Professional Documents
Culture Documents
Coating
Coating
Coating
(Skripsi)
Oleh
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
By
seaweed can be used as raw material for producing edible coating. In order to
as chitosan can be incorporated. The objectives of this research was to find out
temperature. Randomized Complete Block Design (RCBD) with two factors and
three replications was implemented in this research. The first factor was
(1%), K3 (2%) and K4 (3%). The second factor was chitosan (C) concentrations,
which consisted of 4 levels, namely C1 (0%), C2 (1%), C3 (2%) and C4 (3%) (b
/v). The macharel fish meatball produced with the treatments was stored at room
appearance) of the meat ball was observed. Results of this study showed that the
fish meatball sensory decreased during storage. The best treatment of this
maintain the sensory properties of the fish meatballs in accordance with (SNI
Oleh
Karagenan merupakan salah bahan pertanian yang berasal dari ekstrak rumput laut
yang berpotensi sebagai bahan pembuatan edible coating yang akan diaplikasikan
pada bakso ikan, karagenan memiliki sifat yang kaku, elastis, dapat dimakan dan
dapat diperbaharui, selain dari karagenan yang digunakan sebagai edible coating,
ditambahkan pula kitosan sebagai zat mikroba, sehingga larutan edible coating
terbaik sebagai edible coating terhadap masa simpan pada suhu kamar dan sifat
Acak Kelompok Lengkap (RAKL) secara faktorial dengan dua faktor dengan tiga
kali ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi karagenan (K), yang terdiri dari 4
taraf, yaitu K1 (0%), K2 (1%), K3 (2%) dan K4 (3%). Faktor kedua yaitu
konsentrasi kitosan (C), yang terdiri dari 4 taraf yaitu C1 (0%), C2 (1%), C3 (2%)
Ortogonal pada taraf nyata 5%. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini
yaitu uji sensori pada bakso ikan (aroma, tekstur, dan penampakan) selama hari ke
0,1,2 dan 3. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan Uji sensori
mempertahankan sifat sensori bakso ikan sesuai dengan (SNI 2346:2011) selama
Oleh
Skripsi
Pada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Lampung 13 Maret 1996, sebagai putra kedua dari pasangan Bapak Sutikno dan
Ibu Siti Zulaikah. Penulis mulai pendidikan di Sekolah Dasar Al- Kautsar 2002-
2008; Sekolah Menengah Pertama IT Ar- Raihan pada tahun 2008-2011; Sekolah
Menengah Atas YP Unila pada tahun 2011-2014. Pada tahun 2014 penulis
Negeri (SBMPTN).
Pada tahun 2017 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. TIRTA
Produksi Produk Roti Buaya Prima DI PT. TIRTA RATNA UNIT MERDEKA
anggota kepengurusan bidang dana dan usaha pada periode 2015/2016 dan
2017/2018.
SANWACANA
SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian dan Ibu Ir. Susilawati, M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku pembimbing akademik dan sekaligus ketua
3. Ibu Ir. Zulferiyenni, M.T.A., selaku anggota komisi pembimbing atas segala
penulis.
4. Ibu .Dr. Dewi Sartika,S.T.P., M.Si., selaku penguji utama yang telah banyak
5. Seluruh bapak dan Ibu dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian yang telah
6. Bapak, ibu, mbak, adik, dan keluarga tersayang terima kasih atas semangat,
pengertian, dan bantuan baik materi maupun non materi yang tak mungkin
dapat terbalaskan.
Tiada kata ungkapan yang lebih berharga yang dapat penulis sampaikan kecuali
doa dan ucapan terimakasih kepada semua pihak atas segala bantuan, kerja sama
dan dukungannya. Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan
mereka semua, dan penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi yang
bermanfaat.
Halaman
I. PENDAHULUAN ...........................................................................................1
LAMPIRAN.......................................................................................................60
ii
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
14. Pengaruh interaksi konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap tekstur bakso
ikan selama penyimpanan .............................................................................. 48
I. PENDAHULUAN
Bakso ikan merupakan salah satu produk makanan yang sangat digemari
masyarakat Indonesia. Bakso memiliki rasa yang enak, harga yang ekonomis dan
dapat dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat. Ditinjau dari segi gizinya,
bakso ikan lebih baik dibandingkan bakso daging (Widyaningsih dan Murtini,
2006). Daging ikan yang sering digunakan untuk dijadikan bakso ikan adalah
warna bakso ikan yang akan dihasilkan lebih cerah dibandingkan dengan
Bakso ikan memiliki kelemahan yaitu masa simpannya yang singkat karena bakso
ikan mudah terkontaminasi oleh mikrobia saat proses penyimpanan. Bakso ikan
tanpa bahan pengawet hanya memiliki masa simpan maksimal satu hari pada suhu
kamar (Mahbub dkk., 2012). Menurut Damiyati (2007) bakso ikan mudah
mengalami kerusakan karena memiliki kandungan protein dan kadar air yang
tinggi serta memiliki pH yang netral. Upaya untuk memperpanjang masa simpan
bakso ikan telah banyak dilakukan dengan berbagai cara, akan tetapi dapat
formalin pada bakso yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan dan
menimbulkan efek negatif bagi kesehatan seperti sesak nafas, sakit tenggorokan,
dan memicu terhadap sel kanker karena adanya senyawa karsinogenik. Cara untuk
memperpanjang masa simpan bakso ikan yang aman dan tidak membahayakan
Edible coating didefinisikan sebagai bahan atau material yang dapat di makan
yang digunakan sebagai lapisan tipis di atas permukaan bahan atau produk pangan
yaitu dapat mengoptimalkan kualitas luar produk yang melindungi produk dari
kontaminasi mikroba, mencegah adanya air, oksigen dan perpindahan larutan dari
makanan yang dapat membuat produk menjadi cepat rusak (Handoko dkk , 2005).
(protein, polisakarida, alginat, pektin), lipida (dibentuk oleh asam lemak dan asil
gliderol) dan komposit (yang terbuat dengan cara menggabungkan zat dari
Bahan baku yang potensial yang dapat dijadikan edible coating ialah karagenan.
ekstraksi rumput laut. Karagenan adalah hidrokoloid yang potensial yang dapat
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan edible coating, karena sifatnya yang
kaku, elastis, dapat dimakan dan dapat diperbaharui. Selain dari karagenan yang
digunakan sebagai edible coating, sebaiknya juga ditambahkan kitosan sebagai zat
antimikroba, alasannya ialah jika hanya dilapisi coating saja dirasa kurang
3
maksimal sehingga perlu di tambahkan juga zat antimikroba pada larutan edible
coating, sehingga larutan edible coating yang dihasilkan tidak hanya berfungsi
Kitosan merupakan antimikroba yang berasal dari limbah kulit hewan subfilum
crustacean seperti udang. Kitosan mampu berikatan dengan protein membran sel,
yaitu glutamat. Selain berikatan dengan protein membran, kitosan juga mampu
permeabilitas inner membran (IM) meningkat (Sitorus et al., 2014). Kitosan dapat
diaplikasikan sebagai bahan pengemas aktif melalui edible coating. Oleh karena
itu, untuk mengatasi bakso ikan yang bersifat mudah rusak dan memiliki masa
simpan yang pendek, perlu diteliti konsentrasi terbaik karagenan dan kitosan
coating terhadap masa simpan pada suhu kamar dan sifat organoleptik bakso ikan
tenggiri.
4
Bakso ikan merupakan produk makanan yang memiliki kadungan nutrisi dan air
yang tergolong tinggi sehingga memiliki masa simpan maksimal hanya satu hari
pada suhu kamar (Cahyono, 2013). Hal ini disebabkan karena bakso ikan sangat
mikroba (Hidayah, 2015). Bahan pengawet yang aman untuk produk makanan
ialah bahan pengawet yang berasal dari bahan alami. Salah satu bahan pengawet
alami yang dapat digunakan untuk memperpanjang masa simpan bakso ikan
hasil ekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar karagenan mengandung natrium,
magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa
atas kappa (k) karagenan, lambda (ƛ) karagenan dan, iota (ȋ) karagenan.
yang berbentuk suspensi (dispersi padatan dalam cairan), emulsi (dispersi gas
dalam cairan). Selain itu dapat digunakan sebagai bahan penstabil karena
dan bersifat hidrofilik yang dapat mengikat air atau gugus hidroksil lainnya
(Suryaningrum, 2002).
Karagenan dapat digunakan sebagai bahan pengawet yaitu dengan cara dibuat
menjadi larutan edible coating. Hal tersebut dilakukan untuk mengoptimasi masa
yang terpenting dan berpengaruh. Karagenan sebagai edible coating telah terbukti
merupakan hasil terbaik dilihat dari nilai organoleptik dengan nilai rata-rata
kenampakan daging/warna (6,48), bau (7,36), tekstur (6,56), nilai TVB (32
mgN/100g) dan untuk nilai pH (7,05) menurut standar nasional indonesia (SNI)
tambahankan juga zat antimikroba agar edible coating yang dihasilkan tidak
hanya dapat menahan oksigen, air, oksidasi tapi juga dapat mencegah kontaminasi
dari mikroba dan mencegah pertumbuhan mikroba. Salah satu bahan antimikroba
antimikroba yang berasal dari limbah kulit hewan subfilum crustacean seperti
antimikroba yaitu mampu berikatan dengan membran sel glutamat dan fosfatidil
sel (Sitorus et al., 2014). Teknik penggunaan kitosan sebagai bahan pengawet
penguapan air, serta mencegah masuk dan tumbuhnya mikroba di dalam produk.
yang digunakan sebagai pengawet bakso ikan bandeng adalah 1%, namun untuk
hingga hari ke 3 dengan total mikroba 1,1 x 102 koloni/g. Menurut hasil penelitian
Wulandari et al. (2015), pengujian TPC bakteri bakso ikan tuna tanpa coating
kitosan hanya bertahan 1 hari dengan total bakteri log 5,267 cfu/gr, sedangkan
bakso ikan tuna coating kitosan mampu bertahan sampai 2 hari memiliki total
bakteri log 5,0837 cfu/gr. Akan tetapi belum diketahui penambahan konsentrasi
kitosan yang optimal pada larutan edible coating karagenan, sehingga perlu
dan kitosan sebagai edible coating yang mampu memperpanjang masa simpan
bakso ikan pada suhu kamar. Berdasarkan beberapa referensi atau penelitian
pada edible coating yaitu 0, 1, 2 dan 3% (b/v), yang disimpan selama 0, 1, 2 dan 3
hari.
1.4. Hipotesis
terhadap masa simpan pada suhu kamar dan sifat organoleptik bakso ikan tenggiri.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Tenggiri termasuk ikan pelagis yang hidup di permukaan laut atau didekatnya.
Salah satu dari sifat ikan pelagis besar ini adalah suka bergerombol, sehingga
penyebarannya pada suatu perairan tidak merata (Martosubroto et al. 1991 diacu
(Saanin 1984) :
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Percomorphi
Famili : Scombridae
Genus : Scomberomorus
Daging ikan tenggiri mengandung protein berkualitas tinggi dan vitamin yang
sangat berguna untuk pertumbuhan dan ketahanan tubuh. Daging ikan tenggiri
sebagai sumber protein ( Anonim 2011). Kandungan nilai gizi ikan tenggiri
Air 60-80
Protein 18-22
Lemak 0,2-5
Karbohidrat <5
Abu 1-3
Bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau
lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan dan pati atau serealia dengan atau
10
Dalam pemembuat bakso ikan, daging ikan yang baik untuk digunakan adalah
daging ikan yang segar, karena belum mengalami fase rigor morti,. sehingga
daging memiliki daya ikat air yang tinggi, dalam arti kemampuan protein daging
kekenyalan tinggi (Prastuti, 2010). Secara teknis pengolahan bakso ikan cukup
mudah dan bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat
dijadikan sebagai sarana yang tepat, karena produk ini bernilai gizi tinggi dan
Bakso ikan yang aman untuk dikonsumsi harus sesuai dengan syarat mutu. Syarat
mutu dan keamanan untuk bakso ikan berdasarkan SNI 7266:2014 terdiri dari
berbagai kriteria uji, yaitu sensori, kimia (kadar air, kadar abu, protein dan
cemaran logam (Kadmium, Merkuri, Timbal, Arsen dan Timah), cemaran fisik
(Filth). Syarat Mutu bakso ikan sesuai SNI 7266:2014 secara detail dapat dilihat
pada Tabel 2.
11
2.3 Karagenan
Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang utama terdiri dari galaktosa dan
magnesium, dan kalium yang dapat diekstrak dari rumput laut kelas rodhophyceae
galaktan yang memiliki karakteristik unik dan memiliki daya ikat air yang cukup
tinggi. Peranan karagenan tidak kalah penting bila dibandingkan dengan agar-agar
12
selain itu juga dimanfaatkan pada industri kosmetik, tekstil, obat-obatan dan cat.
Karagenan terdiri dari dua fraksi yaitu kappa karagenan dan iota karagenan.
Kappa karagenan terdapat pada Kappaphycus alvarezii yang larut dalam air panas,
sedangkan iota karagenan berasal dari jenis Eucheuma spinosum larut dalam air
agar, dan alginate, larutan alkali yang digunakan sebagai medium pemasakan
jaringan sel-sel rumput laut yang mempermudah keluarnya karagenan, agar, atau
alginate dari dalam jaringan. Kedua, apabila alkali digunakan pada konsentrasi
meningkatkan kekuatan gel karagenan yang dihasilkan. Selain itu, senyawa alkali
Bahan baku pembuatan karagenan yaitu rumput laut kering jenis Kappaphycus
alvarezii yang telah direndam ± 24 jam lalu dicuci hingga bersih dan dikecilkan
ukurannya. Rumput laut yang telah dikecilkan kemudian diblender hingga halus.
Kemudian rumput laut yang telah halus ditambahkan dengan NaOH 0,3 M dengan
rasio padatan dan pelarut 1:30. Pengekstraksi dilakukan selama 2 jam pada suhu
kali jumlah filtratnya dan didiamkan ±24 jam. Pemisahan endapan dikeringkan
2006).
Ekstraksi karagenan dilakukan pada suhu 85˚C. Suhu ekstraksi yang semakin
besar akan menghasilkan rendemen karagenan yang semakin besar, tetapi apabila
suhu lebih dari 85ºC maka rendemen karagenan akan mengalami penurunan.
Demikian pula dengan waktu ekstraksi, semakin lama waktu ekstraksi, rendemen
14
karagenan akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin lama rumput
semakin banyak karagenan yang terlepas dari dinding sel dan menyebabkan
karagenan semakin tinggi. Waktu ekstraksi yang terlalu lama juga dapat
2013)
(dyne/cm²)
Sifat fisik karagenan yang dianalisis adalah kekuatan gel dan viskositas. Kekuatan
gel merupakan sifat fisik yang utama, karena kekuatan gel menunjukkan
spinosum tidak memiliki kekuatan gel yang tinggi dibandingkan dengan kekuatan
pembentukan gel dan titik leleh, viskositas yang tinggi menghasilkan laju
pelelehan dan pembentukan gel yang lebih tinggi dibandingkan dengan viskositas
ekstraksi maka semakin tinggi kadar air yang dihasilkan. Hal ini disebabkan
karena sifat karagenan yang mengikat air. Dalam hal ini semakin lama ekstraksi
berlangsung semakin banyak air yang terikat pada karagenan. Viskositas dan
kekuatan gel karagenan merupakan sifat utama yang diperlukan untuk diterapkan
satu sifat fisik karagenan yang cukup penting. Pengujian viskositas dilakukan
dan suhu tertentu. Viskositas karagenan biasanya diukur pada suhu 75oC dengan
untuk dianalisis sifat kimia karagenan yakni, kadar protein, kadar air, kadar abu,
kadar karbohidrat, kadar lemak dengan lima kali pengulangan. Standar mutu
Kadar Lemak
1,78 - - -
(%)
2.4. Kitosan
kitosan memiliki derajat reaksi kimia yang tinggi. Kitosan akan bermuatan positif
dalam larutan karena adanya gugus amina, tidak seperti polisakarida lainnya yang
pada umumnya bermuatan negatif atau netral. Kitosan merupakan senyawa kimia
yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu senyawa organik yang melimpah di
alam ini setelah selulosa. Kitin ini umumnya diperoleh dari kerangka hewan atau
limbah invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp,
Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur. Kitosan juga
banyak ditemukan pada bagian insang ikan, trachea, dinding usus dan pada kulit
sp, seperti udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya,
terutama asal laut (Leceta dan Guerrero, 2012). Secara fisik kitosan, tidak berbau,
berupa padatan amorf berwarna putih kekuningan. Sifat fisik yang khas dari
kitosan yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan
Larutan kitosan yang dicampur dengan asam asetat bersifat bakteriostatik yang
keluarnya cairan sel bakteri yang nantinya menyebabkan kematian sel (Sitorus et
al., 2014). Kemampuan daya hambat kitosan tergantung dari derajat deasetilasi,
konsentrasi kitosan, dan jenis bakteri yang dihambat (Hafdani dan Sadeghinia,
adanya proses deasetilasi yang baik. Semakin banyak gugus asetil yang hilang
maka akan semakin kuat juga ikatan gugus aminonya. Gugus amino (NH ) dalam
2
keadaan asam akan bersifat kationik di struktur linier. Gugus NH yang bersifat
2
Kitosan memiliki sifat reaktivitas kimia tinggi didukung oleh adanya gugus polar
molekul yang bermuatan parsial negatif seperti minyak, lemak dan protein.
Sehingga kitosan dapat digunakan sebagai bahan pengental atau pembentuk gel
yang sangat baik, sebagai pengikat, penstabil dan pembentuk tekstur (Nurhayati,
18
2011). Kitosan adalah salah satu polimer yang bersifat non-toxic, biocompatible,
untuk membentuk film, gel dan fiber karena berat molekulnya yang tinggi dan
tekstil, bidang obat - obatan serta bidang kecantikan (Susilowati dan Reskiati,
2014).
antijamur, serat bahan pangan, penstabil, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat
sayuran dan penjernih sari buah. Fungsinya sebagai antimikroba dan antijamur
penghambatan 3,23 untuk Staphylococcus aureus (gram positif) dan 2,23 untuk
Escherichia coli (gram negatif). Kitosan dapat diaplikasikan pada bahan makanan
Edible coating merupakan kategori bahan kemasan yang unik yang berbeda
didefinisikan sebagai bahan lapisan tipis yang diaplikasikan pada suatu produk
yang berperan untuk memperoleh produk dengan masa simpan lebih lama
Edible coating banyak digunakan untuk pelapis produk daging beku, makanan
produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan obat-obatan terutama untuk pelapis
kapsul (Krochta dkk., 1994). Menurut Handoko dkk., (2005) manfaat dari
melindungi produk dari pengaruh mikroba, mencegah adanya air, oksigen dan
perpindahan larutan dari makanan yang dapat membuat produk menjadi cepat
rusak dan berjamur. Selain itu menurut Krochta dkk., (1994), edible coating
juga dapat sebagai pembawa aditif dan dapat meningkatkan penanganan suatu
makanan.
gliserol yang sering digunakan agar produk yang dihasilkan memiliki daya
kerja yang baik. Hal ini karena kemampuannya yang dapat mengurangi ikatan
mekanik film. Gliserol bersifat humektan, dimana bagian dari aksi plasticizing
berasal dari kemampuannya untuk menahan air pada edible coating tersebut
Edible coating dapat digunakan di atas atau di antara produk dengan mencelup,
coating pada bahan pangan pada satu sisinya, sehingga hasilnya lebih seragam
dengan cara menuang larutan edible coating ke bahan yang akan dilapis (Julianti
dan Nurminah, 2006). Edible coating dapat diapikasikan sebagai kemasan primer,
Komponen edible coating terdiri dari tiga kategori yaitu hidrokoloid, lipid dan
karboksil metil selulosa, hidroksi propil metil selulosa), pektin ekstrak gangang
laut (alginat, karagenan, agar), gum (gum arab, gum karaya), tepung (starch) dan
kolagen, gelatin, kasein, protein susu, albumin telur dan protein ikan. Sedangkan
lipid yang umum digunakan dalam pembuatan edible coating adalah lilin alami
21
(beeswax, carnauba wax, parrafin wax), asil gliserol, asam lemak (asam oleat dan
Untuk meningkatkan karakteristik fisik maupun fungsional dari film pati, perlu
dilakukan penambahan biopolimer atau bahan lain, seperti bahan yang bersifat
coating atau film antara lain seperti minyak atsiri, rempah-rempah dalam
bentuk bubuk atau oleoresin, kitosan, dan bakteriosin seperti nisin (Campos
dkk., 2011 dalam Winarti dkk., 2012). Metode yang sering digunakan adalah
meningkatkan daya simpan, ialah sifat penghalang yang berasal dari lapisan
Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2018 sampai dengan Mei
2018.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tepung karagenan yang
diperoleh dari Jhony Kemika Nusantara Bandung, tepung kitosan yang diperoleh
Lampung, daging ikan tenggiri yang diperoleh dari pasar Gudang lelang Teluk
Betung Lampung , aquades, asam asetat 1%, yang diperoleh dari Laboratorium
Alat-alat yang digunakan antara lain, timbangan digital, kain saring, , gelas ukur,
petri, pipet tetes, spatula, inkubator, alumunium foil, mikropipet, pipet tip, tabung
reaksi, rak tabung reaksi, colony counter dan cawan porselin, blender, pengaduk
magnetik
secara faktorial dengan dua faktor dengan tiga kali ulangan. Faktor pertama
adalah konsentrasi karagenan (K), yang terdiri dari 4 taraf, yaitu K1 (0%), K2
(1%), K3 (2%) dan K4 (3%). Faktor kedua yaitu konsentrasi kitosan (C), yang
terdiri dari 4 taraf yaitu C1 (0%), C2 (1%), C3 (2%) dan C4 (3%) (b/v).
C
C1 C2 C3 C4
K
Keterangan :
K= Konsentrasi Karagenan
C= Konsentrasi Kitosan
25
Bakso ikan tenggiri yang dihasilkan diamati lama simpannya pada suhu kamar
selama 0, 1, 2 dan 3 hari. Data yang diperoleh diuji kesamaan ragamnya dengan
dengan uji Barlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey untuk
Pembuatan bakso ikan dilakukan menurut Metode Syah (2016) yang dimodifikasi.
Pembuatan bakso diawali dengan proses pembuatan daging lumat. Pertama ikan
tenggiri segar difillet (skinless), dipisahkan daging dari tulang dan kulitnya secara
Proses pembuatan bakso ikan adalah sebagai berikut: daging lumat ikan tenggiri
100gr ditambahkan tepung tapioka 30gr, ½ putih telur, 1 bawang putih yang
sudah dihaluskan, dan ¼ sendok gula pasir ke dalam adonan kemudian adonan
direbus dalam panci yang berisi air mendidih hingga bakso mengapung. Setelah
bakso mengapung atau bakso telah masak, lalu bakso ditiriskan hingga dingin.
26
Bakso ikan tenggiri selanjutnya siap untuk dilapisi edible coating. Diagram alir
Pengecilan ukuran
Air Es 15
mL, garam
1/2 sdt. Pelumatan
Tapioka 30gr
, 1/2 putih telur, Pengadonan
1 siung bawang
putih , gula 1/4 sdt.
Pencetakkan
Bakso ikan
tenggiri
Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan bakso ikan tenggiri (Syah, 2016).
27
Pembuatan larutan edible coating karagenan dari rumput laut E cottoni dilakukan
Setelah larut, karagenan sesuai perlakuan ditambahkan dan diaduk hingga suhu
Selanjutnya suhu diturunkan menjadi 50oC dan campuran terus diaduk selama 15
hingga volume total larutan menjadi 300ml. Setelah itu dilakukan penyaringan
untuk menghilangkan kotoran yang ada dalam larutan. Larutan hasil penyaringan
Aplikasi edible coating pada bakso ikan dilakukan menurut Metode Waryani
(2014) yang dimodifikasi. Bakso ikan dicelupkan ke dalam larutan edible coating
karagenan dan kitosan selama 60 detik pada suhu 40 °C, kemudian ditiriskan dan
dalam plastik cliplock yang telah diberi lubang pada suhu ruang (25°-30°C) dan
Uji sensori dilakukan terhadap sampel bakso ikan tenggiri yang telah diberikan
edible coating sesuai perlakuan. Sampel penelitian yang disajikan kepada panelis
adalah bakso ikan tenggiri yang telah ditambahkan dan dilapisi atau edible coating
penyimpanan, dilakukan uji sensori aroma, tekstur, dan penampakan. Uji sensori
ini dilakukan oleh panel semi terlatih dengan skor penilaian 1-9 (SNI 2346:2011).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
untuk pembuatan edible coating pada bakso ikan tenggiri. Perlakuan larutan edible
(SNI 2346:2011) hingga 1,29 hari atau 31 jam dengan skor aroma yaitu 7 (Khas
ikan berkurang), sedangkan untuk tekstur >7 (padat, agak kenyal) dan untuk
5.2 Saran
waktu pengamatannya menjadi per jam bukan per hari agar pengamatannya lebih
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 2014. Syarat Mutu dan Keamanan Bakso Ikan (SNI
7266:2014).http://sisni.bsn.go.id/index.php/snimain/sni/detail.sni. Diakses
pada 12 November 2016.
Cahyono, A. 2013. Kadar Protein dan Uji Organoleptik Bakso Berbahan Dasar
Komposisi Daging Sapi dan Jamur Merang (Volvariella Volvaceae) yang
Berbeda. (Skripsi). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Muhammadiyah. Surakarta. 2 hlm.
Campos, C.A., L.N. Greshcenson, and S.K. Flores. 2011. Development of edible
films and coatings with antimicrobial activity. Food Bioprocess Technol.
4: 849–875.
Chillo, S., S. Flores, M. Mastromatteo, A. Conte, Lý´a Gerschenson, and M.A. del
Nobile. 2008. Influence of glycerol and chitosan on tapioca starch-based
edible film properties. J. Food Engin. 88: 159–168.
Damayanti. W, Emma Rochima, Zahidah Hasan. 2016. Aplikasi Kitosan sebagai
Antibakteri Pada Filet Patin selama Penyimpanan Suhu Rendah. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 19(3): 321-328.
Handoko, Dody D., Besman Napitupulu., dan Hasil Sembiring. 2005. Penanganan
Pascapanen Buah Jeruk. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif
Pascapanen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian.
Harianingsih. 2010. Pemanfaatan Limbah Cangkang Kepiting Menjadi Kitosan
Sebagai Bahan Pelapis (Coater) pada Buah Stroberi. (Tesis). Universitas
Diponegoro. Semarang. 92 hlm.
Martosubroto, P., Nurzali Naamin dan Ben B. Abdul Malik. 1991. Potensi Dan
Penyebaran Sumber Daya Ikan Laut Di Perairan Indonesia. Ditjenkan
Puslitbangkan Oseanologi.
Nurhayati, N. D. dan Utami, B. 2011. Sintesis dan karakterisasi membran kitosan
untuk aplikasi sensor deteksi logam berat, Molekul, 6(2): 123-136.
Prastuti, N.T. 2010. Pengaruh Substitusi Daging Sapi dengan Kulit Cakar Ayam
terhadap Daya Ikat Air (Dia), Rendemen dan Kadar Abu Bakso. (Skripsi).
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. 57-71 hlm.
Slamet, N.A. 2014. Pengaruh Edible Coating Dari Karagenan Terhadap Mutu
Ikan Kembung Perempuan (Rastrelliger brachysoma) Segar Selama
Penyimpanan Suhu Dingin. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
Syah, I. 2016. Kajian Daging Sapi Subtitusi dan Xanthan Gum Berbeda pada
Pembuatan Bakso. (Skripsi). Fakultas Peternakan Universitas Nusantara
Persatuan Guru Republik Indonesia. Kediri. 163 hlm.
Wardaniati, R.A dan Setyaningsih, S. 2015. Pembuatan Kitosan dari Kulit Udang
dan Aplikasinya untuk Pengawetan Bakso. (Skripsi).
http://eprints.undip.ac.id. Universitas Diponegoro. Semarang.142-147 hlm.
Warsiki, E., Sunarti, T.C., dan Nurmala, L. 2013. Kemasan Antimikroba untuk
Memperpanjang Umur Simpan Bakso Ikan; Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia (JIPI), Desember 2013 Vol. 18 (2): 125-131.
Waryani SW, Rika S, Farida H. 2014. Pemanfaatan Kitosan dari Cangkang
Bekicot (Achatina fulica) sebagai Pengawet Ikan Kembung (Rastrelliger
sp.) dan Ikan Lele (Clarias batrachus). Jurnal Teknik Kimia USU 3(4)::
51-57.
Widyaningsih. T. D. dan Murtini, E.S. 2006. Pengolahan Pangan Masa Kini.
http://www.e-dukasi.net/trubus Agrisarana. [16 Februari 2008].
Winarti, C., Miskiyah, dan Widaningrum. 2012. Teknologi produksi dan aplikasi
pengemas edible antimikroba berbasis pati. Jurnal Litbang Pertanian. 31
(3) : 85-93.
Wulandari, Rieny Sulistijowati, Lukman Mile. 2015. Kitosan Kulit Udang
Vaname sebagai Edible Coating Pada Bakso Ikan Tuna. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan. 3: 118–121.