Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 154

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA

PENYULUH PERTANIAN DAN DAMPAKNYA


PADA PERILAKU PETANI JAGUNG
DI PROVINSI GORONTALO

MOHAMAD IKBAL BAHUA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Faktor-Faktor


yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku
Petani Jagung di Provinsi Gorontalo,” adalah karya saya sendiri dengan arahan
dari komisi pemimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Oktober 2010

Mohamad Ikbal Bahua


NIM. I361070031

ii
ABSTRACT
MOHAMAD IKBAL BAHUA. Factors Affecting Agricultural Extension
Agents’ Performance and their Impacts on Corn Farmers’ Behavior in
Gorontalo. Under direction of AMRI JAHI, PANG S ASNGARI, AMIRUDDIN
SALEH and I GUSTI PUTU PURNABA.

Agricultural Extension Agents had to demonstrate excellent job


performance so as to convince the national as well as the local development
policy makers to allocate sufficient funds for sustaining agricultural extension
activities to support agricultural and rural development. In this relation, the
objectives of this study were to: (1) identify internal factors affecting the
agricultural extension agents’ performance in promoting corn production in
Gorontalo province, (2) determine the joint effects of such factors and the agents’
performance on corn farmers’ behavior, (3) assess the extent of relationship
amongst those factors affecting the agents’performance in promoting the corn
production, and (4) determine the impact of the agents’ performance on the corn
farmers’ behavior. The study was designed as an ex post facto research. Data were
collected from a randomly selected sample consisted of 118 agents and 236 corn
farmers. They were interviewed in February through April 2010. The data
obtained were analyzed following the Structural Equation Model (SEM)
procedure. The findings demonstrated that the agents’ characteristics,
competencies, motivation and self-reliance affected the agents’ performance
significantly as indicated by the following coefficients: -0,30, 0,88, 0,22 and -0,31
significant at α = 0,05. The R2 of the four variables was 0,74 significant at
α = 0,05 also. Therefore, the joint effects of the four variables on the agents’
performance was 74%. The rest 26 % were the effects of the other variables that
were not observed in this study. Further, the direct impact of the agents’
performance on the corn farmers’ behavior was 0,83, significant at α = 0,05. So,
every single unit increase of the agents’ performance would improve a 0,83 unit
of the corn farmers’ behavior. The R2 of the effect of the agents’ performance on
the corn farmers’ behavior was 0,69, also significant at α = 0.05. This indicated
the extent of the agents’ performance affected the corn farmers’ behavior was
69%; whereas the rest 31% was other variables’ effects excluded in this study.

Keywords: Extension agents’ characteristics, motivation, self-reliance,


performance, farmer behavior.

iii
RINGKASAN
MOHAMAD IKBAL BAHUA. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja
Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Jagung di Provinsi
Gorontalo. Di bawah bimbingan Amri Jahi, Pang S Asngari, Amiruddin Saleh dan
I Gusti Putu Purnaba.

Otonomi daerah telah membawa perubahan pada sistem pemerintahan di


Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan ini berdampak pada
pembangunan. Kini pembangunan daerah harus bertumpu pada kemampuan
sendiri untuk memperoleh pendapatan asli daerah (PAD). PAD tersebut diperoleh
dari berbagai sumber seperti pajak, restribusi dan lain-lain. Di banyak daerah,
pertanian masih menjadi prime mover untuk meningkatkan produktivitas
usahatani dan pendapatan masyarakat. Pembangunan pertanian membutuhkan
penyuluh untuk mendidik petani agar mengadopsi teknologi pertanian dalam
meningkatkan produktivitas usahatani mereka. Dengan cara ini penyuluh
membantu pemerintah daerah meningkatkan pendapatan asli daerah.
Dalam hubungan ini evaluasi kinerja penyuluh sebagai suatu bentuk
akuntabilitas kepada penyedia dana publik dan pembuat kebijakan pembangunan
daerah maupun nasional diperlukan. Kedua pengambil kebijakan utama tersebut
harus selalu diyakinkan bahwa penyuluh telah melakukan tugas dan fungsinya
sesuai dengan amanat undang-undang dan peraturan pemerintah.
Kinerja penyuluh yang baik perlu untuk meyakinkan pembuat kebijakan
dan anggaran pembangunan agar tetap mengalokasikan cukup dana untuk
membiayai penyuluhan dalam menunjang pembangunan daerah. Penyuluh
pertanian berusaha mengembangkan program penyuluhan yang sesuai dengan
potensi daerah dan permintaan pasar untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan
masyarakat.
Tujuan penelitian adalah: (1) mengidentifikasi faktor-faktor internal yang
dapat meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dalam mengembangkan usahatani
jagung di Provinsi Gorontalo, (2) mengaji pengaruh faktor-faktor internal dan
kinerja penyuluh pertanian pada perilaku petani dalam berusahatani jagung di
Provinsi Gorontalo, (3) mengaji derajat hubungan faktor-faktor internal yang
dapat meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dalam mengembangkan usahatani
jagung di Provinsi Gorontalo, (4) mengaji dampak kinerja penyuluh pertanian
pada perubahan perilaku petani jagung di Provinsi Gorontalo.
Penelitian dilaksanakan di Provinsi Gorontalo yang memunyai lima
kabupaten dan satu kota dari bulan Pebruari sampai April 2010. Pertimbangan
lokasi penelitian, karena (1) Gorontalo adalah provinsi yang memrogramkan
agropolitan dengan tanaman utama adalah jagung, (2) jumlah penyuluh pertanian
didominasi oleh penyuluh pertanian tanaman pangan dan (3) petani di Provinsi
Gorontalo pada umumnya berusahatani jagung sebagai tanaman utama untuk
meningkatkan ekonomi keluarga. Unit analisis pada penelitian ini adalah
penyuluh pertanian dengan jumlah populasi sebanyak 481 orang. Untuk
kebutuhan data pendukung penelitian, dilibatkan sebanyak 236 orang petani
binaan penyuluh pertanian yang terpilih menjadi sampel. Berdasarkan rumus
Slovin (Sevilla, 1993) sampel penelitian ditetapkan berjumlah 118 orang penyuluh
pertanian, dengan sebaran sampel setiap kabupaten/kota adalah: Kabupaten

iv
Gorontalo ada 43 orang, Kabupaten Bone Bolango ada 22 orang, Kabupaten
Boelemo ada 20 orang, Kabupaten Pohuwato ada 20 orang, Kabupaten Gorontalo
Utara ada tujuh orang dan Kota Gorontalo ada enam orang. Penarikan sampel
dilakukan dengan cara contoh acak proporsional.
Jenis penelitian yang digunakan adalah ex post facto, yaitu bentuk
penelitian yang menilai peristiwa yang telah terjadi atau penilaian kondisi faktual
di lapangan. Peubah-peubah penelitian meliputi peubah bebas (X) dan peubah
terikat (Y). Peubah bebas (X), terdiri dari: karakteristik penyuluh, kompetensi
penyuluh, motivasi penyuluh dan kemandirian penyuluh. Peubah terikat (Y),
terdiri dari: kinerja penyuluh pertanian dan perilaku petani. Metode yang
digunakan adalah metode survei melalui wawancara dan pengisian kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik, kompetensi, motivasi
dan kemandirian penyuluh berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian.
Koefisien pengaruh masing-masing peubah, yaitu: -0,30; 0,88; 0,22 dan -0,31
yang nyata pada α = 0,05, koefisien determinasi pengaruh bersama keempat
peubah tersebut pada kinerja penyuluh pertanian sebesar 74 persen, yang nyata
pada α = 0,05. Dampak pengaruh kinerja penyuluh pertanian pada perubahan
perilaku petani jagung adalah 69 persen dengan koefisien pengaruh sebesar 0,83
yang nyata pada α = 0,05. Artinya peningkatan satu satuan kinerja penyuluh
berdampak pada perubahan perilaku petani ke arah yang lebih baik sebesar 0,83
satuan, yaitu peningkatan pada kompetensi petani dan partisipasi petani jagung.
Kesimpulan penelitian adalah: (1) faktor-faktor internal yang berpengaruh
pada kinerja penyuluh pertanian adalah: umur, masa kerja, jumlah petani binaan,
kemampuan merencanakan program penyuluhan, kemampuan kepemimpinan
penyuluh, pengembangan potensi diri, kebutuhan untuk berafiliasi, kemandirian
intelektual dan kemandirian sosial. Semua faktor internal tersebut berpengaruh
nyata pada peningkatan kinerja penyuluh pertanian; (2) karakteristik, kompetensi,
motivasi dan kemandirian penyuluh berpengaruh tidak langsung dan nyata pada
perubahan perilaku petani jagung, sedangkan kinerja penyuluh pertanian melalui
dimensi mengapresiasi keragaman budaya dan pengelolaan informasi penyuluhan
pertanian berpengaruh langsung dan nyata pada perilaku petani; (3) derajat
hubungan antar peubah karakteristik dan kemandirian penyuluh, motivasi dan
kompetensi penyuluh tergolong lemah dan tidak berbeda nyata. Derajat hubungan
antar peubah kompetensi dan kemandirian penyuluh tergolong kuat, sedangkan
derajat hubungan antar peubah kompetensi dan motivasi penyuluh, serta derajat
hubungan antar peubah motivasi dengan kemandirian penyuluh tergolong lemah;
(4) kinerja penyuluh pertanian berdampak pada perubahan perilaku petani jagung
melalui dimensi kompetensi petani dan partisipasi petani jagung.
Kinerja penyuluh pertanian perlu diperhatikan melalui peningkatan
kompetensi dan motivasi penyuluh. Kompetensi penyuluh diarahkan pada
kemampuan merencanakan program penyuluhan dan kemampuan kepemimpinan
penyuluh. Motivasi penyuluh diarahkan pada pengembangan potensi diri dan
kebutuhan berafiliasi. Perlu adanya strategi pembangunan pertanian yang lebih
memperhatikan peran penyuluh pertanian dengan meningkatkan anggaran
penyuluhan dan perbaikan sarana dan prasarana penyuluhan yang akan
berdampak pada peningkatan kinerja penyuluh dalam membantu petani
berusahatani kearah yang lebih baik dan produktif.

v
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vi
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA
PENYULUH PERTANIAN DAN DAMPAKNYA
PADA PERILAKU PETANI JAGUNG
DI PROVINSI GORONTALO

MOHAMAD IKBAL BAHUA

Disertasi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Doktor pada
Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
vii
Judul Disertasi : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja
Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada
Perilaku Petani Jagung di Provinsi Gorontalo
Nama : Mohamad Ikbal Bahua
NIM : I361070031
Program Mayor : Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc Prof. Dr. Pang S. Asngari


Ketua Anggota

Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA
Anggota Anggota

Mengetahui

Koordinator Program Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 27 Oktober 2010 Tanggal Lulus:

viii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
karunia dan ridho-Nya, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan sesuai dengan
waktu dan prosedur yang direncanakan. Judul disertasi ini adalah “ Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku
Petani Jagung di Provinsi Gorontalo,” merupakan penelitian yang berguna untuk
pengembangan sumberdaya manusia penyuluh yang berdampak pada peningkatan
kinerja penyuluh pertanian untuk membantu petani melaksanakan usahatani.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc,
Bapak Prof. Dr. Pang S. Asngari, Bapak Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS dan Bapak
Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan saran dalam penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih pula
penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc selaku koordinator
Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan yang telah memberikan arahan
dan bimbingan pada proses perkuliahan. Para penyuluh pertanian dan petani di
Provinsi Gorontalo yang telah memberikan informasi data selama proses
penelitian diucapkan terima kasih. Kepada M. Hatta Jamil, Yohanis Kamagi,
Sapar dan Narso sebagai teman seperjuangan penulis ucapkan terima kasih dan
tetap berdoa, berusaha dan bersabar untuk meraih kesuksesan. Seluruh mahasiswa
Gorontalo yang belajar di IPB penulis ucapkan terima kasih atas bantuannya
selama ini. Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada mama,
papa, isteri dan anak, serta saudara-saudara penulis atas segala dukungan dan doa
serta kasih sayangnya selama ini. Kepada semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu per satu diucapkan terima kasih atas bantuannya selama penulis
menempuh pendididikan doktoral di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2010

Mohamad Ikbal Bahua

ix
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gorontalo pada tanggal 25 April 1972 sebagai anak


kedua dari empat bersaudara, pasangan Bapak Hi. Hamzah Bahua dan Ibu
Nurhaida Takuwa. Tahun 1997 penulis menikah dengan Heni Jusuf dan telah
dikaruniai seorang anak bernama Arliawan Safriansyah Pratama Bahua.
Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas diselesaikan di
Gorontalo. Pendidikan Sarjana Pertanian (SP) ditempuh pada tahun 1991 di
Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi
Manado, lulus pada tahun 1995. Pendidikan Magister Sains (M.Si) ditempuh pada
tahun 2003 di Program Studi Agribisnis Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin Makassar, lulus pada tahun 2005. Tahun 2007 penulis diterima
sebagai mahasiswa doktoral pada Sekolah Pascasarjana IPB atas bantuan
beasiswa (BPPS) dari Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia.
Pada tahun 2001 penulis diangkat sebagai PNS (dosen) pada Fakultas
Pendidikan MIPA Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri
Gorontalo (sekarang Universitas Negeri Gorontalo). Tahun 2002 dan 2006 penulis
pernah menjadi ketua Program Studi Diploma 3 Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Negeri Gorontalo. Berbagai pendidikan dan pelatihan yang
berhubungan dengan kompetensi dosen pernah penulis ikuti, antara lain pelatihan
kompetensi dosen pertanian di Akademi Pertanian Yogyakarta tahun 2002.
Sampai dengan saat ini selain dosen tetap pada Fakultas Pertanian Universitas
Negeri Gorontalo, sejak tahun 2008 penulis tercatat sebagai salah satu dosen luar
biasa pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Gorontalo.

x
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvi
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
Latar Belakang ...................................................................................... 1
Masalah Penelitian ................................................................................. 4
Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
Kegunaan Penelitian ............................................................................. 6
Definisi Istilah ....................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 14
Pengertian Kinerja ................................................................................ 14
Penilaian Kinerja ................................................................................... 15
Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja .................................................. 19
Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Individu ...................... 21
Kinerja Penyuluh Pertanian ................................................................. 24
Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh Pertanian .... 28
Karakteristik Penyuluh Pertanian .................................................... 28
Kompetensi Penyuluh Pertanian ...................................................... 30
Motivasi Penyuluh Pertanian ........................................................... 36
Kemandirian Penyuluh Pertanian .................................................... 42
Hubungan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh
Pertanian ............................................................................................... 47
Karakteristik Penyuluh Pertanian ................................................... 47
Kompetensi Penyuluh Pertanian .................................................... 53
Motivasi Penyuluh Pertanian .......................................................... 54
Kemandirian Penyuluh Pertanian ................................................... 55
Peran Penyuluh Pertanian pada Kegiatan Petani Jagung ....................... 56
Perilaku Petani ...................................................................................... 57
Hubungan Kinerja Penyuluh dengan Perilaku Petani ........................... 58
Konsep Usahatani ................................................................................. 59
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ............................................ 62
Kerangka Berpikir ................................................................................. 62
Hipotesis Penelitian .............................................................................. 67

xi
METODE PENELITIAN ............................................................................ 68
Desain Penelitian ................................................................................... 68
Populasi dan Sampel ............................................................................. 73
Populasi ............................................................................................ 73
Sampel.............................................................................................. 73
Data dan Instrumentasi .......................................................................... 74
Data .................................................................................................. 74
Instrument ........................................................................................ 75
Validitas Instrumen ......................................................................... 76
Reliabilitas Instrumen ...................................................................... 76
Pengumpulan Data ................................................................................ 77
Analisis Data ......................................................................................... 77
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 79
Hasil Penelitian ...................................................................................... 79
Kinerja Penyuluh Pertanian ............................................................. 79
Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi dan Kemandirian
Penyuluh pada Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan
Usahatani Jagung ............................................................................. 85
Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi, Kemandirian
dan Kinerja Penyuluh Pertanian pada Perilaku Petani Jagung ........ 86
Hubungan antar Peubah Karakteristik, Kompetensi, Motivasi
dan Kemandirian Penyuluh Pertanian .............................................. 87
Pengaruh Kinerja Penyuluh Pertanian pada Perubahan Perilaku
Petani Jagung ................................................................................... 89
Pembahasan............................................................................................ 90
Pengaruh Karakteristik pada
Kinerja Penyuluh Pertanian ............................................................. 90
Pengaruh Kompetensi pada
Kinerja Penyuluh Pertanian ............................................................. 93
Pengaruh Motivasi pada
Kinerja Penyuluh Pertanian ............................................................. 95
Pengaruh Kemandirian pada
Kinerja Penyuluh Pertanian ............................................................. 98
Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi dan
Kemandirian pada Kinerja penyuluh pertanian ............................... 100
Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi, Kemandirian
dan Kinerja Penyuluh Pertanian pada
Perubahan Perilaku Petani .............................................................. 104
Hubungan antar Peubah yang Berpengaruh pada
Kinerja Penyuluh Pertanian ............................................................. 106

xii
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 107
Kesimpulan ............................................................................................ 107
Saran ...................................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 109
LAMPIRAN ................................................................................................ 119

xiii
DAFTAR TABEL
Halaman

1. Komponen dan indikator kinerja penyuluh pertanian ........................... 27


2. Rancangan pengujian model penelitian studi kinerja penyuluh .............. 70
pertanian
3. Peubah dan sub peubah model persamaan struktural ............................. 72
4. Ukuran populasi penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo ................... 73
5. Ukuran sampel penyuluh pertanian tiap kabupaten/kota ...................... 74
6. Dekomposisi pengaruh antar peubah/sub peubah model kinerja
penyuluh pertanian .................................................................................. 84
7. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah karakteristik, kompetensi,
motivasi dan kemandirian pada kinerja penyuluh pertanian ................... 85
8. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah karakteristik, kompetensi,
motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh pertanian
pada perilaku petani ................................................................................ 86
9. Arah, koefisien dan t-hitung hubungan peubah karakteristik,
kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pertanian ................... 88
10. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah kinerja penyuluh pertanian
pada perubahan perilaku petani ............................................................... 89

xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman

1. Hubungan kinerja dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya ......... 22


2. Hubungan karakteristik individu dengan kompetensi ........................... 31
3. Hirarki kebutuhan Maslow .................................................................... 37
4. Program development using the Logic Model ....................................... 64
5. Pengembangan usahatani jagung dengan pendekatan model logika ..... 65
6. Alur hubungan antar peubah penelitian ................................................ 66
7. Kerangka hipotetik model struktural peubah penelitian ........................ 71
8. Estimasi seluruh parameter model struktural kinerja penyuluh
pertanian ................................................................................................. 79
9. Estimasi parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian .......... 81
10. Statistik t-hitung parameter model struktural kinerja penyuluh
Pertanian ................................................................................................ 82

xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1. Rumus syntax seluruh peubah penelitian dengan lisrel 8.30 ................... 120
2. Output lisrel parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian ..... 121
3. Fungsi produksi pada usahatani jagung sebelum adanya kompetensi dan
partisipasi petani ...................................................................................... 134
4. Fungsi produksi pada usahatani jagung sesudah adanya kompetensi dan
partisipasi petani ...................................................................................... 136
5. Kuesioner penelitian untuk penyuluh pertanian ...................................... 138
6. Kuesioner penelitian untuk petani binaan ................................................ 176
7. Peta Wilayah Provinsi Gorontalo............................................................. 186

xvi
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:
(1) Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA
(Dosen Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Fakultas Ekologi
Manusia Institut Pertanian Bogor)

(2) Dr. Ir. Lukman Effendy, M.Si


(Dosen Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka:


(1) Dr. Ir. H. Teddy Rachmat Muliady, MM
(Kepala Bidang Penyelenggaraan Pelatihan Multimedia, Pusat Pelatihan
Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian-PPMKP-BPSDMP Kementrian
Pertanian)

(2) Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si


(Dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor)
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Otonomi daerah telah membawa perubahan pada sistem pemerintahan di
Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan ini berdampak pada
pembangunan. Kini pembangunan daerah bertumpu pada kemampuan sendiri
untuk memperoleh pendapatan asli daerah (PAD). PAD tersebut diperoleh dari
berbagai sumber seperti pajak, restribusi dan lain-lain. Di banyak daerah,
pertanian masih menjadi prime mover untuk meningkatkan produktivitas
usahatani dan pendapatan masyarakat. Pembangunan pertanian membutuhkan
penyuluh untuk mendidik petani agar mengadopsi teknologi pertanian dalam
meningkatkan produktivitas usahatani mereka. Dengan cara ini penyuluh
membantu pemerintah daerah meningkatkan pendapatan asli daerah.
Dalam hubungan ini evaluasi kinerja penyuluh sebagai suatu bentuk
akuntabilitas kepada penyedia dana publik dan pembuat kebijakan pembangunan
daerah maupun nasional diperlukan. Kedua pengambil kebijakan utama tersebut
harus selalu diyakinkan bahwa penyuluh telah melakukan tugas dan fungsinya
sesuai dengan amanat undang-undang dan peraturan pemerintah.
Kinerja penyuluh yang baik perlu untuk meyakinkan pembuat kebijakan
dan anggaran pembangunan agar tetap mengalokasikan cukup dana untuk
membiayai penyuluhan dalam menunjang pembangunan daerah. Penyuluh
pertanian harus berusaha mengembangkan program penyuluhan yang sesuai
dengan potensi daerah dan permintaan pasar untuk memenuhi berbagai macam
kebutuhan masyarakat. Kinerja penyuluh pertanian yang baik berdampak pada
perbaikan kinerja petani dalam meningkatkan produksi usahatani. Kinerja
penyuluh ini terarah pada pemecahan masalah yang dihadapi oleh petani dalam
melaksanakan usahatani.
Informasi tentang kinerja penyuluh perlu juga untuk memertahankan
motivasi kerja penyuluh. Penyuluh yang fokus pada prestasi kerja mereka akan
berusaha untuk tidak sekedar mempertahankan prestasi tersebut, akan tetapi untuk
lebih meningkatkan capaian-capaian yang telah diraih.

1
2

Prestasi kerja penyuluh yang baik juga berguna bagi supervisor penyuluh,
antara lain untuk mempromosikan para penyuluh itu kejenjang yang lebih tinggi,
gaji yang lebih besar dan tanggungjawab/wewenang yang lebih luas.
Informasi yang diperoleh dari evaluasi kinerja penyuluh itu dapat juga
menunjukkan kelemahan yang masih ada dalam diri penyuluh pada berbagai
aspek. Dalam hubungan ini supervisor dapat memotivasi penyuluh untuk
memperbaiki diri mereka, apakah dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang
spesifik penyuluhan, pelatihan teknik pertanian, studi mandiri atau melanjutkan
pendidikan formal kejenjang yang lebih tinggi.
Selain itu evaluasi kinerja penyuluh pertanian dapat menunjukkan
kompetensi penyuluh dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh petani,
baik teknologi budidaya, harga, akses pasar dan permodalan maupun kebijakan
pembangunan pertanian di wilayah kerja penyuluh. Dalam hubungan ini penyuluh
harus memiliki kemampuan menyusun rencana pembelajaran yang akan
diimplementasikan melalui metode dan media pembelajaran yang efektif dan
efisien sesuai dengan jumlah kebutuhan masyarakat.
Penyuluh pertanian mempunyai tugas pokok dan fungsi yang harus
dilakukan untuk mencapai kinerja yang baik. Penyuluh yang berkinerja baik dapat
memosisikan dirinya sebagai motivator, edukator, fasilitator dan dinamisator yang
berdampak pada perubahan perilaku petani dalam berusahatani. Untuk itu
penyuluh harus memiliki berbagai kemampuan, antara lain: kemampuan
berkomunikasi, berpengetahuan luas, bersikap mandiri dan mampu menempatkan
dirinya sesuai dengan karakteristik petani. Kinerja penyuluh ini diharapkan
menjadi acuan bagi pembuat kebijakan dan penyedia dana publik untuk
meningkatkan kompetensi dan motivasi penyuluh dalam membantu pemerintah
daerah meningkatkan PAD.
Pembangunan pertanian di Provinsi Gorontalo ditetapkan melalui Program
Agropolitan Berbasis Jagung yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
petani dan pendapatan asli daerah (PAD). Produksi jagung Gorontalo melalui
Program Agropolitan sampai tahun 2009 berdasarkan data dari BPS Gorontalo
(2010) mencapai 800.000 ton pipilan kering, dengan tingkat produktivitas rata-
rata 0,49 kuintal/ha. Program Agropolitan jagung merupakan program pemerintah
3

daerah yang mengarah pada pengembangan sistem agribisnis yang berkelanjutan.


Hal ini membutuhkan dukungan penyuluh untuk menyebarluaskan program
agropolitan sampai ke tingkat petani.
Penyuluh pertanian harus berusaha mengembangkan program agropolitan
melalui sistem pembelajaran yang mengarah pada peningkatan produktivitas
usahatani jagung dan pelestarian ekosistem pertanian secara berkelanjutan.
Pembudidayaan jagung dan penggunaan pupuk kimia serta pestisida secara besar-
besaran oleh petani akan berdampak pada menurunnya kesuburan tanah. Hal ini
menyebabkan kerusakan lingkungan yang akan mengakibatkan erosi di Provinsi
Gorontalo.
Manfaat yang diperoleh dengan diketahuinya kinerja penyuluh pertanian,
antara lain: (1) tersusunnya program penyuluhan pertanian sesuai dengan
kebutuhan petani, (2) tersusunnya rencana kerja penyuluhan pertanian di wilayah
kerja masing-masing, (3) terdiseminasinya informasi teknologi pertanian secara
merata sesuai dengan kebutuhan petani, (4) terwujudnya kemitraan usaha antara
petani dan pengusaha yang saling menguntungkan dan (5) meningkatnya
pendapatan dan kesejahteraan petani di masing-masing wilayah.
Uraian di atas memberikan gambaran bahwa, kinerja penyuluh pertanian
perlu diperhatikan untuk menjaga keberlanjutan pembangunan pertanian.
Aktivitas penyuluhan harus diawali dengan penyusunan program, memandu dan
memfasilitasi petani melakukan indentifikasi dan analisis wilayah, merumuskan
rencana aksi, melaksanakan program aksi dan mengakhirinya dengan
mengevaluasi pelaksanaan program penyuluhan. Proses tersebut menuntut kinerja
penyuluh pertanian yang baik sebagai manifestasi dari pelaksanaan tugas pokok
dan fungsinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku
Petani Jagung di Provinsi Gorontalo,” perlu dilakukan. Hasil penelitian ini dapat
memberikan sumbangan pemikiran bagi peningkatan kinerja penyuluh pertanian
secara berkelanjutan yang akhirnya akan berdampak pada perubahan perilaku
petani dalam meningkatkan produktivitas usahatani jagung.
4

Masalah Penelitian
Peningkatan kinerja penyuluh pertanian, mutlak ditingkatkan ke arah
profesi yang mandiri dengan jatidiri penyuluhan yang profesional. Untuk itu
diperlukan peran dan posisi penyuluh pertanian sebagai penyedia jasa pendidikan,
konsultan agribisnis, mediator pedesaan, pemberdaya dan pembela petani.
Penyuluh pertanian dalam merencanakan program penyuluhan harus berusaha
melibatkan petani dan mampu menganalisis potensi wilayah untuk merumuskan
tujuan penyuluhan sesuai dengan keinginan petani. Perencanaan program
penyuluhan yang tidak memperhatikan kebutuhan dan keinginan petani akan
berdampak pada proses pembelajaran yang tidak optimal, sehingga petani hanya
menjadi obyek yang harus mengikuti kemauan penyuluh.
Kinerja penyuluh pertanian yang baik, mengharapkan penyuluh pertanian
yang memiliki peran strategis, yaitu menjadi moderator dan fasilitator antara
pemerintah, swasta, petani dan masyarakat. Penyuluh pertanian diharapkan
mampu berkontribusi positif dalam pembangunan nasional, perekonomian
nasional yang berdayasaing dalam kancah perdagangan internasional dan
mewujudkan kemampuan daerah untuk mengelola pembangunan yang hasilnya
dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
Kenyataannya, tidaklah mudah untuk mencapai kinerja penyuluh yang
baik. Kendala dalam menghasilkan kinerja penyuluh pertanian yang baik,
berkaitan erat dengan perubahan-perubahan, seperti: kebijakan pemerintah,
perekonomian global, masalah sosial dan kultur masyarakat. Selain itu keadaan
internal penyuluh pertanian, seperti: karakteristik individu, kompetensi, motivasi
dan kemandirian dapat menyebabkan kinerja penyuluh menjadi rendah. Kinerja
penyuluh yang tidak dikelola dengan baik, akan berdampak pada keadaan petani
yang tidak kreatif, inovatif, takut mengambil resiko dan tidak mandiri. Petani
mengembangkan usahatani tanpa adanya bantuan teknologi pertanian yang
spesifik lokasi dan bimbingan pengelolaan usahatani yang baik sesuai
perkembangan pasar dan permintaan masyarakat. Pada saat ini kinerja penyuluh
pertanian masih rendah, karena tidak memiliki kompetensi, motivasi dan
kemandirian dalam mengubah perilaku petani.
5

Uraian di atas, menimbulkan suatu pertanyaan tentang tingkat kinerja


penyuluh pertanian saat ini di Provinsi Gorontalo dan apa dampak kinerja
penyuluh tersebut pada perilaku petani jagung di Provinsi Gorontalo? Secara
khusus masalah penelitian ini ialah sebagai berikut:
(1) Faktor-faktor internal apa yang berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian
dalam pengembangan usahatani jagung di Provinsi Gorontalo?
(2) Berapa besar pengaruh faktor-faktor internal dan kinerja penyuluh pertanian
pada perilaku petani dalam berusahatani jagung di Provinsi Gorontalo?
(3) Bagaimana derajat hubungan faktor-faktor internal yang berpengaruh pada
kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usahatani jagung di Provinsi
Gorontalo?
(4) Berapa besar dampak kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku
petani jagung di Provinsi Gorontalo?

Tujuan Penelitian
Kinerja penyuluh pertanian yang baik tidak hanya berdampak pada
perilaku petani jagung, melainkan juga pada peningkatan produktivitas usahatani
jagung yang akhirnya akan memperbaiki pendapatan dan kesejahteraan petani.
Keberhasilan penyuluh pertanian dalam melaksanakan perannya untuk
meningkatkan kompetensi dan partisipasi petani berhubungan erat dengan faktor-
faktor internal penyuluh, seperti: karakteristik individu, kompetensi, motivasi dan
kemandirian penyuluh. Faktor-faktor tersebut dapat mempunyai hubungan
langsung maupun tidak langsung pada kinerja penyuluh pertanian maupun
perubahan perilaku petani jagung.
Berdasarkan uraian tersebut di atas penelitian ini bertujuan untuk:
(1) Mengidentifikasi faktor-faktor internal yang dapat meningkatkan kinerja
penyuluh pertanian dalam mengembangkan usahatani jagung di Provinsi
Gorontalo.
(2) Mengaji pengaruh faktor-faktor internal dan kinerja penyuluh pertanian pada
perilaku petani dalam berusahatani jagung di Provinsi Gorontalo.
6

(3) Mengaji derajat hubungan faktor-faktor internal yang dapat meningkatkan


kinerja penyuluh pertanian dalam mengembangkan usahatani jagung di
Provinsi Gorontalo.
(4) Mengaji dampak kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani
jagung di Provinsi Gorontalo.

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi ilmiah untuk
pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan terutama mengenai karakteristik,
kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh pertanian sebagai salah
satu upaya dalam memotivasi penyuluh pertanian untuk melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya sebagai agen pembaruan dalam mewujudkan pembangunan
pertanian yang bermanfaat pada peningkatan kesejahteraan petani. Beberapa butir
penting kegunaan penelitian ini antara lain:
(1) Bermanfaat bagi lembaga penyuluhan dalam merumuskan kebijakan tentang
tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian.
(2) Dapat memberikan kontribusi kebaruan pada bidang pengembangan
sumberdaya manusia khususnya penyuluh pertanian yang mempunyai tugas
fungsional di lapangan dalam memberikan informasi ilmiah yang efektif dan
efisien, baik dalam bentuk informasi teknis maupun manajemen usahatani.
(3) Dapat dijadikan dasar kebijakan dalam peningkatan dan pembinaan karir
penyuluh pertanian, serta menjadi pedoman dalam sistem rekrutmen penyuluh
pertanian oleh pemerintah pusat dan daerah.
(4) Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu
penyuluhan pembangunan untuk kepentingan masyarakat.
(5) Sebagai kontribusi bagi calon peneliti untuk mengembangkan model
peningkatan kinerja penyuluh dalam mewujudkan program pembangunan
pertanian secara berkelanjutan.
7

Definisi Istilah
Untuk menjelaskan makna peubah-peubah yang diamati dalam penelitian ini
perlu dibuat operasional tentang peubah-peubah tersebut.
(1) Karakteristik adalah peubah tentang individu seorang penyuluh yang
mendasari tingkah lakunya dalam melaksanakan tugas. Peubah-peubah
tersebut meliputi:
(1.1) Umur ialah usia penyuluh sejak dilahirkan sampai ulang tahun terdekat
pada saat penelitian ini dilaksanakan.
(1.2) Pendidikan formal, yaitu tahun mengikuti pendidikan formal dari SD
sampai perguruan tinggi. Diukur dari jumlah tahun mengikuti
pendidikan formal sampai saat penelitian dilaksanakan.
(1.3) Pelatihan fungsional, yaitu pelatihan yang berhubungan dengan
metodologi penyuluhan. Diukur berdasarkan jumlah pelatihan
fungsional yang pernah diikuti dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
(1.4) Pelatihan teknis, yaitu pelatihan budidaya dari penanaman sampai pasca
panen. Diukur berdasarkan jumlah pelatihan teknis yang pernah diikuti
dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
(1.5) Masa kerja, yaitu jumlah waktu (bulan atau tahun) yang sudah dialami
oleh penyuluh untuk melaksanakan tugas dan perannya sebagai
penyuluh pertanian. Diukur berdasarkan lamanya seseorang bekerja
(berprofesi) sebagai penyuluh pertanian hingga saat penelitian
dilaksanakan.
(1.6) Wilayah tugas, yaitu letak topografi wilayah penyuluh pertanian
bertugas. Diukur berdasarkan ketinggian tempat di atas permukaan laut.
(1.7) Cakupan wilayah kerja, yaitu luas wilayah administrasi yang menjadi
wilayah kerja penyuluh pertanian. Diukur berdasarkan jumlah desa
yang menjadi wilayah kerja.
(1.8) Jumlah petani binaan, yaitu jumlah petani jagung yang dibina pada
hamparan wilayah kerja penyuluh pertanian. Diukur berdasarkan
jumlah petani yang dilayani oleh penyuluh.
(1.9) Frekwensi interaksi dengan petani, yaitu banyaknya pertemuan dengan
petani atau kelompok tani dalam rangka penyuluhan pada satu musim
8

tanam. Diukur berdasarkan banyaknya jumlah pertemuan dengan


petani.
(2) Kompetensi adalah jumlah skor kemampuan yang harus dimiliki penyuluh
pertanian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, yang terdiri dari sebelas
aspek kemampuan, yaitu:
(2.1) Kemampuan melakukan aksi sosial. Diukur berdasarkan: (1) skor
kemampuan menganalisis komunitas, (2) skor kemampuan menetapkan
prioritas masalah, (3) skor kemampuan merancang kegiatan aksi, (4)
skor kemampuan melaksanakan aksi dan (5) skor tingkat kemampuan
mengevaluasi kegiatan aksi.
(2.2) Kemampuan mengapresiasi keragaman budaya. Diukur berdasarkan:
(1) skor kemampuan memahami keragaman nilai-nilai sosial
masyarakat tani, (2) skor kemampuan memahami keragaman adat-
istiadat dan (3) skor kemampuan memahami keragaman etika dan
moral.
(2.3) Kemampuan merencanakan program penyuluhan. Diukur berdasarkan:
(1) skor kemampuan mengumpulkan data sumberdaya dan potensi
wilayah kerja, (2) skor kemampuan merumuskan tujuan program
penyuluhan, (3) skor kemampuan menetapkan masalah, (4) skor
kemampuan menetapkan cara mencapai tujuan, (5) skor kemampuan
melaksanakan penyuluhan dan (6) skor kemampuan mengevaluasi
kegiatan penyuluhan.
(2.4) Kemampuan memanfaatkan sumberdaya lokal sesuai kebutuhan petani.
Diukur berdasarkan (1) skor kemampuan mengidentifikasi sumberdaya
yang tersedia dan (2) skor kemampuan mengidentifikasi kebutuhan
petani.
(2.5) Kemampuan mengelola informasi penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1)
skor kemampuan membuat media penyuluhan, (2) skor kemampuan
menggunakan komputer untuk mencari dan menyampaikan informasi
dan (3) skor kemampuan menggunakan metode belajar.
9

(2.6) Kemampuan membangun hubungan interpersonal. Diukur berdasarkan:


(1) skor kemampuan membangun kemitraan usaha dan (2) skor
kemampuan membangun jejaring usaha.
(2.7) Kemampuan menyelenggarakan penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1)
skor kemampuan menerapkan falsafah penyuluhan, (2) skor kemampuan
menerapkan prinsip penyuluhan dan (3) skor kemampuan menerapkan
etika penyuluhan.
(2.8) Kemampuan kepemimpinan. Diukur berdasarkan: (1) skor kemampuan
menerapkan gaya kepemimpinan, (2) skor kemampuan keterampilan
memimpin dan (3) skor kemampuan menumbuhkembangkan kelompok
tani.
(2.9) Kemampuan manajemen organisasi. Diukur berdasarkan (1) skor
kemampuan mengidentifikasi peran dan fungsi Deptan dan Pemda pada
penyuluhan pertanian, (2) skor kemampuan mengidentifikasi peluang
pengembangan diri dan (3) skor kemampuan mengidentifikasi peluang
pengembangan karier.
(2.10) Kemampuan profesionalisme penyuluh. Diukur berdasarkan (1) skor
kemampuan menumbuhkan komitmen pada etos kerja, (2) skor
kemampuan menumbuhkan komitmen pendidikan berkelanjutan (3) skor
kemampuan memahami visi, misi dan tujuan penyuluhan dan (4) skor
kemampuan melakukan kerjasama dengan peneliti.
(2.11) Kemampuan bidang keahlian teknis. Diukur berdasarkan (1) skor
kemampuan mengenal benih, pupuk dan pestisida, (2) skor kemampuan
mengolah lahan jagung, (3) skor kemampuan menanam jagung, (4) skor
tingkat kemampuan memelihara tanaman jagung, (5) skor kemampuan
memanen jagung, (6) skor tingkat kemampuan menyimpan hasil panen
jagung, (7) skor kemampuan memasarkan hasil dan (8) skor kemampuan
mengakses pada lembaga permodalan, pemasaran dan dinas pertanian.
(3) Motivasi adalah jumlah skor yang diperoleh dari penyuluh pertanian, yang
menggambarkan faktor pendorong penyuluh pertanian untuk melakukan tugas
dan tanggungjawabnya sesuai dengan kemampuan dirinya, yang terdiri dari:
10

(3.1) Pengembangan potensi diri. Diukur berdasarkan skor harapan atau


keinginan penyuluh pertanian dalam rangka meningkatkan kualitas diri
(mengikuti pendidikan formal, pelatihan, uji coba lapang teknologi
spesifik lokasi dan lain-lain) untuk menjadi lebih baik.
(3.2) Pengakuan dari petani binaan. Diukur berdasarkan skor harapan atau
keinginan penyuluh menjadi tumpuan petani berkonsultasi mencari
solusi, dihargai keberadaannya dan mendapat respons yang baik dari
petani.
(3.3) Penghasilan. Diukur berdasarkan skor harapan atau keinginan penyuluh
dapat memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga.
(3.4) Kebutuhan untuk berprestasi (Need for Achievement). Diukur
berdasarkan (1) skor keinginan akan berprestasi, (2) skor keinginan
untuk berkompetisi dan (3) skor ketidaktergantungan terhadap gaji atau
imbalan.
(3.5) Kebutuhan untuk berafiliasi (Need for Affiliation). Diukur berdasarkan
(1) skor keinginan untuk diterima orang lain di lingkungan penyuluh
tinggal dan bekerja, (2) skor keinginan untuk dihormati, (3) skor
keinginan untuk maju dan tidak gagal dan (4) skor tingkat keinginan
untuk ikutserta (berpartisipasi).
(3.6) Kebutuhan akan kekuasaan (Need for Power). Diukur berdasarkan (1)
skor keinginan untuk menduduki jabatan penting dan (2) skor keinginan
untuk bersaing dalam mendapatkan pengaruh.
(4) Kemandirian adalah jumlah skor yang menunjukkan kecenderungan dari
seorang penyuluh pertanian menggunakan kemampuan diri sendiri untuk
menyelesaikan tugas yang menjadi tanggungjawabnya, yang terdiri dari:
(4.1) Kemandirian intelektual. Diukur berdasarkan: (1) skor kemandirian
merencanakan usahatani, (2) kemandirian menentukan lahan budidaya,
(3) skor kemandirian menentukan cara berproduksi, (4) skor
kemandirian menentukan keputusan pemecahan masalah petani dan (f)
skor kemandirian menentukan pasar untuk pemasaran hasil usahatani.
(4.2) Kemandirian sosial. Diukur berdasarkan: (1) skor kemandirian menjaga
independensi, (2) skor kemandirian menjaga hubungan dengan sesama
11

petani jagung, (3) skor kemandirian menjaga hubungan dengan


kelompok tani di luar petani jagung, (4) skor kemandirian menjalin
hubungan dengan kelompok pemimpin dan (5) skor kemandirian
mengembangkan strategi adaptasi.
(4.3) Kemandirian emosional. Diukur berdasarkan: (1) skor melepas
ketergantungan dari otoritas keluarga, (2) skor melepas ketergantungan
dari ikatan patron-klien, (3) skor melepas ketergantungan dari ritual
kepercayaan lokal, (4) skor melepas ketergantungan dari sifat fatalistik
dan (f) skor mengatasi kemungkinan adanya konflik dengan
mengembangkan budaya kerjasama.
(4.4) Kemandirian ekonomi. Diukur berdasarkan: (1) skor kemandirian
menggunakan aset yang berguna untuk biaya produksi usahatani, (2)
skor kemandirian memanfaatkan biaya produksi usahatani, (3) skor
kemandirian melakukan diversifikasi usahatani, (4) skor kemandirian
memanfaatkan pendapatan usahatani dan (5) skor kemandirian gemar
menabung.
(5) Kinerja penyuluh adalah jumlah skor pada hasil kerja penyuluh pertanian
dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, yang terdiri dari:
(5.1) Melaksanakan aksi sosial. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil analisis
komunitas, (2) skor hasil penetapan masalah, (3) skor hasil rancangan
kegiatan, (4) skor hasil pelaksanaan dan (5) hasil evaluasi kegiatan.
(5.2) Mengapresiasi keragaman budaya. Diukur berdasarkan: (1) skor materi
penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal dan (2) skor media
penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal.
(5.3) Merencanakan program penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil
pengumpulan data sumberdaya dan potensi wilayah kerja, (2) skor
rumusan tujuan program penyuluhan, (3) skor hasil penetapan masalah,
(4) skor cara mencapai tujuan, (5) skor hasil pelaksanaan penyuluhan
dan (6) skor hasil evaluasi kegiatan penyuluhan.
(5.4) Memanfaatkan sumberdaya lokal sesuai dengan kebutuhan petani.
Diukur berdasarkan (1) skor hasil identifikasi sumberdaya yang tersedia
dan (2) skor hasil identifikasi kebutuhan petani.
12

(5.5) Mengelola informasi penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil


pembuatan media penyuluhan, (2) skor hasil penggunaan komputer
untuk mencari dan menyampaikan informasi dan (3) skor hasil
penggunaan metode belajar.
(5.6) Membangun hubungan interpersonal. Diukur berdasarkan: (1) skor
membangun kemitraan usaha dan (2) skor membangun jejaring usaha.
(5.7) Menyelenggarakan penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil
penerapan falsafah penyuluhan, (2) skor hasil penerapan prinsip
penyuluhan dan (3) skor hasil penerapan etika penyuluhan.
(5.8) Menerapkan kepemimpinan. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil
penerapan gaya kepemimpinan, (2) skor hasil penerapan keterampilan
memimpin dan (3) skor hasil menumbuhkembangkan kelompok tani.
(5.9) Manajemen organisasi. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil identifikasi
peran dan fungsi Deptan dan Pemda, (2) skor hasil identifikasi peluang
pengembangan diri dan (3) skor hasil identifikasi peluang karir.
(5.10) Mengembangkan profesionalisme penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1)
skor hasil penumbuhan komitmen pada etos kerja, (2) skor hasil
penumbuhan komitmen pendidikan berkelanjutan, (3) skor hasil
pemahaman visi, misi dan tujuan penyuluhan dan (4) skor hasil
melakukan kerjasama dengan peneliti.
(5.11) Menerapkan bidang keahlian teknis. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil
pengenalan benih, pupuk dan pestisida, (2) skor hasil pengolahan lahan
jagung, (3) skor hasil penanaman jagung, (4) skor hasil pemeliharaan
jagung, (5) skor hasil panen jagung, (6) skor hasil pasca panen jagung,
(7) skor pemasaran hasil dan (8) skor hasil akses pada lembaga
permodalan, pemasaran dan dinas pertanian.
(6) Perilaku petani adalah jumlah skor kemampun petani berusahatani jagung dan
berpartisipasi dalam kelompok tani, yang terdiri dari:
(6.1) Kompetensi petani pada budidaya jagung. Diukur berdasarkan tingkat
kemampuan petani: (1) skor memilih benih jagung yang baik, (2) skor
menggunakan pupuk, (3) skor menggunakan pestisida, (4) skor
mengolah lahan, (5) skor menanam jagung, (6) skor memelihara
13

tanaman jagung, (7) skor memanen jagung (8) skor melakukan pasca
panen jagung, (9) skor mengidentifikasi masalah usahatani, (10) skor
mencari solusi penyelesaian masalah, (11) skor melaksanakan kegiatan
pemecahan masalah usahatani, (12) skor mengembangkan kemitraan
usaha.
(6.2) Partisipasi petani dalam kelompok tani. Diukur berdasarkan: (1) skor
aktif berpartisipasi membayar iuran anggota, (2) skor partisipasi hadir
saat pertemuan dan (3) skor partisipasi dalam memberikan sumbangan
pemikiran.
14

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Kinerja
Kinerja (performance) adalah hasil kerja atau prestasi kerja seseorang
dalam suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun swasta. Yuchtman
dan Seashore (1967) mendefinisikan kinerja sebagai kemampuan suatu organisasi
yang memanfaatkan lingkungannya untuk mengakses sumber-sumber daya yang
terbatas. Lebih lanjut Yuchtman dan Seashore menjelaskan kinerja adalah sebuah
pengukuran yang mencakup persepsi dari berbagai stakeholder dalam organisasi.
Pengukuran tersebut mencakup keberhasilan pekerjaan dalam mencapai tujuan
organisasi. Gruneberg (1979) menyatakan bahwa, kinerja merupakan perilaku
yang diperagakan secara aktual oleh individu sebagai respons pada pekerjaan
yang diberikan kepadanya yang dilihat atas dasar hasil kerja, derajat kerja dan
kualitas kerja.
Bernardin dan Russel (1993) mendefinisikan kinerja sebagai catatan hasil
kerja individu yang diperoleh melalui fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan
individu selama periode waktu tertentu. Cardy et al.,(1995) menjelaskan bahwa,
kinerja dipandang sebagai bagian dari fungsi sistem kerja dari karakateristik
seorang pekerja (karyawan), karena karakteristik pekerja diasumsikan memiliki
pengaruh besar terhadap kinerja hal ini didasari pada perbedaan-perbedaan
individu dalam melaksanakan pekerjaan sehingga memengaruhi kinerja. Gibson
(1996) memahami kinerja adalah hasil kerja yang diinginkan dari perilaku dan
kinerja individu yang merupakan dasar dari kinerja organisasi. Mangkunegara
(2001) menjelaskan bahwa, kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Yuchtman dan Seashore (1967) dan Gruneberg (1979), kinerja
merupakan suatu kemampuan atau keberhasilan kerja individu dalam suatu
organisasi sesuai dengan pekerjaan yang diberikan kepadanya untuk mencapai
tujuan organisasi. Yuchtman dan Seashore (1967) lebih menekankan pada
persepsi pekerjaan berbagai stakeholder dalam organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi. Persepsi individu inilah yang diukur atau dinilai oleh pimpinan
organisasi. Misalnya persepsi tentang perencanaan dan implementasi program

14
15

kerja. Gruneberg (1979) menekankan respons individu pada pekerjaan. Kinerja


merupakan perilaku yang diperagakan oleh individu tersebut dalam melaksanakan
pekerjaannya untuk mencapai tujuan organisasi yang ditentukan oleh hasil kerja,
derajat kerja dan kualitas kerja.
Menurut Bernardin dan Russel (1993) dan Cardy et al.,(1995) kinerja
adalah hasil kerja yang merupakan fungsi dari sistem kerja. Kinerja dipengaruhi
oleh karakteristik individu pada periode waktu tertentu. Bernardin dan Russel
(1993) lebih mengarah pada fungsi-fungsi pekerjaan dalam suatu organisasi,
seperti: kegiatan belajar-mengajar, kegiatan penyuluhan, kegiatan pemasaran dan
lain-lain, sedangkan Cardy et al.,(1995) lebih mengarah kepada sistem kerja
seorang pekerja (karyawan) yang dipengaruhi oleh karakteristiknya.
Gibson (1996) dan Mangkunegara (2001) memiliki pemahaman yang
sama tentang kinerja. Kinerja adalah hasil kerja yang diinginkan oleh organisasi
dari individu untuk mencapai tujuan organisasi. Gibson (1996) lebih menekankan
pada perilaku dan kinerja individu dalam organisasi, misalnya: kinerja individu
dalam merencanakan kegiatan pelatihan, seminar, lokakarya dan lain-lain.
Mangkunegara (2001) lebih mengarah pada kualitas dan kuantitas hasil kerja
individu dalam organisasi sesuai dengan tugas dan tanggungjawab yang diberikan
organisasi pada individu yang bersangkutan, contoh: standar kerja, target kerja
dan implementasi kerja.
Berdasarkan uraian di atas, maka kinerja (performance) dapat
didefinisikan sebagai aksi atau perilaku individu yang berupa bagian dari fungsi
kerja aktualnya dalam suatu organisasi, yang sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya dalam periode waktu tertentu untuk mencapai tujuan organisasi yang
mempekerjakannya.

Penilaian Kinerja
Kinerja organisasi ditentukan oleh penilaian kinerja individu dalam
melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan organisasi. Penilaian prestasi kerja
dilakukan dengan membandingkan kerja yang telah dilaksanakan seseorang (job
related) dengan standar kinerja (performance standard) yang telah ditetapkan.
16

Agar penilaian dapat dilaksanakan secara efektif, maka standar penilaian


hendaknya berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan setiap pekerja.
Belows (1961) mendefinisikan penilaian kinerja adalah suatu pengukuran
periodik atas hasil kerja seorang karyawan pada suatu organisasi, dilakukan oleh
atasannya atau seseorang yang ditunjuk untuk mengamati atau menilai prestasi
karyawan, contohnya kinerja di bidang perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Beach (1970) mendefinisikan penilaian kinerja adalah sebuah penilaian sistematis
atas prestasi seorang karyawan dan potensinya untuk pengembangan organisasi.
Misalnya: kinerja karyawan tersebut dalam mengembangkan program kerja dan
potensi individu itu menyusun tindak lanjut program tersebut.
Menurut Blanchard dan Spencer (1982), penilaian kinerja ialah proses
kegiatan organisasi mengevaluasi seorang karyawan. Esensinya, supervisor secara
formal melakukan evaluasi terus menerus. Kebanyakan mereka mengacu pada
kinerja sebelumnya dan hendak mengetahui apa yang akan dilakukan selanjutnya.
Ketika kinerja karyawan tidak memenuhi syarat, maka manajer atau supervisor
harus mengambil tindakan, demikian juga apabila kinerja karyawan baik, maka
perilakunya perlu dipertahankan. Muchinsky (1993) mendefinisikan penilaian
kinerja adalah suatu peninjauan yang sistematis prestasi kerja individu untuk
menetapkan efektivitas kerja.
Bittel dan Newsroom (1996) menyatakan bahwa, penilaian kinerja adalah
suatu evaluasi formal dan sistematis tentang seberapa baik seseorang melakukan
tugasnya dan menjalankan perannya sesuai dengan tujuan organisasi. Barry
(1997) menjelaskan bahwa, penilaian kinerja merupakan bentuk tanggungjawab
manajemen untuk memastikan karyawan memahami misi dan tujuan organisasi
sebagai usaha menanamkan kepercayaan diri dan menunjukkan harapan karyawan
didasarkan pada proses manajemen kinerja yang berhubungan dengan hasil kerja
karyawan, yang meliputi: kreativitas, kepercayaan, moral dan motivasi yang dapat
memperkuat hubungan komunikasi antara manajer dan karyawan. Penilaian
kinerja (performance appraisal) ini pada dasarnya merupakan faktor kunci guna
mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien.
Menurut Amstrong (1998), penilaian kinerja merupakan kegiatan yang
difokuskan pada usaha mengungkapkan kekurangan dalam bekerja untuk
17

diperbaiki dan kelebihan bekerja untuk dikembangkan, agar setiap karyawan


mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pekerjaannya guna mencapai tujuan
organisasi. Oleh karena itu aspek-aspek yang dinilai harus sesuai dengan hal-hal
yang seharusnya dikerjakan, sebagaimana terdapat pada deskripsi pekerjaan.
Simamora (1999) menyatakan bahwa, penilaian kinerja adalah proses
penilaian hasil kerja yang digunakan manajemen untuk memberikan informasi
kepada karyawan secara individual, tentang mutu hasil pekerjaannya dari sudut
kepentingan perusahaan. Hwang-Sun Kang (2003) menggunakan kriteria
workload, efficiency, effectivines dan productivity untuk penilaian kinerja.
Workload merupakan beban kerja yang berhasil diselesaikan. Efficiency
menunjukkan perbandingan antara input dan output. Effectivines menunjukkan
perbandingan antara output dan outcome yaitu tingkat ketercapaian hasil akhir
setelah output diperoleh. Productivity menunjukkan jumlah hasil yang dicapai
pada kurun waktu tertentu.
Belows (1961) dan Beach (1970) memahami bahwa, penilaian kinerja
perlu dilakukan periodik dan sistematis pada prestasi seorang karyawan dalam
melakukan pekerjaannya. Penilaian dilaksanakan oleh atasan atau seseorang yang
ditunjuk oleh organisasi untuk mengevaluasi kinerja karyawannya. Belows (1961)
lebih mengarah pada penilaian kinerja individu pada suatu organisasi secara
periodik, sedangkan Beach (1970) lebih mengarah pada potensi yang diberikan
oleh karyawan dalam pengembangan organisasi.
Blanchard dan Spencer (1982), Muchinsky (1993) serta Bittel dan
Newsroom (1996) memiliki pemahaman yang sama tentang penilaian kinerja.
Menurut mereka penilaian kinerja adalah proses evaluasi yang dilakukan oleh
organisasi secara sistematis dan formal tentang hasil kerja dari seorang karyawan
dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan organisasi.
Blanchard dan Spencer (1982) lebih menekankan pada evaluasi kinerja
karyawan sebelumnya dan untuk mengetahui apa yang akan dilakukan
selanjutnya, hal ini berhubungan dengan penghargaan ataupun sanksi yang akan
diberikan kepada karyawan tersebut. Contoh: pemberian penghargaan kenaikan
jabatan atau pemberian sanksi penundaan kepangkatan. Lain halnya dengan
Muchinsky (1993) yang memandang dari segi efektivitas kerja dari seorang
18

karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Misalnya efektivitas melakukan


perencanaan, menentukan prioritas program kerja dan mengimplementasikannya.
Bittel dan Newsroom (1996) lebih mengarah pada evaluasi formal tentang
seberapa baik seseorang melakukan tugas dan perannya sesuai dengan tujuan
organisasi.
Menurut Barry (1997) dan Amstrong (1998), penilaian kinerja ialah
bentuk tanggungjawab manajemen untuk memastikan karyawan memahami misi
dan tujuan organisasi yang difokuskan pada pengungkapan kelebihan dan
kekurangan karyawan dalam bekerja. Barry (1997) lebih mengarah pada
tanggungjawab manajemen dalam menanamkan kepercayaan diri karyawan untuk
memahami misi dan tujuan organisasi. Amstrong (1998) lebih mengarah pada
pengungkapan kelebihan dan kekurangan karyawan dalam bekerja. Kelebihan
karyawan dapat dikembangkan secara berkelanjutan untuk memperbaiki
kekurangan yang dilakukan selama pelaksanaan tugasnya.
Simamora (1999) dan Hwang-Sun Kang (2003) memahami bahwa,
penilaian kinerja merupakan informasi pihak manajemen kepada karyawan
tentang kualitas hasil pekerjaannya, yang penilaiannya didasarkan pada workload,
efficiency, effectivines dan productivity dalam pelaksanaan tugas organisasi.
Simamora (1999) lebih mengarah pada kepentingan perusahaan, karena karyawan
hanya menerima informasi keberhasilan pelaksanaan tugasnya dan tidak
mengetahui sejauh mana kinerja mereka untuk meningkatkan karir diperusahaan.
Hwang-Sun Kang (2003) lebih memahami pada efektivitas, efisiensi dan
produktivitas karyawan dalam melaksanakan tugas organisasi sesuai dengan
beban kerjanya. Karyawan secara langsung dapat mengetahui kemampuan yang
telah mereka hasilkan untuk kemajuan organisasi dan pengembangan karir
mereka.
Berdasarkan uraian di atas, maka penilaian kinerja dapat didefinisikan
sebagai metode sistematis berdasarkan peraturan dan standar pekerjaan dengan
kriteria penilaian workload, efficiency, effectivnes dan productivity selama periode
tertentu yang dilakukan oleh organisasi untuk mengetahui prestasi kerja,
kontribusi, potensi dan nilai dari pekerjaan karyawan. Penilaian kinerja sebagai
bentuk umpan balik organisasi pada hasil kerja karyawan yang dilaksanakan oleh
19

pimpinan, manajer atau orang-orang yang diberi wewenang sebagai landasan


pengembangan misi dan tujuan organisasi.

Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja


Organisasi, baik pemerintah maupun swasta menggunakan penilaian
kinerja atau prestasi kerja bagi individu pegawai atau karyawan mempunyai
tujuan dan manfaat sebagai langkah administratif dan pengembangan organisasi.
Ivancevich et al., (1987) mengemukakan bahwa, bagi pihak manajemen
kinerja karyawan sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti: promosi
jabatan, pengembangan karier, mutasi, PHK, penyesuaian kompensasi dan
kebutuhan pelatihan. Cherrington (1995) menjelaskan bahwa, tujuan penilaian
kinerja antara lain mengidentifikasi kebutuhan latihan (training) untuk
kepentingan karyawan, agar tingkat kemampuan dan keahliannya pada suatu
pekerjaan dapat ditingkatkan dan diintegrasikan pada perencanaan sumberdaya
manusia.
Haidee (1995) menjelaskan bahwa, tujuan penilaian kinerja adalah
memberikan umpan balik pada karyawan secara regular untuk menggali prestasi
kerja dan memperkuat perilaku karyawan yang dapat dipergunakan untuk
memecahkan masalah pada masa yang akan datang berdasarkan prestasi dan
wawasan karyawan tentang tujuan organisasi. Menurut George dan Jones (1996),
manfaat penilaian kinerja adalah untuk penyesuaian kompensasi, keputusan
penempatan dan pengembangan karir dan memberikan kesempatan kerja yang
adil, sehingga karyawan dapat memperbaiki kinerjanya. Hal ini akan berdampak
pada perbaikan perencanaan dan pengembangan organisasi untuk menghadapi
tantangan masa depan.
Menurut Gomez (2001), secara administratif organisasi atau perusahaan
dapat menjadikan tujuan penilaian kinerja sebagai acuan atau standar di dalam
membuat keputusan yang berkenaan dengan kondisi pekerjaan karyawan,
termasuk untuk promosi pada jenjang karir yang lebih tinggi, pemberhentian dan
penghargaan atau penggajian. Pengembangannya adalah untuk memotivasi dan
meningkatkan keterampilan kerja, termasuk pemberian konseling untuk
mengubah perilaku karyawan dengan mengadakan latihan (training).
20

Nawawi (2003) menjelaskan bahwa, tujuan penilaian kinerja adalah untuk


memberikan informasi mengenai kondisi keahlian yang kurang atau tidak dikuasai
karyawan sehingga berpengaruh pada efisiensi, efektivitas dan produktivitasnya
dalam bekerja. Hasil tersebut dapat digunakan untuk melakukan analisis
kebutuhan pelatihan, baik pada tingkat organisasi, tingkat unit kerja maupun
dalam analisis individual.
Ivancevich et al., (1987) dan Cherrington (1995) memandang tujuan dan
manfaat penilaian kinerja merupakan kebutuhan karyawan dalam meningkatkan
kemampuan dan keahliannya pada suatu pekerjaan serta membantu pihak
manajemen dalam mengambil keputusan untuk pengembangan organisasi.
Ivancevich et al., (1987) lebih mengarah pada pihak manajemen dalam membantu
merencanakan pengembangan organisasi. Misalnya pengembangan karir, mutasi,
PHK, penyesuaian kompensasi (gaji) dan kebutuhan pelatihan karyawan.
Cherrington (1995) mengarah pada integrasi pengembangan kemampuan individu
dan perencanaan yang dihubungkan dengan fungsi-fungsi sumberdaya manusia.
Misalnya kemampuan dan fungsi SDM pada perencanaan program, implementasi
program dan evaluasi program untuk mencapai tujuan organisasi.
Haidee (1995), George dan Jones (1996) menjelaskan bahwa tujuan dan
manfaat penilaian kinerja adalah bentuk umpan balik pada karyawan secara
reguler dalam memaparkan kelebihan dan kekurangan dari kinerja karyawan.
Karyawan dapat mengetahui secara jelas akan kekurangan dan kelebihannya
dalam melaksanakan pekerjaan untuk memecahkan masalah pada masa yang akan
datang sesuai dengan tujuan organisasi. Haidee (1995) lebih mengarah pada
umpan balik secara reguler untuk menggali prestasi kerja dan memperkuat
perilaku karyawan. George dan Jones (1996) lebih memahami pada kemampuan
organisasi merencanakan kebutuhan sumberdaya manusia sesuai kemampuannya.
Misalnya perencanaan penyesuaian kompensasi, keputusan penempatan dan
memperbaiki desain pekerjaan.
Gomez (2001) dan Nawawi (2003) memahami tujuan dan manfaat
penilaian kinerja adalah untuk memberikan informasi tentang kondisi
keterampilan atau keahlian seorang karyawan, sehingga dapat dijadikan acuan
atau standar oleh organisasi dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan
21

perencanaan kebutuhan SDM. Gomez (2001) lebih memahami pada acuan atau
standar dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan kondisi pekerjaan
karyawan. Nawawi (2003) lebih mengarah pada informasi tentang kondisi
keahlian dari seorang karyawan dalam melaksanakan tugas secara efektif, efisien
dan produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dan
manfaat penilaian kinerja ialah sebagai acuan atau standar di dalam membuat
keputusan yang berhubungan dengan prestasi kerja dan umpan balik organisasi
pada kemampuan dan keahlian karyawan. Hal ini dapat membantu pihak
manajemen untuk memotivasi dan meningkatkan kualitas kerja karyawan
berdasarkan prestasi dan wawasannya pada tujuan organisasi.

Faktor-Faktor yang Berpengaruh


pada Kinerja Individu

Menurut Gibson (1996), terdapat tiga faktor yang berpengaruh pada


kinerja individu, yaitu: faktor individu, psikologis dan organisasi. Faktor individu
yang berpengaruh pada kinerja individu, yaitu: kemampuan, keterampilan, latar
belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi. Faktor
psikologis, yaitu: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan
kerja. Faktor organisasi, yaitu: struktur organisasi, desain pekerjaan,
kepemimpinan dan sistem penghargaan.
Robbins (1996) menjelaskan bahwa, kinerja merupakan fungsi interaksi
antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan
atau opportunity (O), yaitu kinerja Performance (P) = ƒ (A x M x O). Artinya:
kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan. Faktor
kesempatan adalah tingkat kinerja yang tinggi, sebagian merupakan fungsi dari
tidak adanya rintangan-rintangan yang menghambat karyawan itu. Meskipun
seseorang mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi
penghambat. Berdasarkan hal tersebut, kinerja adalah kesediaan seseorang atau
kelompok untuk melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai
dengan tanggungjawabnya dan hasil yang diharapkan.
22

Atmosoeprapto (2000) menyatakan bahwa, kinerja (performance)


merupakan fungsi dari motivasi dan kemampuan yang dapat menimbulkan efek
sinergik bagi individu. Kemampuan yang tinggi dan didukung oleh motivasi yang
tinggi akan memberikan keragaan produktivitas yang lebih baik yang ditentukan
oleh aspek perilaku individu, yaitu: kognitif, psikomotor dan afektif.
Mangkunegara (2001) menjelaskan bahwa terdapat dua faktor yang dapat
berpengaruh pada kinerja individu, yaitu: faktor kemampuan dan motivasi. Faktor
kemampuan, berupa: kemampuan pengetahuan dan keterampilan, sedangkan
faktor motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja.
Hal serupa dijelaskan pula oleh Mathis dan Jackson (2001) bahwa, faktor-faktor
yang memengaruhi kinerja seseorang yaitu: kemampuan, motivasi, dukungan
yang diterima, pekerjaan dan hubungan dengan organisasi.
Lusthaus et al.,(2002) menyatakan bahwa, kinerja organisasi dipengaruhi
oleh tiga faktor, yaitu: kapasitas organisasi, motivasi organisasi dan lingkungan
organisasi yang saling terkait satu sama lain seperti pada Gambar 1.

Lingkungan
Organisasi

Kinerja
Organisasi
Motivasi Kapasitas
Organisasi Organisasi

Gambar 1. Hubungan kinerja dengan faktor-faktor yang memengaruhinya

Kapasitas organisasi merupakan kemampuan suatu organisasi untuk


menggunakan sumberdaya yang tersedia. Motivasi organisasi menunjukkan
kepribadian dasar organisasi dan lingkungan eksternal merupakan faktor kunci di
dalam menentukan tingkat ketersediaan sumberdaya dan kesenangan yang mana
suatu organisasi dapat menyelesaikan kegiatannya (Teddy Rachmat Muliady,
2009).
23

Siagian (2002) menjelaskan bahwa, faktor-faktor yang memengaruhi


kinerja individu melalui rumus P = M x K x T, yakni P adalah Performance atau
kinerja, M adalah Motivasi, K adalah Kemampuan, dan T adalah Tugas yang
tepat. Pandangan ini didasarkan pada rumus: The right man in the right place,
doing the right job at the right time, and getting the right pay. Hal ini dapat
diartikan bahwa penempatan orang yang tepat pada tugas yang tepat, pada waktu
yang tepat dan memperoleh imbalan yang tepat akan berdampak pada peningkatan
kepuasan kerja yang akhirnya akan bermuara pada kesediaan seseorang
meningkatkan produktivitas kerja.
Kopelman dan Timpe (Cokroaminoto, 2007) menjelaskan bahwa, imbalan
atau insentif akan berpengaruh pada kinerja seseorang, hal ini berhubungan
dengan motivasi kerja seseorang dalam melaksanakan tugas organisasi. Pihak
manajer dituntut untuk menciptakan suasana organisasi yang dapat memotivasi
karyawan untuk lebih produktif melalui sistem imbalan yang didasarkan pada
struktur organisasi, desain pekerjaan, proses komunikasi di lingkungan kerja dan
kepercayaan antara karyawan dan pihak manajer organisasi.
Menurut Gibson (1996), Robbins (1996) dan Atmosoeprapto (2000),
faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja individu yaitu: faktor individu,
psikologis, organisasi, kemampuan, keterampilan, motivasi dan kesempatan
dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan organisasi. Gibson (1996) lebih
mengarah pada faktor-faktor yang bersifat umum, seperti: faktor individu,
psikologis dan organisasi. Robbins (1996) dan Atmosoeprapto (2000) memandang
lebih kearah faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan yang dapat
mengembangkan potensi diri karyawan dalam meningkatkan produktivitas kerja
untuk mencapai tujuan organisasi.
Mangkunegera (2001), Mathis dan Jackson (2001) serta Lusthaus et al.,
(2002) berpendapat bahwa, faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu
antara lain: motivasi kerja, lingkungan organisasi, kemampuan, hubungan antar
individu dan tingkat pekerjaan. Mangkunegara (2001), Mathis dan Jackson (2001)
lebih menekankan pada faktor kemampuan pengetahuan dan keterampilan,
motivasi individu pada tugasnya, hubungan antar individu dan tingkat pekerjaan
24

yang dilaksanakan. Lusthaus et al.,(2002) lebih mengarah pada lingkungan


organisasi, motivasi organisasi dan kapasitas organisasi.
Siagian (2002), Kopelman dan Timpe (Cokroaminoto, 2007) berpendapat
bahwa, faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja individu didasarkan pada
motivasi, kemampuan, tugas dan imbalan yang diterima individu dalam
melaksanakan tugas organisasi. Siagian (2002) lebih mengarah pada motivasi,
kemampuan dan tugas yang tepat pada pekerjaan individu. Kopelman dan Timpe
(Cokroaminoto, 2007) menekankan pada imbalan atau insentif yang diterima oleh
individu selama melaksanakan pekerjaan yang pada akhirnya akan memengaruhi
motivasi kerja individu untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
individu dapat dipengaruhi oleh: (1) kemampuan dan keterampilan, (2) imbalan
atau penghargaan, (3) tingkat sosial, (4) pengalaman kerja, (5) sikap dan
kepribadian, (6) pendidikan, (7) motivasi kerja dan (8) lingkungan internal dan
eksternal organisasi. Faktor-faktor tersebut akan berdampak pada keunggulan
kompetitif (competitive advantage) maupun keunggulan komparatif (comparative
advantage) pada kinerja seseorang dalam mencapai tujuan organisasi. Oleh karena
itu penilaian kinerja individu harus dilaksanakan secara teratur, akurat dan
berkesinambungan.

Kinerja Penyuluh Pertanian


Penyuluh merupakan mitra sejajar bagi petani yang mempunyai peran
strategis dalam pembangunan pertanian. Dalam menjalankan peran tersebut,
penyuluh mempunyai tugas pokok dan fungsi yang menjadi acuan dalam
melakukan penyuluhan. Secara konvensional peran penyuluh hanya dibatasi pada
kewajibannya menyampaikan dan memengaruhi masyarakat sasaran untuk
mengadopsi inovasi yang disampaikan. Dalam perkembangannya peran penyuluh
selain menyampaikan inovasi pertanian juga berperan sebagai penghubung antara
pemerintah dengan masyarakat sasaran.
Lippitt et al., (1958) menjelaskan bahwa, peran penyuluh adalah
mengembangkan kebutuhan untuk perubahan berencana, menggerakkan dan
memantapkan hubungan dengan masyarakat sasaran melalui kerjasama dengan
25

tokoh masyarakat dalam merencanakan perubahan sesuai tahapan pembangunan


pertanian. Chamala dan Shingi (1997) berpendapat bahwa, pemberdayaan dapat
menjadi tugas pokok dan fungsi penyuluhan dalam menolong warga masyarakat,
antara lain: (1) mampu mengorganisasikan masyarakat desa dan mengelola
kelompok tani, (2) mampu mengembangkan sumberdaya manusia dan memberi
makna baru pada pengembangan kecakapan teknis dan kecakapan manajemen dan
(3) mampu memecahkan masalah dan mendidik petani dengan jalan memadukan
pengetahuan asli mereka dan pengetahuan modern.
Menurut Haryadi et al., (2001), kinerja penyuluh pertanian merupakan
eksistensi penyuluh dalam memahami keterkaitan tugas dan kebutuhan dasar
program penyuluhan pertanian yang ditunjang oleh motivasi kerja untuk mencapai
tujuan lembaga penyuluhan. Bryan dan Glenn (2004) menyatakan bahwa,
penyuluh dalam memenuhi misinya sebagai agen perubahan perlu memperluas
dan mengembangkan program penyuluhan yang relevan dan berkualitas sebagai
upaya memenuhi kepuasaan petani dalam meningkatkan taraf hidupnya.
North Carolina Cooperative Extension (2006) menyatakan bahwa, kinerja
penyuluh dapat dilihat dari kemampuannya mendesain program penyuluhan yang
meliputi: (1) memahami komponen-komponen dasar program pendidikan non
formal dan mengembangkan program secara partisipatif berdasarkan kebutuhan
masyarakat, agroekosistem dan potensi sumberdaya lokal, (2) mampu
mempublikasikan teknologi terapan dan mengkomunikasikan informasi terbaru
melaui penyusunan materi penyuluhan yang spesifik lokasi dan (3) mampu
menjalin hubungan kerjasama dengan masyarakat dalam membangun jaringan
usaha yang dinamis dan berkelanjutan. Muhammad Bansir (2008) berdasarkan
penelitiannya menjelaskan bahwa, kinerja penyuluh merupakan hasil kerja yang
dicapai penyuluh pertanian berdasarkan status kerja, kondisi kerja yang
menyenangkan dan kebijakan organisasi penyuluhan.
Lippitt et al., (1958) dan Chamala dan Shingi (1997) memahami bahwa,
kinerja penyuluh pertanian merupakan peran penyuluh dalam melakukan
perubahan berencana dan memberdayakan masyarakat melalui pengorganisasian
masyarakat, pengembangan sumberdaya manusia dan memecahkan masalahnya.
Hal ini dicapai dengan mengembangkan kerjasama dengan tokoh masyarakat dan
26

meningkatkan hubungan sosial antar masyarakat. Lippitt et al., (1958) lebih


menekankan pada pengembangan kebutuhan untuk perubahan berencana dan
menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan melalui tindakan yang
nyata dalam kehidupannya. Chamala dan Shingi (1997) lebih mengarah pada
pemberdayaan masyarakat pedesaan dengan mengorganisasikan, mengembangkan
sumberdaya dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
Haryadi et al., (2001), Bryan dan Glenn (2004) berpendapat bahwa,
kinerja penyuluh pertanian merupakan eksistensi penyuluh dalam memahami
keterkaitan tugas dan kebutuhan dasar program penyuluhan pertanian berkualitas
dan relevan dengan kebutuhan petani sebagai bagian dari misi penyuluh untuk
memenuhi kepuasaan petani dalam meningkatkan taraf hidupnya. Haryadi et al.,
(2001) lebih mengarah pada eksistensi penyuluh memahami tugasnya, sedangkan
Brayan dan Glenn (2004) lebih memahami kemampuan penyuluh
mengembangkan program penyuluhan yang berkualitas dan relevan dengan
kebutuhan petani.
North Carolina Cooperative Extension (2006) dan Muhammad Bansir
(2008) memahami kinerja penyuluh pertanian ialah kemampuan dalam mendisain
program penyuluhan, mengembangkan program secara partisipatif sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan agroekosistem yang dilaksanakan melalui kerjasama
antara penyuluh dan masyarakat berdasarkan status kerja, kondisi kerja dan
kebijakan organisasi penyuluhan. North Carolina Cooperative Extension (2006)
lebih mengarah pada kemampuan penyuluh mendisain program penyuluhan,
mendidik petani dan melakukan kerjasama. Muhammad Bansir (2008)
menekankan pada hasil kerja yang dicapai penyuluh pertanian berdasarkan status
kerja, kondisi kerja dan kebijakan organisasi penyuluhan.
Berdasarkan uraian di atas, maka kinerja penyuluh pertanian dapat
didefinisikan sebagai hasil kerja penyuluh berdasarkan status kerja, kondisi kerja,
kebijakan organisasi dan motivasi penyuluh dalam mengimplementasikan
program penyuluhan yang dilaksanakan melalui kerjasama antara petani dan
penyuluh sesuai dengan keinginan petani, kemampuan agroekositem dan potensi
sumberdaya lokal. Komponen dan indikator kinerja penyuluh pertanian dijelaskan
pada Tabel 1.
27

Tabel 1. Komponen dan indikator kinerja penyuluh pertanian

Komponen Indikator Kinerja Penyuluh


Kinerja (Efektif, Efisien dan Relevan)
Persiapan (1) Terkumpulnya data potensi wilayah dan agroekosistem secara jelas
penyuluhan dan lengkap.
(2) Tersusunnya rumusan hasil olahan data potensi wilayah
agroekosistem
secara jelas.
(3) Tersusunnya rencana usahatani wilayah kerja secara jelas.
(4) Tersusunnya rumusan kebutuhan teknologi spesifik lokasi secara
jelas.
(5) Tersusunnya programa penyuluhan pertanian sesuai hasil
identifikasi faktor penentu.
(6) Tersusunnya rencana kerja tahunan secara jelas dan terukur.

Pelaksanaan (1) Tersusunnya materi penyuluhan baik berupa media cetak maupun
penyuluhan elektronik yang sesuai kebutuhan petani dengan bahasa yang
mudah dipahami petani.
(2) Diterapkannya kombinasi berbagai metode penyuluhan sesuai
dengan keadaan petani.
(3) Terbentuknya kelompok tani secara mandiri.
(4) Tumbuhnya kemitraan usaha baik dengan produsen agroinput,
lembaga keuangan dan lembaga pemasaran secara baik.
(5) Terumuskannya hasil penilaian kelas kelompok secara jelas dan
terukur.
(6) Tumbuhnya swadaya petani secara mandiri.
Pengembangan Tersusunnya petunjuk teknis penyuluhan untuk acuan dalam
penyuluhan melaksanakan tugasnya.
Pengembangan (1) Tersusunnya karya tulis ilmiah di bidang penyuluhan pertanian
profesi baik yang dipublikasikan atau tidak.
penyuluhan (2) Tersusunnya makalah ilmiah di bidang penyuluhan pertanian.
(3) Tersusunnya karya tulis ilmiah populer bidang penyuluhan yang
dipublikasikan pada media massa.
(4) Tersusunnya naskah saran pada suatu pertemuan ilmiah.
Evaluasi dan Tersusunnya laporan hasil pelaksanaan penyuluhan setelah kegiatan
pelaporan berakhir.
penyuluhan
Penunjang (1) Terjemahan di bidang pertanian baik yang dipublikasikan atau
penyuluhan tidak dipublikasikan.
(2) Bimbingan terhadap penyuluh dibawah jenjangnya dengan surat
keterangan.
(3) Mengikuti kegiatan, seperti: seminar, lokakarya dan pelatihan
bidang penyuluhan dengan sertifikat atau surat keterangan.
(4) Mengajar/melatih pada kursus tani/diklat penyuluhan dengan surat
keterangan.
(5) Mendapat penghargaan atas prestasi kerjanya dengan sertifikat.
Sumber: Keputusan Menkowasbangpan Nomor: 19/Kep/MK.WASPAN/ 5/1999.
28

Faktor-Faktor yang Berpengaruh


pada Kinerja Penyuluh Pertanian

Karakteristik Penyuluh Pertanian


Lionberger (1960) mengemukakan bahwa, karakteristik individu adalah
personal faktor yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan
seperti: umur, pendidikan dan karakteristik psikologis. Karakterstik psikologis
ialah rasionalitas, fleksibilitas mental, orientasi pada usahatani sebagai bisnisnya
dan kemudahan menerima inovasi. Hal ini dipertegas oleh Bandura (1977) bahwa,
karakteristik individu dapat dipengaruhi oleh perilaku, lingkungan dan individu
saling berinteraksi.
Slamet (1992) menyatakan bahwa umur, pendidikan, status sosial
ekonomi, pola hubungan dan sikap merupakan faktor-faktor individu yang
memengaruhi proses difusi inovasi. Totok Mardikanto (1993) menjelaskan
karakteristik individu merupakan sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang dan
berhubungan dengan aspek kehidupan, antara lain: umur, jenis kelamin, posisi,
jabatan, status sosial dan agama. Robbins (1996) mengungkapkan beberapa
karakteristik individu yang meliputi: umur, jenis kelamin, status perkawinan,
banyaknya tanggungjawab dan pengalaman kerja berdampak pada kinerja.
Karakteristik individu akan menjadikan seseorang berperilaku positif yang berarti
disiplin dan sebaliknya jika tidak sesuai cenderung berperilaku tidak disiplin.
Berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai visi dan misinya secara
berkelanjutan sangat tergantung pada kualitas sumberdaya manusianya (SDM).
SDM yang berkualitas adalah SDM yang minimal memiliki empat karakteristik,
yaitu: (1) competency (knowledge, skill, abilities dan experience) yang memadai;
(2) commitment pada organisasi; (3) selalu bertindak cost-effectiveness pada setiap
aktivitasnya dan (4) congruence of goals yaitu bertindak selaras antara tujuan
pribadi dengan tujuan organisasi (Lako dan Sumaryati, 2002).
Azwar (2003) mengemukakan bahwa, karakteristik individu meliputi
berbagai faktor, seperti: motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling
berinteraksi satu sama lain. Faktor-faktor tersebut berinteraksi pula dengan faktor
lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan mempunyai kekuatan
29

besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih


besar dari pada karakteristik individu.
Karakteristik individu yang berhubungan dengan kinerja disebut juga
sebagai persyaratan jabatan atau person specification. Ruky (2003) merinci
person specification sebagai berikut: (1) kompetensi teknis (technical knowledge
and skills), (2) pelatihan yang pernah diikuti, baik pelatihan kejuruan, spesialisasi,
pendalaman atau latihan-latihan pelengkap, (3) pengalaman kerja, (4) motivasi
(motive), (5) sistem nilai dan sikap sebagai intisari dari budaya organisasi, (6)
kepribadian (personality), (7) pengetahuan (knowledge), (8) keterampilan (skills),
(9) jenis kelamin, (10) umur dan (11) ukuran-ukuran fisik, seperti: berat badan,
tinggi badan, minat, kesenangan, bakat dan penampilan.
Lionberger (1960) dan Bandura (1977) menjelaskan karakteristik individu
merupakan personal faktor yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan
yang dipengaruhi oleh perilaku, lingkungan dan individu saling berinteraksi yang
berdampak pada kemudahan individu menerima inovasi. Lionberger (1960) lebih
mengarah pada semua aspek kehidupan individu, seperti: umur, pendidikan dan
karakteristik psikologis. Bandura (1977) lebih menekankan pada lingkungan dan
perilaku individu yang saling berinteraksi.
Slamet (1992), Totok Mardikanto (1993) dan Robbins (1996) berpendapat
bahwa, karakteristik penyuluh merupakan pola hubungan dari sifat-sifat yang
melekat pada individu dan faktor-faktor lingkungan seperti: umur, jenis kelamin,
pendidikan, status sosial ekonomi, posisi, jabatan, status sosial dan agama yang
menentukan perilaku positif yang berarti disiplin dan berhubungan dengan
persyaratan jabatan atau person specification dalam suatu organisasi yang
memengaruhi proses difusi inovasi. Slamet (1992) menekankan pada pola
hubungan dari sifat-sifat individu yang dapat memengaruhi proses difusi inovasi.
Totok Mardikanto (1993) lebih mengarah pada diri seseorang yang berhubungan
dengan aspek kehidupannya, sedangkan Robbins (1996) lebih memahami sebagai
bentuk perilaku positif yang disiplin dari individu.
Azwar (2003) dan Ruky (2003) berpendapat bahwa, karakteristik individu
meliputi berbagai faktor, seperti: motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap
yang saling berinteraksi satu sama lain yang merupakan suatu bentuk person
30

specification individu dalam organisasi. Azwar (2003) memandang sebagai


bagian dari motivasi, nilai, sikap dan interaksi dari individu, sedangkan Ruky
(2003) lebih memahami hubungan karakteristik dengan kinerja individu sebagai
bagian dari persyaratan jabatan dalam organisasi.
Berdasarkan konsep-konsep yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa, karakteristik penyuluh pertanian yang terdiri dari: umur, jenis
kelamin, pendidikan, pelatihan, pengalaman kerja dan lingkungan sosial budaya
merupakan salah satu unsur pengembangan kualitas sumberdaya manusia yang
dapat menentukan kemampuan penyuluh meningkatkan kualitas kinerja yang baik
untuk membantu petani dalam mengelola usahatani berdasarkan perilaku petani.
Pada pelaksanaan penelitian ini karakteritik penyuluh pertanian yang
dianalisis terdiri dari: karakteristik pribadi dan karakteristik lingkungan penyuluh.
Karakteristik pribadi penyuluh, yaitu: umur, pendidikan formal, pelatihan yang
pernah diikuti dan pengalaman kerja. Karakteristik lingkungan penyuluh terdiri
dari: lokasi tugas, luas wilayah kerja, jumlah petani binaan dan jumlah interaksi
dengan petani.

Kompetensi Penyuluh Pertanian


Boyatzis (1982) menjelaskan bahwa, kompetensi merupakan kemampuan
seseorang untuk menunjukkan kegiatan-kegiatan yang bersifat spesifik dalam satu
lingkungan kerja yang dilakukan dengan penuh tanggungjawab, sehingga yang
bersangkutan dapat menyelesaikan peran dan pekerjaan yang dibebankan
kepadanya. Menurut Gilley dan Eggland (1989), kompetensi merupakan
kemampuan yang dimiliki seseorang, sehingga yang bersangkutan dapat
menyelesaikan tugasnya.
Spencer dan Spencer (1993) menyatakan bahwa, kompetensi adalah “an
underlying characteristic of an individual that is casually related to criterion –
referenced effective and/or superior performance in a job or situation.” Definisi
tersebut menjelaskan bahwa, dalam menggunakan konsep kompetensi harus ada
“kriteria pembanding” (criterion reference) untuk membuktikan bahwa sebuah
elemen kompetensi memengaruhi baik atau buruknya kinerja seseorang. Dengan
demikian dapat dimaknai bahwa kompetensi merupakan karakteristik dasar
31

seseorang yang memengaruhi cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi


terhadap segala situasi yang dihadapi dan bertahan cukup lama dalam diri
manusia.
Spencer dan Spencer (1993) menjelaskan lebih lanjut bahwa, karakteristik
individu yang dapat membentuk kompetensi dan menciptakan kinerja yang baik
adalah: (1) motif individu (motives), (2) ciri-ciri fisik (traits), (3) konsep diri (self
concept), (4) pengetahuan (knowledge) dan (5) kemampuan teknis (skill).
Hubungan kelima komponen karakteristik individu penyusun kompetensi tersebut
tergambar melalui bentuk model seperti pada Gambar 2.

“Tujuan” “Aksi” “Hasil”

Karakteristik Individu Perilaku


(Motif, ciri, konsep diri, Kemampuan Kompetensi
pengetahuan) Teknis

Gambar 2. Hubungan karakteristik individu dengan kompetensi

Masing-masing unsur komponen pada Gambar 2 tersebut dapat dijelaskan


sebagai berikut:
(1) Motif (motives), yaitu: konsistensi berpikir mengenai sesuatu yang diinginkan
atau dikehendaki oleh seseorang, sehingga menyebabkan suatu kejadian.
Motif membawa, mengarahkan dan memilih, menentukan sikap dan
membawa pada suatu tindakan dan tujuan yang akan dicapai dan berbeda
dengan lainnya. Contoh seseorang yang ingin mencapai sesuatu karena
motifnya, secara konsisten yang bersangkutan akan memilih tujuan-tujuan
yang diinginkan untuk dirinya.
(2) Ciri-ciri (traits), yaitu: karakteristik fisik dan tanggapan yang konsisten pada
informasi atau situasi tertentu. Contoh, kecepatan reaksi dan penglihatan yang
tajam adalah ciri fisik yang dibutuhkan oleh seorang pilot pesawat tempur.
Ciri-ciri ini merupakan beberapa karakteristik yang banyak dimiliki oleh
manajer yang sukses. Motif dan kompetensi yang dihasilkan merupakan
intrinsik operant atau awal mula di dalam diri sebagai ciri yang paling
32

penting yang dapat memperkirakan seseorang apakah ia dapat mengerjakan


tugas jangka panjang walaupun tanpa bimbingan dan supervisi.
(3) Konsep diri (self concept), yaitu: sikap, nilai, atau imaginasi seseorang dan
pencitraan diri. Konsep diri merupakan kepercayaan diri seseorang bahwa ia
dapat bertindak secara efektif dalam setiap situasi.
(4) Pengetahuan (knowledge), yaitu informasi yang dimiliki seseorang dalam
area tertentu. Penilaian dalam tes tentang pengetahuan seringkali gagal dalam
memprediksi kinerja, karena mereka gagal mengukur pengetahuan dan
kemampuan yang sesuai dengan pekerjaan yang ada. Hal ini terjadi, karena
banyak tes pengetahuan mengukur tingkat memori, sedangkan yang paling
penting adalah kemampuan untuk mencari informasi. Memori mengenai fakta
yang spesifik kurang penting dibandingkan dengan mencari tahu fakta mana
yang eksis dan relevan dengan permasalahan yang ada.
(5) Kemampuan teknis (skill), yaitu: kemampuan untuk mengerjakan tugas
secara fisik dan mental. Contoh: kemampuan fisik seorang dokter gigi untuk
memperbaiki gigi tanpa merusak saraf atau kemampuan programer komputer
yang dapat mengatur kurang lebih 50.000 kode jalur dan memasukkannya
secara bertahap dan masuk akal.
Widiyatnya (1999) menjelaskan kriteria pembanding yang digunakan
dalam kompetensi untuk membedakan superior performance dengan average
performance adalah: (1) cross cultural interpersonal sensitivity. Kemampuan
untuk memahami budaya orang lain melalui tingkah laku dan ucapannya serta
untuk memprediksi bagaimana mereka akan bereaksi, (2) positive expectations of
others. Kepribadian yang kuat dalam memahami formalitas dan nilai dari orang
lain yang berbeda dengan diri sendiri dan kemampuan untuk mempertahankan
pandangan positif ketika berada dalam tekanan dan (3) speed in learning political
networks. Kemampuan untuk mengerti dengan cepat, sehingga memengaruhi apa
dan siapa masing-masing orang dalam kepentingan politiknya.
Stone (1999) menyatakan bahwa, untuk meningkatkan popularitas
lembaga penyuluhan, penting mengenali kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan
di dalam membangun kekuatan penyuluh untuk abad 21. Kompetensi penyuluh
33

tersebut dijelaskan melalui kompetensi utama penyuluh pada setiap tugas yang
dilaksanakan.
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003
Tanggal 21 Nopember 2003 menjelaskan bahwa, kompetensi adalah kemampuan
dan karakteristik yang dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugasnya
secara efektif dan efisien. Hal ini sejalan penjelasan dari Padmowihardjo (2004)
yang mengemukakan bahwa, kompetensi adalah kemampuan dan rasa
tanggungjawab seseorang pada tugas atau pekerjaan yang dilaksanakan agar dapat
dicapai hasil yang baik. Kompetensi didukung dengan kemampuan intelektual
(cognitif), kemampuan yang berkaitan dengan kejiwaan (affectif) dan kemampuan
gerak fisik (psychomotoric).
Kompetensi inti (core competency) didefinisikan sebagai pengetahuan
dasar, sikap, keterampilan dan perilaku yang berperan untuk keunggulan suatu
program penyuluhan. Wisconsin Cooperative Extension menyatakan bahwa suatu
kompetensi adalah suatu kuantitas yang cukup dari pengetahuan, ketrampilan dan
tanggung jawab untuk memenuhi tugas atau tujuan tertentu. Missouri Cooperative
Extension menyatakan bahwa setiap penyuluh profesional harus memproses
kekuatan-kekuatan pribadi, kemampuan sebagai pendidik, kemampuan di dalam
teknologi informasi dan sebagai ahli (expert) di bidangnya (Deborah et al., 2002).
Neill (2008) melalui Wisconsin Project mengidentifikasi tujuh kompetensi
inti, yaitu: (1) bekerja secara efektif “seseorang memiliki dan menerapkan
kebiasaan dan perilaku kerja yang efektif dengan latar belakang organisasional.”;
(2) belajar secara efektif “seseorang memiliki keahlian dasar yang penting dalam
membaca, menulis dan menghitung; menerapkan keahlian dalam memperoleh
informasi; dan menggunakan alat-alat dan strategi.”; (3) berkomunikasi dengan
jelas “seseorang mampu untuk menerapkan keahlian menulis, berbicara dan
mendengarkan dengan benar dalam menyampaikan informasi, pemikiran dan
pendapat secara jelas.”; (4) bekerja sama “seseorang mampu untuk bekerja
dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas, memecahkan masalah,
menyelesaikan konflik, menyediakan informasi dan menawarkan bantuan.”; (5)
bertanggung jawab “seseorang sadar akan bertanggungjawab terhadap dirinya
34

sendiri dan orang lain untuk setiap aksi dan keputusannya.”; (6) menilai diri
sendiri secara positif “seseorang menerapkan prinsip kebaikan fisik dan psikologis
untuk kehidupannya sendiri” dan (7) berpikir secara kritis dan kreatif “seseorang
menerapkan prinsip dan strategi yang mempunyai tujuan, aktif dan berpikiran
yang terorganisasi.”
Personnel and Organizational Develeopment Committee (Deborah et al.
2002) memperkenalkan sebelas kompetensi inti yang diyakini sesuai untuk
penyuluh profesional, yaitu:
(1) Community and Social Action Processes - the ability to identify and monitor
variables and issues important to community vitality (e.g., demographics,
economics, human services, environmental, etc.) and the ability to use and
apply these variables to program prioritization, planning, and delivery.
(Proses aksi sosial - kemampuan untuk mengidentifikasi dan memonitor
variabel-variabel dan isu-isu penting bagi vitalitas masyarakat (contoh:
demografis, ekonomi, pelayanan manusia, lingkungan dan lain-lain) dan
kemampuan untuk menggunakan dan menerapkan variabel-variabel dalam
memprioritas program, perencanaan dan penyerahan).
(2) Diversity / Pluralism / Multiculturalism – the awareness, commitment, and
ability to include one’s own as well as the other’s different cultural
perception, assumptions, norms, beliefs and values. (Keaneka-ragaman-
kesadaran, komitmen dan kemampuan termasuk rasa memiliki, seperti:
budaya yang berbeda, asumsi-asumsi, norma-norma, kepercayaan dan nilai-
nilai).
(3) Educational Programming – the ability to plan, design, implement, evaluate,
account for, and market significant Extension education programs that
improve the quality of life for Extension learner. (Pemrograman Bidang
Pendidikan-kemampuan merencanakan, desain, penerapan, mengevaluasi,
menghitung dan menjual program pendidikan penyuluhan untuk memperbaiki
mutu hidup pelajar penyuluhan).
(4) Engagement – the ability to recognize, understand, and facilitate
opportunities and to broker the necessary resources that best respond to the
needs of individuals and communities. (Perikatan-kemampuan untuk
35

mengenali, memahami, memudahkan peluang dan sumber daya yang


diperlukan merupakan respon terbaik terhadap kebutuhan dari individu dan
masyarakat).
(5) Information and Education Delivery – the mastery of communication skill
(such as written and verbal), application of technology and delivery methods
for supporting educational programs and guiding behavior change among
Extension learners. (Informasi dan pengantar pendidikan penguasaan
keterampilan berkomunikasi (seperti: lisan dan tulisan), penerapan teknologi
dan metoda-metoda pengantara untuk mendukung program-program
pendidikan dan memandu perubahan perilaku antar pelajar-pelajar
penyuluhan).
(6) Interpersonal Relations – the ability to successfully interact with diverse
individuals and groups to create partnerships, networks and dynamic human
systems. (Hubungan-hubungan antar pribadi-kemampuan interaksi yang
sukses dengan individu dan kelompok-kelompok yang berbeda untuk
menciptakan partnerships, jaringan dan sistem manusia dinamis).
(7) Knowledge of Organization – an understanding of the history, philosophy,
and contemporary nature of Extension. (Pengetahuan tentang organisasi-
pemahaman sejarah, filsafat dan sifat zaman dari penyuluhan).
(8) Leadership – the ability to influence a wide range of diverse individuals and
groups positively. (Kepemimpinan-kemampuan untuk memengaruhi individu
dan kelompok-kelompok yang berbeda secara positif).
(9) Organizational Management – the ability to establish structure, organize
process, develop and monitor resources and lead change to obtain
educational outcomes effectively and efficiently. (Pengelolaan organisasi
kemampuan untuk menetapkan struktur, mengorganisir proses, berkembang
dan memonitor sumberdaya dan memimpin perubahan untuk memperoleh
hasil-hasil bidang pendidikan secara efektif dan secara efisien).
(10) Professionalism – the demonstration of behaviors that reflect high levels of
performance, a strong work ethic, commitment to continuing education and
to the mission, vision and goals of Extension. (Profesionalisme-peragaan
perilaku mencerminkan tingginya tingkat dari kinerja, suatu etika keja yang
36

kuat, komitmen untuk pendidikan berkesinambungan untuk misi, visi dan


sasaran penyuluhan).
(11) Subject Matter – the mastery of scientific discipline, a research body of
knowledge, or a technical proficiency that enhances individual and
organizational effectiveness. (Bidang keahlian atau suatu kecakapan teknis
guna meningkatkan efektivitas individu dan organisasi).
Berdasarkan uraian di atas, maka komponen kompetensi yang dianalisis
pada penelitian ini adalah semua kompetensi inti yang harus dikuasai penyuluh
profesional, yaitu: (1) melaksanakan aksi sosial, (2) mengapresiasi keragaman
budaya, (3) merancang program penyuluhan, (4) mempertemukan sumberdaya
dengan kebutuhan petani, (5) mengelola informasi, (6) hubungan interpersonal,
(7) pemahaman organisasi penyuluhan, (8) kepemimpinan, (9) mengelola
organisasi, (10) profesionalisme dan (11) bidang keahlian.

Motivasi Penyuluh Pertanian


Dahama dan Bhatnagar (1980) menjelaskan bahwa, motivasi merupakan
sebuah argumen atau kombinasi antara kepentingan, perasaan, selera dan
keinginan untuk meningkatkan tindakan yang mempunyai maksud dan menyadari
akan keberadaannya. Koontz et al.,(1980) mendefinisikan motivasi sebagai suatu
pernyataan batin yang terwujud dengan andanya daya kekuatan untuk bertindak
atau bergerak secara langsung melalui saluran perilaku yang mengarah pada
tujuan atau sasaran.
Soemanto (1987) memahami motivasi sebagai perubahan di dalam diri
seseorang yang ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan yang
berhubungan dengan keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states),
tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior) dan
tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals or ends of such behavior).
Hasibuan (1995) berpendapat bahwa, motivasi adalah suatu keahlian atau
daya penggerak dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mereka mau
bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi untuk mencapai kepuasaan dan
tujuan organisasi. Crawford (2005) menjelaskan motivasi sebagai faktor-faktor
yang bisa menyebabkan orang-orang bertindak atau berperilaku dengan cara-cara
37

tertentu. Memotivasi berarti memengaruhi seseorang agar bersedia bertindak,


meliputi: (1) identifikasi atau penghargaan terhadap kebutuhan yang tidak
memuaskan, (2) pembentukan suatu tujuan yang dapat memuaskan kebutuhan dan
(3) menentukan tindakan yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan.
Maslow (1956) mengembangkan motivasi melalui hirarki kebutuhan
masing-masing individu. Setiap individu termotivasi dengan cara kebutuhan yang
menjadi bawaan sejak lahir yang membuat individu tersebut terpuaskan dengan
kebutuhannya, sehingga dapat bertahan hidup. Motivasi melalui hirarki kebutuhan
Maslow di bagi menjadi dua bagian utama, yaitu: (1) kebutuhan dasar yang
terdapat pada hirarki paling bawah yang terdiri dari: (a) kebutuhan fisiologis, (b)
kebutuhan akan rasa aman, (c) kebutuhan akan cinta dan harta (sosial), (2)
kebutuhan tumbuh yang berada di atas kebutuhan dasar yang terdiri dari: (a)
kebutuhan akan penghargaan (status) dan (b) kebutuhan akan aktualisasi diri.
Hirarki kebutuhan Maslow di jelaskan melalui Gambar 3.

Self-actualization
personal growth and fulfilment

Esteem needs
achievement, status, responsibility, reputation

Belongingness and Love needs


family, affection, relationships, work group, etc.

Safety needs
protection, security, order, law, limits, stability, etc.

Biological and Physiological needs


basic life needs - air, food, drink, shelter, warmth, sex, sleep, etc.

Gambar 3. Hirarki kebutuhan Maslow

(1) Kebutuhan fisiologis (lahiriyah), yaitu kebutuhan dasar individu, antara lain:
air, makan, perlindungan, keramahan, sex, tidur dan lain-lain. Manifestasinya
merupakan kebutuhan individu akan pangan, sandang dan papan. Bagi
karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan
fasilitas lainnya, seperti: rumah, kendaraan dan lain-lain menjadi motif dasar
38

dari individu mau bekerja secara efektif dan dapat memberikan produktivitas
yang tinggi bagi organisasi.
(2) Kebutuhan akan rasa aman dan selamat (safety needs). Kebutuhan ini
mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam
kedudukan, jabatan, wewenang dan tanggung jawabnya sebagai karyawan.
Dia dapat bekerja dengan baik dan penuh produktivitas bila ada jaminan
formal atas kedudukan dan wewenangnya.
(3) Kebutuhan akan cinta dan harta atau kebutuhan sosial (social needs).
Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok
kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, meningkatkan
relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan
termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi.
(4) Kebutuhan akan penghargaan atau kebutuhan prestasi (esteem needs).
Kebutuhan akan kedudukan dan promosi di bidang kepegawaian. Kebutuhan
akan simbol-simbol dalam statusnya serta prestis yang ditampilkannya.
(5) Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization). Setiap orang ingin
mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan
kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan dan seringkali nampak
pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam
motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen yang
dapat mensinkronisasikan antara citra diri dan citra organisasi untuk dapat
melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.
Istilah “hirarki” dapat diartikan sebagai tingkatan atau secara analogi
berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa, menaiki suatu tangga berarti dimulai
dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep
tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak
akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua, dalam hal ini keamanan
sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan dan papan terpenuhi;
yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman,
demikian pula seterusnya. Pemenuhan tentang berbagai kebutuhan manusia makin
mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi
sangat diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan
39

berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil


memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin
menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin
berkembang.
McClelland (1961) mengembangkan motivasi berprestasi (achievement
motivation) yang berhubungan dengan tiga kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan akan
prestasi (need of achievement) n-Ach, (2) kebutuhan akan kekuasaan (need of
power) n-Power dan (3) kebutuhan berafiliasi (need of affiliation) n-Affil. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Kebutuhan akan prestasi (need for achievement/n-Ach). Pengertian kebutuhan
untuk berprestasi menurut McClelland adalah suatu daya dalam mental
manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih
efektif dan lebih efisien daripada kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya
yang dapat mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku manusia untuk
mencapai suatu standar prestasi.
(2) Kebutuhan akan kekuasaan (need for power/n-Pow). Pengertian kebutuhan
akan kekuasaan menurut McClelland adalah bentuk ekspresi dari individu
untuk mengendalikan dan memengaruhi orang lain yang berhubungan dengan
kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.
(3) Kebutuhan akan berafiliasi (need for affiliation/n-Affil). Pengertian kebutuhan
akan berafiliasi menurut McClelland adalah hasrat untuk berhubungan antar
pribadi yang ramah, akrab, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan
pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi
umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang
tinggi.
McClelland menjelaskan tiga karakteristik dan sikap motivasi berprestasi,
yaitu: (1) pencapaian hasil kerja lebih penting daripada materi, (2) mencapai
tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar daripada
menerima pujian atau pengakuan dan (3) umpan balik sangat penting, karena
merupakan ukuran kesuksesan karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Umpan
balik tersebut dapat diandalkan, bersifat kuantitatif dan faktual.
40

Herzberg (2000) menjelaskan bahwa, motivasi terdiri dari dua faktor yang
memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu; (1) faktor pemuas ”motivation
factor” yang disebut juga satisfier atau intrinsic motivation, yaitu faktor-faktor
yang sifatnya intrinsik atau bersumber dalam diri seseorang dan (2) faktor
pemelihara”hygienes” yang disebut juga disatisfier atau exstrinsic motivation,
yaitu faktor-faktor sifatnya yang bersumber dari luar diri dan turut menentukan
perilaku seseorang dalam kehidupannya.
Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan atau
pegawai termotivasi yaitu, faktor intrinsik (motivator) atau satisfiers, seperti:
pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan
dalam karier dan pengakuan orang lain. Faktor ekstrinsik (hygiene) pemelihara
atau dissatisfiers, seperti: status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang
individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya,
teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi,
sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang
berlaku.
Karyawan atau pegawai yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi
pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja
dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat.
Kepuasan disini terutama tidak dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat
materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik
cenderung melihat apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan
kinerjanya diarahkan untuk memperoleh hal-hal tersebut. Adapun yang
merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah pekerjaan itu sendiri,
prestasi yang diraih, peluang untuk maju, pengakuan orang lain dan
tanggungjawab. Faktor hygienis terdiri dari: kompensasi, kondisi kerja, status,
supervisi, hubungan antara manusia dan kebijakan perusahaan atau lembaga
pemerintah.
Dahama dan Bhatnagar (1980), Koontz et al.,(1980) dan Soemanto (1987)
menjelaskan bahwa motivasi merupakan kombinasi antara kepentingan, perasaan,
selera dan keinginan yang terwujud dengan adanya kekuatan untuk bertindak atau
bergerak secara langsung melalui saluran perilaku yang mengarah pada pekerjaan.
41

Dahama dan Bhatnagar (1980) dan Koontz et al.,(1980) lebih mengarah


pada kombinasi kepentingan untuk mencapai tujuan yang timbul oleh adanya
kekuatan untuk bertindak atau bergerak secara langsung berdasarkan saluran
perilaku. Soemanto (1987) memandang sebagai reaksi dari tingkah laku yang
didorong oleh keadaan dan tujuan dari tingkah laku tersebut.
Hasibuan (1995) dan Crawford (2005) memahami motivasi sebagai suatu
penggerak dalam mengarahkan karyawan agar bekerjasama, bekerja efektif dan
terintegrasi berdasarkan kemampuannya untuk mencapai kepuasaan dan tujuan
organisasi. Hasibuan (1995) lebih mengarah pada kemampuan karyawan untuk
bekerjasama sama secara efektif dan efisien. Crawford (2005) lebih memandang
pada perilaku karyawan untuk bertindak yang integratif dalam mencapai kepuasan
dan tujuan organisasi.
Maslow (1956), McClelland (1961) dan Herzberg (2000) mengemukakan
persamaan teori motivasi dari aspek kebutuhan individu yang terdiri dari:
kebutuhan dasar, kebutuhan tumbuh, kebutuhan akan berprestasi, kebutuhan akan
kekuasaan, kebutuhan untuk berafiliasi dan kebutuhan individu akan faktor
motivator dan faktor hygienes.
Maslow (1956) memahami motivasi sebagai faktor pemenuhan kebutuhan
yang bercirikan pada kebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh, seorang individu
tidak dapat memenuhi kebutuhan tumbuhnya jika kebutuhan dasarnya belum
terpenuhi. McClelland (1961) lebih mengarah pada motivasi berperasti
(achievement motivation), yaitu: kebutuhan berprestasi, kebutuhan kekuasaan dan
kebutuhan berafiliasi. Pada hakekatnya manusia mempunyai kemampuan untuk
berprestasi di atas kemampuan orang lain. Seseorang dianggap memiliki motivasi
berprestasi jika mempunyai keinginan melakukan suatu karya yang lebih baik dari
karya orang lain. Herzberg (2000) memandang motivasi dari dua faktor, yaitu:
faktor motivator atau motivasi intrinsik (satisfiers) dan faktor pemelihara atau
motivasi ekstrinsik (hygiene). Kedua faktor motivasi tersebut tidak bisa saling
menggantikan dan bukan merupakan suplemen satu terhadap yang lain.
Berdasarkan konsep teori motivasi di atas, maka dapat disimpulkan
motivasi merupakan kondisi yang mendorong, menggerakkan, mengendalikan,
membangkitkan usaha, menumbuhkan perasaan, pengambilan prakarsa dan usaha
42

individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Motivasi ini dapat diamati dari
perilaku yang dihasilkannya, yaitu: cara atau pola pemenuhan kebutuhan dasar,
kebutuhan tumbuh, motivasi berprestasi, faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik
individu yang akan berdampak pada kepuasaan individu terhadap hasil pekerjaan
yang menjadi tanggungjawabnya.
Pada penilitian ini faktor-faktor motivasi penyuluh pertanian yang di
analisis adalah motivasi kebutuhan untuk berprestasi, motivasi kebutuhan untuk
memperoleh kekuasaan, motivasi kebutuhan untuk berafiliasi, motivasi dalam
mendapatkan pengakuan petani atas tugas yang dilakukan dan motivasi atas dasar
penghasilan yang baik dari hasil pekerjaannya.

Kemandirian Penyuluh Pertanian


Kemandirian merupakan suatu sikap yang diperoleh secara kumulatif
selama perkembangan. Individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam
menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga pada akhirnya akan mampu
bertindak dan berpikir sendiri.
Menurut Monks et al.,(2001), kemandirian meliputi: perilaku mampu
berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri
dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Kemandirian
mengandung pengertian: (1) keadaan seseorang yang memiliki hasrat bersaing
untuk maju demi kebaikan dirinya, (2) mampu mengambil keputusan dan inisiatif
untuk mengatasi masalah yang dihadapi, (3) memiliki kepercayaan diri dalam
mengerjakan tugas-tugasnya dan (4) bertanggungjawab terhadap apa yang
dilakukannya.
Ismawan (2003) menyatakan bahwa, kemandirian merupakan suatu sikap
yang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah
demi mencapai satu tujuan, tanpa menutup diri adanya kerjasama yang saling
menguntungkan. Konsep kemandirian ini tidak hanya mencakup pengertian
kecukupan diri (self-sufficiency) di bidang ekonomi, tetapi juga meliputi faktor
manusia secara pribadi yang didalamnya mengandung unsur penemuan diri (self-
discovery) berdasarkan kepercayaan diri (self-confidence). Dalam pengertian
sosial, kemandirian bermakna sebagai organisasi diri (self-organization) atau
43

manajemen diri (self-management). Unsur-unsur tersebut saling berinteraksi dan


melengkapi, sehingga muncul suatu keseimbangan. Setiap keseimbangan yang
dicapai akan menjadi landasan bagai perkembangan berikutnya.
Havighurst (1974) menguraikan empat aspek yang dapat memengaruhi
kemandirian, yaitu: (1) aspek emosi, aspek ini ditujukkan dengan kemampuan
mengontrol emosi dan tidak tergantungnya emosi pada orang tua, (2) aspek
ekonomi, aspek ini ditujukkan dengan kemampuan mengatur ekanomi dan tidak
tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua, (3) aspek intelektual, aspek ini
ditujukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
dan (4) aspek sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk
mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung dari orang lain.
Beckert (2005) menjelaskan bahwa, kemandirian emosional adalah
kemampuan seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri yang merupakan
satu tolok ukur perubahan manajerial pribadinya. Penelitian tentang kemandirian
emosional ini lebih sering difokuskan pada masa remaja awal, karena perubahan-
perubahan biologis, sosial dan emosional yang terjadi selama periode tersebut
sangat signifikan.
Menurut Steinberg (1993), kemandirian emosional merupakan komponen
kemandirian yang berhubungan dengan perubahan kedekatan atau keterikatan
hubungan emosional individu, terutama dengan orang tua. Remaja yang mandiri
secara emosional mempunyai indikator-indikator, seperti: (1) remaja yang mandiri
tidak serta merta lari kepada orang tua ketika mereka dirundung kesedihan,
kekecewaan, kekhawatiran atau membutuhkan bantuan; (2) remaja tidak lagi
memandang orang tua sebagai orang yang mengetahui atau menguasai segalanya;
(3) remaja sering memiliki energi emosional yang besar dalam rangka
menyelesaikan hubungan-hubungan di luar keluarga dan dalam kenyataannya
mereka merasa lebih dekat dengan teman-temannya daripada orang tua dan (4)
remaja mampu memandang dan berinteraksi dengan orang tua sebagai orang pada
umumnya bukan semata-mata sebagai orang tua.
Sarwono (2000) menjelaskan bahwa, usaha remaja untuk memperoleh
kebebasan emosional sering disertai perilaku "pemberontakan" dan melawan
keinginan orang tua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan
44

pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah, maka remaja
akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Hal tersebut membuat
remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orang tua, sehingga remaja lebih
percaya pada teman-teman yang senasib dengannya.
Alwi (2005) berpendapat bahwa untuk mendapatkan kebebasan emosional,
remaja mencoba merenggangkan hubungan emosionalnya dengan orang tua; ia
harus dilatih dan belajar untuk memilih dan menentukan keputusannya sendiri.
Usaha ini biasanya disertai tingkah laku memberontak atau membangkang. Dalam
hal ini diharapkan pengertian orang tua untuk tidak melakukan tindakan yang
bersifat menindas, akan tetapi berusaha untuk membimbingnya secara bertahap.
Kemandirian emosional berhubungan dengan perkembangan remaja mengenai
individualisasi dan melepaskan diri atas ketergantungan mereka pada pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan dasar dari orang tua.
Menurut Godfrey (2003), kemandirian ekonomi merupakan kemampuan
dari suatu entitas untuk menopang kesejahteraannya. Entitas dapat berupa;
individu, keluarga, komunitas, negara, ataupun bangsa. Kemandirian ekonomi
merupakan tujuan antara (intermediate end) yang memfasilitasi suatu entitas
untuk mencapai visi mereka pada kehidupan yang lebih baik.
Swasono (2003) mengemukakan bahwa, kemandirian ekonomi sangat
dipengaruhi oleh budaya ekonomi subordinasi yang mempertahankan hegemoni
ekonomi dan menumbuhkan ekonomi subordinasi tuan hamba dan taoke-koelie
atau jurangan-buruh yang merupakan suatu economic slavery system sebagaimana
berlaku pada zaman usaha VOC, pasca VOC, cultuurstelsel dan pasca
cultuurstelsel, secara imperatif perlu diubah menjadi hubungan ekonomi yang
demokratis, yaitu hubungan ekonomi yang partisipatori-emansipatori. Hal ini
ditujukan untuk menghindari keterdiktean, ketertundukan, ketakmandirian dan
ketergantungan ekonomi.
Susilo Bambang Yudoyono (2009) mengungkapkan bahwa, bangsa yang
mandiri secara ekonomi adalah bangsa yang mampu memenuhi kebutuhannya
dari sumber daya dalam negeri. Namun sekeras apapun sebuah negara mencoba
mandiri, tetap saja membutuhkan kerjasama dengan negara-negara lain. Menurut
Ahmad Heryawan (2009), kemandirian ekonomi dapat juga berarti penciptaan
45

perdamaian dalam lingkup kecil atau lokal, hal ini dapat dicapai melalui
pembangunan lokal (local development) yang bertumpu pada pemberdayaan
penduduk setempat berbasis komunitas.
Menurut Yustika (2007), pengertian kemandirian ekonomi tidak sekadar
diarahkan untuk mengeksploitasi external factor sebagai cara memecahkan
masalah, tetapi justru lebih mengaji internal factor sebagai sumber terciptanya
ketidakmandirian atau ketergantungan. Identifikasi internal factor tersebut akan
bermanfaat dalam tiga hal: (1) kemandirian bukan sebagai konsep yang tertutup,
tetapi tetap dengan memberikan ruang bagi adanya integrasi ekonomi, (2)
menemukan sumber-sumber penyebab ketergantungan sehingga membuat lebih
fokus penyelesaiannya dan (3) memberikan landasan yang lebih jernih untuk
mengaitkan hubungan antara kemandirian dan semangat globalisasi.
Usman (2009) menjelaskan kemandirian ekonomi dari sudut pandang
kekuatan dan kedaulatan suatu Negara yang sektor riilnya (supply side of the
economy) adalah solid dan kuat, karena dipengaruhi oleh sektor permintaan
(demand side of the ecomony), yaitu: sektor fiskal, moneter dan perdagangan
internasional yang solid dan kuat, sehingga negara tersebut hidup dari sektor-
sektor yang memiliki keuntungan absolut (absolute advantage), keuntungan
komparatif (comparative advantage) dan keuntungan kompetitif (comvetitive
advantage).
Masrun (1986) menjelaskan lima komponen kemandirian intelektual,
yaitu: (1) bebas, artinya bertindak atas kehendaknya sendiri bukan karena orang
lain dan tidak tergantung orang lain, (2) progresif dan ulet artinya berusaha untuk
mengejar prestasi, tekun dan terencana dalam mewujudkan harapannya, (3)
inisiatif, yaitu mampu berpikir dan bertindak secara original, kreatif dan penuh
inisiatif, (4) terkendali dari dalam, individu mampu mengatasi masalah yang
dihadapi, mampu mengendalikan tindakannya serta mampu memengaruhi
lingkungan atas usuhanya sendiri dan (5) kemantapan diri (harga diri dan percaya
diri), termasuk dalam hal ini mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan
diri sendiri, menerima dirinya dan memperoleh kepuasan dari usahanya.
46

Utami (1992) mengemukakan bahwa, individu yang mandiri secara


intelektual cenderung lebih terlatih dan berpengalaman dalam memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi. Pengalaman dan latihan yang lebih banyak akan
membuat individu semakin baik kemampuannya dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapi. Setyobudi (2009) mengatakan bahwa, kemandirian intelektual
merupakan kemandirian yang dimiliki oleh manusia yang mempunyai mental,
kemauan keras, sifat jujur, bertanggung jawab dan bermoral tinggi untuk
mencapai tujuan dan kebutuhan hidupnya. Kemandirian intelektual diperlukan
dalam kehidupan individu sebagai anggota masyarakat dan warga negara tentang
kemampuan serta keterampilan intelektual untuk mengembangkan konsep-konsep
yang menyangkut hukum, pemerintah, ekonomi, politik, geografi, hakikat
manusia dan lembaga sosial yang ada dalam kehidupannya.
Menurut Musdalifah (2007), kemandirian sosial adalah keinginan dan
kemauan untuk mencapai tanggung jawab sosial. Hakikat tugas ini adalah
mengembangkan diri menjadi seorang dewasa yang bertanggung jawab pada
kehidupan masyrakat dan bangsa yang selalu memperhitungkan nilai-nilai sosial
dalam tingkah lakunya secara pribadi. Proses pertautan (ikatan) seseorang pada
kelompok sosialnya dimulai sejak lahir. Kemandirian ini ditunjukkan dengan
kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung
atau menunggu aksi dari orang lain.
Unsur-unsur kemandirian yang di analisis pada penelitian ini adalah
kemandirian penyuluh mengembangkan perencanaan program penyuluhan yang
dapat berguna dan bermanfaat bagi petani dalam meningkatkan produktivitas
usahatani, yaitu: (1) kemandirian emosional penyuluh yang ditekankan pada
kemampuan penyuluh mengembangkan diri dan tidak tergantung pada orang lain
di lingkungannya, (2) kemandirian intelektual penyuluh ditekankan pada
kemampuan pola pikir untuk mendapatkan berbagai data dan informasi untuk
pengembangan program penyuluhan, (3) kemandirian ekonomi, terarah pada
kemampuan suatu entitas dalam menopang kesejahteraan penyuluh dan (4)
kemandirian sosial penyuluh diarahkan pada kemampuan penyuluh menyadari
keyakinannya sendiri dalam membina hubungan sosial dengan lingkungan secara
adaptif dan berkesinambungan.
47

Hubungan Faktor-Faktor yang Berpengaruh


pada Kinerja Penyuluh Pertanian

Karakteristik Penyuluh Pertanian


1. Umur
Umur merupakan faktor yang memengaruhi produktivitas individu dalam
meningkatkan kinerja pekerjaan, karena umur sangat berhubungan dengan tingkat
kedewasaan individu dalam berpikir, bertindak dan bekerjasama dalam suatu
lingkungan organisasi. De Cecco (1968) mengemukakan bahwa, umur
berpengaruh pada kematangan fisik dan emosional seseorang, di samping
kemampuannya dalam menyampaikan ide-ide baru. Selain itu umur dapat
menentukan perkembangan seseorang untuk beraktivitas sesuai dengan macam
kegiatan yang dihadapi oleh individu tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat
Salkind (1985) yang menjelaskan bahwa, perkembangan merupakan suatu bagian
yang berhubungan dengan perubahan umur. Umur didefinisikan secara kronologis
suatu kehidupan yang bersangkutan semenjak dilahirkan.
Sudomo dan Jarmie (1985) mengemukakan bahwa, angkatan kerja usia
muda ialah mereka yang berumur 10-34 tahun, sedangkan batas umur seorang
pemuda adalah 10-40 tahun, sehingga sangat berpengaruh pada efektifitas dan
efisiensi kinerja seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya. Semakin bertambah umur, maka beban pekerjaan akan dikurangi
terutama untuk pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik. Szilagyi dan
Wallace (1990) menyatakan bahwa, beberapa pola perilaku mengalami perubahan
ketika manusia tumbuh dewasa sebagai akibat proses sosialisasi. Beberapa potensi
untuk memelajari keterampilan tertentu dipengaruhi oleh usia. Menurut
Schemerhorn, et al.,(1997), umur atau usia seseorang berhubungan dengan
kemampuan dan kemauan belajar serta fleksibilitas. Kesimpulannya, usia tidak
ada hubungannya dengan kinerja seseorang, dalam hal ini orang yang lebih tua
tidak kurang produktif daripada orang muda, meskipun orang yang sudah tua
lebih banyak absen daripada orang yang lebih muda.
Umur merupakan salah satu unsur dari karakteristik pribadi penyuluh
pertanian yang ikut memengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu
penyuluh. Umur berpengaruh pada kemampuan penyuluh pertanian dalam
48

memelajari, memahami, menerima dan mengadopsi suatu teknologi serta


meningkatkan produksivitas kinerjanya. Dengan demikian umur berpengaruh
pada kinerja penyuluh pertanian.

2. Pendidikan Formal
Menurut Mosher (1987) dalam masyarakat yang sedang berkembang,
pendidikan hendaklah ditujukan pada semua tingkatan usia. Dalam masyarakat
tradisional, apa yang dipelajari oleh setiap generasi baru adalah sama dengan apa
yang telah diketahui dan disetujui oleh generasi sebelumnya. Houle (1975)
menjelaskan bahwa, pendidikan merupakan proses pengembangan pengetahuan,
keterampilan maupun sikap individu yang dilakukan secara terencana, sehingga
diperoleh perubahan-perubahan dalam meningkatkan taraf hidupnya. Menurut
Wiraatmadja (1977), pendidikan adalah usaha untuk mengadakan perubahan
perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui
oleh masyarakat. Pendidikan disini adalah pendidikan secara formal, seperti: SD,
SLTP, SLTA dan Perguruan tinggi. Gilley dan Eggland (1989) menjelaskan
bahwa, konsep behavioristik dari kinerja manusia dan konsep pendidikan menjadi
dasar bagi pengembangan sumberdaya manusia. Orientasi ini menekankan pada
pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk tujuan meningkatkan produktivitas
dan efisiensi organisasi.
Pendidikan formal adalah suatu pendidikan yang proses pelaksanaannya
telah direncanakan berdasarkan pada tatanan kurikulum dan proses pembelajaran
yang terstruktur menurut jenjang pendidikan. Pendidikan formal yang diikuti oleh
penyuluh pertanian merupakan gambaran bahwa penyuluh tersebut mempunyai
pengetahuan yang lebih baik jika dibandingkan dengan klien.
Pendidikan formal yang pernah diikuti penyuluh dapat memengaruhi
kinerja penyuluh, karena dengan pendidikan formal seorang penyuluh dapat
meningkatkan kinerjanya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Dengan
tingkat pendidikan yang tinggi seorang penyuluh dapat menyusun strategi
pekerjaan sebagai bagian dari penyelesaian tugas-tugasnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Slamet (1992) bahwa, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan keterampilan, efisien bekerja dan
semakin banyak tahu cara-cara dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih
49

menguntungkan. Dengan demikian tingkat pendidikan formal berpengaruh pada


kinerja penyuluh pertanian.

3. Pelatihan
Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang menggambarkan suatu
proses dalam mengembangkan potensi individu untuk mencapai tujuan organisasi.
Jacius (1968) mengemukakan “istilah pelatihan menunjukkan suatu proses
peningkatan sikap, kemampuan dan kecakapan dari para pekerja untuk
menyelenggarakan pekerjaan secara khusus.” Ungkapan ini menunjukkan
kegiatan pelatihan merupakan proses membantu peserta belajar untuk
memperoleh keterampilan, keahlian yang efektif dan efisien dalam melakukan
pekerjaan mereka sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Hickerson dan Middleton (1975) mendefinisikan pelatihan adalah suatu
proses belajar, tujuannya untuk mengubah kompetensi kerja seseorang, sehingga
berprestasi lebih baik dalam melaksanakan pekerjaannya. Pelatihan dilaksanakan
sebagai usaha untuk memerlancar proses belajar seseorang, sehingga bertambah
kompetensinya melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya
dalam bidang tertentu guna menunjang pelaksanaan tugasnya.
Jahi dan Newcomb (1981) menjelaskan bahwa, pelatihan dapat dilakukan
pada individu, kelompok, organisasi volunteer yang telah mengemban tugas sejak
lama, hal ini bertujuan untuk memerbaharui diri individu maupun kelompok.
Pelatihan dapat memerbaiki karakteristik seseorang, misalnya: (1) mengerti posisi
dan tanggung jawab pada tugas dan pekerjaaan, (2) mengerti proses-proses
pekerjaan yang harus dijalani, (3) memahami peranan masyarakat dalam kegiatan
kerelawanan, (4) memahami pelaksanaan tugas, (5) mampu membuat perencanaan
untuk memulihkan atau menolong client, (6) memahami perencanaan dan
pengaruhnya pada tujuan yang akan dicapai, (7) berusaha membaur dengan
masyarakat yang ditolong, (8) memahami demografi wilayah kerja, (9)
memahami situasi sosial di wilayah kerja, (10) memahami bagaimana
berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat, (11) professional dalam bekerja,
(12) berusaha mencapai tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat secara bersama
dan (13) berpengalaman di wilayah kerja.
50

Menurut Michael (2002), kebutuhan latihan timbul pada saat ada


kesenjangan antara apa yang diperlukan oleh seseorang untuk melakukan
pekerjaan. Definisi ini menjelaskan bahwa, analisis kebutuhan latihan adalah
metode untuk mengetahui apakah ada kebutuhan latihan dan bila memang ada,
kebutuhan latihan apa yang diperlukan untuk mengisi kesenjangan yang ada.
Pelatihan bagi penyuluh pertanian dipersiapkan melalui program pelatihan
bersyarat dan program pelatihan tidak bersyarat. Pelatihan bersyarat sifatnya
berjenjang selaras dengan jabatan/golongan kepangkatan, misalnya Pelatihan
Dasar I dan Pelatihan Dasar II. Pelatihan sifatnya tidak menyaratkan golongan
kepangkatan dan tidak menyaratkan program pelatihan yang telah diikuti, tujuan
program tidak bersyarat ini adalah untuk meningkatkan kemampuan penyuluh
dalam teknologi pertanian, misalnya: pelatihan teknologi/komoditi/budidaya.
Dengan demikian pelatihan yang pernah diikuti oleh penyuluh pertanian akan
berpengaruh pada kinerja mereka.

4. Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja ialah karakteristik individu yang menyangkut masa
kerja dalam suatu organisasi. Gagne (1967) berpendapat bahwa, pengalaman ialah
akumulasi proses belajar yang telah dialami seseorang. Menurut Walker (1973),
pengalaman adalah akumulasi proses mengalami, memengaruhi dan memutuskan
sesuatu yang baru bagi kehidupan seseorang. Hasil penelitian Bryan dan Glenn
(2004) menunjukkan bahwa, pengalaman kerja memberikan efek positif pada
penyuluh baru, sementara pada penyuluh yang sudah lebih lama bekerja akan
menunjukkan tingkat kepuasan klien.
Pengalaman kerja seorang penyuluh menunjukkan kecakapan yang
bersangkutan dalam melakukan pekerjaan, baik dari segi teknis maupun
perencanaan. Seorang penyuluh yang lama bekerja telah berpengalaman dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan klien, sehingga dapat merencanakan
program untuk pengembangan usahatani dengan lebih baik. Jadi pengalaman kerja
penyuluh berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.
51

5. Lokasi Tugas
Lokasi tugas penting diperhatikan oleh pihak manajemen organisasi,
karena berpengaruh langsung pada kinerja karyawan. Menurut Nitisemito (2000),
lokasi tugas atau lingkungan kerja berpengaruh pada pelaksanaan tugas.
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (2008) menjelaskan bahwa, jagung dapat
ditanam di Indonesia mulai dari lahan dataran rendah sampai dataran tinggi antara
1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl
merupakan ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung. Berdasarkan
keadaan lahan budidaya jagung tersebut, maka lokasi tugas penyuluh pertanian
dibedakan menjadi tiga tipologi, yaitu: wilayah dataran rendah, wilayah dataran
sedang dan wilayah dataran tinggi.
Tjitropranoto (2005) menjelaskan bahwa, kegiatan penyuluhan pertanian
perlu memperhitungkan perbedaan lingkungan sumberdaya alam dan iklim pada
lokasi petani tersebut berada. Penyuluh pertanian perlu mengidentifikasi potensi
sumberdaya alam dengan baik dan menggunakannya untuk kepentingan petani
sesuai dengan pilihan teknologi yang tepat dan spesifik lokasi. Kondisi lokasi
tugas yang berbeda berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi kegiatan penyuluh,
sehingga akan menghasilkan tingkat kinerja yang berbeda pula. Penyuluh yang
bertugas di wilayah dataran rendah dan sedang akan lebih mudah dan cepat
melakukan pembinaan pada petani, dibandingkan dengan yang bertugas di
wilayah dataran tinggi. Dengan demikian lokasi tugas akan berpengaruh pada
kinerja penyuluh pertanian.
6. Luas Wilayah Kerja
Luas wilayah kerja merupakan wilayah kerja penyuluh pertanian dalam
melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya dalam melakukan pembinaan pada
petani jagung. Wilayah kerja penyuluh pertanian (WKPP) adalah satu kesatuan
wilayah pertanian yang meliputi satu sampai lima wilayah kecamatan yang secara
efektif dapat dijangkau atau dilayani oleh seorang penyuluh pertanian. Wilayah
kerja balai penyuluh pertanian (WKBPP) merupakan satu wilayah kabupaten/kota
yang secara efektif dapat dijangkau atau dilayani oleh balai penyuluh pertanian
(BPP) dan tersusun atas kurang lebih sepuluh WKPP (Deptan, 2004).
52

Semakin luas wilayah kerja penyuluh pertanian, maka semakin sulit


baginya untuk melakukan penyuluhan, karena akan membutuhkan waktu lama
dan biaya operasional yang tinggi untuk mencapai wilayah kerjanya. Hal ini
berdampak pada terlambatnya informasi pertanian yang akan disampaikan pada
petani, sehingga keinginan petani untuk memperoleh informasi pertanian tidak
segera terwujud. Dengan demikian luas wilayah kerja akan berpengaruh pada
kinerja penyuluhan pertanian.

7. Jumlah Petani Binaan


Jumlah petani binaan merupakan jumlah petani yang berada di wilayah
kerja penyuluh pertanian dan tergabung dalam kelompok tani. Pembinaan kepada
petani harus tertuang dalam rencana kerja mereka. Waktu kegiatan penyuluh yang
tertuang dalam rencana kerja mingguan harus terbagi habis dalam bentuk kegiatan
kunjungan atau pembinaan kepada petani, pertemuan dan pelatihan di BPP serta
penyusunan laporan kegiatan. Atas dasar kebutuhan itu, pola latihan dan
kunjungan (LAKU) mengalokasikan empat hari untuk kunjungan, satu hari untuk
latihan dan satu hari untuk pelaporan.
Bila jumlah petani binaan banyak, maka jumlah kelompok tani akan
semakin banyak. Jumlah ideal kelompok yang dapat dibina oleh penyuluh
pertanian adalah enam sampai delapan kelompok tani atau setara dengan 150
sampai 200 orang petani. Jika jumlah petani yang dibina melebihi delapan
kelompok tani, maka penyuluh akan mengalami kesulitan dalam melakukan
pembinaan secara rutin. Dengan demikian jumlah petani yang dibina akan
berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.

8. Frekwensi Interaksi dengan Petani


Menurut Valera et al., (1987), prinsip penyuluhan pertanian adalah bekerja
bersama sasaran (client) bukan bekerja untuk sasaran. Sasaran penyuluhan adalah
kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda dimulai dari apa yang diketahui
dan dimiliki oleh sasaran. Dalam melaksanakan pekerjaan, penyuluh harus
berkoordinasi dengan organisasi masyarakat dan pemerintah. Informasi yang
disampaikan harus dua arah dan masyarakat harus ikut pada semua aspek kegiatan
pendidikan atau penyuluhan tersebut.
53

Prinsip-prinsip penyuluhan lainnya, mengacu pada minat dan kebutuhan


masyarakat, organisasi masyarakat bawah, keragaman dan perubahan budaya,
kerjasama dan partisipatif masyarakat, demokrasi dalam penerapan ilmu, belajar
sambil bekerja, menggunakan metode yang sesuai, pengembangan kepemimpinan,
spesialisasi yang terlatih, memperhatikan keluarga sebagai unit sosial dan dapat
mewujudkan kepuasan masyarakat (Dahama dan Bhatnagar, 1980). Frekwensi
interaksi dengan petani ialah banyaknya interaksi yang dilakukan penyuluh
dengan petani dalam waktu tertentu. Penyuluhan dalam pembangunan pertanian
diselenggarakan berdasarkan atas kesamaan kedudukan antara penyuluh sebagai
guru dan petani serta pelaku pembangunan lainnya sebagai murid. Dengan
demikian frekwensi interaksi dengan petani berpengaruh pada kinerja penyuluh.

Kompetensi Penyuluh Pertanian


Terkait dengan peningkatan kapasitas masyarakat dalam mekanisme
produksi, penyuluh seharusnya memiliki kompetensi dasar tentang pengetahuan
teknis produksi pertanian. Dalam hal mekanisme pasar, penyuluh hendaknya
memiliki kompetensi pengetahuan dalam hal usahatani, home economic,
pemasaran produksi pertanian dan institutional economic. Keahlian penyuluh
perlu untuk memfasilitasi masyarakat tani agar dapat menempatkan dirinya dalam
mekanisme ekologi, yaitu pengetahuan tentang ekologi sumberdaya pertanian dan
ekologi manusia. Penyuluh diarahkan untuk menguasai kemampuan sosial dalam
perencanaan, metode dan evaluasi program penyuluhan. Hal ini diketahui dengan
memelajari sosiologi pedesaan atau sosiologi pertanian, perubahan sosial,
rekayasa sosial, social marketing, antropologi pertanian serta pengetahuan dasar
tentang hubungan dan interaksi sosial yang saat ini dikenal luas sebagai “social
capital.”
Kemampuan penyuluh dalam merancang program penyuluhan dapat
dilihat pada programa penyuluhan pertanian yang disusunnya; apakah sudah
tertulis secara lengkap? apakah sudah sesuai dengan ketentuan penyusunannya?
apakah sudah memenuhi kebutuhan petani dan potensi wilayah setempat?
Kemampuan penyuluh dalam pelaksanaan program dapat dilihat pada
kegiatan yang dilakukannya; apakah sesuai dengan programa penyuluhan
54

pertanian yang telah disusunnya? apakah berjalan lancar sesuai rencana? apakah
ada partisipasi petani pada kegiatan tersebut?
Kemampuan penyuluh dalam mengelola informasi dapat dilihat pada
media penyuluhan yang tersedia atau pelatihan petani yang diselenggarakannya;
apakah materi media/pelatihan dapat mengisi kebutuhan petani? apakah metoda
yang digunakan cocok dengan situasi petani? apakah dilakukan evaluasi hasil
pelatihan?
Kemampuan dalam melakukan hubungan interpersonal dapat dilihat pada
hubungan atau interaksi yang dilakukannya pada petani maupun stakeholder
lainnya; apakah hubungan berjalan langsung atau tidak langsung? Apakah
hubungan terjadi dengan intensitas yang sering atau jarang?
Penyuluh pertanian yang menguasai sebelas kemampuan inti dapat disebut
sebagai penyuluh profesional yang melaksanakan tugas-tugasnya secara efektif,
efisien dan relevan. Menurut Gilley and Eggland (1989), kompetensi merupakan
kemampuan yang dimiliki seseorang sehingga yang bersangkutan dapat berperan
dengan baik dalam melaksanakan tugasnya. Dengan demikian kompetensi
berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.

Motivasi Penyuluh Pertanian


Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu
kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu (motivasi intrinsik)
maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang
dimiliki individu akan banyak menentukan kualitas perilaku yang ditampilkannya,
baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupannya. Kajian tentang
motivasi memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer dan
peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan pencapaian kinerja seseorang.
Pada dasarnya motivasi dapat mendorong penyuluh untuk bekerja keras,
sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produkitvitas
kerja penyuluh yang berdampak pada pencapaian tujuan lembaga penyuluhan.
Sumber motivasi tersebut antara lain: (1) kemungkinan berkembang, (2) jenis
pekerjaan dan (3) perasaan bangga diterima petani setempat. Di samping itu
55

terdapat beberapa aspek yang berpengaruh pada motivasi kerja penyuluh, yakni:
kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi, kebutuhan untuk
kekuasaan, rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif,
lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan
perlakuan yang adil dari organisasi penyuluh. Dengan melibatkan penyuluh dalam
pengambilan keputusan, pekerjaan yang menarik dan menantang, kelompok dan
rekan-rekan kerja yang menyenangkan, kejelasan akan standar keberhasilan,
output yang diharapkan serta bangga pada pekerjaan dan umpan balik dari petani
dapat menjadi faktor motivasi peningkatan kinerja penyuluh.

Kemandirian Penyuluh Pertanian


Hubeis et al., (1992) menyatakan bahwa, kemandirian merupakan
kemampuan seseorang untuk memanfaatkan potensi diri sendiri dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya yang dicirikan oleh kemampuan dan kebebasan menentukan
pilihan yang terbaik. Menurut Dawam Rahardjo (1992), kemandirian merupakan
upaya seseorang yang didasarkan pada kepercayaan kemampuan diri dan
sumberdaya yang dimiliki sebagai semangat keswadayaan. Keswadayaan
dibentuk melalui keuletan, kerja keras dan jiwa kewirausahaan.
Slamet (2003) menjelaskan bahwa, kemandirian penyuluh menekankan
perlunya kerjasama disertai tumbuh dan berkembangnya; aspirasi, kreatifitas,
keberanian menghadapi resiko dan prakarsa untuk bertindak atas dasar kekuatan
sendiri dalam kebersamaan. Sumardjo (1999) menjelaskan bahwa, kemandirian
penyuluh pertanian adalah kemampuan penyuluh menciptakan situasi belajar yang
kondusif bagi pengembangan kualitas perilaku petani dalam meningkatkan taraf
kehidupannya. Kemandirian penyuluh bukan berarti tidak mau bekerjasama
dengan orang lain atau tergantung pada bantuan pihak lain, akan tetapi perlu
adanya kerjasama untuk membina hubungan mitra kerja yang menguntungkan.
Kemandirian merupakan bagian dari upaya penyuluh pertanian untuk
mengembangkan potensi, kekuatan dan kepercayaan dirinya, baik dari segi
emosional, intelektual, ekonomi dan sosial sebagai perwujudan dari pelaksanaan
tugas penyuluh dalam membantu petani mengembangan usahatani yang dilakukan
56

melalui proses pendidikan non formal dalam bentuk perubahan perilaku. Dengan
demikian kemandirian dapat berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.

Peran Penyuluh Pertanian pada


Kegiatan Petani Jagung
Penyuluhan pertanian merupakan proses pembelajaran bagi petani agar
mereka mau dan mampu menolong serta mengorganisasikan dirinya dalam
mengakses informasi pasar, teknologi permodalan dan sumberdaya lainnya untuk
meningkatkan kualitas usahatani dan kesejahteraannya.
Menurut Kurt Levin (Totok Mardikanto, 1993), ada tiga macam peran
penyuluh dalam melakukan penyuluhan, yaitu: (1) pencairan diri dengan
masyarakat sasaran, (2) menggerakkan masyarakat sasaran untuk melakukan
perubahan dan (3) memantapkan hubungan dengan masyarakat sasaran. Agar
lebih profesional maka seorang penyuluh berperan sebagai pembawa informasi,
pendengar yang baik, motivator, fasilisator, pembentuk kemampuan, dan
keterampilan, pengelola program, pekerja kelompok dan konsultan bagi
masyarakat sasaranya.
Penyuluh pertanian ialah pekerja profesional yang berusaha memengaruhi
atau mengarahkan keputusan inovasi selaras dengan tujuan lembaga penyuluhan.
Penyuluh berfungsi sebagai mata rantai penghubung antara dua sistem sosial atau
lebih. Penyuluh merupakan agen pembaruan dari badan, dinas atau organisasi
yang bertujuan mengadakan perubahan-perubahan di masyarakat ke arah
kemajuan yang lebih baik dengan jalan menyebar luaskan inovasi yang mereka
produksi dan mereka miliki yang telah disusun berdasarkan kebutuhan klien
(Roger dan Shoemaker, 1995).
Kartasapoetra (1997) menguraikan peran penyuluh dalam membangun
pertanian modern, antara lain: (1) sebagai peneliti, yaitu mencari input teknologi
pertanian yang dapat digunakan petani untuk mengembangkan usahataninya, (2)
sebagai pendidik, yaitu meningkatkan pengetahuan atau memberi informasi
kepada petani, sehingga menimbulkan semangat dan kegairahan petani untuk
mengelola usahataninya secara efektif dan efisien dan (3) mengembangkan sikap
keterbukaan dan bekerjasama dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan
57

keluarganya. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), penyuluhan sebagai
bentuk keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara
sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat, sehingga bisa
membuat keputusan yang benar.
Hariadi (2006) menyatakan bahwa, penyuluh harus berperan menggugah
minat masyarakat untuk lebih giat belajar dengan menggunakan berbagai metoda
belajar, media penyuluhan dan teknik-teknik menyuluh. Pengetahuan dan
keterampilan tersebut harus dapat diterapkan penyuluh agar masyarakat berminat
untuk mengadopsi teknologi baru pada kegiatan penyuluhan.
Dari uraian di atas, maka peran penyuluh pertanian dalam pengembangan
usahatani jagung adalah memberi dorongan kepada para petani agar mau
mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara
baru yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan teknologi
pertanian, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan dan peningkatan perilaku
petani dalam meningkatkan produktivitas usahatani jagung.

Perilaku Petani
Skinner (1953) mengungkapkan bahwa, perilaku adalah respon atau reaksi
seseorang pada stimulus atau rangsangan dari luar. Menurut Skinner, hubungan
antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungan dapat
menimbulkan perubahan perilaku. Respon yang diterima seseorang, akibat adanya
stimulus-stimulus yang saling berinteraksi. Interaksi antara stimulus itu akan
memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan tersebut memiliki
konsekuensi yang memengaruhi munculnya perilaku.
Asngari (2001) menjelaskan bahwa, untuk mengubah perilaku seseorang,
dapat dilakukan dengan mengubah tiga unsur perilaku, yaitu: pengetahuan, sikap
mental dan keterampilan. Perubahan masing-masing unsur akan saling
memengaruhi perilaku seseorang. Mohamad Junus Jarmie (1994) menyatakan
bahwa, hubungan antara perilaku dan produktivitas usahatani adalah hubungan
perilaku petani dalam meningkatkan produksi dengan produktivitas usahatani pra
panen.
58

Mosher (1987) menyatakan bahwa, petani dalam menjalankan usahatani


pada dasarnya mempunyai dua peran, yaitu: sebagai juru tani (cultivator) dan
sekaligus sebagai pengelola (manager). Untuk menjalankan kedua peran tersebut,
petani dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam membudidayakan
tanaman. Makeham dan Malcolm (1991) menjelaskan bahwa, bidang utama
pengetahuan yang harus dimiliki petani adalah: (1) produksi dan perlindungan
tanaman, (2) aspek-aspek ekonomi usahatani, (3) pemilihan alat-alat dan
perawatannya, (4) kredit dan keuangan, (5) pemasaran, (6) pengelolaan tenaga
kerja dan komunikasi dan (7) pencarian informasi.
Selain itu, petani juga membutuhkan keterampilan untuk menetapkan
pengetahuannya secara efektif serta mempu melakuan hubungan kemitraan
dengan pelaku agribisnis lainnya, seperti pedagang, koperasi, pemerintah dan
lembaga keuangan lainnya. Keterampilan yang harus dimiliki petani dengan
berbagai tingkat kemampuan, tergantung pada relevansi keterampilan tersebut
untuk situasi mereka masing-masing. Keterampilan itu berupa keterampilan dalam
melakukan produksi (budidaya) dan pemasaran hasil usahatani.
Berdasarkan uraian di atas, maka perilaku yang harus dimiliki petani
dalam rangka meningkatkan produktivitas usahatani adalah pengetahuan dan
keterampilan petani dalam melakukan proses produksi, yaitu: penyiapan sarana
produksi, penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, penyiangan, pengendalian
hama dan penyakit, pengairan, panen, pasca panen dan pemasaran.

Hubungan Kinerja Penyuluh dengan


Perilaku Petani
Tujuan penyuluhan pertanian adalah melakukan perubahan perilaku
petani, agar mereka mampu berpartisipasi aktif dalam program pembangunan
pertanian untuk mengatasi masalah sosial yang mereka hadapi sebagai usaha
meningkatkan produktivitas usahatani.
Menurut Kartasapoetra (1997), penyuluh pertanian adalah orang yang
mengemban tugas untuk memotivasi petani, agar mau mengubah cara berfikir,
cara kerja dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara yang lebih baru sesuai
dengan perkembangan zaman dan teknologi pertanian. Padmowihardjo (2004)
59

menjelaskan bahwa, penyuluh pertanian adalah pemandu petani, pengusaha dan


pedagang untuk menemukan ilmu dan teknologi yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah yang mereka hadapi. Dalam proses kepemanduan, petani,
pengusaha dan pedagang pertanian bukan sebagai “murid” tetapi “mitra belajar”
yang melakukan proses belajar agar menjadi berdaya dalam memecahkan
masalahnya sendiri.
Setiana (2005) membedakan tujuan penyuluhan pertanian, menjadi tujuan
jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek, yaitu menumbuhkan
perubahan-perubahan yang lebih terarah pada usahatani, meliputi: perubahan
pengetahuan, kemampuan, sikap dan tindakan petani. Tujuan jangka panjang,
yaitu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan petani. Tujuan tersebut dapat
dicapai apabila petani melakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) better
farming, mau dan mampu mengubah cara-cara usahataninya dengan cara-cara
yang lebih baik, (2) better business, berusaha yang lebih menguntungkan, mau
dan mampu menjauhi para pengijon dan melakukan pemasaran dengan benar dan
(3) better living, hidup lebih baik. Petani harus mampu menghemat dan menabung
serta mampu mencari alternatif usaha lain untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Kinerja penyuluh pertanian yang baik, akan berdampak pada perubahan
perilaku petani dalam berusahatani. Perubahan perilaku petani akan nampak pada
peningkatan kompetensi pengelolaan usahatani dan meningkatnya partisipasi
petani mengikuti penyuluhan. Peningkatan kompetensi pengelolaan usahatani,
antara lain: penyediaan sarana produksi, penyiapan lahan, penanaman,
pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, pengairan, panen, pasca panen dan
pemasaran hasil produksi. Peningkatan partisipasi petani, antara lain: aktif
mengikuti pertemuan kelompok tani, berperan aktif pada setiap diskusi kelompok
tani, aktif melakukan transfer teknologi pada petani lainnya dan aktif membayar
iuran kelompok tani.

Konsep Usahatani
Usahatani (farm) merupakan perpaduan dari alam (lahan), tenaga kerja dan
modal untuk menghasilkan produksi pertanian. Mosher (1987) mendefinisikan
usahatani sebagai himpunan sumber-sumber alam yang terdapat di suatu tempat
60

atau bagian permukaan bumi tempat pertanian diselenggarakan oleh petani.


Mubyarto (1991) mengemukakan bahwa, usahatani adalah himpunan dari sumber-
sumber alam yang diperlukan untuk produksi pertanian, seperti: tanah, air, sinar
matahari dan bangunan yang ada di atas tanah tersebut. Definisi tersebut
mengandung arti bahwa, ada empat sumber daya yang merupakan faktor produksi
penting usahatani, yaitu: (1) tanah, meliputi kuantitas (luas) dan kualitasnya; (2)
tenaga kerja meliputi kuantitas (jumlah) dan kualitasnya; (3) modal, meliputi
modal tetap dan modal kerja untuk pembelian input variabel dan (4) keterampilan
manejemen usahatani.
Menurut Battese dan Coelli (Sukiyono, 2004), usahatani sebagai rasio
antara produksi usahatani observasi dengan output (produksi) dari fungsi produksi
frontier. Produksi frontier merupakan produksi maksimum untuk menghasilkan
sejumlah input produksi yang dikorbankan, seperti: lahan, modal, tenaga kerja dan
manajemen produksi. Menurut Litbang Pertanian (Sudaryanto et al., 2005),
sebagai sistem usaha pertanian, usahatani merupakan suatu industri biologis yang
memanfaatkan materi dan proses hayati untuk memperoleh laba yang layak bagi
pelakunya yang dikemas dalam berbagai subsistem, mulai dari subsistem pra
produksi, produksi, panen dan pasca panen serta distribusi dan pemasaran.
Subsistem tersebut saling terkait dan memengaruhi antara satu dengan lainnya.
Usahatani dalam sistem agribisnis mencakup seluruh aktivitas produksi,
penyimpanan (storage), distribusi dan processing bahan dasar dari usahatani,
penyaluran input usahatani, penyediaan pelayanan penyuluhan, penelitian dan
kebijakan sistem usahatani (Syahyuti, 2006).
Sadjad (2009) menjelaskan bahwa, sebagai suatu sistem dalam desa,
usahatani menjadi bisnis industri yang dominan. Petani akan menghasilkan
produk industri primer sampai sekunder, sedangkan produk industri tersier dan
kuarter bisa menjadi garapan warga desa lain. Dengan demikian, dalam desa
industri akan terjadi kegiatan operasional usahatani dari subsistem primer,
sekunder, tersier sampai kuarter yang dimungkinkan menjadi kegiatan di
pedesaan. Subsistem primer dalam usahatani, seperti: produksi industri benih,
industri pupuk organik, industri biofuel, industri alat dan mesin pertanian yang
ditangani petani. Subsistem sekunder berupa usahatani di bidang produksi yang
61

menghasilkan bahan baku sampai industri pascapanen sebagai produk industri


primer. Subsistem tersier memproses hasil, seperti: pakan ternak, tepung, kuliner.
Subsistem kuarter yang mengatur distribusi produk akhir dan transportasi produk.
Mosher (1987) dan Mubyarto (1991) memahami usahatani sebagai
himpunan sumber-sumber alam seperti: tanah, air, sinar matahari dan bangunan
yang dipergunakan untuk produksi pertanian yang dilaksanakan oleh petani.
Mosher (1987) lebih memahami pada himpunan sumber-sumber alam yang
digunakan petani untuk usaha pertanian, sedangkan Mubyarto (1991) lebih
mengarah pada usaha produksi pertanian yang dipengaruhi faktor produksi,
seperti: tanah, modal, tenaga kerja dan manajemen usahatani.
Sukiyono (2004) dan Sudaryanto et al.,(2005) memahami usahatani
sebagai rasio antara produksi usahatani observasi dan output (produksi) dari
fungsi produksi frontier yang memanfaatkan materi dan proses hayati untuk
memperoleh laba yang layak bagi pelakunya. Sukiyono (2004) lebih memahami
pada fungsi produksi frontier yang menghasilkan sejumlah input yang
dikorbankan, sedangkan Sudaryanto et al.,(2005) lebih mengarah pada sistem
usaha pertanian yang dikemas dalam berbagai subsistem, mulai dari subsistem pra
produksi, produksi, panen dan pasca panen serta distribusi dan pemasaran.
Syahyuti (2006) dan Sadjad (2009) memahami bahwa, usahatani
mencakup seluruh aktivitas mulai dari proses produksi sampai pada penelitian dan
kebijakan sistem usahatani yang merupakan usaha bisnis industri desa yang
menghasilkan produk primer, sekunder, tersier dan kuarter. Syahyuti (2006) lebih
memahami pada seluruh aktivitas produksi yang ditunjang oleh penelitian dan
kebijakan usahatani, sedangkan Sadjad (2009) lebih mengarah pada usaha bisnis
pedesaan yang menghasilkan produk primer, sekuder, tersier dan kuarter yang
dikerjakan oleh petani dan warga desa.
Berdasarkan uraian di atas, maka usahatani dapat didefinisikan sebagai
sistem usaha pertanian atau bisnis industri pedesaan yang menggunakan sumber-
sumber alam, seperti: tanah, air, sinar matahari dan bangunan diatasnya melalui
proses hayati yang dikemas dalam berbagai subsistem, mulai dari subsistem pra
produksi, produksi, panen dan pasca panen serta distribusi dan pemasaran yang
dapat memberikan keuntungan bagi petani dan keluarganya.
62

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Kerangka Berpikir
Program Agropolitan jagung dilaksanakan terintegrasi dengan program
pembangunan pertanian di Provinsi Gorontalo. Tujuan Program Agropolitan
adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui peningkatan
produksi jagung secara berkesinambungan. Implementasi program agropolitan
jagung secara melembaga dilaksanakan oleh semua pihak yang bergerak di bidang
pertanian tanaman pangan, termasuk petani sebagai penerima manfaat program
agropolitan.
Petani sebagai pelaksana teknis usahatani jagung perlu mendapatkan
berbagai informasi teknologi pertanian yang berhubungan dengan budidaya
jagung termasuk penyediaan sarana produksi, modal usahatani dan peluang pasar
yang dapat menjamin produksi jagung. Berbagai informasi tersebut didapatkan
petani melalui pendekatan sistem penyuluhan yang dilaksanakan secara terpadu
oleh penyuluh pertanian.
Kualitas kinerja penyuluh dalam membantu petani mengelola usahatani
tidak terlepas dari kompetensi dan motivasi penyuluh dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya sebagai penyuluh pertanian. Kompetensi lebih terarah pada
kemampuan penyuluh secara teknis dan manajerial dalam usahatani, sedangkan
motivasi mengarah pada dorongan dan semangat kerja yang terintegrasi pada
pelaksanaan program kerja penyuluh pertanian. Dengan adanya kompetensi dan
motivasi kerja akan menghasilkan kemandirian penyuluh yang berusaha
membantu petani dalam melaksanakan usahatani jagung secara mandiri dan
produktif. Selain itu karakteristik pribadi penyuluh, seperti: umur, tingkat
pendidikan formal, pelatihan yang pernah diikuti, pengalaman kerja, lokasi tugas,
luas wilayah kerja, jumlah petani binaan dan frekwensi interaksi dengan petani
binaan ikut menentukan keberhasilan kinerja penyuluh dalam membantu
kemandirian petani berusahatani jagung.
Keterkaitan antara faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja penyuluh
dan perilaku petani dapat dilakukan dengan pendekatan model logika yang
disusun berdasarkan pengelolaan faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
penyuluh pertanian. Faktor-faktor tersebut dapat dikonkritkan melalui suatu hasil

62
63

penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai bentuk representatif dari


pengembangan model logika usahatani. Gibson (2001) mengungkapkan model
logika seperti tercantum pada Gambar 4 yang menjelaskan tentang perencanaan,
implementasi dan evaluasi dari pengembangan program. Pada tahap pertama
diawali dengan analisis situasi, tahap kedua pengaturan prioritas program dan
tahap ketiga program aksi yang terdiri dari (1) input, (2) output, (3) sasaran yang
ingin dicapai dan (4) outcome yang merupakan sasaran jangka pendek dari
program terutama proses pembelajaran dan jangka menengah yang merupakan
aksi dari pelaksanaan program dan (5) impacts yang berisi tentang sasaran jangka
panjang, yaitu kondisi ekonomi, sosial, lingkungan dan kewarganegaraan. Tahap
keempat yaitu evaluasi yang mencakup fokus, koleksi data, analisis dan
interpretasi serta pencatatan.
Berdasarkan model logika pengembangan program pada Gambar 4, maka
model logika pengembangan usahatani jagung disajikan pada Gambar 5 yang
menjelaskan pengembangan usahatani jagung yang berbasis pada perubahan
perilaku petani dengan memperhatikan situasi sistem penyuluhan di lokasi
penelitian, yaitu; adanya produksi jagung dan kinerja penyuluh yang rendah. Hal
ini perlu pengaturan atau penetapan prioritas pada beberapa faktor internal
penyuluh pertanian, antara lain: karakteristik, kompetensi, motivasi dan
kemandirian penyuluh yang berdampak pada perubahan perilaku petani dalam
memproduksi jagung. Untuk memperbaiki situasi tersebut perlu adanya input
pelaksanaan sistem penyuluhan, yaitu: waktu pelaksanaan, pelaksana penyuluhan,
biaya pelaksanaan, materi atau metode penyuluhan, dukungan hasil penelitian dan
peralatan yang digunakan selama proses penyuluhan. Berdasarkan input tersebut,
akan menghasilkan output berupa kurikulum pembelajaran usahatani jagung yang
berisi tentang proses budidaya jagung dari pemilihan benih sampai pemasaran
jagung. Sasaran kurikulum pembelajaran ini adalah petani binaan yang tujuannya
untuk meningkatkan partisipasi petani mengikuti penyuluhan. Dengan adanya
input sistem penyuluhan dan output kurikulum pembelajaran yang sudah diatur
dengan baik, maka akan menghasilkan outcome jangka pendek peningkatan
kompetensi petani, outcome jangka menengah peningkatan produksi jagung dan
outcome jangka panjang peningkatan pendapatan petani.
64

SITUATION PRIORITY
PROGRAM ACTION
ANALYSIS SETTING
Inputs: Outputs: Out comes: Impacts:
What are the Filters: What we What we do: Who we reach: Short term: Medium term: Long term:
current needs invest:
and assets? Mission Work shop Participants Learning: Action: Conditions:
Vision Training
How do we Time Customers Awareness Behavior Economic
Value Publications
separate Staf Citizens Knowledge Practice Social
Mandates Media work
symptoms from Money Attitudes Decisions Environmental
Resources Curriculum
problems? Materials Satisfaction Skills Policy Civic
Local dynamics Assessments
Research Opinions Social-action
What is the Collaborators Facilitation
Equipment Aspirations
knowledge base? Competitor Counseling Motivation
Volunteer
Intended development
Outcomes Recruitment
Productions
EVALUATION
Focus – Collect data – Analyze and Interpret – Report

Sumber: University of Wisconsin-Extension Cooperative Extension Program Development and Evaluation (2001)

Gambar 4. Program development using the Logic Model


Planning-Implementation-Evaluation

64
65

(Output)
(Input) Keluaran (Outcomes)
Masukan Hasil
(Priority Setting) Kurikulum Pembalajaran
(Situation) (1) Waktu tentang usahatani jagung:
Penetapan prioritas Jangka pendek
pelaksanaan
Situasi penyuluhan (1) Memilih benih jagung
Karakteristik yang baik Kompetensi
• Produksi Penyuluh (2) Staf/penyuluh petani jagung
(Goal)
jagung yang akan (2) Mengolah lahan meningkat
melaksanakan Sasaran
rendah usahatani jagung
Kompetensi penyuluhan
Penyuluh (3) Memupuk jagung Petani binaan
Sistem (3) Biaya Jangka
penyuluhan pelaksanaan (4) Mengendalikan hama menengah
dan penyakit tanaman
Motivasi (4) Materi/metode jagung Produksi
• Kinerja Penyuluh penyuluhan Partisipasi jagung
penyuluh (5) Mengairi dan menyiram petani meningkat
rendah (5) Penelitian jagung
Kemandirian penyuluhan
Penyuluh (6) Memanen jagung Jangka
(6) Peralatan yang
panjang
digunakan (7) Melakukan pasca panen
untuk jagung
penyuluhan Pendapatan
petani
(8) Memasarkan jagung meningkat

Gambar 5. Pengembangan usahatani jagung dengan pendekatan model logika

65
66

Berdasarkan penjelasan konsep pada tinjauan pustaka dan model logika


pengembangan usahatani jagung, maka dirumuskan alur hubungan antar peubah
penelitian seperti terlihat pada Gambar 6.

Karakteristik Penyuluh (X1)


1. Umur
2. Masa kerja Kinerja Penyuluh
3. Pendidikan formal Pertanian (Y1)
4. Pelatihan fungsional
1. Melakukan aksi sosial
5. Pelatihan teknis
2. Mengapresiasi keragaman
6. Wilayah tugas
budaya
7. Cakupan wilayah kerja
3. Merencanakan program
8. Jumlah petani binaan
penyuluhan
9. Frekwensi interaksi dengan petani
4. Memanfaatkan
sumberdaya lokal
5. Mengelola informasi
Kompetensi Penyuluh (X2) penyuluhan
1. Kemampuan aksi sosial 6. Membangun hubungan
2. Kemampuan mengapresiasi keragaman interpersonal
budaya 7. Menyelenggarakan
3. Kemampuan merencanakan program penyuluhan
penyuluhan 8. Menerapkan
4. Kemampuan memanfaatkan sumberdaya kepemimpinan
lokal 9. Manajemen organisasi
5. Kemampuan mengelola informasi 10. Mengembangkan
penyuluhan profesionalisme penyuluh
6. Kemampuan membangun hubungan 11. Menerapkan bidang
interpersonal keahlian teknis
7. Kemampuan menyelenggarakan
penyuluhan
8. Kemampuan kepemimpinan Perilaku Petani Jagung
9. Kemampuan manajemen organisasi (Y2)
10. Kemampuan profesionalisme penyuluh 1. Kompetensi petani
11. Kemampuan bidang keahlian teknis jagung
2. Partisipasi petani jagung

Motivasi Penyuluh (X3)


1. Pengembangan potensi diri
- Luas lahan usahatani
2. Pengakuan petani
- Sarana produksi
3. Penghasilan
- Tenaga kerja
4. Kebutuhan untuk berprestasi
- Biaya operasional
5. Kebutuhan untuk berafiliasi
6. Kebutuhan untuk kekuasaan

Produksi jagung
Kemandirian Penyuluh (X4)
1. Kemandirian intelektual Keterangan:
2. Kemandirian sosial = Hubungan langsung
3. Kemandirian emosional = Hubungan tidak langsung
4. Kemandirian ekonomi
= Hubungan korelasi

Gambar 6. Alur hubungan antar peubah penelitian


67

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dijelaskan, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
(1) Karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh berpengaruh
nyata pada kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usahatani jagung.
(2) Karakteristik, kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh
pertanian berpengaruh nyata pada perilaku petani jagung.
(3) Terdapat hubungan nyata antara peubah karakteristik, kompetensi, motivasi
dan kemandirian penyuluh pertanian.
(4) Terdapat pengaruh nyata kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku
petani jagung.
68

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah ex post facto, yaitu bentuk
penelitian yang menilai peristiwa yang telah terjadi atau penilaian kondisi faktual
di lapangan. Peubah-peubah penelitian meliputi peubah bebas (X) dan peubah
terikat (Y). Peubah bebas (X), terdiri dari: karakteristik penyuluh, kompetensi
penyuluh, motivasi penyuluh dan kemandirian penyuluh. Peubah terikat (Y),
terdiri dari: kinerja penyuluh pertanian dan perilaku petani.
Untuk mengetahui pengaruh peubah bebas pada peubah terikat dan
menguji hipotesis dibuat kerangka hipotetik. Kerangka hipotetik kemudian
dioperasionalisasikan untuk merumuskan model persamaan pengukuran dan
model persamaan struktural sesuai dengan kaidah SEM (Structural Equation
Model). Model persamaan dan kerangka hipotetik penelitian sebagai berikut:
• Persamaan model pengukuran
(1) Pengukuran peubah karakteristik
X 1.1 = λ 1 X 1 + δ 1
X 1.2 = λ 2 X 1 + δ 2
X 1.3 = λ 3 X 1 + δ 3
X 1.4 = λ 4 X 1 + δ 4
X 1.5 = λ 5 X 1 + δ 5
X 1.6 = λ 6 X 1 + δ 6
X 1.7 = λ 7 X 1 + δ 7
X 1.8 = λ 8 X 1 + δ 8
X 1.9 = λ 9 X 1 + δ 9
(2) Pengukuran peubah kompetensi
X 2.1 = λ 10 X 2 + δ 10
X 2.2 = λ 11 X 2 + δ 11
X 2.3 = λ 12 X 2 + δ 12
X 2.4 = λ 13 X 2 + δ 13
X 2.5 = λ 14 X 2 + δ 14
X 2.6 = λ 15 X 2 + δ 15

68
69

X 2.7 = λ 16 X 2 + δ 16
X 2.8 = λ1 7 X 2 + δ 17
X 2.9 = λ1 8 X 2 + δ 18
X 2.10 = λ1 9 X 2 + δ 19
X 2.11 = λ 20 X 2 + δ 20
(3) Pengukuran peubah motivasi
X 3.1 = λ 21 X 3 + δ 21
X 3.2 = λ 22 X 3 + δ 22
X 3.3 = λ 23 X 3 + δ 23
X 3.4 = λ 24 X 3 + δ 24
X 3.5 = λ 25 X 3 + δ 25
X 3.6 = λ 26 X 3 + δ 26
(4) Pengukuran peubah kemandirian
X 4.1 = λ 27 X 4 + δ 27
X 4.2 = λ 28 X 4 + δ 28
X 4.3 = λ 29 X 4 + δ 29
X 4.4 = λ 30 X 4 + δ 30
(5) Pengukuran peubah kinerja penyuluh
Y 1.1 = λ 31 Y 1 + ε 1
Y 1.2 = λ 32 Y 1 + є 2
Y 1.3 = λ 33 Y 1 + є 3
Y 1.4 = λ 34 Y 1 + є 4
Y 1.5 = λ 35 Y 1 + є 5
Y 1.6 = λ 36 Y 1 + є 6
Y 1.7 = λ 37 Y 1 + є 7
Y 1.8 = λ 38 Y 1 + є 8
Y 1.9 = λ 39 Y 1 + є 9
Y 1.10 = λ 40 Y 1 + є 10
Y 1.11 = λ 41 Y 1 + є 11
(6) Pengukuran peubah perilaku petani
Y 2.1 = λ 42 Y 2 + є 12
Y 2.2 = λ 43 Y 2 + є 13
70

• Persamaan model struktural


(1) Model kinerja penyuluh
Y1 = γ1 X1 + γ2 X2 + γ3 X3 + γ4 X4 + ζ1
(2) Model perilaku petani jagung
Y2 = γ5 X1 + γ6 X2 + γ7 X3 + γ8 X4 + β Y1 + ζ2
Untuk menguji model dirumuskan rancangan pengujian model seperti
dijelaskan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rancangan pengujian model penelitian studi kinerja penyuluh
pertanian
Model Hipotesis Statistik Uji Kriteria Uji
Overall H 0 : Matriks kovariansi data sampel tidak Nilai p, Diharapkan H 0
Model Fit berbeda dengan matriks kovariansi RMSEA, diterima, jika: p
populasi yang diestimasi. dan CFI ≥ 0,05; RMSEA
H 1 : Matriks kovariansi data sampel ≤ 0,08 dan atau
berbeda dengan matriks kovariansi CFI ≥ 0,90
populasi yang diestimasi.
Model H 0 : γ 1 = γ 2 = γ 3 = γ 4 = 0: Karakteristik Nilai t Diharapkan H 0
kinerja atau kompetensi atau motivasi atau ditolak, jika:
penyuluh kemandirian tidak memengaruhi kinerja nilai t-hitung ≥
penyuluh. 1,96
H 1 : γ 1 > 0: Karakteristik berpengaruh
positif pada kinerja penyuluh.
H 1 : γ 2 > 0: Kompetensi berpengaruh
positif pada kinerja penyuluh.
H 1 : γ 3 > 0: Motivasi berpengaruh positif
pada kinerja penyuluh.
H 1 : γ 4 > 0: Kemandirian berpengaruh
positif pada kinerja penyuluh.
Model H 0 : γ 5 = γ 6 = γ 7 = γ 8 = β = 0: Nilai t Diharapkan H 0
perilaku Karakteristik atau kompetensi atau ditolak, jika:
petani motivasi atau kinerja penyuluh tidak nilai t-hitung ≥
memengaruhi perilaku petani. 1,96
H 1 : γ 5 > 0: Karakteristik penyuluh
berpengaruh positif pada perilaku petani.
H 1 : γ 6 > 0: Kompetensi penyuluh
berpengaruh positif pada perilaku petani.
H 1 : γ 7 > 0: Motivasi penyuluh
berpengaruh positif pada perilaku petani.
H 1 : γ 8 > 0: Kemandirian penyuluh
berpengaruh positif pada perilaku petani.
H 1 : β > 0: Kinerja penyuluh berpengaruh
positif pada perilaku petani.

Penjelasan peubah dan sub peubah dari model hipotetik dijelaskan pada
Gambar 7 dan Tabel 3.
71

Gambar 7. Kerangka hipotetik model struktural peubah penelitian


72

Tabel 3. Peubah dan sub peubah model persamaan struktural

No Peubah Sub peubah Notasi


Laten Eksogen
1. Karakteristik Umur X 1.1
Pendidikan formal X 1.2
Pelatihan fungsional X 1.3
Pelatihan teknis X 1.4
Masa kerja X 1.5
Wilayah tugas X 1.6
Cakupan wilayah kerja X 1.7
Jumlah petani binaan X 1.8
Frekwensi interaksi dengan petani X 1.9
2. Kompetensi Kemampuan aksi sosial X 2.1
Kemampuan mengapresiasi keragaman budaya X 2.2
Kemampuan merencanakan program penyuluhan X 2.3
Kemampuan memanfaatkan sumberdaya lokal X 2.4
Kemampuan mengelola informasi X 2.5
Kemampuan membangun relasi interpersonal X 2.6
Kemampuan menyelenggarakan penyuluhan X 2.7
Kemampuan kemimpinan X 2.8
Kemampuan manajemen organisasi X 2.9
Kemampuan profesionalisme penyuluh X 2.10
Kemampuan bidang keahlian teknis X 2.11
3. Motivasi Pengembangan potensi diri X 3.1
Pengakuan petani X 3.2
Penghasilan X 3.3
Kebutuhan untuk berprestasi X 3.4
Kebutuhan untuk berafiliasi X 3.5
Kebutuhan untuk kekuasaan X 3.6
4 Kemandirian Kemandirian emosional X 4.1
Kemandirian intelektual X 4.2
Kemandirian ekonomi X 4.3
Kemandirian sosial X 4.4
Laten Endogen
1. Kinerja Penyuluh Melakukan aksi sosial Y 1.1
Mengapresiasi keragaman budaya Y 1.2
Merencanakan program penyuluhan Y 1.3
Memanfaatkan sumberdaya lokal Y 1.4
Mengelola informasi penyuluhan Y 1.5
Membangun hubungan interpersonal Y 1.6
Menyelenggarakan penyuluhan Y 1.7
Menerapkan kepemimpinan Y 1.8
Manajemen organisasi Y 1.9
Mengembangkan profesionalisme penyuluh Y 1.10
Menerapkan bidang keahlian teknis Y 1.11
2. Perilaku petani Kompetensi petani jagung Y 2.1
Partisipasi petani jagung Y 2.2
73

Populasi dan Sampel


Populasi
Unit pengamatan terkecil pada penelitian ini adalah penyuluh pertanian di
Provinsi Gorontalo. Pertimbangan lokasi penelitian, karena (1) Gorontalo adalah
Provinsi yang memrogramkan agropolitan dengan tanaman utama adalah jagung,
(2) jumlah penyuluh pertanian didominasi oleh penyuluh pertanian tanaman
pangan dan (3) petani di Provinsi Gorontalo pada umumnya membudidayakan
jagung sebagai tanaman utama untuk meningkatkan ekonomi keluarga.
Jumlah tenaga penyuluh pertanian yang tersebar di wilayah Provinsi
Gorontalo adalah 481 orang dan jumlah petani binaan sebanyak 45.409 orang,
dengan asumsi bahwa tugas pokok dan peran penyuluh pertanian adalah sama dan
umumnya penyuluh pertanian yang ada di Provinsi Gorontalo berstatus sebagai
pegawai negeri sipil (PNS). Jumlah populasi penyuluh pertanian di Provinsi
Gorontalo disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Ukuran populasi penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo

Kabupaten/Kota Jumlah penyuluh pertanian (orang)


Kabupaten Gorontalo 174
Kabupaten Bone Bolango 91
Kabupaten Boalemo 83
Kabupaten Pohuwato 79
Kabupaten Gorontalo Utara 29
Kota Gorontalo 25
Total Provinsi Gorontalo 481

Sampel
Unit analisis dalam penelitian ini adalah penyuluh pertanian. Penarikan
sampelnya dilakukan dengan cara “contoh acak proporsional,” dari daftar nama-
nama penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo yang telah tersedia. Untuk
kebutuhan data pendukung penelitian, dilibatkan sebanyak 236 orang petani
binaan penyuluh pertanian yang terpilih menjadi sampel. Dengan menggunakan
rumus Slovin (Sevilla, 1993), maka ukuran sampel penyuluh pertanian dengan
tingkat kesalahan delapan persen adalah:
74

N 481
n = ------------ n = -------------------- = 118 orang
1 + N(e)² 1 + 481 (0,08)²

Ni Keterangan: n = ukuran sampel


ni = -------- x n N = ukuran populasi
N e = standar error
ni = ukuran sampel strata i
Ni = ukuran populasi strata i

Dengan diketahuinya ukuran sampel penelitian, maka secara proporsional


dapat ditentukan ukuran sampel penyuluh pertanian pada setiap kabupaten/kota di
Provinsi Gorontalo terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Ukuran sampel penyuluh pertanian tiap kabupaten/kota

No Kabupaten/Kota Ukuran sampel (orang)


1 Kabupaten Gorontalo 43
2 Kabupaten Bone Bolango 22
3 Kabupaten Boalemo 20
4 Kabupaten Pohuwato 20
5 Kabupaten Gorontalo Utara 7
6 Kota Gorontalo 6
Total 118

Data dan Instrumentasi

Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang faktor-
faktor yang memengaruhi kinerja penyuluh pertanian, yang meliputi: peubah (X)
dan peubah (Y).
Peubah (X) yaitu: karakteristik penyuluh (X 1 ) terdiri dari dimensi: (1)
umur, (2) masa kerja, (3) pendidikan formal, (4) pelatihan fungsional, (5),
pelatihan teknis, (6) wilayah tugas, (7) cakupan wilayah kerja, (8) jumlah petani
binaan dan (9) frekwensi interaksi dengan petani. Kompetensi penyuluh (X 2 )
terdiri dari dimensi: (1) kemampuan aksi sosial, (2) kemampuan mengapresiasi
keragaman budaya, (3) kemampuan merencanakan program penyuluhan, (4)
kemampuan memanfaatkan sumberdaya lokal, (5) kemampuan mengelola
75

informasi penyuluhan, (6) kemampuan membangun hubungan interpersonal, (7)


kemampuan menyelenggarakan penyuluhan, (8) kemampuan kepemimpinan, (9)
kemampuan manajemen organisasi, (10) kemampuan profesionalisme penyuluh
dan (11) kemampuan bidang keahlian teknis. Motivasi penyuluh (X 3 ) terdiri dari
dimensi: (1) pengembangan potensi diri, (2) pengakuan petani, (3) penghasilan,
(4) kebutuhan untuk berprestasi, (5) kebutuhan untuk berafiliasi, dan (6)
kebutuhan untuk kekuasaan. Kemandirian penyuluh (X 4 ) terdiri dari dimensi: (1)
kemandirian intelektual, (2) kemandirian sosial, (3) kemandirian emosional dan
(4) kemandirian ekonomi.
Peubah (Y) yaitu: kinerja penyuluh pertanian (Y 1 ) terdiri dari dimensi: (1)
melakukan aksi sosial, (2) mengapresiasi keragaman budaya, (3) merencanakan
program penyuluhan, (4) memanfaatkan sumberdaya lokal, (5) mengelola
informasi penyuluhan, (6) membangun hubungan interpersonal, (7)
menyelenggarakan penyuluhan, (8) menerapkan kepemimpinan, (9) manajemen
organisasi, (10) mengembangkan profesionalisme penyuluh dan (11) menerapkan
bidang keahlian teknis. Dampak dari kinerja penyuluh pertanian adalah perubahan
perilaku petani (Y 2 ), terdiri dari: (1) kompetensi petani jagung dan (2) partisipasi
petani jagung.
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa daftar pertanyaan
(kuesioner). Jenis data yang dihimpun adalah termasuk data interval, yaitu jenis
data yang berjenjang dengan jarak yang sama sesuai derajat atau intensitas
masing-masing indikator peubah sesuai definisi operasionalnya.

Instrument
Instrumentasi merupakan proses penyusunan instrumen yang digunakan
sebagai alat ukur dalam suatu penelitian. Instrumen yang digunakan pada
penilitian ini berupa kuesioner yang berisi daftar pernyataan yang berhubungan
dengan peubah-peubah penelitian. Instrumen penelitian akan sangat menentukan
kualitas data yang dikumpulkan. Instrumen disusun dengan memperhatikan
langkah-langkah sebagai berikut: (1) menentukan peubah-peubah yang terpilih,
(2) peubah-peubah tersebut dijabarkan dalam sub-peubah yang diperoleh dari
teori, hasil penelitian terdahulu dan referensi lain yang relevan, (3) menjabarkan
76

sub-sub peubah dalam bentuk indikator-indikator, (4) menjabarkan indikator-


indikator menjadi komponen-komponen yang dijadikan butir-butir pernyataan dan
(5) menyusun kuesioner dari butir-butir pernyataan tersebut.
Instrumen pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu instrumen
untuk penyuluh pertanian dan untuk petani binaan. Instrumen untuk penyuluh
pertanian berisi pernyataan yang mengukur: (1) karakteristik, (2) kompetensi, (3)
motivasi, (4) kemandirian dan (5) kinerja penyuluh pertanian. Instrumen untuk
petani berisi pernyataan yang mengukur perilaku petani, terdiri dari: (1) tingkat
kompetensi petani, (2) tingkat partisipasi petani, (3) data identitas petani dan (4)
data produktivitas usahatani.

Validitas Instrumen
Upaya untuk memperoleh instrumen yang memiliki tingkat kebenaran
tinggi dilakukan dengan uji validitas. Instrumen yang valid, bila instrumen
tersebut benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.
Validitas instrumen dimaksudkan untuk menguji kebenaran yang
terungkap dari suatu sampel (validitas internal) dan seberapa jauh kebenaran
tersebut berlaku umum bagi suatu populasi yang sedang diselidiki (validitas
eksternal). Validitas instrumen dalam penelitian ini difokuskan pada validitas isi
(content validity), yaitu untuk mengetahui: (1) apakah substansi alat ukur telah
mencerminkan seluruh isi yang dimiliki (property) dan (2) apakah informasi yang
dikumpulkan telah sesuai dengan konsep yang digunakan. Untuk membantu
memperoleh kebenaran instrumen, telah dilakukan dengan bantuan tiga orang
pakar.

Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas instrumen adalah index yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Instrumen yang reliabel, jika
instrumen tersebut digunakan untuk mengukur gejala kedua atau ketiga kalinya
maka hasilnya konsisten. Terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan dalam suatu
reliabilitas instrumen, yaitu: (1) stabilitas, (2) ketepatan (akurasi) dan (3)
kesalahan pengukuran (measurement error). Stabilitas berarti bila mengukur suatu
obyek berkali-kali dengan instrumen yang sama atau sebanding, akan memperoleh
77

hasil yang sama. Ketepatan (akurasi) berarti bila hasil pengukuran yang diperoleh
dari instrumen merupakan hasil pengukuran yang sebenarnya. Kesalahan
pengukuran, bila instrument yang digunakan bebas dari kesalahan pengukuran.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji keterandalan instrumen
sebelum penelitian sesungguhnya dilaksanakan, adalah: (1) uji coba pada
penyuluh dan petani yang bukan responden, terdiri dari: 15 orang penyuluh
pertanian dan 15 orang petani binaan penyuluh di Provinsi Gorontalo, (2) data
yang terkumpul diuji reliabilitasnya dengan menggunakan koefisien Cronbach
Alpha. Hasil analisis nilai koefisien reliabilitas Cronbach Alpha instrumen
penelitian untuk penyuluh pertanian yang berisi 186 item pernyataan adalah 0,943
(sangat reliabel), sedangkan instrumen untuk petani binaan yang berisi 47 item
pernyataan menunjukkan hasil 0,901(sangat reliabel). Dengan demikian instrumen
dapat digunakan untuk pengumpulan data pada responden sesungguhnya.

Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur pada
responden dengan menggunakan kuesioner. Untuk mendukung data primer yang
diperoleh langsung dari responden, dilakukan pengumpulan data sekunder yang
berasal dari instansi terkait, seperti: dinas pertanian, badan penyuluhan dan BPP.
Pengumpulan data dilaksanakan di Provinsi Gorontalo, yang dilakukan dari bulan
Pebruari – April 2010. Untuk membantu kelancaran pengumpulan data, penelitian
ini dibantu oleh beberapa orang penyuluh pertanian sebagai pencacah yang
berasal dari daerah penelitian. Para pencacah tersebut sebelumnya telah dilatih
dan diarahkan oleh peneliti, terutama pemahaman tentang pernyataan-pernyataan
pada kuesioner yang berhubungan dengan sikap penyuluh dan petani yang
menjadi responden.

Analisis Data
Analisis data digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian
dan sekaligus menguji hipotesis. Untuk menemukan model empiris hubungan
kausalitas antar peubah dan faktor-faktor pendukungnya, digunakan analisis SEM
(Structural Equation Model) dengan program LISREL (Linier Structural
78

Relationships). Dengan analisis SEM diharapkan dapat mendeskripsikan peubah


menurut indikator-indikatornya (model pengukuran) dan menjelaskan hubungan
kausalitas antar peubah (model struktural).
Pengujian kesesuaian model dilakukan dengan menggunakan beberapa
ukuran kesesuaian model Goodness-of-Fit-Test (GFT). Suatu model struktural
diindikasikan sesuai atau fit bila memenuhi tiga jenis GFT, yaitu: (1) uji khi
kuadrat p-hitung ≥ 0,05, (2) Root Means Square Error of Approximation
(RMSEA) ≤ 0,08 dan (3) Comparative Fit Index (CFI) ≥ 0,90.
79

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Kinerja Penyuluh Pertanian
Kinerja penyuluh pertanian dianalisis dengan parameter model persamaan
struktural, seperti dijelaskan pada Gambar 8.

Umur (X1.1)
1,00
Masa kerja (X1.2)
0,75
Pend. formal (X1.3) -0,08
Pelat. fungsional (X1.4) -0,08 Karakteristik
Pelat. teknis (X1.5) -0,02 penyuluah
0,05 Melaksanakan aksos (Y1.1)
(X1)
Wilayah tugas (X1.6) 0,14
1,00
Ckpan wil. kerja (X1.7) 0,69 Mengapresiasi keragaman
0,60 budaya (Y1.2)
Jml. petani binaan (X1.8)
Frek. inter. dgn ptni (X1..9) 0,01 Merencanakan program
0,72
penyuluhan (Y1.3)
0,04
Melakukan aksos (X2.1) Memanfaatkan
0,84
Meng. keragmn bdya (X2.2) 0,77 sumberdaya lokal (Y1.4)
0,77 0,07 -0,25
Mernc. prog. peny (X2.3) Mengelola informasi
0,91 0,60
Meman.smbr dy lkl (X2.4) penyuluhan (Y1.5)
0,71 Kinerja 0,30
Mengelola informasi (X2.5) 0,61 Kompetensi 0,45 Membangun relasi
penyuluh penyuluh (Y1) 0,70
0,76 interpersonal (Y1.6)
Hub. interpersonal (X2.6) (X2) (R2 = 0,25)
0,83
Meny. peny. pertanian (X2.7) 0,81 0,70 Penyelenggaraan
Kepemimpinan (X2.8) 0,82 0,62 penyuluhan (Y1.7)
0,79
0,88 -0,07
Manej. organisasi (X2.9) Kepemimpinan penyuluh
0,87 0,61 (Y1.8)
Profesionalisme (X2.10)
Bidang keahlian (X2.11) 0,00 Manajemen organisasi
0,10 (Y1.9)
0,21 0,75
Pengmb. ptnsi diri (X3.1)
0,69 Profesionalisme (Y1.10)
Pengakuan petani (X3.2) 0,34
0,63 0,75
Penghasilan (X3.3) 0,59 Motivasi Bidang keahlian (Y1.11)
-0,01
0.50 penyuluh(X3)
Keb. berprestasi (X3.4) 0,77
Keb. berafiliasi (X3.5) 0,66 -0,02
0,95
Kompetensi petani (Y2.1)
Perilaku petani
Keb. kekuasaan (X3.6)
0,12 (Y2)
Kemandirian intelektual (R2 = 0,45) 0,97 Partisipasi petani (Y2.2)
(X4.1) 0,80
-0,15
Kemandirian sosial 0,87
(X4.2) Kemandirian
Kemandirian emosional 0,55 penyuluh
(X4.3) 0,79 (X4)
Kemandirian ekonomi
(X4.4)

Gambar 8. Estimasi seluruh parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian

79
80

Hipotesis uji kesesuaian model penelitian dinyatakan bahwa H 0 : Matriks


kovariansi data sampel tidak berbeda dengan matriks kovariansi populasi yang
diestimasi dan H 1 : Matriks kovariansi data sampel berbeda dengan matriks
kovariansi populasi yang diestimasi. Dengan kriteria uji: H 0 diterima, jika nilai p-
hitung ≥ 0,05; RMSEA ≤ 0,08 dan CFI ≥ 0,90.
Gambar 8 menunjukkan nilai p-hitung = 0.00000 < 0,05, nilai Root Mean
Square Error of Approximation (RMSEA) = 0,144 > 0,08, dan nilai Comparative
Fit Index (CFI) = 0,61 < 0,90. Maka H 1 diterima atau H 0 ditolak, artinya model
yang diuji tidak mampu mengestimasi matriks kovariansi populasi atau hasil
estimasi parameter model tidak dapat diberlakukan pada populasi penelitian.
Dengan demikian hasil pengujian kesesuaian model Gambar 8 di atas
menunjukkan model pengukuran tidak fit dengan data, maka model perlu
diperbaiki.
Hair et al., (Kusnendi, 2008) menyatakan bahwa, apabila pada model
ditemukan ada indikator yang tidak valid, maka indikator tersebut dikeluarkan
dari model pengukuran. Artinya, model pengukuran diperbaiki dan koefisien
bobot faktor diestimasi ulang. Indikator dikatakan valid dan reliabel mengukur
peubah latennya apabila: (1) secara statistik koefisien bobot faktor nyata pada
tingkat kesalahan α = 0,05 dan (2) besarnya estimasi koefisien bobot faktor
masing-masing indikator yang distandarkan (standardized) tidak kurang dari 0,40
atau 0,50. Dengan demikian perbaikan model yang tidak fit mengacu pada kedua
hal tersebut. Setelah dilakukan perbaikan model, maka ditemukan model yang fit
berdasarkan estimasi parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian dan
statistik t-hitung parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian seperti
pada Gambar 9 dan 10.
Gambar 9 menunjukkan nilai p-hitung = 0,071 > 0,05, nilai Root Mean
Square Error of Approximation (RMSEA) = 0,050 < 0,08 dan nilai Comparative
Fit Index (CFI) = 0,97 > 0,90. Berdasarkan uji kesesuaian model, maka H 0
diterima atau H 1 ditolak, artinya model yang diuji mampu mengestimasi matriks
kovariansi populasi atau hasil estimasi parameter model dapat diberlakukan pada
populasi penelitian. Dengan demikian hasil pengujian kesesuaian model
menunjukkan model pengukuran fit dengan data.
81

Umur (X1.1) 0,96

Masa kerja 0,77 Karakteristik


(X1.2) penyuluh (X1)
0,72
Jml petani
binaan (X1.8)
0,07 -0,30 Mengapresiasi
keragaman
0,06 budaya (Y1.2)
Merencanakan 0,59
prog. penyuluhan 0,90
Kinerja
(X2.3) Kompetensi 0,88 penyuluh (Y1)
penyuluh (X2) (R2=0,74)
0,80
Kepemimpinan 0,49 Mengelola
informasi
(X2.8)
-0,11 0,22 penyuluhan (Y1.5)
0,24
Pengembangan
potensi Diri 1,00
(X3.1) Motivasi 0,83
penyuluh (X3)
-0,31
0,64
Keb.untuk 0,50
berafiliasi (X3.5) Kompetensi
petani (Y2.1)
0,25 0,94

Perilaku Petani
Kemandirian 0,78 (Y2)
intelektual (X4.1) (R2=0,69)
Kemandirian
penyuluh (X4) 0,98
Partisipasi
0,92 petani (Y2.2)
Kemandirian
sosial (X4.2)
Chi-Square = 71,12, df = 55, p-hitung = 0,071, RMSEA = 0,050, CFI = 0,97

Gambar 9. Estimasi parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian

Joreskog dan Sorbom (Kusnendi, 2008) menjelaskan bahwa, hasil uji


kebermaknaan uji t-test pada parameter model dengan nilai statistik t-hitung
ditetapkan sebesar 1,96. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10.
82

Umur (X1.1) 12,61

Masa kerja 9,36 Karakteristik


(X1.2) penyuluh (X1)
8,53
Jml petani
binaan (X1.8)
0,66 -2,58 Mengapresiasi
keragaman
Merencanakan 0,64
11,46 3,99 budaya (Y1.2)
prog. penyuluhan Kinerja
(X2.3) Kompetensi 3,34 penyuluh (Y1)
penyuluh (X2) (R2=0,74)
9,72
Kepemimpinan 3,64 Mengelola
(X2.8) informasi
-1,11 2,19
2,59 penyuluhan(Y1.5)
)
Pengembangan 15,30
potensi diri (X3.1) Motivasi
2,84
penyuluh (X3)
7,81 -2,12
Keb.untuk
5,71
berafiliasi (X3.5) Kompetensi
2,66 petani (Y2.1)
6,69
Kemandirian 8,30 Perilaku petani
intelektual (X4.1) (Y2)
Kemandirian (R2=0,69)
penyuluh (X4) 6,52 Partisipasi
9,76 petani (Y2.2)
Kemandirian
sosial (X4.2)

Chi-Square = 71,12, df = 55, p-hitung = 0,071, RMSEA = 0,050, CFI = 0,97

Gambar 10. Statistik t-hitung parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian

Gambar 10 menunjukkan hasil uji statistik t-hitung untuk semua hasil


estimasi parameter model. Setiap indikator dikatakan nyata (signifikan) apabila
nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel pada taraf nyata 0,05 yaitu sebesar 1,96.
Dengan demikian persamaan model pengukuran dan model persamaan struktural
pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:
 Persamaan model pengukuran:
(1) Muatan (loading) pada peubah karakteristik penyuluh (X 1 ):
X 1.1 = 0,96 X 1
X 1.2 = 0,77 X 1
X 1.8 = 0,72 X 1
83

(2) Muatan (loading) pada peubah kompetensi penyuluh (X 2 ):


X 2.3 = 0,90 X 2
X 2.8 = 0,80 X 2
(3) Muatan (loading) pada peubah motivasi penyuluh (X 3 ):
X 3.1 = 1,00 X 3
X 3.5 = 0,64 X 3
(4) Muatan (loading) pada peubah kemandirian penyuluh (X 4 ):
X 4.1 = 0,78 X 4
X 4.2 = 0,92 X 4
(5) Muatan (loading) pada peubah kinerja penyuluh (Y 1 ):
Y 1.2 = 0,59 Y 1
Y 1.5 = 0,49 Y 1
(6) Muatan (loading) pada peubah perilaku petani (Y 2 ):
Y 2.1 = 0,94 Y 2
Y 2.2 = 0,98 Y 2
 Persamaan model struktural:
(1) Y 1 = -0,30 X 1 + 0,88 X 2 + 0,22 X 3 – 0,31 X 4
(2) Y 2 = 0,83 Y 1

Keterangan:
X1 = karakteristik penyuluh, X2 = kompetensi penyuluh, X3 = motivasi penyuluh
X4 = kemandirian penyuluh, Y1 = kinerja penyuluh, Y2 = perilaku petani
Secara keseluruhan hasil analisis model struktural kinerja penyuluh
pertanian berdasarkan model yang fit dengan data, dapat ditunjukkan melalui
hubungan antar peubah/sub peubah, pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung,
total pengaruh dan t-hitung peubah/sub peubah penelitian yang diringkas pada
Tabel 6.
84

Tabel 6. Dekomposisi pengaruh antar peubah/sub peubah model kinerja


penyuluh pertanian
Pengaruh
Hubungan antar peubah/sub peubah t-hitung
Langsung Tdk langsung Total
Karakteristik
Kinerja penyuluh -0,30 - -0,30 -2,58
penyuluh
Karakteristik Apresiasi keragaman
- -0,18 -0,18 -3,12
penyuluh budaya
Karakteristik Pengelolaan informasi
- -0,15 -0,15 -2,94
penyuluh penyuluhan
Kompetensi
Kinerja penyuluh 0,88 - 0,88 3,34
penyuluh
Kompetensi Apresiasi keragaman
- 0,52 0,52 5,17
penyuluh budaya
Kompetensi Pengelolaan informasi
- 0,44 0,44 4,45
penyuluh penyuluhan
Motivasi
Kinerja penyuluh 0,22 - 0,22 2,19
penyuluh
Motivasi Apresiasi keragaman
- 0,13 0,13 2,37
penyuluh budaya
Motivasi Pengelolaan informasi
- 0,11 0,11 2,29
penyuluh penyuluhan
Kemandirian
Kinerja penyuluh -.0,31 - -0,31 -2,12
penyuluh
Kemandirian Apresiasi keragaman
- -0,19 -0,19 -2,58
penyuluh budaya
Kemandirian Pengelolaan informasi
- -0,15 -0,15 -2,48
penyuluh penyuluhan
Karakteristik
Perilaku petani - -0,25 -0,25 -2,96
penyuluh
Karakteristik
Kompetensi petani - -0,24 -0,24 -3,37
penyuluh
Karakteristik
Partisipasi petani - -0,25 -0,25 -3,41
penyuluh
Kompetensi
Perilaku Petani - 0,73 0,73 4,52
penyuluh
Kompetensi
Kompetensi petani - 0,69 0,69 6,61
penyuluh
Kompetensi
Partisipasi petani - 0,72 0,72 6,89
penyuluh
Motivasi
Perilaku Petani - 0,18 0,18 2,29
penyuluh
Motivasi
Kompetensi petani - 0,17 0,17 2,47
penyuluh
Motivasi
Partisipasi petani - 0,18 0,18 2,48
penyuluh
Kemandirian
Perilaku Petani - -0,26 -0,26 -2,49
penyuluh
Kemandirian
Kompetensi petani - -0,24 -0,24 -2,72
penyuluh
Kemandirian
Partisipasi petani - -0,26 -0,26 -2,74
penyuluh
Kinerja
Perilaku Petani 0,83 - 0,83 2,84
penyuluh
Kinerja
Kompetensi petani - 0,78 0,78 4,01
penyuluh
Kinerja
Partisipasi petani - 0,82 0,82 4,07
penyuluh
Keterangan: t 0,05 tabel = 1,96
85

Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi dan


Kemandirian penyuluh pada Kinerja Penyuluh
Pertanian dalam Pengembangan Usahatani Jagung
Hipotesis 1: “Karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian
penyuluh berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian dalam
pengembangan usahatani jagung.” Cara menguji Hipotesis 1 dilakukan dengan
membandingkan nilai t-hitung dan t-tabel untuk masing-masing peubah. Jika nilai
t-hitung pengaruh peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian
pada kinerja penyuluh pertanian lebih besar dari t-tabel (1,96) pada taraf nyata
0,05, maka Hipotesis 1 diterima. Hal ini dijelaskan pada Tabel 7 yang
menampilkan koefisien dan t-hitung pengaruh peubah karakteristik, kompetensi,
motivasi dan kemandirian pada kinerja penyuluh pertanian.
Tabel 7. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah karakteristik,
kompetensi, motivasi dan kemandirian pada kinerja penyuluh
pertanian
Pengaruh
Hubungan Antar Peubah t-hitung R2
langsung
Karakteristik penyuluh Kinerja penyuluh -0,30 -2,58

Kompetensi penyuluh Kinerja penyuluh 0,88 3,34


74%
Motivasi penyuluh Kinerja penyuluh 0,22 2,19

Kemandirian penyuluh Kinerja penyuluh -0,31 -2,12


Keterangan: t 0,05 tabel = 1,96

Tabel 7 menunjukkan adanya pengaruh langsung peubah karakteristik,


kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian
masing-masing: -0,30; 0,88; 0,22 dan -0,31 yang berbeda nyata pada α = 0,05.
Secara matematik persamaan model struktural kinerja penyuluh pertanian adalah:
Y 1 = -0,30 X 1 + 0,88 X 2 + 0,22 X 3 -0.31 X 4 ; Y 1 merupakan kinerja penyuluh; X 1
karakteristik penyuluh; X 2 kompetensi penyuluh; X 3 motivasi penyuluh; dan X 4
kemandirian penyuluh. Secara bersama pengaruh keempat peubah (X) tersebut
pada kinerja penyuluh pertanian sebesar 74 persen yang nyata pada α = 0,05. Jadi
Hipotesis 1 diterima. Hal ini dapat dijelaskan bahwa:
(1) Karakteristik penyuluh secara langsung berpengaruh nyata pada kinerja
penyuluh pertanian, berarti setiap peningkatan satu satuan karakteristik
penyuluh, akan menurunkan kinerja penyuluh pertanian sebesar 0,30 satuan.
86

(2) Kompetensi penyuluh secara langsung berpengaruh nyata pada kinerja


penyuluh pertanian, berarti setiap peningkatan satu satuan kompetensi
penyuluh, akan meningkatkan kinerja penyuluh pertanian sebesar 0,88
satuan.
(3) Motivasi penyuluh secara langsung berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh
pertanian, berarti setiap peningkatan satu satuan motivasi penyuluh, akan
meningkatkan kinerja penyuluh pertanian sebesar 0,22 satuan.
(4) Kemandirian penyuluh secara langsung berpengaruh nyata pada kinerja
penyuluh pertanian, berarti setiap peningkatan satu satuan kemandirian
penyuluh, akan menurunkan kinerja penyuluh pertanian sebesar 0,31 satuan.
(5) Karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian secara bersama-sama
berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian dengan koefisien
determinasi sebesar 74 persen, sisanya 26 persen merupakan pengaruh
peubah lain di luar penelitian ini.

Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi,


Kemandirian dan Kinerja Penyuluh Pertanian
pada Perilaku Petani Jagung
Hipotesis 2: “Karakteristik, kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja
penyuluh pertanian berpengaruh nyata pada perilaku petani jagung.” Cara menguji
Hipotesis 2 dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dan t-tabel untuk
masing-masing peubah, seperti diuraikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah karakteristik,
kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh
pertanian pada perilaku petani

Total Koefisien Pengaruh


Hubungan Antar Peubah t-hitung
Langsung Tdk langsung
Karakteristik
Perilaku petani - -0,25 -2,96
penyuluh
Kompetensi
Perilaku petani - 0,73 4,52
penyuluh
Motivasi penyuluh Perilaku petani - 0,18 2,29
Kemandirian
Perilaku petani - -0,26 -2,49
penyuluh
Kinerja penyuluh Perilaku petani 0,83 - 2,84
Keterangan: t 0,05 tabel = 1,96
87

Tabel 8 menunjukkan nilai t-hitung pengaruh peubah karakteristik,


kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh pertanian pada perilaku
petani jagung lebih besar dari t-tabel (1,96) pada taraf nyata 0,05. Pengaruh
peubah karakteristik, kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh
pada perilaku petani jagung secara berurutan, yaitu: -0,25; 0,73; 0,18; -0,26 dan
0,83 yang nyata pada α = 0,05. Karakteristik, kompetensi, motivasi dan
kemandirian berpengaruh tidak langsung pada perilaku petani jagung, sedangkan
kinerja penyuluh pertanian berpengaruh langsung pada perilaku petani jagung,
sehingga secara matematik persamaan model struktural perilaku petani jagung
adalah: Y 2 = 0,83 Y 1 ; Y 2 merupakan perilaku petani jagung dan Y 1 merupakan
kinerja penyuluh pertanian. Jadi Hipotesis 2 diterima. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
(1) Karakteristik penyuluh secara tidak langsung berpengaruh nyata pada perilaku
petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan karakteristik penyuluh, akan
menurunkan perilaku petani jagung sebesar 0,25 satuan.
(2) Kompetensi penyuluh secara tidak langsung berpengaruh nyata pada perilaku
petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan kompetensi penyuluh, akan
meningkatkan perilaku petani jagung sebesar 0,73 satuan.
(3) Motivasi penyuluh secara tidak langsung berpengaruh nyata pada perilaku
petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan motivasi penyuluh, akan
meningkatkan perilaku petani jagung sebesar 0,18 satuan.
(4) Kemandirian penyuluh secara tidak langsung berpengaruh nyata pada perilaku
petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan kemandirian penyuluh, akan
menurunkan perilaku petani jagung sebesar 0,26 satuan.
(5) Kinerja penyuluh pertanian secara langsung berpengaruh nyata pada perilaku
petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan kinerja penyuluh pertanian,
akan meningkatkan perilaku petani jagung sebesar 0,83 satuan.

Hubungan antar Peubah Karakteristik,


Kompetensi, Motivasi dan Kemandirian
Penyuluh Pertanian
Hipotesis 3: “Terdapat hubungan nyata antara peubah karakteristik,
kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pertanian.” Cara menguji
Hipotesis 3 dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dan t-tabel untuk
88

masing-masing hubungan antar peubah. Jika nilai t-hitung hubungan antar peubah
karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pertanian lebih
besar dari t-tabel (1,96) pada taraf nyata 0,05, maka Hipotesis 3 diterima. Hal ini
dijelaskan pada Tabel 9.
Tabel 9. Arah, koefisien dan t-hitung hubungan antar peubah karakteristik,
kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pertanian

Arah/Koefisien
Hubungan Antar Peubah t-hitung
Hubungan
Karakteristik
Kemandirian penyuluh -0,11 -1,11
penyuluh
Karakteristik
Motivasi penyuluh 0,06 0,64
penyuluh
Karakteristik
Kompetensi penyuluh 0,07 0,66
penyuluh
Kompetensi
Kemandirian penyuluh 0,50 5,71
penyuluh
Kompetensi
Motivasi penyuluh 0,24 2,59
penyuluh
Motivasi penyuluh Kemandirian penyuluh 0,25 2,66
Keterangan: t 0,05 tabel = 1,96

Tabel 9 menunjukkan arah, koefisien dan t-hitung hubungan antar peubah,


yaitu: karakteristik dan kemandirian penyuluh, karakteristik dan motivasi
penyuluh, serta karakteristik dan kompetensi penyuluh. Koefisien hubungan antar
peubah tersebut: -0,11; 0,06; dan 0,07 yang tidak nyata pada α = 0,05. Kemudian
terdapat hubungan antar peubah kompetensi dan kemandirian penyuluh,
kompetensi dan motivasi penyuluh, motivasi dan kemandirian penyuluh.
Koefisien hubungan antar peubah tersebut: 0,50; 0,24; dan 0,25 yang berbeda
nyata pada α = 0,05. Jadi Hipotesis 3 diterima pada hubungan antar peubah
kompetensi dan kemandirian penyuluh, kompetensi dan motivasi penyuluh,
motivasi dan kemandirian penyuluh. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Derajat hubungan peubah karakteristik dan kemandirian penyuluh lemah dan
bersifat negatif.
(2) Derajat hubungan peubah karakteristik dan motivasi penyuluh lemah dan
bersifat positif.
(3) Derajat hubungan peubah karakteristik dan kompetensi penyuluh lemah dan
bersifat positif.
89

(4) Derajat hubungan peubah kompetensi dan kemandirian penyuluh kuat dan
bersifat positif.
(5) Derajat hubungan peubah kompetensi dan motivasi penyuluh lemah dan
bersifat positif.
(6) Derajat hubungan peubah motivasi dan kemandirian penyuluh lemah dan
bersifat positif.

Pengaruh Kinerja Penyuluh Pertanian


pada Perubahan Perilaku Petani Jagung
Hipotesis 4: “Terdapat pengaruh nyata kineja penyuluh pertanian pada
perubahan perilaku petani jagung.” Cara menguji Hipotesis 4 dilakukan dengan
membandingkan nilai t-hitung dan t-tabel untuk masing-masing peubah. Jika nilai
t-hitung pengaruh peubah kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku
petani lebih besar dari t-tabel (1,96) pada taraf nyata 0,05, maka Hipotesis 4
diterima. Hal ini dijelaskan pada Tabel 10 yang menampilkan koefisien dan t-
hitung pengaruh peubah kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku
petani.
Tabel 10. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah kinerja penyuluh
pertanian pada perubahan perilaku petani

Total Koefisien Pengaruh


Hubungan Antar Peubah t-hitung R2
Langsung Tdk langsung
Kinerja Perilaku
0,83 - 2,84
Penyuluh petani
Kinerja Kompetensi 69%
- 0,78 4,01
penyuluh petani
Kinerja Partisipasi
- 0,82 4,07
penyuluh petani
Keterangan: t 0,05 tabel = 1,96

Tabel 10 menunjukkan pengaruh peubah kinerja penyuluh pertanian pada


perubahan perilaku petani jagung secara berurutan, yaitu: 0,83; 0,78; dan 0,82.
Peubah kinerja penyuluh pertanian berpengaruh tidak langsung pada kompetensi
dan partisipasi petani jagung, sehingga secara matematik persamaan model
struktural perilaku petani jagung adalah: Y 2 = 0,83 Y 1 ; Y 2 merupakan perilaku
petani jagung dan Y 1 merupakan kinerja penyuluh pertanian. Jadi Hipotesis 4
diterima. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
90

(1) Kinerja penyuluh pertanian secara langsung berpengaruh nyata pada perilaku
petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan kinerja penyuluh pertanian,
akan meningkatkan perilaku petani jagung sebesar 0,83 satuan.
(2) Kinerja penyuluh pertanian secara tidak langsung berpengaruh nyata pada
kompetensi petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan kinerja penyuluh
pertanian, akan meningkatkan kompetensi petani jagung sebesar 0,78 satuan.
(3) Kinerja penyuluh pertanian secara tidak langsung berpengaruh nyata pada
partisipasi petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan kinerja penyuluh
pertanian, akan meningkatkan partisipasi petani jagung sebesar 0,82 satuan.
(4) Kinerja penyuluh pertanian berpengaruh pada perubahan perilaku petani
jagung dengan koefisien determinasi sebesar 69 persen, sisanya 31 persen
merupakan pengaruh peubah lain di luar penelitian ini.

Pembahasan
Pengaruh Karakteristik pada
Kinerja Penyuluh Pertanian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah karakteristik secara langsung
berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian. Hal ini berarti karakteristik
penyuluh ikut menentukan baik-buruknya kinerja penyuluh pertanian dengan
koefisien pengaruh sebesar -0,30 yang nyata pada α = 0,05. Pengaruh karakteristik
penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian nampak pada baik-buruknya kinerja
penyuluh mengapresiasi keragaman budaya dan kinerja penyuluh mengelola
informasi penyuluhan (Tabel 6). Hal ini mengindikasikan, jika terjadi peningkatan
satu satuan karakteristik penyuluh pertanian, akan menurunkan kinerja penyuluh
pertanian mengapresiasi keragaman budaya sebesar 0,18 satuan dan sekaligus
menurunkan kinerja penyuluh pertanian mengelola informasi penyuluhan sebesar
0,15 satuan. Menurunnya kinerja penyuluh pertanian mengapresiasi keragaman
budaya meliputi kurangnya materi penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal
dan kurangnya media penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal. Menurunnya
pengelolaan informasi penyuluhan meliputi kurangnya jumlah media penyuluhan,
kurangnya penggunaan komputer untuk mencari dan menyampaikan informasi,
serta kurangnya penggunaan metode belajar pada setiap penyuluhan.
91

Pengaruh nyata karakteristik penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian


disebabkan oleh dimensi umur, masa kerja dan jumlah petani binaan penyuluh
pertanian. Keadaan umur penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo berkisar
antara 38 sampai 58 tahun, dengan rata-rata 50,44 tahun. Sebagian besar(63,6%)
penyuluh pertanian sudah berumur antara 50 sampai 58 tahun. Hal ini berarti
sebagian besar penyuluh sudah berusia lanjut, sehingga berdampak pada
menurunnya kinerja penyuluh pertanian. Jika dihubungkan dengan usia pensiun
penyuluh yaitu 60 tahun, maka dalam waktu sepuluh tahun yang akan datang
diperkirakan jumlah penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo akan berkurang 63
persen. Kondisi ini perlu menjadi perhatian dan pertimbangan bagi pemerintah
pusat dan daerah dalam merekrut penyuluh pertanian untuk mengganti penyuluh
yang akan memasuki usia pensiun sebagai upaya meningkatkan kinerja penyuluh
pertanian dalam membantu petani mengembangkan usahataninya.
Masa kerja penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo berkisar antara tujuh
sampai 37 tahun, dengan rata-rata 24,7 tahun. Sebagian besar (59,3%) penyuluh
pertanian mempunyai masa kerja antara 21 sampai 37 tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa, penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo umumnya sudah senior dan
sudah jenuh pada profesi mereka sebagai penyuluh pertanian lapangan (PPL),
sehingga penyuluh tidak mampu lagi mencari informasi dan inovasi teknologi
pertanian yang akan dijadikan materi penyuluhan kepada petani, kondisi ini
berdampak pada menurunnya kinerja penyuluh pertanian dalam meningkatkan
kinerja petani berusahatani.
Jumlah petani binaan penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo berkisar
antara 45 sampai 412 orang, dengan rata-rata 209 orang petani. Sebagian besar
(35,6%) penyuluh mempunyai petani binaan antara 238 sampai 412 orang.
Berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh Deptan (2004) bahwa, jumlah ideal
kelompok tani yang dapat dibina oleh penyuluh pertanian adalah enam sampai
delapan kelompok atau setara dengan 150 sampai 200 orang petani. Hal ini berarti
jumlah petani binaan penyuluh di Provinsi Gorontalo sudah lebih dari delapan
kelompok tani, sehingga berdampak pada menurunnya kinerja penyuluh pertanian
dalam melayani petani di wilayah binaan.
92

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rochajat Harun (1996)
tentang revitalisasi penyuluhan pertanian (kebijaksanaan dan strategi penyuluhan
pertanian), yang menyimpulkan bahwa kinerja rata-rata penyuluh pertanian masih
sangat rendah, yaitu 66 persen untuk mematuhi jam kerja dan 30 persen untuk
kunjungan ke kelompok tani. Kesimpulan ini didukung oleh penelitian Osemasan
(1994) mengenai tingkat pelaksanaan tugas dan kendala yang dihadapi PPL dalam
penyuluhan pertanian di Kabupaten Lombok Barat, yang menyimpulkan bahwa
tingkat pelaksanaan tugas PPL di Kabupaten Lombok Barat belum maksimal,
antara lain karena adanya kendala jumlah petani binaan yang terlalu banyak, umur
penyuluh yang sudah tua, medan yang sulit dijangkau, kurangnya uang bimbingan
dan masa kerja penyuluh yang menyebabkan penyuluh tersebut tidak dapat
memperbaiki inovasi di bidang pertanian.
Hasil penelitian Bank Dunia (Hadi, 2000) menyimpulkan bahwa, kinerja
PPL sangat rendah, hal ini antara lain ditunjukkan oleh: (1) bekal pengetahuan
dan keterampilan penyuluh sangat kurang, seringkali tidak cocok dengan
kebutuhan petani, (2) PPL sangat kurang dipersiapkan dan kurang dilatih untuk
melakukan kegiatan penyuluhan pertanian. Bila PPL dilatih, maka kebanyakan
latihan-latihan itu tidak relevan dengan tugasnya sebagai PPL di wilayah kerjanya
dan (3) dalam banyak hal, PPL telah ketinggalan informasi dari petani dan
nelayan yang dilayaninya.
Secara teoritis penelitian ini sejalan dengan pendapat Rogers dan
Shoemaker (1995) yang mengemukakan satu contoh kesulitan dalam penyebaran
inovasi, yaitu kegagalan dalam proses difusi kampanye air masak di Los Molinos
(Peru). Kegagalan penyuluhan di Los Molinos disebabkan beberapa hal antara
lain pesan yang disuluhkan bertentangan dengan norma budaya masyarakat
setempat, penyuluh salah dalam merekrut kelompok acuan dan tidak melibatkan
pemuka masyarakat (opinion leader) untuk menyebarkan informasi yang bersifat
persuasif. Robbins (1996) menjelaskan beberapa karakteristik individu yang
meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungjawab dan
pengalaman kerja mempunyai efek terhadap kinerja. Karakteristik individu
tersebut akan menjadikan seseorang berperilaku positif yang berarti disiplin, dan
sebaliknya jika tidak sesuai cenderung berperilaku tidak disiplin. Hasil penelitian
93

Bryan dan Glenn (2004) menyimpulkan bahwa, pengalaman kerja memberikan


efek positif bagi penyuluh yang relatif masih baru, sementara kepada penyuluh
yang sudah lebih lama bekerja menunjukkan tingkat kepuasan klien yang rendah.
Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa faktor demografi seperti
umur dapat berpengaruh nyata pada kinerja individu, karena makin bertambahnya
umur menyebabkan kinerja individu tersebut menjadi menurun. Makin lama
individu bekerja di bidang tertentu, berdampak kurangnya individu memperbaiki
kinerjanya, karena kurangnya inovasi yang diterima, sehingga tidak terjadi suatu
perubahan pada aspek-aspek perencanaan pekerjaan yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Makin banyak jumlah masyarakat yang dilayani, akan berdampak
menurunnya kinerja individu, karena keterbatasan tenaga, waktu dan biaya dari
individu untuk menjangkau masyarakat yang menjadi binaannya. Dengan
demikian pendapat Rogers dan Shoemaker, Robbins, Bryan dan Glenn dapat
diperkuat oleh hasil penelitian ini.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan teori di atas, maka hasil penelitian
ini menunjukkan adanya pengaruh nyata karakteristik penyuluh pada kinerja
penyuluh pertanian dari dimensi umur, masa kerja dan jumlah petani binaan
penyuluh pertanian. Dengan demikian penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi
Departemen pertanian dan pemerintah daerah dalam mengelola penyuluh
pertanian dengan memperhatikan umur penyuluh, masa kerja dan jumlah petani
binaan. Pada sistem rekrutmen perlu diperhatikan umur calon penyuluh, yang
akan mengganti penyuluh yang memasuki masa pensiun. Penyuluh yang masa
kerjanya sudah lama perlu ditingkatkan kemampuannya melalui pelatihan yang
berhubungan dengan perkembangan teknologi pertanian. Sistem penempatan
penyuluh perlu diperhatikan dengan menempatkan satu penyuluh pada satu desa,
hal ini akan memudahkan penyuluh melayani petani binaannya.

Pengaruh Kompetensi pada


Kinerja Penyuluh Pertanian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah kompetensi berpengaruh
nyata pada kinerja penyuluh pertanian. Hal ini berarti kompetensi penyuluh ikut
menentukan baik-buruknya kinerja penyuluh pertanian dengan koefisien pengaruh
sebesar 0,88 yang nyata pada α = 0,05. Pengaruh kompetensi penyuluh pada
94

kinerja penyuluh pertanian tersebut nampak pada baik-buruknya penyuluh


pertanian mengapresiasi keragaman budaya dan pengelolaan informasi
penyuluhan (Tabel 6). Hal ini mengindikasikan, jika terjadi peningkatan satu
satuan kompetensi penyuluh, akan meningkatkan kinerja penyuluh pertanian
mengapresiasi keragaman budaya sebesar 0,52 satuan dan sekaligus
meningkatkan pengelolaan informasi penyuluhan pertanian sebesar 0,44 satuan.
Peningkatan kinerja penyuluh pertanian mengapresiasi keragaman budaya
meliputi: bertambahnya materi penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal dan
bertambahnya media penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal. Peningkatan
pengelolaan informasi penyuluhan pertanian meliputi: bertambahnya jumlah
media penyuluhan, meningkatnya penggunaan komputer untuk mencari dan
menyampaikan informasi, serta meningkatnya penggunaan metode belajar pada
setiap penyuluhan.
Dimensi peubah kompetensi penyuluh yang berhubungan erat dengan
kinerja penyuluh pertanian adalah: (1) kemampuan merencanakan program
penyuluhan, meliputi: kemampuan mengumpulkan data sumberdaya dan potensi
wilayah kerja, kemampuan merumuskan tujuan program penyuluhan, kemampuan
menetapkan masalah petani, kemampuan menetapkan cara mencapai tujuan,
kemampuan melaksanakan penyuluhan dan kemampuan mengevaluasi kegiatan
penyuluhan dan (2) kemampuan kepemimpinan penyuluh, meliputi: kemampuan
menerapkan gaya kepemimpinan, kemampuan menerapkan keterampilan
memimpin dan kemampuan menumbuhkembangkan kelompok tani.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Marliati (2008) tentang
pemberdayaan petani untuk pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas
kemandirian petani beragribisnis di Kabupaten Kampar Provinsi Riau, yang
menyimpulkan bahwa kompetensi penyuluh pertanian, yaitu: kompetensi
komunikasi penyuluh, kompetensi pembelajaran petani dan kompetensi interaksi
berpengaruh nyata (p < 0,05) pada kinerja penyuluh pertanian memberdayakan
petani dengan koefisien determinasi sebesar 75 persen. Hasil penelitian Rustam
Effendi (2006) tentang pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan kantor
pelayanan pajak Metro, yang menyimpulkan bahwa peubah kompetensi dengan
indikator pengetahuan, keterampilan dan sikap secara bersama-sama berpengaruh
95

pada kinerja karyawan kantor pelayanan pajak Metro dengan koefisien


determinasi sebesar 66,8 persen yang nyata pada α = 0,05.
Secara teoritis penelitian ini searah dengan pendapat Spencer dan Spencer
(1993) yang menjelaskan bahwa, kompetensi merupakan karakteristik dasar
seseorang yang memengaruhi cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi
terhadap segala situasi yang dihadapi, serta bertahan cukup lama dalam diri
manusia yang dapat menciptakan kinerja individu yang baik dengan dimensi:
motif, ciri-ciri fisik, konsep diri, pengetahuan dan kemampuan teknis. Menurut
Padmowihardjo (2004), kompetensi adalah kemampuan dan rasa tanggungjawab
seseorang pada tugas atau pekerjaan yang dilaksanakan agar dapat dicapai hasil
yang baik. Kompetensi didukung dengan kemampuan intelektual (cognitif),
kemampuan yang berkaitan dengan kejiwaan (affectif) dan kemampuan gerak
fisik (psychomotoric).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan teori di atas, maka hasil penelitian
ini menunjukkan adanya pengaruh nyata kompetensi penyuluh pada kinerja
penyuluh pertanian dari dimensi kemampuan merencanakan program penyuluhan
dan kemampuan kepemimpinan penyuluh pertanian. Dengan demikian hasil
penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi Departemen Pertanian dan pemerintah
daerah dalam membuat kebijakan untuk meningkatkan kinerja penyuluh pertanian
yaitu, dengan meningkatkan kompetensi penyuluh pertanian melalui pelatihan
yang berhubungan dengan kemampuan penyuluh merencanakan program
penyuluhan dan manajemen kepemimpinan penyuluh pertanian.

Pengaruh Motivasi pada


Kinerja Penyuluh Pertanian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah motivasi berpengaruh nyata
pada kinerja penyuluh pertanian. Hal ini berarti motivasi penyuluh ikut
menentukan baik-buruknya kinerja penyuluh pertanian dengan koefisien pengaruh
sebesar 0,22 yang nyata pada α = 0,05. Pengaruh motivasi pada kinerja penyuluh
pertanian tersebut nampak pada baik-buruknya penyuluh pertanian mengapresiasi
keragaman budaya dan pengelolaan informasi penyuluhan (Tabel 6). Hal ini
mengindikasikan, jika terjadi peningkatan satu satuan motivasi penyuluh, akan
meningkatkan kinerja penyuluh pertanian mengapresiasi keragaman budaya
96

sebesar 0,13 satuan dan sekaligus meningkatkan pengelolaan informasi


penyuluhan pertanian sebesar 0,11satuan. Peningkatan kinerja penyuluh pertanian
mengapresiasi keragaman budaya, meliputi bertambahnya materi penyuluhan
yang sesuai dengan kearifan lokal dan bertambahnya media penyuluhan yang
sesuai dengan kearifan lokal. Peningkatan pengelolaan informasi penyuluhan
pertanian meliputi bertambahnya jumlah media penyuluhan, meningkatnya
penggunaan komputer untuk mencari dan menyampaikan informasi, serta
meningkatnya penggunaan metode belajar pada setiap penyuluhan.
Dimensi motivasi penyuluh yang berhubungan erat dengan kinerja
penyuluh pertanian adalah: (1) pengembangan potensi diri, meliputi: harapan
berkesempatan mengikuti pendidikan formal, pelatihan dan melakukan percobaan
lapangan teknologi spesifik lokasi dan (2) kebutuhan untuk berafiliasi, meliputi:
keinginan untuk diterima orang lain di lingkungan penyuluh tinggal dan bekerja,
keinginan untuk dihormati, keinginan untuk maju dan tidak gagal dan keinginan
untuk ikut serta (berpartisipasi).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Innayah Rokhimah
(2007) tentang pengaruh kemampuan dan motivasi kerja pada kinerja karyawan
PT. Summit Oto Finance cabang Lampung, yang menyimpulkan bahwa motivasi
kerja berpengaruh nyata (p < 0,05) pada kinerja karyawan PT. Summit Oto
Finance dengan koefisien korelasi sebesar 0,904. Hasil penelitian Marlingga
(2009) tentang pengaruh motivasi dan disiplin kerja pada kinerja karyawan di PT.
Garuda Indonesia Branch Office Semarang, yang menyimpulkan bahwa motivasi
berpengaruh pada kinerja karyawan PT. Garuda Indonesia Branch Office
Semarang dengan koefisien determinasi sebesar 30,1 persen yang nyata pada
α=0,05. Hasil penelitian Bestina et al., (2006) tentang kinerja penyuluh pertanian
dalam pengembangan agribisnis nenas di Kecamatan Tambang Kabupaten
Ampar, menyimpulkan bahwa motivasi penyuluh berpengaruh nyata pada kinerja
mereka dengan koefisien determinasi sebesar 51,3 persen yang nyata pada α=0,05.
Secara teoritis penelitian ini searah dengan pendapat Siagian (2002) yang
menjelaskan bahwa, faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu melalui
rumus P = M x K x T, yakni: P adalah Performance atau kinerja, M adalah
Motivasi, K adalah Kemampuan, dan T adalah Tugas yang tepat. Pandangan ini
97

didasarkan pada penempatan orang yang tepat pada tugas yang tepat, pada waktu
yang tepat dan memperoleh imbalan yang tepat akan berakibat pada peningkatan
kepuasan kerja yang akhirnya berdampak pada kesediaan seseorang meningkatkan
produktivitas kerja. Selain itu Mangkunegara (2001) menguraikan faktor-faktor
yang memengaruhi kinerja individu adalah: (1) faktor kemampuan, yaitu
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill) dan (2)
faktor motivasi yang terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi
kerja.
Penelitian oleh Elton Mayo pada perusahaan General Electric kawasan
Hawthorn di Chicago, memiliki dampak pada motivasi kelompok kerja dan sikap
karyawan dalam bekerja. Kontribusi hasil penelitian tersebut bagi perkembangan
teori motivasi adalah: (1) kebutuhan dihargai sebagai manusia ternyata lebih
penting dalam meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja karyawan
dibandingkan dengan kondisi fisik lingkungan kerja, (2) sikap karyawan
dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi, baik di dalam maupun di luar lingkungan
tempat kerja, (3) kelompok informal di lingkungan kerja berperan penting dalam
membentuk kebiasaan dan sikap para karyawan dan (4) kerjasama kelompok tidak
terjadi begitu saja, tetapi harus direncanakan dan dikembangkan (Yusuf, 2008).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan teori di atas, maka hasil penelitian
menunjukkan adanya pengaruh nyata motivasi pada kinerja penyuluh pertanian
dari dimensi pengembangan potensi diri dan kebutuhan untuk berafiliasi. Dengan
demikian hasil penelitian dapat membantu Departemen Pertanian dan pemerintah
daerah dalam meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dengan meningkatkan
motivasi penyuluh pertanian dari dimensi pengembangan potensi diri dan
motivasi kebutuhan untuk berafiliasi melalui peningkatan jenjang pendidikan
formal penyuluh, mengikutsertakan penyuluh pada berbagai pelatihan dan
perbaikan sistem administrasi lembaga penyuluhan, baik dari segi penilaian
kinerja penyuluh, komunikasi dan kerjasama antar penyuluh dalam membantu
petani meningkatkan produktivitas usahataninya.
98

Pengaruh Kemandirian pada


Kinerja Penyuluh Pertanian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah kemandirian berpengaruh
nyata pada kinerja penyuluh pertanian. Hal ini berarti kemandirian penyuluh ikut
menentukan baik-buruknya kinerja penyuluh pertanian dengan koefisien pengaruh
sebesar -0,31 yang nyata pada α = 0,05. Pengaruh peubah kemandirian pada
kinerja penyuluh pertanian tersebut nampak pada baik-buruknya penyuluh
pertanian mengapresiasi keragaman budaya dan pengelolaan informasi
penyuluhan pertanian (Tabel 6). Hal ini mengindikasikan, jika terjadi peningkatan
satu satuan kemandirian penyuluh pertanian, akan menurunkan kinerja penyuluh
pertanian dalam mengapresiasi keragaman budaya sebesar 0,19 satuan dan
sekaligus menurunkan kinerja penyuluh pertanian mengelola informasi
penyuluhan sebesar 0,15 satuan. Menurunnya kinerja penyuluh pertanian
mengapresiasi keragaman budaya, meliputi kurangnya materi penyuluhan yang
sesuai dengan kearifan lokal dan kurangnya media penyuluhan yang sesuai
dengan kearifan lokal. Penurunan pengelolaan informasi penyuluhan pertanian
meliputi kurangnya jumlah media penyuluhan, kurangnya penggunaan komputer
untuk mencari dan menyampaikan informasi, serta kurangnya penggunaan metode
belajar pada setiap penyuluhan.
Dimensi kemandirian penyuluh yang berhubungan erat dengan kinerja
penyuluh pertanian adalah: (1) kemandirian intelektual, meliputi kemandirian
merencanakan usahatani, kemandirian menentukan lahan budidaya, kemandirian
menentukan cara berproduksi, kemandirian menentukan keputusan pemecahan
masalah petani dan kemandirian menentukan pasar untuk pemasaran hasil
usahatani dan (2) kemandirian sosial, meliputi kemandirian penyuluh menjaga
independensi, kemandirian penyuluh menjaga hubungan dengan sesama petani
jagung, kemandirian penyuluh menjaga hubungan dengan kelompok tani di luar
petani jagung, kemandirian penyuluh menjalin hubungan dengan kelompok
pemimpin dan kemandirian penyuluh mengembangkan strategi adaptasi.
Hasil penelitian ini tidak searah dengan penelitian Nilvia (2004) tentang
identifikasi faktor-faktor kepuasan kerja pada kinerja karyawan PT Aeronurti
Catering Services Batam, yang menyimpulkan bahwa faktor-faktor dari kepuasan
kerja yang berpengaruh nyata terhadap faktor diandalkan (dependable) dari
99

kinerja adalah faktor kemandirian, tanggung jawab, promosi, hubungan baik


dengan atasan dan gaji/imbalan. Hasil penelitian Mardin (2009) tentang faktor-
faktor yang berpengaruh pada kemandirian nelayan ikan demarsal di Kecamatan
Wangi-Wangi Selatan Sulawesi Tenggara, menyimpulkan bahwa pengalaman
nelayan, sifat perintis nelayan dan kompetensi nelayan berpengaruh secara
bersama-sama pada kemandirian nelayan dengan koefisien determinasi sebesar
54,5 persen yang nyata pada α = 0,05. Hasil penelitian Marliati (2008) tentang
pemberdayaan petani untuk pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas
kemandirian petani beragribisnis di Kabupaten Kampar Provinsi Riau,
menyimpulkan bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan pengembangan petani
beragribisnis, kinerja penyuluh pertanian memberdayakan petani, karakteristik
petani (pendidikan formal dan pendidikan non formal petani) secara bersama-
sama berpengaruh langsung pada kemandirian petani beragribisnis dengan
koefisien determinasi sebesar 95 persen yang nyata pada α = 0,05.
Secara teoritis penelitian ini dapat memperkuat beberapa teori yang
berhubungan dengan kemandirian antara lain pendapat Monks et al., (2001) yang
mengemukakan bahwa, kemandirian meliputi perilaku mampu berinisiatif,
mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat
melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Havighurst (1974)
menguraikan empat komponen kemandirian, yaitu: (1) kemandirian emosional,
kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari
orang tua, (2) kemandirian ekonomi, kemampuan mengatur ekonomi dan tidak
tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua, (3) kemandirian intelektual,
kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dan (4)
kemandirian sosial, kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain
dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.
Beckert (2005) menjelaskan bahwa, kemandirian emosional (emotional
autonomy) adalah kemampuan seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri
yang merupakan satu tolok ukur perubahan manajerial terhadap pribadi seseorang.
Menurut Godfrey (2003), kemandirian ekonomi merupakan kemampuan dari
suatu entitas untuk menopang kesejahteraannya. Entitas dapat berupa; individu,
keluarga, komunitas, negara atau bangsa. Kemandirian ekonomi merupakan
100

tujuan antara (intermediate end) yang memfasilitasi suatu entitas untuk mencapai
visi mereka pada kehidupan yang lebih baik. Kemandirian sosial merupakan suatu
sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan. Individu
akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di
lingkungan, sehingga pada akhirnya individu akan mampu berpikir dan bertindak
sendiri.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan teori di atas, maka hasil penelitian
menunjukkan adanya pengaruh nyata kemandirian penyuluh pada kinerja
penyuluh pertanian dari dimensi kemandirian intelektual dan kemandirian sosial,
yang berarti penyuluh pertanian sudah mandiri atau tidak memerlukan bantuan
dari segi kemandirian intelektual dan kemandirian sosial. Hal ini mengindikasikan
bahwa kemandirian intelektual penyuluh merupakan bentuk keberhasilan
penyuluh dalam mengatasi permasalahan petani sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuannya sendiri. Selain itu dari segi kemandirian sosial, penyuluh
pertanian mampu melakukan interaksi dengan petani, tokoh masyarakat,
pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat tanpa harus tergantung dan
menunggu aksi orang lain dalam melaksanakan program penyuluhan untuk
membantu meningkatkan produktivitas usahatani.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hasil penelitian ini dapat dijadikan
acuan bagi Departemen Pertanian dan pemerintah daerah agar dalam membuat
kebijakan yang berhubungan dengan kemandirian penyuluh perlu diarahkan pada
peningkatan dimensi kemandirian emosional dan kemandirian ekonomi penyuluh
pertanian, sehingga dapat meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dalam
membantu petani melaksanakan usahataninya.

Pengaruh Karakteristik, Kompetensi,


Motivasi dan Kemandirian pada
Kinerja Penyuluh Pertanian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah karakteristik, kompetensi,
motivasi dan kemandirian penyuluh berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh
pertanian (Y 1 ) dengan koefisien determinasi sebesar 74 persen yang nyata pada
α=0,05 (Tabel 7). Hal ini berarti keempat peubah bebas (X) secara bersama-sama
berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian (Y 1 ) sebesar 74 persen dan sisanya
101

26 persen merupakan pengaruh peubah lain yang tidak termasuk dalam penelitian
ini.
Besarnya pengaruh peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan
kemandirian penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian merupakan konstribusi
nyata dari beberapa sub peubah/dimensi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Pengaruh nyata peubah karakteristik penyuluh pada karakteristik penyuluh
pertanian ditentukan oleh tiga dimensi, yaitu: umur, masa kerja dan jumlah
petani binaan penyuluh (Gambar 9). Artinya bertambahnya umur, masa kerja
dan jumlah petani binaan penyuluh pertanian, akan menyebabkan kinerja
penyuluh pertanian menjadi menurun, sedangkan enam dimensi karakteristik
penyuluh lainnya, yaitu: pendidikan formal, pelatihan fungsional, pelatihan
teknis, wilayah tugas, cakupan wilayah kerja penyuluh dan frekwensi interaksi
penyuluh dengan petani, dalam penelitian ini memiliki estimasi koefisien
bobot faktor kurang dari 0,40 yang tidak nyata pada α = 0,05. Hal ini berarti
keenam dimensi tersebut tidak valid dalam mengukur kinerja penyuluh
pertanian.
(2) Pengaruh nyata peubah kompetensi penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian
ditentukan oleh dua dimensi, yaitu: kemampuan merencanakan program
penyuluhan dan kemampuan kepemimpinan penyuluh (Gambar 9). Artinya
meningkatnya kemampuan penyuluh merencanakan program penyuluhan dan
meningkatnya kemampuan kepemimpinan penyuluh pertanian, akan
meningkatkan kinerja penyuluh pertanian, sedangkan sembilan dimensi
kompetensi lainnya, yaitu: melakukan aksi sosial, mengapresiasi keragaman
budaya, memanfaatkan sumberdaya lokal, mengelola informasi, hubungan
interpersonal, menyelenggarakan penyuluhan, manajemen organisasi,
profesionalisme dan bidang keahlian dalam penelitian ini memiliki estimasi
koefisien bobot faktor kurang dari 0,40 yang tidak nyata pada α = 0,05. Hal ini
berarti kesembilan dimensi kompetensi penyuluh tersebut tidak valid dalam
mengukur kinerja penyuluh pertanian.
(3) Pengaruh nyata peubah motivasi penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian
ditentukan oleh dua dimensi, yaitu: pengembangan potensi diri dan kebutuhan
untuk berafiliasi (Gambar 9). Artinya meningkatnya pengembangan potensi
102

diri dan meningkatnya kebutuhan untuk berafiliasi penyuluh pertanian, akan


meningkatkan kinerja penyuluh pertanian, sedangkan empat dimensi motivasi
penyuluh lainnya, yaitu: pengakuan petani, penghasilan, kebutuhan untuk
berprestasi dan kebutuhan untuk kekuasaan dalam penelitian ini memiliki
estimasi bobot faktor kurang dari 0,40 yang tidak nyata pada α = 0,05. Hal ini
berarti keempat dimensi motivasi penyuluh tersebut tidak valid dalam
mengukur kinerja penyuluh pertanian.
(4) Pengaruh nyata peubah kemandirian penyuluh pada kinerja penyuluh
pertanian ditentukan oleh dua dimensi, yaitu kemandirian intelektual dan
kemandirian sosial (Gambar 9). Artinya meningkatnya kemandirian
intelektual dan meningkatnya kemandirian sosial penyuluh pertanian, akan
menyebabkan kinerja penyuluh pertanian menurun, sedangkan dua dimensi
kemandirian penyuluh, yaitu: kemandirian emosional dan kemandirian
ekonomi dalam penelitian ini memiliki estimasi bobot faktor kurang dari 0,40
yang tidak nyata pada α = 0,05. Hal ini berarti kedua dimensi kemandirian
penyuluh tersebut tidak valid dalam mengukur kinerja penyuluh pertanian.
Meningkatnya kinerja penyuluh pertanian nampak pada semakin baiknya
penyuluh pertanian mengapresiasi keragaman budaya dan pengelolaan informasi
penyuluhan (Gambar 9). Meningkatnya apresiasi keragaman budaya oleh
penyuluh pertanian meliputi bertambahnya materi penyuluhan yang sesuai dengan
kearifan lokal dan bertambahnya media penyuluhan yang sesuai dengan kearifan
lokal, sedangkan peningkatan pengelolaan informasi penyuluhan pertanian
meliputi bertambahnya jumlah media penyuluhan, meningkatnya penggunaan
komputer untuk mencari dan menyampaikan informasi, serta meningkatnya
penggunaan metode belajar pada setiap penyuluhan.
Pengaruh bersama peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan
kemandirian penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian koefisien determinasinya
sebesar 74 persen, yang berarti pengaruh peubah luar 26 persen cukup rendah
dalam meningkatkan kinerja penyuluh pertanian. Dengan demikian karakteristik,
kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh merupakan faktor internal yang
dominan dalam meningkatkan kinerja penyuluh pertanian untuk membantu petani
103

meningkatkan produktivitas usahatani jagung yang berdampak pada peningkatan


pendapatan dan kesejahteraan petani jagung.
Pengaruh bersama peubah individu pada kinerja penyuluh pertanian searah
dengan pendapat beberapa pakar tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
individu. Gibson (1996) yang menjelaskan bahwa, secara teori terdapat tiga
kelompok peubah yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu:
individu, organisasi dan psikologis. peubah individu, terdiri dari: kemampuan dan
keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Peubah organisasi, terdiri
dari: potensi sumberdaya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Peubah psikologis, terdiri dari: variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan
motivasi.
Menurut Atmosoeprapto (2000), kinerja merupakan fungsi dari motivasi
dan kemampuan yang merupakan dua faktor yang dapat menimbulkan efek
sinergik. Kemampuan yang tinggi dan didukung oleh motivasi yang tinggi akan
memberikan keragaan yang baik berupa produktivitas kinerja individu yang lebih
baik. Teori Maslow (1956) tentang motivasi secara mutlak menunjukkan
perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan
pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat
menjadi motivasi bagi manajer untuk diarahkan sebagai subyek-subyek yang
berperan dalam organisasi.
McClelland (1961) menjelaskan bahwa, motivasi berprestasi (achievement
motivation) seseorang didasarkan pada kebutuhan yang erat hubunganya dengan
konsep belajar. McClelland menjelaskan tiga karakteristik dan sikap motivasi
berprestasi, yaitu: (1) pencapaian hasil kerja lebih penting daripada materi, (2)
mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar
daripada menerima pujian atau pengakuan dan (3) umpan balik sangat penting,
karena merupakan ukuran kesuksesan karyawan dalam melaksanakan tugasnya.
Umpan balik tersebut dapat diandalkan, bersifat kuantitatif dan faktual.
Herzberg (2000) dengan teori motivasi dua faktor, yaitu faktor motivators
atau satisfiers (motivasi intrinsik) dan faktor hygiene pemelihara atau dissatisfiers
(motivasi ekstrinsik). Faktor motivasi tersebut tidak bisa saling menggantikan dan
bukan merupakan suplemen satu terhadap yang lain. Bila dissatisfiers dipenuhi,
104

belum tentu menyebabkan timbulnya kepuasan bagi pekerja, sedangkan bila


satisfiers dipenuhi, belum tentu bisa menghilangkan ketidakpuasan. Agar
kepuasan bisa muncul dan ketidakpuasan bisa dihilangkan, maka dissatisfiers dan
satisfiers harus dijaga dan ditingkatkan keberadaannya bersama-sama.
Hasil penelitian ini menunjukkan koefisien determinasi kinerja penyuluh
pertanian sebesar 74 persen masih dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara, yaitu: (1) peningkatan pada peubah yang berpengaruh langsung dan
nyata, serta bersifat postif pada kinerja penyuluh pertanian, seperti kemampuan
merencanakan program penyuluhan, kemampuan kepemimpinan penyuluh,
pengembangan potensi diri dan kebutuhan untuk berafiliasi; (2) pengelolaan yang
lebih baik pada peubah yang berpengaruh langsung dan nyata tetapi bersifat
negatif pada kinerja penyuluh pertanian seperti umur, masa kerja, jumlah petani
binaan, kemandirian intelektual dan kemandirian sosial; (3) pengelolaan dan
perbaikan pada peubah yang belum memberikan kontribusi nyata pada kinerja
penyuluh pertanian, sehingga diharapkan dengan pengelolaan yang lebih baik
pada peubah-peubah tersebut akan berdampak pada peningkatan kinerja penyuluh
pertanian.

Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi,


Kemandirian dan Kinerja Penyuluh Pertanian
pada Perubahan Perilaku Petani
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, peubah karakteristik, kompetensi,
motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh pertanian berpengaruh nyata pada
perilaku petani jagung (Tabel 8). Keempat peubah (X) tersebut berpengaruh tidak
langsung dan nyata pada perilaku petani jagung. Artinya pengaruh keempat
peubah (X) pada perilaku petani jagung melalui kinerja penyuluh pertanian,
sedangkan peubah kinerja penyuluh pertanian (Y 1 ) berpengaruh langsung dan
nyata pada perilaku petani jagung (Tabel 6) dengan persamaan model struktural
Y 2 = 0,83 Y 1.
Persamaan di atas mengindikasikan bila terjadi peningkatan satu satuan
kinerja penyuluh pertanian, maka akan terjadi perubahan perilaku petani jagung
sebesar 0,83 satuan. Perubahan perilaku petani tersebut nampak pada perubahan
kompetensi petani jagung sebesar 0,78 satuan dan sekaligus perubahan partisipasi
105

petani sebesar 0,82 satuan (Tabel 10). Koefisien determinasi kinerja penyuluh
pertanian pada perubahan perilaku petani jagung sebesar 69 persen, sisanya 31
persen merupakan pengaruh peubah lain di luar penelitian ini (Gambar 9).
Menurut Kartasapoetra (1997), penyuluh pertanian merupakan agen bagi
perubahan perilaku petani, yaitu dengan mendorong petani untuk mengubah
perilakunya menjadi petani yang lebih baik dan mampu mengambil keputusan
sendiri, yang berdampak pada baiknya kehidupan petani. Hal ini ditunjukkan oleh
penelitian Made Ratnada dan Yusuf (Teddy Rachmat Muliady, 2009) yang
menyimpulkan bahwa, faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku petani
adalah motivasi petani mencapai keberhasilan, wawasan petani, keaktifan petani
mencari informasi dan intensitas penyuluhan.
Asngari (2001) menyatakan bahwa, untuk mengubah perilaku seseorang,
dapat dilakukan dengan mengubah salah satu unsur perilaku atau ketiga-tiganya,
yaitu: pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan pada masing-masing unsur
akan saling memengaruhi perilaku seseorang. Mohamad Junus Jarmie (1994)
menyatakan bahwa, salah satu hubungan antara perilaku dengan produktivitas
usahatani adalah hubungan perilaku petani dalam meningkatkan produksi dengan
produktivitas usahatani pra panen.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, koefisien determinasi kinerja
penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani jagung sebesar 69 persen,
yang berarti kontribusi kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani
jagung melalui kompetensi petani berusahatani dan partisipasi petani mengikuti
kegiatan penyuluhan sangat baik. Oleh karena itu peran pemerintah pusat dan
daerah dalam meningkatkan kinerja penyuluh pertanian melalui kebijakan
perbaikan anggaran dan sarana penyuluhan dengan memperhatikan karakteristik,
kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh memiliki arti yang sangat
strategis dalam meningkatkan produksi jagung, sebab kinerja penyuluh pertanian
yang baik akan berdampak pada perubahan perilaku petani jagung ke arah yang
lebih baik pula dalam meningkatkan produktivitas usahatani jagung.
106

Hubungan antar Peubah yang Berpengaruh


pada Kinerja Penyuluh Pertanian
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antar peubah kompetensi
dan kemandirian penyuluh, kompetensi dan motivasi penyuluh, motivasi dan
kemandirian penyuluh yang nyata pada α = 0,05. (Tabel 9). Hal ini dapat
dijelaskan bahwa, keeratan hubungan antar peubah kompetensi dan kemandirian
penyuluh tergolong tinggi dengan koefisien hubungan 0,50 satuan. Artinya
apabila terjadi perubahan kompetensi penyuluh pada dimensi kemampuan
merencanakan program penyuluhan dan kemampuan kepemimpinan penyuluh
pertanian akan meningkatkan kemandirian penyuluh pada dimensi kemandirian
intelektual dan kemandirian sosial.
Hubungan antar peubah kompetensi dan motivasi penyuluh tergolong
rendah dengan koefisien hubungan 0,24 satuan. Artinya apabila terjadi perubahan
kompetensi penyuluh pada dimensi kemampuan merencanakan program
penyuluhan dan kemampuan kepemimpinan penyuluh pertanian akan
meningkatkan motivasi penyuluh pada dimensi pengembangan potensi diri dan
kebutuhan untuk berafiliasi. Hubungan antar peubah motivasi dan kemandirian
penyuluh pertanian tergolong rendah dengan koefisien hubungan 0,25 satuan.
Artinya apabila terjadi perubahan motivasi penyuluh pada dimensi pengembangan
potensi diri dan kebutuhan untuk berafiliasi akan meningkatkan kemandirian
penyuluh pada dimensi kemandirian intelektual dan kemandirian sosial.
Secara teoritis hasil penelitian ini searah dengan pendapat Lusthaus et al.,
(2002) bahwa, kinerja organisasi dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: kapasitas
organisasi, motivasi organisasi dan lingkungan organisasi yang memiliki
keterkaitan satu dengan yang lain. Kapasitas organisasi merupakan kemampuan
dari suatu organisasi untuk menggunakan sumberdaya yang tersedia. Motivasi
organisasi menunjukkan kepribadian dasar organisasi dan lingkungan eksternal
merupakan faktor kunci dalam menentukan tingkat ketersediaan sumberdaya dan
yang dapat menyelesaikan kegiatannya.
107

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dipaparkan pada bagian
sebelumnya, maka dapat disimpulkan:
(1) Faktor-faktor internal yang berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian
adalah: umur, masa kerja, jumlah petani binaan, kemampuan merencanakan
program penyuluhan, kemampuan kepemimpinan penyuluh, pengembangan
potensi diri, kebutuhan untuk berafiliasi, kemandirian intelektual dan
kemandirian sosial.
(2) Karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh berpengaruh
tidak langsung pada perubahan perilaku petani jagung, sedangkan kinerja
penyuluh pertanian melalui dimensi mengapresiasi keragaman budaya dan
pengelolaan informasi penyuluhan pertanian berpengaruh langsung pada
perilaku petani.
(3) Derajat hubungan antar peubah karakteristik dan kemandirian penyuluh,
motivasi dan kompetensi penyuluh tergolong rendah dan tidak berpengaruh.
Derajat hubungan antar peubah kompetensi dan kemandirian penyuluh
tergolong tinggi, sedangkan derajat hubungan antar peubah kompetensi dan
motivasi penyuluh, serta derajat hubungan antar peubah motivasi dengan
kemandirian penyuluh tergolong rendah.
(4) Kinerja penyuluh pertanian berdampak pada perubahan perilaku petani jagung
melalui dimensi kompetensi petani dan partisipasi petani jagung.

Saran
Saran-saran berikut ini dirumuskan berdasarkan hasil kesimpulan di atas:
(1) Pengambil kebijakan penyuluhan pertanian perlu meningkatkan kompetensi
dan motivasi penyuluh pertanian untuk meningkatkan kinerja mereka berupa
kemampuan merencanakan program penyuluhan pertanian dan kemampuan
kepemimpinan penyuluh.

107
108

(2) Penyuluh pertanian perlu meningkatkan motivasi pengembangan potensi diri


dan kebutuhan berafiliasi untuk meningkatkan kinerja penyuluh dalam
membantu petani berusahatani jagung.
(3) Perlu strategi pembangunan pertanian yang lebih komprehensif yang meliputi
pengembangan penyuluhan pertanian dengan meningkatkan anggaran
penyuluhan serta perbaikan sarana dan prasarana penyuluhan, sehingga
berdampak pada peningkatan kinerja penyuluh dan produktivitas petani
jagung.
(4) Perlu penelitian lanjutan mengenai potensi anggaran dan penataan lembaga
penyuluhan dalam meningkatkan kinerja penyuluh pertanian.
109

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Alwi A. 2005. Untuk 13+, Remaja Juga Bisa Bahagia, Sukses dan Mandiri.
Jakarta: Pena.
Amstrong M. 1998. A Hand Book of Personal Management Practice, 4th Ed.
London: Kogan Page.
As’ad M. 1991. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.
Asngari PS. 2001. Peranan Agen Pembaharuan/Penyuluh dalam Usaha
Memberdayakan (empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola
Agrobisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. 15 September 2001.
Atmosoeprapto K. 2000. Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan. Jakarta:
PT Alex Media Komputindo, Kelompok Gramedia.
Azwar S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Badan Pusat Statistik Gorontalo. 2010. Produksi Jagung Provinsi Gorontalo
Tahun 2009. BPS Gorontalo. Gorontalo.
Bandura A. 1977. Social Learning Theory. Englewood Cliffs, New Jersey:
Prentice-Hall, Inc
Belows R. 1961. Psychology of Personnel in Business Industry. Englewood Cliffs
New Jersey: Prentice Hall, Inc
Beach SD. 1970. The Management of People at Work. New York: Mac Milian.
Bernardin JH, Russel J EA. 1993. Human Resource Management. International
Ed. Singapore: McGraw Hill, Inc.
Bittel R, Newsroom J. 1996, Pedoman Bagi Penyelia. (Penerjemah: Bambang
Hartono) Cetakan II. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Blanchard PK, Spencer. 1982. Management of Organizational Behavior: Utilizing
Human Resources. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Boyatzis RE. 1982. The Compotent Manager, A Model for Effective Performance.
New York: John Wiley and Sons.
Chamala Shankariah, Shingi PM. 1997. “Establishing and Strengthening Farmer
Organizations.” Dalam Improving Agricultural Extension: A Reference
Manual. (Penyunting, Burton E. Swanson, Robert P. Bentz, dan Andrew J.
Sofranko). Roma: FAO.

109
110

Cherrington DJ. 1995. Organizational Behavior: The Management of Individual


and Organizational Performance. London; Allyn and Bacon.
Crawford M. 2005. Kepemimpinan dan Kerjasama Tim dalam Manajemen
Kependidikan (Leadership and Teams in Educational Management).
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Dahama PO, Bhatnagar OP. 1980. Education and Communication for
Development. New Delhi: Oxford and IBH Publishing, Co.
Dawam Rahardjo. 1992. Program-program Aksi untuk Mengatasi Kemiskinan
dan Kesejahteraan pada PJ II. Yogyakarta: Aditya Media.
De Cecco PJ. 1968. The Psychology of Learning and Insruction Educational
Psychology. Englewood Cliffs, New Jersey: Printice Hall, Inc.
Departemen Pertanian RI. 2004. Pedoman Pengelolaan Balai Penyuluhan
Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian.
Gagne MR. 1967. The Condition of Learning. New York: Holt, Rinehart and
Winston, Inc.
George MJ, Jones RG. 1996. Organizational Behavior, Massachusset: Addison-
Wesley publishing company, Inc.
Gibson I. 1996. Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Erlangga.
Gibson TL. 2001. Cooperative Extension Program Planning in Wisconsin.
University of Wisconsin-Extension Cooperative Extension. Madison:
Wisconsin.
Gilley WJ, Eggland SA. 1989. Principles of Human Resources Development.
Toronto. Canada: Addison Wesley Publishing Company, Inc.
Gomez CF. 2001. Manajemen Sumberdaya Manusia, Yogyakarta: Andi Offset.
Gruneberg MM. 1979. Understanding Job Satisfaction. London: The MacMillan
Press.
Hasibuan MSP. 1995. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta: PT. Ikrar
Mandiriabadi.
Havighurts RJ. 1974. Development Tasks and Education. 3rd Ed. New York:
David McKay Company, Inc.
Hickerson JF, Middleton J. 1975. Helping People Learn: A Module for Training
Trainer. Hawai: East-West Center.
Houle OC. 1975. The Nature of Adult Education. Penyuluhan Pertanian. Edisi
Ke-2. Bahan Bacaan dan Diskusi. Di edit oleh Margono Slamet. Bogor:
IPB.
111

Hubeis AVS, Prabowo T, Wahyudi R. 1992. Penyuluhan Pembangunan di


Indonesia Menyongsong Abad XXI. Jakarta: Pustaka Pembangunan
Swadaya Nusantara.
Hwang-Sun Kang. 2003. ”Efficiency” Encyclopedia of Public Administration
and Public Policy. New York: Marcel Dekker, Inc.
Ivancevich MJ, Szilagyi AD, Wallace JM. 1987, Organizational Behavior and
Performance, California: Goodyearpublishing company, Inc.
Jacius JM 1968. Personal Management. Tokyo: Charles E.Tutle Company.

Kartasapoetra AG. 1997. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Bina Aksara.


Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003. Tentang
Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai
Negeri Sipil. www.bkn.go.id/formasi.php?start=9380. [12 Oktober 2009].
Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 19/KEP/MK.WASPAN/5/1999
Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya.
http://www.deptan.go.id/pengumuman/berita/suratedaran.htm [14 Oktober
2009].
Koontz H, O’Donnell C, Weihrich H. 1980. Management, 7th Ed. Kogakusha:
McGraw-Hill.
Kusnendi. 2008. Model-Model Persamaan Struktural. Satu dan Multigroup
Sampel dengan LISREL. Bandung: Alfabeta.
Lako A, Sumaryati A. 2002. Optimalisasi Kinerja Korporasi Melalui Audit
Kinerja Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Majalah Usahawan.
Lippitt R, Watson J, Westley B. 1958. The Dinamic of Planned Change.
Harcourt, New York: Brace and World, Inc.
Lionberger FH. 1960. Adoption of New Ideas and Practices. Ames, Iowa: The
Iowa State University Press.
Makeham PJ, Malcolm RL. 1991. Manajemen Usahatani Daerah Tropis. Jakarta:
LP3ES.
Mangkunegara PAAA. 2001. Manajemen Sumberdaya Manusia Perusahaan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mathis LR, Jackson HJ. 2001. Human Resource Management. New York: South-
Western College Publishing.
Monks JF, Knoers, APM, Haditono RS. 2001. Psikologi Perkembangan:
Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
112

Mosher AT. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. (terjemahan,


Krisnandhi). Jakarta: Yasaguna.
Mubyarto. 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.
Muchinsky. 1993. Psychology Applied to Work. 1st Ed, Chicago: The Dorsey
Press.
Nawawi. H. 2003. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Haji Masagung.
Neill J. 2008. Core Abilities: Bringing the Mission to the Classroom. Wisconsin
Technical College System.
Nitisemito AS. 2000. Manajemen Personalia. Jakarta: Gramedia.

Padmowihardjo S. 2004. Pengembangan Sumberdaya Manusia dalam Sistem dan


Usaha Agribisnis. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai
Departemen Pertanian.
______________. 2004. Menata Kembali Penyuluhan Pertanian di Era
Agribisnis. Jakarta: Departemen Pertanian.
Robbins PS. 1996. Perilaku Organisasi. Edisi bahasa Indonesia Jilid 1. Jakarta:
Prenhallindo.
Rogers EM, Shoemaker FF. 1995. Communication of Innovation: A cross
Cultural Approach. Revised Ed. New York: The Free Press.
Ruky SA. 2003. SDM Berkualitas Mengubah Visi Menjadi Realitas. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Salkind N. 1985. Theories of Human Development. 2nd Ed. New York: John
Willey and Sons, Inc.
Sarwono SW. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Schermerhorn JR, Hunt JG, Osborn RN. 1997. Managing Organizational


Behavior. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Setiana L. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Sevilla CG. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press.
Siagian SP. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.

Simamora H. 1999. Manajemen Sumberdaya Manusia. Edisi kedua, Yogyakarta:


YKPN.
Skinner BF. 1953. Science and Human Behavior. New York: The Mac-Millan
Company.
113

Slamet M. 1992. “Perspektif Ilmu Penyuluhan Pembangunan Menyongsong Era


Tinggal Landas.” Dalam: Penyuluhan Pembangunan Indonesia
Menyongsong Abad XXI. Diedit oleh: Aida V, Prabowo T, Wahyudi R.
Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.
________. 2003. “Pemberdayaan Masyarakat.” Dalam: Membentuk Pola Perilaku
Manusia Pembangunan. Diedit oleh: Ida Yustina dan Adjat Sudrajat.
Bogor: IPB Press.
Soemanto W. 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Spencer ML, Spencer MS. 1993. Competence at Work. New York: John Wiley &
Sons, Inc.
Steinberg L. 1993. Adolescence. 3rd Ed. New York: Mc.Graw Hill, Inc.
Sudomo, Jarmie. 1985. Pendidikan Luar Sekolah ke Arah Sistem Belajar
Masyarakat. Jakarta: P2LPTK-Depdikbud.
Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan
Pertanian. Jakarta: Bina Rena Pariwara.

Szilagyi AD, Wallace MJ. 1990. Organizational Behavior and Performance.


New York: Harper & Collinspublishers.
Tjitropranoto P. 2005. “Penyuluhan Pertanian: Masa Kini dan Masa Depan.”
Dalam: Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Diedit oleh: Ida
Yustina dan Adjat Sudradjat. Bogor: IPB Press.
Totok Mardikanto. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta:
Sebelas Maret University Press.
Valera, Martinez, Plopino. 1987. An Introduction to Extension Delivery System.
Manila: Island Publishing House.
van den Ban AW, Hawkins HS 1999. Penyuluhan Pertanian. (terjemahan)
Second Edition. Yogyakarta: Kanisius.
Walker EL. 1973. Conditioning dan Proses Belajar Instrumental. Jakarta:
Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.
Wiraatmadja S. 1977. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. Cetakan ke-3.Jakarta:
Yasaguna.

Jurnal, Artikel dan Laporan Hasil Penelitian yang dipublikasikan


Ahmad Heryawan. 2009. Kemandirian Ekonomi Sebagai Upaya Perdamaian
http://www.ahmadheryawan.com/kolom/94-kolom/3884-kemandirian-
ekonomi-sebagai-upaya-perdamaian.html. [15 Oktober 2009].
114

Barry JM. 1997. “Performance Management: A Case Study.” Journal of


Environmental Health. Denver: Nov 1997. Vol. 60, Edisi 4; pg. 35, 5 pgs
http://proquest.umi.com/pqdweb?did=22603684&sid=14&Fmt=4&clientId
=45625&RQT=309&VName=PQD. [18 Juli 2010].
Beckert TE. 2005. “Fostering Autonomy In Adolescents: A Model of Cognitive
Autonomy and Self Evaluation.” Journal Fostering. Number 20 Volume 3.
http://aabss.org/journal2005/AABSS%20article%20FOSTERING%20AUT
ONOMY.pdfhtml. P. 5: 4-8. [23 Oktober 2009].
Bestina S. Slamet H, Amiruddin S. 2006. Kinerja penyuluh pertanian dalam
pengembangan agribisnis Nenas di Kecamatan Tambang, Kabupaten
Kampar. Laporan Hasil Penelitian. Kendari: Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Kendari.
http://bbp2tp.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=vi
ew&id=297&Itemid=61 [19 Mei 2010].
Bryan DT, Glenn DI. 2004. “Agent Performance dan Customer Satisfaction.”
Jurnal of Extension. Number 6 Volume 42 Desember 2004.
http://www.joe.org/joe/2004december/a4.php. P. 5: 4-12 [30 April 2009].
Cardy, Robert L, Dobbins, Gregory H, Carson, Kenneth P. 1995. TQM and HRM:
“Improving Performance Appraisal Research, Theory, and Practice.”
Revue Canadienne des Sciences de l'Administration. Montreal: Juny 1995.
Vol. 12, Edisi 2; pg. 106, 10 pgs.
http://proquest.umi.com/pqdweb?did=6722636&sid=6&Fmt=3&clientId=
45625&RQT=309&VName=PQD. [18 Juli 2010].
Cokroaminoto. 2007. Membangun Kinerja melalui Motivasi Kerja Karyawan.
Membangun Kinerja. http://cokroaminoto.wordpress.com.html
[12 Juni 2008].
Deborah JM, Keith N, Jim L, Ken B. 2002. Core competencies for the
cooperative system. http://www.idrc.ca/en/ev-30266-201-1-do.html
[7 Agustus 2008].
Godfrey P. 2003. Toward a Theory of Economic Self Reliance (ESR). Marriot
School of Management. Brigham Young University. .
http://marriotschool.byu.edu/selfreliance/files/ACF185.ppt#270.18.Keyque
stion. [14 September 2009].
Hadi AP. 2000. Strategi Komunikasi dalam Mengantisipasi Kegagalan Penerapan
Teknologi oleh Petani. Artikel Hasil Penelitian. NTB: Fakultas Pertanian
Universitas Mataram.
http://suniscome.50webs.com/data/download/025%20Strategi%20Komunik
asi.pdf . [19 Mei 2010].
Haidee A. 1995. “The Elements of Performance Management.” Journal Training
and Development. Alexandria: Dec 1995. Vol. 49, Edisi 12; pg. 9, 2 pgs
http://proquest.umi.com/pqdweb?did=8702801&sid=6&Fmt=3&clientId=4
5625&RQT=309&VName=PQD. [18 Juli 2010].
115

Hariadi SS. 2006. “Penyuluhan dengan Pendekatan Wilayah Guna Mewujudkan


Desa sebagai Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Gunungkidul.” Jurnal Ilmu-
Ilmu Pertanian. Volume 2 Nomor 2. Desember 2006. Hlm 122. 119 – 127.
http://stppyogyakarta.com/wp.../IIP_0202_06_Sunarru_Samsi_Hariadi.pdf
[18 Juli 2010].
Haryadi, Fuad AB, Wahab SA. 2001. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja
Penyuluh Pertanian di Kabupaten Musi Banyuasin. Artikel Hasil
Penelitian. Malang: Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang.
http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:7AGKyuSl1FsJ:ppsub.ub.ac.
id/perpustakaan/abstraksi/tesis/. [18 Juli 2010].
Herzberg F. 2000. Frederick Herzberg's Motivation And Hygiene Factors.
http://businessballs.com/herzberg.htm [12 September 2009].
Ismawan B. 2003. “Kemandirian: Suatu Refleksi.” Jurnal Ekonomi Rakyat.
Nomor 3 Voleme 2. http://www.ekonomirakyat.org/edisi_15/artikel_3.
Hlm 5: 4-9 [Oktober 2009].
Jahi A, Newcomb LH. 1981. Orientation: “Adjust For Agent Characteristic.”
Journal of Extension. July/August. http://www.joe.org/joe/1981july/81-4-
a5.pdf. Hlm 25: 23-27 [14 Oktober 2009[.
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. 2008. Artikel Hasil Penelitian. Teknologi
Tepat Guna Jagung (Zea mays L). Jakarta: http://www.ristek.go.id. [12
Oktober 2009].
Lusthaus C, Adrien M, Anderson G, Carden FM. 2002. Organizational
Assessment: A framework for improving performance. IDRC.
http://www.idrc.ca/en/ev-30266-201-1-do. html [25 April 2008].
Maslow A. 1956. Maslow's Hierarchy of Needs motivational model.
http://businessballs.com/maslow.htm [12 September 2009].
Michael. 2002. Training Need Analysis. http://www.amxi.com/legal.htm.
[27 April 2008].
McClelland CD. 1961. David C Mcclelland's Motivational Needs Theory.
http://businessballs.com/davidmcclelland.htm [12 September 2009].
Musdalifah. 2007. “Perkembangan Sosial Remaja dalam Kemandirian: (Studi
Kasus Hambatan Psikologis Dependensi terhadap Orang tua).” Jurnal Iqra.
Volume 4 Nomor 2. Desember 2007. Hlm 50: 45-56.
http://jurnaliqro.files.wordpress.com/2008/08/05-ifah-46-56.pdf [18 Juli
2010].
North Carolina Cooperative Extension. 2006. Extension Agent Competencies.
http://www.ces.ncsu.edu/pods/agents/knowledge.com.shtml. [18 Juli 2010].
116

Sadjad S. 2009. Memberdayakan Usahatani. Harian Kompas, 10 September 2009.


Jakarta. Hlm 3. http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/ekonomi-
bisnis/7181-memberdayakan-usahatani.pdf. [19 Juli 2010].
Setyobudi HA. 2009. Kaum Intelektual Harus Memiliki Sifat Kemandirian yang
Tinggi. Harian Umum Pelita, 17 Oktober 2009 (Persatuan Umat dan
Kesatuan Bangsa). Hlm 14. http://www.harianumumpelita.com [15
Nopember 2009].
Stone B. 1999. Extension Organization of the Future: Linking Emotional
Intelligence and Core Competencies. Jurnal of Extension. Number 6
Volume 37. http://www.joe.org/joe/1999december/iw4.html. Hlm 5: 4-9
[16 September 2009].
Sudaryanto T, Simatupang P, Kariyasa K. 2005. “Konsep Sistem Usaha Pertanian
Serta Peranan BPTP dalam Rekayasa Teknologi Pertanian Spesifik
Lokasi.” Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 3 Nomor 3.
Desember 2005. Hlm 350: 349-366.
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ART03-4c.pdf. [18 Juli 2010].
Sukiyono K. 2004. “Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknik: Aplikasi
Fungsi Produksi Fronteir pada Usahatani Cabai di Kecamatan Selupu
Rejang Kabupaten Rejang Lebong.” Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. Volume 6
Nomor 2. Juni 2004. Hal 105: 104-110.
http://bdpunib.org/jipi/artikeljipi/2004/104.PDF. [18 Juli 2010].
Susilo Bambang Yudoyono. 2009. Kemandirian Ekonomi perlu Kerjasama Luar
Negeri.http://www.detikfinance.com/read/2009/06/14/163101/1147631/4/s
by-kemandirian-ekonomi-perlu-kerjasama-luar-negeri [12 Oktober 2009].
Swasono SE. 2003. “Kemandirian Ekonomi: Menghapus Sistem Ekonomi
Subordinasi Membangun Ekonomi Rakyat.” Jurnal Ekonomi Rakyat.
http://www.bappenas.go.id/index.php?module=filemanager&func
=ContentExpress/&view=409/Sri-Edi%20Swasono.doc [14Oktober 2009].
Usman M. 2009. Ekonomi Kerakyatan dan Kemandirian dalam Era Pasar Bebas.
http://stiead.ac.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=41
[12 Oktober 2009].
Widiyatnya IN. 1999. Pendekatan Kompetensi sebagai Acuan dalam Perencanaan
Karir Individu untuk “Multiple Skill Employee.” Jurnal Usahawan. Nomor
08 Volume 3. Hlm 6: 4-10.
Yuchtman, Seashore.1967. Performance. http://www.idrc.ca/en/ev-30226-201-1-
DO_TOPIC.html. [8 Maret 2008].
Yustika AE. 2007. “Memproklamasikan Kemandirian Ekonomi.” Jurnal Ekonomi
Rakyat. http://kau.or.id.20.masterwebnet.comdo_pdf=1&id=96 [12 Oktober
2009].
117

Yusuf AE. 2008. Pengaruh Motivasi terhadap Peningkatan Kinerja.


http://teknologikinerja.wordpress.com/2008/05/06/pengaruh-motivasi-
terhadap-peningkatan-kinerja/. [19 Mei 2010].

Tesis yang dipublikasikan

Innayah Rokhimah. 2007. “Pengaruh Kemampuan dan Motivasi Kerja terhadap


Kinerja Karyawan pada PT. Summit Oto Finance di Cabang Lampung.”
Tesis. Lampung: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi. Universitas
Lampung. http://digilib.unila.ac.id/files/disk1/13/laptunilapp-gdl-s2-2007-
innayahrok-638-2007_ts_-1.pdf. [19 Mei 2010].
Marlingga L. 2009. “Pengaruh Motivasi dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja
Karyawan Di PT. Garuda Indonesia Branch Office Semarang.” Tesis.
Semarang: Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/5942/1/Lina_Marlingga.pdf. [19 Mei 2010].
Nilvia W. 2004. “Identifikasi Faktor-Faktor Kepuasan Kerja terhadap Kinerja
Karyawan PT. Aeronurti Catering Services Batam.” Tesis. Bandung:
Industrial Engineering and Management. Intitut Teknologi Bandung.
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-s2-
2004-nilviaw-1783. [19 Mei 2010].
Rustam Effendi. 2006. “Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja Karyawan Kantor
Pelayanan Pajak Metro.” Tesis. Lampung: Program Studi Magister
Manajemen Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas
Lampung. http://www.docstoc.com/docs/25327664/pengaruh-kompetensi-
terhadap-kinerja-karyawan-kantor-pelayanan. [19 Mei 2010].

Disertasi, Tesis, Skripsi dan Makalah yang tidak dipublikasikan

Mardin. 2009. “Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kemandirian Nelayan Ikan


Demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi
Sulawesi Tenggara.” Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor.
Marliati. 2008. “Pemberdayaan Petani untuk Pemenuhan Kebutuhan
Pengembangan Kapasitas dan Kemandirian Petani Beragribisnis (Kasus di
Kabupaten Kampar Provinsi Riau).” Disertasi. Bogor: Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Masrun. 1986. “Studi mengenai Kemandirian pada Penduduk di Tiga Suku
Bangsa (Jawa, Batak, Bugis). “Laporan Hasil penelitian. [tidak diterbitkan].
Yogyakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
dengan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
118

Mohamad Junus Jarmie. 1994. “Sistem Penyuluhan Pembangunan Pertanian


Indonesia.” Disertasi. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor.
Muhammad Bansir. 2008. “Analisis Pengaruh Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur.”
Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Osemasan CI. 1994. “Tingkat Pelaksanaan Tugas dan Kendala yang Dihadapi
PPL dalam Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Lombok Barat.” Skripsi.
Mataram: Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Rochajat Harun. 1996. Revitalisasi Penyuluhan Pertanian (Kebijaksanaan dan
Strategi Penyuluhan Pertanian). Makalah pada Apresiasi Manajemen dan
Metodologi Penyuluhan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sumardjo. 1999. “Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju
Pengembangan Kemandirian Petani (Kasus di Propinsi Jawa Barat).”
Disertasi. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Teddy Rachmat Muliady. 2009. “Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja
Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Padi di Jawa
Barat.” Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Utami AB. 1992. “Hubungan Pengalaman Belajar, Kemandirian, dan Inteligensi
dengan Kemampuan Menyelesaikan Masalah pada Mahasisiswa Fakultas
Psikologi UNTAG '45 Surabaya.” Tesis. Program Pascasrajana. Universitas
Gadjah Mada.
119

LAMPIRAN

119
120

Lampiran 1. Rumus syntax seluruh peubah penelitian dengan lisrel 8.30


FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN
Observed Variables
X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X21
X22 X23 X24 X25 X26 X27 X28 X29 X210
X211 X31 X32 X33 X34 X35 X36 X41 X42
X43 X44 Y11 Y12 Y13 Y14 Y15 Y16 Y17
Y18 Y19 Y110 Y111 Y21 Y22
Correlation Matrix From File COBA.COR
Sample Size = 118
Latent Variables X1 X2 X3 X4 Y1 Y2
Relationships
X11-X19 = X1
X21-X211 = X2
X31-X36 = X3
X41-X44 = X4
Y11-Y111 = Y1
Y21 Y22 = Y2
Y1 = X1 X2 X3 X4
Y2 = X1 X2 X3 X4 Y1
Y2 = Y1
Path Diagram
options ME=ML AD=OFF MI SS EF IT=2000
set the error variance of X11 equal to free
set the error variance of Y11 equal to free
End of Problem
Sample Size = 118
121

Lampiran 2. Output lisrel parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian

DATE: 5/23/2010
TIME: 14:43
L I S R E L 8.30
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by
Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Chicago, IL 60646-1704, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140
Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99
Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com

The following lines were read from file D:\IKBAL_~1\COBA.SPL:


FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN
Observed Variables
X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X21
X22 X23 X24 X25 X26 X27 X28 X29 X210
X211 X31 X32 X33 X34 X35 X36 X41 X42
X43 X44 Y11 Y12 Y13 Y14 Y15 Y16 Y17
Y18 Y19 Y110 Y111 Y21 Y22
Correlation Matrix From File COBA.COR
Sample Size = 118
Latent Variables X1 X2 X3 X4 Y1 Y2
Relationships
X11 X12 X18 = X1
X23 X28 = X2
X31 X35 = X3
X41 X42 = X4
Y12 Y15 = Y1
Y21 Y22 = Y2
Y1 = X1 X2 X3 X4
Y2 = Y1
Path Diagram EF
options ME=ML AD=OFF MI SS EF IT=2000
set the error variance of X31 equal to free
End of Problem
Sample Size = 118
122

FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN


Correlation Matrix to be Analyzed
Y12 Y15 Y21 Y22 X11 X12
-------- -------- -------- -------- -------- --------
Y12 1.00
Y15 0.43 1.00
Y21 0.41 0.43 1.00
Y22 0.43 0.42 0.92 1.00
X11 0.01 -0.06 -0.19 -0.21 1.00
X12 0.07 -0.05 -0.12 -0.15 0.75 1.00
X18 0.04 -0.07 -0.17 -0.17 0.69 0.55
X23 0.46 0.21 0.50 0.59 0.06 0.08
X28 0.43 0.19 0.52 0.46 0.03 0.05
X31 0.30 0.18 0.24 0.22 0.06 0.05
X35 0.15 0.11 0.10 0.09 0.01 0.02
X41 0.16 0.04 0.07 0.10 -0.02 -0.06
X42 0.21 -0.06 0.15 0.18 -0.13 -0.07
Correlation Matrix to be Analyzed
X18 X23 X28 X31 X35 X41
-------- -------- -------- -------- -------- --------
X18 1.00
X23 0.11 1.00
X28 0.01 0.72 1.00
X31 0.04 0.22 0.20 1.00
X35 -0.01 0.09 0.08 0.64 1.00
X41 0.02 0.32 0.32 0.27 0.15 1.00
X42 -0.05 0.40 0.40 0.20 0.05 0.71

Correlation Matrix to be Analyzed


X42
--------
X42 1.00

FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN


Number of Iterations = 15
LISREL Estimates (Maximum Likelihood)
Y12 = 0.59*Y1, Errorvar.= 0.65 , R² = 0.35
(0.15) (0.097)
3.99 6.70
Y15 = 0.49*Y1, Errorvar.= 0.76 , R² = 0.24
(0.14) (0.11)
3.64 7.09
Y21 = 0.94*Y2, Errorvar.= 0.12 , R² = 0.88
(0.14) (0.039)
6.69 3.22
123

Y22 = 0.98*Y2, Errorvar.= 0.034 , R² = 0.97


(0.15) (0.039)
6.52 0.86
X11 = 0.96*X1, Errorvar.= 0.071 , R² = 0.93
(0.076) (0.069)
12.61 1.03
X12 = 0.77*X1, Errorvar.= 0.40 , R² = 0.60
(0.083) (0.069)
9.36 5.83
X18 = 0.72*X1, Errorvar.= 0.49 , R² = 0.51
(0.084) (0.074)
8.53 6.53
X23 = 0.90*X2, Errorvar.= 0.18 , R² = 0.82
(0.079) (0.066)
11.46 2.79
X28 = 0.80*X2, Errorvar.= 0.36 , R² = 0.64
(0.082) (0.068)
9.72 5.39
X31 = 1.00*X3,, R² = 1.00
(0.065)
15.30
X35 = 0.64*X3, Errorvar.= 0.59 , R² = 0.41
(0.082) (0.077)
7.81 7.65
X41 = 0.78*X4, Errorvar.= 0.40 , R² = 0.60
(0.094) (0.097)
8.30 4.11
X42 = 0.92*X4, Errorvar.= 0.16 , R² = 0.84
(0.094) (0.12)
9.76 1.36
Y1 = - 0.30*X1 + 0.88*X2 + 0.22*X3 - 0.31*X4, Errorvar.= 0.26, R² = 0.74
(0.12) (0.26) (0.098) (0.15)
-2.58 3.34 2.19 -2.12
Y2 = 0.83*Y1, Errorvar.= 0.31, R² = 0.69
(0.29)
2.84
Correlation Matrix of Independent Variables
X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
X1 1.00
X2 0.07 1.00
(0.10)
0.66
X3 0.06 0.24 1.00
(0.10) (0.09)
0.64 2.59
X4 -0.11 0.50 0.25 1.00
124

(0.10) (0.09) (0.09)


-1.11 5.71 2.66
Covariance Matrix of Latent Variables
Y1 Y2 X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- -------- -------- --------
Y1 1.00
Y2 0.83 1.00
X1 -0.20 -0.16 1.00
X2 0.76 0.63 0.07 1.00
X3 0.33 0.28 0.06 0.24 1.00
X4 0.21 0.18 -0.11 0.50 0.25 1.00
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 55
Minimum Fit Function Chi-Square = 78.91 (P = 0.019)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 71.12 (P = 0.071)
Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 16.12
90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 41.98)
Minimum Fit Function Value = 0.67
Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.14
90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.36)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.050
90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.081)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.48
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.22
90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.09 ; 1.44)
ECVI for Saturated Model = 1.56
ECVI for Independence Model = 7.60
Chi-Square for Independence Model with 78 Degrees of Freedom = 862.66
Independence AIC = 888.66
Model AIC = 143.12
Saturated AIC = 182.00
Independence CAIC = 937.68
Model CAIC = 278.86
Saturated CAIC = 525.13
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.053
Standardized RMR = 0.053
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.91
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.86
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.55
Normed Fit Index (NFI) = 0.91
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.96
Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.64
Comparative Fit Index (CFI) = 0.97
Incremental Fit Index (IFI) = 0.97
Relative Fit Index (RFI) = 0.87
Critical N (CN) = 123.02
125

FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN


Modification Indices and Expected Change
The Modification Indices Suggest to Add the
Path to from Decrease in Chi-Square New Estimate
Y12 Y2 8.5 -0.91
Modification Indices for LAMBDA-Y
Y1 Y2
-------- --------
Y12 -- 8.46
Y15 -- 1.06
Y21 -- --
Y22 -- --
Expected Change for LAMBDA-Y
Y1 Y2
-------- --------
Y12 -- -0.91
Y15 -- 0.27
Y21 -- --
Y22 -- --
Standardized Expected Change for LAMBDA-Y
Y1 Y2
-------- --------
Y12 -- -0.91
Y15 -- 0.27
Y21 -- --
Y22 -- --
Modification Indices for LAMBDA-X
X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
X11 -- 0.73 0.00 0.33
X12 -- 0.34 0.00 0.02
X18 -- 0.33 0.00 0.44
X23 0.13 -- 0.04 0.73
X28 0.13 -- 0.04 0.73
X31 0.12 0.93 -- 0.89
X35 0.12 0.93 -- 0.89
X41 1.51 0.23 2.87 --
X42 1.51 0.23 2.87 --
Expected Change for LAMBDA-X
X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
X11 -- -0.06 0.00 -0.04
X12 -- 0.04 0.00 0.01
X18 -- 0.04 0.00 0.05
X23 0.03 - - -0.02 -0.09
126

X28 -0.02 -- 0.01 0.08


X31 0.04 0.12 -- 0.12
X35 -0.03 -0.08 - - -0.07
X41 0.09 -0.06 0.13 --
X42 -0.10 0.07 -0.15 --
Standardized Expected Change for LAMBDA-X
X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
X11 -- -0.06 0.00 -0.04
X12 -- 0.04 0.00 0.01
X18 -- 0.04 0.00 0.05
X23 0.03 - - -0.02 -0.09
X28 -0.02 -- 0.01 0.08
X31 0.04 0.12 -- 0.12
X35 -0.03 -0.08 - - -0.07
X41 0.09 -0.06 0.13 --
X42 -0.10 0.07 -0.15 --
Modification Indices for BETA
Y1 Y2
-------- --------
Y1 -- 5.59
Y2 -- --
Expected Change for BETA
Y1 Y2
-------- --------
Y1 -- -1.58
Y2 -- --
Standardized Expected Change for BETA
Y1 Y2
-------- --------
Y1 -- -1.58
Y2 -- --
Modification Indices for GAMMA
X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
Y1 -- -- -- --
Y2 3.71 0.08 2.65 0.04
Expected Change for GAMMA
X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
Y1 -- -- -- --
Y2 -0.20 0.06 -0.18 0.02
127

Standardized Expected Change for GAMMA


X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
Y1 -- -- -- --
Y2 -0.20 0.06 -0.18 0.02
No Non-Zero Modification Indices for PHI
Modification Indices for PSI
Y1 Y2
-------- --------
Y1 --
Y2 5.59 --
Expected Change for PSI
Y1 Y2
-------- --------
Y1 --
Y2 -0.49 --
Standardized Expected Change for PSI
Y1 Y2
-------- --------
Y1 --
Y2 -0.49 --
The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance
Between and Decrease in Chi-Square New Estimate
X23 Y21 21.4 -0.11
X23 Y22 26.3 0.13
X28 Y21 22.5 0.12
X28 Y22 23.1 -0.12
Modification Indices for THETA-EPS
Y12 Y15 Y21 Y22
------ ------ ------ ------
Y12 --
Y15 5.59 --
Y21 0.03 0.97 --
Y22 0.69 0.24 -- --
Expected Change for THETA-EPS
Y12 Y15 Y21 Y22
-------- -------- -------- ------
Y12 --
Y15 0.17 --
Y21 -0.01 0.03 --
Y22 -0.03 -0.02 -- --
128

Modification Indices for THETA-DELTA-EPS


Y12 Y15 Y21 Y22
-------- -------- -------- --------
X11 0.02 0.82 0.02 0.06
X12 1.00 0.05 0.22 0.24
X18 0.46 0.13 0.45 0.03
X23 0.08 2.77 21.43 26.31
X28 0.60 0.29 22.53 23.10
X31 1.44 0.00 0.68 0.86
X35 0.12 0.04 0.08 0.00
X41 0.07 2.57 0.06 0.20
X42 0.27 3.72 0.10 0.61
Expected Change for THETA-DELTA-EPS
Y12 Y15 Y21 Y22
-------- -------- -------- --------
X11 -0.01 0.04 0.00 -0.01
X12 0.05 -0.01 0.01 -0.01
X18 0.04 -0.02 -0.02 0.00
X23 -0.02 -0.09 -0.11 0.13
X28 0.04 -0.03 0.12 -0.12
X31 0.07 0.00 0.02 -0.02
X35 -0.02 0.01 -0.01 0.00
X41 0.01 0.09 -0.01 -0.01
X42 0.03 -0.11 -0.01 0.02
Modification Indices for THETA-DELTA
X11 X12 X18 X23 X28 X31
-------- -------- -------- -------- -------- --------
X11 --
X12 0.22 --
X18 0.05 0.02 --
X23 0.91 0.03 2.56 --
X28 0.22 0.00 1.34 -- --
X31 0.10 0.07 0.05 0.08 0.05 1.72
X35 0.05 0.02 0.19 0.04 0.02 1.72
X41 2.00 2.03 0.10 0.20 0.01 0.79
X42 1.74 1.32 0.00 0.00 0.17 0.09
Modification Indices for THETA-DELTA
X35 X41 X42
-------- -------- --------
X35 --
X41 0.37 --
X42 1.40 -- --
129

Expected Change for THETA-DELTA


X11 X12 X18 X23 X28 X31
-------- -------- -------- -------- -------- --------
X11 --
X12 0.09 --
X18 -0.04 -0.02 --
X23 -0.03 0.01 0.07 --
X28 0.02 0.00 -0.05 -- --
X31 0.01 -0.01 0.01 -0.01 0.01 -0.37
X35 -0.01 0.01 -0.02 0.01 -0.01 0.24
X41 0.05 -0.06 0.01 -0.02 0.00 0.05
X42 -0.05 0.05 0.00 0.00 0.02 -0.02
Expected Change for THETA-DELTA
X35 X41 X42
-------- -------- --------
X35 --
X41 0.03 --
X42 -0.06 -- --
Maximum Modification Index is 26.31 for Element ( 4, 4) of THETA DELTA-
EPSILON
FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN
Standardized Solution
LAMBDA-Y
Y1 Y2
-------- --------
Y12 0.59 --
Y15 0.49 --
Y21 -- 0.94
Y22 -- 0.98
LAMBDA-X
X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
X11 0.96 -- -- --
X12 0.77 -- -- --
X18 0.72 -- -- --
X23 -- 0.90 -- --
X28 -- 0.80 -- --
X31 -- -- 1.00 --
X35 -- -- 0.64 --
X41 -- -- -- 0.78
X42 -- -- -- 0.92
130

BETA
Y1 Y2
-------- --------
Y1 -- --
Y2 0.83 --
GAMMA
X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
Y1 -0.30 0.88 0.22 -0.31
Y2 -- -- -- --
Correlation Matrix of ETA and KSI
Y1 Y2 X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- -------- -------- --------
Y1 1.00
Y2 0.83 1.00
X1 -0.20 -0.16 1.00
X2 0.76 0.63 0.07 1.00
X3 0.33 0.28 0.06 0.24 1.00
X4 0.21 0.18 -0.11 0.50 0.25 1.00
PSI
Note: This matrix is diagonal.
Y1 Y2
-------- --------
0.26 0.31
Regression Matrix ETA on KSI (Standardized)
X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
Y1 -0.30 0.88 0.22 -0.31
Y2 -0.25 0.73 0.18 -0.26
FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN
Total and Indirect Effects
Total Effects of KSI on ETA
X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
Y1 -0.30 0.88 0.22 -0.31
(0.12) (0.26) (0.10) (0.15)
-2.58 3.34 2.19 -2.12
Y2 -0.25 0.73 0.18 -0.26
(0.08) (0.16) (0.08) (0.10)
-2.96 4.52 2.29 -2.49
131

Indirect Effects of KSI on ETA


X1 X2 X3 X4
------- -------- -------- --------
Y1 -- -- -- --
Y2 -0.25 0.73 0.18 -0.26
(0.08) (0.16) (0.08) (0.10)
-2.96 4.52 2.29 -2.49
Total Effects of ETA on ETA
Y1 Y2
-------- --------
Y1 -- --
Y2 0.83 --
(0.29)
2.84
Largest Eigenvalue of B*B' (Stability Index) is 0.688
Total Effects of ETA on Y
Y1 Y2
-------- --------
Y12 0.59 --
(0.15)
3.99
Y15 0.49 --
(0.14)
3.64
Y21 0.78 0.94
(0.19) (0.14)
4.01 6.69
Y22 0.82 0.98
(0.20) (0.15)
4.07 6.52
Indirect Effects of ETA on Y
Y1 Y2
-------- --------
Y12 - - --
Y15 - - --
Y21 0.78 --
(0.19)
4.01
Y22 0.82 --
(0.20)
4.07
132

Total Effects of KSI on Y


X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
Y12 -0.18 0.52 0.13 -0.19
(0.06) (0.10) (0.05) (0.07)
-3.12 5.17 2.37 -2.58
Y15 -0.15 0.44 0.11 -0.15
(0.05) (0.10) (0.05) (0.06)
-2.94 4.45 2.29 -2.48
Y21 -0.24 0.69 0.17 -0.24
(0.07) (0.10) (0.07) (0.09)
-3.37 6.61 2.47 -2.72
Y22 -0.25 0.72 0.18 -0.26
(0.07) (0.10) (0.07) (0.09)
-3.41 6.89 2.48 -2.74
FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN
Standardized Total and Indirect Effects
Standardized Total Effects of KSI on ETA
X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
Y1 -0.30 0.88 0.22 -0.31
Y2 -0.25 0.73 0.18 -0.26
Standardized Indirect Effects of KSI on ETA
X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
Y1 - - -- -- --
Y2 -0.25 0.73 0.18 -0.26
Standardized Total Effects of ETA on ETA
Y1 Y2
-------- --------
Y1 -- --
Y2 0.83 --
Standardized Total Effects of ETA on Y
Y1 Y2
-------- --------
Y12 0.59 --
Y15 0.49 --
Y21 0.78 0.94
Y22 0.82 0.98
Standardized Indirect Effects of ETA on Y
Y1 Y2
-------- --------
Y12 -- --
Y15 -- --
Y21 0.78 --
Y22 0.82 --
133

Standardized Total Effects of KSI on Y


X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
Y12 -0.18 0.52 0.13 -0.19
Y15 -0.15 0.44 0.11 -0.15
Y21 -0.24 0.69 0.17 -0.24
Y22 -0.25 0.72 0.18 -0.26
The Problem used 35136 Bytes (= 0.1% of Available Workspace)
Time used: 0.031 Seconds
134

Lampiran 3. Fungsi produksi pada usahatani jagung sebelum adanya kompetensi dan partisipasi petani
Nilai Koefisien Regresi dan Signifikansi Faktor Produksi: Benih, Luas Panen, Pupuk, Pestisida, Tenaga Kerja

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 2.129 .228 9.326 .000
Benih .022 .041 .053 .539 .590
Luas Panen 5.691 .615 .944 9.252 .000
Pupuk -.003 .001 -.048 -2.151 .033
Pestisida .130 .039 .060 3.307 .001
Tenaga Kerja -.090 .070 -.033 -1.284 .201
a. Dependent Variable: Produksi Jagung

134
135

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4420.251 5 884.050 580.304 .000a
Residual 350.388 230 1.523
Total 4770.639 235
a. Predictors: (Constant), Tenaga Kerja, Pestisida, Pupuk, Benih, Luas Panen
b. Dependent Variable: Produksi Jagung

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
a
1 .963 .927 .925 1.23427
a. Predictors: (Constant), Tenaga Kerja, Pestisida, Pupuk, Benih, Luas Panen
Berdasarkan koefisien regresi, maka dapat dirumuskan persamaan regresi fungsi produksi sebelum adanya kompetensi dan partisipasi
petani sebagai berikut:
Y = 2.129 + 0,022X 1 + 5.691X 2 – 0,003X 3 + 0,130X 4 – 0,090X 5
Keterangan:
X 1 = Benih, X 2 = Luas panen, X 3 = Pupuk, X 4 = Pestisida, X 5 = Tenaga kerja, Y = Produksi jagung
Keofisien pengaruh (R2) sebesar 0,927 (92%).

135
136

Lampiran 4. Fungsi produksi pada usahatani jagung sesudah adanya kompetensi dan partisipasi petani
Nilai Koefisien Regresi dan Signifikansi Faktor Produksi: Benih, Luas Panen, Pupuk, Pestisida, Tenaga Kerja, Kompetensi Petani dan
Partisipasi Petani pada Usahatani Jagung.

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 1.315 .690 1.907 .058
Benih .015 .042 .036 .360 .719
Luas panen 5.792 .619 .960 9.358 .000
Pupuk -.003 .001 -.047 -2.140 .033
Pestisida .125 .039 .058 3.178 .002
Tenaga kerja -.086 .071 -.032 -1.214 .226
Kompetensi petani .094 .096 .023 .976 .330
Partisipasi petani .027 .124 .005 .220 .826
a. Dependent Variable: Produksi jagung

136
137

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4423.428 7 631.918 414.956 .000a
Residual 347.211 228 1.523
Total 4770.639 235
a. Predictors: (Constant), Partisipasi petani, Pupuk, Pestisida, Benih, Kompetensi petani, Tenaga kerja, Luas panen
b. Dependent Variable: Produksi jagung

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate


a
1 .963 .927 .925 1.23404
Berdasarkan koefisien regresi, maka dapat dirumuskan persamaan regresi fungsi produksi setelah adanya kompetensi dan partisipasi petani
sebagai berikut:
Y = 1,315 + 0,015X 1 + 5,792X 2 – 0,003X 3 + 0,125X 4 – 0,086X 5 + 0,94X 6 + 0,027X 7
Keterangan:
X 1 = Benih, X 2 = Luas panen, X 3 = Pupuk, X 4 = Pestisida, X 5 = Tenaga kerja,
X 6 = Kompetensi petani, X 7 = Partisipasi petani, Y = Produksi jagung
Keofisien pengaruh (R2) sebesar 0,927 (92%).

137

You might also like