Professional Documents
Culture Documents
ID Perilaku Pemilihan Makanan Dan Diet Beba
ID Perilaku Pemilihan Makanan Dan Diet Beba
Journal ofOnline
Nutrition College, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 35
di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnc
PERILAKU PEMILIHAN MAKANAN DAN DIET BEBAS GLUTEN BEBAS KASEIN PADA
ANAK AUTIS
ABSTRACT
Background: Feeding and preferencing meal are correctly way to decrease symptom of autism. One of the diet
therapies for autism is a GCFC diet. Preferencing meal which is appropriate with current diet must be given
correctly to prevent under-nutrition in autism children.
Objective: To analyze food preference behaviour factor and compliance of GCFC diet in autism children.
Method: This study belonged to observasional with cross sectional design using qualitative method. Sampling
technique used purposive sampling which was appropriate with inclusion and exclusion criteria. Informants in this
study were mother or foster mother of selected autism children as subjects. Data collection used deep interview and
observation. FGD (Focus Gruop Discussion) was also used to complete obtained data.
Result: There was no informant practicing GCFC diet consistently. Every mother wanted to their children to get
different diet, although they were in same condition. There were internal and external factors influencing practice of
GCFC diet in autism children.
Conclusion: Practicing GCFC diet inconsistently is influenced by family and environment support factors. Many
snacks containing gluten or casein in house or school area also encourage autism to consume source of gluten and
casein.
ABSTRAK
Latar Belakang : Pemberian dan pemilihan makanan secara benar merupakan suatu cara meringankan gejala
autisme. Salah satu terapi diet yang dianjurkan pada autisme adalah diet bebas gluten dan bebas kasein. Pemilihan
makanan yang sesuai dengan diet yang sesuai pula harus diberikan secara tepat untuk mencegah terjadinya
kekurangan gizi pada anak autis.
Tujuan: Menganalisis faktor perilaku pemilihan makanan dan kepatuhan diet bebas gluten bebas kasein pada anak
autis.
Metode: Penelitian ini termasuk penelitian observasional dengan desain cross sectional yang menggunakan
metode kualitatif. Teknik pengambilan informan secara purposive sampling sesuai kriteria inklusi dan eksklusi.
Informan dalam penelitian ini adalah ibu maupun orang tua wali dari anak autis yang terpilih menjadi subjek
penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi. Selain itu juga dilakukan
FGD (Focus Group Discusion) yang bertujuan untuk saling melengkapi data yang diperoleh.
Hasil: Tidak terdapat informan yang menerapkan diet bebas gluten bebas kasein secara konsisten. Kesediaan setiap
orang tua untuk menginginkan anaknya menjalankan diet berbeda, walaupun anak dalam kondisi sama. Terdapat
faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi penerapan diet bebas gluten bebas kasein pada anak autis.
Kesimpulan: Penerapan diet bebas gluten bebas kasein yang dilakukan secara tidak konsisten dipengaruhi oleh
faktor dukungan keluarga dan lingkungan sekitar. Banyaknya jajanan, baik di lingkungan rumah maupun sekolah
yang mengandung gluten maupun kasein juga mendorong anak autis untuk mengkonsumsi makanan sumber gluten
dan kasein.
*)
Penulis Penanggungjawab
Journal of Nutrition College, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 36
terjadi pada anak-anak Hispanik dan Afrika- dan bebas kasein. Berdasarkan uraian tersebut,
Amerika.3 Sedangkan angka pasti jumlah autisme perlu dilakukan penelusuran secara mendalam
di Indonesia belum dapat diketahui secara pasti untuk memperoleh informasi mengenai faktor yang
karena belum terdapat penelitian secara melatarbelakangi perilaku pemilihan makanan dan
mendalam.4 diet bebas gluten bebas kasein pada anak autis.
Makanan merupakan suatu hal yang juga SLB Negeri Semarang merupakan satu-satunya
harus diperhatikan pada anak dengan gangguan sekolah negeri bagi penyandang autis yang berada
autis. Pemberian serta pemilihan makanan secara di Semarang. Berdasarkan hal tersebut diatas
benar merupakan suatu cara meringankan gejala peneliti tertarik untuk melakukan penelitian secara
autisme. 2 Salah satu terapi diet yang dianjurkan kulaitatif dengan tujuan untuk mengetahui faktor
pada autisme adalah diet bebas gluten dan bebas yang melatarbelakangi perilaku pemilihan
kasein. Gluten dan kasein pada anak autis tidak makanan dan diet bebas gluten bebas kasein pada
diperbolehkan karena terjadi peningkatan anak autis di SLB Negeri Semarang.
permeabilitas usus (leaky gut), sehingga
memungkinkan peptide dari kasein dan gluten METODA
yang tidak tercerna keluar dari dinding usus masuk Penelitian ini dilaksanakan di SLB Negeri
ke aliran darah. Selain itu, adanya gangguan enzim Semarang pada bulan Juli- Agustus 2012.
Dipeptidylpeptidase IV mengakibatkan gluten dan Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup gizi
kasein tidak tercerna dengan sempurna. 5 masyarakat dan merupakan penelitian
Konsumsi gluten dan kasein sebenarnya observasional dengan desain cross sectional yang
masih terbilang kurang dilihat dari diet tradisional menggunakan pendekatan kualitatif. Metode
Indonesia jarang menggunakan gluten dan kasein kualitatif dipilih karena faktor perilaku pemilihan
tersebut, kecuali diet tradisional yang telah terkena makan yang melatarbelakangi gambaran diet pada
pengaruh dari luar. Selain itu sangat penting bagi anak autis, diharapkan dapat diungkap lebih
seseorang yang menerapkan diet bebas gluten mendalam dan mendapatkan temuan baru karena
bebas kasein untuk membaca label makanan, pertanyaan yang diajukan bersifat lebih eksploratif.
mengingat banyaknya makanan kemasan Populasi terjangkau adalah anak autis yang
menggunakan bahan makanan yang mengandung bersekolah di SLB Negeri Semarang masuk dalam
gluten dan kasein.6 Banyak penelitian menyatakan kelas C, C1 dan pengembangan. Informan dalam
bahwa pemberian makanan rendah gluten dan penelitian ini adalah ibu maupun orang tua wali
rendah kasein pada autisme akan memberikan dari anak autis yang terpilih menjadi subjek
respon terhadap perubahan perilaku. Namun, berat penelitian. Pengambilan informan dilakukan
ringannya gangguan perilaku pada anak autis juga dengan metode purposive sampling sesuai dengan
dipengaruhi ada tidaknya terapi perilaku, terapi kriteria inklusi dan eksklusi.12-14 Proses perekrutan
obat dan diet bebas gluten bebas kasein subjek dilakukan dengan mengumpulkan data anak
sebelumnya.6,7 autis yang termasuk dalam kelas C,C1 dan
Peran ibu didalam keluarga selain pengembangan dilihat dari data sekunder yang
mengasuh anak juga memegang peranan penting didapatkan dari pihak sekolah. Kriteria inklusi
dalam pendampingan proses perkembangan anak informan adalah ibu maupun orang tua wali yang
termasuk dalam hal pemilihan makanan yang tepat memiliki anak autis di kelas C,C1 atau
sesuai kebutuhan anak.8 Pemilihan makan yang pengembangan, dapat berkomunikasi dengan baik,
sesuai dengan diet yang sesuai pula harus dan bersedia menjadi informan penelitian dengan
diberikan secara tepat untuk mencegah terjadinya mengisi informed consent. Sedangkan kriteria
kekurangan gizi pada anak autis. Selain itu, orang eksklusinya adalah informan meninggal dunia pada
tua anak autis sering melaporkan bahwa masalah saat proses penelitian, subjek pindah sekolah dan
makan dapat mempengaruhi pertumbuhan anak informan memutuskan untuk berhenti menjadi
mereka.9 Oleh karena itu, dengan pemberian diet partisipan pada saat proses penelitian.
secara tepat diharapkan anak dengan gangguan Berdasarkan teknik sampling diatas,
autis mendapatkan gizi yang cukup sesuai dengan didapatkan 16 orang yang bersedia menjadi
kebutuhannya sehingga dapat mengikuti terapi dan informan tetapi satu diantaranya drop out karena
pendidikan dengan baik.10 informan menolak diwawancarai pada pertemuan
Penelitian yang telah dilakukan di berikutnya, sehingga total informan penelitian
Semarang membuktikan bahwa sebagian besar adalah 15 informan. Pengumpulan data dilakukan
anak autis tidak melaksanakan diet bebas gluten dengan metode wawancara mendalam (in depth
Journal of Nutrition College, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 37
interview) yang dilanjutkan dengan observasi atau Pada saat wawancara dilakukan usaha untuk
pengamatan.11,12 Selain itu juga dilakukan FGD mencegah intervensi jawaban yang dapat
(Focus Group Discusion) pada 12 informan yang mempengaruhi informan. 11
telah bersedia melakukan diskusi secara kelompok, Transferability dicapai dengan menguraikan
FGD dilakukan di ruangan yang telah disediakan penelitian secara rinci. Dependability dicapai
oleh pihak sekolah. Observasi dilakukan terhadap dengan cara melakukan auditing (pemeriksaan)
kebiasaan pemilihan makan anak autis dan proses dengan seseorang yang berkompeten di bidangnya.
terapi diet bebas gluten bebas kasein yang sedang Peneliti melakukan auditing dengan pembimbing
dilaksanakan. penelitian. Confirmability dilakukan pada saat
Jenis data yang dikumpulkan meliputi wawancara terakhir dengan informan untuk
gambaran kepatuhan diet bebas gluten bebas mendapatkan kepastian dan objektivitas data yang
kasein, dilihat dari konsumsi makanan yang telah diperoleh.12 Analisis dilakukan bersamaan
mengandung gluten dan kasein diperoleh dengan dengan proses pengumpulan data dengan model
menggunakan food frequency semi qualitative analisis isi (content analisys).13 Proses analisis data
(FFSQ) selama tiga bulan terakhir. Selain itu juga dimulai dengan mengumpulkan seluruh data hasil
digunakan food recall 24 jam selama 3 hari tidak wawancara, observasi, catatan lapangan dan
berurutan untuk memperoleh gambaran kebiasaan diskusi kelompok. Selanjutnya dilakukan koding
makan anak autis dan asupan gizinya. Faktor- data dengan menemukan pola berdasarkan hasil
faktor yang melatarbelakangi perilaku pemilihan wawancara, observasi untuk mengkategorikan
makan pada anak autis bisa diketahui dari data, merumuskan tema dan mencari kaitan antar
wawancara dan FGD terhadap informan. tema dan kategori berdasarkan tinjauan literatur,
Pengujian keabsahan data kualitatif dilakukan merumuskan hipotesis kerja yang dapat menjawab
dengan memenuhi empat kriteria yaitu pertanyaan penelitian dan mengintegrasikan hasil
kepercayaan (credibility), keteralihan analisis dalam bentuk deskriptif.13
(transferability), kebergantungan (dependability)
dan kepastian (confirmability).11,12 Credibility hasil HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian dicapai dengan melakukan triangulasi Karakteristik Subjek
kepada informan. Pengujian dilakukan dengan Subjek penelitian ini adalah 15 anak
membandingkan hasil wawancara mendalam dengan usia berkisar 6-14 tahun yaitu dari kelas
informan dengan keterangan dari orang sekitar satu hingga delapan. Berikut karakteristik subjek
informan. Wawancara dilakukan dengan informan penelitian yang terdiri dari jenis kelamin, usia saat
terlebih dahulu lalu dilanjutkan dengan orang diagnosis dan usia saat penelitian.
disekitar informan dengan atau tanpa informan.
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian menurut jenis kelamin, usia saat diagnosis dan usia saat
penelitian
No. Frekuensi
Karakteristik
n %
1. Jenis kelamin Laki-laki 12 80
Perempuan 3 20
Jumlah 15 100
3. Usia saat diagnosis ≤ 3 tahun 10 66,7
> 3 tahun 5 33,3
Jumlah 15 100
2. Usia saat penelitian 6 - 11 tahun 9 60
≥ 12 tahun 6 40
Jumlah 15 100
anak autis laki-laki dan perempuan pada penelitian 1 dan 2 tahun, yaitu masing-masing berjumlah 3
ini adalah 4:1. Hal tersebut serupa dengan anak. Gangguan autis atau Autism Spectrum
penelitian menurut Hartono yang menyatakan Disorders biasanya terlihat jelas sebelum berumur
perbandingan anak autis laki-laki dan perempuan tiga tahun.3 Penelitian di Amerika Serikat yang
sebesar 4:1.2 dilakukan dengan metode retrospektif,
Data penelitian menurut usia anak saat menyebutkan rata-rata usia anak mengalami
terdiagnosis autis pertama kali, menyebutkan dari gangguan autis berkisar 10 bulan sampai 2,7 tahun.
lima belas subjek yang diteliti diketahui bahwa Hal tersebut diketahui dari pengamatan orang tua
anak terdiagnosis autis antara sejak lahir sampai ketika pertama kali melihat karakteristik gejala
berusia delapan tahun. Sebagian besar anak autis pada anak mereka.15
terdiagnosis autis untuk pertama kalinya pada usia
intervensi diet pada anak autis adalah untuk signifikan dalam perilaku.21 Efek yang dirasakan
menghilangkan gejala autis, menghentikan atau dan berdasarkan pengamatan orang tua anak-anak
menunda proses degeneratif yang berlangsung, autis yang pernah menjalankan diet ataupun yang
meningkatkan kualitas hidup, serta memberikan masih berlangsung hingga saat ini berbeda-beda.
status gizi yang baik bagi penyandang autis.2 Lebih dari separuh informan (66,7%) mengatakan
Berdasarkan hasil wawancara sebanyak 7 terdapat perubahan salah satunya perilaku anak
informan (46,7%) tidak mengetahui istilah dari diet mereka pada saat anak menjalankan diet bebas
bebas gluten bebas kasein (Gluten Free Casein gluten bebas kasein secara benar. Sebanyak 5
Free) dan sebanyak 8 informan (53,3%) informan (33,3%) mengatakan belum tahu apakah
mengetahui pengertian diet bebas gluten bebas diet bebas gluten bebas kasein memberikan
kasein. Terdapat 6 informan (40%) belum pernah manfaat baik dari segi perubahan perilaku ataupun
menerapkan diet bebas gluten bebas kasein pada tidak ada perubahan sama sekali, sehingga mereka
anak mereka, sedangkan sebanyak 7 informan memilih untuk menghentikan diet maupun sengaja
(46,7%) sudah menerapkan diet tersebut yaitu baik tidak menjalankan diet.
yang masih berlangsung sampai sekarang maupun “...manfaat yang diamati, anak emosinya
tidak. Tidak satu pun informan yang sudah menjadi lebih berkurang. Kalau sekarang
menerapkan diet bebas gluten bebas kasein secara nggak ngaruh dikasih diet suruh
konsisten, hal tersebut diketahui dari jenis menghindari gandum-ganduman...” (I.4,
makanan yang dikonsumsi selama tiga bulan ibu, 41 tahun)
terakhir dilihat dari hasil wawancara dan pengisian
formulir FFSQ. “...kalau kebanyakan makan tepung
“...Dulu belum pernah diet gluten kasein, gandum, mendoan, bakso nanti anak jadi
menerapkan diet setelah mengetahui anak error. Tapi menguranginya sedikit demi
ada alergi. Umur 2 tahun tepatnya bulan sedikit...” (I.6, ibu, 48 tahun)
Desember tahun 2000, anak merah-merah
disekitar mulut. Kemudian berhenti minum Sangat sulit menghindari makanan barat
susu sapi, sampai usia 2,5 tahun diamati yang sangat populer dikalangan anak-anak seperti
merah-merah dimulut hilang. Sekarang fried chicken, hamburger dan pizza yang sebagian
bebas, nggak dilarang-larang. Anak paling besar terdapat kandungan gluten. Selain itu, ice
suka ayam goreng tepung...” (I.11, ibu, 49 cream yang sangat digemari anak-anak perlu
tahun) dihindari karena ice cream terbuat dari susu,
demikian juga milk chocolate.6 Keterbatasan akan
“...diet bebas gluten bebas kasein tidak sedikitnya variasi makanan yang tidak
mengkonsumsi makanan dari tepung terigu mengandung gluten dan kasein menjadi salah satu
atau gandum dan makanan atau minuman masalah yang harus dihadapi orang tua anak autis
yang mengandung susu beserta dalam menjalankan diet bebas gluten bebas kasein.
turunannya. Sudah menerapkan pada anak “...sebenarnya nggak ada kesulitan dalam
selama 5 bulan tetapi belum konsisten...” menjalankan diet. Hanya nggak tega pada
(I.7, ibu, 38 tahun) anak, soalnya anak menderita epilepsi
juga jadi harus diberi banyak makanan
“...sering disarankan diet bebas gluten bergizi, seperti susu sapi bubuk tetap
kasein, belum pernah dengar arti diberikan...” ( I.12, pengasuh, 30 tahun)
sebenarnya, ya yang dilarang susu, buah-
buahan yang dimakan semangka sama “...anak susah makan, makan ayam
pepaya, nggak boleh cokleat terus chicki- goreng saja harus dipotong kecil-kecil dan
chicki. Yang boleh dari tepung beras, susu harus kriuk-kriuk baru anak nafsu makan.
kedelai. Selalu menerapkan, cuma anaknya Jajan diluar seperti ice cream, kalau minta
nggak mau, jadi sampai sekarang makan ice cream sering dialihkan, tapi ketika
pada umumnya...” (I.3, ibu, 29 tahun) menangis kasian juga pada anak akhirnya
dibelikan...” (I.14, ibu, 29 tahun)
Penghapusan gluten dan/ atau kasein pada
anak autis, selama bertahun-tahun dilaporkan oleh “...mencari makanan untuk anak autis
banyak orang tua terkait dengan diet bebas gluten cukup sulit ya, apalagi makanan dari luar
bebas kasein memberikan perbaikan yang banyak yang tidak diperbolehkan. Jadi
Journal of Nutrition College, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 41
Tabel 4. Frekuensi konsumsi bahan makanan yang mengandung gluten dan kasein
Frekuensi
No. Bahan makanan Jumlah konsumen Rerata konsumsi
n x/ minggu
1. Sumber gluten :
Tepung terigu 15 1,11
2. Hasil olah gluten :
- Biskuit dari tepung terigu 13 0,75
- Wafer 13 0,90
3. Sumber kasein :
Susu sapi 5 1,65
4. Hasil olah kasein :
Susu fermentasi 5 0,76
5. Kasein terselubung :
Ice cream 9 0,52
Journal of Nutrition College, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 42
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan menjalankan diet, dengan harapan penerapan diet
bahwa semua subjek masih mengkonsumsi sumber yang dijalankan tetap memberikan asupan gizi
gluten yang berupa tepung terigu yaitu dengan yang sesuai dan membawa perubahan perilaku
rerata konsumsi 1,11 x/ minggu. Hasil olahan anak menjadi lebih baik. Penyebab autis yang
gluten yang paling sering dikonsumsi oleh anak multifaktoral menyebabkan setiap individu
autis berupa wafer dan biskuit dengan bahan dasar mempunyai permasalahan yang berbeda-beda, hal
tepung terigu. Sebanyak 5 subjek pada penelitian tersebut juga yang melatarbelakangi
ini masih mengkonsumsi sumber makanan yang ketidakpatuhan anak terhadap diet bebas gluten
mengandung kasein dan olahannya yaitu berupa bebas kasein. Kesediaan setiap orang tua untuk
susu sapi dan susu fermentasi dengan rerata menginginkan anaknya menjalankan diet berbeda,
konsumsi masing-masing 1,65 dan 0,76 x/ minggu. walaupun dalam kondisi sama sehingga diperlukan
Sedangkan ice cream yang banyak digemari anak- penyuluhan keluarga untuk mengatasi perbedaan
anak, mengandung kasein terselubung dikonsumsi kesediaan perubahan masing-masing keluarga anak
sebanyak 9 anak autis dengan rerata konsumsi 0,52 autis.
x/ minggu. Hasil dari penelitian yang ditunjukkan
oleh instrumen FFSQ dapat diketahui bahwa masih KETERBATASAN PENELITIAN
banyaknya anak autis yang belum dapat Keterbatasan penelitian ini yaitu penelitian
melaksanakan diet bebas gluten bebas kasein. Hal hanya mengambil populasi di SLB Negeri
tersebut tidak bisa dipungkiri karena masih Semarang yang memungkinkan adanya informasi
banyaknya produk makanan yang mengandung yang tidak didapatkan peneliti secara mendalam.
gluten maupun kasein. Selain itu juga terbatasnya Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
jenis makanan yang tidak mengandung gluten dan dengan populasi lebih luas dengan variasi pangan
kasein yang diketahui ibu untuk disajikan kepada yang beraneka ragam di wilayah lain untuk
anak mereka.23 melengkapi data yang telah diperoleh.
Hasil FGD menunjukkan bahwa sumber
informasi terbanyak yang diperoleh informan SIMPULAN
mengenai diet bebas gluten bebas kasein berasal Penerapan diet bebas gluten bebas kasein
dari dokter yang pernah menangani anak mereka. yang dilakukan secara tidak konsisten dipengaruhi
Separuh dari informan yang mengikuti diskusi oleh faktor dukungan keluarga dan lingkungan
menyatakan bahwa sudah menerapkan diet bebas sekitar termasuk ketersediaan makanan yang ada.
gluten bebas kasein pada anak mereka, tetapi Banyaknya jajanan sebagai salah satu faktor
pelaksanaannya belum konsisiten. Faktor yang eksternal, baik di lingkungan rumah maupun
melatarbelakangi pelaksanaan diet yang tidak sekolah yang mengandung gluten maupun kasein
konsisten tersebut diketahui bahwa orang tua juga mendorong anak autis untuk mengkonsumsi
merasa mempunyai kesulitan dalam menjalankan makanan sumber gluten dan kasein. Hal tersebut
diet tersebut, salah satu diantaranya dikarenakan dapat dilihat dari perilaku pemilihan makanan
masih banyaknya makanan jajanan baik di sehari-hari anak autis.
supermarket maupun di lingkungan sekolah yang
menyediakan makanan yang banyak mengandung SARAN
gluten dan/ atau kasein. Hal tersebut merupakan Untuk meningkatkan penerapan diet bebas
salah satu contoh bahwa faktor lingkungan juga gluten bebas kasein secara konsisten pada anak
berpengaruh terhadap pelaksanaan diet bagi anak autis diperlukan sosialisasi dan konseling dengan
autis. Faktor lainnya diketahui kurangnya sasaran secara perorangan/ individu agar tidak
dukungan dari berbagai pihak yaitu dari ibu sendiri terjadi kesalahan dalam pengaturan diet anak yang
sebagai penyelenggara makan dalam keluarga, dapat menyebabkan kekurangan gizi. Sedangkan
anggota keluarga, maupun pihak sekolah tempat sosialisasi dilakukan dengan sasaran orang tua dan
anak bersekolah. keluarga anak autis serta pihak sekolah yang
Salah satu informan menyatakan bahwa berhubungan langsung dengan anak autis. Selain
kerjasama dengan keluarga dan lingkungan sekitar itu, perlu diperkenalkan cara memodifikasi
sangat penting untuk mendukung berjalannya diet makanan yang tidak mengandung gluten dan
anak autis, dimana makanan khusus anak autis kasein serta macam-macam makanan alternatif
masih tergolong jarang dan susah untuk sebagai pengganti makanan sumber gluten dan
didapatkan. Selain itu penting adanya motivasi kasein yang masih jarang tersedia di pasaran
dalam diri ibu maupun keluarga anak autis untuk
Journal of Nutrition College, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 43
kepada orang tua, keluarga, serta pihak sekolah 15. Robin P. Goin-Kochel, Barbara J. Myers. Parental
yang menagani anak autis. report of early autistic symptoms: Differences in
ages of detection and frequencies of characteristics
DAFTAR PUSTAKA among three autism-spectrum disorders. Volume II
1. Mitchel Mary Kay. Nutrition across the life span. Number 2. USA: Journal on developmental
In: Nutrition for children with special needs. 2nd disabilities.
edition . USA: Elsevier-Saunders; 2003.p.322. 16. Ari Tri Astuti. Hubungan antara pola konsumsi
2. Sri Achadi Nugraheni. Efektivitas intervensi diet makanan yang mengandung gluten dan kasein
bebas gluten bebas casein terhadap perubahan dengan perilaku anak autis pada sekolah khusus
perilaku anak autis. Semarang: Pustaka Rizki autis di Yogyakarta [Skripsi]. Universitas Gajah
Putra; 2008. Mada. 2009.
3. Centers for Disease Control and Prevention. 17. Lewinsohn Peter M, Jill M Holm Denoma MS,
Morbidity and Mortality Weekly Report: Jeffrey M Gau, Thomas E Joiner, Ruth Striegel-
Prevalence of Autism Spectrum Disorders- Autism Moore, Patty Bear, et al. Problematic eating and
and Developmental Disabilities Monitoring feeding behaviors of 36-months-old children.
Network, 14 Sites, United States, 2008. United International Journal of Eating Disorders.2005;
States : Office Surveillance, Epidemiology, and 38:3, 208-219.
Laboratory Services, Centers [homepage on the 18. Ahearn William H, Tood Castine, Karen Nault,
Internet]. 2012 [dikutip pada tanggal 16 April Gina Green. An assessment of food acceptence in
2012]. Diunduh dari : children with autisme or pervasive developmental
http://www.cdc.gov/mmwr/pdf/ss/ss6103.pdf disorder- not otherwise specified. J Autisme Dev
4. Nurlaila Abdullah Mashabi, Nur Rizka Tajudin. Disord.2001; 31, 505-511.
Hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan pola 19. Clara M Kusharto. Serat makanan dan peranannya
makan anak autis. Makara Kesehatan vol 13 No.2, bagi kesehatan. Jurnal Gizi dan Pangan. November
Desember 2009 :84-86. 2006;1(2): 45-54.
5. Melly Budhiman, Paul Shattock, Endang Ariani. 20. Thompson, Tricia. Folate, iron, and dietary fiber
Langkah awal menanggulangi autisme dengan content of the gluten free diet. J Am Diet
memperbaiki metabolisme tubuh. Jakarta : Assoc.2000;100(11).p289.
Nirmala; 2002.p. 10-59. 21. Whiteley Paul, Jacqui Rodgers, Dawn Savery ,
6. Johanes Chandrawinata. Terapi diet pada autisme. Paul Shattock. A gluten-free diet as an intervention
Seminar & workshop on fragile- X mental for autism and associated spectrum disorders:
retardation, autism and related disorder. Badan Preliminary Findings. SAGE Publications and The
penerbit Universitas Diponegoro. Semarang; 2002. National Autistic Society.1999;3(1) 45–65.
7. Shattock Paul, Paul Whiteley. Langkah intervensi 22. Gwenda Washnieski. Gluten-free and casein-free
biomedik untuk penanganan autisme dan diets as a form of alternative treatment for autism
sejenisnya (Terjemahan). Seminar: Intervensi spectrum disorders. [Thesis]. University of
biomedis pada gangguan autisme dan sejenisnya. Wisconsin-Stout. 2009 [dikutip pada tanggal 30
Yayasan Autisme Indonesia. Jakarta; 2001.26-48. Oktober 2012]. Diunduh dari:
8. Marion Jean Claude. Statistics and epidemiology: http://www.uwstout.edu/content/lib/thesis/2009/20
The number of cases of autism has grown tenfold 09washnieskig.pdf
in the United Kingdom. L’Express. 2001; 17(1)27. 23. Paramita Adi Nurmutia. Perbedaan pengetahuan
9. Fitria Nur Rahmi. Hubungan pola konsumsi anak ibu, konsumsi makan (energi, protein, gluten, dan
autisme dengan perilaku autisme di SLB khusus kasein) dan status gizi pada berbagai kelas autis.
autistik Fajar Nugraha dan SLB autisme Dian [Skripsi]. Universitas Diponegoro. 2011.
Amanah Yogyakarta. [Skripsi]. Universitas Gajah
Mada. 2005.
10. Maulana Mirza. Anak autis; mendidik anak autis
dan gangguan mental lain menuju anak cerdas dan
sehat. Jogyakarta: Katahati. 2007.
11. Saryono, Mekar Dwi Anggaraeni. Metodologi
penelitian kualitatif dalam bidang kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika; 2010.
12. Lexy J Moleong. Metodologi penelitian kualitatif
(edisi revisi). Bandung: Remaja Rosdakarya; 2010.
13. Patton Michael Quinn. Metode evaluasi kualitatif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2009.
14. Marion Jean Claude. Statistics and epidemiology:
The number of cases of autism has grown tenfold
in the United Kingdom. L’Express. 2001; 17(1)27.