1 PB PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

PENGARUH JENIS PEREKAT TERHADAP KERUNTUHAN

GESER BALOK LAMINASI GALAR DAN BILAH


VERTIKAL BAMBU PETUNG
Purnawan Gunawan1

Abstract Adhesion technology in the form of laminating technique is the technique of


merging small and limited size materials to become the materials which have bigger,
longer, thicker and wider in size. Commercial synthetic glue in Indonesia which is
commonly used for the adhesion of wood consists of for aldehyde urea and
formaldehyde melamine. Lamina Bamboo has the nature of weakness in bending
failure and shear failure. This research studies the i fluence on glue types, element
beam of petung bamboo in shear failure. The prelimina y test was conducted to know
the basic properties of bamboo petung using the ISO -1975 Standard Test Method. it
was two types of testing used shear test. Pressing process was conducted by using
hydraulic jack with the pressure of 2.5 MPa. The test glued-laminated beam was
conducted by using static loading for four point bending condition. The result showed
that basic properties of bamboo petung have strength which high enough. If bamboo is
assumed as wood, according to LPMB-PKKI-1996 bamboo is classified as wood class
of II. At shear test the glue of urea formaldehyde at tted and flatted gluelam petung
has yield the strength, stiffness and MOR higher than glue of melamine formaldehyde.
Splitted gluelam is relatively stronger than flatted gluelam. The damage of splitted
and flatted gluelams tested with shear test in general represents the shear failure.

Keywords: bamboo petung, gluelam, shear failure

PENDAHULUAN menjadi bahan yang berdimensi sesuai


kebutuhan konstruksi. Dengan cara
Bambu dikategorikan sebagai salah satu jenis
merekatkan bilah-bilah atau galar bambu
kayu yang telah dimanfaatkan untuk keperluan
dengan menggunakan perekat menjadi
penting sebagai pengganti kayu atau bahan
kesatuan laminasi bambu, berupa balok, papan
material konstruksi lain. Hal ini disebabkan
lapis dan lantai bambu.
karena bambu mudah ditanam, mudah tumbuh,
cepat pertumbuhannnya tanpa perlakuan Perekat sintetik komersial di Indonesia yang
khusus. Budidaya bambu tidak memerlukan biasa digunakan untuk perekatan kayu terdiri
investasi yang besar dan dapat dikerjakan oleh atas perekat urea formaldehyde, melamine
semua orang tanpa bekal pengetahuan yang formaldehyde, phenol formaldehyde,
tinggi (Morisco 2005) resorsinol formaldehyde, cresol formaldehyde .
Jenis perekat komersial yang lain adalah
Penggunaan bambu dimasyarakat sudah lama
perekat epoxsi, polyvinil asetat, perekat
dikembangkan, mulai dari pondasi, lantai,
berbasis karet (Prayitno, 1996). Perekat yang
gedek, dinding, pintu, atap, rangka atap,
digunakan dalam penelitian ini adalah urea
jembatan, tulangan beton, turap, pipa air, dan
formaldehyde dan melamine formaldehyde .
saat ini sedang trend penggunaan laminasi
bambu sebagai bahan konstruksi. Jenis balok laminasi atau glulam terdiri dari
dua jenis glulam atas dasar arah kerja
Teknologi laminasi mulai banyak kembangkan
pembebanan yaitu balok laminasi horisontal
dan kini mengarah ke teknologi laminasi
dan balok laminasi vertikal. Salah satu sifat
bambu. Teknologi laminasi bambu adalah
balok laminasi adalah lemah terhadap kuat
teknologi yang dapat membentuk bambu
lentur dengan tipe keruntuhan geser. Sebagai
1
Jurusan Teknik Sipil FT- Universitas Sebelas Maret Surakarta
GEMA TEKNIK - NOMOR 2/TAHUN X JULI 2007

solusi masalah maka lamina bambu disusun pangkal bambu memberikan kuat tarik
secara vertikal agar kerusakan geser yang tertinggi yaitu 2278 kg/cm2 jika dibandingkan
terjadi pada balok laminasi berkurang sehingga dengan potongan pada bagian tengah (1770
meningkatkan kekuatan geser (ASTM D 3737- kg/cm2) maupun ujungnya (2080 kg/cm2),
92). Dalam hal ini perlu kiranya diadakan sedangkan untuk pengujian terhadap kuat
penelitian mengenai pengaruh jenis perekat tekan rata -rata bambu bulat, diperoleh data
terhadap kuat lentur dengan keruntuhan geser bahwa kuat tekan bagian ujung sekitar dua kali
pada balok laminasi galar dan bilah vertikal. kuat tekan rata -rata pada bagian pangkal
(Morisco, 2005).
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk
mengetahui sifat fisika dan mekanika bambu Bambu petung dengan kadar air rata -rata 12.83
petung dan mengetahui pengaruh dua perekat % mempunyai rata -rata hasil uji sifat mekanik
yang berbeda terhadap keruntuhan geser bahan yaitu kuat tarik 226,39 MPa, kuat tekan
bambu lamina si bilah dan galar. Disamping itu tegak lurus serat 47,44 MPa, kuat tekan sejajar
penelitian ini untuk mengetahui jenis pola serat 37,33 MPa. Modulus of Elasticity (MOE)
keruntuhan masing-masing balok laminasi 12249 MPa, kuat lentur atau Modulus of
akibat beban lateral statik. Rupture (MOR ) sebesar 95,08 MPa dan
kekuatan geser sebesar 7,88 MPa. Hasil
Ruang lingkup penelitian harus jelas sehingga
penelitian Masrizal (2004) diperoleh kadar air
di pembahasan masalah penelitian tidak
dan kerapatan bambu petung masing-masing
meluas maka perlu di beri batasan masalah
12,63 % dan 0,653 t/m3 dengan hasil sifat
yaitu bambu yang dipakai adalah bambu
mekanika untuk kuat tarik 402,18 MPa, kuat
petung, baik yang dibentuk secara galar
tekan tegak lurus serat 52,05 MPa, kuat tekan
maupun bilah. Perekat yang dipakai adalah
seja jar serat 52,47 MPa, MOE 13528 MPa
urea formaldehyde dan melamine
dan kekuatan geser sebesar 7,77 MPa
formaldehyde. Jumlah perekat yang digunakan
(Morisco, 2005).
50 GPU.
Teknologi Laminasi
TINJAUAN PUSTAKA
Teknologi laminasi adalah teknik
Bambu Petung
penggabungan bahan dengar bantuan perekat,
Bambu petung dapat tumbuh di dataran rendah bahan bangunan berukuran kecil dapat
sampai pegunungan dengan ketinggian 2000 m direkatkan membentuk komponen baha n
di atas permukaan laut. Pertumbuhan cukup sesuai keperluan. Teknik laminasi juga
baik khususnya untuk daerah yang tidak terlalu merupakan cara penggabungan bahan baku
kering. Bambu ini mempunyai warna kulit yang tidak seragam atau dari berbagai kualitas
batang hijau kekuning-kuningan. Panjang (Prayitno, 1996). Sebagai contoh kayu yang
batangnya berkisar antara 10-14 m, diameter berkualitas rendah digabungkan dengan kayu
batang 30-10cm, panjang ruas antara 40- berkualitas tinggi disesuaikan dengan
60cm, dan tebal dindingnya antara 10-15 mm distribusi gaya beban yang akan diterima olet
(Morisco, 2005). produk tersebut. Dengan demikian teknik
laminasi merupakan teknik penggabungan
Kekuatan bambu sebagai struktur bangunan
dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti jenis bahan yang sangat efisien untuk menghasilkan
bambu yang dipakai, posisi/letak potongan produk bahan bangunan yang efektif. Akhirnya
bambu. ketebalan bambu, umur bambu saat teknik laminasi mampu menggunakan semua
dipotong, dan kelembabannya. Bambu bahan baku yang ada untuk tujuan penggunaan
yang lebih besar sehingga mampu mendukung
memiliki kekuatan tarik sejajar serat yang
tinggi namun kekuatan gesernya rendah program pemerintah untuk memberi waktu
(Janssen, 1981). kepada hutan untuk bernafas kembali dan
berubah menjadi hutan yang ideal kembali.
Kuat tarik rata -rata bambu petung dalam Dengan kata lain teknik laminasi mampu
keadaan kering oven sebesar 1900 kg/cm2 mendukung konservasi hutan atau kelestarian
(tanpa ruas) dan 1160 kg/cm2 (dengan ruas). hutan yang diinginkan masyarakat Indonesia
Ditinjau dari posisi potongan bambu, daerah maupun internasional.

100
Purnawan Gunawan, Pengaruh Jenis Perekat Terhadap Keruntuhan Geser Balok Laminasi Galar ....

Produk laminasi pada umunya menghasilkan Balok Laminasi


produk bahan bangunan dengan sifat-sifat
Balok laminasi (balok glulam) adalah balok
sebagai berikut:
yang dibuat dari lapis -lapis papan yang diberi
a. Bentuk seragam pada bidang tertentu perekat secara bersama -sama pada arah serat
sesuai dengan tujuan pembuatannya dan yang sama. Balok laminasi tersebut memiliki
mempunyai kekuatan tinggi. Hal ini lebih ketebalan maksimum yang diizinkan sebesar
baik dibandingkan kayu utuh atau bambu 50 mm (Moody, 1999).
utuhyang selalu dipengaruhi oleh posisi
Dengan mengikuti konsep tersebut di atas,
aksial dan radial batang.
laminasi bambu diperoleh dari pengolahan
b. Deformasi akan lebih sedikit karena setiap batangan bambu yang dimulai dari
komponen laminasi akan menerima beban pemotongan, perekatan dan pengempaan
sesuai dengan kemampuannya. Defleksi sampai diperoleh bentuk lamina dengan
produk dapat diatur dalam desain struktur ketinggian/tebal yang diinginkan. Untuk
bangunan. beberapa hal, sifat-sifat lamina tidak berbeda
jauh dengan sifat bambu aslinya. Sifat akhir
c. Mutu produk laminasi dapat diatur dengan
akan banyak dipengaruhi oleh banyaknya
mutu lapisan lamina yang digunakan
nodia/ruas yang ada pada satu batang bambu
sehingga mampu menghasilkan laminasi
tersebut dan banyaknya perekat yang
yang sesuai dengan tuntutan dan efisien.
digunakan (Widjaja, 1995).
d. Cacad bahan pada laminasi dapat
Jenis P erekat
dihilangkan karena titik lemah tersebut
diatur kembali sehingga tidak Perekat sintetik komersial di Indonesia yang
menampakan pengaruh yang signifikan. biasa digunakan untuk perekatan kayu terdiri
atas perekat urea formaldehyde, melamine
e. Bentuk laminasi dapat dibuat selera
formaldehyde, phenol formaldehyde,
pengguna seperti balok laminasi lurus,
resorsinol formaldehyde, cresol formaldehyde .
melengkung atau kubah, trapesium dan
bentuk lain. Jenis perekat komersial yang lain adalah
perekat epoxsi, polyvinil asetat, perekat
Disebabkan ukuran bahan baku laminasi jauh berbasis karet.
lebih kecil daripada dimensi bahan bangunan
Dalam proses perekatan digunakan istilah glue
yang dikehendaki maka banyak faktor yang
spread yaitu banyaknya jumlah perekat yang
harus diteliti dalam pembuatan laminasi yaitu
dilaburkan per satuan luas permukaan bidang
sebagai berikut:
rekat. Jumlah perekat yang dilaburkan
a. Jenis perekat yang digunakan dalam menggambarkan banyaknya perekat yang
laminasi. terlabur agar tercapainya garis perekat pejal
yang kuat. Satuan luas permukaan rekat
b. Banyaknya perekat yang digunakan untuk
penggabungan. ditentukan dengan satuan Inggris yaitu 1000
kaki persegi (1000 square feet) dengan
c. Jenis bambu yang digunakan dalam singkatan MSGL yang dinyatakan dengan
laminasi satuan pound (lbs). Jika kedua bidang
d. Ukuran bilah bambu berupa galar atau permukaan dilabur maka disebut MDGL atau
bilah yang digunakan dalam laminasi. pelaburan dua sisi yang disebut double spread
(Selbo, 1975 dalam Prayitno ,1996:40).
e. Jenis dan posisi sambungan yang dipakai
dalam penyambungan laminasi. Satuan perekat dikonversikan menjadi lebih
sederhana yang disebut GPU (gram pick up),
f. Ukuran bahan bangunan dengan titik ditentukan dengan Persamaan 1 sebagai
lemah (kegagalan) lentur atau geser berikut:
merupakan kelemahan balok laminsi.
S .A (1)
GPU =
317 , 5

101
GEMA TEKNIK - NOMOR 2/TAHUN X JULI 2007

dengan Pengujian terhadap sifat fisika dan mekanika


bambu petung terdiri dari: kadar air,
GPU = gram pick up (dalam gram),
kerapatan, kuat tarik sejajar serat, kuat tekan
S = jumlah perekat yang dilaburkan
tegak lurus serat, kuat tekan sejajar serat, kuat
dalam pound/MSGL atau
geser sejajar serat, kuat lentur (MOR), dan
pound/MDGL,
modulus elastisitas (MOE) bambu petung.
A = luas bidang yang akan direkatkan
(inch2). Panjang Kritis Balok Laminasi
2
Bila luas bidang rekat dalam satuan cm Pada balok laminasi dengan kondisi
digunakan faktor 2048,2 maka Persamaan 1 pembebanan seperti terlihat pada Gambar 1
menjadi Persamaan 2. dan 2, tegangan yang bekerja di penampang
adalah gaya geser (D) dan momen lentur (M).
S. A
GPU = (2) Besar gaya geser dan momen lentur dapat
2048 .3 dihitung dengan prinsip kesetimbangan statik.
Teori Pengempaan
Menurut Prayitno (1996) dalam pembuatan P P
benda uji laminasi dikenal dua macam jenis
pengempaan yaitu:
1. Pengempaan dingin (cold pressing), dapat
dilakukan sebagai pengempaan L
pendahuluan (prepressing) agar
a a
pengempaan panas yang dilakukan dapat
berlangsung lebih efisien karena waktu
pengempaan lebih pendek dan pematangan
perekat lebih cepat karena telah terbentuk M max
garis perekat yang berkesinambungan,
2. Pengempaan panas (hot pressing), Gambar 1. Sistem pembebanan four point
pengempaan panas digunakan sebagai bending
tahap akhir dari proses perekatan, dalam
arti langkah pengerasan perekat diusahakan y
memakai teknik dan dipercepat dengan
h
menaikkan suhu pematangan perekat.
Pengempaan tergantung pada tekanan spesifik
yang diberikan, waktu pngempaan dan suhu
pengempaan. Adapun untuk jenis perekat UF b

rata-rata memerlukan waktu pengempaan 2 -4


menit, sedangkan untuk PF memerlukan waktu a b c
pengempaan 5-7 menit, dengan keadaan dan Gambar 2.
kondisi yang sama. (a) Penampang balok,
(b) Diagram tegangan regangan,
Pemberian tekanan pengempaan yang terlalu (c) Distribusi tegangan geser
besar dapat mengakibatkan terjadinya
kelemahan perekatan yang berupa proses
keluarnya perekat yang berlebihan (starved
Hubungan tegangan-regangan terhadap
glue line ) dan rusaknya lapisan permukaan
perilaku balok yang dibebani beban dengan
venir secara mekanis sehingga menurunkan
arah tranversal sumbu longitudinal diperoleh
kekuatan perekatan yang dihasilkan.
Persamaan 3 :
DASAR TEORI
M .y
Sifat Fisika dan Mekanika s = (3)
I

102
Purnawan Gunawan, Pengaruh Jenis Perekat Terhadap Keruntuhan Geser Balok Laminasi Galar ....

dengan s = tegangan normal akibat lentur, M= P


momen lentur, Y = jarak titk tinjauan k = ............................ (6)
d
dalam penampang terhadap garis netral
tampang, I = momen inersia dengan:
penampang. k = Kekakuan bahan
Tegangan geser dinyatakan dalam bentuk P = Besarnya beban yang diterima
Persamaan 4 sebagai berikut : δ = Lendutan akibat beban
VQ Tipe Keruntuhan Geser
t = (4)
Ib Keruntuhan geser akan terjadi apabila akibat
pembebanan lentur, dimana tegangan geser
dengan t = tegangan geser akibat lentur, terjadi melampaui kuat geser bahan dan
V = gaya geser, tegangan lentur yang terjadi masih di bawah
Q = momen pertama pada kuat lentur bahan. Keruntuhan geser ditandai
kedalaman yang ditinjau dengan kerusakan terjadi pada perekatan
terhadap garis netral antara lamina.
Q = b. ½ h . ½ y = b ½ h . ¼h Tipe keruntuhan balok laminasi ditentukan
Q = 1/8 b h2, dengan me nggunakan ko nsep rasio L/d
I = inersia penampang (1/12 bh3), (Soltis, dkk., 1997:102 ). Berdasarkan
B = lebar balok. Gambar 3 dan Persamaan 7 maka dapat
Panjang batas kritis balok laminasi diperoleh diketahui tipe keru ntu han yang terjadi pada
dari besarnya beban yang menyebabkan balok laminasi.
kegagalan lentur dan geser secara bersamaan. fb L
=C (7)
Panjang batas kritis diperoleh dengan fv d
menyamakan persamaan tegangan lentur
dengan persamaan tegangan geser. dengan
Berdasarkan jarak antar beban dan panjang M . ya
fb = (kuat lentur balok)
bentang pada penelitian ini panjang kritis I
menggunakan Persamaan 5:
D. S c (kuat geser balok)
fv =
4, 64s h
Lcr = (5) I .b
8t
Selanjutnya nilai kuat lentu r hasil pengujian
dengan s = tegangan lentur, h = tinggi
penampang, t = tegangan geser
Setelah penentuan panjang kritis D ata
diketahui, maka panjang balok laminasi Fb Po int
dengan keruntuhan geser dapat ditentukan,
yaitu lebih kecil dari panjang kritis balok
laminasi. Dengan bentang balok yang
pendek dipastikan keruntuhan yang terjadi
karena geser, hal ini terjadi karena
pengaruh geser lebih dominan dari pada K uat le ntur
lentur. f b /f v = C . L/d

Kekakuan Balok Laminasi


Kekakuan dari suatu bahan ditinjau dari
besarnya beban dan lendutan yang terjadi Fv K u at geser
akibat beban tersebut. Kekakuan
ditunjukan dalam Persamaan 6. Gambar 3 . Kriteria keruntu han balok

103
GEMA TEKNIK - NOMOR 2/TAHUN X JULI 2007

Mulai

Pemilihan bambu Petung

Pembuatan galar/bilah

Pengeringan Pemb. sampel uji pendahuluan

Pengujian sifat fisik & mekanika

Pembuatan balok laminasi galar Pembuatan balok laminasi bilah

Pengujian lentur/ geser

Analisa

Pembahaasan

Selesai

Gambar 4. Bagan alir pelaksanaan penelitian

atau hasil perhitungan dengan ca ra analitis pengujian sifat fisika dan mekanika bambu
diposisikan terhadap garis C.L/d sehingga serta balok laminasi.
dapat ditentukan jenis keruntuhan balok Benda uji pendahuluan
yang terjadi. Apabila titik pertemuan anta ra
kuat le ntur dan kuat geser berada pada zona Tabel 1. Benda uji balok laminasi uji kuat
a maka terjadi keru ntuhan lentu r dan geser
sebalik nya bila titik pe rtemua n a ntara kuat
lentur dan kuat geser berada pada zona b Kode Lebar T inggi Panjang Jumlah
Balok (cm) (cm) (cm)
maka terjadi keruntuhan geser.
PUBMG 6 12 100 2
METODE PENELITIAN
PUBUG 6 12 100 2
Bahan
PUGMG 6 12 100 2
Bambu petung diperoleh dari Salaman PUGUG 6 12 100 2
kabupaten Magelang. Perekat yang digunakan
dalam pembuatan balok laminasi adalah Keterangan:
perekat jenis urea dan melamine, bahan PUBMG : Pengujian untuk balok laminasi bilah
pengeras jenis asam NH4C1 (HU12), dan dengan perekat melamine diuji geser.
bahan pengembang berupa tepung terigu. PUBUG : Pengujian untuk balok laminasi bilah
dengan perekat urea diuji geser.
Peralatan PUGMG : Pengujian untuk balok laminasi galar
dengan perekat melamine diuji geser.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini PUGUG : Pengujian untuk balok laminasi galar
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu dengan perekat melamin diuji geser.
peralatan pembuatan benda uji, peralatan

104
Purnawan Gunawan, Pengaruh Jenis Perekat Terhadap Keruntuhan Geser Balok Laminasi Galar ....

Benda uji pendahuluan untuk mengetahui sifat menunjukkan keterangan masing-masing benda
fisika dan mekanika bahan dibuat berdasarkan uji balok laminasi.

1
2

3
4
5
7
6

Gambar 5. Setting up pengujian


Keterangan:
1. Indikator beban 3. LVDT
2. Hydraulics jack 4. Pengekang lateral
5. Balok laminasi 6. Roll
7. Sendi 8. Data logger

ISO 3129 -1975. Benda uji pendahuluan Pelaksanaan penelitian di tiga tempat, untuk
meliputi kerapatan, kadar air, kuat tekan membuat balok laminasi dan benda uji
sejajar serat dan kuat tekan tegak lurus serat, pendahuluan dilaksanakan di Laboratorium
kuat tarik sejajar serat, kuat geser sejajar serat, Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
kuat lentur (MOR) dan modulus elastisitas UGM. Pelaksanaan pengujian benda uji
(MOE). pendahuluan di Laboratorium PAU UGM.
Pengujian balok Laminasi di Laboratorium
Benda Uji Balok Laminasi
Struktur Teknik Sipil UGM. Secara
Benda uji balok laminasi terdiri dari balok keseluruhan tahapan pelaksanaan penelitian
laminasi galar dan bilah. Balok laminasi galar sesuai bagan alir pada Gambar 4
dibuat dengan cara menggalar bambu, setelah
melalui proses pengeringan dan penyerutan Tabel 2. Hasil pengujian sifat mekanika bambu
galar direkatkan dengan perekat urea dan petung dari Magelang
melamine . Balok laminasi bilah dibuat dengan Tekan
No. // Tekan- Tarik // Gese r// MOR MOE
cara bambu dibilah, setelah melalui proses
pengeringan dan penyerutan bilah direkatkan Benda
(MPa) (MPa) (MPa) (MPa) (MPa) (MPa)
dengan perekat urea dan melamine . Setelah Uji
proses perekatan, balok laminasi dikempa dan 1. 57,056 4,779 378,84811,604 168,08 12203
dirapikan dan dipotong sesuai dengan panjang
rencana yang kemudian siap untuk diuji geser. 2. 62,299 22,286 134,409 6,998 184,79 14557
Ada dua variasi yang diteliti, variasi pertama 3. 68,236 16,506 96,865 8,961 134,15 14171
penggunaan dua jenis perekat yaitu perekat urea Rata 2
62,530 14,524 203,374 9,183 162,34 13589
de dan melamine. Variasi kedua adalah adalah
balok laminasi bilah atau galar. Tabel 1

105
GEMA TEKNIK - NOMOR 2/TAHUN X JULI 2007

80000 80000
70000 70000
60000 60000
Beban (N)

Beban (N)
50000 50000
40000 40000
30000 30000
PUGMG 1 PUGUG 1
20000 20000
10000 10000 PUGUG 2
PUGMG 2
0 0
0 10 20 30 40 50 0 10 20 30 40 50
Lendutan di tengah bentang (mm) Lendutan di tengah bentang (mm)

80000 80000
70000 70000
60000 60000

Beban (N)
Beban (N)

50000 50000
40000 40000
30000 30000
20000 PUBMG 1 20000 PUBUG 1
10000 PUBMG 2 10000 PUBUG 2
0 0
0 10 20 30 40 50 0 10 20 30 40 50
Lendutan di tengah bentang (mm) Lendutan di tengah bentang (mm)

Gambar 6. Grafik Hubungan Beban dan Lendutan Pengujian Geser

Pengujian kuat geser menggunakan Flexural Sifat Fisika


Testing Machine (FTM) dengan sistim
Kadar air dan kerapatan benda untuk bambu
tumpuan sederhana dan dua titik pembebanan.
petung masing-masing sebesar 12,48% dan
FTM ini dilengkapi dua pengekang lateral
0,598 g/cm3. Kadar air benda uji bambu
yang masing-masing terletak antara tumpuan
petung telah memenuhi syarat kadar air
dan titik pembeban dan alat pembaca beban
perencanaan konstruksi yaitu untuk kayu yang
digital, LVDT pengukur besarnya lendutan
akan direkatkan harus mempunyai kadar air =
balok dan data logger yang bisa mencatat
15% (LPMB,1961) dan perekatan struktur
besarnya lendutan dari LVDT secara
balok laminasi menurut kententuan pabrik
digital.Pengujian dimulai dari beban nol dan
perekat, dalam hal ini PT Pamolite Adhesive
lendutan nols secara bertahap beban dinaikan
(PAI) disyaratkan kadar air lamina saat
dengan penambahan beban 100 N, dan pada
direkatkan berkisar 6-12%.
tiap kenaikan 100 N dicatat nilai beban dan
lendutan dengan cara memencet tombol print Berdasarkan nilai kerapatan kayu dengan
pada data logger , secara digital data logger rentang berat jenis 0,9 -0,6 termasuk kategori
akan menyimpan data pembebanan dan kayu kelas kuat II (Badan Standarisasi
lendutan yang disertai hasil print out data Nasional, 2002).
pembebanan dari FTM dan lendutan dari Sifat mekanika
LVDT. Berikut setting up pengujian
diperlihatkkan pada Gambar 5. Pengujian terhadap sifat mekanika bambu
petung diperoleh nilai rata -rata kuat tarik
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
sejajar serat, kuat tekan tegak lurus serat, kuat

106
Purnawan Gunawan, Pengaruh Jenis Perekat Terhadap Keruntuhan Geser Balok Laminasi Galar ....

tekan sejajar serat, kuat geser sejajar serat, laminasi dengan dua perekat berbeda pada
kuat lentur (MOR), dan modulus elastisitas balok laminasi bilah dan galar ditinjau
(MOE) bambu petung dari Magelang keruntuhan geser diperlihatkan pada Tabel 4
diperlihatkan pada Tabel 2.
Penggunaan perekat urea dan pada balok
Kekuatan Balok Laminasi laminasi galar dan bilah pada pengujian geser
pada umumnya perekat urea lebih kuat dari
Berdasarkan hasil pengujian geser balok
melamine , namum perbedaanya tidak besar
laminasi diperoleh hasil kekuatan balok
laminasi seperti terlihat pada Gambar 6. Dari Momen Internal dan Eksternal Balok
Gambar 6 dapat dilihat bahwa pemakaian Laminasi
Tabel 4. Perbandingan kekakuan balok laminasi Momen internal ditentukan dengan menggunakan
kerutuhan geser metode pias. Momen eksternal balok laminasi
didapat dari analisa beban dua titik dengan
Lendutan Beban Kekakuan Rasio
Kekakuan
prinsip kesetimbangan statik balok dengan
Kode prop prop
balok Hasil Rata2 Balok tumpuan sederhana dengan kondisi four-point
(mm) (N)
dgn beda load system. Perbandingan momen internal dan
(N/mm) (N/mm) perekat
eksternal diperlihatkan pada Tabel 5 dan Tabel 6.
PUGMG 1 9,07 23521 2593 2420 0,88
PUGMG 2 9,16 20581 2247 Perbandingan mo men internal dan eksternal
PUGUG 1 9,13 27441 3006 2753 1,00 balok menunjukan mendekati sama atau gaya
PUGUG 2 10,20 25481 2499 dalam hampir sama dengan gaya luar, hal ini
PUBMG 1 9,51 29402 3092 3167 0,95 terlihat pada rasio momen internal dan
PUBMG 2 7,86 25481 3242 eksternal tidak jauh dari angka satu dengan
PUBUG 1 7,97 25481 3197 3349 1,00 demikian syarat kesetimbangan struktur
PUBUG 2 11,48 40182 3502
Tabel 5. Perbandingan momen internal dan
perekat urea pada balok laminasi galar eksternal balok laminasi galar dengan dua
maupun bilah pada umumnya lebih kuat perekat berbeda diuji keruntuhan geser
dibandingkan perekat melamine. Hal ini
Momen Rasio
mengingat bahwa pada dasarnya perekat Kode Momen internal eksternal Momen
melamine tersebut adalah hasil turunan kimia Balok Hasil Rata2 Hasil Rata2 Internal &
dari urea ditambahkan bahan aditif yang
(kNmm)(kNmm)(kNmm)(kNmm) Eksternal
tingkat viskositasnya lebih rendah daripada
PUGMG 1 5568 5481
perekat urea. Sehingga perekat melamine 5461 5116 1,07
PUGMG2 5355 4750
cenderung memiliki tingkat kekuatan yang
relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan PUGUG 1 6275 5744 6207 5762 1,00
perekat urea . PUGUG 2 5214 5316

Perbandingan kekuatan antara balok bilah dan


balok galar dengan perekat yang sama, balok Tabel 6. Perbandingan momen internal dan
bilah mempunyai kekuatan yang lebih besar eksternal balok laminasi bilah dengan dua
daripada balok galar. Hal ini terjadi karena perekat berbeda diuji keruntuhan ge ser
pembuatan galar bambu mengalami Kode Momen internal Momen eksternalRasio Momen
perlemahan kekuatan akibat cacahan parang Balok Hasil Rata 2 Hasil Rata2 Internal &
dan adanya rongga -rongga arah memanjang (kNmm) (kNmm) (kNmm) (kNmm) eksternal
pada lapisan galar yang muncul pada saat PUBMG1 10138 10533
pembuatan galar, sedang pada balok laminasi 10396 10140 1,03
PUBMG2 10655 9747
bilah tidak ada cacat dan lebih solid.
PUBUG1 9414 9032
10722 10643 1,01
Kekakuan Balok Laminasi PUBUG2 12030 12255
Nilai kekakuan adalah perbandingan antara
beban proposional dengan lendutan
proposional. Perbandingan kekakuan balok

107
GEMA TEKNIK - NOMOR 2/TAHUN X JULI 2007

terpenuhi. Perbedaan nilai antara momen Pada galar terjadi perlemahan kekuatan akibat
internal dan eksternal terjadi oleh kurang cacahan parang dan adanya rongga -rongga
telitinya pembacaan besarnya lendutan dan arah memanjang pada lapisan galar yang
beban pada saat pengujian balok laminasi. muncul pada saat pembuatan galar.
Kapasitas lentur Keruntuhan Geser Pada pengujian lentur keruntuhan geser, nilai
MOR dan MOE balok laminasi galar dan bilah
Nilai kapasitas lentur balok kayu atau yang
dengan perekat urea pada umunya lebih besar
biasa disebut modulus of rupture (MOR) dan
daripada balok laminasi galar dan bilah dengan
modulus of elastic (MOE) (Gere dan
perekat melamine .
Timoshenko, 1985). Harga MOR dan MOE
Pola Keruntuhan Balok
Tabel 7. Nilai MOR dan MOE balok laminasi uji lentur Laminasi
keruntuhan geser
T ipe keruntuhan balok
Kode Pprop Lendutan MOR Rata-rata MOE Rata-rata laminasi diten-tukan dengan
me nggunakan konsep rasio
Balok (N) (mm) (MPa) (MPa) (MPa) (MPa)
L/d (Soltis, dkk., 1997:102 ).
PUGMG 1 23522 9,07 39,36 5551 Ada Dua jenis tipe
36,74 5180
PUGMG 2 20581 9,16 34,11 4810
keruntuhan balok yang
me ngala mi le ntur yaitu
PUGUG 1 27442 10,13 41,70 6170 keruntuhan le ntur dan geser.
38,71 5650
PUGUG 2 25482 10,20 35,72 5131

PUBMG 1 29402 9,51 75,64 6618 Penetuan tipe keruntuhan


72,82 6779 balok laminasi berdasarkan
PUBMG 2 25482 7,86 70,00 6940 perbandingan nilai kuat lentur
PUBUG 1 25482 7,97 63,25 6646 (f b) dan kuat geser (fv)
74,53 6962 terhadap garis C.L/d. Kriteria
PUBUG 2 40183 11,48 85,82 7279
kerusakan balok laminasi
galar dan bilah pada
diperlihatkan pada Tabel 7. Pada pengujian pengujian geser ditunjukkan pada Gambar 7.
lentur keruntuhan geser, nilai MOR dan MOE Terlihat bahwa hampir semua titik berada di
untuk balok bilah lebih besar daripada balok atas garis CL/d sehingga dapat dikatakan
laminasi galar. Hal ini terjadi balok laminasi seluruh balok laminasi lentur gagal akibat
bilah lebih solid daripada balok laminasi galar. geser.
120 Dari pengamatan pada saat pengujian
kuat lentur kerutuhan geser pada balok
100 laminasi galar dan bilah kerusakan
terjadi pada perekatan antara lamina.
Kuat lentur (MPa)

80
Balok laminasi mengalami kegagalan
60 CLD
geser pada beban maksimum, pola
PUGMG 1 kerusakan terjadi dimulai dengan retak
PUGMG 2
40 PUGUG 1
di daerah pembebanan kemudian pada
PUGUG 2 pembebanan berikutnya terjadi retak
PUBMG 1
20 PUBMG 2 horisontal (initial crack ) pada lapisan
PUBUG1 lamina, yang selanjutnya terjadi
PUBUG 2
0 kegagalan geser pada garis perekat
0 2 4 6 8 10 12 14
yang dimulai dari bagian tepi bentang
Kuat geser (MPa) ke tengah balok. Hal ini terjadi karena
gaya tarik pada lamina bagian bawah
Gambar 7 . Tipe balok laminasi uji kuat lentur dengan
akibat pembebanan ditengah bentang.
keruntuhan geser Jenis kerusakan ini diperlihatkan pada

108
Purnawan Gunawan, Pengaruh Jenis Perekat Terhadap Keruntuhan Geser Balok Laminasi Galar ....

Gambar 8.dan 9. bilah dengan perekat urea formaldehyde


besarnya MOR dan MOE adalah 74,53
KESIMPULAN
MPa dan 6962 MPa lebih kuat daripada
Berdasarkan pembahasan terhadap hasil balok laminasi bilah dengan perekat
penelitian yang dilakukan dan tujuan dari melamine formaldehyde yang mempunyai
penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai MOR dan MOE masing-masing sebesar
berikut: 72,82 MPa dan 6779 MPa, Jenis tipe
keruntuhan pada balok laminasi yang diuji
a. Bambu petung yang digunakan dalam
pengujian mempunyai kekuatan yang geser pada umumnya tipe keruntuhan
geser.
cukup tinggi. Apabila bambu dianalogikan
c. Balok laminasi bilah mempunyai MOR,
MOE lebih tinggi daripada balok laminasi
galar.
d. Kriteria kerusakan balok laminasi galar
dan bilah pada pengujian geser seluruh
balok laminasi mengalami gagal akibat
geser.
UCAPAN TERIMA KASIH
Gambar 8. Kerusakan balok bilah dengan
perekat melamine formadehyde dan urea Penelitian ini didanai oleh PHKB. Penulis
formaldehyde uji lentur keruntuhan geser mengucapkan terima kasih kepada Ir. Morisco,
Ph.D dan Dr. Ir. Fitri Mardjono,M.Sc serta Prof.
Ir. T. A. Prayitno, M.For selaku Pembimbing
Thesis dan semua pihak yang memberikan
kontribusi terhadap pelaksanaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
ASCE, 2003, Annual Book of ASTM Sta ndards
Section 4, Philaldelphia.
Badan Standarisasi Nasional, 2002, Tata Cara
Gambar 9 Kerusakan balok galar dengan
Perencanaan Konstruksi Kayu
perekat melamine formadehyde dan urea
Indonesia , SNI 03-1726-2002 , Jakarta.
formaldehyde uji lentur keruntuhan geser
Blass, H.J., P. Aune, B.S. Choo, R. Gorlacher,
D.R. Griffiths, B.O. Hilso, P. Raacher
sebagai kayu, menurut LPMB -PKKI-1996 dan G. Steek, (Eds), 1995, Timber
bambu tergolong ke dalam kayu kelas kuat Engineering Step 1 , First Edition,
II. Centrum Hout, The Nedhe rlands.
b. Perekat urea formaldehyde pada balok Breyer, D.E., 1988, Design of Wood
laminasi galar maupun bilah menghasilkan Structures , Second Edition, Mc Graw-
kekuatan geser yang lebih kuat daripada Hill, New York.
perekat melamine formaldehyde. Pada
pengujian kuat geser balok laminasi galar Janssen, J.J.A., 1991, Mechanical Properties
dengan perekat urea formaldehyde of Bamboo, Kluwer Academic
besarnya MOR dan MOE adalah 38,71 Publishers, Netherland.
MPa dan 5650 MPa lebih kuat daripada LPMB, 1961, Peraturan Konstruksi Kayu
balok laminasi galar dengan perekat Indonesia NI -15 PKKI – 1961, Yayasan
melamine formaldehyde yang mempunyai Penyelidikan Masalah Bangunan,
MOR dan MOE masing-masing sebesar Bandung.
36,74 MPa dan 5180 MPa, sedangkan
pada pengujian kuat geser balok laminasi

109
GEMA TEKNIK - NOMOR 2/TAHUN X JULI 2007

Moody, R.C., R. Hernandez., J. F. Davalos.,


dan Sonti. S. 1993, Y ellow Poplar
Glulam Timber Beam Performance ,
FPL-RP -520 Madison, WI : U.S.
Departement of Agriculture Forest
Service, Forest Pro duct Laboratory
Morisco, 2005, Rekayasa Bambu , Nafiri
Offset, Yogyakarta.
Prayitno, T.A. 1996, Perekatan Kayu, Fakultas
Kehutanan Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
PT PAI, 2003, Spesifikasi Perekat,
Probolinggo.
Soltis, L.A dan D.R. Rammer, 1997, Bending
to Shear Ratio Approach for Beam
Design, Forest Product Journal,
47(1):104-108.
Widjaja, W. S., 1995, Perilaku Mekanika
Batang Struktur Komposit Lamina
Bambu dan Phenol Formaldehida,
Thesis S2, Program Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
(tidak diterbitkan).

110

You might also like