Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Journal of Nutrition College, Volume 7, Nomor 4, Tahun 2018, Halaman 195

Volume 7, Nomor 4, Tahun 2018, Halaman 195-202


Online di : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnc/

KADAR SERUM SELENIUM PADA REMAJA AKHIR USIA 17-19 TAHUN BERDASARKAN
STATUS OBESITAS DAN STUNTING

Yusuf Hidayat1, M. Sulchan1, Binar Panunggal1

1
Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
Jln. Prof. H. Soedarto, SH., Semarang, Telp (024) 76402881, Email : gizifk@undip.ac.id

ABSTRACT

Background : Obese and stunted adolescents had been found have decreased body selenium level. Impaired selenium
status can lead to oxidative stress which is main precursor of many metabolic disorders. This study was aimed to examine
the difference of selenium serum level among 17-19 years adolescents based on obesity and stunting status.
Methods : This was cross-sectional study performed with 88 adolescents aged 17-19 years which were divided into 4
groups based on obesity and stunting status. Obesity was determined by WHtR >0.5 for female and >0.51 for male.
Stunting was determined by Height-for-Age >-2 SD. ICP-OES was used to measuring selenium serum level. The
difference of selenium serum level was analized using one-way Annova.
Results : The means of serum selenium level in stunted obesity, stunted-non obesity, non stunted-obesity, and non stunted-
non obesity groups were 277,5±96,4 ng/ml, 418±93,4 ng/ml, 304±64,9 ng/ml, and 330±112,2 ng/ml, respectively. There
was significant difference on selenium serum within the groups.
Conclusions : All groups had selenium serum level above normal range. Both stunted-obesity and non stunted-obesity
group had lower selenium serum level than non stunted-non obesity group, while stunted-non obesity had higher selenium
serum level than non stunted-non obesity group.

Keywords : obesity, stunting, adolescence, selenium serum

ABSTRAK

Latar Belakang : Remaja yang obesitas dan stunting ditemukan mengalami penurunan kadar selenium di tubuh.
Penurunan kadar selenium berdampak terhadap kejadian stress oksidatif yang merupakan prekursor berbagai masalah
kesehatan. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan perbedaan kadar serum selenium pada remaja akhir usia 17-19
tahun berdasarkan status obesitas dan stunting.
Metode : Penelitian cross-sectional ini dilakukan pada 88 remaja usia 17-19 tahun yang dibagi dalam 4 kelompok
berdasarkan status obesitas dan stunting. Obesitas ditentukan dengan nilai WHtR >0.5 untuk perempuan dan >0.51
untuk laki-laki. Stunting ditentukan dengan TB/U >-2 SD. Kadar serum selenium ditentukan menggunakan ICP-OES.
Perbedaan kadar serum selenium dianalisis dengan uji Annova.
Hasil : Rerata kadar serum selenium pada kelompok stunted-obesity sebesar 277,5±96,4, stunted-non obesity 418±93,4,
non stunted-obesity 304±64,9, dan non stunted-non obesity 330±112,2. Terdapat perbedaan signifikan kadar serum
selenium pada kelompok.
Simpulan : Kadar serum selenium pada seluruh kelompok tergolong lebih tinggi dibanding nilai normal. Kelompok
stunted-obesity dan non stunted-obesity memiliki kadar serum selenium yang lebih rendah dibanding kelompok non
stunted-non obesity, sedangkan kelompok stunted-non obesity memiliki kadar selenium serum yang lebih tinggi dibanding
kelompok non stunted-non obesity.

Kata kunci : obesitas, stunting, remaja, serum selenium

PENDAHULUAN oleh adanya penumpukan lemak tubuh berlebihan.


Masa remaja merupakan masa transisi dari Remaja yang obesitas berisiko mengalami obesitas
masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dan penyakit degeneratif pada saat dewasa3.
dengan adanya pubertas berupa terjadinya perubahan Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
komposisi tubuh terutama penyebaran lemak tubuh, tahun 2013, remaja usia 16-18 tahun yang berstatus
peningkatan aktivitas hormon-hormon reproduksi gemuk berdasarkan IMT/U sebesar 7.3%. Angka ini
yang berdampak pada penurunan sensitivitas insulin, mengalami peningkatan dibanding pada tahun 2010
peningkatan lipolisis di liver, serta peningkatan dengan prevalensi sebesar 1.4%4.
jumlah asam lemak bebas dalam sirkulasi tubuh1. Masalah gizi lain yang juga terjadi di kalangan
Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan remaja remaja Indonesia adalah stunting. Prevalensi stunting
dianggap sebagai periode kritis terhadap terjadinya di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu sebesar
peningkatan berat badan berlebih dan obesitas2. 31,4% pada remaja usia 16-18 tahun4. Stunting pada
Obesitas merupakan suatu kondisi yang diakibatkan anak-anak sering dikaitkan dengan risiko terjadinya

Copyright @2018, ISSN : 2337-6236


196 Journal of Nutrition College, Volume 7, Nomor 4, Tahun 2018

obesitas di masa depan. Penderita stunting mengalami Kriteria inklusi penelitian ini adalah tidak
gangguan yang ditandai dengan oksidasi lemak yang sedang mengkonsumsi obat-obatan atau suplemen
lebih rendah jika dibandingkan dengan penderita non- yang mempengaruhi kadar selenium tubuh, tidak
stunting5. Gangguan oksidasi lemak jika diikuti merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, dan tidak
dengan asupan makanan tinggi lemak pada penderita memiliki riwayat penyakit metabolik pada subjek
stunting akan menyebabkan lemak lebih cepat maupun keluarga, dan tidak sedang melakukan
disimpan dan menyebabkan penumpukan lemak dan aktivitas fisik dengan intensitas berat. Kriteria ekslusi
melatarbelakangi terjadinya obesitas-stunting5. adalah subjek mengundurkan diri dalam penelitian,
Salah satu gangguan yang terjadi pada subjek sakit atau meninggal dunia saat penelitian
penderita stunting dan obesitas adalah stress berlangsung, dan subjek pindah atau keluar dari
oksidatif. Stress oksidatif merupakan keadaan dimana universitas. Setiap subjek terpilih diberikan informed
terdapat ketidakseimbangan antara oksidan dengan consent sebagai tanda subjek setuju ikut serta dalam
antioksidan dalam sel akibat berlebihnya jumlah penelitian, pembuatan ethical clearance disetujui
reactive oxygen species (ROS)6. Stress Oksidatif oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran
terlibat dalam proses-proses patologis seperti pada Universita Diponegoro/RSUP dr. Kariadi Semarang.
sindrom metabolik, diabetes, dan penyakit jantung7. Variabel terikat pada penelitian ini adalah
Makhluk hidup memiliki mekanisme untuk kadar serum selenium, sedangkan variabel bebas
melindungi biomolekul dari efek stress oksidatif adalah status obesitas dan stunting. Obesitas
melalui antioksidan. Terdapat dua jenis antioksidan didefinisikan jika subjek memiliki Waist-to-height
yaitu antioksidan endogen yang berupa enzim-enzim rasio (WHtR) yang dihitung melalui perbandingan
antioksidan, serta antioksidan eksogen yang berupa lingkar pinggang dengan tinggi badan sebesar ≥0,5
zat-zat gizi antioksidan. Selenium merupakan salah untuk perempuan dan ≥0,51 untuk laki-laki15.
satu zat gizi antioksidatif yang berperan dalam Stunting didefinisikan jika subjek memiliki z-score
pencegahan stress oksidatif yaitu sebagai bagian tinggi badan berdasarkan usia (TB/U) <-2SD16.
integral dari Se-dependent enzyme diantaranya Persentase kecukupan asupan zat-zat gizi (Protein,
Glutathion Peroxidase (GPx) dan Thioredoxin Se, Cu, Zn, Fe, Mn, Vitamin C, dan Vitamin E) juga
Reductase (TR)8. dianalisis sebagai faktor perancu.
Beberapa penelitian mengenai kadar selenium Pengambilan data dilakukan pada bulan
pada penderita obesitas maupun stunting sudah Agustus 2017 sampai Maret 2018 meliputi
dilakukan dimana hasil tersebut membuktikan bahwa pengukuran antropometri, pengambilan data persen
terdapat penurunan kadar selenium pada penderita kecukupan asupan zat gizi, dan pengambilan darah.
obesitas maupun stunting9–14. Akan tetapi masih Pengukuran antropometri subjek dilakukan untuk
sedikit penelitian yang membandingkan perbedaan menentukan status obesitas berdasarkan WHtR dan
kadar selenium pada remaja berdasarkan status status stunting berdasarkan z-score TB/U.
obesitas dan stunting. Kadar selenium yang rendah Pengukuran lingkar pinggang dilakukan dengan pita
dapat berdampak pada peningkatan risiko diabetes ukur dengan ketelitian 0,1 cm sedangkan tinggi badan
mellitus tipe 2 dan sindrom metabolik melalui diukur dengan menggunakan microtoise dengan
peningkatan stress oksidatif12. Oleh karena itu, ketelitian 0,1 cm. Pengukuran antropometri
penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan dilakukan sebanyak 2x untuk meminimalisir bias dan
kadar serum selenium pada kelompok remaja kemudian hasil pengukuran dirata-rata. Penentuan
berdasarkan status obesitas dan stunting yang dibagi status stunting dilakukan menggunakan software
menjadi stunted-obesity, stunted-non obesity, non WHO AnthroPlus. Pengambilan data persen
stunted-obesity, dan non stunted-non obesity. kecukupan asupan zat gizi dilakukan menggunakan
Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire
METODE dengan menanyakan riwayat asupan makanan dalam
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup jangka waktu satu bulan sebelum pengambilan data
keilmuan gizi masyarakat dengan menggunakan dan diolah menggunakan software Nutrisurvey 2007.
desain penelitian cross-sectional. Populasi dalam Data hasil asupan subjek kemudian dibandingkan
penelitian ini adalah seluruh mahasiswa baru dengan kebutuhan zat gizi sesuai dengan Angka
Universitas Diponegoro tahun ajaran 2017/2018 yang Kecukupan Gizi (AKG) 2013. Pengambilan sampel
berusia 17-19 tahun. Sampel diambil dengan cara darah dilakukan oleh petugas ahli yang berasal dari
consecutive sampling. Besar sampel dalam penelitian Laboratorium GAKI FK Undip Semarang.
ini adalah 88 sampel yang dibagi dalam 4 kelompok Pengambilan darah dilakukan dalam kondisi fasting
yaitu 22 sampel stunted-obesity, 22 sampel stunted- selama 10 jam di malam hari dan hanya
non obesity, 22 sampel non stunted-obesity, dan 22 diperbolehkan meminum air putih. Darah diambil
sampel non stunted-non obesity melalui pembuluh vena di lengan (vena mediana

Copyright @2018, ISSN : 2337-6236


Journal of Nutrition College, Volume 7, Nomor 4, Tahun 2018, Halaman 197

cubiti) pada jam 06.00 – 09.00 WIB sebanyak 5 cc. HASIL


Sampel darah yang telah terambil disimpan dalam Skrining dilakukan pada sebanyak 1848
freezer. Darah lalu disentrifugasi untuk memperoleh mahasiswa pada 8 fakultas di Universitas
serum darah kemudian diencerkan dengan air steril Diponegoro. Mahasiswa yang diikutsertakan menjadi
dengan perbandingan 1:20. Analisis kadar serum subjek merupakan mahasiswa berusia 17-19 tahun.
selenium dilakukan di Laboratorium Kimia Gambaran distribusi subjek berdasarkan status
Universitas Negeri Semarang dengan menggunakan obesitas dan stunting dapat dilihat pada Tabel 1.
Perkin-Elmer Optima 8300 Inductively coupled
plasma optical emission spectroscopy (ICP-OES) Tabel 1. Distribusi subjek berdasarkan status obesitas
dengan membaca pada panjang gelombang 196.026 dan stunting pada populasi
nm. Kadar normal serum selenium berkisar antara 70- Kelompok Jumlah Persentase
150 ng/ml. Stunted-Obesity 53 2,86%
Distribusi kenormalan data dilihat Stunted-non Obesity 201 10,87%
menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Analisis Non Stunted-Obesity 261 14,13%
univariat dilakukan untuk mendeskripsikan rerata, Non Stunted-non Obesity 1333 72,14%
median, dan standar deviasi variabel WHtR, TB/U, Total 1848 100%
kadar serum dan persen kecukupan asupan zat gizi di
tiap kelompok. Analisis perbedaan kadar serum Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase subjek
selenium antarkelompok dilakukan menggunakan Uji yang mengalami stunted-obesity dalam populasi
statistik parametrik Annova dilanjut dengan post-hoc sebanyak 2,86%. Persentase subjek yang mengalami
test Bonferroni. Hubungan antara variabel WHtR, stunted-non obesity dalam populasi sebesar 10,87%.
TB/U, dan kecukupan asupan zat gizi dengan kadar Angka tersebut lebih rendah dibanding angka
selenium dianalisis dengan uji Pearson dan kejadian stunting pada remaja usia 16-18 tahun secara
Spearman. Pengujian dilakukan pada tingkat nasional yaitu sebesar 31,4 pada tahun 2013. Akan
kepercayaan 95% dan menggunakan software tetapi persentase subjek yang mengalami non stunted-
analisis statistik. obesity pada populasi hampir dua kali lipat lebih
tinggi angka kejadian obesitas secara nasional pada
remaja usia 16-18 tahun berdasarkan IMT/U pada
tahun 2013 sebesar 7,3%4.

Tabel 2. Perbandingan nilai antropometri dan kecukupan asupan subjek


Stunted-Obesity Stunted-non Obesity Non Stunted-Obesity Non Stunted-non
(n = 22) (n = 22) (n = 22) Obesity
(n = 22)
Mean ± SD Median Mean ± SD Median Mean ± SD Median Mean ± SD Median
Antropometri
WHTR1 0,55 ± 0,04 0,54 0,44 ± 0,03 0,44 0,55 ± 0,05 0,54 0,44 ± 0,03 0,44
TB/U (SD)2 -2,32 ± 0,26 -2,26 -2,35 ± 0,25 -2,32 -0,66 ± 0,98 -0,82 -0,66 ± 0,81 -0,67
Asupan zat gizi
-
Kecukupan 71,9 ± 29,7 73 113,2 ± 35 108,2 90,8 ± 26 88,7 92,33 ± 32,1 87
Se (%)1
- Kecukupan 40,5 ± 30,9 33,6 59 ± 19,7 60,6 40,2 ± 16,8 36,4 49,5 ± 24,2 41
Protein (%)2
- Kecukupan 76,6 ± 47,4 56,2 103,7 ± 58 101,1 82,7 ± 38,4 78,6 80,7 ± 50,7 67,4
Cu (%)
- Kecukupan 22,7 ± 11,6 21,5 33,7 ± 10,2 32,9 34,6 ± 30,2 28,6 29 ± 14,3 24,5
Zn (%)2
- Kecukupan 31,7 ± 22,2 25,5 33,8 ± 16,9 32,7 41,1 ± 42,3 25,6 33,3 ± 27,6 24,9
Fe (%)
-
Kecukupan 141,3 ± 87 121,9 276 ± 278,6 231,8 146,8 ± 75 123,4 156,7 ± 85,2 129,6
Mn (%)2
-
Kecukupan 37,5 ± 24,9 41,7 57 ± 27,4 55,7 36,9 ± 40,9 25,5 41,5 ± 24,7 34,6
Vitamin C
(%)2
- Kecukupan 20,3 ± 11,2 19 24,1 ± 9,4 25 18 ± 11,5 15,3 27,9 ± 18,6 21,3
Vitamin E
(%)
1
Uji One-Way Annova menunjukkan perbedaan signifikan; 2 Uji Kruskall-Wallis menunjukkan perbedaan signifikan

Copyright @2018, ISSN : 2337-6236


198 Journal of Nutrition College, Volume 7, Nomor 4, Tahun 2018

Perbandingan nilai antropometri dan memiliki kadar serum selenium yang berada pada
persentase kecukupan asupan disajikan dalam Tabel kategori tinggi (>150 ng/ml). Rerata kadar serum
2. Rerata WHTR tertinggi terdapat pada kelompok selenium tertinggi terdapat pada kelompok stunted-
stunted-obesity dan non stunted-obesity. Sedangkan non obesity, sedangkan yang terendah adalah
rerata TB/U terendah terdapat pada kelompok kelompok stunted-obesity. Rerata kadar serum
stunted-non obesity. Perbandingan persentase selenium pada kelompok stunted-obesity dan non
kecukupan asupan zat gizi didapat hasil bahwa hanya stunted-obesity lebih rendah dibanding rerata kadar
terdapat perbedaan pada variabel persentase serum selenium pada kelompok non stunted-non
kecukupan asupan Se, protein, Zn, Mn, dan Vitamin obesity. Terdapat perbedaan signifikan pada kadar
E. Kelompok stunted-non obesity memiliki rerata serum selenium pada tiap kelompok (p=0.001)
persentase kecukupan asupan Se, protein, Cu, Mn, dimana setelah dilakukan uji lanjut (post-hoc)
dan Vitamin E yang tertinggi dibanding rerata Bonferroni, perbedaan hanya terdapat antara
kelompok lainnya. kelompok stunted-non obesity dengan kelompok
Tabel 3 menunjukkan kadar serum selenium lainnya.
pada kelompok dimana didapat semua kelompok

Table 3. Perbedaan kadar serum selenium pada kelompok


n Mean ± SD Median p
Status Obesitas dan Stunted-obesity 22 277,5 ± 96,4 275
Stunting 418 ± 93,4 412,5
Stunted-non obesity 22
0.0011
Non stunted-obesity 22 304 ± 64,9 313,5
Non stunted-non obesity 22 330 ± 112,2 346.5
1
Uji one-way Annova

Tabel 4. Hubungan kadar serum Se dengan variabel korelasi tertinggi terdapat pada hubungan antara
antropometri dan persentase kecukupan asupan persentase kecukupan vitamin C dengan kadar serum
Kadar Serum Se Se. Tidak terdapat hubungan signifikan antara
r p masing-masing variabel persentase kecukupan Cu,
WHTRa -0,270 0.005 Zn, Fe, dan Vitamin E dengan kadar serum Se.
TB/U (SD)b -0,210 0.025
Kecukupan Se (%)a 0,232 0.015 PEMBAHASAN
Kecukupan P (%)b 0,232 0.015 Berdasarkan studi ini, ditemukan bahwa
Kecukupan Cu (%) 0,168 0.059 persentase remaja yang mengalami obesitas pada
Kecukupan Zn (%) 0,154 0.076 populasi sebesar 14,13% dan remaja yang mengalami
Kecukupan Fe (%) 0,027 0.402 stunting sebesar 10,87%. Persentase remaja yang
Kecukupan Mn (%)b 0,260 0.007
Kecukupan Vit C (%)b 0,320 0.001
stunting tidak lebih tinggi daripada prevalensi
Kecukupan Vit E (%) 0,166 0.061 nasional stunting pada remaja usia 16-18 tahun.
a
Uji Pearson’s product moment; b Uji rank Spearman Remaja yang stunting berisiko mengalami gangguan
oksidasi lemak yang menyebabkan lemak lebih cepat
Tabel 4 menunjukkan hubungan antara disimpan dan berisiko menjadi obesitas5. Sementara
variabel kadar serum Se dengan variabel itu, persentase remaja yang mengalami obesitas pada
antropometri (WHTR dan TB/U), dan variabel populasi ditemukan hampir dua kali lebih tinggi
persen kecukupan asupan zat gizi sebagai perancu. dibanding prevalensi nasional. Hal ini mungkin
Hubungan yang signifikan ditunjukkan antara kadar disebabkan karena kecenderungan kurang makan
serum Se dengan WHTR (r = -0,270, p = 0.005). sayur dan buah pada penduduk Indonesia yang masih
Dengan demikian WHTR berkorelasi negatif dengan tinggi pada tahun 2013 yaitu sebesar 93,6% penduduk
kadar serum Se dengan kekuatan korelasi yang ≥10 tahun kurang makan sayur dan buah. Angka
rendah. Korelasi negatif juga ditunjukan antara kadar tersebut juga tidak mengalami perubahan dibanding
serum Se dengan TB/U dengan kekuatan korelasi pada tahun 20074. Selain itu proporsi penduduk ≥10
yang lebih rendah (r = -0,210, p = 0.025). Variabel tahun yang mengkonsumsi makanan berlemak lebih
persentase kecukupan asupan zat gizi yang dari satu kali per hari di Indonesia juga masih tinggi
berhubungan signifikan dengan kadar serum Se yaitu sebesar 40,7% pada tahun 20134. Obesitas pada
diantaranya persentase kecukupan Se, P, Mn, dan remaja dapat berdampak pada terjadinya obesitas dan
Vitamin C dengan korelasi positif dan kekuatan masalah kesehatan lain di masa dewasa.

Copyright @2018, ISSN : 2337-6236


Journal of Nutrition College, Volume 7, Nomor 4, Tahun 2018, Halaman 199

Studi ini mendapat hasil bahwa seluruh subjek dan persepsi kenyang serta mempengaruhi sekresi
memiliki kadar serum selenium yang diatas nilai hormon yang terlibat dalam pengaturan
normal. Kadar serum selenium normal yang keseimbangan energi dan metabolisme. Hormon yang
dibutuhkan tubuh adalah 70-150 ng/mL untuk fungsi disekresi diantaranya Ghrelin yang memicu aktivasi
glutathion peroksidase yang optimal17,18. Kadar neuropeptide Y (NPY) dan Agouti-related protein
serum yang tergolong tinggi pada semua subjek (AgRP) yang dapat meningkatkan nafsu makan25.
mungkin disebabkan oleh rerata persen kecukupan Asupan selenium sangat berpengaruh terhadap kadar
asupan subjek yang mencapai >90% pada semua serum selenium di dalam tubuh, sehingga semakin
kelompok kecuali kelompok stunted-obesity yang tinggi asupan selenium maka kadar serum selenium
hanya mencapai 71,9%. Hal ini disebabkan tingkat juga akan semakin tinggi. Selain itu defisiensi kadar
selenium dalam serum sangat dipengaruhi oleh mineral pada penderita stunting biasanya muncul
asupan selenium17. Kadar serum selenium juga pada usia kurang dari 5 tahun akibat peningkatan
diketahui dapat dipengaruhi oleh kondisi geografis. kebutuhan zat gizi untuk pertumbuhan dan
Hal ini disebabkan kandungan selenium dalam tanah perkembangan serta adanya infeksi, serta pada usia
berbeda-beda pada setiap daerah sehingga tersebut penderita stunting belum dapat memenuhi
konsentrasi selenium dalam darah pada penduduk di kebutuhan asupannya sendiri dibanding pada usia
seluruh dunia sangat bervariasi19,20. Sebagai contoh remaja13.
rerata kadar selenium darah pada penduduk Finlandia Kadar serum selenium pada kelompok non
sebesar 41,7 ng/mL, pada penduduk kanada 158,2 stunted-obesity dan stunted-obesity pada penelitian
ng/mL, dan pada penduduk China 0,15-0,25 ini lebih rendah dibandingkan kelompok non stunted-
mmol/L21. Studi yang dilakukan di Brazil juga non obesity. Akan tetapi, setelah dilakukan uji post
mendapatkan hasil bahwa kadar selenium darah pada hoc, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
sebagian besar subjek berada diatas nilai normal kelompok-kelompok tersebut. Hasil penelitian ini
dengan range 142.1–2029.3 ng/mL22. sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya,
Hasil pada penelitian ini menunjukan bahwa dimana pada kelompok obesitas kadar serum
kadar serum selenium pada kelompok stunted-non selenium lebih rendah secara signifikan dibanding
obesity diketahui lebih tinggi secara signifikan kelompok normal9,10,12. Status obesitas pada
dibanding pada kelompok lainnya setelah dilakukan penelitian ini ditentukan dengan Waist-to-height ratio
pengujian post-hoc. Hasil ini bertolakbelakang (WHtR). WHtR diketahui sensitif untuk mengukur
dengan temuan pada penelitian-penelitian lain. jaringan lemak visceral dan risiko kesehatan yang
Stunting merupakan masalah gizi yang disebabkan ditimbulkan obesitas15,26. Kondisi obesitas visceral
oleh beberapa faktor seperti ketidakadekuatan asupan menyebabkan inflamasi kronis di tubuh yang ditandai
gizi, infeksi, dan kurangnya interaksi dari ibu dan dengan peningkatan sitokin-sitokin inflamasi serta
anak13. Berdasarkan studi, subjek yang stunting sangat berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin
memiliki biomarker stress oksidatif seperti enzim- yang berkontribusi pada abnormalitas metabolit-
enzim antioksidan yang lebih rendah dibanding metabolit dan penyakit jantung, termasuk juga stress
kelompok kontrol13. Hal ini menyebabkan adanya oksidatif. Adanya abnormalitas metabolit-metabolit
ketidakseimbangan antioksidan-oksidan sehingga akibat disregulasi sitokin memicu aktivitas enzim-
menyebabkan stress oksidatif. Stress oksidatif enzim antioksidan seperti GPx yang membutuhkan
tersebut juga dipicu dengan kurangnya asupan seperti selenium. Disregulasi yang terjadi secara kronis
zinc dan tembaga sebagai kofaktor dari enzim menyebabkan level selenium di tubuh akan semakin
antioksidan13. Selain itu, pada penelitian lain turun27. Penurunan level selenium di tubuh
disebutkan bahwa terdapat penurunan kadar trace bersamaan dengan penurunan aktivitas enzim GPx
element dalam serum pada penderita stunting terjadi mungkin disebabkan adanya kondisi atherosklerotik
akibat adanya peningkatan level sitokin-sitokin dimana terjadi peningkatan konsumsi antioksidan
proinflamasi13. Kadar serum selenium yang tinggi oleh interaksi radikal bebas28. Sebuah studi juga
pada kelompok stunted-non obesity di penelitian ini menyebutkan bahwa akumulasi lemak dalam jaringan
mungkin disebabkan karena sebagian besar rerata visceral dapat mengganggu konsentrasi dari elemen-
asupan zat gizi yang tertinggi pada kelompok stunted- elemen essensial salah satunya selenium. Sitokin-
non obesity. Sebuah studi menjelaskan bahwa asupan sitokin inflamasi disebutkan dapat menghambat
makanan pada individu stunting lebih besar23. Hal ekspresi dari Se-transporter selenoprotein P
tersebut dapat disebabkan lemak di dalam tubuh yang (SEPP1). SEPP1 merupakan transporter utama yang
rendah menstimulasi sinyal yang merangsang berperan membawa selenium yang telah diabsrobsi
terjadinya hiperfagia24. Nukleus lateral hipotalamus dari liver kembali ke sirkulasi darah20. SEPP1
akan dirangsang untuk memfasilitasi terjadinya merupakan pusat homeostasis selenium yang
reaksi kimiawi dalam pengaturan asupan makanan mengatur retensi selenium di tubuh dan

Copyright @2018, ISSN : 2337-6236


200 Journal of Nutrition College, Volume 7, Nomor 4, Tahun 2018

mempengaruhi distribusi selenium dari liver ke inflamasi34. Kondisi inflamasi yang dimediasi oleh
jaringan. Adanya deplesi selektif dari ekspresi SEPP1 sitokin proinflamator menekan produksi hepatik
di hepatosit menyebabkan terganggunya suplai beberapa protein-protein karier, meningkatkan
selenium ke jaringan tubuh dan menyebabkan permeabilitas kapiler, dan menghambat masuknya
defisiensi selenium29. beberapa mikronutrien ke liver dan organ lain. Hal ini
Kadar serum selenium pada kelompok stunted- juga terjadi pada selenium, dimana sebagian besar
obesity berada paling rendah dibanding kelompok selenium yang beredar berbentuk SEPP1 yang juga
lain. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya termasuk protein karier dan produksinya menjadi
peningkatan inflamasi maupun penurunan kapasitas berkurang34.
antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, dan Terdapat hubungan yang signifikan antara
selenium30. Penurunan kapasitas antioksidan dapat kecukupan asupan protein dengan kadar serum
disebabkan oleh rendahnya asupan zat gizi yang selenium. Hal ini disebabkan protein dibutuhkan
terkait dimana pada kelompok stunted-obesity, untuk selenium agar dapat berfungsi. Selenium
kecukupan asupan beberapa zat gizi berada paling bergabung dengan protein untuk selanjutnya
rendah dibanding kelompok lain. Studi terdahulu diedarkan dalam sirkulasi. Selain itu, protein bersama
menunjukkan bahwa kadar pro-inflamator high dengan vitamin C dan vitamin E merupakan faktor
sensitive C-reactive protein (hsCRP) lebih tinggi yang meningkatkan absorbsi selenium di tubuh35.
pada remaja stunted obesity dibanding remaja dengan Asupan methionin mempengaruhi absorbsi selenium
status gizi normal31. Terjadinya ketidakseimbangan karena memiliki mekanisme absorbsi yang identik.
energi positif menyebabkan ukuran adiposit akan Se-Met akan digunakan untuk mengganti methionin
membesar dan mengalami hipertropi dan jika dalam sintesis protein sehingga meningkatkan Se
berlangsung lama akan terjadi peningkatan jumlah jaringan dan menurunkan penggabungan selenium
adiposit terus menerus atau hiperplasia. Hal inilah pada enzim spesifik seperti GPx36. Faktor lain yang
yang terjadi pada individu stunted-obesity. Keadaan dapat menjelaskan hubungan kecukupan protein
obesitas pada individu stunting memicu proses dengan kadar selenium adalah adanya kemiripan
diferensiasi dari sel prekursor (preadiposit) menjadi sumber dari bahan makanan dimana sumber makanan
adiposit yang matang. Jaringan adiposa mengalami tinggi selenium banyak terdapat pada makanan
inflamasi dan terdapat infiltrasi makrofag yang hewani yang mengandung protein dengan nilai
kemudian meningkatkan kondisi pro-inflamasi. bioavailabilitas yang tinggi. Vitamin C dan vitamin E
Kondisi tersebut dapat menyebabkan merupakan antioksidan yang bersama dengan
ketidakseimbangan yang kemudian meningkatkan selenium berperan dalam pencegahan stress oksidatif.
kondisi pro-inflamasi sehingga diferensiasi Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa terdapat
preadiposit gagal. Produksi sel-sel adiposa yang hubungan signifikan antara vitamin C dengan kadar
meningkat secara terus menerus diterjemahkan serum selenium, namun hubungan yang signifikan
sebagai protein atau stimulus asing oleh mekanisme tidak ditemukan antara vitamin E dengan kadar serum
imun tubuh dan dideteksi sebagai radikal bebas yang selenium. Vitamin C diketahui dapat meningkatkan
mengancam tubuh32. Hal inilah yang memicu bioavailabilitas selenium. Konsumsi vitamin C yang
terjadinya inflamasi yang dapat berpengaruh terhadap tinggi berdampak pada absorbsi fraksi selenite yang
kadar serum selenium. tinggi serta peningkatan retensi selenite. Hal ini
WHtR sebagai indikator penentuan obesitas disebabkan adanya proteksi vitamin C terhadap grup
dalam penelitian ini berkorelasi negatif dengan kadar sulphydryl yang juga terlibat dalam uptake selenite di
serum selenium. Hal ini berarti semakin besar nilai gastrointestinal36. Cu, Zn, Mn, dan Fe diketahui
WHtR, maka kadar selenium pada subjek semakin merupakan trace element yang sangat dibutuhkan
rendah. Nilai WHtR menunjukan adanya obesitas sebagai kofaktor dari enzim-enzim antioksidan.
sentral, dimana pada sebuah studi ditemukan bahwa Namun pada penelitian ini hanya kecukupan Mn yang
jaringan adiposa pada orang obesitas berkaitan ditemukan berhubungan signifikan dengan kadar
dengan peningkatan stress oksidatif dan penurunan serum selenium.
aktivitas enzim-enzim antioksidan diantaranya GPx.
Selain itu, adiposa yang berlebih menyebabkan KETERBATASAN PENELITIAN
kondisi pro-inflamasi yang mengakibatkan Keterbatasan penelitian ini adalah tidak
peningkatan kebutuhan selenium yang dapat dilakukannya pengukuran terhadap status inflamasi
berdampak pada perubahan kadar selenium jangka- dan kadar selenoprotein-P. Selain itu laboratorium
panjang33. Adanya pengurangan kadar selenium yang digunakan juga belum terakreditasi. Hal ini
akibat inflamasi disebabkan oleh SEPP1 yang disebabkan terbatasnya ketersediaan sumber daya dan
merupakan kontributor utama terhadap kadar finansial dari peneliti.
selenium diketahui berkurang pada kondisi

Copyright @2018, ISSN : 2337-6236


Journal of Nutrition College, Volume 7, Nomor 4, Tahun 2018, Halaman 201

SIMPULAN Rev Assoc Med Bras. 2017;63(1):85–91.


Rerata kadar serum selenium pada seluruh 7. Marseglia L, Manti S, D’Angelo G, Nicotera A,
kelompok berada diatas nilai normal. Kadar serum Parisi E, Di Rosa G, et al. Oxidative stress in
selenium pada kelompok stunted-obesity dan non obesity: A critical component in human diseases.
stunted-obesity lebih rendah dibanding kelompok non Int J Mol Sci. 2015;16(1):378–400.
stunted-non obesity namun tidak bermakna secara 8. Tinggi U. Selenium: Its role as antioxidant in
statistik. Sedangkan kadar serum selenium pada human health. Environ Health Prev Med.
kelompok stunted-non obesity lebih tinggi secara 2008;13(2):102–8.
signifikan dibanding pada kelompok non stunted-non 9. Błażewicz A, Klatka M, Astel A, Korona-
obesity dan mungkin disebabkan asupan selenium Glowniak I, Dolliver W, Szwerc W, et al. Serum
yang tinggi. and urinary selenium levels in obese children: A
cross-sectional study. J Trace Elem Med Biol.
SARAN 2015;29:116–22.
Diharapkan penelitian ini dilanjukan dengan 10. Azab SF, Saleh SH, Elsaeed WF, Elshafie MA,
meneliti status stress oksidatif, inflamasi, dan kadar Sherief LM, Esh AM. Serum trace elements in
selenoprotein. Remaja yang mengalami stunted- obese Egyptian children: a case–control study.
obesity dan non stunted-obesity diharapkan Ital J Pediatr. 2014;40(1):20.
meningkatkan konsumsi zat-zat gizi yang berperan 11. Ortega M, Rodriguez-Rodriguez, Aparicio,
antioksidatif sesuai kebutuhan serta menurunkan Jimenez Ortega I, Palmeros, Perea M, et al.
WHTR untuk menghindari masalah kesehatan lain. Young Children with Excess of Weight Show an
Impaired Selenium Status. Int J Vitam Nutr Res.
UCAPAN TERIMA KASIH 2012;82:121–9.
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada 12. Ghayour-mobarhan M, Taylor A, Lanham-new
subjek penelitian yaitu mahasiswa-mahasiswi S. Serum Selenium and Glutathione Peroxidase
Universitas Diponegoro tahun ajaran 2017/2018. in Patients with Obesity and Metabolic
Syndrome. Pakistan J Nutr. 2008;7(1):112–7.
DAFTAR PUSTAKA 13. Samy G, Hamed A, Kamel M, Hamdi H, Erfan
1. Gower B, Caprio S. Puberty, Insulin Resistance M, Abdallah HR. Oxidative stress status in
& Type 2 Diabetes. In: Handbook of Pediatric nutritionally stunted children. Egypt Pediatr
Obesity: Etiology, Pathophysiology, and Assoc Gaz. 2014;62(1):28–33.
Prevention. Goran M, Sothern M, editors. Boca 14. Estrella, Sempértegu, Vallejo, Herrera, Tapia,
Raton: CRC Press Taylor & Francis Publishing; Moscoso, et al. Selenium Serum Concentrations
2006. p. 175–80. in Malnourished Ecuadorian Children: A Case-
2. Alberga AS, Sigal RJ, Goldfield G, Prud Control Study. Int J Vitam Nutr Res.
Homme D, Kenny GP. Overweight and obese 2003;73:181–6.
teenagers: Why is adolescence a critical period? 15. Izze E, Ferreira L, Ana S, Priore SE. Waist
Pediatr Obes. 2012;7(4):261–73. circumference, waist/height ratio, and neck
3. Daniels SR, Arnett DK, Eckel RH, Gidding SS, circumference as parameters of central obesity
Hayman LL, Kumanyika S, et al. Overweight in assessment in children. Rev Paul Pediatr.
children and adolescents: Pathophysiology, 2014;32(3):273–81.
consequences, prevention, and treatment. 16. Kementerian Kesehatan Indonesia. Standar
Circulation. 2005;111(15):1999–2012. Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. 2010
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 17. Thomson CD. Assessment of requirements for
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. selenium and adequacy of selenium status: A
Lap Nas 2013. 2013;1–384. review. Eur J Clin Nutr. 2004;58(3):391–402.
5. Hoffman DJ, Sawaya AL, Verreschi I, Tucker 18. Rükgauer M, Klein J, Kruse-Jarres J. Reference
KL, Roberts SB. Why are nutritionally stunted values for the trace elements copper, manganese,
children at increased risk of obesity ? Studies of selenium, and zinc in the serum/plasma of
metabolic rate and fat oxidation in shantytown children, adolescents, and adults. J Trace Elem
children from São Paulo, Brazil. Am J Clin Nutr. Med Biol. 1997;11(2):92–8.
2000;72:702–7. 19. Mehdi Y, Hornick JL, Istasse L, Dufrasne I.
6. Valentini Francisqueti F, Camargo Talon Selenium in the environment, metabolism and
Chiaverini L, Carolo dos Santos K, Otavio involvement in body functions. Molecules.
Minatel I, Berchieri Ronchi C, Junio Togneri 2013;18(3):3292–311.
Ferron A, et al. The role of oxidative stress on 20. Combs GF. Biomarkers of selenium status.
The pathophysiology of metabolic syndrome. Nutrients. 2015;7(4):2209–36.

Copyright @2018, ISSN : 2337-6236


202 Journal of Nutrition College, Volume 7, Nomor 4, Tahun 2018

21. Erdenetsogt E, Tarmaeba E, Bolormaa N, 29. Mao J, Teng W. The relationship between
Tserenlham B, Jargal E, Batjargal J, et al. The selenoprotein P and glucose metabolism in
Human Selenium Status in Mongolia. Trace experimental studies. Nutrients.
Elem Med. 2015;16(1):11–4. 2013;5(6):1937–48.
22. Lemire M, Mergler D, Fillion M, Passos CJS, 30. Amirkhanlou S, Emadi H, Eshghinia S.
Guimarães JRD, Davidson R, et al. Elevated Evaluation of Plasma Selenium Level and its
blood selenium levels in the Brazilian Amazon. Association with Malnutrition in Hemodialysis
Sci Total Environ. 2006;366(1):101–11. Patients in Golestan Province , Iran. J Clin Basic
23. Kain J, Uauy R, Lera L, Taibo M, Albala C. Res. 2017;1(1):17–21.
Trends in height and BMI of 6-year-old children 31. Moulia M, Sulchan M, Nisa C. Kadar Pro-
during the nutrition transition in Chile. Obes inflamator High Sensitive C- Reactive Protein
Res. 2005;13(12):2178–86. (hsCRP) pada Remaja Stunted Obese di SMA
24. Sawaya AL, Roberts S. Stunting and future risk Kota Semarang. J Nutr Coll. 2013;2(2):44–9.
of obesity: principal physiological mechanisms. 32. Ceperuelo-Mallafré V, Ejarque M, Serena C,
Cad Saude Publica. 2003;19(suppl 1):S21–8. Duran X, Montori-Grau M, Rodríguez MA, et al.
25. Muhammad HFL. Obesity as the Sequel of Adipose tissue glycogen accumulation is
Childhood Stunting: Ghrelin and GHSR Gene associated with obesity-linked inflammation in
Polymorphism Explained. Acta Med Indones. humans. Mol Metab. 2016;5(1):5–18.
2018;50(2):159–64. 33. Bleys J, Navas-Acien A, Stranges S, Menke A,
26. Ahmad N, Adam SIM, Nawi AM, Hassan MR, Miller E, Guallar E. Serum selenium and serum
Ghazi HF. Abdominal obesity indicators: Waist lipids in US adults. Am J Clin Nutr.
circumference or waist‑to‑hip ratio in 2009;250(4):634–41.
Malaysian adults population. Int J Prev Med. 34. Duncan A, Talwar D, McMillan DC,
2016;2016(June). Stefanowicz F, O’Reilly DSJ. Quantitative data
27. Kim HN, Song SW. Concentrations of on the magnitude of the systemic inflammatory
chromium, selenium, and copper in the hair of response and its effect on micronutrient status
viscerally obese adults are associated with based on plasma measurements. Am J Clin Nutr.
insulin resistance. Biol Trace Elem Res. 2012;95(1):64–71.
2014;158(2):152–7. 35. Surai PF. Selenium in Nutrition and Health. 1st
28. Tajaddini MH, Keikha M, Razzazzadeh A, ed. Surai PF, editor. Vol. 8. Nottingham:
Kelishadi R. A systematic review on the Nottingham University Press; 2007. 985-994 p.
association of serum selenium and metabolic 36. Fairweather-Tait S, Hurrell RF. Bioavailability
syndrome. J Res Med Sci. 2015;20(8):782–9. of Minerals and Trace Elements. Nutr Res Rev.
1996;9(1):295.

Copyright @2018, ISSN : 2337-6236

You might also like