikelola dengan akad
kerja sama muzaraah bersama penduduk kurang mampu yang berada di
lingkungan tersebut dengan kurun waktu 1 tahun. Adanya akad kerja sama
tersebut bertujuan untuk membantu penduduk yang kurang mampu dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, meskipun penduduk tersebut tidak bisa
menggarap pada setiap tahunnya dikarenakan pada saat itu jumlah tanah
wakaf yang ada masih sangat sedikit dan tanah wakaf tersebut digarap secara
bergiliran dengan penduduk lainnya.
2. Proses Terjadinya Kerja Sama Akad Muzaraah
Proses terjadinya kerja sama akad muzaraah pada tanah wakaf di DKM
Baiturrohim, berjalan ketika ada yang mewakafkan berupa tanah sawah atau
tanah perkebunan kepada DKM, yang kemudian oleh DKM (nazhir) wakaf
akan dikerjasamakan bersama warga setempat yang kurang mampu dengan
tujuan untuk membantu mereka, walaupun kerja sama tersebut dilaksanakan
secara bergiliran antara warga yang satu dengan warga yang lainnya.
a. Perjanjian Kerja Sama
Dalam hal penunjukkan penggarap, nazhir wakaf menyerahkan
sepenuhnya kepada ketua rt untuk menunjuk warganya yang kurang
mampu agar dapat menggarap tanah wakaf tersebut. Oleh karena itu,
perjanjian kerja sama ini dilakukan antara ketua RT dengan warganya
(penggarap) secara langsung bertatap muka dengan menggunakan
perjanjian lisan dengan ketentuan:
1) Waktu kerja sama selama 2 kali panen (1 tahun)
2) Benih dan biaya ditanggung penggarap
3) Hasil dibagi 2, kemudian akan ditambah 15 Kg untuk penggarap
Sedangkan untuk tanah wakaf yang luasnya sedikit seperti tanah
wakaf dengan luas 10 bata dan 8 bata, perjanjian kerja samanya dilakukan
11
antara nazhir dan penggarap. Berbeda halnya dengan tanah wakaf yang
penunjukkan penggarapnya diserahkan kepada ketua rt dimana ketua rt
akan menyerahkan tanah wakaf tersebut kepada warga yang kurang
mampu, sedangkan tanah wakaf yang jumlahnya sedikit ini diserahkan
kepada warga yang memiliki tanah garapan dekat dengan tanah wakaf
tersebut, karena jumlah luasnya yang sedikit itu sehingga akan tanggung
apabila digarap oleh orang lain.
Perjanjian kerja sama antara nazhir dengan warga (penggarap)
sama halnya dengan perjanjian kerja sama yang dilakukan antara ketua rt
dengan warga (penggarap), hanya saja tidak disebutkan batasan waktu
berakhirnya kerja sama tersebut.
b. Pembagian Hasil, Biaya dan Kerugian
Bagi hasil dari kerja sama akad muzaraah di DKM Baiturrohim ini
dilakukan dengan sistem maro yaitu ½ untuk penggarap dan ½ untuk
DKM, bagi hasil tersebut diambil dari hasil kotor. yang hasilnya langsung
diserahkan kepada pihak DKM, kemudian nantinya penggarap akan
ditambah oleh DKM sebanyak 15 Kg. Tujuan DKM menambah penggarap
sebanyak 15 Kg yaitu untuk mengganti biaya-biaya yang telah dikeluarkan
oleh dirinya. Penambahan 15 Kg tersebut tidak berpengaruh kepada
seberapa banyak hasil yang didapatkan oleh penggarap, dalam artian
berapa pun hasil yang didapatkan oleh penggarap, penambahannya tetap
15 Kg. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan penggarap,
penambahan 15 Kg dari pihak DKM, sebenarnya tidak mampu menutupi
biaya yang dikeluarkan oleh dirinya, terlebih lagi ketika dirinya
mengalami kerugian yang disebabkan oleh hama.
Terkait dengan biaya yang dikeluarkan selama proses bercocok
tanam, baik itu untuk benih, pupuk, tandur dan mesin (traktor) hanya
ditanggung oleh penggarap saja, pihak DKM sendiri tidak tahu menahu
mengenai hal itu.
Adapun ketika terjadi kerugian/gagal panen yang disebabkan oleh
hama, biaya tetap ditanggung oleh penggarap saja, karena itu sudah
12
menjadi resiko penggarap dan merupakan bencana bagi para petani, karena
sejatinya tidak ada yang menginginkan bencana tersebut.
Walaupun mengalami kerugian dan mendapatkan hasil yang
sedikit, para penggarap tetap memberikan hasilnya kepada DKM
meskipun biaya yang telah mereka keluarkan tidak tertutupi. Sedangkan
penggarap yang mengalami gagal panen total, sehingga belum bisa
memberikan bagi hasil kepada DKM.
Meskipun begitu, para penggarap hanya bisa menerima dengan
ikhlas kebijakan itu, dan para penggarap menganggap hal itu sebagai
bentuk shadaqah dirinya kepada DKM.
c. Manfaat dan penggunaan hasil pengelolaan harta wakaf
Adanya kerja sama akad muzaraah ini memiliki manfaat, baik itu
untuk masyarakat (penggarap) maupun untuk DKM. Dengan adanya kerja
sama tersebut masyarakat yang kurang mampu merasa terbantu dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, meskipun kerja sama ini dilakukan secara
bergilir antar warga yang kurang mampu. Sedangkan manfaat yang
diperoleh DKM yaitu adanya tambahan pemasukan untuk kas DKM yang
dapat digunakan untuk:
1) 30% dari bagi hasil kerja sama tersebut digunakan untuk guru ngaji
dan imam-imam mushola yang berada di bawah naungan DKM ini
yaitu muhsola Al-Hidayah, mushola Baiturrohman, dan mushola Al-
Furqon.
2) Rp. 250.000 pertahun disalurkan untuk kesejahteraan mushola yang
ada dibawah naungan DKM Baiturrohim
3) Kemudian sisanya digunakan untuk pembangunan DKM Baiturrohim,
termasuk di dalamnya sarana dan prasarana masjid.
13
Simpulan
DAFTAR PUSTAKA