Professional Documents
Culture Documents
10 1 1 931 9019 PDF
10 1 1 931 9019 PDF
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
ii
ABSTRACT
MOHAMAD IKBAL BAHUA. Factors Affecting Agricultural Extension
Agents’ Performance and their Impacts on Corn Farmers’ Behavior in
Gorontalo. Under direction of AMRI JAHI, PANG S ASNGARI, AMIRUDDIN
SALEH and I GUSTI PUTU PURNABA.
iii
RINGKASAN
MOHAMAD IKBAL BAHUA. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja
Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Jagung di Provinsi
Gorontalo. Di bawah bimbingan Amri Jahi, Pang S Asngari, Amiruddin Saleh dan
I Gusti Putu Purnaba.
iv
Gorontalo ada 43 orang, Kabupaten Bone Bolango ada 22 orang, Kabupaten
Boelemo ada 20 orang, Kabupaten Pohuwato ada 20 orang, Kabupaten Gorontalo
Utara ada tujuh orang dan Kota Gorontalo ada enam orang. Penarikan sampel
dilakukan dengan cara contoh acak proporsional.
Jenis penelitian yang digunakan adalah ex post facto, yaitu bentuk
penelitian yang menilai peristiwa yang telah terjadi atau penilaian kondisi faktual
di lapangan. Peubah-peubah penelitian meliputi peubah bebas (X) dan peubah
terikat (Y). Peubah bebas (X), terdiri dari: karakteristik penyuluh, kompetensi
penyuluh, motivasi penyuluh dan kemandirian penyuluh. Peubah terikat (Y),
terdiri dari: kinerja penyuluh pertanian dan perilaku petani. Metode yang
digunakan adalah metode survei melalui wawancara dan pengisian kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik, kompetensi, motivasi
dan kemandirian penyuluh berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian.
Koefisien pengaruh masing-masing peubah, yaitu: -0,30; 0,88; 0,22 dan -0,31
yang nyata pada α = 0,05, koefisien determinasi pengaruh bersama keempat
peubah tersebut pada kinerja penyuluh pertanian sebesar 74 persen, yang nyata
pada α = 0,05. Dampak pengaruh kinerja penyuluh pertanian pada perubahan
perilaku petani jagung adalah 69 persen dengan koefisien pengaruh sebesar 0,83
yang nyata pada α = 0,05. Artinya peningkatan satu satuan kinerja penyuluh
berdampak pada perubahan perilaku petani ke arah yang lebih baik sebesar 0,83
satuan, yaitu peningkatan pada kompetensi petani dan partisipasi petani jagung.
Kesimpulan penelitian adalah: (1) faktor-faktor internal yang berpengaruh
pada kinerja penyuluh pertanian adalah: umur, masa kerja, jumlah petani binaan,
kemampuan merencanakan program penyuluhan, kemampuan kepemimpinan
penyuluh, pengembangan potensi diri, kebutuhan untuk berafiliasi, kemandirian
intelektual dan kemandirian sosial. Semua faktor internal tersebut berpengaruh
nyata pada peningkatan kinerja penyuluh pertanian; (2) karakteristik, kompetensi,
motivasi dan kemandirian penyuluh berpengaruh tidak langsung dan nyata pada
perubahan perilaku petani jagung, sedangkan kinerja penyuluh pertanian melalui
dimensi mengapresiasi keragaman budaya dan pengelolaan informasi penyuluhan
pertanian berpengaruh langsung dan nyata pada perilaku petani; (3) derajat
hubungan antar peubah karakteristik dan kemandirian penyuluh, motivasi dan
kompetensi penyuluh tergolong lemah dan tidak berbeda nyata. Derajat hubungan
antar peubah kompetensi dan kemandirian penyuluh tergolong kuat, sedangkan
derajat hubungan antar peubah kompetensi dan motivasi penyuluh, serta derajat
hubungan antar peubah motivasi dengan kemandirian penyuluh tergolong lemah;
(4) kinerja penyuluh pertanian berdampak pada perubahan perilaku petani jagung
melalui dimensi kompetensi petani dan partisipasi petani jagung.
Kinerja penyuluh pertanian perlu diperhatikan melalui peningkatan
kompetensi dan motivasi penyuluh. Kompetensi penyuluh diarahkan pada
kemampuan merencanakan program penyuluhan dan kemampuan kepemimpinan
penyuluh. Motivasi penyuluh diarahkan pada pengembangan potensi diri dan
kebutuhan berafiliasi. Perlu adanya strategi pembangunan pertanian yang lebih
memperhatikan peran penyuluh pertanian dengan meningkatkan anggaran
penyuluhan dan perbaikan sarana dan prasarana penyuluhan yang akan
berdampak pada peningkatan kinerja penyuluh dalam membantu petani
berusahatani kearah yang lebih baik dan produktif.
v
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vi
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA
PENYULUH PERTANIAN DAN DAMPAKNYA
PADA PERILAKU PETANI JAGUNG
DI PROVINSI GORONTALO
Disertasi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Doktor pada
Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
vii
Judul Disertasi : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja
Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada
Perilaku Petani Jagung di Provinsi Gorontalo
Nama : Mohamad Ikbal Bahua
NIM : I361070031
Program Mayor : Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA
Anggota Anggota
Mengetahui
Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
karunia dan ridho-Nya, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan sesuai dengan
waktu dan prosedur yang direncanakan. Judul disertasi ini adalah “ Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku
Petani Jagung di Provinsi Gorontalo,” merupakan penelitian yang berguna untuk
pengembangan sumberdaya manusia penyuluh yang berdampak pada peningkatan
kinerja penyuluh pertanian untuk membantu petani melaksanakan usahatani.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc,
Bapak Prof. Dr. Pang S. Asngari, Bapak Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS dan Bapak
Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan saran dalam penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih pula
penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc selaku koordinator
Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan yang telah memberikan arahan
dan bimbingan pada proses perkuliahan. Para penyuluh pertanian dan petani di
Provinsi Gorontalo yang telah memberikan informasi data selama proses
penelitian diucapkan terima kasih. Kepada M. Hatta Jamil, Yohanis Kamagi,
Sapar dan Narso sebagai teman seperjuangan penulis ucapkan terima kasih dan
tetap berdoa, berusaha dan bersabar untuk meraih kesuksesan. Seluruh mahasiswa
Gorontalo yang belajar di IPB penulis ucapkan terima kasih atas bantuannya
selama ini. Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada mama,
papa, isteri dan anak, serta saudara-saudara penulis atas segala dukungan dan doa
serta kasih sayangnya selama ini. Kepada semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu per satu diucapkan terima kasih atas bantuannya selama penulis
menempuh pendididikan doktoral di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Semoga disertasi ini bermanfaat.
ix
RIWAYAT HIDUP
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvi
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
Latar Belakang ...................................................................................... 1
Masalah Penelitian ................................................................................. 4
Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
Kegunaan Penelitian ............................................................................. 6
Definisi Istilah ....................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 14
Pengertian Kinerja ................................................................................ 14
Penilaian Kinerja ................................................................................... 15
Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja .................................................. 19
Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Individu ...................... 21
Kinerja Penyuluh Pertanian ................................................................. 24
Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh Pertanian .... 28
Karakteristik Penyuluh Pertanian .................................................... 28
Kompetensi Penyuluh Pertanian ...................................................... 30
Motivasi Penyuluh Pertanian ........................................................... 36
Kemandirian Penyuluh Pertanian .................................................... 42
Hubungan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh
Pertanian ............................................................................................... 47
Karakteristik Penyuluh Pertanian ................................................... 47
Kompetensi Penyuluh Pertanian .................................................... 53
Motivasi Penyuluh Pertanian .......................................................... 54
Kemandirian Penyuluh Pertanian ................................................... 55
Peran Penyuluh Pertanian pada Kegiatan Petani Jagung ....................... 56
Perilaku Petani ...................................................................................... 57
Hubungan Kinerja Penyuluh dengan Perilaku Petani ........................... 58
Konsep Usahatani ................................................................................. 59
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ............................................ 62
Kerangka Berpikir ................................................................................. 62
Hipotesis Penelitian .............................................................................. 67
xi
METODE PENELITIAN ............................................................................ 68
Desain Penelitian ................................................................................... 68
Populasi dan Sampel ............................................................................. 73
Populasi ............................................................................................ 73
Sampel.............................................................................................. 73
Data dan Instrumentasi .......................................................................... 74
Data .................................................................................................. 74
Instrument ........................................................................................ 75
Validitas Instrumen ......................................................................... 76
Reliabilitas Instrumen ...................................................................... 76
Pengumpulan Data ................................................................................ 77
Analisis Data ......................................................................................... 77
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 79
Hasil Penelitian ...................................................................................... 79
Kinerja Penyuluh Pertanian ............................................................. 79
Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi dan Kemandirian
Penyuluh pada Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan
Usahatani Jagung ............................................................................. 85
Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi, Kemandirian
dan Kinerja Penyuluh Pertanian pada Perilaku Petani Jagung ........ 86
Hubungan antar Peubah Karakteristik, Kompetensi, Motivasi
dan Kemandirian Penyuluh Pertanian .............................................. 87
Pengaruh Kinerja Penyuluh Pertanian pada Perubahan Perilaku
Petani Jagung ................................................................................... 89
Pembahasan............................................................................................ 90
Pengaruh Karakteristik pada
Kinerja Penyuluh Pertanian ............................................................. 90
Pengaruh Kompetensi pada
Kinerja Penyuluh Pertanian ............................................................. 93
Pengaruh Motivasi pada
Kinerja Penyuluh Pertanian ............................................................. 95
Pengaruh Kemandirian pada
Kinerja Penyuluh Pertanian ............................................................. 98
Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi dan
Kemandirian pada Kinerja penyuluh pertanian ............................... 100
Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi, Kemandirian
dan Kinerja Penyuluh Pertanian pada
Perubahan Perilaku Petani .............................................................. 104
Hubungan antar Peubah yang Berpengaruh pada
Kinerja Penyuluh Pertanian ............................................................. 106
xii
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 107
Kesimpulan ............................................................................................ 107
Saran ...................................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 109
LAMPIRAN ................................................................................................ 119
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Rumus syntax seluruh peubah penelitian dengan lisrel 8.30 ................... 120
2. Output lisrel parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian ..... 121
3. Fungsi produksi pada usahatani jagung sebelum adanya kompetensi dan
partisipasi petani ...................................................................................... 134
4. Fungsi produksi pada usahatani jagung sesudah adanya kompetensi dan
partisipasi petani ...................................................................................... 136
5. Kuesioner penelitian untuk penyuluh pertanian ...................................... 138
6. Kuesioner penelitian untuk petani binaan ................................................ 176
7. Peta Wilayah Provinsi Gorontalo............................................................. 186
xvi
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:
(1) Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA
(Dosen Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Fakultas Ekologi
Manusia Institut Pertanian Bogor)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Otonomi daerah telah membawa perubahan pada sistem pemerintahan di
Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan ini berdampak pada
pembangunan. Kini pembangunan daerah bertumpu pada kemampuan sendiri
untuk memperoleh pendapatan asli daerah (PAD). PAD tersebut diperoleh dari
berbagai sumber seperti pajak, restribusi dan lain-lain. Di banyak daerah,
pertanian masih menjadi prime mover untuk meningkatkan produktivitas
usahatani dan pendapatan masyarakat. Pembangunan pertanian membutuhkan
penyuluh untuk mendidik petani agar mengadopsi teknologi pertanian dalam
meningkatkan produktivitas usahatani mereka. Dengan cara ini penyuluh
membantu pemerintah daerah meningkatkan pendapatan asli daerah.
Dalam hubungan ini evaluasi kinerja penyuluh sebagai suatu bentuk
akuntabilitas kepada penyedia dana publik dan pembuat kebijakan pembangunan
daerah maupun nasional diperlukan. Kedua pengambil kebijakan utama tersebut
harus selalu diyakinkan bahwa penyuluh telah melakukan tugas dan fungsinya
sesuai dengan amanat undang-undang dan peraturan pemerintah.
Kinerja penyuluh yang baik perlu untuk meyakinkan pembuat kebijakan
dan anggaran pembangunan agar tetap mengalokasikan cukup dana untuk
membiayai penyuluhan dalam menunjang pembangunan daerah. Penyuluh
pertanian harus berusaha mengembangkan program penyuluhan yang sesuai
dengan potensi daerah dan permintaan pasar untuk memenuhi berbagai macam
kebutuhan masyarakat. Kinerja penyuluh pertanian yang baik berdampak pada
perbaikan kinerja petani dalam meningkatkan produksi usahatani. Kinerja
penyuluh ini terarah pada pemecahan masalah yang dihadapi oleh petani dalam
melaksanakan usahatani.
Informasi tentang kinerja penyuluh perlu juga untuk memertahankan
motivasi kerja penyuluh. Penyuluh yang fokus pada prestasi kerja mereka akan
berusaha untuk tidak sekedar mempertahankan prestasi tersebut, akan tetapi untuk
lebih meningkatkan capaian-capaian yang telah diraih.
1
2
Prestasi kerja penyuluh yang baik juga berguna bagi supervisor penyuluh,
antara lain untuk mempromosikan para penyuluh itu kejenjang yang lebih tinggi,
gaji yang lebih besar dan tanggungjawab/wewenang yang lebih luas.
Informasi yang diperoleh dari evaluasi kinerja penyuluh itu dapat juga
menunjukkan kelemahan yang masih ada dalam diri penyuluh pada berbagai
aspek. Dalam hubungan ini supervisor dapat memotivasi penyuluh untuk
memperbaiki diri mereka, apakah dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang
spesifik penyuluhan, pelatihan teknik pertanian, studi mandiri atau melanjutkan
pendidikan formal kejenjang yang lebih tinggi.
Selain itu evaluasi kinerja penyuluh pertanian dapat menunjukkan
kompetensi penyuluh dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh petani,
baik teknologi budidaya, harga, akses pasar dan permodalan maupun kebijakan
pembangunan pertanian di wilayah kerja penyuluh. Dalam hubungan ini penyuluh
harus memiliki kemampuan menyusun rencana pembelajaran yang akan
diimplementasikan melalui metode dan media pembelajaran yang efektif dan
efisien sesuai dengan jumlah kebutuhan masyarakat.
Penyuluh pertanian mempunyai tugas pokok dan fungsi yang harus
dilakukan untuk mencapai kinerja yang baik. Penyuluh yang berkinerja baik dapat
memosisikan dirinya sebagai motivator, edukator, fasilitator dan dinamisator yang
berdampak pada perubahan perilaku petani dalam berusahatani. Untuk itu
penyuluh harus memiliki berbagai kemampuan, antara lain: kemampuan
berkomunikasi, berpengetahuan luas, bersikap mandiri dan mampu menempatkan
dirinya sesuai dengan karakteristik petani. Kinerja penyuluh ini diharapkan
menjadi acuan bagi pembuat kebijakan dan penyedia dana publik untuk
meningkatkan kompetensi dan motivasi penyuluh dalam membantu pemerintah
daerah meningkatkan PAD.
Pembangunan pertanian di Provinsi Gorontalo ditetapkan melalui Program
Agropolitan Berbasis Jagung yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
petani dan pendapatan asli daerah (PAD). Produksi jagung Gorontalo melalui
Program Agropolitan sampai tahun 2009 berdasarkan data dari BPS Gorontalo
(2010) mencapai 800.000 ton pipilan kering, dengan tingkat produktivitas rata-
rata 0,49 kuintal/ha. Program Agropolitan jagung merupakan program pemerintah
3
Masalah Penelitian
Peningkatan kinerja penyuluh pertanian, mutlak ditingkatkan ke arah
profesi yang mandiri dengan jatidiri penyuluhan yang profesional. Untuk itu
diperlukan peran dan posisi penyuluh pertanian sebagai penyedia jasa pendidikan,
konsultan agribisnis, mediator pedesaan, pemberdaya dan pembela petani.
Penyuluh pertanian dalam merencanakan program penyuluhan harus berusaha
melibatkan petani dan mampu menganalisis potensi wilayah untuk merumuskan
tujuan penyuluhan sesuai dengan keinginan petani. Perencanaan program
penyuluhan yang tidak memperhatikan kebutuhan dan keinginan petani akan
berdampak pada proses pembelajaran yang tidak optimal, sehingga petani hanya
menjadi obyek yang harus mengikuti kemauan penyuluh.
Kinerja penyuluh pertanian yang baik, mengharapkan penyuluh pertanian
yang memiliki peran strategis, yaitu menjadi moderator dan fasilitator antara
pemerintah, swasta, petani dan masyarakat. Penyuluh pertanian diharapkan
mampu berkontribusi positif dalam pembangunan nasional, perekonomian
nasional yang berdayasaing dalam kancah perdagangan internasional dan
mewujudkan kemampuan daerah untuk mengelola pembangunan yang hasilnya
dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
Kenyataannya, tidaklah mudah untuk mencapai kinerja penyuluh yang
baik. Kendala dalam menghasilkan kinerja penyuluh pertanian yang baik,
berkaitan erat dengan perubahan-perubahan, seperti: kebijakan pemerintah,
perekonomian global, masalah sosial dan kultur masyarakat. Selain itu keadaan
internal penyuluh pertanian, seperti: karakteristik individu, kompetensi, motivasi
dan kemandirian dapat menyebabkan kinerja penyuluh menjadi rendah. Kinerja
penyuluh yang tidak dikelola dengan baik, akan berdampak pada keadaan petani
yang tidak kreatif, inovatif, takut mengambil resiko dan tidak mandiri. Petani
mengembangkan usahatani tanpa adanya bantuan teknologi pertanian yang
spesifik lokasi dan bimbingan pengelolaan usahatani yang baik sesuai
perkembangan pasar dan permintaan masyarakat. Pada saat ini kinerja penyuluh
pertanian masih rendah, karena tidak memiliki kompetensi, motivasi dan
kemandirian dalam mengubah perilaku petani.
5
Tujuan Penelitian
Kinerja penyuluh pertanian yang baik tidak hanya berdampak pada
perilaku petani jagung, melainkan juga pada peningkatan produktivitas usahatani
jagung yang akhirnya akan memperbaiki pendapatan dan kesejahteraan petani.
Keberhasilan penyuluh pertanian dalam melaksanakan perannya untuk
meningkatkan kompetensi dan partisipasi petani berhubungan erat dengan faktor-
faktor internal penyuluh, seperti: karakteristik individu, kompetensi, motivasi dan
kemandirian penyuluh. Faktor-faktor tersebut dapat mempunyai hubungan
langsung maupun tidak langsung pada kinerja penyuluh pertanian maupun
perubahan perilaku petani jagung.
Berdasarkan uraian tersebut di atas penelitian ini bertujuan untuk:
(1) Mengidentifikasi faktor-faktor internal yang dapat meningkatkan kinerja
penyuluh pertanian dalam mengembangkan usahatani jagung di Provinsi
Gorontalo.
(2) Mengaji pengaruh faktor-faktor internal dan kinerja penyuluh pertanian pada
perilaku petani dalam berusahatani jagung di Provinsi Gorontalo.
6
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi ilmiah untuk
pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan terutama mengenai karakteristik,
kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh pertanian sebagai salah
satu upaya dalam memotivasi penyuluh pertanian untuk melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya sebagai agen pembaruan dalam mewujudkan pembangunan
pertanian yang bermanfaat pada peningkatan kesejahteraan petani. Beberapa butir
penting kegunaan penelitian ini antara lain:
(1) Bermanfaat bagi lembaga penyuluhan dalam merumuskan kebijakan tentang
tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian.
(2) Dapat memberikan kontribusi kebaruan pada bidang pengembangan
sumberdaya manusia khususnya penyuluh pertanian yang mempunyai tugas
fungsional di lapangan dalam memberikan informasi ilmiah yang efektif dan
efisien, baik dalam bentuk informasi teknis maupun manajemen usahatani.
(3) Dapat dijadikan dasar kebijakan dalam peningkatan dan pembinaan karir
penyuluh pertanian, serta menjadi pedoman dalam sistem rekrutmen penyuluh
pertanian oleh pemerintah pusat dan daerah.
(4) Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu
penyuluhan pembangunan untuk kepentingan masyarakat.
(5) Sebagai kontribusi bagi calon peneliti untuk mengembangkan model
peningkatan kinerja penyuluh dalam mewujudkan program pembangunan
pertanian secara berkelanjutan.
7
Definisi Istilah
Untuk menjelaskan makna peubah-peubah yang diamati dalam penelitian ini
perlu dibuat operasional tentang peubah-peubah tersebut.
(1) Karakteristik adalah peubah tentang individu seorang penyuluh yang
mendasari tingkah lakunya dalam melaksanakan tugas. Peubah-peubah
tersebut meliputi:
(1.1) Umur ialah usia penyuluh sejak dilahirkan sampai ulang tahun terdekat
pada saat penelitian ini dilaksanakan.
(1.2) Pendidikan formal, yaitu tahun mengikuti pendidikan formal dari SD
sampai perguruan tinggi. Diukur dari jumlah tahun mengikuti
pendidikan formal sampai saat penelitian dilaksanakan.
(1.3) Pelatihan fungsional, yaitu pelatihan yang berhubungan dengan
metodologi penyuluhan. Diukur berdasarkan jumlah pelatihan
fungsional yang pernah diikuti dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
(1.4) Pelatihan teknis, yaitu pelatihan budidaya dari penanaman sampai pasca
panen. Diukur berdasarkan jumlah pelatihan teknis yang pernah diikuti
dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
(1.5) Masa kerja, yaitu jumlah waktu (bulan atau tahun) yang sudah dialami
oleh penyuluh untuk melaksanakan tugas dan perannya sebagai
penyuluh pertanian. Diukur berdasarkan lamanya seseorang bekerja
(berprofesi) sebagai penyuluh pertanian hingga saat penelitian
dilaksanakan.
(1.6) Wilayah tugas, yaitu letak topografi wilayah penyuluh pertanian
bertugas. Diukur berdasarkan ketinggian tempat di atas permukaan laut.
(1.7) Cakupan wilayah kerja, yaitu luas wilayah administrasi yang menjadi
wilayah kerja penyuluh pertanian. Diukur berdasarkan jumlah desa
yang menjadi wilayah kerja.
(1.8) Jumlah petani binaan, yaitu jumlah petani jagung yang dibina pada
hamparan wilayah kerja penyuluh pertanian. Diukur berdasarkan
jumlah petani yang dilayani oleh penyuluh.
(1.9) Frekwensi interaksi dengan petani, yaitu banyaknya pertemuan dengan
petani atau kelompok tani dalam rangka penyuluhan pada satu musim
8
tanaman jagung, (7) skor memanen jagung (8) skor melakukan pasca
panen jagung, (9) skor mengidentifikasi masalah usahatani, (10) skor
mencari solusi penyelesaian masalah, (11) skor melaksanakan kegiatan
pemecahan masalah usahatani, (12) skor mengembangkan kemitraan
usaha.
(6.2) Partisipasi petani dalam kelompok tani. Diukur berdasarkan: (1) skor
aktif berpartisipasi membayar iuran anggota, (2) skor partisipasi hadir
saat pertemuan dan (3) skor partisipasi dalam memberikan sumbangan
pemikiran.
14
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Kinerja
Kinerja (performance) adalah hasil kerja atau prestasi kerja seseorang
dalam suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun swasta. Yuchtman
dan Seashore (1967) mendefinisikan kinerja sebagai kemampuan suatu organisasi
yang memanfaatkan lingkungannya untuk mengakses sumber-sumber daya yang
terbatas. Lebih lanjut Yuchtman dan Seashore menjelaskan kinerja adalah sebuah
pengukuran yang mencakup persepsi dari berbagai stakeholder dalam organisasi.
Pengukuran tersebut mencakup keberhasilan pekerjaan dalam mencapai tujuan
organisasi. Gruneberg (1979) menyatakan bahwa, kinerja merupakan perilaku
yang diperagakan secara aktual oleh individu sebagai respons pada pekerjaan
yang diberikan kepadanya yang dilihat atas dasar hasil kerja, derajat kerja dan
kualitas kerja.
Bernardin dan Russel (1993) mendefinisikan kinerja sebagai catatan hasil
kerja individu yang diperoleh melalui fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan
individu selama periode waktu tertentu. Cardy et al.,(1995) menjelaskan bahwa,
kinerja dipandang sebagai bagian dari fungsi sistem kerja dari karakateristik
seorang pekerja (karyawan), karena karakteristik pekerja diasumsikan memiliki
pengaruh besar terhadap kinerja hal ini didasari pada perbedaan-perbedaan
individu dalam melaksanakan pekerjaan sehingga memengaruhi kinerja. Gibson
(1996) memahami kinerja adalah hasil kerja yang diinginkan dari perilaku dan
kinerja individu yang merupakan dasar dari kinerja organisasi. Mangkunegara
(2001) menjelaskan bahwa, kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Yuchtman dan Seashore (1967) dan Gruneberg (1979), kinerja
merupakan suatu kemampuan atau keberhasilan kerja individu dalam suatu
organisasi sesuai dengan pekerjaan yang diberikan kepadanya untuk mencapai
tujuan organisasi. Yuchtman dan Seashore (1967) lebih menekankan pada
persepsi pekerjaan berbagai stakeholder dalam organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi. Persepsi individu inilah yang diukur atau dinilai oleh pimpinan
organisasi. Misalnya persepsi tentang perencanaan dan implementasi program
14
15
Penilaian Kinerja
Kinerja organisasi ditentukan oleh penilaian kinerja individu dalam
melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan organisasi. Penilaian prestasi kerja
dilakukan dengan membandingkan kerja yang telah dilaksanakan seseorang (job
related) dengan standar kinerja (performance standard) yang telah ditetapkan.
16
perencanaan kebutuhan SDM. Gomez (2001) lebih memahami pada acuan atau
standar dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan kondisi pekerjaan
karyawan. Nawawi (2003) lebih mengarah pada informasi tentang kondisi
keahlian dari seorang karyawan dalam melaksanakan tugas secara efektif, efisien
dan produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dan
manfaat penilaian kinerja ialah sebagai acuan atau standar di dalam membuat
keputusan yang berhubungan dengan prestasi kerja dan umpan balik organisasi
pada kemampuan dan keahlian karyawan. Hal ini dapat membantu pihak
manajemen untuk memotivasi dan meningkatkan kualitas kerja karyawan
berdasarkan prestasi dan wawasannya pada tujuan organisasi.
Lingkungan
Organisasi
Kinerja
Organisasi
Motivasi Kapasitas
Organisasi Organisasi
Pelaksanaan (1) Tersusunnya materi penyuluhan baik berupa media cetak maupun
penyuluhan elektronik yang sesuai kebutuhan petani dengan bahasa yang
mudah dipahami petani.
(2) Diterapkannya kombinasi berbagai metode penyuluhan sesuai
dengan keadaan petani.
(3) Terbentuknya kelompok tani secara mandiri.
(4) Tumbuhnya kemitraan usaha baik dengan produsen agroinput,
lembaga keuangan dan lembaga pemasaran secara baik.
(5) Terumuskannya hasil penilaian kelas kelompok secara jelas dan
terukur.
(6) Tumbuhnya swadaya petani secara mandiri.
Pengembangan Tersusunnya petunjuk teknis penyuluhan untuk acuan dalam
penyuluhan melaksanakan tugasnya.
Pengembangan (1) Tersusunnya karya tulis ilmiah di bidang penyuluhan pertanian
profesi baik yang dipublikasikan atau tidak.
penyuluhan (2) Tersusunnya makalah ilmiah di bidang penyuluhan pertanian.
(3) Tersusunnya karya tulis ilmiah populer bidang penyuluhan yang
dipublikasikan pada media massa.
(4) Tersusunnya naskah saran pada suatu pertemuan ilmiah.
Evaluasi dan Tersusunnya laporan hasil pelaksanaan penyuluhan setelah kegiatan
pelaporan berakhir.
penyuluhan
Penunjang (1) Terjemahan di bidang pertanian baik yang dipublikasikan atau
penyuluhan tidak dipublikasikan.
(2) Bimbingan terhadap penyuluh dibawah jenjangnya dengan surat
keterangan.
(3) Mengikuti kegiatan, seperti: seminar, lokakarya dan pelatihan
bidang penyuluhan dengan sertifikat atau surat keterangan.
(4) Mengajar/melatih pada kursus tani/diklat penyuluhan dengan surat
keterangan.
(5) Mendapat penghargaan atas prestasi kerjanya dengan sertifikat.
Sumber: Keputusan Menkowasbangpan Nomor: 19/Kep/MK.WASPAN/ 5/1999.
28
tersebut dijelaskan melalui kompetensi utama penyuluh pada setiap tugas yang
dilaksanakan.
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003
Tanggal 21 Nopember 2003 menjelaskan bahwa, kompetensi adalah kemampuan
dan karakteristik yang dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugasnya
secara efektif dan efisien. Hal ini sejalan penjelasan dari Padmowihardjo (2004)
yang mengemukakan bahwa, kompetensi adalah kemampuan dan rasa
tanggungjawab seseorang pada tugas atau pekerjaan yang dilaksanakan agar dapat
dicapai hasil yang baik. Kompetensi didukung dengan kemampuan intelektual
(cognitif), kemampuan yang berkaitan dengan kejiwaan (affectif) dan kemampuan
gerak fisik (psychomotoric).
Kompetensi inti (core competency) didefinisikan sebagai pengetahuan
dasar, sikap, keterampilan dan perilaku yang berperan untuk keunggulan suatu
program penyuluhan. Wisconsin Cooperative Extension menyatakan bahwa suatu
kompetensi adalah suatu kuantitas yang cukup dari pengetahuan, ketrampilan dan
tanggung jawab untuk memenuhi tugas atau tujuan tertentu. Missouri Cooperative
Extension menyatakan bahwa setiap penyuluh profesional harus memproses
kekuatan-kekuatan pribadi, kemampuan sebagai pendidik, kemampuan di dalam
teknologi informasi dan sebagai ahli (expert) di bidangnya (Deborah et al., 2002).
Neill (2008) melalui Wisconsin Project mengidentifikasi tujuh kompetensi
inti, yaitu: (1) bekerja secara efektif “seseorang memiliki dan menerapkan
kebiasaan dan perilaku kerja yang efektif dengan latar belakang organisasional.”;
(2) belajar secara efektif “seseorang memiliki keahlian dasar yang penting dalam
membaca, menulis dan menghitung; menerapkan keahlian dalam memperoleh
informasi; dan menggunakan alat-alat dan strategi.”; (3) berkomunikasi dengan
jelas “seseorang mampu untuk menerapkan keahlian menulis, berbicara dan
mendengarkan dengan benar dalam menyampaikan informasi, pemikiran dan
pendapat secara jelas.”; (4) bekerja sama “seseorang mampu untuk bekerja
dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas, memecahkan masalah,
menyelesaikan konflik, menyediakan informasi dan menawarkan bantuan.”; (5)
bertanggung jawab “seseorang sadar akan bertanggungjawab terhadap dirinya
34
sendiri dan orang lain untuk setiap aksi dan keputusannya.”; (6) menilai diri
sendiri secara positif “seseorang menerapkan prinsip kebaikan fisik dan psikologis
untuk kehidupannya sendiri” dan (7) berpikir secara kritis dan kreatif “seseorang
menerapkan prinsip dan strategi yang mempunyai tujuan, aktif dan berpikiran
yang terorganisasi.”
Personnel and Organizational Develeopment Committee (Deborah et al.
2002) memperkenalkan sebelas kompetensi inti yang diyakini sesuai untuk
penyuluh profesional, yaitu:
(1) Community and Social Action Processes - the ability to identify and monitor
variables and issues important to community vitality (e.g., demographics,
economics, human services, environmental, etc.) and the ability to use and
apply these variables to program prioritization, planning, and delivery.
(Proses aksi sosial - kemampuan untuk mengidentifikasi dan memonitor
variabel-variabel dan isu-isu penting bagi vitalitas masyarakat (contoh:
demografis, ekonomi, pelayanan manusia, lingkungan dan lain-lain) dan
kemampuan untuk menggunakan dan menerapkan variabel-variabel dalam
memprioritas program, perencanaan dan penyerahan).
(2) Diversity / Pluralism / Multiculturalism – the awareness, commitment, and
ability to include one’s own as well as the other’s different cultural
perception, assumptions, norms, beliefs and values. (Keaneka-ragaman-
kesadaran, komitmen dan kemampuan termasuk rasa memiliki, seperti:
budaya yang berbeda, asumsi-asumsi, norma-norma, kepercayaan dan nilai-
nilai).
(3) Educational Programming – the ability to plan, design, implement, evaluate,
account for, and market significant Extension education programs that
improve the quality of life for Extension learner. (Pemrograman Bidang
Pendidikan-kemampuan merencanakan, desain, penerapan, mengevaluasi,
menghitung dan menjual program pendidikan penyuluhan untuk memperbaiki
mutu hidup pelajar penyuluhan).
(4) Engagement – the ability to recognize, understand, and facilitate
opportunities and to broker the necessary resources that best respond to the
needs of individuals and communities. (Perikatan-kemampuan untuk
35
Self-actualization
personal growth and fulfilment
Esteem needs
achievement, status, responsibility, reputation
Safety needs
protection, security, order, law, limits, stability, etc.
(1) Kebutuhan fisiologis (lahiriyah), yaitu kebutuhan dasar individu, antara lain:
air, makan, perlindungan, keramahan, sex, tidur dan lain-lain. Manifestasinya
merupakan kebutuhan individu akan pangan, sandang dan papan. Bagi
karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan
fasilitas lainnya, seperti: rumah, kendaraan dan lain-lain menjadi motif dasar
38
dari individu mau bekerja secara efektif dan dapat memberikan produktivitas
yang tinggi bagi organisasi.
(2) Kebutuhan akan rasa aman dan selamat (safety needs). Kebutuhan ini
mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam
kedudukan, jabatan, wewenang dan tanggung jawabnya sebagai karyawan.
Dia dapat bekerja dengan baik dan penuh produktivitas bila ada jaminan
formal atas kedudukan dan wewenangnya.
(3) Kebutuhan akan cinta dan harta atau kebutuhan sosial (social needs).
Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok
kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, meningkatkan
relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan
termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi.
(4) Kebutuhan akan penghargaan atau kebutuhan prestasi (esteem needs).
Kebutuhan akan kedudukan dan promosi di bidang kepegawaian. Kebutuhan
akan simbol-simbol dalam statusnya serta prestis yang ditampilkannya.
(5) Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization). Setiap orang ingin
mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan
kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan dan seringkali nampak
pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam
motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen yang
dapat mensinkronisasikan antara citra diri dan citra organisasi untuk dapat
melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.
Istilah “hirarki” dapat diartikan sebagai tingkatan atau secara analogi
berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa, menaiki suatu tangga berarti dimulai
dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep
tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak
akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua, dalam hal ini keamanan
sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan dan papan terpenuhi;
yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman,
demikian pula seterusnya. Pemenuhan tentang berbagai kebutuhan manusia makin
mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi
sangat diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan
39
Herzberg (2000) menjelaskan bahwa, motivasi terdiri dari dua faktor yang
memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu; (1) faktor pemuas ”motivation
factor” yang disebut juga satisfier atau intrinsic motivation, yaitu faktor-faktor
yang sifatnya intrinsik atau bersumber dalam diri seseorang dan (2) faktor
pemelihara”hygienes” yang disebut juga disatisfier atau exstrinsic motivation,
yaitu faktor-faktor sifatnya yang bersumber dari luar diri dan turut menentukan
perilaku seseorang dalam kehidupannya.
Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan atau
pegawai termotivasi yaitu, faktor intrinsik (motivator) atau satisfiers, seperti:
pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan
dalam karier dan pengakuan orang lain. Faktor ekstrinsik (hygiene) pemelihara
atau dissatisfiers, seperti: status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang
individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya,
teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi,
sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang
berlaku.
Karyawan atau pegawai yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi
pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja
dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat.
Kepuasan disini terutama tidak dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat
materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik
cenderung melihat apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan
kinerjanya diarahkan untuk memperoleh hal-hal tersebut. Adapun yang
merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah pekerjaan itu sendiri,
prestasi yang diraih, peluang untuk maju, pengakuan orang lain dan
tanggungjawab. Faktor hygienis terdiri dari: kompensasi, kondisi kerja, status,
supervisi, hubungan antara manusia dan kebijakan perusahaan atau lembaga
pemerintah.
Dahama dan Bhatnagar (1980), Koontz et al.,(1980) dan Soemanto (1987)
menjelaskan bahwa motivasi merupakan kombinasi antara kepentingan, perasaan,
selera dan keinginan yang terwujud dengan adanya kekuatan untuk bertindak atau
bergerak secara langsung melalui saluran perilaku yang mengarah pada pekerjaan.
41
individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Motivasi ini dapat diamati dari
perilaku yang dihasilkannya, yaitu: cara atau pola pemenuhan kebutuhan dasar,
kebutuhan tumbuh, motivasi berprestasi, faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik
individu yang akan berdampak pada kepuasaan individu terhadap hasil pekerjaan
yang menjadi tanggungjawabnya.
Pada penilitian ini faktor-faktor motivasi penyuluh pertanian yang di
analisis adalah motivasi kebutuhan untuk berprestasi, motivasi kebutuhan untuk
memperoleh kekuasaan, motivasi kebutuhan untuk berafiliasi, motivasi dalam
mendapatkan pengakuan petani atas tugas yang dilakukan dan motivasi atas dasar
penghasilan yang baik dari hasil pekerjaannya.
pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah, maka remaja
akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Hal tersebut membuat
remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orang tua, sehingga remaja lebih
percaya pada teman-teman yang senasib dengannya.
Alwi (2005) berpendapat bahwa untuk mendapatkan kebebasan emosional,
remaja mencoba merenggangkan hubungan emosionalnya dengan orang tua; ia
harus dilatih dan belajar untuk memilih dan menentukan keputusannya sendiri.
Usaha ini biasanya disertai tingkah laku memberontak atau membangkang. Dalam
hal ini diharapkan pengertian orang tua untuk tidak melakukan tindakan yang
bersifat menindas, akan tetapi berusaha untuk membimbingnya secara bertahap.
Kemandirian emosional berhubungan dengan perkembangan remaja mengenai
individualisasi dan melepaskan diri atas ketergantungan mereka pada pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan dasar dari orang tua.
Menurut Godfrey (2003), kemandirian ekonomi merupakan kemampuan
dari suatu entitas untuk menopang kesejahteraannya. Entitas dapat berupa;
individu, keluarga, komunitas, negara, ataupun bangsa. Kemandirian ekonomi
merupakan tujuan antara (intermediate end) yang memfasilitasi suatu entitas
untuk mencapai visi mereka pada kehidupan yang lebih baik.
Swasono (2003) mengemukakan bahwa, kemandirian ekonomi sangat
dipengaruhi oleh budaya ekonomi subordinasi yang mempertahankan hegemoni
ekonomi dan menumbuhkan ekonomi subordinasi tuan hamba dan taoke-koelie
atau jurangan-buruh yang merupakan suatu economic slavery system sebagaimana
berlaku pada zaman usaha VOC, pasca VOC, cultuurstelsel dan pasca
cultuurstelsel, secara imperatif perlu diubah menjadi hubungan ekonomi yang
demokratis, yaitu hubungan ekonomi yang partisipatori-emansipatori. Hal ini
ditujukan untuk menghindari keterdiktean, ketertundukan, ketakmandirian dan
ketergantungan ekonomi.
Susilo Bambang Yudoyono (2009) mengungkapkan bahwa, bangsa yang
mandiri secara ekonomi adalah bangsa yang mampu memenuhi kebutuhannya
dari sumber daya dalam negeri. Namun sekeras apapun sebuah negara mencoba
mandiri, tetap saja membutuhkan kerjasama dengan negara-negara lain. Menurut
Ahmad Heryawan (2009), kemandirian ekonomi dapat juga berarti penciptaan
45
perdamaian dalam lingkup kecil atau lokal, hal ini dapat dicapai melalui
pembangunan lokal (local development) yang bertumpu pada pemberdayaan
penduduk setempat berbasis komunitas.
Menurut Yustika (2007), pengertian kemandirian ekonomi tidak sekadar
diarahkan untuk mengeksploitasi external factor sebagai cara memecahkan
masalah, tetapi justru lebih mengaji internal factor sebagai sumber terciptanya
ketidakmandirian atau ketergantungan. Identifikasi internal factor tersebut akan
bermanfaat dalam tiga hal: (1) kemandirian bukan sebagai konsep yang tertutup,
tetapi tetap dengan memberikan ruang bagi adanya integrasi ekonomi, (2)
menemukan sumber-sumber penyebab ketergantungan sehingga membuat lebih
fokus penyelesaiannya dan (3) memberikan landasan yang lebih jernih untuk
mengaitkan hubungan antara kemandirian dan semangat globalisasi.
Usman (2009) menjelaskan kemandirian ekonomi dari sudut pandang
kekuatan dan kedaulatan suatu Negara yang sektor riilnya (supply side of the
economy) adalah solid dan kuat, karena dipengaruhi oleh sektor permintaan
(demand side of the ecomony), yaitu: sektor fiskal, moneter dan perdagangan
internasional yang solid dan kuat, sehingga negara tersebut hidup dari sektor-
sektor yang memiliki keuntungan absolut (absolute advantage), keuntungan
komparatif (comparative advantage) dan keuntungan kompetitif (comvetitive
advantage).
Masrun (1986) menjelaskan lima komponen kemandirian intelektual,
yaitu: (1) bebas, artinya bertindak atas kehendaknya sendiri bukan karena orang
lain dan tidak tergantung orang lain, (2) progresif dan ulet artinya berusaha untuk
mengejar prestasi, tekun dan terencana dalam mewujudkan harapannya, (3)
inisiatif, yaitu mampu berpikir dan bertindak secara original, kreatif dan penuh
inisiatif, (4) terkendali dari dalam, individu mampu mengatasi masalah yang
dihadapi, mampu mengendalikan tindakannya serta mampu memengaruhi
lingkungan atas usuhanya sendiri dan (5) kemantapan diri (harga diri dan percaya
diri), termasuk dalam hal ini mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan
diri sendiri, menerima dirinya dan memperoleh kepuasan dari usahanya.
46
2. Pendidikan Formal
Menurut Mosher (1987) dalam masyarakat yang sedang berkembang,
pendidikan hendaklah ditujukan pada semua tingkatan usia. Dalam masyarakat
tradisional, apa yang dipelajari oleh setiap generasi baru adalah sama dengan apa
yang telah diketahui dan disetujui oleh generasi sebelumnya. Houle (1975)
menjelaskan bahwa, pendidikan merupakan proses pengembangan pengetahuan,
keterampilan maupun sikap individu yang dilakukan secara terencana, sehingga
diperoleh perubahan-perubahan dalam meningkatkan taraf hidupnya. Menurut
Wiraatmadja (1977), pendidikan adalah usaha untuk mengadakan perubahan
perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui
oleh masyarakat. Pendidikan disini adalah pendidikan secara formal, seperti: SD,
SLTP, SLTA dan Perguruan tinggi. Gilley dan Eggland (1989) menjelaskan
bahwa, konsep behavioristik dari kinerja manusia dan konsep pendidikan menjadi
dasar bagi pengembangan sumberdaya manusia. Orientasi ini menekankan pada
pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk tujuan meningkatkan produktivitas
dan efisiensi organisasi.
Pendidikan formal adalah suatu pendidikan yang proses pelaksanaannya
telah direncanakan berdasarkan pada tatanan kurikulum dan proses pembelajaran
yang terstruktur menurut jenjang pendidikan. Pendidikan formal yang diikuti oleh
penyuluh pertanian merupakan gambaran bahwa penyuluh tersebut mempunyai
pengetahuan yang lebih baik jika dibandingkan dengan klien.
Pendidikan formal yang pernah diikuti penyuluh dapat memengaruhi
kinerja penyuluh, karena dengan pendidikan formal seorang penyuluh dapat
meningkatkan kinerjanya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Dengan
tingkat pendidikan yang tinggi seorang penyuluh dapat menyusun strategi
pekerjaan sebagai bagian dari penyelesaian tugas-tugasnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Slamet (1992) bahwa, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan keterampilan, efisien bekerja dan
semakin banyak tahu cara-cara dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih
49
3. Pelatihan
Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang menggambarkan suatu
proses dalam mengembangkan potensi individu untuk mencapai tujuan organisasi.
Jacius (1968) mengemukakan “istilah pelatihan menunjukkan suatu proses
peningkatan sikap, kemampuan dan kecakapan dari para pekerja untuk
menyelenggarakan pekerjaan secara khusus.” Ungkapan ini menunjukkan
kegiatan pelatihan merupakan proses membantu peserta belajar untuk
memperoleh keterampilan, keahlian yang efektif dan efisien dalam melakukan
pekerjaan mereka sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Hickerson dan Middleton (1975) mendefinisikan pelatihan adalah suatu
proses belajar, tujuannya untuk mengubah kompetensi kerja seseorang, sehingga
berprestasi lebih baik dalam melaksanakan pekerjaannya. Pelatihan dilaksanakan
sebagai usaha untuk memerlancar proses belajar seseorang, sehingga bertambah
kompetensinya melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya
dalam bidang tertentu guna menunjang pelaksanaan tugasnya.
Jahi dan Newcomb (1981) menjelaskan bahwa, pelatihan dapat dilakukan
pada individu, kelompok, organisasi volunteer yang telah mengemban tugas sejak
lama, hal ini bertujuan untuk memerbaharui diri individu maupun kelompok.
Pelatihan dapat memerbaiki karakteristik seseorang, misalnya: (1) mengerti posisi
dan tanggung jawab pada tugas dan pekerjaaan, (2) mengerti proses-proses
pekerjaan yang harus dijalani, (3) memahami peranan masyarakat dalam kegiatan
kerelawanan, (4) memahami pelaksanaan tugas, (5) mampu membuat perencanaan
untuk memulihkan atau menolong client, (6) memahami perencanaan dan
pengaruhnya pada tujuan yang akan dicapai, (7) berusaha membaur dengan
masyarakat yang ditolong, (8) memahami demografi wilayah kerja, (9)
memahami situasi sosial di wilayah kerja, (10) memahami bagaimana
berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat, (11) professional dalam bekerja,
(12) berusaha mencapai tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat secara bersama
dan (13) berpengalaman di wilayah kerja.
50
4. Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja ialah karakteristik individu yang menyangkut masa
kerja dalam suatu organisasi. Gagne (1967) berpendapat bahwa, pengalaman ialah
akumulasi proses belajar yang telah dialami seseorang. Menurut Walker (1973),
pengalaman adalah akumulasi proses mengalami, memengaruhi dan memutuskan
sesuatu yang baru bagi kehidupan seseorang. Hasil penelitian Bryan dan Glenn
(2004) menunjukkan bahwa, pengalaman kerja memberikan efek positif pada
penyuluh baru, sementara pada penyuluh yang sudah lebih lama bekerja akan
menunjukkan tingkat kepuasan klien.
Pengalaman kerja seorang penyuluh menunjukkan kecakapan yang
bersangkutan dalam melakukan pekerjaan, baik dari segi teknis maupun
perencanaan. Seorang penyuluh yang lama bekerja telah berpengalaman dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan klien, sehingga dapat merencanakan
program untuk pengembangan usahatani dengan lebih baik. Jadi pengalaman kerja
penyuluh berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.
51
5. Lokasi Tugas
Lokasi tugas penting diperhatikan oleh pihak manajemen organisasi,
karena berpengaruh langsung pada kinerja karyawan. Menurut Nitisemito (2000),
lokasi tugas atau lingkungan kerja berpengaruh pada pelaksanaan tugas.
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (2008) menjelaskan bahwa, jagung dapat
ditanam di Indonesia mulai dari lahan dataran rendah sampai dataran tinggi antara
1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl
merupakan ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung. Berdasarkan
keadaan lahan budidaya jagung tersebut, maka lokasi tugas penyuluh pertanian
dibedakan menjadi tiga tipologi, yaitu: wilayah dataran rendah, wilayah dataran
sedang dan wilayah dataran tinggi.
Tjitropranoto (2005) menjelaskan bahwa, kegiatan penyuluhan pertanian
perlu memperhitungkan perbedaan lingkungan sumberdaya alam dan iklim pada
lokasi petani tersebut berada. Penyuluh pertanian perlu mengidentifikasi potensi
sumberdaya alam dengan baik dan menggunakannya untuk kepentingan petani
sesuai dengan pilihan teknologi yang tepat dan spesifik lokasi. Kondisi lokasi
tugas yang berbeda berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi kegiatan penyuluh,
sehingga akan menghasilkan tingkat kinerja yang berbeda pula. Penyuluh yang
bertugas di wilayah dataran rendah dan sedang akan lebih mudah dan cepat
melakukan pembinaan pada petani, dibandingkan dengan yang bertugas di
wilayah dataran tinggi. Dengan demikian lokasi tugas akan berpengaruh pada
kinerja penyuluh pertanian.
6. Luas Wilayah Kerja
Luas wilayah kerja merupakan wilayah kerja penyuluh pertanian dalam
melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya dalam melakukan pembinaan pada
petani jagung. Wilayah kerja penyuluh pertanian (WKPP) adalah satu kesatuan
wilayah pertanian yang meliputi satu sampai lima wilayah kecamatan yang secara
efektif dapat dijangkau atau dilayani oleh seorang penyuluh pertanian. Wilayah
kerja balai penyuluh pertanian (WKBPP) merupakan satu wilayah kabupaten/kota
yang secara efektif dapat dijangkau atau dilayani oleh balai penyuluh pertanian
(BPP) dan tersusun atas kurang lebih sepuluh WKPP (Deptan, 2004).
52
pertanian yang telah disusunnya? apakah berjalan lancar sesuai rencana? apakah
ada partisipasi petani pada kegiatan tersebut?
Kemampuan penyuluh dalam mengelola informasi dapat dilihat pada
media penyuluhan yang tersedia atau pelatihan petani yang diselenggarakannya;
apakah materi media/pelatihan dapat mengisi kebutuhan petani? apakah metoda
yang digunakan cocok dengan situasi petani? apakah dilakukan evaluasi hasil
pelatihan?
Kemampuan dalam melakukan hubungan interpersonal dapat dilihat pada
hubungan atau interaksi yang dilakukannya pada petani maupun stakeholder
lainnya; apakah hubungan berjalan langsung atau tidak langsung? Apakah
hubungan terjadi dengan intensitas yang sering atau jarang?
Penyuluh pertanian yang menguasai sebelas kemampuan inti dapat disebut
sebagai penyuluh profesional yang melaksanakan tugas-tugasnya secara efektif,
efisien dan relevan. Menurut Gilley and Eggland (1989), kompetensi merupakan
kemampuan yang dimiliki seseorang sehingga yang bersangkutan dapat berperan
dengan baik dalam melaksanakan tugasnya. Dengan demikian kompetensi
berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.
terdapat beberapa aspek yang berpengaruh pada motivasi kerja penyuluh, yakni:
kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi, kebutuhan untuk
kekuasaan, rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif,
lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan
perlakuan yang adil dari organisasi penyuluh. Dengan melibatkan penyuluh dalam
pengambilan keputusan, pekerjaan yang menarik dan menantang, kelompok dan
rekan-rekan kerja yang menyenangkan, kejelasan akan standar keberhasilan,
output yang diharapkan serta bangga pada pekerjaan dan umpan balik dari petani
dapat menjadi faktor motivasi peningkatan kinerja penyuluh.
melalui proses pendidikan non formal dalam bentuk perubahan perilaku. Dengan
demikian kemandirian dapat berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.
keluarganya. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), penyuluhan sebagai
bentuk keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara
sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat, sehingga bisa
membuat keputusan yang benar.
Hariadi (2006) menyatakan bahwa, penyuluh harus berperan menggugah
minat masyarakat untuk lebih giat belajar dengan menggunakan berbagai metoda
belajar, media penyuluhan dan teknik-teknik menyuluh. Pengetahuan dan
keterampilan tersebut harus dapat diterapkan penyuluh agar masyarakat berminat
untuk mengadopsi teknologi baru pada kegiatan penyuluhan.
Dari uraian di atas, maka peran penyuluh pertanian dalam pengembangan
usahatani jagung adalah memberi dorongan kepada para petani agar mau
mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara
baru yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan teknologi
pertanian, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan dan peningkatan perilaku
petani dalam meningkatkan produktivitas usahatani jagung.
Perilaku Petani
Skinner (1953) mengungkapkan bahwa, perilaku adalah respon atau reaksi
seseorang pada stimulus atau rangsangan dari luar. Menurut Skinner, hubungan
antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungan dapat
menimbulkan perubahan perilaku. Respon yang diterima seseorang, akibat adanya
stimulus-stimulus yang saling berinteraksi. Interaksi antara stimulus itu akan
memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan tersebut memiliki
konsekuensi yang memengaruhi munculnya perilaku.
Asngari (2001) menjelaskan bahwa, untuk mengubah perilaku seseorang,
dapat dilakukan dengan mengubah tiga unsur perilaku, yaitu: pengetahuan, sikap
mental dan keterampilan. Perubahan masing-masing unsur akan saling
memengaruhi perilaku seseorang. Mohamad Junus Jarmie (1994) menyatakan
bahwa, hubungan antara perilaku dan produktivitas usahatani adalah hubungan
perilaku petani dalam meningkatkan produksi dengan produktivitas usahatani pra
panen.
58
Konsep Usahatani
Usahatani (farm) merupakan perpaduan dari alam (lahan), tenaga kerja dan
modal untuk menghasilkan produksi pertanian. Mosher (1987) mendefinisikan
usahatani sebagai himpunan sumber-sumber alam yang terdapat di suatu tempat
60
Kerangka Berpikir
Program Agropolitan jagung dilaksanakan terintegrasi dengan program
pembangunan pertanian di Provinsi Gorontalo. Tujuan Program Agropolitan
adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui peningkatan
produksi jagung secara berkesinambungan. Implementasi program agropolitan
jagung secara melembaga dilaksanakan oleh semua pihak yang bergerak di bidang
pertanian tanaman pangan, termasuk petani sebagai penerima manfaat program
agropolitan.
Petani sebagai pelaksana teknis usahatani jagung perlu mendapatkan
berbagai informasi teknologi pertanian yang berhubungan dengan budidaya
jagung termasuk penyediaan sarana produksi, modal usahatani dan peluang pasar
yang dapat menjamin produksi jagung. Berbagai informasi tersebut didapatkan
petani melalui pendekatan sistem penyuluhan yang dilaksanakan secara terpadu
oleh penyuluh pertanian.
Kualitas kinerja penyuluh dalam membantu petani mengelola usahatani
tidak terlepas dari kompetensi dan motivasi penyuluh dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya sebagai penyuluh pertanian. Kompetensi lebih terarah pada
kemampuan penyuluh secara teknis dan manajerial dalam usahatani, sedangkan
motivasi mengarah pada dorongan dan semangat kerja yang terintegrasi pada
pelaksanaan program kerja penyuluh pertanian. Dengan adanya kompetensi dan
motivasi kerja akan menghasilkan kemandirian penyuluh yang berusaha
membantu petani dalam melaksanakan usahatani jagung secara mandiri dan
produktif. Selain itu karakteristik pribadi penyuluh, seperti: umur, tingkat
pendidikan formal, pelatihan yang pernah diikuti, pengalaman kerja, lokasi tugas,
luas wilayah kerja, jumlah petani binaan dan frekwensi interaksi dengan petani
binaan ikut menentukan keberhasilan kinerja penyuluh dalam membantu
kemandirian petani berusahatani jagung.
Keterkaitan antara faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja penyuluh
dan perilaku petani dapat dilakukan dengan pendekatan model logika yang
disusun berdasarkan pengelolaan faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
penyuluh pertanian. Faktor-faktor tersebut dapat dikonkritkan melalui suatu hasil
62
63
SITUATION PRIORITY
PROGRAM ACTION
ANALYSIS SETTING
Inputs: Outputs: Out comes: Impacts:
What are the Filters: What we What we do: Who we reach: Short term: Medium term: Long term:
current needs invest:
and assets? Mission Work shop Participants Learning: Action: Conditions:
Vision Training
How do we Time Customers Awareness Behavior Economic
Value Publications
separate Staf Citizens Knowledge Practice Social
Mandates Media work
symptoms from Money Attitudes Decisions Environmental
Resources Curriculum
problems? Materials Satisfaction Skills Policy Civic
Local dynamics Assessments
Research Opinions Social-action
What is the Collaborators Facilitation
Equipment Aspirations
knowledge base? Competitor Counseling Motivation
Volunteer
Intended development
Outcomes Recruitment
Productions
EVALUATION
Focus – Collect data – Analyze and Interpret – Report
Sumber: University of Wisconsin-Extension Cooperative Extension Program Development and Evaluation (2001)
64
65
(Output)
(Input) Keluaran (Outcomes)
Masukan Hasil
(Priority Setting) Kurikulum Pembalajaran
(Situation) (1) Waktu tentang usahatani jagung:
Penetapan prioritas Jangka pendek
pelaksanaan
Situasi penyuluhan (1) Memilih benih jagung
Karakteristik yang baik Kompetensi
• Produksi Penyuluh (2) Staf/penyuluh petani jagung
(Goal)
jagung yang akan (2) Mengolah lahan meningkat
melaksanakan Sasaran
rendah usahatani jagung
Kompetensi penyuluhan
Penyuluh (3) Memupuk jagung Petani binaan
Sistem (3) Biaya Jangka
penyuluhan pelaksanaan (4) Mengendalikan hama menengah
dan penyakit tanaman
Motivasi (4) Materi/metode jagung Produksi
• Kinerja Penyuluh penyuluhan Partisipasi jagung
penyuluh (5) Mengairi dan menyiram petani meningkat
rendah (5) Penelitian jagung
Kemandirian penyuluhan
Penyuluh (6) Memanen jagung Jangka
(6) Peralatan yang
panjang
digunakan (7) Melakukan pasca panen
untuk jagung
penyuluhan Pendapatan
petani
(8) Memasarkan jagung meningkat
65
66
Produksi jagung
Kemandirian Penyuluh (X4)
1. Kemandirian intelektual Keterangan:
2. Kemandirian sosial = Hubungan langsung
3. Kemandirian emosional = Hubungan tidak langsung
4. Kemandirian ekonomi
= Hubungan korelasi
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dijelaskan, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
(1) Karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh berpengaruh
nyata pada kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usahatani jagung.
(2) Karakteristik, kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh
pertanian berpengaruh nyata pada perilaku petani jagung.
(3) Terdapat hubungan nyata antara peubah karakteristik, kompetensi, motivasi
dan kemandirian penyuluh pertanian.
(4) Terdapat pengaruh nyata kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku
petani jagung.
68
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah ex post facto, yaitu bentuk
penelitian yang menilai peristiwa yang telah terjadi atau penilaian kondisi faktual
di lapangan. Peubah-peubah penelitian meliputi peubah bebas (X) dan peubah
terikat (Y). Peubah bebas (X), terdiri dari: karakteristik penyuluh, kompetensi
penyuluh, motivasi penyuluh dan kemandirian penyuluh. Peubah terikat (Y),
terdiri dari: kinerja penyuluh pertanian dan perilaku petani.
Untuk mengetahui pengaruh peubah bebas pada peubah terikat dan
menguji hipotesis dibuat kerangka hipotetik. Kerangka hipotetik kemudian
dioperasionalisasikan untuk merumuskan model persamaan pengukuran dan
model persamaan struktural sesuai dengan kaidah SEM (Structural Equation
Model). Model persamaan dan kerangka hipotetik penelitian sebagai berikut:
• Persamaan model pengukuran
(1) Pengukuran peubah karakteristik
X 1.1 = λ 1 X 1 + δ 1
X 1.2 = λ 2 X 1 + δ 2
X 1.3 = λ 3 X 1 + δ 3
X 1.4 = λ 4 X 1 + δ 4
X 1.5 = λ 5 X 1 + δ 5
X 1.6 = λ 6 X 1 + δ 6
X 1.7 = λ 7 X 1 + δ 7
X 1.8 = λ 8 X 1 + δ 8
X 1.9 = λ 9 X 1 + δ 9
(2) Pengukuran peubah kompetensi
X 2.1 = λ 10 X 2 + δ 10
X 2.2 = λ 11 X 2 + δ 11
X 2.3 = λ 12 X 2 + δ 12
X 2.4 = λ 13 X 2 + δ 13
X 2.5 = λ 14 X 2 + δ 14
X 2.6 = λ 15 X 2 + δ 15
68
69
X 2.7 = λ 16 X 2 + δ 16
X 2.8 = λ1 7 X 2 + δ 17
X 2.9 = λ1 8 X 2 + δ 18
X 2.10 = λ1 9 X 2 + δ 19
X 2.11 = λ 20 X 2 + δ 20
(3) Pengukuran peubah motivasi
X 3.1 = λ 21 X 3 + δ 21
X 3.2 = λ 22 X 3 + δ 22
X 3.3 = λ 23 X 3 + δ 23
X 3.4 = λ 24 X 3 + δ 24
X 3.5 = λ 25 X 3 + δ 25
X 3.6 = λ 26 X 3 + δ 26
(4) Pengukuran peubah kemandirian
X 4.1 = λ 27 X 4 + δ 27
X 4.2 = λ 28 X 4 + δ 28
X 4.3 = λ 29 X 4 + δ 29
X 4.4 = λ 30 X 4 + δ 30
(5) Pengukuran peubah kinerja penyuluh
Y 1.1 = λ 31 Y 1 + ε 1
Y 1.2 = λ 32 Y 1 + є 2
Y 1.3 = λ 33 Y 1 + є 3
Y 1.4 = λ 34 Y 1 + є 4
Y 1.5 = λ 35 Y 1 + є 5
Y 1.6 = λ 36 Y 1 + є 6
Y 1.7 = λ 37 Y 1 + є 7
Y 1.8 = λ 38 Y 1 + є 8
Y 1.9 = λ 39 Y 1 + є 9
Y 1.10 = λ 40 Y 1 + є 10
Y 1.11 = λ 41 Y 1 + є 11
(6) Pengukuran peubah perilaku petani
Y 2.1 = λ 42 Y 2 + є 12
Y 2.2 = λ 43 Y 2 + є 13
70
Penjelasan peubah dan sub peubah dari model hipotetik dijelaskan pada
Gambar 7 dan Tabel 3.
71
Sampel
Unit analisis dalam penelitian ini adalah penyuluh pertanian. Penarikan
sampelnya dilakukan dengan cara “contoh acak proporsional,” dari daftar nama-
nama penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo yang telah tersedia. Untuk
kebutuhan data pendukung penelitian, dilibatkan sebanyak 236 orang petani
binaan penyuluh pertanian yang terpilih menjadi sampel. Dengan menggunakan
rumus Slovin (Sevilla, 1993), maka ukuran sampel penyuluh pertanian dengan
tingkat kesalahan delapan persen adalah:
74
N 481
n = ------------ n = -------------------- = 118 orang
1 + N(e)² 1 + 481 (0,08)²
Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang faktor-
faktor yang memengaruhi kinerja penyuluh pertanian, yang meliputi: peubah (X)
dan peubah (Y).
Peubah (X) yaitu: karakteristik penyuluh (X 1 ) terdiri dari dimensi: (1)
umur, (2) masa kerja, (3) pendidikan formal, (4) pelatihan fungsional, (5),
pelatihan teknis, (6) wilayah tugas, (7) cakupan wilayah kerja, (8) jumlah petani
binaan dan (9) frekwensi interaksi dengan petani. Kompetensi penyuluh (X 2 )
terdiri dari dimensi: (1) kemampuan aksi sosial, (2) kemampuan mengapresiasi
keragaman budaya, (3) kemampuan merencanakan program penyuluhan, (4)
kemampuan memanfaatkan sumberdaya lokal, (5) kemampuan mengelola
75
Instrument
Instrumentasi merupakan proses penyusunan instrumen yang digunakan
sebagai alat ukur dalam suatu penelitian. Instrumen yang digunakan pada
penilitian ini berupa kuesioner yang berisi daftar pernyataan yang berhubungan
dengan peubah-peubah penelitian. Instrumen penelitian akan sangat menentukan
kualitas data yang dikumpulkan. Instrumen disusun dengan memperhatikan
langkah-langkah sebagai berikut: (1) menentukan peubah-peubah yang terpilih,
(2) peubah-peubah tersebut dijabarkan dalam sub-peubah yang diperoleh dari
teori, hasil penelitian terdahulu dan referensi lain yang relevan, (3) menjabarkan
76
Validitas Instrumen
Upaya untuk memperoleh instrumen yang memiliki tingkat kebenaran
tinggi dilakukan dengan uji validitas. Instrumen yang valid, bila instrumen
tersebut benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.
Validitas instrumen dimaksudkan untuk menguji kebenaran yang
terungkap dari suatu sampel (validitas internal) dan seberapa jauh kebenaran
tersebut berlaku umum bagi suatu populasi yang sedang diselidiki (validitas
eksternal). Validitas instrumen dalam penelitian ini difokuskan pada validitas isi
(content validity), yaitu untuk mengetahui: (1) apakah substansi alat ukur telah
mencerminkan seluruh isi yang dimiliki (property) dan (2) apakah informasi yang
dikumpulkan telah sesuai dengan konsep yang digunakan. Untuk membantu
memperoleh kebenaran instrumen, telah dilakukan dengan bantuan tiga orang
pakar.
Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas instrumen adalah index yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Instrumen yang reliabel, jika
instrumen tersebut digunakan untuk mengukur gejala kedua atau ketiga kalinya
maka hasilnya konsisten. Terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan dalam suatu
reliabilitas instrumen, yaitu: (1) stabilitas, (2) ketepatan (akurasi) dan (3)
kesalahan pengukuran (measurement error). Stabilitas berarti bila mengukur suatu
obyek berkali-kali dengan instrumen yang sama atau sebanding, akan memperoleh
77
hasil yang sama. Ketepatan (akurasi) berarti bila hasil pengukuran yang diperoleh
dari instrumen merupakan hasil pengukuran yang sebenarnya. Kesalahan
pengukuran, bila instrument yang digunakan bebas dari kesalahan pengukuran.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji keterandalan instrumen
sebelum penelitian sesungguhnya dilaksanakan, adalah: (1) uji coba pada
penyuluh dan petani yang bukan responden, terdiri dari: 15 orang penyuluh
pertanian dan 15 orang petani binaan penyuluh di Provinsi Gorontalo, (2) data
yang terkumpul diuji reliabilitasnya dengan menggunakan koefisien Cronbach
Alpha. Hasil analisis nilai koefisien reliabilitas Cronbach Alpha instrumen
penelitian untuk penyuluh pertanian yang berisi 186 item pernyataan adalah 0,943
(sangat reliabel), sedangkan instrumen untuk petani binaan yang berisi 47 item
pernyataan menunjukkan hasil 0,901(sangat reliabel). Dengan demikian instrumen
dapat digunakan untuk pengumpulan data pada responden sesungguhnya.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur pada
responden dengan menggunakan kuesioner. Untuk mendukung data primer yang
diperoleh langsung dari responden, dilakukan pengumpulan data sekunder yang
berasal dari instansi terkait, seperti: dinas pertanian, badan penyuluhan dan BPP.
Pengumpulan data dilaksanakan di Provinsi Gorontalo, yang dilakukan dari bulan
Pebruari – April 2010. Untuk membantu kelancaran pengumpulan data, penelitian
ini dibantu oleh beberapa orang penyuluh pertanian sebagai pencacah yang
berasal dari daerah penelitian. Para pencacah tersebut sebelumnya telah dilatih
dan diarahkan oleh peneliti, terutama pemahaman tentang pernyataan-pernyataan
pada kuesioner yang berhubungan dengan sikap penyuluh dan petani yang
menjadi responden.
Analisis Data
Analisis data digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian
dan sekaligus menguji hipotesis. Untuk menemukan model empiris hubungan
kausalitas antar peubah dan faktor-faktor pendukungnya, digunakan analisis SEM
(Structural Equation Model) dengan program LISREL (Linier Structural
78
Umur (X1.1)
1,00
Masa kerja (X1.2)
0,75
Pend. formal (X1.3) -0,08
Pelat. fungsional (X1.4) -0,08 Karakteristik
Pelat. teknis (X1.5) -0,02 penyuluah
0,05 Melaksanakan aksos (Y1.1)
(X1)
Wilayah tugas (X1.6) 0,14
1,00
Ckpan wil. kerja (X1.7) 0,69 Mengapresiasi keragaman
0,60 budaya (Y1.2)
Jml. petani binaan (X1.8)
Frek. inter. dgn ptni (X1..9) 0,01 Merencanakan program
0,72
penyuluhan (Y1.3)
0,04
Melakukan aksos (X2.1) Memanfaatkan
0,84
Meng. keragmn bdya (X2.2) 0,77 sumberdaya lokal (Y1.4)
0,77 0,07 -0,25
Mernc. prog. peny (X2.3) Mengelola informasi
0,91 0,60
Meman.smbr dy lkl (X2.4) penyuluhan (Y1.5)
0,71 Kinerja 0,30
Mengelola informasi (X2.5) 0,61 Kompetensi 0,45 Membangun relasi
penyuluh penyuluh (Y1) 0,70
0,76 interpersonal (Y1.6)
Hub. interpersonal (X2.6) (X2) (R2 = 0,25)
0,83
Meny. peny. pertanian (X2.7) 0,81 0,70 Penyelenggaraan
Kepemimpinan (X2.8) 0,82 0,62 penyuluhan (Y1.7)
0,79
0,88 -0,07
Manej. organisasi (X2.9) Kepemimpinan penyuluh
0,87 0,61 (Y1.8)
Profesionalisme (X2.10)
Bidang keahlian (X2.11) 0,00 Manajemen organisasi
0,10 (Y1.9)
0,21 0,75
Pengmb. ptnsi diri (X3.1)
0,69 Profesionalisme (Y1.10)
Pengakuan petani (X3.2) 0,34
0,63 0,75
Penghasilan (X3.3) 0,59 Motivasi Bidang keahlian (Y1.11)
-0,01
0.50 penyuluh(X3)
Keb. berprestasi (X3.4) 0,77
Keb. berafiliasi (X3.5) 0,66 -0,02
0,95
Kompetensi petani (Y2.1)
Perilaku petani
Keb. kekuasaan (X3.6)
0,12 (Y2)
Kemandirian intelektual (R2 = 0,45) 0,97 Partisipasi petani (Y2.2)
(X4.1) 0,80
-0,15
Kemandirian sosial 0,87
(X4.2) Kemandirian
Kemandirian emosional 0,55 penyuluh
(X4.3) 0,79 (X4)
Kemandirian ekonomi
(X4.4)
79
80
Perilaku Petani
Kemandirian 0,78 (Y2)
intelektual (X4.1) (R2=0,69)
Kemandirian
penyuluh (X4) 0,98
Partisipasi
0,92 petani (Y2.2)
Kemandirian
sosial (X4.2)
Chi-Square = 71,12, df = 55, p-hitung = 0,071, RMSEA = 0,050, CFI = 0,97
Gambar 10. Statistik t-hitung parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian
Keterangan:
X1 = karakteristik penyuluh, X2 = kompetensi penyuluh, X3 = motivasi penyuluh
X4 = kemandirian penyuluh, Y1 = kinerja penyuluh, Y2 = perilaku petani
Secara keseluruhan hasil analisis model struktural kinerja penyuluh
pertanian berdasarkan model yang fit dengan data, dapat ditunjukkan melalui
hubungan antar peubah/sub peubah, pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung,
total pengaruh dan t-hitung peubah/sub peubah penelitian yang diringkas pada
Tabel 6.
84
masing-masing hubungan antar peubah. Jika nilai t-hitung hubungan antar peubah
karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pertanian lebih
besar dari t-tabel (1,96) pada taraf nyata 0,05, maka Hipotesis 3 diterima. Hal ini
dijelaskan pada Tabel 9.
Tabel 9. Arah, koefisien dan t-hitung hubungan antar peubah karakteristik,
kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pertanian
Arah/Koefisien
Hubungan Antar Peubah t-hitung
Hubungan
Karakteristik
Kemandirian penyuluh -0,11 -1,11
penyuluh
Karakteristik
Motivasi penyuluh 0,06 0,64
penyuluh
Karakteristik
Kompetensi penyuluh 0,07 0,66
penyuluh
Kompetensi
Kemandirian penyuluh 0,50 5,71
penyuluh
Kompetensi
Motivasi penyuluh 0,24 2,59
penyuluh
Motivasi penyuluh Kemandirian penyuluh 0,25 2,66
Keterangan: t 0,05 tabel = 1,96
(4) Derajat hubungan peubah kompetensi dan kemandirian penyuluh kuat dan
bersifat positif.
(5) Derajat hubungan peubah kompetensi dan motivasi penyuluh lemah dan
bersifat positif.
(6) Derajat hubungan peubah motivasi dan kemandirian penyuluh lemah dan
bersifat positif.
(1) Kinerja penyuluh pertanian secara langsung berpengaruh nyata pada perilaku
petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan kinerja penyuluh pertanian,
akan meningkatkan perilaku petani jagung sebesar 0,83 satuan.
(2) Kinerja penyuluh pertanian secara tidak langsung berpengaruh nyata pada
kompetensi petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan kinerja penyuluh
pertanian, akan meningkatkan kompetensi petani jagung sebesar 0,78 satuan.
(3) Kinerja penyuluh pertanian secara tidak langsung berpengaruh nyata pada
partisipasi petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan kinerja penyuluh
pertanian, akan meningkatkan partisipasi petani jagung sebesar 0,82 satuan.
(4) Kinerja penyuluh pertanian berpengaruh pada perubahan perilaku petani
jagung dengan koefisien determinasi sebesar 69 persen, sisanya 31 persen
merupakan pengaruh peubah lain di luar penelitian ini.
Pembahasan
Pengaruh Karakteristik pada
Kinerja Penyuluh Pertanian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah karakteristik secara langsung
berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian. Hal ini berarti karakteristik
penyuluh ikut menentukan baik-buruknya kinerja penyuluh pertanian dengan
koefisien pengaruh sebesar -0,30 yang nyata pada α = 0,05. Pengaruh karakteristik
penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian nampak pada baik-buruknya kinerja
penyuluh mengapresiasi keragaman budaya dan kinerja penyuluh mengelola
informasi penyuluhan (Tabel 6). Hal ini mengindikasikan, jika terjadi peningkatan
satu satuan karakteristik penyuluh pertanian, akan menurunkan kinerja penyuluh
pertanian mengapresiasi keragaman budaya sebesar 0,18 satuan dan sekaligus
menurunkan kinerja penyuluh pertanian mengelola informasi penyuluhan sebesar
0,15 satuan. Menurunnya kinerja penyuluh pertanian mengapresiasi keragaman
budaya meliputi kurangnya materi penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal
dan kurangnya media penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal. Menurunnya
pengelolaan informasi penyuluhan meliputi kurangnya jumlah media penyuluhan,
kurangnya penggunaan komputer untuk mencari dan menyampaikan informasi,
serta kurangnya penggunaan metode belajar pada setiap penyuluhan.
91
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rochajat Harun (1996)
tentang revitalisasi penyuluhan pertanian (kebijaksanaan dan strategi penyuluhan
pertanian), yang menyimpulkan bahwa kinerja rata-rata penyuluh pertanian masih
sangat rendah, yaitu 66 persen untuk mematuhi jam kerja dan 30 persen untuk
kunjungan ke kelompok tani. Kesimpulan ini didukung oleh penelitian Osemasan
(1994) mengenai tingkat pelaksanaan tugas dan kendala yang dihadapi PPL dalam
penyuluhan pertanian di Kabupaten Lombok Barat, yang menyimpulkan bahwa
tingkat pelaksanaan tugas PPL di Kabupaten Lombok Barat belum maksimal,
antara lain karena adanya kendala jumlah petani binaan yang terlalu banyak, umur
penyuluh yang sudah tua, medan yang sulit dijangkau, kurangnya uang bimbingan
dan masa kerja penyuluh yang menyebabkan penyuluh tersebut tidak dapat
memperbaiki inovasi di bidang pertanian.
Hasil penelitian Bank Dunia (Hadi, 2000) menyimpulkan bahwa, kinerja
PPL sangat rendah, hal ini antara lain ditunjukkan oleh: (1) bekal pengetahuan
dan keterampilan penyuluh sangat kurang, seringkali tidak cocok dengan
kebutuhan petani, (2) PPL sangat kurang dipersiapkan dan kurang dilatih untuk
melakukan kegiatan penyuluhan pertanian. Bila PPL dilatih, maka kebanyakan
latihan-latihan itu tidak relevan dengan tugasnya sebagai PPL di wilayah kerjanya
dan (3) dalam banyak hal, PPL telah ketinggalan informasi dari petani dan
nelayan yang dilayaninya.
Secara teoritis penelitian ini sejalan dengan pendapat Rogers dan
Shoemaker (1995) yang mengemukakan satu contoh kesulitan dalam penyebaran
inovasi, yaitu kegagalan dalam proses difusi kampanye air masak di Los Molinos
(Peru). Kegagalan penyuluhan di Los Molinos disebabkan beberapa hal antara
lain pesan yang disuluhkan bertentangan dengan norma budaya masyarakat
setempat, penyuluh salah dalam merekrut kelompok acuan dan tidak melibatkan
pemuka masyarakat (opinion leader) untuk menyebarkan informasi yang bersifat
persuasif. Robbins (1996) menjelaskan beberapa karakteristik individu yang
meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungjawab dan
pengalaman kerja mempunyai efek terhadap kinerja. Karakteristik individu
tersebut akan menjadikan seseorang berperilaku positif yang berarti disiplin, dan
sebaliknya jika tidak sesuai cenderung berperilaku tidak disiplin. Hasil penelitian
93
didasarkan pada penempatan orang yang tepat pada tugas yang tepat, pada waktu
yang tepat dan memperoleh imbalan yang tepat akan berakibat pada peningkatan
kepuasan kerja yang akhirnya berdampak pada kesediaan seseorang meningkatkan
produktivitas kerja. Selain itu Mangkunegara (2001) menguraikan faktor-faktor
yang memengaruhi kinerja individu adalah: (1) faktor kemampuan, yaitu
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill) dan (2)
faktor motivasi yang terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi
kerja.
Penelitian oleh Elton Mayo pada perusahaan General Electric kawasan
Hawthorn di Chicago, memiliki dampak pada motivasi kelompok kerja dan sikap
karyawan dalam bekerja. Kontribusi hasil penelitian tersebut bagi perkembangan
teori motivasi adalah: (1) kebutuhan dihargai sebagai manusia ternyata lebih
penting dalam meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja karyawan
dibandingkan dengan kondisi fisik lingkungan kerja, (2) sikap karyawan
dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi, baik di dalam maupun di luar lingkungan
tempat kerja, (3) kelompok informal di lingkungan kerja berperan penting dalam
membentuk kebiasaan dan sikap para karyawan dan (4) kerjasama kelompok tidak
terjadi begitu saja, tetapi harus direncanakan dan dikembangkan (Yusuf, 2008).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan teori di atas, maka hasil penelitian
menunjukkan adanya pengaruh nyata motivasi pada kinerja penyuluh pertanian
dari dimensi pengembangan potensi diri dan kebutuhan untuk berafiliasi. Dengan
demikian hasil penelitian dapat membantu Departemen Pertanian dan pemerintah
daerah dalam meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dengan meningkatkan
motivasi penyuluh pertanian dari dimensi pengembangan potensi diri dan
motivasi kebutuhan untuk berafiliasi melalui peningkatan jenjang pendidikan
formal penyuluh, mengikutsertakan penyuluh pada berbagai pelatihan dan
perbaikan sistem administrasi lembaga penyuluhan, baik dari segi penilaian
kinerja penyuluh, komunikasi dan kerjasama antar penyuluh dalam membantu
petani meningkatkan produktivitas usahataninya.
98
tujuan antara (intermediate end) yang memfasilitasi suatu entitas untuk mencapai
visi mereka pada kehidupan yang lebih baik. Kemandirian sosial merupakan suatu
sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan. Individu
akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di
lingkungan, sehingga pada akhirnya individu akan mampu berpikir dan bertindak
sendiri.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan teori di atas, maka hasil penelitian
menunjukkan adanya pengaruh nyata kemandirian penyuluh pada kinerja
penyuluh pertanian dari dimensi kemandirian intelektual dan kemandirian sosial,
yang berarti penyuluh pertanian sudah mandiri atau tidak memerlukan bantuan
dari segi kemandirian intelektual dan kemandirian sosial. Hal ini mengindikasikan
bahwa kemandirian intelektual penyuluh merupakan bentuk keberhasilan
penyuluh dalam mengatasi permasalahan petani sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuannya sendiri. Selain itu dari segi kemandirian sosial, penyuluh
pertanian mampu melakukan interaksi dengan petani, tokoh masyarakat,
pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat tanpa harus tergantung dan
menunggu aksi orang lain dalam melaksanakan program penyuluhan untuk
membantu meningkatkan produktivitas usahatani.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hasil penelitian ini dapat dijadikan
acuan bagi Departemen Pertanian dan pemerintah daerah agar dalam membuat
kebijakan yang berhubungan dengan kemandirian penyuluh perlu diarahkan pada
peningkatan dimensi kemandirian emosional dan kemandirian ekonomi penyuluh
pertanian, sehingga dapat meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dalam
membantu petani melaksanakan usahataninya.
26 persen merupakan pengaruh peubah lain yang tidak termasuk dalam penelitian
ini.
Besarnya pengaruh peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan
kemandirian penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian merupakan konstribusi
nyata dari beberapa sub peubah/dimensi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Pengaruh nyata peubah karakteristik penyuluh pada karakteristik penyuluh
pertanian ditentukan oleh tiga dimensi, yaitu: umur, masa kerja dan jumlah
petani binaan penyuluh (Gambar 9). Artinya bertambahnya umur, masa kerja
dan jumlah petani binaan penyuluh pertanian, akan menyebabkan kinerja
penyuluh pertanian menjadi menurun, sedangkan enam dimensi karakteristik
penyuluh lainnya, yaitu: pendidikan formal, pelatihan fungsional, pelatihan
teknis, wilayah tugas, cakupan wilayah kerja penyuluh dan frekwensi interaksi
penyuluh dengan petani, dalam penelitian ini memiliki estimasi koefisien
bobot faktor kurang dari 0,40 yang tidak nyata pada α = 0,05. Hal ini berarti
keenam dimensi tersebut tidak valid dalam mengukur kinerja penyuluh
pertanian.
(2) Pengaruh nyata peubah kompetensi penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian
ditentukan oleh dua dimensi, yaitu: kemampuan merencanakan program
penyuluhan dan kemampuan kepemimpinan penyuluh (Gambar 9). Artinya
meningkatnya kemampuan penyuluh merencanakan program penyuluhan dan
meningkatnya kemampuan kepemimpinan penyuluh pertanian, akan
meningkatkan kinerja penyuluh pertanian, sedangkan sembilan dimensi
kompetensi lainnya, yaitu: melakukan aksi sosial, mengapresiasi keragaman
budaya, memanfaatkan sumberdaya lokal, mengelola informasi, hubungan
interpersonal, menyelenggarakan penyuluhan, manajemen organisasi,
profesionalisme dan bidang keahlian dalam penelitian ini memiliki estimasi
koefisien bobot faktor kurang dari 0,40 yang tidak nyata pada α = 0,05. Hal ini
berarti kesembilan dimensi kompetensi penyuluh tersebut tidak valid dalam
mengukur kinerja penyuluh pertanian.
(3) Pengaruh nyata peubah motivasi penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian
ditentukan oleh dua dimensi, yaitu: pengembangan potensi diri dan kebutuhan
untuk berafiliasi (Gambar 9). Artinya meningkatnya pengembangan potensi
102
petani sebesar 0,82 satuan (Tabel 10). Koefisien determinasi kinerja penyuluh
pertanian pada perubahan perilaku petani jagung sebesar 69 persen, sisanya 31
persen merupakan pengaruh peubah lain di luar penelitian ini (Gambar 9).
Menurut Kartasapoetra (1997), penyuluh pertanian merupakan agen bagi
perubahan perilaku petani, yaitu dengan mendorong petani untuk mengubah
perilakunya menjadi petani yang lebih baik dan mampu mengambil keputusan
sendiri, yang berdampak pada baiknya kehidupan petani. Hal ini ditunjukkan oleh
penelitian Made Ratnada dan Yusuf (Teddy Rachmat Muliady, 2009) yang
menyimpulkan bahwa, faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku petani
adalah motivasi petani mencapai keberhasilan, wawasan petani, keaktifan petani
mencari informasi dan intensitas penyuluhan.
Asngari (2001) menyatakan bahwa, untuk mengubah perilaku seseorang,
dapat dilakukan dengan mengubah salah satu unsur perilaku atau ketiga-tiganya,
yaitu: pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan pada masing-masing unsur
akan saling memengaruhi perilaku seseorang. Mohamad Junus Jarmie (1994)
menyatakan bahwa, salah satu hubungan antara perilaku dengan produktivitas
usahatani adalah hubungan perilaku petani dalam meningkatkan produksi dengan
produktivitas usahatani pra panen.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, koefisien determinasi kinerja
penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani jagung sebesar 69 persen,
yang berarti kontribusi kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani
jagung melalui kompetensi petani berusahatani dan partisipasi petani mengikuti
kegiatan penyuluhan sangat baik. Oleh karena itu peran pemerintah pusat dan
daerah dalam meningkatkan kinerja penyuluh pertanian melalui kebijakan
perbaikan anggaran dan sarana penyuluhan dengan memperhatikan karakteristik,
kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh memiliki arti yang sangat
strategis dalam meningkatkan produksi jagung, sebab kinerja penyuluh pertanian
yang baik akan berdampak pada perubahan perilaku petani jagung ke arah yang
lebih baik pula dalam meningkatkan produktivitas usahatani jagung.
106
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dipaparkan pada bagian
sebelumnya, maka dapat disimpulkan:
(1) Faktor-faktor internal yang berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian
adalah: umur, masa kerja, jumlah petani binaan, kemampuan merencanakan
program penyuluhan, kemampuan kepemimpinan penyuluh, pengembangan
potensi diri, kebutuhan untuk berafiliasi, kemandirian intelektual dan
kemandirian sosial.
(2) Karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh berpengaruh
tidak langsung pada perubahan perilaku petani jagung, sedangkan kinerja
penyuluh pertanian melalui dimensi mengapresiasi keragaman budaya dan
pengelolaan informasi penyuluhan pertanian berpengaruh langsung pada
perilaku petani.
(3) Derajat hubungan antar peubah karakteristik dan kemandirian penyuluh,
motivasi dan kompetensi penyuluh tergolong rendah dan tidak berpengaruh.
Derajat hubungan antar peubah kompetensi dan kemandirian penyuluh
tergolong tinggi, sedangkan derajat hubungan antar peubah kompetensi dan
motivasi penyuluh, serta derajat hubungan antar peubah motivasi dengan
kemandirian penyuluh tergolong rendah.
(4) Kinerja penyuluh pertanian berdampak pada perubahan perilaku petani jagung
melalui dimensi kompetensi petani dan partisipasi petani jagung.
Saran
Saran-saran berikut ini dirumuskan berdasarkan hasil kesimpulan di atas:
(1) Pengambil kebijakan penyuluhan pertanian perlu meningkatkan kompetensi
dan motivasi penyuluh pertanian untuk meningkatkan kinerja mereka berupa
kemampuan merencanakan program penyuluhan pertanian dan kemampuan
kepemimpinan penyuluh.
107
108
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alwi A. 2005. Untuk 13+, Remaja Juga Bisa Bahagia, Sukses dan Mandiri.
Jakarta: Pena.
Amstrong M. 1998. A Hand Book of Personal Management Practice, 4th Ed.
London: Kogan Page.
As’ad M. 1991. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.
Asngari PS. 2001. Peranan Agen Pembaharuan/Penyuluh dalam Usaha
Memberdayakan (empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola
Agrobisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. 15 September 2001.
Atmosoeprapto K. 2000. Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan. Jakarta:
PT Alex Media Komputindo, Kelompok Gramedia.
Azwar S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Badan Pusat Statistik Gorontalo. 2010. Produksi Jagung Provinsi Gorontalo
Tahun 2009. BPS Gorontalo. Gorontalo.
Bandura A. 1977. Social Learning Theory. Englewood Cliffs, New Jersey:
Prentice-Hall, Inc
Belows R. 1961. Psychology of Personnel in Business Industry. Englewood Cliffs
New Jersey: Prentice Hall, Inc
Beach SD. 1970. The Management of People at Work. New York: Mac Milian.
Bernardin JH, Russel J EA. 1993. Human Resource Management. International
Ed. Singapore: McGraw Hill, Inc.
Bittel R, Newsroom J. 1996, Pedoman Bagi Penyelia. (Penerjemah: Bambang
Hartono) Cetakan II. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Blanchard PK, Spencer. 1982. Management of Organizational Behavior: Utilizing
Human Resources. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Boyatzis RE. 1982. The Compotent Manager, A Model for Effective Performance.
New York: John Wiley and Sons.
Chamala Shankariah, Shingi PM. 1997. “Establishing and Strengthening Farmer
Organizations.” Dalam Improving Agricultural Extension: A Reference
Manual. (Penyunting, Burton E. Swanson, Robert P. Bentz, dan Andrew J.
Sofranko). Roma: FAO.
109
110
LAMPIRAN
119
120
DATE: 5/23/2010
TIME: 14:43
L I S R E L 8.30
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by
Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Chicago, IL 60646-1704, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140
Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99
Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com
BETA
Y1 Y2
-------- --------
Y1 -- --
Y2 0.83 --
GAMMA
X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
Y1 -0.30 0.88 0.22 -0.31
Y2 -- -- -- --
Correlation Matrix of ETA and KSI
Y1 Y2 X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- -------- -------- --------
Y1 1.00
Y2 0.83 1.00
X1 -0.20 -0.16 1.00
X2 0.76 0.63 0.07 1.00
X3 0.33 0.28 0.06 0.24 1.00
X4 0.21 0.18 -0.11 0.50 0.25 1.00
PSI
Note: This matrix is diagonal.
Y1 Y2
-------- --------
0.26 0.31
Regression Matrix ETA on KSI (Standardized)
X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
Y1 -0.30 0.88 0.22 -0.31
Y2 -0.25 0.73 0.18 -0.26
FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN
Total and Indirect Effects
Total Effects of KSI on ETA
X1 X2 X3 X4
-------- -------- -------- --------
Y1 -0.30 0.88 0.22 -0.31
(0.12) (0.26) (0.10) (0.15)
-2.58 3.34 2.19 -2.12
Y2 -0.25 0.73 0.18 -0.26
(0.08) (0.16) (0.08) (0.10)
-2.96 4.52 2.29 -2.49
131
Lampiran 3. Fungsi produksi pada usahatani jagung sebelum adanya kompetensi dan partisipasi petani
Nilai Koefisien Regresi dan Signifikansi Faktor Produksi: Benih, Luas Panen, Pupuk, Pestisida, Tenaga Kerja
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 2.129 .228 9.326 .000
Benih .022 .041 .053 .539 .590
Luas Panen 5.691 .615 .944 9.252 .000
Pupuk -.003 .001 -.048 -2.151 .033
Pestisida .130 .039 .060 3.307 .001
Tenaga Kerja -.090 .070 -.033 -1.284 .201
a. Dependent Variable: Produksi Jagung
134
135
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4420.251 5 884.050 580.304 .000a
Residual 350.388 230 1.523
Total 4770.639 235
a. Predictors: (Constant), Tenaga Kerja, Pestisida, Pupuk, Benih, Luas Panen
b. Dependent Variable: Produksi Jagung
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
a
1 .963 .927 .925 1.23427
a. Predictors: (Constant), Tenaga Kerja, Pestisida, Pupuk, Benih, Luas Panen
Berdasarkan koefisien regresi, maka dapat dirumuskan persamaan regresi fungsi produksi sebelum adanya kompetensi dan partisipasi
petani sebagai berikut:
Y = 2.129 + 0,022X 1 + 5.691X 2 – 0,003X 3 + 0,130X 4 – 0,090X 5
Keterangan:
X 1 = Benih, X 2 = Luas panen, X 3 = Pupuk, X 4 = Pestisida, X 5 = Tenaga kerja, Y = Produksi jagung
Keofisien pengaruh (R2) sebesar 0,927 (92%).
135
136
Lampiran 4. Fungsi produksi pada usahatani jagung sesudah adanya kompetensi dan partisipasi petani
Nilai Koefisien Regresi dan Signifikansi Faktor Produksi: Benih, Luas Panen, Pupuk, Pestisida, Tenaga Kerja, Kompetensi Petani dan
Partisipasi Petani pada Usahatani Jagung.
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 1.315 .690 1.907 .058
Benih .015 .042 .036 .360 .719
Luas panen 5.792 .619 .960 9.358 .000
Pupuk -.003 .001 -.047 -2.140 .033
Pestisida .125 .039 .058 3.178 .002
Tenaga kerja -.086 .071 -.032 -1.214 .226
Kompetensi petani .094 .096 .023 .976 .330
Partisipasi petani .027 .124 .005 .220 .826
a. Dependent Variable: Produksi jagung
136
137
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4423.428 7 631.918 414.956 .000a
Residual 347.211 228 1.523
Total 4770.639 235
a. Predictors: (Constant), Partisipasi petani, Pupuk, Pestisida, Benih, Kompetensi petani, Tenaga kerja, Luas panen
b. Dependent Variable: Produksi jagung
137