Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

ISSN (Print) : 2443-1141

ISSN (Online) : 2541-5301


PENELITIAN

Gambaran Epidemiologi Infeksi Oportunistik


Tuberkulosis Pada Penderita HIV di
Puskesmas Percontohan HIV/AIDS Kota
Makassar Tahun 2015
Megawati1, Azriful2*, Dwi Santy Damayati3

Abstract

Tuberculosis (TB) is a disease of opportunistic infections most often found in patients with
HIV / AIDS. This study aims to describe the epidemiology of tuberculosis Opportunistic Infections In
HIV patients at the health center in Makassar pilot HIV 2015. This type of research is quantitative de-
scriptive research design. The population in this research that all patients with HIV / AIDS were diag-
nosed with tuberculosis infection in specimen community health centers HIV / AIDS in the city of Ma-
kassar as many as 14 people with sampling techniques using total sampling.
The results showed that the characteristics of HIV patients with tuberculosis infection based
on gender most affected are males by 11 (78.6%) of respondents, by age most affected is the 26-45
year 8 (57.1%) of people, based education at most that low educated as much as 8 (57.1%) of people,
based on the work that people who work as many as eight (57.1%) of people, based on revenue at
most that low-income by 8 (57.1%) of people, by the time diagnosis is categorized in a long time that
as many as 14 (100%) of people, based on the history of contact at most that the patient had no his-
tory of contact as many as 11 (78.6%) of people, based on the density of dwelling at most that do not
qualify as much as 9 ( 35.7%) of people, based on home lighting most that do not qualify as many as
11 (78.6%) of people, and based on home ventilation most that do not qualify as many as 10 (71.4%)
persons.

Keywords : opportunistic infections, tuberculosis, HIV

Pendahuluan Menurut Ditjen Pengendalian Penyakit Menu-


HIV/AIDS adalah salah satu masalah besar yang lar dan Penyehatan Lingkungan (PPM & PL) Depkes
mengancam indonesia dan banyak negara di dunia. RI jumlah kasus baru HIV di Sulawesi Selatan
Menurut laporan tahunan terbaru badan sebanyak 839 kasus, sedangkan kasus baru AIDS
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), United Nations sebanyak 209 kasus. Sedangkan jumlah kasus Tu-
On HIV/AIDS (UNAIDS) dalam AIDS Epidemic up- berkulosis paru BTA positif sebanyak 8.297 kasus.
date 2010, pertumbuhan secara keseluruhan dari (Kemenkes, 2015)
epidemi aids tampak telah stabil. Berdasarkan perkiraan WHO, jumlah pasien ko-
infeksi TB-HIV di dunia diperkirakan ada sebanyak
14 juta orang. Sekitar 80% pasien ko-infeksi TB-HIV
* Korespondensi : azriful@uin-alauddin.ac.id
1 ,2,3
Jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Alauddin, Makassar tersebut dijumpai di Sub-Sahara Afrika, namun ada
V O L UM E 2, N O. 3, SEP T EM B E R—D E SE M B E R 2016 H IG IE N E 127

sekitar 3 juta pasien koinfeksi TB-HIV tersebut ter- pada mulanya berarti terjadi sesuatu di permukaan
dapat di Asia Tenggara (Kemenkes, 2012). bumi. Sehingga, karena dia di permukaan, dia
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menjadi tampak dan terang serta diketahui dengan
oportunistik yang paling sering dijumpai pada jelas.
pasien HIV/AIDS. Menurut laporan WHO dalam Shihab (2002: 236), kata al-fasad ( ,(‫ْالفَ َسا ُد‬
Global Tuberculosis Control 2011, pada tahun 2010 menurut menurut al-Ashafani, adalah keluarnya
terdapat 1.1 juta kasus baru TB pada pasien HIV sesuatu dari keseimbangan, baik sedikit maupun
dan jumlah pasien meninggal akibat Tuberkulosis banyak. Kata ini digunakan menunjuk apa saja, baik
pada pasien HIV positif mencapai 350 ribu. 13% jasmani, jiwa, maupun hal-hal lain.
kasus baru Tuberkulosis ditemukan pada pasien Berdasarkan ayat di atas, pergaulan bebas
HIV. (Ayu, 2012). yang terjadi di kalangan masyarakat merupakan
Tuberkulosis merupakan infeksi oportunistik bagian dari kerusakan yang sedang terjadi di
tersering (40%) pada infeksi HIV dan menjadi muka bumi. Terbukti dengan tingginya angka
penyebab kematian paling tinggi pada (ODHA). Tu- HIV/AIDS serta angka kematian ibu dan janin akibat
berkulosis dan HIV saling berhubungan, HIV me- aborsi serta penyakit menular. Jika diibaratkan
nyebabkan progresifitas infeksi Mycobacterium penyakit, kerusakan di muka bumi ini sudah
Tuberculosis menjadi Tuberkulosis aktif dan adanya masuk ke dalam kategori kronik progresif. Itu
infeksi Tuberkulosis menimbulkan progresifitas sebabnya, agar tidak terjadi kerusakan yang
infeksi HIV. (Ayu, 2012). lebih parah, maka persoalan penyebaran HIV/AIDS
Menurut Badan Pengelolaan Penanggulangan itu wajib mendapat solusi yang tuntas.
Tuberkulosis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Khusus untuk penanggulangan HIV/AIDS,
Selatan, bahwa di Kota Makassar tercatat 38 telah disediakan 4 (empat) Puskesmas
kasus kolaborasi TB-HIV dari bulan Juni sampai Percontohan yaitu Puskesmas Kassi-Kassi,
desember 2013. (Dinkes Provinsi Kota Makassar, Jumpandang Baru, Jongaya dan Makkasau yang
2014) merupakan 4 dari 24 unit pelayanan kesehatan
Pada tahun 2013 prevalensi HIV/AIDS di yang ada di Indonesia yang siap memberikan
Kota Makassar sebesar 0,84 % meningkat dari pelayanan dan rujukan bagi penderita HIV/AIDS
tahun 2012 yaitu 0,54%. Tahun 2011 prevalensi dan penyalahgunaan Narkoba (Dinkes Kota
HIV/AIDS yaitu 0,70% meningkat dari tahun 2010 Makassar, 2013). Tetapi puskesmas yang diteliti
yaitu 0,49% (Dinkes Kota Makassar, 2014). yaitu Puskesmas Jumpandang Baru, Jongaya, dan
Allah SWT berfirman dalam QS Ar- Makkasau, sedangkan Puskesmas Kassi-Kassi tidak
Ruum/30:41 seperti berikut: diteliti karena responden tidak bersedia sehingga
peneliti hanya meneliti di 3 puskesmas saja.
ِ َّ‫ت أَ ْي ِدي الن‬
‫اس ِليُ ِذيقَهُ ْم‬ ْ ‫ظ َه َر ْال َف َسا ُد ِفي ْال َبرِّ َو ْال َبحْ ِر ِب َما َك َس َب‬
َ
َ‫ْض الَّ ِذي َع ِملُوا لَ َعلَّهُ ْم يَرْ ِجعُون‬ َ ‫بَع‬ Metode Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah
Terjemahnya: pendekatan deskriptif. Populasi dalam penelitian ini
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut sebesar 15 orang. Metode penarikan sampel dari
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, penelitian ini adalah total sampling dimana sampel
supaya Allah merasakan kepada mereka adalah keseluruhan jumlah populasi.
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Depag, Hasil
2010). Penelitian dilakukan dengan mendatangi
Menurut tafsir Al-Mishbah Kata zhahara ( (‫ظَهَ َر‬ sampel penderita HIV yang terdiagnosa infeksi
128 H IG IE N E V O L UM E 2, N O. 3, SEP T EM B E R—D E SE M B E R 2016

oportunistik Tuberkulosis dengan sistem door to kepadatan hunian rumah yang tidak memenuhi
door berdasarkan alamat penderita yang terdaftar di syarat sebanyak 11 (78,6%), sedangkan responden
Puskesmas Jumpandang Baru, Puskesmas Jongaya, yang memiliki kepadatan hunian rumah yang me-
Dan Puskesmas Makkasau. Responden dalam menuhi syarat sebanyak 3 (21,4%) orang.
penelitian ini sebanyak 14 orang. Pengambilan data Berdasarkan karakteristik pencahayaan menun-
dilakukan dengan wawancara menggunakan jukkan bahwa responden yang memiliki pencaha-
instrumen kuesioner untuk mendapatkan data yaan rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak
tentang kondisi sampel, dan observasi langsung 11 (78,6%), sedangkan responden yang memiliki
untuk mendapatkan informasi tentang lingkungan pencahayaan rumah yang memenuhi syarat
fisik responden. sebanyak 3 (21,4%).
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin Berdasarkan karakteristik ventilasi menunjuk-
responden tertinggi adalah laki-laki, yakni sebanyak kan bahwa responden yang memiliki ventilasi rumah
11 (78,6%) responden sedangkan terendah adalah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 10 (71,4%),
perempuan, yakni sebanyak 3 (4,7%) responden. sedangkan responden yang memiliki ventilasi rumah
Berdasarkan karakteristik umur menunjukkan yang memenuhi syarat sebanyak 4 (28,6%).
bahwa responden tertinggi adalah kategori umur 26
-45 tahun, yakni sebanyak 8 (57,1%) responden Pembahasan
sedangkan terendah adalah kategori umur 12-25 Berdasarkan hasil analisis data mengenai
tahun dan 46-65 tahun, yakni masing-masing distribusi jenis kelamin penyakit infeksi oportunistik
sebanyak 3 (21,4%) responden tuberkulosis pada penderita HIV yang tertinggi
Berdasarkan karakteristik pendidikan adalah laki-laki, yakni sebanyak 11 (78,6%)
responden yang memiliki pendidikan rendah lebih responden sedangkan terendah adalah perempuan,
tinggi, yakni sebanyak 8 orang (57,1%) dibandingkan yakni sebanyak 3 (4,7%) responden.
dengan responden yang memiliki pendidikan yang Berdasarkan penelitian ini penyakit TB lebih
tinggi yakni sebanyak 6 orang (42,9%). banyak terjadi pada laki-laki. Hal ini disebabkan
Berdasarkan karakteristik pekerjaan bahwa karena laki-laki pada umumnya mempunyai
responden yang bekerja sebanyak 8 (57,1%) kebiasaan merokok yang bisa menyebabkan sistem
sedangkan responden yang tidak bekerja sebanyak 6 kekebalan tubuh menurun sehingga mudah terkena
(42,9%). tuberkulosis paru. Setiap rokok mengandung lebih
Berdasarkan karakteristik pendapatan menun- dari 4.000 jenis bahan kimia dan 400 dari bahan-
jukkan bahwa responden yang memiliki pendapatan bahan dari rokok dapat meracuni tubuh. Diantara
yang rendah yakni sebanyak 8 (57,1%), sedangkan bahan-bahan rokok yang dapat meyerang tubuh
responden yang memiliki pendapatan yang tinggi adalah nikotin dan tar.
sebanyak 6 (42,9%). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
Berdasarkan karakteristik waktu terdiagnosis bahwa dari 14 responden didapatkan data tentang
menunjukkan bahwa semua responden di kategori- umur responden tertinggi adalah kategori umur 26-
kan dalam waktu lama yakni sebanyak 14 (100%). 45 tahun, yakni sebanyak 8 (57,1%) responden
Berdasarkan karakteristik riwayat kontak sedangkan terendah adalah kategori umur 12-25
menunjukkan bahwa responden yang tidak memiliki tahun dan 46-65 tahun, yakni masing-masing
riwayat kontak yakni sebanyak 11 (78,6%), se- sebanyak 3 (21,4%) responden.
dangkan responden yang memiliki riwayat kontak Hal ini disebabkan karena penyakit Tuberkulosis
sebanyak 6 (42,9%) orang. Paru lebih banyak menyerang kelompok usia
Berdasarkan karakteristik kepadatan hunian produktif seiring karena tingginya aktivitas dan
menunjukkan bahwa responden yang memiliki mobilitas, gaya hidup, dan kebiasaan merokok.
V O L UM E 2, N O. 3, SEP T EM B E R—D E SE M B E R 2016 H IG IE N E 129

Aktivitas dan mobilitas yang tinggi akan Berdasarkan hasil analisis data mengenai distri-
memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk busi pendapatan penyakit infeksi oportunistik tu-
kontak dengan orang lain, sehingga besar pula berkulosis pada penderita HIV bahwa responden
kemungkinan untuk tertular Tuberkulosis paru. yang memiliki pendapatan yang rendah lebih
Umur merupakan faktor predisposisi terjadinya sebanyak 8 orang (57,1%), dibandingkan dengan
perubahan perilaku yang dikaitkan dengan responden yang memiliki pendapatan yang tinggi
kematangan fisik dan psikis penderita Tuberkulosis sebanyak 6 orang (42,9%). Penyebab utama
paru. Penyakit TB Paru paling sering ditemukan berkembangnya bakteri Mycrobacterium tubercu-
pada usia muda atau usia produktif (15–50) tahun. losis di Indonesia salah satunya disebabkan karena
Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi masih rendahnya pendapatan per kapita. Sejalan
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi dengan kenyataan bahwa pada umumnya yang
lebih tinggi. terserang penyakit TB Paru adalah golongan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan masyarakat yang berpenghasilan rendah.
bahwa responden yang memiliki pendidikan rendah Masyarakat dengan pendapatan tinggi lebih
lebih tinggi, yakni sebanyak 8 orang (57,1%) mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan un-
dibandingkan dengan responden yang memiliki tuk melakukan pengobatan, sedangkan seseorang
pendidikan yang tinggi yakni sebanyak 6 orang dengan tingkat pendapatan lebih rendah kurang
(42,9%). Hal ini disebabkan karena rendahnya memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
tingkat kewaspadaan terhadap penularan TB. Orang yang mempunyai ekonomi di bawah
Pendidikan menggambarkan perilaku seseorang UMR, maka pemenuhan gizi berkurang dan tidak
dalam hal kesehatan, seperti rendahnya terpenuhinya gizi makanan. Hal ini menyebabkan
pengetahuan seseorang tentang rumah yang daya tahan tubuh seseorang menjadi lemah, se-
memenuhi syarat kesehatan sehingga beresiko hingga mudah terserang penyakit salah satunya
terkena TB. Rumah yang tidak memenuhi syarat penyakit tuberkulosis. Gangguan pada berbagai
kesehatan diantaranya adalah kurangnya ventilasi aspek imunitas, termasuk fagositosis, respons pro-
didalam rumah yang akan membawa pengaruh liferasi sel ke mitogen, serta produksi T limposit
bagi penghuninya. Kurangnya ventilasi didalam dan sitokin telah ditemukan pada kondisi keku-
rumah akan mempengaruhi suhu rumah. rangan gizi (Chandara and kumari, 1994).
Berdasarkan hasil analisis data mengenai distri- Secara umum, zat gizi mempengaruhi sistem
busi pekerjaan bahwa responden yang bekerja imun melalui mekanisme pengaturan ekspersi dan
sebanyak 8 orang (57,1%) sedangkan responden produksi sitokin. Karena pola produksi sitokin
yang tidak bekerja sebanyak 6 orang (42,9%). Dari merupakan hal penting dalam merespon infeksi,
hasil penelitian, orang yang bekerja lebih banyak ketidakseimbangan gizi yang serius pada akhirnya
dibandingkan dengan orang yang tidak bekerja dan akan mempengaruhi perkembangan respon imun
jenis pekerjaan yang dominan dilakukan responden dimasa yang akan datang.
adalah bekerja di salon. Hal ini disebabkan karena Semakin tinggi pendapatan seseorang, maka
orang yang sering bekerja di salon sangat berisiko semakin mudah untuk mendapatkan pelayanan
dengan gangguan paru-paru karena sering terpapar kesehatan yang baik dan pemenuhan gizi yang
dengan semprotan hairspray, minyak rambut, foam baik sehingga dapat meningkatkan daya tahan
rambut, tonik, dan obat-obatan untuk rambut. tubuh. Berbeda dengan seseorang dengan pen-
Obat-obatan tersebut memiliki kandungan bahan dapatan yang rendah yang akan menghabiskan
kimia yang dapat menimbulkan gangguan pada sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi
organ mata, hidung, tenggorokan, dan juga paru- kebutuhan sehari-hari, mereka akan berfikir dua
paru. kali untuk mengeluarkan uangnya demi memerik-
130 H IG IE N E V O L UM E 2, N O. 3, SEP T EM B E R—D E SE M B E R 2016

sakan kesehatannya, sehingga kebanyakan dari tak, sehingga peneliti berasumsi bahwa penderita
orang yang berpendapatan rendah akan memerik- TB tersebut tidak ditularkan dari keluarga ataupun
sakan kondisinya apabila sakitnya sudah semakin tetangga melainkan dari masyarakat luas di seki-
parah (Sari dkk, 2012). tarnya. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa
Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjuk- pemaparan kuman TB dapat dipengaruhi oleh faktor
kan bahwa waktu terdiagnosis Tuberkulosis, semua individu, keeratan kontak, faktor lingkungan rumah
responden dikategorikan dalam waktu lama yakni seseorang, dan masyarakat luas di sekitarnya.
sebanyak 14 orang (100%). Dari hasil observasi yang Kondisi lingkungan rumah yang kurang seperti
dilakukan, peneliti berasumsi bahwa banyaknya kepadatan hunian, ventilasi dan pencahayaan yang
responden yang telah lama terdiagnosis TB masih tidak memenuhi syarat dalam rumah merupakan
menderita TB dikarenakan penderita yang belum media transisi kuman TB untuk dapat hidup dan
menyadari pentingnya pengobatan berkala untuk menyebar. Kepadatan hunian yang tidak memenuhi
penyakitnya sehingga penderita tidak teratur dalam syarat akan memperhambat sirkulasi udara dalam
melakukan pengobatan ke puskesmas maupun rumah sehingga kuman Mycobacterium Tuberculosis
tenaga kesehatan. dapat di tularkan dengan mudah ke anggota keluar-
Pengobatan tuberkulosis paru dapat berlang- ga. Sedangkan ventilasi dalam rumah yang tidak
sung selama 6 bulan pengobatan secara teratur. memenuhi syarat akan mengakibatkan terhalangnya
Apabila penderita tidak melakukan pengobatan proses pertukaran udara dan sinar matahari yang
secara teratur maka bakteri Tuberkulosis tidak akan masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman Tuberku-
hilang sepenuhnya dari tubuh meskipun penderita losis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar
merasa keluhannya sudah membaik. Jika hal itu ter- dan ikut terhisap bersama udara pernafasan.
jadi maka infeksi tuberkulosis akan semakin sulit Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjuk-
diobati dan waktu yang dibutuhkan untuk pen- kan bahwa responden yang memiliki kepadatan
gobatannya juga akan memakan waktu yang lebih hunian rumah yang tidak memenuhi syarat
lama. Diagnosis tuberkulosis paru pada orang de- sebanyak 11 (78,6%) responden, sedangkan re-
wasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA sponden yang memiliki kepadatan hunian rumah
Positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. yang memenuhi syarat sebanyak 3 (21,4%) respond-
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikit- en. Berdasarkan hasil observasi yang telah dil-
nya dua dari tiga spesimen hasilnya positif. Bila han- akukan, kepadatan hunian yang tidak memenuhi
ya satu spesimen yang positif perlu diadakan syarat disebabkan karena dalam satu rumah pen-
pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada derita TB paru kadang dihuni oleh lebih dari satu
atau pemeriksaan dahak. (Ruswanto, 2010) kepala keluarga. Hal ini disebabkan karena adanya
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa re- kebiasaan keluarga baru yang hidupnya masih
sponden yang tidak memiliki riwayat kontak yakni menumpang dengan orang tuanya yang dapat me-
sebanyak 11 (78,6%), sedangkan responden yang nyebabkan kepadatan penghuni rumah meningkat
memiliki riwayat kontak sebanyak 6 (42,9%). Kontak dan akan mempengaruhi percepatan penularan TB
serumah dengan penderita TB merupakan salah paru. Dalam hal ini luas rumah yang tidak memadai
satu faktor risiko terjadinya TB. Semua kontak pen- akan menjadi pemicunya. Dimana semakin padat
derita TB positif harus diperiksa dahak. Kontak erat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di
seperti dalam keluarga dan pemaparan besar- dalam rumah tersebut mengalami pencemaran.
besaran seperti pada petugas kesehatan memung- Karena jumlah penghuni yang semakin banyak akan
kinkan penularan lewat percikan dahak. berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pen- tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu
derita TB banyak yang tidak memiliki riwayat kon- udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara
V O L UM E 2, N O. 3, SEP T EM B E R—D E SE M B E R 2016 H IG IE N E 131

dalam rumah, maka akan memberi kesempatan Cahaya matahari mempunyai sifat membunuh
tumbuh dan berkembang biak lebih bagi Mycobac- bakteri, terutama kuman Mycobacterium tubercu-
terium tuberculosis. Dengan demikian akan se- losis. Kuman Mycobacterium tuberculosis hanya
makin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni dapat mati oleh sinar matahari langsung. Oleh
rumah melalui saluran pernapasan dan akan me- sebab itu, rumah dengan standar pencahayaan
nyebabkan terjadinya penyakit tuberkulosis paru yang buruk sangat berpengaruh terhadap kejadian
(Fatimah, 2008). tuberculosis.
Kepadatan hunian sangat mempengaruhi Dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa re-
penularan penyakit TB Paru, karena kuman TB sponden yang memiliki ventilasi rumah yang tidak
Paru dapat ditularkan lewat media udara se- memenuhi syarat sebanyak 10 (71,4%), sedangkan
hingga jika rumah padat penghuni kuman ini responden yang memiliki ventilasi rumah yang me-
mudah sekali menular. Jika rumah tidak padat menuhi syarat sebanyak 4 (28,6%). Rumah dengan
maka sirkulasi udara menjadi lancar sehingga luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat akan
pasien dan anggota keluarga yang lain bisa menjaga membawa pengaruh bagi penghuninya. Luas
penularan TB Paru. lubang ventilasi rumah yang <10% dari luas lantai
Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjuk- (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengaki-
kan bahwa responden yang memiliki pencahayaan batkan berkurangnya konsentrasi oksigen dan ber-
rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 11 tambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersi-
(78,6%), sedangkan responden yang memiliki pen- fat racun bagi penghuninya (Notoatmodjo, 2003).
cahayaan rumah yang memenuhi syarat sebanyak 3 Banyaknya rumah penderita TB paru tidak me-
(21,4%). Sesuai hasil observasi pada saat menuhi syarat dari segi ventilasi disebabkan karena
melakukan penelitian, banyak ditemukan rumah luas ventilasi kurang dari standar 10 % dari luas
responden dengan kondisi pencahayaan yang tidak lantai ruangan. Selain itu, sebagian besar rumah
memenuhi syarat kesehatan dipengaruhi oleh kon- penderita tidak memiliki ventilasi dan hanya
struksi rumah dalam meletakkan jendela, adanya mempunyai lubang angin saja yang keluar dari ce-
pembuatan ukuran jendela yang lebih kecil dan lah-celah dinding rumah sehingga tidak terjadi sir-
adanya jendela yang tidak pernah dibuka. Selain itu kulasi udara yang cukup didalam ruangan. Selain
masih banyak rumah responden yang belum itu, berdasarkan observasi dilapangan sebagian
mempunyai jendela, sehingga cahaya matahari rumah yang memiliki ventilasi hanya menjadikan
tidak dapat masuk ke dalam rumah penderita. Cara ventilasi rumahnya sebagai hiasan karena kadang
memeroleh pencahayaan yang baik di dalam rumah ditemukan sudah tengah hari jendela masih ter-
melalui (Depkes RI, 1999) : Pertama, memanfaat- tutup. Hal ini apabila luas ventilasi yang tidak me-
kan sinar matahari sebanyak mungkin untuk pen- menuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan
erangan dalam rumah pada siang hari melalui jen- terhalangngya proses pertukaran aliran udara dan
dela, lubang angin, pintu maupun atap rumah. pencahayaan yang masuk ke dalam rumah, aki-
Kedua, mempergunakan warna-warna muda untuk batnya bakteri-bakteri patogen yang ada di dalam
lantai, dinding maupun langit – langit rumah. Keti- rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersa-
ga, mempergunakan lampu yang cukup terang ma udara pernafasan.
sesuai dengan aktifitas pada malam hari.
Pencahayaan alami ruangan rumah adalah Kesimpulan
penerangan yang bersumber dari sinar matahari Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
(alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan mengenai “Gambaran epidemiologi infeksi opor-
untuk masuknya cahaya matahari alami, misalnya tunistik tuberkulosis pada penderita HIV/AIDS di
melalui jendela atau lubang angin. puskesmas percontohan kota makasar tahun 2015”
132 H IG IE N E V O L UM E 2, N O. 3, SEP T EM B E R—D E SE M B E R 2016

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pe-
penderita HIV dengan infeksi tuberkulosis berdasar- doman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi
HIV dan Terapi Antiretroviral. Jakarta:
kan jenis kelamin yaitu pada laki-laki sebesar 11
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
(78,6%) responden, dan perempuan yakni 3 (21,4%) dan Penyehatan Lingkungan Kementerian
responden. Sedangkan berdasarkan umur yaitu 26- Kesehatan Republik Indonesia, 2011.
45 tahun yakni 8 (57,1%) orang, dan umur 12-25 Dinas Kesehatan Kota Makassar. Profil Kesehatan
Kota Makassar Tahun 2013. Makassar: Di-
tahun dan 46-65 tahun yakni masing-masing
nas Kesehatan Kota Makassar, 2014.
sebanyak 3 (21,4%) orang. Karakteristik berdasarkan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Profil
sosial ekonomi penderita HIV dengan infeksi tuberk- Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
ulosis, berdasarkan pendidikan yaitu penderita yang 2014. Makassar: Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Selatan, 2014.
berpendidikan rendah sebanyak 8 (57,1%) orang,
Fatimah Sitti. 2008. “Faktor Kesehatan Lingkungan
dan yang berpendidikan tinggi sebanyak 6 (42,9%). Rumah Yang Berhubungan Dengan kejadian
Berdasarkan pekerjaan yaitu penderita yang bekerja TB Paru di Kabupaten Cilacap”. Tesis. Sema-
sebanyak 8 (57,1%) orang, dan yang tidak bekerja rang: Sekolah Pascasarjana Universitas
Diponegoro, 2008 (Diakses 15 Mei 2015).
sebanyak 6 (42,9%). Berdasarkan pendapatan yaitu
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Data
berpendapatan rendah sebanyak 8 (57,1%) orang, dan Informasi Tahun 2014 (Profil Kesehatan
dan berpendapatan tinggi sebanyak 6 (42,9%) Indonesia). Jakarta: Kementerian Kesehatan
orang. Karakteristik berdasarkan waktu terdiagnosis RI, 2015.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil
seluruh penderita HIV dengan infeksi tuberkulosis
Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian
dikategorikan dalam waktu lama yakni sebanyak 14 Kesehatan RI, 2012.
(100%) orang. Dan berdasarkan riwayat kontak yaitu Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyara-
penderita yang tidak memiliki riwayat kontak kat. Jakarta : Rineka Cipta
Puskesmas Makkasau. Data Angka Kasus TB/HIV
sebanyak 11 (78,6%) orang, sedangkan yang mem-
Tahun 2014-2015. Makassar: Puskesmas
iliki riwayat kontak sebanyak 3 (21,4%) orang. Karak- Makkasau; 2015.
teristik berdasarkan lingkungan rumah penderita Puskesmas Jumpandang Baru. Data Angka Kasus TB/
HIV dengan infeksi tuberkulosis yaitu kepadatan HIV Tahun 2014-2015. Makassar: Pusk-
esmas Jumpandang Baru; 2015
hunian yang tidak memenuhi syarat sebanyak 9
Puskesmas Jongaya. Data Angka Kasus TB/HIV Ta-
(35,7%) orang, sedangkan yang memenuhi syarat hun 2014-2015. Makassar: Puskesmas Jon-
sebanyak 5 (64,3%) orang. Berdasarkan pencaha- gaya;
yaan rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak Ruswanto Bambang. “Analisis Spasial Sebaran Kasus
Tuberkulosis Paru Ditinjau dari Faktor Ling-
11 (78,6%) orang, sedangkan yang memenuhi syarat
kungan Dalam dan Luar Rumah di Kabupat-
sebanyak 3 (21,4%) orang. Dan ventilasi rumah yang en Pekalongan”. Tesis. Semarang: Universi-
tidak memenuhi syarat sebanyak 10 (71,4%) orang tas Diponegoro, 2010.
memenuhi syarat sebanyak 4 (28,6%) orang. Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan,
Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, vol. 9.
Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Daftar Pustaka
Ayu Desy Permitasari. “Faktor Risiko Terjadinya
Koinfeksi Tuberkulosis pada Pasien HIV/
AIDS di Rsup Dr. Kariadi Semarang”. Skripsi.
Semarang: Sekolah Pascasarjana
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Standar
Prosedur Operasional Klinik Sanitasi Untuk
Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Kementerian Kesehatan Repub-
lik Indonesia, 2002.

You might also like