Propil Vegetasi Di Kawasan Hutan Konservasi Suaka Margasatwa Gunung Raya Kecamatan Warkuk Kabupaten Oku Selatan

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Jurnal Penelitian Sains Volume 19 Nomor 1 Januari 2017

Propil Vegetasi di Kawasan Hutan Konservasi


Suaka Margasatwa Gunung Raya Kecamatan Warkuk
Kabupaten Oku Selatan
Suci1, Zulkifli Dahlan2, dan Indra Yustian2
1
Pengelolaan Sumber Daya Alam Pascasarjana Universitas Sriwijaya, 2Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sriwijaya

Abstract: Vegetation Profile in the area used for cultivation of mount forest wildlife conservation of Gunung Raya
in Warkuk subdistrict of OKU Selatan regency can describe the plant biodiversity, abundace, spesies dominance,
type and vegetation profile, and the succesion pattern. The vegetation data was from the transek method which is
line compartmentalized, namely 3 transek with the 10 plot per station. The observation was done in every growth of
the vegetation which was grouped into four levels, such as seedling and caver plant, sapling, pole and tree. the re-
sult showed that the vegetation composition for the tree level in the first station were dominated by Shorea sp (with
the important Index Value 36.81%), the pole dominated by Syzygium polyanthum, and saplings with dominat-
ed by Styrax benzoin and seedlings and cover plants with dominated by Calamus sp. The second station for the
tree level which was comprised of five species of trees with dominated by Litsea mappaceae. While dominated by
Homalanthus populneus. The next is the 10 spesies of saplings with 8 families which dominated by Adianthum
capillus (with the important index value of 52.55%).
Keywords: vegetation, structure and composition, Gunung Raya
Email: sucisaleh@gmail.com

Coklat Kemerahan, Andesol Coklat Tua, dan


1 PENDAHULUAN Podsolik Coklat. Kawasan ini merupakan tipe

W ilayah Ogan Komering Ulu terdapat Hutan vegetasi Mountain tropical rain forest dengan jenis
Gunung Raya yang telah ditetapkan menjadi tumbuh-tumbuhan dan habitat satwa liar yang di
Suaka Margasatwa (SM) berdasarkan SK Menteri lindungi undang-undang (BKSDA, 2008).
Pertanian Nomor : 55/Kpts/Um/1/1978 tanggal 28 Aumeeruddy (1994) menyatakan bahwa kondisi
Januari 1978 dengan luas kawasan 39.500 ha. Ta- suatu lingkungan di masa depan dapat diprediksi
hun 1986 Menteri Kehutanan dengan SK Nomor dari komposisi dan struktur vegetasi pada saat ini.
410/Kpts-II/1986 tanggal 29 Desember 1986 mene- Spesies atau komunitas tertentu yang interaksinya
tapkan luas kawasan suaka menjadi 78.250 ha dan unik dalam ekosistem dapat digunakan sebagai
pada tahun 2001 SM Gunung Raya diperbaharui bioindikator untuk mengetahui kualitas lingkungan,
dengan SK. Menhut No. 76/Kpts-II/2001 tanggal 15 mengidentifikasi permasalahan kawasan, dan
Maret dengan luas 50.950 ha. memberikan peringatan awal berbagai perubahan
Secara geografis kawasan SM Gunung Raya ter- yang kemungkinan terjadi pada masa depan.
letak pada 104001’ – 104004’ Bujur Timur dan 4040’ Pengetahuan tentang pola pertumbuhan berbagai
– 4055’ Lintang Selatan. Secara administratif peme- vegetasi hutan dapat menjadi dasar untuk
rintahannya termasuk dalam wilayah Kecamatan memprediksi kemungkinan perubahan lingkungan
Warkuk (sebelumnya di namakan Kecamatan Band- yang akan terjadi di masa depan.
ing Agung) terdiri dari Desa Gunung Raya dengan Aktivitas manusia memberikan pengaruh terha-
jumlah penduduknya 1909 jiwa, Desa Remanang dap fungsi ekologis, seperti sistem perakaran pada
Jaya 3547 jiwa, Desa Segigot Raya 1164 jiwa, Desa pohon hutan akan terganggu, tumbuhan penutup
Bumi Agung 1050 jiwa dan Desa Mekar Sari 1568 lantai hutan tidak dapat meningkatkan stabilitas
jiwa dan Desa Kiwis Raya 2017 jiwa (BKSDA, 2007). tanah, sehingga tidak mampu mengurangi kece-
Vegetasi di kawasan sekitar SM Gunung Raya patan aliran air yang menyebabkan longsor dan
merupakan ekosistem hutan hujan tropis dataran banjir. Selain itu penurunan kualitas hutan
tinggi dengan keadaan topografi bergelombang, mengurangi penyerapan dan penyimpanan karbon
berbukit-bukit sampai bergunung dengan ketinggian tumbuhan, sehingga mempengaruhi aktivitas bio-
1.643 meter dpl. Jenis tanah umumnya jenis Latosol

© 2017 JPS MIPA UNSRI 19109-47


Suci,Dkk./Profil Vegatasi di Kawasan Hutan Suaka ... JPS Vol. 19 No. 1 Jan. 2017

logi tumbuhan dan berdampak pada keanekara- kombinasi, gabungan antara metode jalur atau
gaman hayati ( Atmodjo dan Suripin, 2012). transek diletakan pada jalur yang dibuat memotong
dengan garis topografi menaiki dan menuruni
Adanya peraturan pemerintah mengenai status
lereng pegunungan Gunung Raya (Soerianegara
Kawasan Hutan Gunung Raya sebagai kawasan hu-
dan Indrawan, 2005).
tan dengan fungsi hutan lindung, beberapa kawasan
yang dirambah masyarakat menjadi daerah bekas Pada setiap lokasi di atas dibuat profil hutan
perladangan seperti di desa Bumi Agung. Dari data secara vertikal dan horizontal, memanjang dari arah
yang di hasilkan oleh BKSDA, 2009 sebagian besar bibir pantai atau muara sungai ke arah daratan
kawasan SM Gunung Raya yakni 70% yang telah dengan menggunakan belt transect, dengan tiga kali
dirambah untuk ditanami tanaman kopi. Hal ini di ulangan. Pemilihan titik untuk meletakkan belt
perkuat oleh Andreas (2009) menyatakan bahwa transect didasarkan atas kekayaan dan keaneka-
dari 180.000 hektar luas hutan di Kab OKU Selatan, ragaman jenis tumbuhan di tempat tersebut, serta
sekitar 65% dalam kondisi kritis akibat aktivitas pe- dengan mempertimbangkan penampakan umum
rambahan hutan secara liar dan di jadikan areal tegakan, sehingga profil diagram yang dibuat dapat
perkebunan termasuklah hutan Gunung Raya. mewakili vegetasi mangrove di lokasi tersebut.
Ukuran belt transect 60x10 m2, untuk memudahkan
Penelitian ini menyajikan Profil vegetasi di ka-
penghitungan di dalamnya dibuat 6 plot kuadrat,
wasan SM Gunung Raya yang merupakan tipe vege-
masing-masing berukuran 10x10 m2. Arah
tasi hutan hujan tropik dataran tinggi (Mountain
memanjang transek dari laut/muara menuju ke
tropical rain forest). Studi vegetasi ini di harapkan
daratan dinyatakan sebagai sumbu x, arah melebar
dapat memberikan informasi dasar mengenai kea-
transek sebagai sumbu y, dan arah ke atas sebagai
nekaragaman, serta tingkat dominansi jenis pohon,
sumbu z, sehingga diperoleh sumbu panjang: x =
untuk mendukung program penghijauan, pengka-
60 m, sumbu pendek: y = 10 m, sumbu tegak: z =
jian sumber daya hutan, evaluasi perubahan
20 m. Penentuan sumbu tegak yang hanya 20 m,
vegetasi hutan dan pengembangan pengelolaan
didasarkan kenyataan bahwa pepohonan mangrove
hutan secara lestari serta sebagai data pembanding
dari hasil penelitian sebelumnya. di lokasi penelitian bertinggi < 20 m. Belt transect ini
juga digunakan dalam analisis komposisi dan
struktur vegetasi (Setyawan dkk., 2005).
Alat dan Bahan
Stratifikasi dan profil vegetasi di gambarkan
Alat yang digunakan adalah gunting tanaman,
dengan membuat diagram profil vegetasi secara
kertas koran, kantong plastik, kompas, label, lakban,
vertikal dan horizontal untuk tingkat pertumbuhan
meteran, parang, sprayer, soil tester, GPS,
pohon dan tiang menurut kaedar Mueller &
Higrometer, tali plastik dan termometer udara.
Dombois (1974). Diagram profil dibuat berdasarkan
Objek yang diteliti adalah Vegetasi Tumbuhan yang
transek 20 x 60 m, dimana lokasinya ditetapkan
terdapat di Hutan SM Gunung Raya Kawasan
pada garis transek tegak lurus dengan topografi
Konservasi Kabupaten OKU Selatan.
Gunung Raya yang dianggap representatif untuk
mewakili lokasi.
Metode Penelitian
Semua spesies pohon, anak pohon, dan semak
Pengamatan lapangan di lakukan pada bulan Juni di dalam plot diambil sampelnya untuk herbarium
2013 dan Januari 2014. Plot sampel ditentukan dan diidentifikasi. Pembuatan herbarium merujuk
dengan mengelompokkan area penelitian menjadi 2 pada Lawrence (1951), sedang identifikasi merujuk
yang berbeda, dimana kedua tipe komunitas pada Backer dan Bakhuizen van den Brink (1963),
tersebut berada pada lereng gunung sebelah utara. Kitamura dkk. (1997), Ng dan Sivasothi (2001), serta
Penentuan stasiun pengamatan berdasarkan Tomlison (1986). Selanjutnya semua pohon, anak
intensitas. Gangguan-gangguan tersebut meliputi pohon, dan semak (θ ≥ 5 cm) diberi nomor dan
konversi hutan menjadi lahan perkebunan kopi atau ditentukan posisinya terhadap sumbu x dan y, lalu
daerah bekas perladangan. Komunitas I merupakan diukur tinggi total, tinggi cabang pertama, lebar dan
kawasan yang memiliki intensitas gangguan lebih panjang kanopi, serta diameter setinggi dada
sedikit yaitu komunitas tumbuhan yang masih alami, (diameter at breast high; DBH; 130 cm), serta
dan komunitas II merupakan daerah dengan digambar posisi vertikalnya pada kertas grafik.
intensitas gangguan tinggi yaitu darah bekas Kemudian data ditabulasi, gambar masing-masing
perkebunan, dimana kedua lokasi penelitian terletak individu pohon dan semak disatukan berdasarkan
pada topografi + 1643 mdpl. Metode yang posisinya dan dibuat gambar diagram profil vegetasi
digunakan dalam penelitian ini yaitu metode secara vertikal, dilanjutkan diagram profil vegetasi

19109-48
Suci,Dkk./Profil Vegatasi di Kawasan Hutan Suaka ... JPS Vol. 19 No. 1 Jan. 2017

secara horizontal dengan memproyeksikan kanopi Melastomaceae, Araliaceae, Sterculiaceae, Pipera-


ke permukaan lantai hutan. cea, Burseraceae, Annonaceae, Styraceae, Mora-
ceae, Theaeceae, Orchidaceae, Loganiaceae, Ver-
Berdasarkan profil hutan ini ditentukan jumlah
beaceae, Adiantaceae masing-masing memiliki 1
strata pohon yang terbentuk (Baker dan Wilson,
spesies (Lampiran 1). Menurut Steenis (2006) me-
2000; Aumeeruddy, 1994). Penentuan jumlah strata
nyatakan bahwa sebagian besar famili-famili terse-
sangat tergantung keputusan pribadi peneliti (Grubb
but diatas juga biasa ditemukan pada komunitas
dkk., 1963). Dalam penelitian ini, stratifikasi
seperti diatas berada pada hutan hujan bagian ba-
ditentukan berdasarkan modus tinggi kanopi,
wah yang selalu basah.
kemudian dibuat jangkauan tertentu yang tidak
tumpang tindih dengan strata di bawah atau di
atasnya. Salah satu di antara ketiga diagram pada Stratifikasi dan Diagram Profil
setiap lokasi ditunjukkan dalam tulisan ini. Penelitian statifikasi berguna untuk mendapatkan
gambaran mengenai struktur vertikal tumbuhan
2 HASIL DAN PEMBAHASAN dalam suatu komunitas yang biasanya dilengkapi
dengan pembuatan diagram profil. Pengamatan
Komposisi Famili dan Spesies langsung terhadap stratifikasi hutan hujan tropis
umumnya menawarkan berbagai kesulitan yang
Berdasarkan hasil identifikasi didapatkan 54 spesies dapat diatasi, Davis dan Richard (1933) dalam Ir-
yang tergolong dalam 33 famili dari 2 tipe vegetasi wanto (2006) merencanakan membuat diagram
komunitas pengamatan yang telah dilakukan. Kom- profile untuk pengukuran yang akurat dengan posi-
posisi famili dan spesies dapat dilihat dari Tabel 4.1 si, tinggi dan lebar serta kedalaman tajuk dari se-
Tabel.1.Komposisi Famili dan Spesies SM Gunung Raya mua pohon sampel.
2014
Diagram profil vegetasi secara vertikal dan hori-
Komposisi (Jumlah) zontal menunjukkan tingginya pengaruh antro-
Stasiun Pengamatan
Famili Spesies pogenik terhadap kawasan hutan di SM Gunung
Tipe komunitas Alami (komu- 32 51 Raya. Dari 2 tipe vegetasi komunitas penelitian, ma-
nitas I) sih ditemukan pepohonan dalam kondisi klimaks,
Tipe Komunitas Bekas Perla- 17 22 yakni ekosistem yang didominasi tumbuh-tumbuhan
dangan (komunitas II)
tua, dan beberapa tumbuhan ada yang berada da-
Spesies yang Terdapat di Ke- 15 18
dua Komunitas lam tahapan suksesi sekunder, dengan dominasi
pohon-pohon muda, setelah kerusakan hutan yang
Tipe komunitas tumbuhan didaerah Hutan Sua- umumnya disebabkan penebangan hutan. Gambar-
ka Margasatwa Gunung Raya pada dasarnya terdiri gambar diagram profil vegetasi menunjukkan ma-
dari dua tipe vegetasi komunitas yang ditunjukkan sih tingginya dominasi tumbuhan tua dengan stratu
adanya perbedaan dalam komposisi dan struktur A (tinggi > 30 m), stratum B (tinggi 15 - 30 m) dan
vegetasi yang menyusunnya. Setiap habitat memiliki stratum C (7 - 15 m).
komunitas pohon yang berbeda satu sama lain dan
ketiga parameter itu dapat digunakan untuk mem- Diagram profil dengan kondisi mendekati kli-
bandingkan keenam tapak penelitian. Struktur ko- maks, hanya ditemukan di komunitas I. Kawasan ini
munitas pohon yang dikaji dalam penelitian ini dike- merupakan daerah dengan ketinggian antara 1.000-
lompokkan dalam tiga kelompok umur berdasarkan 24.00 m dpl, tepatnya di hutan pegunungan bagian
ukuran diameter batang yaitu pancang, tiang, dan bawah Anwar et al., (1984) dengan struktur tum-
pohon. buhan penyusun seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Stratifikasi tumbuhan Hutan Suaka Alam Gunung
Famili yang memiliki jumlah spesies terbanyak
Raya untu komunitas tumbuhan alami (komunits I) dan
berdasarkan jumlah spesies masing-masing famili komunitas tumbuhan bekas perkebunan (komunitas II)
adalah Euphorbiaceae memiliki 5 spesies. Rubia-
ceae, Myrtaceae yaitu masing-masing memiliki 4 Jumlah Jumlah Jumlah
Stra- Tinggi
spesies, kemudian famili Moraceae, Lauraceae, Famili Spesies Individu
tum (m)
Poaceae, Actinidaceae, Magnoliaceae, Fagacae, I II I II I II
30 kea-
Areaceae, Apocynaceae, Symplocacea masing- A
tas
2 0 2 0 7 0
masing 2 spesies, sedangkan famili Meliaceae, Ul- 15 sam-
B 5 0 5 0 9 0
maceae, Rosaceae, Dipterocapaceae, Moraceae, pai 30
Casuarinaceae, Nepenthaceae, Areaceae, Malva- 7 sam-
C 12 11 12 11 18 11
pai 15
ceae, Loganiaceae,Verbeaceae, Dipterocarpaceae,

19109-49
Suci,Dkk./Profil Vegatasi di Kawasan Hutan Suaka ... JPS Vol. 19 No. 1 Jan. 2017

Dari Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa di tipe ko- tum C seperti yang terlihat pada gambar di bawah
munitas tumbuhan alami (Komunitas I) struktur pe- ini.
nyusun tumbuhan terdiri dari 3 stratum pohon yaitu
Tabel.3. Perbedaan stratum tahun 1995 dan tahun 2014.
: Stratum A dengan ketinggian tajuk lebih dari 30
meter, stratum B dengan ketinggian 15 - 30 meter, 1995 2014
Stratum
dan stratum C dengan ketinggian tajuk antara 7 - 15 Komu- Komu- Komu- Komu-
(m)
meter, sedangkan pada komunitas tumbuhan pe- nitas I nitas II nitas I nitas II
nyusunnya hanya terdiri dari 2 stratum pohon yaitu A ( > 30) √ ‒ √ ‒
B (15-30) √ √ √ ‒
stratum B dan stratum C.
C (7-15) √ √ √ √
Di tipe komunitas tumbuhan alami tumbuhan
penyusun masing-masing stratum yaitu :
 Tipe komunitas I
- Stratum A : terdapat 4 individu yang terma-
suk kedalam 2 spesies ( Tonna surani dan
Shorea sp).
- Stratum B : terdapat 9 individu yang terma-
suk kedalam 5 spesies (Toona surani, Litsea
grandis, Shorea sp, Prunus arborea, Ficus sun-
daicus).
- Stratum C : terdapat 18 individu yang terma-
suk kedalam 12 spesies (Litsea grandis, Toona
surani, Astonia scholars, Piper aduncum, Litho-
carpus sp, Ficus sundaicus, Syzgium sp.2,
Bambusa sp, Saurauia pendula, Macaranga
hispida, Prunus arborea.
 Tipe Komunitas II
- Stratum A : tidak ada
- Stratum B : tidak ada
- Stratum C : 11 Individu yang termasuk keda-
lam 5 spesies (Litsea grandis, Toona sura-
ni, Astonia scholar, Piper aduncum dan Sho-
rea sp).
Dari hasil tersebut diatas terlihat bahwa pada
komunitas tumbuhan alami mempunyai 3 stratum
pohon, sedangkan pada komunitas bekas perladan-
gan hanya didapatkan satu stratum. Pernyataan ini
sesuai dengan pendapat Soerionegara dan Indra-
wan (2005) yang menyatakan bahwa pada komuni-
tas tumbuhan alami terdapat 3 stratum pohon yang
mencerminkan struktur hutan tropis, sedangkan
pada komunitas hanya terdapat beberapa stratum
hal ini di disebabkan karena pada tipe komunitas
bekas perladangan perna mengalami gangguan be-
rupa ekploitasi hutan tuk area perkebunan.
Hasil yang sama didapatkan pada penelitian pe-
nelitian Saferi (1995), stratum yang didapatkan tidak
jauh berbeda pada penelitian yang dilakukan di ta-
hun 2014. Pada penelitian Saferi (1995) pada ko-
monitas bekas perladangan hanya terdapat dua
stratum yaitu stratum B ketinggian (15 - 30 m) dan C
dengan ketinggian (7 - 15 m), sedangkan pada pe-
nelitian ini hanya didapatkan satu stratum yaitu stra-

19109-50
Suci,Dkk./Profil Vegatasi di Kawasan Hutan Suaka ... JPS Vol. 19 No. 1 Jan. 2017

3 SIMPULAN DAN SARAN REFERENSI ____________________________


[1]
Hasil analisis yang telah dilakukan pada masing- Andre. 2009. Perubahan Komposisi dan Struktural
masing stasiun, maka dapat diambil beberapa Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Sistem
kesimpulan sebagai berikut: Silvikultur Tebang Pilih Tanaman Indonesia Intensif
(TPII). www. wordpress.com. 22 September 2010.
Diagram profil vegetasi secara vertikal dan [2]
Appanah, S. & A.M. Mohd. Rasol. 1995. Dipterocarp Fruit
horizontal menunjukkan tingginya pengaruh antro- Dispersal and Seedling Distribution. Journal of Tropical
pogenik, dimana vegetasi didominasi tumbuhan Forest Science 8(2): 258-263.
muda, yang hanya memiliki (1)-2-(3-4) strata [3]
Agustina, Rica. 2008. Kepadatan dan Distribusi Nipah
kanopi. Disturbansi oleh aktivitas manusia menye- (Nypa fruticans Wurmb.) di Kawasan Mangrove Zona Ni-
babkan sebagian besar vegetasi dalam kondisi pah Kecamatan Pulau Rimau Kabupaten Banyuasin Provin-
suksesi sekunder, dan hampir tidak ada yang berada si Sumatra Selatan. Skripsi. Jurusan Biologi. FMIPA Un-
dalam kondisi klimaks. Area yang tercakup di dalam iversitas Sriwijaya, Indralaya : I + 48 hal.
[4]
belt transect yang digunakan untuk menyusun Ariantiningsih, F. 2008. Suaka Margasatwa Rawa
diagram tersebut seringkali terdapat celah kanopi, Singkil. Program Kampanye Bangsa. Aceh Singkil.
[5]
tanah kosong akibat penebangan, atau bahkan Arief, A. 1994. Hutan, Hakikat dan Pengaruh Terha-
tanah yang telah diubah menjadi kegunaan lain, dap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
terutama sawah dan tambak. [6]
Baker, F.S., T.W Daniel, & J. A. Helms. 1979. Prin-
ciples of silvikulture. McGraw-Hill Inc. Book Co: New
Adanya resisitensi tumbuhan muda untuk terus
York
bertahan, pada lingkungan yang mengalami [7]
disturbansi ini memberikan harapan akan tetap Benjamin. 2009. The Natural History of Palm Trees.
Plasma Cosmos. http://flickr.com/. Up Date 21 Maret
lestarinya tumbuhan mangrove di Jawa Tengah,
2010.
namun apabila terjadi perubahan lingkungan secara [8]
besar-besaran dalam skala luas, boleh jadi ekosistem Brown, A.A. & K.P. Davis. 1973. Forest Fire Control
and Use. Mc. Grew-Hill Book Company. Inc. Canada,
ini akan sepenuhnya rusak.
USA.
[9]
1. Tingkat semai (0,76), tingkat pancang (0,72), Chapman, V.J. editor. 1977. Wet Coastal Ecosystems.
Ecosystems of the World: 1. Elsevier Scientific Publish-
dan tingkat tiang (0,68). Pada stasiun II distribusi
ing Company, Paris. 428 hal.
permudaan nibung (dalam 25 plot), untuk
[10]
tingkat semai 0,92, tingkat pancang (0,88), dan Chandler, C., Cheney, P., Trabaud, L & Williams, D.
tingkat tiang (0,84). 1983. Forest Fire Behavior and Effects. Fire in Forestry
Vol I. A Willey-Interscience Publication. New York.
[11]
2. Kerapatan dan distribusi nibung (Oncosperma Dahuri, R., J. Rais, S. Putra Ginting & M.J. Sitepu.
tigillarium Jack.) di perbatasan PT SBA Wood 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan
Lautan Secara Terpadu. P.T.Pradnya Paramita, Jakar-
Industries desa Kuala Dua Belas Kematan
ta. 305 hal.
Tulung Selapan Ogan Komering Ilir tergolong [12]
tinggi Davies, J. & G. Claridge. 1993. Wetland Benefits. The
Potential for Wetlands to support
[13]
Saran and Maintain Development. Asian Wetland Bureau,
International Waterfowl & Wetlands Research Bu-
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka reau, Wetlands for the America’s, 45 hal.
dapat diusulkan beberapa saran sebagai berikut: [14]
Darjadi, L., P., R. B. Dean, & P. K. Patrick. 1985. Com-
posting. WHO Region Office for Europe Copenhage,
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
Denmark.
faktor abiotik lingkungan tumbuhan nibung
[15]
sehingga diharapkan dapat memberikan Darwo. 2009. Perilaku Api dan Sebab Akibat Kebaka-
informasi untuk pelestarian tumbuhan nibung ran Hutan. Prosiding Teknik Pencegahan Kebakaran
Hutan Melalui Partisipasi Masyarakat, Kabanjahe, 11-
secara silvikultur.
12 Maret 2009 : 61-89
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai [16]
budidaya dan pemanfatan nibung untuk Departemen Kehutanan. 2006. Inventarisasi dan Iden-
tifikasi Mangrove Provinsi Sumatra Selatan dan Pro-
pelestarian dan pemanfaatan tumbuhan nibung
vinsi Kepulauan Bangka Belitung. Badan Pengelolahan
dimasa yang akan datang. Daerah Aliran Sungai Musi. Departemen Kehutanan,
Jakarta.
[17]
Ekawati, Rena. 2009. Pengaruh Naungan Tegakan
Pohon Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Be-

19109-51
Suci,Dkk./Profil Vegatasi di Kawasan Hutan Suaka ... JPS Vol. 19 No. 1 Jan. 2017

berapa Sayuran Indigenous. Departemen Agronomi [36]


Pahlevi, reza. 2008. Polusi Industri. www.walhi.or.id.
dan Holtikultura. Fakultas Pertanian. IPB: 1-118 hal. 6 Febuari 2010.
[18] [37]
FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980–2005. For- Pardoks, M., J. Ruiz delcastillo, I. Cañellas & G. Mon-
est Resources Assessment Working Paper No. 153. tero. 2005. Ecophysiology of Natural Regeneration of
Food and Agriculture Organization of The United Na- Forest Stands in Spain. 14 (5): 434-445.
tions, Rome. [38]
Polunin, N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan
[19]
Franklin P. Garder., R. Brent Pearce., Roger L. Mitc- Beberapa Ilmu Serumpun. Penerbit Gadjah Mada
chell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan University Press. Yogyakarta.
Oleh Herawati Susilo dari buku Physiology of Crop [39]
Prianto, E., P, Widya., G, Suryanto & Slly. 2006. Kea-
Plants. UI-Press. Jakarta.
nekaragaman Hayati dan Struktur Ekologi Mangrove
[20]
Frontera Riz, Rem rez Tora & M. Brinson. 2002. Dewasa di Kawasan Pesisir Kota Dumai - Propinsi
Growth and Extent of the Mangove Forest in Human Riau. Jurnal Biodiversitas. Vol: VII(4): 327-332.
Dominated Areas: ia Panguera, Paerto Rico. in Article. [40]
Putranto, B. 2009. Model Distribusi Diameter, Volum
(31 Oktober 2008).
dan Pertumbuhan Lima Jenis Pohon Pada Hutan Tro-
[21]
Gopal, B. & N. Bhardwaj. 1979. Elemen of Ekologi. pika Basah di Mamaju. Betaputranto@yahoo.co.id. 31
Department of Botany. Rajasthan University Jaipur, Desember 2010.
India. [41]
Rahmawaty. 2006. Upaya Pelestarian Mangrove
[22]
Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendu- Berdasarkan Pendekatan Masyarakat. Departemen
kung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra
Pertanian, 23 (1). 15-21. Utara : ii + 14 hal.
[23]
Herawati, T., Junaidi. E., Patriono, E., Wulandari, D & [42]
Rangkunti, N. 2008. Arkeologi. www.kompas.com. 4
Catur, S. 1997. Kebakaran Hutan dan Pengaruhnya Juli 2009.
Terhadap Vegetasi. Studi Kasus di hutan Lindung Gu- [43]
Redhahar & Sumaryono. 2002. Diskusi Penentuan
nung Patuha-Ciwidey. Program Magister Biologi ITB,
AAC Hutan Alam Produksi Bekas Tebangan.
Bandung.
Lokakarya Pengaturan Hasil Kebijakan Pemerintah
[24]
Heddy S., S.B. Soemetro, dan S. Soekartomo. 1996. Dalam Pengarangan AAC Secara Bertahap. Hasil
Pengantar Ekologi. Rajawali, Jakarta. Diskusi dan Makalah. Manggala Wanabakti, Jakarta.
[25]
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Penerbit PT. Bumi 21 Februari 2002.
Aksara, Jakarta. 210 hal [44]
Resosoedarmo, S., K. Kartawinata, & A. Soegiarto.
[26]
Indriyanto. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Bumi 1986. Pengantar Ekologi. Remadja Rosda Karya,
Aksara, Jakarta. 234 hal. Bandung.
[45]
[27]
Irwanto. 2006. Struktur Hutan. Ridho, M.R., Hartoni, & S.P. Sari. 2006. Perubahan
www.irwantoshut.com. 16 Januari 2008. Luasan Mangrove di Pantai Timur Ogan Komering Ilir
[28]
(OKI) Provinsi Sumatera Selatan Menggunakan Data
Irwanto. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Citra Satelit Landsat-TM. Jurnal Pengelolaan
Pertumbuhan Hutan Sekunder. Lingkungan dan Sumberdaya Alam. Vol: IV (2): 5-15.
www.irwantoshut.com. 25 Maret 2010. [46]
[29] Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem
Kadri, W.1992. Manual Kehutanan. Departemen Mangove. Edisi Pertama, cetakan ke-2. Penerbit
Kehutanan Republik Indonesia: Jakarta. Dahara Prize, Jakarta.
[30]
Kesumaningsih, roro. 2009. Pengelolaan Lahan Alang- [47]
Setiadi, Y. David R peart., Campbell O Webb and
Alang. www.maxisnow.com. 27 November 2010. Mark L., 1996. Abundance and Spatial Distribution of
[31]
KLH. 2008. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2007. Seedling Recruitment Around Aduit Trees of Five
Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI, Jakarta. Shorea Species, In the Gunung Palung National Park,
[32]
Kusmana, C.1997. Ekologi dan Sumberdaya Ekosistem Indonesia. Journal of Tropical Biodiversity 3 (3) : 169-
Mangrove. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas 179.
[48]
Kehutanan IPB, Bogor . Sinarmas, 2007. Tantangan, Harapan dan Kontribusi
[33]
Nabe-N, Jacob. 2001. Diversity and distribution of Pembangunan Hutan Tanaman Industri di Pantai Ti-
Lianas in a Neotropical Rain Forest, Yasuni National mur Kabupaten OKI Provinsi Sumatra Selatan.
Park, Ecuador. Journal of Tropical Ecology. 17 : 1-19. Prosiding Seminar Hutan Tanaman Industri, Indralaya,
[34]
6 september 2007 : 1-3.
Noor, R. Khazali, M & Suryadiputra, I.N.N. 1999. Pan- [49]
duan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP, Siregar, E.B. M. 2005. Potensai Palem Indonesia.
Bogor. 220 hal Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas
[35]
Sumatra Utara: 1-11 hal.
Odum, E. HLM. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. [50]
Terjemahan oleh Tjahjono Samingan dari buku Soerianegara, I & A. Indriawan. 2005. Ekologi Hutan
Fundamentals of Ecoloyi. Ghadjahmada University Indonesia.Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas
Press, Yogyakarta. Kehutanan. IPB, Bogor.

19109-52
Suci,Dkk./Profil Vegatasi di Kawasan Hutan Suaka ... JPS Vol. 19 No. 1 Jan. 2017

[51] [55]
Solichin., Tarigan, E., Kimman, P., Firman, B & Van Steenis, C.G.G.J. 1958. Ecology of Mangroves.
Baggono, B., 2007. Pemetaan Daerah Rawan Introduction to Account of the Rhizophoraceae by
Kebakaran. Sistem Informasi Kebakaran. South Ding Hou, Flora Malesiana, Ser. I, (5): 431- 441.
Sumatra Forest Fire Management Project. Palembang. [56]
Wardiyono.2009. Oncossperma Tigillarium.
[52]
Sosef, M., S.M. L.T. Hong & S. Prawirohatmodjo. Keanekaragaman Hayati. www.proseanet.org. 31 Mei
1998. Prosea. Timber Trees: Lesser-known timbers. 2009.
Plant Resouces of South-East Asia. 5 (3), Bogor, Indo- [57]
Waryono, T. 2008. Keanekaragaman Hayati dan
nesia. Konservasi Ekosistem Mangrove. Kumpulan Makalah
[53]
Tuheteru, D., Andadari, L., Eva, P., Wolfrom, M. 2010. Periode 1987-2008. FMIPA. UI, Depok: 1-8 hal.
Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Vegetasi. IPB, [58]
Yitnosumarto, Suntoyo. 1994. Dasar-dasar Statistika.
Bogor. Edisi ke-1, cetakan pertama. PT. Raja Grafindo
[54]
Utomo, Budi.2007. Rehabilitasi Hutan Bekas Terbakar. Persada, Jakarta : vii + 379 hal. ___________________
Karya Ilmiyah. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra
Selatan, Medan: I + 17 hal.

19109-53

You might also like