Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP KEKAYAAN INTELEKTUAL WARISAN BANGSA

Endang Purwaningsih
Fakultas Hukum Universitas YARSI Jakarta
Menara YARSI, Jalan Letjen Suprapto Cempaka Putih, Jakarta Pusat 10510
email : enda_purwa@yahoo.com e.purwaningsih@yarsi.ac.id

Abstract

This article based on research is to analyze the needs for community empowerment through sustainable
participation approach concerning the protection of traditional knowledge and folklore. This folklore
essentially meets the requirements to be copyrighted; the fact that it is a communal heritage property which
has been passed on for generations and the creator is therefore not identified, cannot fulfill the requirement
of originality and individuality. The traditional knowledge that based on technology, yet it is not patentable
invention, the fact that is not fulfill patentable requirement especially the novelty. Thus, traditional
knowledge and folklore must be protected as 'sui generis' legal protection. Community empowerment
program and community legal awareness program should be done continually as well as progressing
'promote and protect' culture. The findings of this research suggest that indigenous people makers need
such supports as trainings, government's endorsement and incentives, capital provision schemes, as well
as marketing and legal assistance. The findings also recommend that partnership between the traditional
knowledge or folklore makers/indigenous people and the government be intensified to promote the product,
not only locally, and nationally, but also internationally. This should involve the NGO, campus, the
government, and related consultants to jointly protect this product and to help promote it in bigger scope.

Keywords: community participation, promote and protect, traditional knowledge, folklore

Abstrak

Artikel ini bersumberkan dari penelitian yang mengkaji kebutuhan pemberdayaan masyarakat melalui
pendekatan partisipatif berkelanjutan tentang perlindungan hukum terhadap pengetahuan tradisional
traditional knowledge,dan ekspresi budaya tradisional/folklor . Secara esensial, pengetahuan tradisional
dalam bentuk ekspresi budaya tradisional/folklore tidak dapat dilindungi dengan hak cipta karena tidak
memenuhi syarat individuality dan originality; sedangkan pengetahuan tradisional yang berbasis teknologi
tidak dapat dilindungi dengan paten karena tidak memenuhi syarat patentable invention terutama
kebaruan. Jadi diperlukan upaya dan bentuk perlindungan hukum yang sui generis. Program
pemberdayaan masyarakat dan kesadaran hukum harus diselenggarakan secara kontinu sehingga
masyarakat mampu untuk meningkatkan budaya “promote and protect”. Berdasarkan hasil penelitian,
masyarakat ingin sekali mendapatkan bantuan pelatihan, perhatian dan insentif pemerintah, bantuan
modal, pemasaran dan bantuan hukum. Selain itu juga diperlukan kerjasama antara masyarakat
pengrajin/indigenopus people dengan pemerintah secara intensif untuk mempromosikan produknya tidak
hanya lokal, national maupun internasional. Juga mengajak peran serta LSM, kampus dan pemerintah
serta konsultan hukum terkait untuk melindungi dan membantu promosi secara lebih luas.

Kata kunci: partisipasi masyarakat, promosi dan perlindungan, pengetahuan tradisional, ekspresi budaya
tradisional

Pendahuluan terkandung di bumi Indonesia ini kian mengemuka


Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam dewasa ini. Ada dalih yang banyak dipertentangkan
upaya melindungi sumber daya alam terutama telah dikemukakan oleh perusahaan asing ataupun
budaya serta keanekaragaman hayati yang orang asing mengambil kekayaan seni budaya

42
Endang Purwaningsih, Partisipasi Masyarakat Dalam Perlindungan Hukum

masyarakat Indonesia; bahwa sumber daya dan karya hukum sudah mulai terbentuk. Di sisi lain, sampai saat
tradisional yang ada secara melimpah merupakan ini belum ada program untuk meningkatkan
warisan leluhur yang dapat digunakan oleh siapa saja kesadaran hukum dan budaya menjaga atau
dan kapan saja (common heritage of mankind). Salah melindungi secara hukum, maupun untuk
satu hal penting dan perlu mendapat perhatian memfasilitasinya secara berkelanjutan. Aspek yang
adalah sangat terbatasnya data, dokumentasi, dan diteliti adalah: a. Penelusuran: (1) sosialisasi HKI dan
informasi mengenai pengetahuan tradisional yang folklor serta pengetahuan tradisional, (2) pemahaman
sebenamya telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. kemungkinan syarat perlindungan melalui HKI, (3)
Selain masalah tersebut, perlindungan folklohre budaya, publikasi, dan manajemen masyarakat, (4)
melalui hak cipta (copyright) tentu sangat susah pengembangan produk budaya dan penjualan
karena harus bersifat originality (keaslian) dan (lisensi), (5) pengembangan SDM (6) informasi dan
individuality(jelas siapa penciptanya); juga komunikasi, (7) perencanaan pengembangan dengan
pengetahuan tradisional melalui hukum paten tidak Ipteks, (8) monitoring dan evaluasi. b. Penelusuran
akan bisa memenuhi patentable invention. Untuk itu insentif dan kemudahan dari kelembagaan dan
perlu dicari bentuk perlindungan hukum khusus (sui kerjasama. c. Kebutuhan pelatihan tentang cara
generis) yang mengatur tentang pemanfaatan folklore perlindungan dan upaya hukum. Implementasi
yang tercakup dalam traditional knowledge Indonesia pembuatan putusan, perubahan ataupun kebijakan
demi kepentingan nasional dan kepentingan baru merupakan tujuan akhir selain terciptanya model
indigenous people. pemberdayaan.
Pembangunan partisipasi seperti halnya
menumbuhkan motivasi berbudaya, tidak bisa Perlindungan terhadap Traditional Knowledge
dilakukan secara frontal dan setengah-setengah, Traditional knowledge adalah karya masyarakat
karena bersinggungan dengan adat budaya tradisional (adat) yang bisa berupa adat budaya,
kebiasaan yang telah mendarah daging dan turun karya seni dan teknologi yang telah turun temurun
temurun melekat pada pribadi dan rasa sosial digunakan sejak nenek moyang. Adat budaya dan
masyarakat. Secara simultan partisipasi yang ada karya seni tradisional kemudian dikelompokkan
diarahkan menuju pembentukan kesadaran hukum. menjadi folklore, sedangkan traditional knowledge
Kesadaran hukum ini pada akhirnya akan memompa lebih mengarah karya berbasis Paten. Baik folklore
semangat untuk melestarikan, mempromosikan dan maupun traditional knowledge sudah merupakan milik
mendaftarkan atau melindungi secara hukum dalam umum masyarakat sehingga secara individual tidak
bentuk perlindungan hukum khusus (yang sedang diketahui penemu/pencipta atau pemiliknya dan
dirancang oleh pemerintah secara sui generis di luar hukum kekayaan intelektual belum bisa
Hukum Kekayaan Intelekual/HKI) yang diinginkan melindunginya secara memadai. Pengetahuan
oleh pewaris pengetahuan tradisional dan folklor ini. tradisional menjadi milik bersama masyarakat adat
Penelitian dilakukan baik dengan literary study yang dijaga dan dilestarikan, belum dilindungi secara
maupun dengan field research, dengan tetap tepat dalam hukum kekayaan intelektual. Banyaknya
bertumpu pada penelitian hukum normatif dipadukan pengetahuan tradisional Indonesia yang telah
dengan penelitian empiris. Pendekatan sosiologis dipatenkan oleh orang asing, ataupun karya seni
dilakukan agar dapat menunjang pendekatan tradisional yang didaftarkan sebagai hak ciptanya
partisipatif dalam upaya pemberdayaan masyarakat. orang asing, telah membuka mata bangsa Indonesia
Dalam penelitian tentang pengetahuan tradisional untuk berupaya melindunginya. Masalahnya, apakah
dilakukan analisis kebutuhan (need assessment) pengetahuan tradisional dapat dilindungi oleh hukum
tentang kebutuhan pembangunan partisipasi dan HKI atau bagaimanakah supaya pengetahuan
pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat tradisional ini dapat terlindungi secara maksimal.
menghasilkan seperangkat daftar kebutuhan Selama ini belum ada perlindungan hukum yang
pengembangan dan peningkatan partisipasi tepat mengenai pengetahuan tradisional dan folklor
berkelanjutan masyarakat sebagai bahan masukan ini. Arah pengelolaan Folklor dan pengetahuan
penyusunan strategi pembangunan pemberdayaan tradisional dewasa ini menuju bentuk yang terpisah
dan kesadaran hukum. Suatu model pemberdayaan dari sistem perlindungan HKI, yang secara sui generis
masyarakat yang merupakan cerminan sikap sadar akan berusaha menjaga pengetahuan tradisional

43
MMH, Jilid 41 No. 1 Januari 2012

melalui preservation (pelestarian), protection diambil tanpa ijin yang bebas dan wajar atau yang
(perlindungan) dan promotion (pemanfaatan). Jalan bertentangan dengan hukum dan adat istiadat
ini ditempuh menurut Twarog3 agar pendekatan mereka.5 Konferensi internasional pertama mengenai
terhadap pengelolaan pengetahuan tradisional dapat Hak Budaya dan Intelektual dari Penduduk asli
dilakukan secara menyeluruh (holistic approach), diadakan di Selandia Baru pada tahun 1993, berhasil
terarah dan terpadu serta mampu mewujudkan mengeluarkan Deklarasi Mataatun, pada dasarnya
pengetahuan tradisional sebagai aset dalam menyatakan bahwa:
pembangunan ekonomi. 1. hak untuk melindungi pengetahuan tradisional
WIPO sub Intellectual Property and Genetic adalah sebagian dari hak menentukan nasib
Resources, Traditional Knowledge and Folklore 2. masyarakat asli seharusnya menentukan untuk
menyatakan: dirinya sendiri apa yang merupakan kekayaan
“Traditional knowledge (TK), and how to intelektual dan budaya mereka
preserve, protect and equitably make use of it, has 3. alat perlindungan yang ada bersifat kurang
recently been under increasing attention in a range of memadai
policy discussions, on matters as diverse as food and 4. kode etik harus dikembangkan untuk ditaati
agriculture, the environment (notably the conservation pengguna luar apabila mencatat pengetahuan
of biological diversity), health (including traditional tradisional dan adat
medicines), human rights and Indigenous issues, 5. sebuah lembaga harus dibentuk untuk
cultural policy, and aspects of trade and economic melestarikan dan memantau komersialisasi
development. (pengetahuan tradisional dan cara karya-karya dan pengetahuan ini, untuk
menjaga, melindungi menggunakannya secara wajar, memberi usulan kepada penduduk asli
akhir-akhir ini mendapat perhatian makin besar dalam mengenai bagaimana mereka dapat melindungi
diskusi kebijakannya, materinya seperti halnya sejarah budayanya dan untuk berunding
makanan, agrikultur, lingkungan, kesehatan, hak-hak dengan pemerintah mengenai undang-undang
manusia, isu indigenous, cultural policy, dan aspek- yang berdampak atas hak tradisional
aspek perdagangan serta pembangunan ekonomi).4 6. sebuah sistem tambahan mengenai hak budaya
Selayaknya Traditional Knowlegde dan dan kekayaan intelektual harus dibentuk yang
Folklohre harus dilindungi minimal secara defensif mengakui: (1) collective ownership dan berlalu
yakni untuk menjamin supaya pihak lain tidak dapat surut, (2) protection against debasement of
memiliki HKI atas Traditional Knowlegde tersebut dan culturally significant items (perlindungan
perlindungan positif melalui sarana hukum utamanya terhadap pelecehan dari benda budaya yang
hukum intelektual dan hukum kontrak. penting), (3) co-operatif rather than competitive
framework (kerangka yang mementingkan
Upaya Hukum yang berkembang dewasa ini kerjasama dibandingkan yang bersifat
Usaha untuk menampilkan pengetahuan bersaing), (4) first beneficiaries to be direct
tradisional agar semakin dilindungi digiatkan melalui descendants of the traditional guardians of the
forum internasional, di antaranya pada Tahun PBB knowledge (yang paling berhak adalah
Internasional untuk Penduduk Pribumi se-Dunia keturunan dari pemelihara tradisionil
(United Nations International Year for the World's pengetahuan). Selanjutnya juga telah diadakan
Indigenous) yang bertujuan untuk melestarikan, konferensi penduduk asli di Bolovia tahun 1994
melindungi dan mengembangkan perwujudan dari dan di Fiji tahun 1995, sementara itu WIPO
masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang dari makin menggiatkan upaya menyusun laporan
budaya mereka seperti pusaka, desain, upacara, pencarian fakta dari pengetahuan tradisional.
teknologi, seni visual dan pertunjukan maupun sastra, Di Indonesia sendiri Direktorat Jenderal Hak
serta hak menggugat pemberian ganti rugi atas harta Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM
budaya, intelektual, agama dan spiritual mereka yang sedang giat-giatnya mendata setiap cagar budaya

3. Sophia Twarog, 2006 dalam naskah Akademik Pengetahuan Tradisional, Jakarta, BPHN dan Ditjen HKI RI, hlm 39
4. Laporan Misi Pencarian Fakta Atas HKI dan Pengetahuan Tradisional, dalam http://www.wipo.org
5. IASTP AUSAID, hlm 381

44
Endang Purwaningsih, Partisipasi Masyarakat Dalam Perlindungan Hukum

dan karya tradisional dari seluruh pelosok tanah air kawula rakyat saja tetapi juga penguasa.
termasuk di dalamnya adat kebiasaan asli daerah. Pembinaan perilaku budaya dan kesadaran
Jadi banyak traditional knowledge dan folklohre hukum juga tidak bisa dilihat sebagai sesuatu yang
sedang diinventarisasi dan dicari format bentyuk berdiri sendiri, tanpa menyadari, bahwa ada
perlindungannya yang tepat. Folklor adalah semacam syarat yang sebaiknya dipenuhi seperti
sekumpulan ciptaan tradidsional, baik yang dibuat kesejahteraan ekonomi. Mentargetkan pembinaan
oleh kelompok maupun perorangan dalam kesadaran hukum dan perilaku di tengah-tengah
masyarakat yang menunjukkan identitas sosial dan kesulitan ekonomi rakyat bisa digolongkan sebagai
budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang suatu program yang 'mengambang', bahkan ibarat
diucapkan atau diikuti secara turun temurun, reformasi, hanya separuh hati. Membangun
termasuk: cerita rakyat, lagu-lagu rakyat dan musik kesadaran hukum adalah bagian dari membangun
instrumen tradisional, tarian rakyat, permainan kehidupan moral bangsa secara keseluruhan yang
tradisional, hasil seni berupa lukisan, gambar, ukiran, tidak bisa menunggu sampai kesejahteraan hidup
pahatan, mozaik, perhiasan, kerajinan tangan, meningkat secara substansial.
pakaian, instrumen musik, dan tenun tradisional.6 Sesuatu yang sepertinya 'jahat' atau 'negatif'
Memang Indonesia telah memiliki seperangkat dalam masyarakat bisa diubah dengan pembinaan
peraturan perundangan dalam bidang hak kekayaan perilaku, melalui pendekatan sosial budaya. Suatu
intelektua (HKI)l, namun pada kenyataannya budaya tradisi upacara adat biasanya tetap dilestarikan,
tradisional belum terwadahi, di samping HKI bahkan kawin lari yang sejarahnya merupakan
mensyaratkan pemenuhan syarat tertentu, seperti sesuatu yang negatif bisa bergeser nilainya menjadi
dalam perolehan Paten (patentablity invention: tradisi yang 'permisif' dalam rangka menghidupkan
novelty, non obvious, inventive step) dan hak cipta tradisi adat dan nilai pembelajaran masyarakat
(originality) Naskah akademik bahkan telah disusun sosial. 7
sejak tahun 2006 untuk melegalisasi pengaturan Potensi masyarakat sangat besar untuk
tentang traditional knowledge dan folklohre sebagai menciptakan sesuatu yang besar sebagai karya anak
perundangan yang sui generis. bangsa sehingga perlu diberikan penghargaan baik
dalam bentuk reward maupun perlindungan.
Potensi Masyarakat dan Penghargaan terhadap Masyarakat adalah pemegang dan pewaris adat
Budaya Tradisional budaya tradisional yang siap melestarikan atau
Dalam kerangka pembangunan hukum yang bahkan memunahkannya, pemerintah seharusnya
menghargai karya intelektual anak bangsa, berperan dalam hal promote and protect, tidak hanya
pembangunan harus bertujuan untuk ingin mengeksploitasi karya cipta budaya tersebut,
mensejahterakan masyarakat, dengan kata lain atau pun mendaku sebagai pemilik asli budaya
pembangunan harus memiliki konotasi positif tradusional pada forum internasional. Pemerintah
terhadap perkembangan budaya masyarakat. wajib memberikan perhatian dan insentif bagi
Partisipasi publik dan kesadaran hukum untuk itu pelestarian cagar budaya serta melindunginya
mutlak diperlukan. Aspek budaya hukum merupakan sebagai milik bersama masyarakat adat tidak hanya
suatu komponen dari sistem hukum yang konsepnya pada forum nasional dalam bentuk undang-undang,
baru diperkenalkan sejak tahun 50-an dengan akan tetapi juga pada forum global.
menimbang bahwa tindakan manusia termasuk Selama ini masyarakat melindungi traditional
tindakan hukumnya tidak hanya bermuatan biologis, knowledge hanya semampunya, melestarikannya
melainkan juga sosio-kultural. Untuk menata dan kadang hanya sekadarnya, atau bahkan untuk
membangun kesadaran hukum dan perilaku budaya penyambung hidup kurang bisa diandalkan. Misalnya
diperlukan pembangunan moral secara saja, masyarakat transmigran Jawa di Lampung juga
berkesinambungan, yang tentu saja harus sinergi sanggup melestarikan budaya Jawa di Lampung,
dengan pembangunan menuju masyarakat akan tetapi melindunginya secara hukum tidak akan
sejahtera.. Rendah atau lemahnya tingkat kesadaran mampu, perlu regulasi tepat untuk melindungi
hukum di Indonesia tidak hanya disandang oleh ekspresi budaya tradisional ini.8

6. Naskah Akademik Pengetahuan Tradisional, 2006, Jakarta, BPHN dan Ditjen HKI RI, hlm 38

45
MMH, Jilid 41 No. 1 Januari 2012

waris budaya tradisional. Peluang untuk


Kesadaran untuk Promote and protect mempromosikan ekspresi budaya tradisional
Pemanfaatan sumber daya genetis untuk sekaligus melindunginya menjadi sesuatu yang
berbagai kepentingan (antara lain sebagai bahan penting untuk merangkul posisi folklor ini dan
obat, makanan, minuman, pengawet, atau sebagai kepentingan masyarakat tradisional yang
benih) yang semakin meningkat dengan dukungan memilikinya. Siagian11 berpendapat bahwa kesenian
perkembangan ilmu di bidang bioteknologi, telah tradisional sebagai kekayaan ekspresi budaya
menarik perhatian perusahaan-perusahaan besar di tradisional menjadi sangat istimewa dan menjanjikan;
negara maju/berkembang. Kondisi sosial budaya oleh karena itu diperlukan sistem yang tepat untuk
masyarakat yang sangat terbuka, mudah memberi melindunginya. Manusia dengan segala aspek
informasi rahasia misal khasiat tanaman obat, kemanusiaannya harus dikedepankan. Perundangan
memberi sampel, memberi tahu cara meraciknya dan yang bertentangan dengan sifat-sifat substansial ini
bangga bila karyanya dipakai orang asing merupakan bisa menjadi bumerang dan kontra produktif, bahkan
hal positif bagi bangsa ini, akan tetapi negatif dalam bisa mematikan subyeknya. Demikian pula
perlindungan kekayaan intelektual yang berciri keberpihakan yang berlebihan kepada pemodal atau
individualistik.9 persengkokolan birokratis dianggap menjadi jalan
Pembinaan perilaku dan kesadaran hukum juga pintas menuju keberhasilan.
tidak bisa dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, Selama ini telah berhasil diidentifikasi beberapa
perlu teladan dari pemerintah, penegak hukum dan hal yang perlu segera diupayakan penanganan lebih
semua bidang yang relevan dengan pembangunan lanjut dan diharapkan dapat lebih mempercepat
budaya hukum. Sebenarnya untuk mencari bentuk terealisasinya harapan masyarakat luas (yaitu agar
atau pun sistem perundangan yang tepat perlu pemanfaatan/pendayagunaan sumber daya genetis,
ditumbuhkan kesadaran hukum dan partisipasi pengetahuan tradisional, dan ekspresi folklor dapat
berbagai pihak baik masyarakat maupun pemerintah. dilakukan secara optimal). Kesadaran masyarakat
Seharusnya Traditional knowledge dan folklohre dan budaya hukum masyarakat sangat rendah untuk
dapat dilindungi secara maksimal, dan apabila melindungi hak kekayaan intelektual mereka apalagi
dimungkinkan maka tindakan promote and protect bila berbenturan dengan biaya dan insentif yang tidak
harus digiatkan baik dari atas (government) maupun memadai. IKM Waru dan Jawa Timur sangat potensial
bawah (grass root), ditunjang peran LSM dan melahirkan banyak karya yang berbasis teknologi
kampus. Perlindungan ini mutlak perlu agar pihak lain tradisional dan dengan inovasi bisa dipatenkan, akan
tidak dapat memperoleh manfaat ekonomis atas hak tetapi motivasi dan uluran tangan belum bersambut. 12
kekayaan intelektual yang telah dimiliki nenek Pemerintah dan masyarakat selayaknya mampu
moyang secara turun temurun. Hukum kekayaan memadukan peran untuk membangun dan
intelektual, hukum kontrak dan peraturan hukum yang memperkuat budaya dan pengembangan teknologi
sedang dirancang khusus untuk melindungi traditional agar saling mengisi demi perlindungan kepentingan
knowledge dan folklohre, seharusnya mengutamakan nasional. Penguasaan dan pembentukan budaya
kepentingan masyarakat indigenous people.10 harus dilakukan secara berkesinambungan dan terus
Dengan meningkatnya arus modernisasi dan menerus sehingga secara bersinergi dapat
globalisasi, proses perubahan dari kesadaran menumbuhkan kesadaran hukum yang diinginkan.
komunal menjadi lebih individual akan terjadi. Konsep Peran-peran lain seperti Konsultan, instansi terkait
HKI yang individualistik telah membuka mata hati lain secara interaktif saling mengisi, sehingga mampu
masyarakat tidak terkecuali para pewaris dan ahli memberikan landasan yang kuat bagi

7. Buchory Asyik, Basrowi dan Endang Purwaningsih, “ Pergeseran Nilai Kawin Lari Sebambangan sebagai Media Pembelajaran Sosial”, Laporan Hibah
Fundamental, (Jakarta: Dirjen Dikti, DP2M, 2008)
8. Basrowi dan Endang Purwaningsih, Model Partisipasi Masyarakat Transmigran Jawa di Lampung dalam Perlindungan Folklor Jawa Laporan Hasil Penelitian
Hibah Bersaing tahun I, II, dan III, (Jakarta: Dirjen Dikti, DP2M, 2008, 2009, 2010)
9. Endang Purwaningsih, “Pengaruh Kesadaran Hukum, Sosialisasi tentang Bio Piracy, dan Budaya Hukum terhadap Motivasi Produsen Jamu dan Obat Tradisional
untuk Memproleh Perlindungan Hukum HKI,” Laporan Hasil Penelitian, (Jakarta: Universitas YARSI, 2006)
10.Endang Purwaningsih, ”Implikasi Hukum Paten dalam Perlindungan Traditional Knowledge” Jurnal Hukum YARSI Vol.2.no.1 November 2005. hlm. 29.
11.Rizaldi Siagian, ”Jenis-Jenis Pemanfaatan atas Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Folklor,” makalah, 2006 hlm. 34
12.Endang Purwaningsih, “Sustainable Patent Culture Building,” Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing, (Jakarta: Dirjen Dikti, DP2M, 2006)

46
Endang Purwaningsih, Partisipasi Masyarakat Dalam Perlindungan Hukum

tumbuhkembangnya pemajuan Ipteks, Model Partisipasi Masyarakat dalam Upaya


pemberdayaan SDM dan penguasaan hukum. Perlindungan Hukum
Pemerintah dalam hal ini instansi yang terkait dalam Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan
pengelolaan traditional knowledge bertanggungjawab oleh penulis tentang model partisipasi dan
terhadap segala bentuk eksploitasi terhadap pemberdayaan, maka sebenarnya masyarakat ingin
traditional knowledge dan folklohre. Ini disebabkan selalu mendapat motivasi, uluran tangan dan
selama ini belum ada bentuk perlindungan yang perhatian dari pemerintah, baik berupa insentif,
khusus mewadahi masalah ini dan sanksi hukum kemudahan, keringanan, fasilitas, maupun
yang tegas bagi pihak asing yang memanfaatkan perlindungan hukumnya. Memang fokus utama
(mengekspolitasi) kekayaan intelektual ini tanpa ijin memberdayakan masyarakat adalah menitikberatkan
masyarakat tradisional pemiliknya.13 pada ”endigenous development” menggunakan
Berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun potensi sumber daya manusia, lembaga dan fisik
2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, setempat/lokal. Dengan demikian, memberdayakan
Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan masyarakat dapat dilakukan dengan
dan Teknologi mendorong Pemerintah Pusat dan mengintegrasikan upaya mobilisasi para aktor,
Pemerintah Daerah untuk menumbuhkembangkan mengorganisir sumberdaya, mengoptimalkan
motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitas, serta lembaga-lembaga yang ada dan membentuk
menciptakan iklim kondusif bagi perkembangan lembaga baru serta pemilihan kegiatan-kegiatan yang
Sisnas P3 Ipteks di Indonesia. Guna melaksanakan strategik dalam mendukung pengembangan wilayah.
fungsi tersebut, Pemerintah berperan Berikut contoh model pemberdayaan dengan
mengembangkan instrumen kebijakan yang pendekatan partisipatif pada penelitian terhadap
merupakan faktor pendukung yang dapat mendorong pengrajin tapis Lampung. Bila digambarkan, maka
pertumbuhan dan sinergi antara unsur kelembagaan, terlihat alur sebagai berikut..
sumber daya, dan jaringan Iptek. Instrumen kebijakan
yang dapat dikembangkan adalah: (1) dukungan insentif pelatihan
sumber daya manusia dan hukum milik intelektual (2)
dukungan dana (3) pemberian insentif berupa Pengrajin Dekranasda Konsumen
keringanan pajak, penanggulangan resiko, Lampung DN
TAPIS
LN
penghargaan dan pengakuan, atau bentuk insentif
lain yang dapat mendorong pendanaan kegiatan Perlind. hkm promosi
litbang, perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi
dari badan usaha dan masyarakat, serta PEMERINTAHAN
meningkatkan alih teknologi dari badan usaha asing
yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia; (4)
program Ipteks untuk menggali potensi nasional dan Gambar 1
daerah; (5) pembentukan lembaga yang belum atau Model partisipasi pengrajin tapis
tidak dapat dikembangkan oleh masyarakat, namun Keterangan: Model dihasilkan berdasarkan need
diperlukan untuk memperkuat Sisnas P3 Ipteks. assesment pada quesioner dan wawancara
Peran LSM, Perguruan Tinggi, Dosen dan
mahasiswa harus diarahkan menuju sikap Masyarakat asli atau indigenous people sebagai
menghargai HKI, jangan Sentra HKI hanya sekedar pewaris dan pemilik karya budaya tradisional patut
ada, Lemlit sekedar pengarsipan, dan karya diberdayakan supaya mampu berpartisipasi, tidak
mahasiswa serta dosen belum difasilitasi secara hanya sebagai penjaga ataupun pencipta, akan tetapi
maksimal untuk mendapatkan hak atas kekayaan juga berperan serta dalam upaya perlindungan
intelektual mereka. 14 terhadap karya tradisonal. Partisipasi dalam
perlindungan ini bisa berbentuk upaya defense

13.Endang Purwaningsih, 2005, Perkembangan Hukum Intellectual Propert Rights, Kajian Hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum
Paten, Bogor, Ghalia Indonesia, hlm 246
14.Endang Purwaningsih, “Model Pengembangan Budaya Paten di Kalangan Kampus dalam rangka Menumbuhkembangkan Indigenous Technological Capabilities,”
Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing, (Jakarta: Dirjen Dikti, DP2M, 2008)

47
MMH, Jilid 41 No. 1 Januari 2012

apabila ada pihak lain yang akan mengeksploitasi penelitian yang mungkin dapat diikuti oleh para
karya tradisional tanpa ijin atau pun juga dalam peneliti kampus.
rangka pembentukan peraturan perundangan Sentra HKI telah didirikan di banyak kampus,
traditional knowledge dan folklohre) yang sedang akan tetapi belum menampakkan hasil karyanya
dalam tahap naskah akademik. Untuk itu diperlukan berupa terbitnya sertifikat Paten sebagai upaya
motivasi, kesadaran dan partisipasi pembatik yang pematenan. Sentra HKI seharusnya mampu
proaktif guna pemenuhan kepentingan pribadi dan menumbuhkan budaya hukum ber-HKI, memfasilitasi
kepentingan bangsa. perolehan HKI, dan terus menerus mensosialisasi
Dewasa ini terjadi peningkatan kesadaran HKI di Kampus supaya dosen dan mahasiswa tidak
masyarakat mengenai perlunya penelaahan yang hanya sekedar tahu HKI, akan tetapi membangun
lebih seksama dalam upaya menciptakan sistem kesadaran hukum ber-HKI dan membangun techno
perlindungan HKI yang sesuai dengan kebutuhan kampus.
masyarakat, khususnya mengenai kepemilikan Pada umumnya para peneliti ini ingin sekali
komunal masyarakat adat. Indikasi meningkatnya karyanya dilindungi, akan tetapi mereka tidak banyak
perhatian dan kesadaran masyarakat tercermin dari mengetahui proses perolehan hak paten dan siapa
cukup tingginya permohonan HKI diajukan ke yang menganggung biaya, dikarenakan banyak biaya
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen dan waktu diperlukan untuk mengurus perolehan
HKI). Hal lain yang juga menjadi fokus perhatian Paten. Mareka juga masih mempertanyakan menjadi
adalah semakin meningkatnya kesadaran milik siapa hasil kerja bersama mereka dengan
masyarakat dalam upaya melindungi sumber daya fasilitas kampus dan dana yang mungkin berasal dari
alam terutama keanekaragaman hayati yang kampus atau pun Dikti dan lain-lain. Peneliti tidak mau
terkandung di bumi Indonesia ini. Berdasarkan dibebani dengan memikirkan biaya, atau sistem bagi
pengamatan, kesadaran tersebut semakin meningkat hasil yang mungkin adil bagi mereka ingin mereka
dalam misalnya dengan tumbuhnya organisai kaji.
masyarakat pengrajin yang menejmbatani berbagai Sebagian dosen mengetahui bahwa syarat
kepentingan pengrajin, pengusaha dan pemerintah, perolehan Paten adalah novelty, non obviousness dan
akan tetapi belum sampai pada tahap perlindungan industrial applicable. Dari beberapa responden yang
hukum hak kekayaan intelektual. Misalnya dengan diwawancarai, terdapat beberapa tipe responden
adanya Dewan Kerajinan Nasional pada masyarakat yang sangat terbuka informasinya mengenai hasil
Tapis Lampung. 15 penelitian, yang agak tertutup dengan alasan agar
tidak ada orang yang tahu terlebih dahulu karena ingin
Kepedulian Kampus terhadap Perolehan dipatenkan, dan yang tertutup dengan alasan
Perlindungan Hukum HKI penelitian belum selesai dan masih berbentuk karya
Diperlukan kerjasama yang berkelanjutan untuk ilmiah biasa.
menumbuhkan HKIawareness di bumi Indonesia, Berdasarkan hasil need assesment dan analisis
yakni dengan kepedulian secara sinergi antara yang telah dilakukan didukung hasil wawancara,
pemerintah, LSM, Konsultan HKI, Masyarakat maka dapat digambarkan seperti pada bagan berikut.
Penemu, Masyarakat Umum, dan Masyarakat Biaya Riset License Income
Kampus. Selama ini Lembaga Penelitian telah
Researc
berjalan sesuai tugasnya yakni memfasilitasi para her Perusa
Klinik
dosen dan mahasiswa untuk mengembangkan /Creator
HKI haan
Universi
budaya 'meneliti', namun pemberdayaan lembaga ini tas kampus
untuk memperjuangkan perolehan HKI masih perlu
diberdayakan kembali. Seperti pada lembaga Penemuan Lisensi
pengarsipan lainnya, lembaga penelitian mengarsip
dokumen proposal dan hasil penelitian, sekaligus
memberi informasi tentang dana atau program Peran Pemerintah

15.Endang Purwaningsih, Haban Rofiq dan Derta Rahmanto, “Model Pemberdayaan Pengrajin Tapis di Lampung dalam rangka memperoleh perlindungan Hukum ,”
Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing, (Jakarta: Dirjen Dikti, DP2M, 2009)

48
Endang Purwaningsih, Partisipasi Masyarakat Dalam Perlindungan Hukum

Gambar 2 PengEtahuan Tradisional dan Ekspresi


Model pembangunan budaya ber HKI dengan peran Folklor”, Jakarta: Ditjen HKI Dep Hukum dan
Klinik HKI HAM, 13 November 2006.
Media HKI Ditjen HKI Departemen Hukum dan HAM
Bersinggungan dengan pengetahuan tradisional RI vol IV/no.1 Februari 2007.
yang belum terlindungi, selayaknyalah para warga Naskah Akademik Pengetahuan Tradisional (BPHN
kampus sebagai akademisi peduli, bisa saja dosen dan Ditjen HKI RI, 2006) dan RUU.
mengajak mahasiswa mengadakan penelitian yang Pengetahuan Tradisional (Traditional Knowlegde)
paling ringan dengan mendata folklor apa saja yang (CD dan buku) Kementerian Riset dan
ada di sekitarnya, kemudian pada tingkatan yang Teknologi RI 2008.
lebih tinggi menghasilkan disclosure of origin Purwaningsih, Endang, 2005. Perkembangan Hukum
sehingga bisa membantu Departemen Hukum dan Intellectual Property Right (Kajian
HAM mempublikasinya dan melindunginya dengan Komparatif). Jakarta: Ghalia Yudistira.
baik dan tepat. Dosen sebagai peneliti dan pengabdi Purwaningsih, Endang, 2005. Implikasi Hukum Paten
juga bisa menjaring aspirasi masyarakat, dalam Perlindungan Traditional Knowledge,
bagaimanakah sebenarnya bentuk perlindungan Jurnal Hukum YARSI Vol.2.no.1 November
yang diinginkan sehingga antara kepentingan 2005.
masyarakat, partisipasinya dalam pelestarian Purwaningsih, Endang, 2008. HKI dan Lisensi, Buku
kekayaan warian bangsa, akan memberi Ajar, FH YARSI.
rekomendasi bagi Pemerintah terkait aturan Purwaningsih, Endang, 2009. Kapita Selekta Hukum
hukumnya Ekonomi, Kediri: Jenggala Pustaka Utama.
Purwaningsih, Endang, 2010. Hukum Bisnis. Jakarta:
Simpulan Ghalia Yudistira.
Diperlukan bantuan, motivasi dan insentif Purwaningsih, Endang, 2011. Potret Masyarakat
Pemerintah, dalam rangka menumbuhkembangkan Pewaris, Kajian terhadap Traditional
peranserta masyarakat dalam upaya perlindungan Knowledge Indonesia, naskah buku teks
hukum bagi kekayaan intelektual warisan bangsa. mendapat insentif DIKTI.
Pemberdayaan dengan pendekatan partisipatif perlu Sardjono, Agus, 2005. Upaya Perlindungan HKI yang
didukung oleh penghargaan, kesadaran hukum, dan terkait dengan GRTKF di Tingkat Nasional
kepedulian serta kerjasama berbagai pihak. dan Internasional (Upaya yang Belum
Partisipasi masyarakat akan tercermin dalam Sebanding), Jurnal Media HKI vol.II no.2
bentuk meningkatnya kesadaran hukum untuk Desember 2005, Ditjen HKI.
berupaya promote and protect terhadap kekayaan Siagian, Rizaldi, 2006. Jenis-Jenis Pemanfaatan atas
intelektual warisan bangsa. Hal tersebut harus Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi
didukung oleh peran aktif pemerintah, LSM, konsultan Folklor yang perlu dilindungi dan Implikasi
dan kampus agar dapat mengembangkan budaya Pemanfaatannya, Simposium ” Menuju UU
berHKI. Sui Generis Perlindungan terhadap
Pemanfaatan Pengetahuan tradisional dan
DAFTAR PUSTAKA Ekspresi Folklor”, Jakarta 13 November
2006.
Citrawinda, Cita, 2006. Perlindungan terhadap Karya Sudjarwo, 2005. Interaksi Sosial pada Masyarakat
Budaya yang Tidak diketahui Penciptanya, Majemuk (Studi di Provinsi Lampung),
Jurnal Media HKI vol.III no.1 Feb 2006, Ditjen Bandar Lampung: Pusat Penerbitan
HKIIASTP AUSAID, 2003. Lembaga Penelitian Unila.
Maulana, Insan Budi, 2006. Masalah Prosedur dan Soenyono, 2007, Membangun Masyarakat secara
Penuntutan Hak dalam Hal Perlindungan Partisipatif, Kediri: Jenggala Pustaka Utama.
terhadap Pemanfaatan Pengetahuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang
Tradisional dan Ekspresi Folklor., Makalah Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan,
pada Simposium “Menuju UU Sui Generis dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
Perlindungan terhadap Pemanfaatan Teknologi (Sisnas P3 Ipteks).

49

You might also like