Professional Documents
Culture Documents
570 3052 3 PB
570 3052 3 PB
e-ISSN 2579-8553
HAM Akreditasi: Kep. Dirjen Penguatan Risbang Kemenristekdikti:
No. 3/E/KPT/2019
ABSTRACT
The dynamics of Indonesian politics at the end of 2018 have once again been warmed triggered by the
issuance of a Circular Letter by the General Election Commission of the Republic of Indonesia that provides
for that the people with mental disabilities could have the right to vote, and consequently they must also be
registered as voters. This has raised so many opinions where eventually in favor of this, the government
accommodates the right to vote of the people with mental disabilities but on the other hand, concerns also
arouse whether these people with mental disabilities could appropriately exercise their right to vote or not.
The purpose of this paper is to provide a comprehensive understanding on the people with mental
disabilities, describing the legal grounds for the right to vote of those people with mental disabilities and at
the same time describing the right to vote of the people with mental disabilities viewed from the Human
Rights perspective. This research is a normative legal research with a qualitative approach aiming to
discover the facts and to present the prevailing situation, phenomena, and circumstances based on a
literature study. This paper describes that people with mental disabilities still deserve the right to vote in the
general elections since, so far, there has been no restriction for the people with mental disabilities to
exercise such right. While from the perspective of human rights, conferring the right to vote to the people
with mental disabilities should absolutely be a must since the people with mental disabilities are also parts of
the citizens conferred with such right by the state to enable them to procedurally participate in the
democratic processes.
Keywords: right to vote; people with mental disabilities; human rights.
ABSTRAK
Dinamika politik di Indonesia pada penghujung tahun 2018 kembali hangat disebabkan oleh terbitnya Surat
Edaran Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia yang menyatakan bahwa penyandang disabilitas mental
berhak memperoleh hak pilih sehingga dapat didata sebagai pemilih. Hal tersebut menimbulkan pendapat
beragam dimana akhirnya pemerintah mengakomodir hak penyandang disabilitas mental namun disisi lain
memunculkan kekhawatiran bagi penyandang disabilitas mental apakah dapat menggunakan hak pilihnya
secara baik dan benar atau tidak. Tujuan penulisan ini untuk memberikan pengertian komprehensif mengenai
penyandang disabilitas mental, mendeskripsikan dasar hukum terkait hak pilih bagi penyandang disabilitas
mental dan mendeskripsikan hak pilih penyandang disabilitas mental ditinjau dari perspektif Hak Asasi
Manusia (HAM). Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan kualitatif yang
bertujuan untuk mengungkap fakta dan menyuguhkan apa adanya keadaan, fenomena, serta keadaan yang
terjadi berdasarkan studi kepustakaan. Dalam penulisan ini mendeskripsikan bahwa penyandang disabilitas
mental sejatinya tetap dapat diberikan hak pilih dalam pemilihan umum karena sejauh ini tidak ada larangan
bagi penyandang disabilitas mental untuk memperoleh haknya. Sementara dari perspektif HAM memandang
bahwa pemberian hak pilih bagi penyandang disabilitas adalah mutlak karena penyandang disabilitas mental
juga merupakan bagian dari warga negara yang diberikan hak oleh negara untuk dapat berpartisipasi dalam
proses demokrasi secara prosedural.
Kata kunci: hak pilih; penyandang disabilitas mental; hak asasi manusia.
gangguan jiwa berhak untuk memilih.8 Aturan Penyandang Disabilitas Indonesia, Mahmud Fasa,
PKPU itu bertentangan dengan aspek kepatutan menambahkan alasan keempat dari sisi sosiologis
dalam pemilu. Memang, semua warga negara dimana perkembangan masyarakat Indonesia,
berhak untuk memilih atau dipilih namun dalam pasca pengesahan Undang-Undang Penyandang
kalimat hak warga negara itu ada persyaratan Disabilitas sudah menuju kepada pembentukan
untuk terpenuhinya hak.9 Salah satunya adalah lingkungan yang inklusif.15 Alasan kelima dilihat
sehat jasmani dan rohani atau mental. Lalu dari dari sisi historis. Dari sisi tersebut, pelarangan hak
aspek hukum, penyandang disabilitas mental tidak memilih pada penyandang disabilitas tidak sesuai
memiliki kewajiban hukum. Selain itu, hukum pun dengan perkembangan HAM secara internasional
tidak bisa menjerat orang dengan gangguan jiwa.10 karena Perkembangan HAM internasional
Menurut anggota koalisi dari Perhimpunan cenderung menjamin hak politik bagi penyandang
Jiwa Sehat Indonesia, Yeni Rosa Damayanti disabilitas.16
dalam Pratama menyatakan bahwa ada lima alasan Penulis sependapat dengan pernyataan yang
mengapa penyandang disabilitas harus memiliki disampaikan oleh Yeni dimana penyandang
hak pilih.11 Pertama, secara filosofis, penyandang disabilitas mental seharusnya tetap diberikan hak-
disabilitas mental adalah manusia yang memiliki haknya karena mereka tetap dijamin oleh undang-
hak asasi yang setara sejak kelahirannya. Salah undang karena berdasarkan data dari Riset
satu hak asasi manusia yang dimaksud adalah Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dan data
hak politik, khususnya dalam hal ini adalah hak rutin dari Pusat Data dan Informasi Kementerian
memilih, yang dalam pemenuhannya tidak dapat Kesehatan, jumlah orang yang mengalami
dibatasi oleh negara, kecuali berdasarkan putusan gangguan kesehatan mental terus mengalami
pengadilan atau Undang-Undang.12 Kedua, peningkatan di Indonesia.17
secara yuridis penyandang disabilitas mental Data Riskesdas Tahun 2013 menunjukkan
adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang prevalensi ganggunan mental emosional yang
memiliki hak konstitusional yang sama, Pasal ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan
28D ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai
menyatakan ‘Setiap orang berhak atas pengakuan, sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000
hukum’.”Ketentuan dalam pasal itu secara tegas orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.18
melarang adanya pembedaan perlakuan dihadapan
Selanjutnya menurut data World Health
hukum, termasuk dalam hal pengaturan mengenai
Organization (WHO) pada tahun 2016, terdapat
hak memilih.13 Ketiga, secara medis kapasitas
sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta
seseorang untuk memilih dalam pemilu tidak
orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia,
ditentukan oleh diagnosis atau gejala yang
serta 47,5 juta terkena demensia.19 Di Indonesia,
dialami penderita, melainkan dari kemampuan
dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan
kognitif (kemampuan berpikir).14 Anggota
sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka
koalisi lainnya yang berasal dari Persatuan
jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang
8 Putra Prima Perdana, “Dedi Mulyadi: Jangan Bebani berdampak pada penambahan beban negara dan
Penyandang Disabilitas Mental Untuk Memilih,” Kompas. penurunan produktivitas manusia untuk jangka
Com, lastmodified 2018,accessed November29, 2018,https://
regional.kompas.com/read/2018/11/26/13382371/dedi-
mulyadi-jangan-bebani-penyandang-disabilitas-mental-
untuk-memilih. 15 Ibid.
9 Ibid. 16 Ibid.
10 Ibid. 17 Pinterpolitik, “Indonesia Darurat Kesehatan Mental?,”
11 Ilham Rian Pratama, “Organisasi Ini Sampaikan 5 Alasan Pinterpolitik.Com, last modified 2018, accessed November
Penyandang Disabilitas Mental Perlu Gunakan Hak Pilih,” 28, 2018, https://pinterpolitik.com/indonesia-darurat-
Tribunnews.Com, last modified 2018, accessed November kesehatan-mental/.
28, 2018, http://www.tribunnews.com/nasional/2018/11/24/ 18 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, “Peran
organisasi- ini- sampaikan- 5- alasan- penyandang- Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa Masyarakat,” Depkes.
disabilitas-mental-perlu-gunakan-hak-pilih. Go.Id, last modified 2016, accessed November 28,
12 Ibid. 2018,http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/
13 Ibid. peran-keluarga-dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat.html.
14 Ibid. 19 Ibid.
panjang.20 Dan yang lebih mengkhawatirkan bertambah karena pendataan masih berlangsung.26
adalah pada Maret 2016, pemerintah juga sempat Pada Pemilu 2014 pemilih disabilitas mental hanya
mempublikasikan data bahwa ada sekitar 18.800 8.717, sedangkan pada Pemilu 2019 mencapai
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang 43.769 orang.27 Peningkatan tersebut dapat dilihat
masih dipasung di Indonesia.21 melalui grafik berikut:28
Merujuk data sebelumnya dapat dipahami Grafik 1.1. Jumlah Pemilih Difabel pada Pemilu
bahwa dalam faktanya di Indonesia rupanya Tahun 2014 dan 2019
jumlah penyandang disabilitas mental yang terdata
masih banyak dan jika dilihat dari kacamata
politik, banyaknya jumlah penyandang disabilitas
mental tersebut sejatinya juga berpotensi untuk
memberikan suaranya atau hak pilihnya dalam
proses demokrasi secara prosedural.
Setelah terbitnya Surat Edaran KPU yang
menyarankan penyandang disabilitas untuk dapat
dimasukkan dalam DPT, KPU baik di pusat
maupun daerah saat ini mencoba melakukan
perekaman data bagi penyandang disabilitas.
Sebagai contoh petugas pendataan dari Komisi
Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pemerintah Kota
(Pemkot) Bekasi mendatangi Panti Rehabilitasi Sumber: Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia dan Indo-
pos, 2019.
Cacat Mental Jamrud Biru, Mustikajaya.22
Petugas mendata pasien secara elektronik
namun terkendala dengan jaringan internet. Namun demikian Komisioner Komisi
Namun demikian rencananya, pasien yang Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari
mengalami gangguan jiwa direkam dan dapat menyatakan bahwa KPU kemungkinan hanya
memiliki nomor kependudukan yang pada mendata penyandang disabilitas mental yang
akhirnya mereka juga akan diberikan hak menjadi berada di rumah, berkumpul dengan keluarga,
pemilih dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) atau sedang dirawat di rumah sakit jiwa.29 Sebab,
dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019.23 pendataan pemilih penyandang disabilitas mental
Suhartono menambahkan bahwa “saat ini juga bergantung situasi dan kondisi. Jika saat pendataan
telah ada peraturan dari kementerian sosial terkait penyandang disabilitas mental sedang tidak sehat
data pasien dimana data pasien harus fix dan atau “kumat”, maka pendataan tak bisa dilakukan
terdata secara elektronik. Mereka direkam sidik langsung terhadap yang bersangkutan. Paling
jari dan retina sebagai identitas kependudukan.”24 memungkinkan, pendataan dilakukan dengan
bertanya kepada keluarga atau dokter atau tenaga
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia
medis yang merawatnya.30
(KPU RI) mencatat, ada 43.769 penyandang
disabilitas mental yang mempunyai hak pilih Fenomena yang berkaitan dengan hak pilih
dalam Pemilu 2019.25 Jumlah itu diperkirakan bisa bagi penyandang disabilitas mental rupanya
menjadi menarik untuk diteliti dan dikaji lebih
dalam karena hal yang demikian rupanya menjadi
20 Ibid. aspek mendasar dari suatu negara yang menganut
21 Pinterpolitik, “Indonesia Darurat Kesehatan Mental?”
22 Chotim, “Pasien Gangguan Jiwa Mulai Di Data Untuk 26 Ibid.
Pemilu,” Poskotanews.Com, last modified 2018, accessed 27 Ibid.
November 28, 2018, http://poskotanews.com/2018/11/12/ 28 Ibid.
pasien-gangguan-jiwa-mulai-didata-untuk-pemilu/. 29 Fitria Chusna Farisa, “KPU: Penyandang Disabilitas Mental
23 Ibid. Yang Didata Hanya Yang Di Rumah Atau RSJ,” Kompas.Com,
24 Ibid. last modified 2018, accessed November 28, 2018, https://
25 Folber Siallagan, “43 Ribu Disabilitas Mental Di nasional.kompas.com/read/2018/11/22/23133931/kpu-
DPT,” Indopos.Co.Id, last modified 2018, accessed penyandang-disabilitas-mental-yang-didata-hanya-yang-
December 8, 2018,https://www.indopos.co.id/ di-rumah-atau-rsj.
read/2018/12/05/157716/43-ribu-disabilitas-mental-di-dpt. 30 Ibid.
paham demokrasi dimana negara seharusnya penelitian ini adalah sebagai bahan masukan bagi
memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi para stakeholder terkait dalam rangka perbaikan
warga negara untuk berkontribusi bagi negaranya. regulasi dan perbaikan sistem demokrasi terhadap
Sa’duddin mengatakan bahwa “sejak pelaksanaan pemilihan umum (pemilihan presiden
lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wakil presiden, pemilihan anggota legislatif,
(NKRI) tahun 1945, negara telah menjunjung dan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
tinggi pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM). daerah) kedepan yang sesuai dengan perspektif
Sikap tersebut nampak dari Pancasila dan UUD hak asasi manusia.
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
memuat beberapa ketentuan tentang METODE PENELITIAN
penghormatan HAM warga negara. Oleh 31
karenanya pada praktik penyelenggaraan negara, Penelitian ini merupakan penelitian yuridis
perlindungan atau penjaminan terhadap HAM empiris dengan pendekatan kualitatif yang
dan hak-hak warga negara (citizen’s rights) atau bertujuan untuk mengungkap fakta, keadaan,
hak-hak konstitusional warga negara (the citizen’s fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi
constitusional rights) dapat terlaksana”.32 saat penelitian berjalan dan menyuguhkan apa
Hal senada juga disampaikan oleh Menteri adanya. Arikunto berpendapat bahwa penelitian
Sosial RI Agus Gumiwang Kartasasmita dalam yuridis empiris merupakan penelitian lapangan
Perayaan Hari Disabilitas Internasional Tahun yang mengkaji ketentuan hukum yang berlaku
2018 yang mengatakan bahwa negara menjamin serta apa yang terjadi dalam kenyataannya dalam
kelangsungan hidup setiap warga negara, masyarakat.35 Sementara pendekatan kualitatif
termasuk penyandang disabilitas yang mempunyai bertujuan untuk mengkaji kehidupan manusia
kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia dalam kasus-kasus terbatas, sifatnya kasuistik,
yang sama sebagai warga negara.33 Melalui pijakan namun mendalam (in depth) dan bersifat total atau
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang menyeluruh (holistic), dalam arti tak mengenal
Penyandang Disabilitas, pemerintah mengajak pemilahan-pemilahan gejala secara konseptual ke
semua pihak untuk mewujudkan kesamahaan dalam aspek-aspeknya yang eksklusif.36
hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas Selanjutnya analisis data dilakukan dengan
menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri dan metode analisis kualitatif dengan penguraian
tanpa diskriminasi. Menuju Indonesia yang inklusi secara deskriptif (pemaparan). Menurut Bogdan
dan ramah disabilitas.34 dan Biglen dalam Moleong, analisis data kualitatif
Berdasarkan latar belakang yang telah merupakan “upaya yang dilakukan dengan
dikemukakan sebelumnya maka permasalahan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
dalam penelitian ini adalah apakah yang dimaksud data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dengan penyandang disabilitas mental; Apakah dapat dikelola, mensintesiskan, mencari dan
pemenuhan hak pilih bagi penyandang disabilitas menemukan pola, menemukan apa yang penting
mental sudah sesuai dengan perspektif Hak Asasi dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa
Manusia; dan apakah pemberian surat yang dapat diceritakan kepada orang lain”.37
keterangan sehat dari dokter untuk penyandang Oleh karenanya pada langkah ini, data yang
disabilitas mental menimbulkan diskriminasi diperoleh dari hasil wawancara, dokumentasi,
dalam pemenuhan hak pilih? Adapun tujuan dari bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier
kemudian diolah menjadi sekumpulan data
31 Sa’duddin, “Pengaturan Hak Politik Warga Negara,” Dakta.
yang terpisah-pisah menurut kebutuhan untuk
Com, last modified 2018, accessed November 28, 2018, dapat menjawab pertanyaan yang telah disusun
http://www.dakta.com/news/1949/pengaturan-hak- sebelumnya. Setelah dipilah maka data tersebut
politik-warga-negara.
selanjutnya di-check and recheck (triangulasi)
32 Ibid.
33 Humas Kementerian Sosial Republik Indonesia, “Kemensos
Hadirkan Beragam Layanan Dan Program Bagi Penyandang 35 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan
Disabilitas,” Depkes.Go.Id, last modified 2018, accessed Praktik (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2014), 126.
December 5, 2018, http://www.depkes.go.id/article/ 36 Sutandyo Wignjosoebroto, Hukum Konsep Dan Metode
view/18120300003/kemensos-hadirkan-beragam-layanan- (Malang: Setara Press, 2013), 130.
dan-program-bagi-penyandang-disabilitas.html. 37 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:
34 Ibid. PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 248.
untuk ditemukan titik tengah dan akurasi pendapat fisiologis atau anatomis.44 Disability adalah suatu
dari berbagai pandangan sehingga menghasilkan keterbatasan atau kehilangan kemampuan (sebagai
suatu kesimpulan sementara atau hasil penelitian akibat impairment) untuk melakukan suatu kegiatan
yang ada. Dengan kata lain analisis data penelitian dengan cara atau dalam batas-batas yang dipandang
menggunakan metode yang disampaikan normal bagi seorang manusia.45 Handicap adalah
oleh Robert K Yin melakukan analisis data suatu kerugian bagi individu tertentu, sebagai
menggunakan lima fase:38 (1) compiling akibat dari suatu impairment atau disability, yang
database (kompilasi data), (2) disasembling data membatasi atau menghambat terlaksananya suatu
(pembongkaran data), (3) reassembling and peran yang normal. Namun hal ini juga tergantung
arraying data (pemasangan dan penyusunan data pada usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor sosial
kembali), (4) interpreting (mengartikan data) dan atau budaya.46
(5) concluding (menyimpulkan). Lebih lanjut secara normatif, penyandang
disabilitas adalah “setiap orang yang mengalami
PEMBAHASAN keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau
sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami
A. Pengertian Penyandang Disabilitas hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi
Mental secara penuh dan efektif dengan warga negara
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lainnya berdasarkan kesamaan hak”.47
“penyandang” diartikan dengan orang yang Sementara Convention on The Right of
menyandang (menderita) sesuatu.39 Sedangkan Person with Disabilities (CRPD) pada pasal
“disabilitas” merupakan kata bahasa Indonesia 1 memaknai disabilitas sebagai “Orang-orang
yang berasal dari kata serapan bahasa Inggris dengan disabilitas termasuk orang-orang dengan
disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat gangguan fisik, mental, intelektual, atau indrawi
atau ketidakmampuan.40 yang dengan interaksi dengan berbagai hambatan
Istilah disabilitas sendiri rupanya digunakan dapat mengganggu parsipasi penuh dan efektif
sebagai pengganti istilah penyandang cacat yang mereka dalam masyarakat dibandingkan dengan
mempunyai nilai rasa negatif dan terkesan anggota masyarakat lainnya.48
diskriminatif.41 Istilah disabilitas didasarkan pada Selanjutnya ragam penyandang disabilitas
realita bahwa setiap manusia diciptakan berbeda dapat diketahui melalui pasal 4 ayat (1) Undang-
sehingga yang ada sebenarnya hanyalah sebuah Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
perbedaan bukan kecacatan maupun Disabilitas pertama penyandang disabilitas fisik,
keabnormalan.42 yaitu terganggunya fungsi gerak, antara lain
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi,
Organization (WHO) dalam The International celebral palsy (CP), akibat stroke, akibat kusta,
ClassificationofImpairment,DisabilityandHandicap dan orang kecil.49 Kedua, penyandang disabilitas
menyatakan bahwa ada tiga definisi berkaitan intelektual, yaitu terganggunya fungsi pikir
dengan kecacatan, yaitu impairment, disability, karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata,
dan handicap.43 Impairment adalah kehilangan antara lain lambat belajar, disabilitas grahita
atau abnormalitas struktur atau fungsi psikologis, dan down syndrom.50 Ketiga, penyandang
disabilitas mental, yaitu terganggunya fungsi Heria E dalam Murni dan Astuti mengatakan
pikir, emosi, dan perilaku, antara lain: (a) bahwa penyandang cacat mental merupakan
psikososial diantaranya skizofrenia, bipolar, individu yang mengalami kelainan mental dan/
depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian; (b) atau tingkah laku akibat bawaan atau penyakit.
disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada Individu tersebut tidak bisa mempelajari dan
kemampuan interaksi sosial di antaranya autis melakukan perbuatan yang umum dilakukan
dan hiperaktif.51 Keempat, penyandang disabilitas orang lain (normal), sehingga menjadi hambatan
sensorik, yaitu terganggunya salah satu fungsi dalam melakukan kegiatan sehari-hari.55
dari panca indera, antara lain disabilitas netra, Namun demikian sejatinya penyandang
disabilitas rungu, dan/atau disabilitas wicara.52 disabilitas mental erat kaitannya dengan
Namun demikian dalam penelitian ini penulis permasalahan gangguan jiwa. Menurut Undang-
membatasi pada penyandang disabilitas mental. Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Alasan dilakukan pembatasan agar pembahasan Jiwa, gangguan jiwa merupakan permasalahan
dalam penelitian ini terfokus pada penyandang yang berkaitan dengan gangguan dalam pikiran,
disabilitas mental dikarenakan jenis penyandang perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam
disabilitas yang beragam. bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan
Secara normatif, dalam penjelasan pasal 4 perilaku. Permasalahan gangguan jiwa dapat
ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun dialami oleh siapa saja, dan dapat menimbulkan
2016 tentang Penyandang Disabilitas menyatakan beban tidak saja bagi penyandangnya tetapi juga
bahwa penyandang disabilitas mental adalah bagi keluarganya, apabila tidak mendapatkan
terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, penanganan secara tepat.56
antara lain: Sementara menurut American Psychiatric
a. psikososial diantaranya skizofrenia, bipolar, Association, gangguan jiwa didefinisikan sebagai
depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian; suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku
dan yang penting secara klinis yang terjadi pada
seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress
b. disabilitas perkembangan yang berpengaruh
dan disabilitas atau disertai peningkatan risiko
pada kemampuan interaksi sosial diantaranya
kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas
autis dan hiperaktif.
atau kehilangan kebebasan.57 Kaplan dan Sadock
Selanjutnya berdasarkan keterangan pakar menjelaskan bahwa gangguan jiwa merupakan
psikiatri, disabilitas mental adalah kondisi gejala yang dimanifestasikan melalui perubahan
episodik atau tidak permanen. Meskipun penderita karakteristik utama dari kerusakan fungsi perilaku
mengalami disabilitas sebagian fungsi mental, atau psikologis yang secara umum diukur dari
mereka tetap bisa hidup normal dan mampu beberapa konsep norma dihubungkan dengan
menentukan yang terbaik.53 distress atau penyakit, tidak hanya dari respon
Menurut Kementerian Sosial Republik yang diharapkan pada kejadian tertentu atau
Indonesia, penyandang disabilitas mental adalah keterbatasan hubungan antara individu dan
individu yang mengalami cacat mental atau lingkungan sekitarnya.58
gangguan jiwa yang telah dirawat di Rumah
Sakit Jiwa dan direkomendasikan dalam kondisi Selanjutnya berkaitan dengan masalah gang-
tenang dan oleh karenanya merupakan rintangan guan jiwa dapat disebabkan oleh berbagai
atau hambatan baginya untuk melakukan
fungsi sosialnya dalam pemenuhan kebutuhan, 55 Ruaida Murni and Mulia Astuti, “Rehabilitasi Sosial Bagi
pemecahan masalah dan kegiatan sehari-hari.54 Penyandang Disabilitas Mental Melalui Unit Informasi Dan
Layanan Sosial Rumah Kita,” Sosio Informa 1, no. 03 (2015):
278–292.
51 Ibid. 56 Humas Kementerian Sosial Republik Indonesia,
52 Ibid. “Penyandang Disabilitas Mental,” Mediadisabilitas.Org,
53 Ismail, “Penyandang Disabilitas Mental Harus Difasilitasi last modified 2018, accessed November 29, 2018, http://
Memilih.” mediadisabilitas.org/uraian/ind/disabilitas-mental.
54 Kementerian Sosial Republik Indonesia, Pedoman 57 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM,
Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Mental Eks Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Bagi Penyandang
Psikotik Dalam Panti (Jakarta: Direktorat Rehabilitasi Skizofrenia (Jakarta: PT. Gramedia, 2016), 70.
Sosial Orang Dengan Kecatatan, 2010), 4. 58 Ibid.
yang dilaksanakan secara berkala dan jujur dan (1) Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan
yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat memilih dalam pemilihan umum berdasarkan
umum dan yang tidak membeda-bedakan, dan persamaan hak melalui pemungutan suara
dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
menurut cara-cara lain yang menjamin kebebasan dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan
memberikan suara”. perundang-undangan.
Konvensi Internasional mengenai Hak (2) Setiap warga negara berhak turut serta dalam
Sipil dan Politik (International Covenant on pemerintahan dengan langsung atau dengan
Civil and Political Rights, ICCPR), yang telah
perantaraan wakil yang dipilihnya dengan
diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang
bebas, menurut cara yang ditentukan dalam
Nomor 12 Tahun 2005, pada Pasal 25 menyatakan
bahwa “Setiap warga negara harus mempunyai peraturan perundang-undangan.
hak dan kesempatan, tanpa pembedaan apapun (3) Setiap warga negara dapat diangkat dalam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tanpa setiap jabatan pemerintahan.
pembatasan yang tidak beralasan: (a) Ikut dalam Pasal 148 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa:
langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih
(1) penderita gangguan jiwa mempunyai hak
secara bebas. (b) Memilih dan dipilih pada
yang sama sebagai warga negara;
pemilihan umum berkala yang jujur, dan dengan
hak pilih yang universal dan sama, serta dilakukan (2) hak sebagaimana dimaksud pada ayat
melalui pemungutan suara secara rahasia untuk (1) meliputi persamaan perlakuan dalam
menjamin kebebasan dalam menyatakan kemauan setiap aspek kehidupan, kecuali peraturan
dari para pemilih”. Kemudian, dalam Pasal 5 ayat perundang-undangan menyatakan lain;
3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang (3) setiap warga negara berhak turut serta dalam
Hak Asasi Manusia (HAM) dijelaskan bahwa pemerintahan dengan langsung atau dengan
setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat perantaraan wakil yang dipilihnya dengan
yang rentan berhak memperoleh perlakuan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam
dan perlindungan lebih berkenaan dengan
peraturan perundang-undangan.
kekhususannya. Kelompok masyarakat yang
rentan adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir Pasal 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat.66 2017 tentang Pemilu juga menyebutkan bahwa
Penyandang Disabilitas yang memenuhi syarat
Secara yuridis, penyandang disabilitas
mempunyai kesempatan yang sama sebagai
mental termasuk Warga Negara Indonesia (WNI)
pemilih, sebagai calon anggota Dewan Perwakilan
yang memiliki hak konstitusional yang sama
Rakyat (DPR), sebagai calon anggota Dewan
sehingga wajib dihormati, dilindungi dan dipenuhi
Perwakilan Daerah (DPD), sebagai calon Presiden/
oleh negara. Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang
Wakil Presiden, sebagai calon anggota Dewan
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan sebagai
menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas
penyelenggara pemilu.
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di Selain itu dalam pasal 13 Undang-Undang
hadapan hukum”. Norma tersebut dapat dipahami Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
bahwa secara tegas melarang adanya pembedaan Disabilitas secara khusus juga menyatakan bahwa
perlakuan di hadapan hukum, termasuk dalam hal hak politik penyandang disabilitas meliputi:
pengaturan mengenai hak pilih. a. memilih dan dipilih dalam jabatan publik;
Dasar hukum lainnya juga dapat dilihat b. menyalurkan aspirasi politik baik tertulis
melalui Pasal 43 Undang-Undang Nomor 39 maupun lisan;
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang c. memilih partai politik dan/atau individu yang
menegaskan bahwa: menjadi peserta dalam pemilihan umum;
memenuhi hak politik setiap warga negaranya bagi seluruh individu atau warga masyarakat
tanpa terkecuali merupakan sebuah keniscayaan. dalam negaranya tanpa adanya perbedaan ataupun
Karena dengan diberikannya kesempatan kepada diskriminasi terhadap hak-hak asasinya.
setiap orang tanpa terkecuali akan membuat Keberadaan hak asasi manusia dalam
sebuah negara menuju pada tahap demokrasi konsepsi negara hukum yang menganut paham
secara ideal seperti yang disampaikan oleh Robert demokrasi di Indonesia pada akhirnya menjadi
Dahl dalam Wirosardjono yang mengatakan suatu hal yang paling mendasar. Namun konsepsi
bahwa “dikatakan sebagai negara demokrasi bila pengaturan hak asasi manusia oleh negara tersebut
memenuhi unsur-unsur:70 bukan berarti terjadinya pengekangan hak asasi
a. freedom to form and join organization (ada manusia oleh negara, tetapi dalam konsepsinya
kebebasan untuk membentuk dan menjadi adalah pengaturan oleh negara. Fauzan mengatakan
anggota perkumpulan); bahwa “dalam suatu negara yang berdemokrasi,
b. freedom of exspression (ada kebebasan Implementasi hak asasi manusia merupakan suatu
menyatakan pendapat); keharusan”.71 Tingkatan implementasi demokrasi
dan hak asasi manusia juga dipengaruhi oleh
c. the right to vote (ada hak memberikan suara peran negara sehingga implementasi demokrasi
dalam pemungutan suara); dan hak asasi manusia yang berkedaulatan rakyat
d. eliqibility of public office (ada kesempatan merupakan cita-cita yang hendak dicapai.72
untuk dipilih atau menduduki berbagai Frans Magnis Suseno dalam Hendra
jabatan pemerintahan negara); Nurtjahjo menyebutkan bahwa terdapat lima
e. the right of political leader to compete for ciri negara demokratis, yaitu negara hukum,
support and votes (ada hak bagi pemimpin pemerintahan yang berada di bawah kontrol
masyarakat secara nyata, pemilihan umum yang
politik berkampanye untuk memperoleh
bebas, prinsip mayoritas, dan adanya jaminan
dukungan suara);
terhadap hak-hak demokratis.73
f. alternative sources of information (terdapat
Hal senada juga disampaikan oleh
beberapa sumber informasi); Henry B. Mayo dalam Ni'matul Huda yang
g. free and fair election (adanya pemilihan yang mendefinisikan demokrasi sebagai sistem politik
jujur dan bebas); dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas
h. institution for making government politics dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi
depend on votes and other exspression of secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan berkala
preference (lembaga-lembaga yang membuat yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik
kebijaksanaan bergantung kepada pemilih). dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya
kebebasan politik.74 Maka, belumlah dapat
B. Hak Pilih Bagi Penyandang Disabilitas dikatakan sempurna apabila sistem demokrasi di
Mental Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi suatu negara masih mengesampingkan hak politik
Manusia dari suatu golongan tertentu.
Dalam sejarah perkembangannya, HAM Berdasarkan beberapa pendapat sebelumnya,
saat ini tidak lagi menjadi sebuah konsep ideal hak politik rupanya menjadi tanggung jawab
dalam menjalankan pemerintahan tetapi HAM negara untuk dapat memenuhi kewajibannya
telah diimplementasikan dalam menjalankan roda kepada semua warga negara tanpa terkecuali.
pemerintahan. Terlebih ketika berbicara sebagai Hal yang demikian rupanya juga sejalan dengan
sebuah negara demokrasi dapat dipahami bahwa amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
negara sejatinya merupakan pemangku kewajiban
untuk menjamin terselenggaranya hak-hak yang 71 Fauzan Khairazi, “Implementasi Demokrasi Dan Hak Asasi
Manusia Di Indonesia,” Jurnal Inovatif 8, no. 1 (2015): 72–94.
terkandung dalam hak asasi manusia dalam bentuk
72 Ibid.
penghormatan (to respect), perlindungan (to 73 Hendra Nurtcahjo, Filsafat Demokrasi (Jakarta: Bumi
protect) dan pemenuhan (to fullfill) yang berlaku Aksara, 2006), 74.
74 Ni’matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia: Kajian
70 Soetjipto Wirosardjono, Dialog Dengan Kekuasaan, Esai- Terhadap Dinamika Perubahan UUD 1945 (Jakarta: UI
Esai Tentang Agama, Negara Dan Rakyat (Bandung: Mizan, Press, 2003), 57.
1995), 69.
Indonesia Tahun 1945 melalui Pasal 27 ayat (1) langkah-langkah harmonisasi hukum dan
yang menyebutkan bahwa “setiap warga negara perundang-undangan, menjamin adanya tindakan
memiliki kedudukan yang sama dalam hukum aparatur negara yang bertugas terkait pelanggaran
dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi terhadap hak-hak yang terdapat dalam konvenan,
hukum dan pemerintahan negara tanpa terkecuali. dan menjamin persamaan hak antara laki-laki dan
Sebagai hak dasar yang dimiliki oleh setiap perempuan.
individu tanpa terkecuali ini, hak politik atau Secara lebih khusus, dalam rangka
dikenal dengan political rights sebaiknya dapat perlindungan dan penghormatan hak-hak
dipahami juga memberikan ruang seluas-luasnya penyandang disabilitas, dalam tataran pengaturan
bagi setiap warga negara untuk ikut serta dalam internasional dibentuklah suatu konvensi yakni
pemerintahan, menggunakan hak memilih dan hak disebut Convention on the Rights of Persons
dipilihnya dalam pemilu serta hak untuk bergabung with Disabilities (CRPD). CRPD ini merupakan
serta mendirikan partai politik tertentu.75 Selain itu pengembangan lebih luas dari Declaration
hak politik bisa kita anggap sebagai jelmaan dari Universal of Human Rights (DUHAM)
hak konstitusi yang melekat pada diri kita yang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1948
bila dilaksanakan bisa menentukan berjalannya yang melarang praktik diskriminasi pada manusia
sistem demokrasi dalam sistem ketatanegaraan atas dasar alasan apapun, termasuk dalam hal ini
kita. Bisa juga hak tersebut dimaknai sebagai bagi mereka para penyandang disabilitas saat
tawaran atas opsi yang diberikan negara untuk melaksanakan hak politiknya dalam pemilu. Hal
ikut serta menentukan siapa pejabat publik yang ini sebagaimana diatur dalam Pasal 21 CRPD
akan memimpin kita. yang menyatakan:
Pelaksanaan kedaulatan rakyat, biasa (1) Setiap orang berhak turut serta dalam
diidentikkan dengan penyelenggaraan pemilihan pemerintahan negaranya, secara langsung
umum (pemilu). Hal ini dengan pertimbangan atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan
bahwa melalui proses pemilu, seluruh rakyat dapat bebas.
ikut berpartisipasi dalam menentukan pemimpin
(2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang
dengan harapan demi kemajuan bangsa dan
sama untuk diangkat dalam jabatan
negaranya. Pemilu sebagai bentuk demokratisasi
di Indonesia semakin nyata dengan adanya pemerintahan negaranya.
amandemen UUD Negara Republik Indonesia (3) Kehendak rakyat harus menjadi dasar
Tahun 1945 yang memuat ketentuan tentang kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus
pemilihan umum. Hal ini sesuai dengan bunyi dinyatakan dalam pemilihan umum yang
Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia dilaksanakan secara berkala dan murni,
Tahun 1945 sebagaimana telah disebutkan di atas, dengan hak pilih yang bersifat umum dan
sebagai salah satu sarana pelaksanaan kedaulatan sederajat, dengan pemungutan suara secara
rakyat rahasia ataupun dengan prosedur lain yang
Paragraf sebelumnya menjadi satu menjamin kebebasan memberikan suara.
pemahaman dengan International Convenant on Halalia mengatakan, dalam kaitannya
Civil and Political Rights (ICCPR) atau Konvenan dengan hak politik bagi penyandang disabilitas
Hak Sipil dan Politik atau sering kali disebut merupakan salah satu komponen dari HAM yang
dengan singkatan ICCPR, yang merupakan sebuah juga harus dipenuhi, apalagi dalam tataran negara
instrumen hukum internasional yang mengatur demokrasi. Indonesia sudah semestinya membuka
mengenai hak-hak sipil dan politik setiap individu ruang seluas-luasnya bagi masyarakat termasuk
sebagai warga negara. Pasal 2 dan 3 menyatakan masyarakat penyandang disabilitas untuk ikut
adanya kewajiban negara demi tercapai atau berpartisipasi dalam ranah politik termasuk ikut
terpenuhinya hak-hak sipil dan politik dalam serta dalam sistem pemerintahan. Karena, hak
ICCPR meliputi menghormati dan menjamin politik sebagai salah satu dari serangkaian hak yang
semua orang tanpa diskriminasi menikmati hak- juga dimiliki oleh setiap warga negara termasuk
hak yang diakui dalam konvenan, mengambil para penyandang disabilitas, memiliki arti
penting bagi keberlangsungan dari perlindungan
75 Khoirul Anam, Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan
Untuk Mahasiswa (Yogyakarta: Inti Media, 2011), 174. hak asasi manusia dan sistem demokrasi yang
berlaku di Indonesia.76 Lebih lanjut, Yeni Rosa yang membutuhkan bantuan. Padahal membahas
Damayanti menyebut, masuknya penyandang disabilitas tidak hanya dilihat pada sisi biologis
disabilitas mental ke dalam Daftar Pemilih Tetap tetapi diharapkan juga dilihat dari sisi hak asasi
(DPT) pemilu bukan merupakan hal yang tiba- manusia. Oleh karenanya menurut Titi Anggraini,
tiba.77 Hak pilih penyandang disabilitas mental harus diluruskan lagi perspektif dan paradigma
lahir dari perjuangan panjang para penyandang masyarakat soal pemilih disabilitas mental.81
dan organisasi masyarakat yang fokus pada isu Pendekatan berbasis hak asasi manusia dalam
disabilitas.78 interaksi dengan disabilitas dalam pemilu sangat
Namun faktanya berdasarkan laporan penting, sebab pemilu memberikan kesempatan
Komisi Nasional (Komnas) HAM tahun 2018 untuk meningkatkan partisipasi dan mengubah
dapat diketahui bahwa “stigma yang berkembang persepsi publik atas kemampuan penyandang
di masyarakat saat ini masih menganggap bahwa disabilitas.82
penyandang disabilitas mental merupakan manusia Pemilu sendiri juga dapat dipahami
yang sedang kerasukan roh jahat, tidak mampu/ merupakan salah satu akses bagi penyaluran
cakap dalam mengambil keputusan, dianggap hak dan partisipasi politik warga negara.
berbahaya, perlu untuk dikonsentrasikan/ Pemilu yang sering disebut-sebut sebagai pesta
dikurung, dan tidak memiliki harapan”.79 Hal demokrasi masyarakat, harus melibatkan semua
inilah yang menjadi penyebab utama perlakuan elemen warga negara tanpa terkecuali. Daming
diskriminatif yang dialami penyandang disabilitas menyatakan bahwa sangat disadari salah satu
mental. Oleh karenanya stigma tersebut sebaiknya indikator penyelenggaraan pemilu yang
mulai dihilangkan dimulai dari pemerintah sebagai berkualitas adalah unsur-unsur partisipasi
penyelenggara pemerintahan agar penyandang masyarakat.83 Esensi dari penyelenggaraan pemilu
disabilitas mental tetap dapat memperoleh hak- adalah bentuk pengejawantahan kedaulatan
haknya secara utuh sehingga lambat laun pola rakyat atau warga negara dalam menentukan
pikir masyarakat secara umum akan berubah perangkat kerja kekuasaan negara. Dalam hal ini
terhadap stigma negatif yang terlanjur melekat warga negara tanpa terkecuali mempunyai hak
pada penyandang disabilitas mental. dalam proses politik. Sehingga hak-hak politik
Selain itu masih terdapat kajian disabilitas warga negara yang tidak lain adalah bagian dari
yang bersandar pada persamaan antara“disabilitas” hak asasi manusia wajib dihormati, dilindungi
dengan “orang cacat”, sehingga membuat seorang dan dipenuhi oleh siapapun yang terlibat dalam
difabel tampaknya menjadi sekadar masalah atau proses penyelenggaraan pemilu.84 Hal yang
bahkan diabaikan. Sebagai contoh seperti yang demikian juga dipahami bahwa Undang-Undang
diteliti oleh Barton yang menyatakan bahwa Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sosiolog biasanya mengabaikan aspek disabilitas menempatkan pemilu sebagai ukuran shahih
atau hanya mempelajarinya sebagai sesuatu yang menentukan berjalan atau tidaknya demokrasi
eksotis.80 Pernyataan sebelumnya dimaknai serta sebagai pengejawantahan hak setiap warga
bahwa pada saat mempelajari dan membahas negara untuk diberi kesempatan yang sama dan
disabilitas secara teoritis, seringkali hanya dilihat efektif dalam memilih dan untuk dipilih.85
atau dipandang dari sisi biologis sehingga pada Dalam kaitannya dengan HAM,
kesimpulannya hanya dianggap sebagai orang perkembangan hak pilih saat ini rupanya
mengalami perkembangan yang sangat pesat
dimana setiap warga negara dapat memberikan
76 Mugi Riskiana Halalia, “Pemenuhan Hak Politik
Penyandang Disabilitas Sesuai Dengan Undang-Undang hak pilihnya maka perdebatan mengenai apakah
Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas Oleh penyandang disabilitas mental dapat diberikan hak
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta,” Jurnal
Supremasi Hukum 6, no. 2 (2017): 1–24.
77 Farisa, “KPU: Penyandang Disabilitas Mental Yang Didata 81 Ismail, “Penyandang Disabilitas Mental Harus Difasilitasi
Hanya Yang Di Rumah Atau RSJ.” Memilih.”
78 Ibid. 82 Ibid.
79 M. Felani Budi Hartanto and Isnenningtyas Yulianti, HAM 83 Daming S, Marginalisasi Hak Politik Penyandang Disabilitas
Penyandang Disabilitas Mental Di Panti Rehabilitasi Sosial (Jakarta: Komnas HAM RI, 2011), 22-23.
(Jakarta: Komnas HAM RI, 2018), 40. 84 Ibid.
80 L Barton, Disability and Society: Emerging Issues and 85 Khairul Fahmi, Pemilihan Umum Dan Kedaulatan Rakyat
Insights (London: Addison Wesley Longman, 1996), 3. (Jakarta: Rajawali Press, 2011), 36.
pilih atau tidak sebaiknya dapat diakhiri dengan Penulis juga memahami bahwa menjadi
jawaban bahwa penyandang disabilitas mental seorang penyandang disabilitas bukanlah sebuah
dapat diberikan hak pilih yang secara teknis pilihan hidup, tetapi hal tersebut merupakan
dapat dilakukan pendataan terhadap penyandang pemberian Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karenanya,
disabilitas mental sampai dengan diberikan terhadap penyandang disabilitas tetaplah memiliki
kesempatan untuk memilih namun dengan catatan kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama
kondisi pada saat pemungutan suara, penyandang tanpa adanya diskriminasi. Pemberdayaan dan
disabilitas mental dalam kondisi yang baik dan peningkatan peran para penyandang disabilitas
sewajarnya. dalam pembangunan nasional perlu mendapat
Hal senada disampaikan oleh Feri dalam perhatian dan pendayagunaan yang khusus.
Hasanah yang mengatakan bahwa Perkembangan Lebih khusus, pelibatan penyandang
hak pilih terus terjadi dan bukan tidak mungkin disabilitas melalui pemilu sejatinya membuka
warga negara yang mengalami mental illness jalan untuk kebijakan pemerintah secara inklusif
dan retardation dapat memperoleh hak yang lebih luas. Jika penyandang disabilitas
pilihnya.86 Pada kondisi tertentu perlu dipahami menunjukkan jumlah dan kepentingan mereka
bahwa tidak semua orang sakit jiwa tidak boleh pada kotak suara, politisi kemungkinan akan
memilih bahkan di Eropa ada orang sakit jiwa lebih cenderung mengembangkan kebijakan yang
boleh memilih.87 Di luar konteks bahwa orang menarik bagi kelompok ini seperti pendidikan,
sakit jiwa ini merupakan orang yang di bawah pekerjaan, transportasi dan pelayanan kesehatan
pengampuan menurut hukum perdata, konstitusi yang inklusif. Dengan berpartisipasi di kehidupan
sendiri pada dasarnya memberikan hak yang politik, penyandang disabilitas juga memiliki
sama kepada orang yang memiliki penyakit jiwa kesempatan memengaruhi kebijakan berentang
untuk memilih.88 Bahkan dalam Undang-Undang luas dan membuka peluang untuk memasukkan
Pemilu sendiri tidak ada larangan yang secara konsep progresif legal mengenai disabilitas
eksplisit yang mengatur hal ini. Artinya orang kedalam legislasi nasional ke tingkatan yang lebih
sakit jiwa juga berhak menggunakan hak pilihnya. tinggi.
Tidak semua orang sakit jiwa tidak memiliki Jika melihat kebijakan terbaru yang
kesadaran untuk memilih. Tentu dengan catatan dikeluarkan oleh KPU RI, sejatinya KPU RI
ada kondisi tertentu yang diperbolehkan untuk berusaha untuk melindungi hak politik setiap warga
memilih.89 negara tak terkecuali bagi penyandang disabilitas
Melibatkan penyandang disabilitas sangatlah mental. Penulis juga sependapat dengan KPU RI
penting bagi demokrasi. Tanpa keterlibatan namun demikian ketika pelaksanaan pemungutan
semua warga negara, sebuah negara bukanlah suara, penyandang disabilitas mental juga perlu
demokrasi yang sesungguhnya. Tidak mungkin mendapat perhatian terutama perlu dilihat kondisi
ada pemilu berintegritas, kalau ada satu saja mentalnya apakah sedang mengalami gangguan
warga negara yang tereliminasi haknya untuk atau tidak. Penulis juga setuju untuk membuktikan
menggunakan hak pilih. Pelibatan mereka dapat hal tersebut maka perlu ada keterangan atau
menembus dan merubah stigma sosial terhadap pernyataan dari ahli yaitu dokter yang merawatnya
konsep kewarganegaraan dimana memastikan sehingga dapat dijadikan dasar atau rujukan untuk
penyandang disabilitas dapat muncul bersama dapat memenuhi hak pilihnya.
dengan warga negara lainnya sebagai peserta aktif Memang dalam implementasinya masih
dalam proses politik. Hal yang demikian dapat terdapat beberapa pandangan yang beranggapan
dipahami bahwa penyandang disabilitas tanpa bahwa penyandang disabilitas mental dirasakan
terkecuali sejatinya dapat juga memainkan peran sulit untuk diberikan hak pilihnya, tetapi jika kita
yang sama dalam proses pemilihan. pahami bahwa gangguan jiwa yang dialami oleh
penyandang disabilitas mental beragam maka tidak
86 Sovia Hasanah, “Apakah Orang Sakit Jiwa Berhak Memilih menutup kemungkinan hak-hak mereka dapat
Dalam Pemilu,” Hukumonline.Com, last modified 2019, terpenuhi. Sebagai contoh penyandang disabilitas
accessed November 29, 2018, https://www.hukumonline.
com/klinik/detail/lt5bf7a73cc679f/apakah-orang-sakit- mental yang tidak mengalami gangguan jiwa
jiwa-berhak-memilih-dalam-pemilu. permanen masih dapat disembuhkan sehingga
87 Ibid. mereka-mereka itulah yang masih memiliki
88 Ibid.
89 Ibid.
peluang untuk diberikan hak asasi khususnya hak keterangan kepada petugas atau penyelenggara
pilih dan hal yang demikian dirasakan menjadi satu bahwa penyandang disabilitas tersebut dinyatakan
poin tersendiri bagi para calon karena satu suara sehat dan bisa mengikuti proses pemilihan. Akan
yang diberikan oleh mereka menjadi berharga. tetapi hal yang demikian dirasakan menyebabkan
Oleh karenanya stigma negatif terhadap adanya potensi diskriminasi bagi penyandang
penyandang disabilitas mental tidak dapat disabilitas mental.
diberikan hak pilih sebaiknya segera dihilangkan. Paragraf sebelumnya diperkuat melalui
Hal yang demikian memiliki alasan bahwa prinsip- pernyataan Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat
prinsip HAM sejatinya sudah menjadi bagian dari Indonesia Yeni Rosa Damayanti mengatakan,
sebuah negara yang menganut paham demokrasi. pemilih penyandang disabilitas mental tidak
Salah satu perwujudannya dapat dilihat dari memerlukan surat rekomendasi dari dokter untuk
diberikannya pengakuan kepada seluruh rakyat dapat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu.
tanpa terkecuali untuk berperan serta secara Sebab, persyaratan itu tidak dicantumkan dalam
aktif dalam mewujudkan penyelenggaraan peraturan perundang-undangan manapun.90 Lebih
pemerintahan. lanjut dikatakan bahwa penyandang disabilitas
Namun demikian penulis juga tetap mental, punya hak untuk mencoblos tanpa perlu
memberikan perhatian khususnya dalam membawa surat rekomendasi dokter yang
pemenuhan HAM oleh Negara dimana Negara menyatakan bahwa si pemilih sehat dan bisa
tetap memberikan batasan agar HAM yang sudah menggunakan hak pilih.91
dipenuhi juga tidak digunakan secara semena- Pokja Koalisi Nasional Penyandang
mena. Berdasarkan Pasal 28 J ayat (2) Undang- Disabilitas Mahmud Al Fasa juga meminta
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun penegasan Komisi Pemilihan Umum (KPU)
1945 dinyatakan bahwa “Dalam menjalankan mengenai surat keterangan yang diminta
hak dan kebebasannya, setiap orang wajib dilengkapi oleh penyandang disabilitas mental.92
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan Surat keterangan yang dimaksud belum secara
dengan Undang-Undang dengan maksud tegas diatur siapa yang membuat, apakah hak
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penyelenggara atau hak pemilih. Lebih lanjut
penghormatan atas hak dan kebebasan orang disampaikan,surat keterangan penyandang
lain untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai disabilitas mental itu dirasa sulit bagi penyandang
dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, disabilitas mental yang tinggal di rumah. Itu
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu berbeda halnya dengan penyandang disabilitas
masyarakat demokratis”. Pasal sebelumnya jelas mental yang tinggal di panti maupun rumah sakit.
menunjukkan bahwa dalam menjalankan hak dan Jika merujuk pada beberapa pernyataan
kebebasannya, dimungkinkan ada pembatasan. sebelumnya dapat dipahami bahwa gangguan
Pembatasan yang demikian ini mengacu pada jiwa sebenarnya bukanlah ketidakmampuan.
ketentuan pasal tersebut harus diatur dalam Penetapan kapasitas orang dengan gangguan jiwa
undang-undang. Artinya tanpa adanya pengaturan untuk menggunakan hak pilihnya tidak didasarkan
tentang pembatasan tersebut berdasarkan undang- pada diagnosis maupun gejalanya, melainkan
undang maka tidak dimungkinkan dilakukan didasarkan pada kapasitasnya untuk memahami
adanya pembatasan terhadap pelaksanaan hak dan tujuan pemilu, alasan berpartisipasi, dan pemilihan
kebebasan yang melekat pada setiap orang dan calon.Pertimbanganmendalamterutamadikaitkan
warga negara.
C. Diskriminasi hak pilih penyandang 90 Fitria Chusna Farisa, “Surat Dokter Untuk Penyandang
Disabilitas Mental Di Pemilu Dinilai Tak Perlu,” Kompas.
disabilitas melalui surat keterangan sehat Com, last modified 2018, accessed January 3, 2019, https://
dari dokter nasional.kompas.com/read/2018/11/24/18191861/surat-
dokter-untuk-penyandang-disabilitas-mental-di-pemilu-
Isu lain yang berkembang terkait pemenuhan dinilai-tak-perlu.
hak pilih bagi penyandang disabilitas yaitu 91 Ibid.
penyandang disabilitas memerlukan surat 92 Fauziah Mursid and Muhammad Hafil, “Untuk Mencoblos,
PDM Tak Perlu Surat Keterangan Sehat,” Republika.co.id,
keterangan dari dokter yang menanganinya. Hal last modified 2018, accessed December 20, 2018,
yang demikian diperlukan untuk memberikan https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/
piq0og430/tradisi-ramadhan.
dengan fungsi kognitif (kemampuan berpikir), episodik atau tidak permanen. Meskipun penderita
mengendalikan agresivitas, dan berperilaku mengalami disabilitas sebagian fungsi mental,
sesuai norma yang berlaku di masyarakat. Oleh tetapi mereka tetap bisa hidup normal dan mampu
karenanya sebaiknya tidak diperlukan lagi surat menentukan yang terbaik. Namun demikian
keterangan sehat jiwa sebagai persyaratan untuk untuk menjadikan penyandang disabilitas mental
memilih, mengingat tidak ada peraturan yang menjadi normal seperti sediakala maka diperlukan
mewajibkan adanya surat keterangan sehat untuk dukungan dari keluarga maupun dari masyarakat
memilih. Apabila surat keterangan sehat jiwa sehingga stigma negatif yang sudah terlanjur
diharuskan bagi penyandang disabilitas mental diterima penyandang disabilitas mental dapat
agar dapat melaksanakan hak untuk memilih, segera dihilangkan
maka mempunyai konsekuensi bahwa semua calon Pengakuan, maupun pemajuan dan
pemilih dikenakan aturan yang sama dan jika tidak perlindungan hak-hak penyandang disabilitas
maka dipastikan akan berpotensi menimbulkan sejatinya merupakan perkembangan penting dalam
diskriminasi yang dilakukan oleh negara. konsep hak asasi manusia. Indonesia, sebagai
Jika melihat kerangka hukum Pemilu di negara hukum yang sejak awal mengedepankan
Indonesia sangat memungkinkan bagi penyandang pengakuan atas hak asasi manusia, juga sudah
disabilitas mental untuk berpartisipasi dalam mengadopsinya dengan ratifikasi CRPD serta
Pemilu yang menyebutkan bahwa syarat menjadi diperbaharuinya Undang-Undang Penyandang
pemilih yaitu warga negara Indonesia minimal Disabilitas. Pengakuan Indonesia ini bukan
berusia 17 tahun atau menikah. Pernyataan ini semata karena solidaritas internasional, melainkan
juga merujuk pada Undang-Undang Pemilu karena negara Indonesia memandang hak asasi
Nomor 7 Tahun 2017 yang berbunyi manusia sebagai hak dasar yang secara kodrati;
“Penyandang disabilitas yang memenuhi syarat dan hak penyandang disabilitas adalah hak kodrati
mempunyai kesempatan yang sama sebagai yang penting untuk diakui. Filosofi ini tertuang
pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai jelas ketika Indonesia meratifikasi CRPD pada
calon anggota DPD, sebagai calon 2011. Karena itu, Pasal 28 D ayat (1) UUD
Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon DPRD, 1945 mengenai hak atas pengakuan, jaminan,
dan sebagai penyelenggara pemilu”. Oleh perlindungan, dan kepastian hukum yang adil,
karenanya tidak ada pengecualian bagi mereka serta perlakuan yang sama di hadapan hukum,
yang memiliki gangguan jiwa untuk juga berlaku secara mutlak untuk penyandang
menggunakan hak piilih. Terbukti sejak tahun disabilitas.
2014 lalu Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Berkaitan dengan hak pilih bagi penyandang
di Indonesia sudah dimasukkan ke dalam daftar disabilitas mental, penulis menyimpulkan bahwa
pemilih tetap untuk menggunakan hak pilih dari perspektif hak asasi manusia, hak pilih (hak
mereka di Pilkada. memilih dan hak dipilih) tersebut sebaiknya
Pada akhirnya, sebuah pengakuan sempurna perlu dilindungi, dihormati dan dipenuhi. Ketiga
terhadap HAM penyandang disabilitas mental kewajiban negara tersebut menjadi mutlak
yang terkait hak pilih (memilih dan dipilih) karena secara konstitusional negara sudah
sebagai hak politik seyogyanya merupakan berkomitmen untuk menjalankan kewajibannya
wujud penghormatan, pembelaan, perlindungan terhadap warga negara. Selain itu perkembangan
dan penjaminan terhadap terpenuhinya HAM gagasan demokrasi saat ini juga berdampak pada
tanpa diskriminasi, tanpa pengecualian, siapa meningkatnya kepentingan untuk membekali
dan bagaimana, sehingga hak asasi manusia setiap orang dengan perlindungan atas hak
dapat berlaku universal bagi setiap individu dan pilihnya (universal suffrage).
memberikan kebahagiaan bagi Negara maupun Pada akhirnya, perlindungan akan hak pilih
Warga Negaranya. bagi warga negara tidak dipungkiri memiliki
kedudukan yang sangat penting bagi kehidupan
KESIMPULAN demokrasi sekaligus berjalannya sistem
ketatanegaraan. Selain itu Hak pilih diharapkan
Penyandang disabilitas mental sejatinya menjadi salah satu prasyarat fundamental bagi
merupakan seseorang yang mengalami gangguan negara yang menganut demokrasi konstitusional
terhadap fungsi pikir, emosi, dan perilaku namun
demikian kondisi tersebut merupakan kondisi
Nathaniel, Felix. “Alasan Gerindra Tolak Orang Shaleh, Ismail. “Implementasi Pemenuhan
dengan Gangguan Jiwa Dapat Hak Pilih.” Hak Bagi Penyandang Disabilitas
Tirto.Id. Last modified 2018. Accessed Ketenagakerjaan di Semarang.” Kanun Jurnal
November 28, 2018. https://tirto.id/alasan- Ilmu Hukum 20, no. 1 (2018): 63–82.
gerindranbsptolak-orang-dengan-gangguan- Sholeh, Akhmad. “Islam dan Penyandang
jiwa-dapat-hak-pilih-dakz. Disabilitas: Telaah Hak Aksesibilitas
Nurtcahjo, Hendra. Filsafat Demokrasi. Jakarta: Penyandang Disabilitas dalam Sistem
Bumi Aksara, 2006. Pendidikan di Indonesia.” PALASTREN 8,
Perdana, Putra Prima. “Dedi Mulyadi: Jangan No. 2 (2015): 293–320.
Bebani Penyandang Disabilitas Mental Siallagan, Folber. “43 Ribu Disabilitas Mental Di
untuk Memilih.” Kompas.Com. Last DPT.” Indopos.Co.Id. Last modified 2018.
modified 2018. Accessed November Accessed December 8, 2018. https://www.
29, 2018. https://regional.kompas.com/ indopos.co.id/read/2018/12/05/157716/43-
read/2018/11/26/13382371/dedi-mulyadi- ribu-disabilitas-mental-di-dpt.
jangan-bebani-penyandang-disabilitas- Wignjosoebroto, Sutandyo. Hukum Konsep Dan
mental-untuk-memilih. Metode. Malang: Setara Press, 2013.
Pinterpolitik. “Indonesia Darurat Kesehatan Wirosardjono, Soetjipto. Dialog Dengan
Mental?” Pinterpolitik.Com. Last modified Kekuasaan, Esai-Esai Tentang Agama,
2018. Accessed November 28, 2018. Negara Dan Rakyat. Bandung: Mizan, 1995.
https://pinterpolitik.com/indonesia-darurat-
Yin, Robert K. Qualitative Research from Start to
kesehatan-mental/.
Finish. New York: The Guilford Press, 2011.
Pratama, Ilham Rian. “Organisasi Ini Sampaikan
5 Alasan Penyandang Disabilitas Mental
Perlu Gunakan Hak Pilih.” Tribunnews.
Com. Last modified 2018. Accessed
November 28, 2018. http://www.tribunnews.
com/nasional/2018/11/24/organisasi-ini-
sampaikan-5-alasan-penyandang-disabilitas-
mental-perlu-gunakan-hak-pilih.
Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional.
“Kamus Besar Bahasa Indonesia.” Gramedia,
2008.
Rahayu, Sugi, Utami Dewi, and Marita Ahdiyana.
“Pelayanan Publik Bidang Transportasi Bagi
Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta.”
Jurnal Socia 10, no. 2 (2013): 108–119.
Republik Indonesia. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas, 2016.
S, Daming. Marginalisasi Hak Politik Penyandang
Disabilitas. Jakarta: Komnas HAM RI, 2011.
Sa’duddin. “Pengaturan Hak Politik Warga
Negara.” Dakta.Com. Last modified 2018.
Accessed November 28, 2018. http://www.
dakta.com/news/1949/pengaturan-hak-
politik-warga-negara.
HALAMAN KOSONG