Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

GAMBARAN PASIEN OSTEOMIELITIS KRONIS

DI BAGIAN BEDAH ORTOPEDI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG


PERIODE JANUARI 2011 – DESEMBER 2016

Sheila Ayu Indira1, Lukmana Lokarjana2, Djoni Kusumah Pohan3


1Fakultas Kedokteran Unjani Cimahi
2Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Unjani Cimahi
3Bagian Anestesi Fakultas Kedokteran Unjani Cimahi

ABSTRACT

Osteomyelitis is an inflammatory process through the process of bone destruction


caused by pyogenic bacteria. The incidence of osteomyelitis chronic in Indonesia is
0.5 to 2.4 / 100,000 population and increases with age. Osteomyelitis chronic occurs
more often in men than women. This study aims to know the number of cases by
osteomyelitis, age, sex, clinical manifestations, radiological and surgical
management in Orthopaedic surgery department of Dr. Hasan Sadikin hospital in
January 2011 to December 2016. This study is a descriptive study using secondary
data from medical records through the inclusion criteria. This study found 151 cases
of osteomyelitis chronic in the Department of Orthopaedic Surgery Dr. Hasan
Sadikin Bandung Hospital with 62 cases that entered in inclusion criteria, lot of this
cases happened in the age range of 17-25 years and those were 22 cases (35.5%)
and consisted of 51 cases (82.3%) occurred in men and 11 cases ( 17.7%) occurred
in women. The most clinical manifestations that asked by patients are pain in the
affected organs and it’s counted 50 cases (32.3%). Most radiological picture were
found in patients that diagnosed with osteomyelitis chronic are sequester and it’s
about 29 (46.8%). Management surgery that most often done to treat osteomyelitis is
debridement in 60 cases, and types of antibiotics most often given is cefazolim 26
cases (41,93%).
Keywords: Osteomyelitis, age, sex, clinical manifestations, radiological picture,
treatment, Hospital Dr. Hasan Sadikin.

ABSTRAK
Osteomielitis adalah proses inflamasi yang menyertai proses destruksi tulang yang
disebabkan oleh bakteri piogenik. Insiden osteomielitis kronis di Indonesia adalah
0,5-2,4/100.000 penduduk dan meningkat dengan bertambahnya usia. Osteomielitis
kronis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran pasien osteomielitis kronis berdasarkan
jumlah kasus, usia, jenis kelamin, manifestasi klinis, gambaran radiologi, tatalaksana
bedah dan jenis antibiotik yang diberikan di Bagian Bedah Ortopedi RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2011 – Desember 2016. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan data sekunder dari rekam
medik yang memenuhi kriteria inklusi. Penelitian ini menemukan 151 kasus
osteomielitis kronis di Bagian Bedah Ortopedi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

1
2

dengan 62 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dengan usia terbanyak terjadi pada
rentang usia 17 – 25 tahun sebanyak 22 kasus (35,5%) dan terdiri dari 51 kasus
(82,3%) terjadi pada laki-laki dan 11 kasus (17,7%) terjadi pada perempuan.
Manifestasi klinis yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri, yaitu
sebesar 50 kasus (32,3%). Gambaran radiologi terbanyak yang ditemukan pada
pasien dengan diagnosis osteomielitis kronis yaitu sequester sebanyak 29 (46,8%).
Tatalaksana bedah yang paling sering dilakukan pada pasien osteomielitis kronis
adalah debridement sebesar 60 kasus, dan jenis antibiotik yang paling sering
diberikan adalah cefazolin sebesar 26 kasus (41,93%).

Kata kunci: Osteomielitis, usia, jenis kelamin, manifestasi klinis, gambaran


radiologi, tatalaksana, RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

PENDAHULUAN
Osteomielitis adalah proses inflamasi yang menyertai proses destruksi tulang
yang disebabkan oleh bakteri piogenik.1 Osteomielitis dapat mengenai semua umur,
menginfeksi semua tulang terutama tulang panjang (femur, tibia, radius ulna).2
Osteomielitis dapat terjadi pada bagian epifisis dan metafisis. Bakteri yang menjadi
penyebab tersering osteomielitis adalah Staphylococcus aureus (89-90%),
Streptococcus (4-7%), Haemophillus influenza (2-4%), Salmonella typhi, dan
Escherichia coli (1-2%).3
Osteomielitis dibedakan menjadi tiga berdasarkan lama infeksi yaitu
osteomielitis akut, subakut, dan kronis. Kejadian osteomielitis kronis di Amerika
Serikat adalah 5 – 25% setelah episode osteomielitis akut. Angka kejadian
osteomielitis kronis di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan di negara maju.
Insiden osteomielitis kronis di Indonesia adalah 0,5-2,4/100.000 penduduk dan
meningkat dengan bertambahnya usia.1,3,4
Osteomielitis kronis masih merupakan masalah di bidang ortopedi, terutama di
negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini terutama disebabkan oleh masih
tingginya kasus-kasus “neglected”. Diagnosa yang sering terlambat, penanganan
yang cukup sulit, membutuhkan biaya yang besar, waktu yang cukup lama, seringnya
terjadi komplikasi terutama pada kasus osteomielitis kronis, dan banyaknya penderita
fraktur terbuka yang tidak ditangani dengan cepat merupakan penyebab masih
tingginya angka kejadian osteomielitis kronis di Indonesia.4,5
3

Penelitian Roy M dan Somerson JS et al pada tahun 2012 menjelaskan bahwa


kasus osteomielitis kronis lebih banyak terjadi pada laki-laki, dengan perbandingan
dua kali lebih banyak dibanding perempuan.6 Penelitian yang dilakukan Muhammad
Shoaib Khan di Rumah Sakit Pendidikan Abbottabad Fakultas Kedokteran Ayub
Pakistan pada tahun 2007 ditemukan pasien osteomielitis kronis sebanyak 104
pasien, dengan usia terbanyak terjadi pada dekade I dan II yaitu rentang usia 18 – 25
tahun, kasus paling sedikit terjadi pada usia lebih dari 60 tahun sebanyak 3 kasus,
dan pada usia 30 tahun sebanyak 2 kasus.7
Osteomielitis pada orang dewasa biasanya bersifat kronis, penyakit berlangsung
selama beberapa bulan sampai tahunan. Kejadian osteomielitis kronis pada pasien
dewasa bisa terjadi karena inokulasi dari daerah infeksi lain yang berdekatan dan
dapat pula melalui kontaminasi langsung di lokasi cedera. Penyakit yang paling
banyak mendahului terjadinya osteomielitis di Indonesia ialah TBC (Tuberkulosis).
Faktor hygiene yang buruk dan trauma pada tulang meningkatkan terjadinya infeksi
yang dapat menyebabkan luka terbuka sehingga menjadi jalan masuk bagi bakteri
penyebab infeksi.8,9
Penelitian yang dilakukan oleh Adiwenanto AW dan Sutejo B di RSUP Dr.
Kariadi Semarang pada tahun 2001 – 2005 ditemukan jumlah pasien osteomielitis
kronis sebanyak 33 orang, dengan 26 pasien laki-laki dan 7 pasien perempuan.
Penyebab osteomielitis kronis pada 17 orang pasien adalah trauma, 11 orang dengan
penyebab iatrogenik, dan 5 orang dengan penyebab lain. 23 orang meninggalkan
Rumah Sakit dengan perbaikan berupa debridement, sekuestrektomi, amputasi, dan
tindakan konservatif tergantung dari kondisi pasien saat akan dilakukan tindakan
bedah.10
Presentasi pada pasien osteomielitis kronis biasanya merupakan efek jangka
panjang, berupa keluarnya sinus (pus) atau adanya nyeri tulang yang kronik setelah
mendapatkan terapi. Pasien kadang mengeluhkan pernah memiliki riwayat
osteomielitis sebelumnya. Demam umumnya jarang terjadi pada osteomielitis kronis
kecuali terdapat obstruksi pada sinus yang mengakibatkan timbulnya infeksi pada
jaringan.11
4

Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin Bandung adalah Rumah Sakit Type A
yang merupakan Rumah Sakit Rujukan Provinsi Jawa Barat dan Rumah Sakit
Rujukan Nasional dengan berbagai kalangan dan masyarakat dari berbagai daerah
yang banyak melakukan rujukan ke RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Rumah Sakit
ini pun merupakan Rumah Sakit pendidikan sehingga dapat mempermudah dalam
pengumpulan data. Berdasarkan uraian keseluruhan diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Gambaran Pasien Osteomielitis Kronis di Bagian
Bedah Ortopedi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2011 –
Desember 2016”.

OBJEK DAN METODE PENELITIAN


Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian deskriptif. Data diambil
dari catatan rekam medik pasien dengan diagnosis osteomielitis kronis di Bagian
Bedah Ortopedi. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis
osteomielitis kronis dengan data rekam medik lengkap mencakup usia, jenis kelamin,
manifestasi klinis, gambaran radiologi, tatalaksana bedah, dan jenis antibiotik.
Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah data rekam medik pasien yang tidak
lengkap, rusak ataupun tidak terbaca. Jumlah minimal sampel pada penelitian ini
sebesar 72 sampel, dihitung berdasarkan rumus perhitungan besar sampel deskriptif
kategorik. Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan data rekam
medik pasien dengan diagnosis osteomielitis kronis yang memenuhi kriteria inklusi
dan kemudian pengambilan sampel diambil dengan cara total sampling.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini dilakukan dengan analisis deskriptif untuk mengetahui gambaran
pasien berdasarkan jumlah kasus, usia, jenis kelamin, manifestasi klinis, gambaran
radiologi, tatalaksana bedah, dan jenis antibiotik pada pasien osteomielitis kronis di
Bagian Bedah Ortopedi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2011 –
Desember 2016, seluruh data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dari
hasil perhitungan distribusi frekuensi.
5

Jumlah Kasus Osteomielitis Kronis


Hasil penelitian mengenai osteomielitis kronis didapatkan 151 pasien yang
didiagnosis osteomielitis kronis dengan persentase sebesar (4,5%) dari 3364 kasus
(95,5%) yang ditangani di Bagian Bedah Ortopedi selama periode enam tahun.
Berdasarkan kriteria inklusi didapatkan 62 kasus.

Tabel 1 Jumlah kasus osteomielitis kronis


Kategori Osteomielitis Frekuensi (n) Persen (%)
Ya 151 4,5%
Tidak 3213 95,5%
Total 3364 100%

Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa jumlah pasien dengan diagnosis


osteomielitis kronis di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung lebih banyak dibandingkan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Adiwenanto AW dan Sutejo B dalam
penelitiannya tahun 2001 – 2005 yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Kariadi
Semarang, dari data rekam medik didapatkan 33 kasus pasien yang didiagnosis
osteomielitis kronis dengan 9 kasus terjadi tahun 2001, 6 kasus tahun 2002, 11 kasus
tahun 2003, 3 kasus tahun 2004, dan 4 kasus tahun 2005.10

Gambaran Pasien Osteomielitis Kronis Berdasarkan Usia


Penelitian ini menemukan gambaran pasien dengan diagnosis osteomielitis
kronis berdasarkan usia. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2 Gambaran berdasarkan usia


Usia Frekuensi (n) Persen (%)
14 – 16 tahun 4 6,5%
17 – 25 tahun 22 35,5%
26 – 35 tahun 7 11,3%
36 – 45 tahun 12 19,4%
46 – 55 tahun 6 9,7%
56 – 65 tahun 6 9,7%
>65 tahun 5 8,1%
Total 62 100%
6

Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa osteomielitis kronis paling banyak terjadi pada
masa remaja akhir yaitu rentang usia 17 sampai 25 tahun sebanyak 22 kasus dengan
persentase (35,5%), dan paling sedikit terjadi pada masa remaja awal yaitu rentang
usia 14 sampai 16 tahun sebanyak 4 kasus dengan persentase (6,5%).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Muhammad Shoaib Khan di Rumah Sakit Pendidikan Abbottabad
Fakultas Kedokteran Ayub Pakistan bulan April – Oktober 2007 yang menyebutkan
bahwa kasus osteomielitis kronis yang dilakukan tindakan operasi sebanyak 104
kasus dengan usia terbanyak terjadi pada dekade I dan II yaitu rentang usia 18 – 25
tahun, kasus paling sedikit terjadi pada usia lebih dari 60 tahun sebanyak 3 orang,
dan pada usia 30 tahun sebanyak 2 kasus.7 Hasil penelitian diatas sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa osteomielitis banyak terjadi pada usia remaja yaitu dekade I
dan II.3,5

Gambaran Pasien Osteomielitis Kronis Berdasarkan Jenis Kelamin


Gambaran pasien osteomielitis kronis menurut jenis kelamin yang ditemukan
berdasarkan data rekam medik adalah sebagai berikut:

Tabel 3 Gambaran berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persen (%)
Laki-laki 51 82,3%
Perempuan 11 17,7%
Total 62 100%

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa 51 kasus (82,3%) terjadi pada laki-laki
dan 11 kasus (17,7%) terjadi pada perempuan dengan perbandingan 4 : 1. Hasil
diatas sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Roy M, Somerson JS et al pada
tahun 2012 yang menjelaskan bahwa kasus osteomielitis lebih banyak terjadi pada
laki-laki, dengan perbandingan dua kali lebih banyak dibanding perempuan. 6 Hal
serupa diungkapkan oleh Adiwenanto AW dan Sutejo B tahun 2001 – 2005 yang
dilakukan di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang ditemukan 78,8% pasien
7

osteomielitis kronis berjenis kelamin laki-laki dan 21,2% perempuan dengan


perbandingan 3 : 1.10
Tingginya kejadian osteomielitis pada laki-laki dibandingkan perempuan
dikarenakan masih banyaknya kasus trauma pada laki-laki yang menyebabkan
terjadinya fraktur tulang yang tidak ditangani dengan cepat.

Gambaran Pasien Osteomielitis Konis Berdasarkan Manifestasi Klinis


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dapat ditemukan
berbagai macam keluhan yang dirasakan oleh pasien dengan diagnosis osteomielitis
kronis. Berikut adalah gambaran pasien osteomielitis kronis berdasarkan manifestasi
klinis yang ditemukan pada pasien dari data rekam medik:

Tabel 4 Gambaran berdasarkan manifestasi klinis


Manifestasi Klinis Frekuensi (n) Persen (%)
Nyeri 50 32,3%
Bengkak 23 14,8%
Demam 7 4,5%
Luka 30 19,4%
Mengeluarkan Pus 35 22,6%
Tidak Dapat Digerakan 4 2,6%
Eritema 6 3,8%
Total 155 100%

Berdasarkan tabel 4 diatas, menunjukan manifestasi klinis terbanyak yang


dikeluhkan oleh pasien yaitu nyeri sebanyak 50 kasus (32,3%), mengeluarkan pus
sebanyak 35 kasus (22,6%), dan yang paling sedikit dikeluhkan oleh pasien yaitu
organ yang terkena tidak dapat digerakan sebesar 4 kasus (2,6%). Hasil penelitian ini
sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Reddy SC et al pada tahun 2008 yang
menyatakan bahwa pasien osteomielitis kronis biasanya datang dengan keluhan nyeri
kronis, keluarnya cairan atau pus dari organ yang terkena, dan kadang-kadang
ditemukan demam ringan. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya nyeri tekan
pada tulang, dan luka pada organ yang terinfeksi. Hal ini dapat terjadi karena
pengobatan osteomielitis yang tidak memadai, faktor hygienitas pasien, trauma,
penyebab iatrogenik seperti fraktur dengan fiksasi internal, dan patah tulang yang
8

berat.12 Demam umumnya jarang terjadi pada osteomielitis kronis kecuali terdapat
obstruksi pada sinus yang mengakibatkan timbulnya infeksi pada jaringan.11
Banyaknya keluhan utama nyeri yang dirasakan oleh pasien disebabkan karena
tulang bukan merupakan jaringan yang dapat berekspansi, sehingga jika terjadi
peningkatan tekanan dalam tulang akan mengakibatkan nyeri lokal yang hebat.3

Gambaran Pasien Osteomielitis Kronis Berdasarkan Radiologi


Pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis osteomielitis kronis dapat
dilakukan salah satunya dengan pemeriksaan radiologi. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti berdasarkan data rekam medik pasien didapatkan gambaran
radiologi sebagai berikut:

Tabel 5 Gambaran berdasarkan radiologi


Gambaran Radiologi Frekuensi (n) Persen (%)
Brodee Abses 24 38,7%
Sequester 29 46,8%
Sequester dan Brodee 9 14,5%
Abses
Total 62 100%

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa gambaran radiologi terbanyak yang


ditemukan pada pasien dengan diagnosis osteomielitis kronis yaitu sequester
sebanyak 29 kasus dengan persentase (46,8%), kemudian ditemukan brodee abses 24
kasus (38,7%), dan yang paling sedikit ditemukan adalah keduanya yaitu sequester
disertai brodee abses sebanyak 9 kasus atau dengan persentase (14,5%). Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nopriantha M dan Sitanggang FP dari
Bagian Radiologi Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Bali pada
tahun 2012 yang menyatakan bahwa temuan radiologi terbanyak pada osteomielitis
kronis adalah sequester. 13 Hal serupa diungkapkan oleh Brodee pada tahun 1832,
yaitu peneliti pertama yang mengindentifikasi abses pada kasus osteomielitis yang
menyatakan bahwa pembentukan abses pada osteomielitis seringnya tidak disertai
dengan pembentukan sequester.14
9

Gambaran Pasien Osteomielitis Kronis Berdasarkan Tatalaksana


Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan tatalaksana bedah dan
jenis antibiotik yang diberikan dari rekam medik pasien di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung adalah sebagai berikut:

Tabel 6 Gambaran berdasarkan tatalaksana bedah


Tatalaksana Bedah Frekuensi (n) Persen (%)
Debridement 29 46,8%
Debridement & 31 50%
sekuestrektomi
Amputasi 2 3,2%
Total 62 100%

Berdasarkan tabel 6 menunjukan bahwa tatalaksana bedah pada pasien yang


didiagnosis osteomielitis kronis hampir keseluruhan dilakukan tindakan debridement
sebanyak 60 kasus. Tindakan lain yang dilakukan adalah debridement dan
sekuestrektomi sebesar 31 kasus (50%), hanya dilakukan tindakan debridement saja
sebanyak 29 kasus (46,8%) dan yang paling sedikit yaitu amputasi sebanyak 2 kasus
(3,2%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adiwenanto AW dan
Sutejo B dalam penelitiannya pada tahun 2001 - 2005 yang dilakukan di Rumah
Sakit Dr. Kariadi Semarang bahwa dari 33 kasus pasien yang didiagnosis
osteomielitis kronis, dilaporkan 66,7% pasien dilakukan tindakan debridement dan
sekuestrektomi, 9,1% dilakukan tindakan debridement saja, 9,1% dilakukan tindakan
amputasi dan 15,1% hanya dilakukan tindakan konservatif. 10
Penelitian yang dilakukan Rasyid HN tahun 2006 dari Bagian Orthopaedi dan
Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran atau RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung pun berkesimpulan bahwa tatalaksana bedah paling banyak pada
pasien yang didiagnosis osteomielitis kronis adalah debridement (membuang
jaringan non vital).15 Hal serupa juga diungkapkan oleh Nadeem M et al dari
Department of Pharmacy, Lahore College For Woman University tahun 2010 bahwa
osteomielitis kronis pada pasien dewasa perlu dilakukan tindakan debridement.
Kualitas debridement merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan sukses
atau tidaknya pengobatan pada pasien osteomielitis. 16 Tindakan amputasi yang
10

dilakukan pada pasien yang tercatat dalam rekam medik dilakukan atas indikasi
terjadinya gangguan vaskularisasi dan tindakan re-debridement.

Tabel 7 Gambaran berdasarkan jenis antibiotik


Jenis Antibiotik Frekuensi (n) Persen (%)
Cefazolin 26 41,93%
Ceftriaxon 13 20,97%
Cefadroxil 23 37,1%
Total 62 100%

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat dari 62 pasien dengan diagnosis osteomielitis


kronis, antibiotik yang paling banyak diberikan yaitu cefazolim sebanyak 26 kasus
(41,93%), cefadroxil 23 kasus (37,1%), dan yang paling sedikit yaitu ceftriaxon
sebanyak 13 kasus (20,97%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ciptaningtyas VR dan Wahjono H dari Departemen Mikrobiologi Klinik RSUP Dr
Kariadi Semarang tahun 2013 yang menyebutkan bahwa patogen paling sering
menyebabkan osteomielitis adalah Staphylococcus aureus yang sensitif terhadap
antibiotik golongan cephalosporin. Cefazolin yang merupakan cephalosporin
generasi pertama memiliki aktivitas yang paling baik terhadap Methycilin Sensitive
Staphylococci aureus (MSSA) sebesar 77%. Cefazolin aman, murah, dan telah
digunakan secara luas dalam terapi empirik osteomielitis di Bagian Bedah Ortopedi.
Sedangkan untuk antibiotik dengan kepekaan atau sensitivitas terendah pada bakteri
penyebab osteomielitis yaitu golongan fluoroquinolon. 17
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sesuai dengan teori bahwa
antibiotik golongan cephalosporin generasi pertama lebih efektif terhadap sebagian
besar bakteri penyebab osteomielitis dibandingkan dengan antibiotik golongan lain.18

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian gambaran pasien osteomielitis kronis di Bagian
Bedah Ortopedi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2011 –
Desember 2016 dapat disimpulkan sebagai berikut:
11

1. Jumlah kasus osteomielitis kronis adalah 151 kasus dari 3364 kasus yang
ditangani di Bagian Bedah Ortopedi.
2. Gambaran pasien osteomielitis kronis berdasarkan usia paling banyak
ditemukan pada rentang usia 17 – 25 tahun.
3. Gambaran pasien osteomielitis kronis berdasarkan jenis kelamin paling
banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan.
4. Gambaran pasien osteomielitis kronis berdasarkan manifestasi klinis yang
paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri.
5. Gambaran pasien osteomielitis kronis berdasarkan pemeriksaan radiologi
yang paling banyak ditemukan adalah sequester.
6. Gambaran pasien osteomielitis kronis berdasarkan tatalaksana bedah yang
paling sering dilakukan adalah debridement, dan jenis antibiotik yang paling
banyak diberikan adalah cefazolin.

You might also like