Developing Resilient and Dynamic Rural Areas: 1. Background

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 9

III.

DEVELOPING RESILIENT AND DYNAMIC RURAL AREAS

1. Background
Indonesia is undergoing a historic transformation from a rural to an urban economy. Urban
population growth rates nearly 2,75% per year higher than national rates 1,17% per year. By
2015, about 59,35% Indonesia population live in the city of total population 258,7 million. While
in 2025, that is in less than 10 years Indonesia can expect to have 68% of it’s population living in
cities. The reality behind urban development in Indonesia, poverty decreased relatively, from
27,76 million or 10,70 percent (2016) to 26,58millionor 10,12 percent (2017), Gini Ratio of
Indonesia decrease from 0,394 to 0,391 during those years. But in rural areas increase from
0.316 (2016) to 0.320 (2017).

Based on the rural development index 2014, there are 74.093 rural areas in Indonesia,
consisting of 2.898 developed villages, 50.763 developing villages, and 20.432 under-developed
villages. Rural development index consists of several aspects, among others basic services,
infrastucture, transportation, public services, and rural government capacity. It explains that
still many of the marginalized community who live in poverty.

As the world's largest archipelago which spread across less than 17,500 islands, Indonesia sits
between the world's most active seismic region that is the notorious Pacific Ring of Fire and the
world's second most active region Alpide belt. Being sandwiched between such seismicity has
meant the islands experience some of the strongest earthquakes and most powerful volcanic
eruptions known on Earth. Furthermore, possible threat induced by climate changes are also
contributed to increasing vulnerabilities and exposures to region with high and middle risk
indexes in Indonesia. Disaster impact on poverty is large because poor people are exposed to
hazards more often, lose more as a share of their wealth when hit, and receive less support
from family and friends, financial systems, and governments.

East Asia and the Pacific, inclusively Indonesia is the world’s most disaster-prone region and its
children, especially the poorest, are most at risk when a disaster strikes. Disasters exacerbated
by climate change; threaten children’s survival and the livelihoods of the poorest households,
those with the least capacity to cope. When a disaster strikes and destroys assets and sources
of livelihoods, poor households often respond with coping strategies harmful to children.
Households are forced to withdraw children from schools, sell off livestock and other assets and
cut down on food consumption to cope with disaster losses. In fact, disasters can push people
into poverty, and so disaster risk management can be considered a poverty reduction policy.
Poverty and disasters are intrinsically linked in a vicious cycle. Poor and marginalized
households tend to be less resilient and face greater difficulties in absorbing and recovering
from disaster impacts.

In Indonesia disaster risks are closely related to poverty. Poor people tend to live and work in
hazardous and marginalized areas that are more exposed to disasters. The historical data
developed by BNPB confirms that areas with a high population density of poor people
1
experience more frequent disasters.Out of a population of 252 million, more than 28 million
Indonesians live below the poverty line. Approximately half of all households remain clustered
around the national poverty line set at IDR 292,951 per month (US$24.40) and thus only a single
disaster away from falling back into poverty.

Livelihood groups most impacted by hydro-meteorological disasters, El Niño/ La Niña and


climate change are the poorest households such as agricultural wage laborers, food crop
producers, and small scale fishermen, landless, unemployed and urban poor. The latest poverty
figures from Indonesia’s Statistical Agency (BPS), noted an increase in poverty in 2015, with 1.1
million Indonesians falling below the poverty line who previously were not. BPS has directly
attributed these newly poor households to El Nino induced droughts and consequent increase
in food prices.

Population growth is also contributing to increasing vulnerability to disaster shocks as there are
millions of people who survive on incomes marginally above the poverty line. This represents
an obstacle for economic progress and human development. The areas that are poor and
overpopulated are generally the ones which suffer the most as a result of rapid environmental
change and so called ‘natural’ disasters.

To deal with these changes, rural areas must develop their resilience, which refers to the
capacity of a system to withstand change and improve when changes occur. Being more
resilience, a rural area can be better to face the changes without ending up into poverty and
able to tolerate alteration before reorganizing around a new set of structures and processes,
Rural resilience is about the balancing of ecosystem, economic and social functions. Rural areas
also have to become more dynamic, which means the rural areas is able to fast moving and easy
to adjust with the negative circumstances.

2
Pembangunan Kawasan Perdesaan Saat Ini

Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat telah melakukan upaya


pembangunan kawasan perdesaan melalui berbagai kebijakan dan program-program yang
telah ditetapkan. Upaya-upaya itu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang dirasakan
oleh sebagian masyarakat perdesaan. Namun, masih banyak kawasan perdesaan yang
belum berkembang secepat wilayah lainnya. Pembangunan kawasan perdesaan merupakan
bagian yang penting dari pembangunan nasional, mengingat hampir setengah penduduk
Indonesia masih tinggal di perdesaan. Kesenjangan antara perkotaan dan perdesaan, serta
kemiskinan di perdesaan juga telah mendorong percepatan pembangunan di perdesaan
dengan berbagai upaya. Pada 2018, dari 25,95 juta jumlah orang miskin di Indonesia, lebih
dari separuhnya tinggal di perdesaan, yaitu 15,81 juta jiwa.

Tabel Jumlah Penduduk Miskin Periode 2016-2018

Jumlah Penduduk Miskin Presentase Penduduk Miskin


No Periode
Kota Desa Kota Desa
1 Maret 2016 10,34 juta 17,28 juta 7,79 14,11
2 Maret 2017 10,67 juta 17,10 juta 7,72 13,93
3 Maret 2018 10,14 juta 15,81 juta 7,02 13,20
4 Sept 2018 10,13 juta 15,54 juta 6,89 13,10

Keadaan tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah untuk terus memperbaiki


kebijakan, strategi dan pelaksanaan pembangunan perdesaan yang diarahkan pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka pemerataan pembangunan yang
berkeadilan, pembangunan desa ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
desa dan kualitas hidup manusia, serta penanggulangan kemiskinan sesuai dengan Undang-
undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Terdapat lima isu strategis dalam konstruksi UU
Desa, yaitu pembangunan desa; keuangan, aset dan BUM Desa; pembangunan kawasan
perdesaan; kerjasama antardesa; serta lembaga kemasyarakatan desa. Dari kelima isu
tersebut, isu pembangunan kawasan perdesaan dan kerjasama antardesa mempunyai saling
keterkaitan yang erat dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan
kerangka kebijakan pembangunan desa secara menyeluruh.

Selain itu, pembangunan pusat-pusat pertumbuhan yang terhubung dengan daerah


produksinya (hinterland) menjadi salah satu tantangan untuk meningkatkan keterkaitan
antara desa dan kota. Peningkatan keterkaitan antara desa dan kota tersebut diwujudkan

3
melalui pengembangan kawasan perdesaan sebagai hinterland kawasan strategis kabupaten
sesuai dengan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dengan kata
lain, ada potensi sinergi yang kuat antara UU Penataan Ruang dan UU Desa yang
diwujudkan melalui pembangunan kawasan perdesaan.

4
Pembangunan Desa

Prioritas pembangunan nasional Indonesia yang merupakan penjabaran dari


dokumen Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2005-2025,
telah tertuang dalam Rancangan Teknokratik RPJMN tahun 2020-2024. Peningkatan
kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing, pemberian dukungan untuk
pengembangan ekonomi, dan penyediaan pelayanan dasar merupakan beberapa
bagian penting dari keseluruhan prioritas nasional yang tertuang dalam dokumen
tersebut. Pembangunan yang merata dan inklusif di seluruh wilayah Indonesia
merupakan cita-cita yang akan dicapai Indonesia ke depannya. Salah satu upaya
penting menuju pemerataan tersebut adalah dengan cara mendorong pembangunan
di perdesaan dan kawasan perdesaan.

Pembangunan desa dan kawasan perdesaan merupakan fokus besar


pemerintah terutama pasca Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU
Desa) disahkan, sebagai upaya meningkatkan status perkembangan desa terutama
di kawasan timur Indonesia serta daerah tertinggal, perbatasan, trasmigrasi serta
pulau-pulau kecil terluar; meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa; dan
mengatasi masalah kesenjangan wilayah desa–kota. UU Desa Pasal 78 menyatakan
bahwa Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa
dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan
kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan
potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara
berkelanjutan. Pada pasal 83 dinyatakan bahwa Pembangunan Kawasan Perdesaan
dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan,
pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa di Kawasan Perdesaan melalui
pendekatan pembangunan partisipatif.

Berawal dari perhatian pemerintah terhadap dorongan pemerataan dan


sebagai bentuk pelaksanaan UU Desa tersebut, beberapa program telah
direncanakan untuk diaplikasikan ke perdesaan dan kawasan perdesaan, yaitu
Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa, Program Solusi Lokal
untuk Pengentasan Kemiskinan, dan Program Transformasi Ekonomi Kampung
Terpadu. Seluruh program tersebut berfokus pada pembangunan perdesaan dengan

5
mengutamakan kontribusi terhadap pengurangan kemiskinan, peningkatan sumber
daya manusia, serta perbaikan layanan terhadap masyarakat desa. Program
Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa hadir untuk mendukung prioritas
nasional dengan menitikberatkan pada penguatan tata kelola desa, peningkatan
kualitas sumber daya aparatur, masyarakat, dan pendamping, serta dorongan
penggunaan sistem informasi berbasis teknologi di level desa. Program ini
mendorong sebuah reformasi pembinaan dan pengawasan terhadap desa dan para
aparatur desa, serta sebuah platform untuk menyalurkan inovasi dalam
pengembangan sistem peningkatan kapasitas yang lebih efisien.

Selain program penguatan pemerintahan desa tersebut, Program Solusi Lokal


untuk Pengentasan Kemiskinan juga berangkat dari prioritas pembangunan nasional
untuk membantu mengurangi kemiskinan, ketimpangan dan pembangunan
perdesaan melalui pemberian layanan yang digerakkan langsung oleh masyarakat itu
sendiri. Masih berada dalam payung prioritas nasional, program ini juga
mengakomodir peningkatan pemenuhan layanan multisektor dan pemberdayaan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa dan pelayanan sosial
dasar. Keberpihakan menjadi hal penting yang akan menjadi dasar pelaksanaan
program ini untuk mendorong lebih besar lagi pemberdayaan masyarakat dalam
menerima layanan dasar yang lebih baik.

Pengadaan Program Transformasi Ekonomi Kampung Terpadu juga


menitikberatkan pada pemberantasan kemiskinan dan peningkatan pendapatan
rumah tangga perdesaan, dengan mendorong melakukan pemerataan khususnya di
wilayah timur Indonesia. Sejalan dengan yang tujuan pembangunan nasional,
program ini juga bertujuan untuk memperkuat tata kelola perdesaan melalui
peningkatan kapasitas dan pendampingan untuk mendorong pengalokasian dan
pemanfaatan Dana Desa yang lebih partisipatif, inklusif, dan efektif untuk
pembangunan sosial ekonomi. Bidang sosial dan ekonomi menjadi garis besar
pelaksanaan program ini, ditunjukkan dengan adanya pemberdayaan masyarakat
dalam penggunaan Dana Desa. Selain itu, optimalisasi potensi pemerintah untuk
meningkatkan peluang ekonomi dan pembangunan sosial ekonomi desa merupakan
hal dasar pelaksanaan Program Transformasi Ekonomi Kampung Terpadu untuk
mendukung tujuan pembangunan nasional.
6
Seluruh program yang telah dijelaskan tersebut, berkontribusi terhadap
pembangunan perdesaan di Indonesia dengan memberi intervensi pada pendekatan
dan inovasi baru yang lebih komprehensif, inklusif, partisipatif, dan advokatif.
Keberadaan program tersebut juga merupakan bentuk pengamalan dan pelaksanaan
UU Desa dan sebagai kerangka kerja utama untuk pembangunan desa dan
pemberdayaan masyarakat di Indonesia.

7
ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN DESA DAN PERDESAAN

Transfer fiskal ke desa yang dilakukan oleh Pemerintah nyatanya masih


belum diimplementasikan secara optimal dan belum menunjukkan penurunan yang
signifikan terhadap angka kemiskinan di Indonesia. Hal ini mengindikasikan adanya
ketidakefektifan dan ketidakefisienan pemanfaatan dana desa. Sementara itu,
sebagian besar wilayah Indonesia adalah perdesaan yang memiliki potensi tinggi.
Belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya pembangunan di desa, baik itu
sumberdaya finansial dana desa maupun potensi sumberdaya alam yang tinggi,
menyebabkan ketimpangan atau kesenjangan pembangunan antara desa-kota masih
sangat kentara.
Selain itu, perencanaan dan penganggaran Dana Desa belum dilakukan
secara optimal, karena lemahnya kapasitas, rendahnya akuntabilitas, dan kurangnya
insentif pemerintah desa untuk melakukannya. Perencanaan dan penganggaran
Dana Desa dan tata kelola desa belum mengikutsertakan peran dan partisipasi
masyarakat, sehingga kebutuhan-kebutuhan masyarakat belum terakomodir secara
optimal. Hal tersebut tentu berpengaruh pada kurangnya penyediaan layanan dasar
untuk masyarakat, dan belum adanya pemberdayaan terhadap masyarakat untuk
ikut andil dalam membelanjakan Dana Desa dengan lebih baik untuk pembangunan
desa dan pelayanan sosial dasar itu sendiri.
Beberapa isu strategis pembangunan daerah tertinggal diantaranya adalah:
(1) Kurangnya kapasitas aparatur dan masyarakat desa dalam mengelola Dana Desa
dan tata kelola desa serta kualitas belanja desa yang masih kurang; (2) Masih
adanya tingkat kemiskinan di pedesaan dan masih sangat dibutuhkan program
percepatan dan pemerataan di wilayah pedesaan Indonesia; (3) Belum optimalnya
pendampingan pada masyarakat desa, pemerintah kecamatan, pemerintah desa
(termasuk perangkat desa dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan desa yang
baik serta pengelolaan keuangan desa yang akuntabel; dan (4) Masih kurangnya
partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan pelayanan sosial dasar
untuk mendukung program pembangunan pedesaan.
Dengan memperhatikan isu-isu pembangunan desa dan kawasan perdesaan
tersebut, maka arah pelaksanaan program pembangunan desa dan kawasan
perdesaan di 2020 difokuskan pada: (a) Program Penguatan Pemerintahan dan

8
Pembangunan Desa, yang berfokus pada peningkatan kapasitas aparatur dan
masyarakat serta peningkatan kualitas belanja desa, (b) Program Solusi Lokal untuk
Pengentasan Kemiskinan serta peningkatan partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat dalam penerimaan layanan sosial dasar, dan (c) Program Transformasi
Ekonomi Kampung Terpadu upaya untuk melakukan pemerataan di wilayah timur
Indonesia pada bidang sosial ekonomi.

You might also like