Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 35

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/311509510

Konservasi Keanekaragaman Hayati dengan Kearifan Lokal

Chapter · December 2011

CITATION READS

1 3,889

2 authors:

I Made Supartha Utama Naniek Kohdrata


Udayana University Udayana University
22 PUBLICATIONS   129 CITATIONS    3 PUBLICATIONS   1 CITATION   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Safe and Sustainable Production of Horticultural Crops View project

Development of edible coating to be integrated on small-scale value chain system of horticultural crops; Postharvest regulation of ethylene production
to prolong shelf life of horticultural products View project

All content following this page was uploaded by I Made Supartha Utama on 08 December 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MODUL PEMBELAJARAN

TROPICAL PLANT CURRICULUM PROJECT


Kerjasama
USAID – TEXAS A&M UNIVERSITY
UNIVERSITAS UDAYANA
DESEMBER 2011
DISCLAIMER
This publication is made possible by the generous
support of the American people through the United
States Agency for International Development (USAID).
The contents are the responsibility of Texas A&M University
and Udayana University as the USAID Tropical Plant
Curriculum Project partners and do not necessarily reflect
the views of USAID or the United States Government.
DAFTAR ISI

BAB I. KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DENGAN 1


KEARIFAN LOKAL

1.1. Sejarah Singkat Konsep Biodiveresity 1


2
1.2. Nilai Penting Keanekaragaman Hayati

1.3. Keanekaragaman Hayati sebagai Konsep Konservasi 3


Universal
1.4. Keanekaragaman Hayati dalam Perspektif Budaya Lokal 3

1.5. Nilai Lingkungan + Nilai Budaya = Nilai Konservasi 4

DAFTAR PUSTAKA 7

BAB II. INTERPRETASI TRADISI LOKAL BALI UNTUK 8


KEANEKARAGAMAN HAYATI

2.1. Pendahuluan 8
9
2.2. THK dan Keanekaragaman Hayati

2,3, Kepercayaan dan Perlindungan Keanekaragaman Hayati 11

2.4. Identifikasi dan Koleksi Tanaman Upakara 15

2.5. Nilai-Nilai Universal Tradisi Bali 17

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 21
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widi Wasa)
modul pembelajaran terkait “Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengen Kearifan
Lokal” dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan modul ini sangat penting bagi
pembelajar agar lebih memahami serta merubah sikap untuk memberikan apresiasi
yang baik terhadap keanekaragaman hayati bagi keberlanjutan kehidupan di dunia.
Perubahan iklim global telah mengakibatkan berbagai bencana bagi kehidupan
manusia dan mahluk hidup lainnya, seperti banjir, longsor, kegagalan panen,
kelaparan, musim dingin berkepanjangan dengan suhu dibawah toleransi kehidupan
makhluk hidup, dan lainnya, mengharuskan kita mengembangkan visi untuk
merancang pembangunan berkelanjutan. Berbagai pilar kehidupan harmonis dan
berkelanjutan telah didiskusikan dalam berbagai buku dan artikel. Pilar-pilar yang
berkembang menitik beratkan pada aspek ekologi, ekonomis, social, budaya (culture)
dan religi yang menarik dipelajari untuk memberikan visi pembangunan berkelanjutan
(sustainable development). Aspek ekologi berkaitan dengan keanekaragaman hayati
adalah salah satu pilar penting. Pada modul pembelajaran ini didiskusikan tentang
konservasi keanekaragaman hayati didukung oleh nilai-nilai kearifan lokal. Secara
khusus juga dijelaskan tentang ragam kearifan lokal Bali, yang dimanifestasikan ke
dalam ragam tradisi yang kuat, dapat dijadikan rujukan secara universal untuk
pelestarian keanekaragaman hayati dan untuk mendukung kehidupan berkelanjutan.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu memberikan informasi dan referensi untuk pengembangan modul
pembelajaran ini. Semoga modul pembelajaran ini memberikan manfaat bagi
pembelajar.

Denpasar, Desember 2011

Ttd
Penyusun
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

BAB I.

KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DENGAN


KEARIFAN LOKAL

1.1. Sejarah Singkat Konsep Biodiveresity

Terminologi Keanekaragaman Hayati atau biodiversity merupakan istilah


baru yang dimuncul dan dipopulerkan tahun 1986 pada Forum Nasional
Keanekaragaman Hayati (National Forum on Biodiversity) di Amerika Seikat.
Forum ini diadakan atas prakarsa National Academy of Science dan Smithsonian
Institute. Istilah biodiversity sebenarnya bermula dari penggunaan istilah biological
diversity. Kata biodiversity berasal dari bahasa Yunani bios yang berarti hidup dan
bahasa Latin diversitas yang berarti aneka ragam. Gabungan kedua kata tersebut
memunculkan pemaknaan baru, yaitu kehidupan yang beraneka ragam.
Terminologi ini dikemudian hari menjadi suatu konsep dalam konteks
perlindungan dan pelestarian alam.
Perhatian terhadap persoalan biodiversity muncul karena ledakan populasi
manusia yang berimplikasi pada penurunan kondisi lingkungan alam. Pertumbuhan
manusia di muka bumi ini menuntut ruang untuk hidup dan juga berbagai
sumberdaya alam lain untuk menunjang hidup. Segala aktivitas terkait pemenuhan
kebutuhan hidup manusia dapat dianggap sebagai suatu “persaingan” dengan
mahluk hidup lain. Sekitar 12% species burung dan 23 % species mamalia berada
dalam kondisi terancam punah (Sponsel, 2008). Keadaan ini tentu mengancam
kehidupan manusia di masa mendatang.
Pada KTT Bumi tahun 1992 yang diselenggarakan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa, di Rio De Jainero – Brasil, dilakukan penandatanganan Konvensi
Mengenai Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity) oleh 150
negara yang menghadirinya. Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut
menandatangani konvensi tersebut kemudian menegaskan pengakuannya dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan
United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati). Penetapan UU ini
merepresentasikan pengakuan sekaligus kesadaran pemerintah atas kekayaan

Hal | 1
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

sumber daya alam Indonesia yang beraneka ragam dan ancaman ketersediaannya
akibat dari kegiatan manusia.
UU No.5 Tahun 1994 mendefinisikan keanekaragaman hayati sebagai
keanekaragaman diantara mahluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya,
daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang
merupakan bagian dari keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman di dalam
species, antara species dan ekosistem. Definisi tersebut merupakan terjemahan dari
definisi biological diversity yang tercantum dalam Convention on Biological
Diversity.
Keanekaragaman hayati mencakup keragaman gen, species, dan proses
ekologi yang membentuk sistem kehidupan di darat, perairan air tawar, dan laut
yang saling mendukung dan membentuk keragaman di muka bumi. Implikasi
konsep biodiversity adalah kesadaran dan kesepahaman antar negara akan nilai
penting dan tanggung jawab bersama dalam menjaga dan melestarikan
keanekaragaman hayati tersebut.

1.2. Nilai Penting Keanekaragaman Hayati

Sumber daya alam merupakan suatu kekayaan yang tiada nilainya bagi
kehidupan manusia. Kebutuhan manusia pada masa kini tidak hanya terbatas pada
kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan akan kesehatan juga menjadi
hal penting dalam hidup manusia. Semua kebutuhan manusia tersebut disediakan
oleh alam. Dengan kata lain, manusia tergantung pada alam. Sementara alam itu
sendiri terbentuk dari susunan hubungan saling ketergantungan antara elemen satu
dengan lainnya yang sangat kompleks.
Ditinjau dari sudut pandang ilmu ekologi, Odum dalam bukunya
Fundamentals of Ecology (1996) menyebutkan saling ketergantungan antara
organisme hidup dan lingkungnnya. Hubungan yang terjalin antar elemen adalah
saling mempengaruhi sehingga arus energi mengarah pada struktur makanan,
keanekaragaman biotik, dan daur material. Kehilangan atau ketidakseimbangan
salah satu elemen pada mata rantai arus energi tersebut sudah tentu akan
menyebabkan gangguan pada yang lain pada sistem tersebut.

Hal | 2
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

1.3. Keanekaragaman Hayati sebagai Konsep Konservasi Universal

Keanekaragaman hayati sebagai suatu konsep universal dalam perspektif


konservasi telah menjadi salah satu tujuan utama dalam Millennium Development
Goals (MDGs) dan menjadi fondasi bagi beberapa poin MDGs yang lain. Perhatian
negara-negara di dunia pada konservasi keanekaragaman hayati tentunya tidak
berlebihan. Konsep konservasi biodiveristy tidak mengenal batas-batas administrasi
negara, Mahluk hidup seperti burung tidak mengenal teritori negara seperti yang
dikenal umat manusia. Sebagai contoh, burung blackburnian wabler dan scarlet
tanager di benua amerika utara akan berimigrasi ke hutan-hutan tropis selama
musim dingin (Wilson & Peter, 1988). Hutan-hutan tropis tersebut tentunya tidak
berada di Amerika tetapi di negara Brasil,Venezuela, Peru dan lima negara lain
yang dibentengi oleh kawasan hutan trois tersebut.
Setiap penghuni bumi sama-sama memiliki kepentingan untuk bertahan
hidup. Masing-masing negara dan bahkan kelompok komunitas masyarakat
memiliki cara-cara tersendiri untuk melindungi sumber daya yang mereka miliki.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep keanekaragaman hayati merupakan hal
yang bersifat universal.

1.4. Keanekaragaman Hayati dalam Perspektif Budaya Lokal

Sementara dari perspektif budaya, konsep biodiversity tidak dapat lepas dari
faktor manusia yang memiliki tanggung jawab terhadap keberlangsungan
keanekaragaman yang ada di muka bumi. UNESCO dan UNEP pada KTT Dunia
mengenai Pembangunan Berkelanjutan yang diadakan di Johannesburg tahun 2002
menyatakan bahwa pembangunan yang lestari memerlukan keanekaragaman
budaya dan keanekaragaman hayati sebagai komponen yang sama penting dan
utama. Maksud dari pernyataan tersebut adalah untuk melindungi keanekaragaman
hayati dan sekaligus menghargai dan mengakui hak dan peran masyarakat lokal
sebagai agen utama yang menjaga dan membentuk keanekaragaman hayati.
UNESCO menyatakan bahwa kita tidak akan bisa memahami dan
mengkonservasi lingkungan alam kita jika tidak memahami kebudayaan dari
manusia yang ikut membentuk alam tersebut. UNEP bahkan menyebutkan bahwa
keanekaragaman budaya merupakan pencerminan dari keanekaragaman hayati.
Kedua pernyataan tersebut merupakan pengakuan bahwa masing-masing budaya

Hal | 3
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

memiliki pengetahuan, praktik-praktik, maupun representasi budaya lain dalam


memanfaatkan dan menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya alam. Hal-hal
tersebut terefleksikan dalam keseharian hidup dan tradisi lokal setempat yang
sering disebut dengan kearifan lokal.
Berbagai contoh dari praktik-praktik masyarakat lokal yang menerapkan
aktivitas konservasi biodiversity dapat dijumpai di seluruh belahan dunia. Seperti di
negara Zimbabwe – Afrika Selatan, masyarakat yang tinggal di dekat hutan di
sepanjang aliran sungai Musengezi percaya bahwa hutan yang ada di dekat
pemukiman mereka adalah hutan keramat. Penduduk dilarang mengambil hasil
hutan tanpa meminta ijin melalui seorang “pawang yang merupakan medium dari
roh-roh yang tinggal di dalam hutan. Masyarakat setempat yakin bahwa roh leluhur
mereka tinggal dalam hutan. Roh-roh penduduk yang meninggal juga akan
bergabung dengan leluhur mereka di hutan dalam wujud satwa liar, misal: para
kepala suku akan mengambil wujud hewan singa.
Kearifan lokal dalam menjaga keanekaragaman hayati ini tidak saja
dilakukan oleh masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sumber daya alam
yang ada di darat. Masyarakat pesisir pun memiliki kebajikan setempat dalam
menkonservasi ekosistemnya. Sebagai contoh di negara Tanzania, penduduk pesisir
memiliki kepercayaan bahwa gugusan terumbu karang dijaga oleh roh-roh jahat
sehingga mereka tidak berani sembarangan menangkap ikan di area tersebut.
Kepercayaan ini tentu sangat membantu mengkonservasi habitat terbaik untuk
pemijahan biota-biota laut.

1.5. Nilai Lingkungan + Nilai Budaya = Nilai Konservasi

Masing-masing budaya lokal memperlihatkan ketergantungannya pada


alam untuk hidup. Ketergantungan ini secara otomatis menghasilkan perilaku
penghargaan terhadap alam beserta segala isinya yang terwujud dalam berbagai
bentuk tradisi, ritual, ataupun aturan-aturan adat sebagai produk budaya dari
manusia yang tinggaldi lingkungan tersebut. Wujud budaya yang muncul bersifat
fisik maupun non-fisik, literal maupun simbolisasi. Bentuk-bentuk fisik yang
terlihat seperti persawahan terasering dan adanya alokasi hutan penyangga seperti
sawah terasering Banaue-Filipina dan juga di Bali-Indonesia. Bentuk non-fisik
dapat berupa manajemen pengaturan jenis tanaman dan siklus tanam hingga

Hal | 4
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

organisasi adat yang mengelola lanskap alam tersebut, contoh organisasi subak di
Bali. Sementara bentuk literal muncul seperti pada pemberian kain berwarna pada
pohon besar yang dapat dijumpai di Thailand dan juga di Bali untuk menegaskan
bahwa pohon tersebut tidak dapat ditebang dengan sembarangan.

Gambar 1. Pohon Besar dengan Lilitan Kain Merah-Kuning


di Thailand Sumber: Sponsel (2008)

Gambar 2. Pohon Besar dengan Lilitan Kain Belang Hitam-


Putih di Bali-Indonesia

Media ritual adat juga banyak dipakai oleh masyarakat lokal untuk
mengapresiasi keanekaragaman hayati. Masyarakat di Bali menggunakan sarana
ritual sebagai wujud rasa syukur atas pemanfaatan sumber daya alam hayati yang
dapat mereka peroleh. Beberapa ritual dikhususkan oleh masyarakat Bali untuk
menghormati/menghargai alam, seperti tumpek wariga/tumpek uduh. Dalam

Hal | 5
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

kesempatan tersebut masyarakat Bali memuliakan Tuhan dalam manifestasinya


sebagai pencipta segala tumbuhan yang memberikan kehidupan bagi manusia.
Ritual ini biasanya dilakukan di sawah dan kebun milik penduduk. Makna ritual ini
adalah untuk memohon kepada Tuhan agar melimpahkan berkah sehingga tanaman
dapat tumbuh dengan subur dan memberikan hasil panen yang baik untuk
kesejahteraan manusia. Makna filosofi yang terkandung dalam ritual ini adalah
bahwa manusia diingatkan untuk selalu menghargai tumbuhan yang menjadi
sumber pangan dan manusia tergantung pada tumbuhan untuk hidup. Masyarakat
Bali juga mengenal upaya menjaga ekosistem hutan melalui suatu upacara yang
disebut Wanakerti, yaitu suatu upacara yang diadakan di kawasan hutan pura
Batukaru. Salah satu bagian dari upacara ini adalah pelepasan satwa ke hutan.
Makna filosofi konservasi ekosistem hutan melalui ritual diiringi dengan tindakan
melepas satwa kembali ke hutan sebagai pengingat bahwa satwa liar juga memiliki
hak hidup di hutan. Manusia bukanlah satu-satunya mahluk hidup yang
memerlukan hutan dan produk hutan untuk hidup.
Kearifan tradisi yang terkandung pada masing-masing budaya memang
bersifat lokal, namun makna inti dari produk budaya tersebut memiliki benang
merah yang sama, yaitu konservasi keanekaragaman hayati sebagai suatu nilai yang
bersifat univesal. Bahasa dan pendekatan yang dipergunakan sangat mungkin
berbeda, walaupun demikian, tradisi maupun pengetahuan yang lokal yang
disampaikan mempunyai tujuan yang sama untuk melindungi lingkungan alam
(Jopela, 2011; Garrett, 2007; Byers, Cunliffe & Hudak, 2001)
Nilai-nilai lingkungan yang tercermin dari praktek-praktek kearifan lokal
meliputi perlindungan, pemanfaatan secara lestari, dan pemeliharaan. Nilai tersebut
berhubungan secara langsung, saling terkait, dengan sistem kemasyarakatan dan
sosial suatu komunitas. Semua kegiatan diterapkan untuk dilaksanakan semua
anggota komunitas dan ditujukan untuk kepentingan dabn kebaikan bersama.

Hal | 6
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

DAFTAR PUSTAKA

Byers, B.A., R.N. Cunliffe, and A.T. Hudak. 2001. Linking Conservation of
Culture and Nature: A Case Study of Sacred Forest in Zimbabwe. Human
Ecology, Vol. 29, No. 2, p.187-218.
Garett, L. 2007. Attitudinal Values Towards Sacred Groves, Southwest Sichuan,
China. Thesis. Faculty of Natural Science, Impreial College London.
Isager, L. and S. Ivarsson. 2002. Contesting Landscapes in Thailand: Tree
Ordination as Counter-territorialization. Critical Asian Studies, Vol.34,
No.3, p395-417.
Jopela, A. 2011. Traditional Custodianship: a useful framework for heritage
management in southern Africa? Special issue of Conservation and
Management of Archaeological Sites on “Archaeological site management
in sub-Saharan Africa”.
Sponsel, L.E. 2008. Sacred places and biodiversity conservation. D. Casagrande
(ed.) URL:
http://www.eoearth.org/article/Sacred_places_and_biodiversity_conservatio
n
Masalu, D.C.P., M.S. Shalli, and R.A. Kitula. 2010. Customs nd Tanoos: The Role
of Indigenous of Fish Stocks and Coral Reefs in Tanzania. Coral Reef
Targeted Research and Capacity Building for Management Program,
Melbourne.
Odum, E.P. 1996. Dasar-dasar Ekologi, ed.3 (terjemahan). Samingan, T.
(penterjemah). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sardiana, I K. et al. 2010. Taman Gumi Banten: ensiklopedia tanaman upakara.
Udayana University Press, Bali.
Secretariat of the Convention on Biological Diversity. 2005. Handbook of the
Convention on Biological Diversity Including its Cartagena Protocol on
Biosafety, 3rd edition. Montreal, Canada.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan
United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan
Bangsa-bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati).
UNEP. 2003. Cultural Diversity and Biodiversity for Sustainable Development. A
jointly convened UNESCO and UNEP high-level Roundtable held on 3
September 2002 in Johannesburg during the World Summit on Sustainable
Development.
United Nations. 1992. Convention on Biological Diversity.
Wilson, E.O. and F.M. Peter (eds.) 1988. Biodiversity. National Academy Press,
Washington, D.C.

Hal | 7
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

BAB II

INTERPRETASI TRADISI LOKAL BALI UNTUK


KEANEKARAGAMAN HAYATI

2.1. Pendahuluan

Kegiatan keseharian masyarakat Bali yang dilandasi oleh Agama Hindhu


memberikan makna yang sangat berarti dalam pelestarian keanekaragaman hayati.
Kepercayaan bahwa untuk mencapai tujuan hidup, yaitu kebahagiaan lahir dan
batin, keselarasan atau keharmonisan interaksi dengan lingkungan social dan
ekosistemnya serta dengan Tuhan sebagai pencipta alam semesta (Ida Sanghyang
Widhi Wasa) telah menjadi landasan kepribadian serta prilaku dan secara luas
menjadi tradisi atau budaya masyarakat Bali. Pilosofi kehidupan ini dituangkan
dengan nama Tri Hita Karana (THK) yang berasal dari bahasa sansekerta, di mana
Tri berarti Tiga, Hita berarti Sejahtera, dan Karana berarti Penyebab. Tri Hita
Karana dapat dimaknai sebagai tiga hubungan harmonis yang menyebabkan
kebahagiaan yang dalam hal ini adalah 1) hubungan yang harmonis antara manusia
dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan), 2) hubungan yang harmonis antara
manusia dengan sesamanya, dan 3) hubungan yang harmonis antara manusia
dengan lingkungannya. Dalam terminology masyarakat Hindhu-Bali diwujudkan
dalam tiga pilar berkehidupan yang harmonis dan sejahtera, yaitu parahyangan,
pawongan, dan palemahan. Parahyangan adalah merupakan kewajiban setiap
manusia (baca : Hindu) untuk mendekatkan dirinya kepada Sang Pencipta (aspek
religius) yang secara umum diaktualisasi dalam bentuk tempat suci, pawongan
merupakan pengejawantahan dari sebuah pengakuan yang tulus dari manusia itu
sendiri, bahwa manusia tak dapat hidup menyendiri tanpa bersama-sama dengan
manusia lainnya (aspek sosial). Sedangkan palemahan adalah bentuk kesadaran
manusia bahwa manusia hidup dan berkembang di alam, bahkan merupakan bagian
dari alam itu sendiri (aspek ekologi).
Di dalam implementasinya, tiga pilar THK ini dituangkan ke dalam ajaran-
ajaran agama hindu yang secara principal mengatur kehidupan manusia Bali agar
harmonis. Implementasi ajaran-ajaran tersebut terkait dengan aspek religi, social

Hal | 8
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

dan ekologi yang saling berinteraksi telah menumbuhkembangkan ragam tradisi


atau budaya Bali (Gambar 3).

Gambar 3. THK dengan pilar yang saling terkait merupakan filosofi kehidupan
harmonis dan berkelanjutan

2.2. THK dan Keanekaragaman Hayati

Secara sepintas aspek Palemahan dalam THK yang mengatur


keharmonisan manusia dengan lingkungannya, termasuk lingkungan hayati,
sepertinya terpisah. Namun secara filosofis aspek ini saling berkaitan dengan
aspek parahyangan (religius) dan pawongan (social masyarakat), dan telah
menjadi tradisi komunal yang dimanifestasikan berbagai kegiatan religious.
Tradisi-tradisi ini sedemikian kuatnya karena adanya kelembagaan-kelembagaan
tradisonal yang mewadahi dan mengaturnya mulai dari tingkat provinsi, desa,
banjar dan bahkan sampai tingkat komunitas kecil atau dadia.
Tradisi-tradisi religious masih tetap bertahan walaupun arus globalisasi
sedemikan derasnya. Arus globalisasi yang dicirikan oleh perubahan-perubahan
kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya, meningkatnya pergerakan migrasi
manusia, proses globalisasi, informasi berbasis digital dan teknologi komunikasi,
knowledge-based economy, dan sebagainya (Delors, 1999) adalah tantangan
terhadap nilai-nilai dan tradisi THK untuk tetap dapat dipertahankan, terlebih lagi

Hal | 9
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

Bali adalah tujuan wisata nasional maupun internasional. Tantangan ini terlihat
dengan kadang terjadi pertentangan antara lembagat adat sebagai pengawal nilai-
nilai THK dan tradisinya dengan lembaga formal birokrasi pemerintahan terkait
dengan mengalirnya investasi komersial di sector pariwisata dan pendukungnya.
Di pihak Lembaga Adat dan masyarakatnya tetap ingin mempertahankan tradisi
dengan segala aktivitasnya yang dilandasi oleh nilai-nilai THK , sedangkan di
pihak lembaga formal pemerintahan menginginkan masuknya investasi intuk
meningkatkan secara sgnifikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai wujud
keberhasilan pimpinan pemerintahan. Pertentangan dan tensi antara modernisasi
dan tradisi telah pula ditulis di dalam bukunya Delors (2010) “Learning: the
Tresure Within” yang menggambarkan perubahan-perubahan akibat globalisasi
memasuki abad ke 21. Secara tersirat di jelaskan bagaimana nilai-nilai tradisi atau
budaya suatu daerah yang mengusung nilai-nilai pengembangan berkelanjutan
dapat terdektruksi oleh arus modernisasi/globalisasi. Nilai-nilai THK mesti tetap
dipertahankan walaupun tradisi atau budaya sedikit mengalami perubahan dalam
penyesuaiannya dengan globalisasi. Atau dengan kata lain, perubahan tradisi
dalam mengadopsi nilai-nilai positif globalisasi mesti tetap berlandaskan nilai-nilai
THK.
Modernisasi atau dapat dikatakan globalisasi cenderung meningkatkan
konsumsi energi sebagai akibat dari investasi komersial di berbagai sector, seperti
di Bali erat kaitannya dengan investasi di bidang pariwisata. Kebutuhan energi
adalah untuk memenuhi suplai fasilitas pariwisata demi kenyamanan wisatawan
(hotel, restoran dan industry pendukungnnya), maka eksplorasi energi yang dapat
berpengaruh destruktif dan bertentangan dengan nlai-nilai THK akan mengalami
pertentangan. Nurse (2006) menyebutkan bahwa ekonomi untuk kebanyakan small
island developing states (SIDS) untuk pariwisata tergantung pada eklpoitasi bio-
systems seperti perikanan dan terumbu karang. SIDS juga sangat rentan terhadap
degradasi lingkungan, sehingga berakibat ganda yaitu di samping merusak
ecological sub-system juga mengurangi kapabilitas ekonomi dan social daerah
tersebut.
Perkembangan pariwisata yang dinamis mengikuti perkembangan global,
telah berakibat pada peningkatan standard dan kebutuhan hidup masyarakat Bali,
sedangkan kapasitas ekonomi dan social terjadi kecenderungan menurun. Hal ini

Hal | 10
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

memberikan tantangan hebat terhadap eksistensi tradisi dengan dengan landasan


nilai-nilai THK. Tantangan terlihat dengan jelas pada tradisi di sektor pertanian
sejalan dengan banyaknya alih fungsi lahan ke sector non-pertanian terutama untuk
pengembangan infrastruktur pariwisata. Sehingga perlu batasan yang jelas sampai
di mana pengembangan infrastruktur tersebut mesti dilakukan dikaitkan dengan
carrying capacity Bali sebagai daerah wisata, dan tidak merusak tradisi dengan
nilai-nilai THK.
Nilai-nilai luhur THK semestinya selalu dijadikan landasan pengembangan
kebijakan pemerintah daerah Bali untuk kepentingan masyarakatnya dengan tradisi
dan budayanya. Atau dengan kata lain, segala investasi atau pengembangan di
berbagai sektor mesti mempertimbangkan dan memenuhi nilai-nilai THK dengan
salah satu tujuannya adalah melindungi keanekaragaman hayati untuk kehidupan
berkelanjutan.

2.3. Kepercayaan dan Perlindungan Keanekaragaman Hayati

Ajaran-ajaran agama Hindu dituangkan ke dalam upacara atau yadnya


adalah berlandaskan pada filsafat THK. Ada lima kategori yadnya yang disebut
Panca Yadnya. Panca Yadnya terdiri atas Dewa Yadnya. Pitra Yadnya, Resi Yadnya,
Manusia Yadnya dan Buhta Yadnya. Dewa Yadnya adalah suatu korban suci yang
ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dan para Dewa-dewa, Pitra Yadnya adalah
suatu penyaluran tenaga (sikap, tingkah laku dan perbuatan) atas dasar suci yang
ditujukan kepada leluhur untuk keselamatan bersama. Resi Yadnya adalah upacara
keagamaan yang ditujukan kepada Rsi atau orang suci. seperti upacara penobatan calon
sulinggih (mediksa), mengaturkan punia kepada para sulinggi, mentaiti dan
mengamalkan ajaran-ajaran para sulinggih, membantu pendidikan calon sulinggih dan
membuat tempat pemujaan beliau. Manusia Yadnya adalah suatu korban suci yang
bertujuan untuk membersihkan lahir bathin dan memelihara hidup manusia dari
terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai akhir hidup manusia, dan Bhuta
Yadnya adalah suatu korban suci yang bertujuan untuk membersihkan alam beserta
isinya. Pembersihan tersebut ditujukan pada dua sasaran yaitu pembersihan alam dari
gangguan pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh para bhuta kala dan makluk yang
dianggap lebih rendah dari manusia, dan pembersihan terhadap sifat bhuta kala dan

Hal | 11
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

makluk itu sehingga sifat baik dan kekuatanya dapat berguna bagi kesejahteraan umat
manusia dan alam (Darma, 2008)
Kaitan Panca Yadnya dengan tiga pilar THK adalah sebagai berikut: a)
Hubungan antara manusia dengan Tuhan (palemahan) diwujudkan dengan Dewa
Yadnya. b) Hubungan antara manusia dengan sesamanya (Pawongan) diwujudkan
dengan Pitra Yadnya, Resi Yadnya dan Manusia Yadnya, dan c) Hubungan manusia
dengan alam lingkungan (Palemahan) diwujudkan dengan Buhta Yadnya (Darma,
2008). Terlihat bahwa yadnya yang terkait pemujaan keragaman hayati adalah pada
yadnya ke lima (Butha Yadnya). Namun demikian, seluruh kegiatan yadnya
berkontribusi terhadap pelestarian keanekaragaman hayati karena kebutuhan ragam
bahan tanaman untuk sarana pemujaan, baik sebagai pelambang atau symbol, maupun
sebagai sarana perlengkapan upakara (Tabel 1). Pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan
dalam upacara memberi amanat atau pesan tanggungjawab atas pelestarian tumbuh-
tumbuhan, agar pelaksanaan upacara bisa terus berlangsung.

Tabel 1. Tenis bahan tanaman yang digunakan sebagai pelengkan upakara Hindu Bali.
(Darma, 2008)
Pemanfaatan dalam Jenis Bahan Tanaman dan Maknanya
Upakara
Sebagai pelambang atau symbol
· Dewa Pada pembuatan prosan daun sirih melambangkan Dewa Wisnu,
kapur melambangkan Dewa Siwa dan buah pinang
melambangkan Dewa Brahma
· Sukma serira (badan Kelapa(Cocos nucifera Linn. )melambangkan kepala, kemiri (
halus) Aleuritesmolucana ) mata, daun delem (Pogostemon bortensis)
telinga, bunga pudak (Pandanus sp) hidung, buah durian (Durio
zibethinus L.) muka, bambu buluh (Bambusa sp) leher, Tebu
(Saccharum officinarum L.f.) tangan, pisang kayu (Musa
paradisiaca)tubuh, Tebu (Saccharum officinarum L.f.) kaki, dan
rimpang jahe (Zingiber officinalis ) jari kaki,
· Ketenangan Pelawa pada pembuatan Canang Genten sebagai symbol
ketenangan
· Ketulusan/kesucian Bunga pada pembuatan Canang Genten sebagai symbol
hati ketulusan/kesucian
Sebagai Sarana Perlengkapan Upakara
· Rerampen( jejahitan Daun kelapa dan enau muda yang dijarit
ron busung)
· Eteh-eteh banten serana dari upakara yang berasal dari bahan tumbuhan-
tumbuhan (daun, bunga, buah, batang) untuk pengisi banten,
pembuatan tirta dan persebahyangan ( pemuspan).

Sistem pengairan yang berkembang untuk pengaturan pengairan lahan


persawahan di Bali, dikenal sebagai Subak, dalam implementasinya

Hal | 12
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

menggambarkan ketiga pilar THK untuk menjaga keberlangsungan kehidupan yang


harmonis. Pura Subak yang umumnya berada pada atau dekat hamparan
persawahan merupakan cerminan aspek parahyangan, organisasi subak dengan
anggotanya serta peraturan-peraturan atau awig-awig mensimbolkan pawongan.
Sedangkan jaringan irigasi serta hamparan persawahan termasuk fauna dan
floranya menyiratkan aspek palemahan (Sutawan, 2004).
Pada sistem pengairan Subak ini terdapat ragam kegiatan petani seperti
kegiatan-kegiatan ritual sebagai ucapan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widi
Wasa. Para petani membangun pura-pura (tempat pemujaan) dengan hirarkinya
mulai dari tempat pemujaan terendah oleh individu petani berupa Sanggah Catu
yang ditempatkan di dekat masuknya air pada lahan persawahannya. Tempat
pemujaan untuk sekelompok kecil petani disebut pura Ulun Carik. Pemujaan
untuk keseluruhan petani pada satu Subak disebut pura Bedugul. Sedangkan
tempat pemujaan yang berlokasi dekat dam untuk petani anggota subak disebut
pura Ulun Empelan atau Ulun Suwi. Tempat pemujaan bagi kelompok petani dari
subak berbeda disebut pura Masceti. Tempat pemujaan yang paling besar untuk
keseluruhan subak di Bali disebut pura Ulun Danu. Sistem pengairan Subak lebih
mengutamakan keseimbangan alam untuk pertanian berkelanjutan. Dengan
kegiatan ritual, dikenal sebagai Nangluk Merana (pengendalian hama dan
penyakit), para petani mengucapkan rasa terima kasih kepada Tuhan dan memohon
agar proses produksi tanaman padi tidak mendapatkan gangguan hama dan
penyakit.

Gambar 4. Pura Subak Ulun Suwi (sebelah kiri) dan Pura Ulun Danu
(sebelah kanan)

Hal | 13
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

Tradisi perayaan hari Tumpek Wariga (disebut juga Tumpek Pengatag,


Tumpek Bubuh dan Tumpek Uduh) mencerminkan bahwa manusia Bali menyadari
betapa pentingnya peranan tumbuhan untuk menjaga keseimbangan alam semesta
demi kehidupan yang harmonis dan berkelanjutan. Pada perayaan Tumpek tersebut
secara tradisi-religius masyarakat Hindu-Bali menyampaikan rasa terima kasih
kepada Tuhan telah memberikan alam flora untuk menopang kehidupan manusia
ciptaannya. Perayaan tumpek ini bermakna pula bahwa manusia berkewajiban
menjaga alam tumbuh-tumbuhan atau flora dengan baik agar tidak terjadi bencana
seperti kekurangan pangan, banjir, longsor, dan sebagainya. Kegiatan ritual ini
digelar umat Hindu pada pepohonan di pekarangan, sawah dan ladang masing-
masing merupakan salah satu bentuk apresiasi terhadap aneka jenis tumbuh-
tumbuhan, yang selama ini mampu memberikan manfaat terhadap kehidupan umat
manusia serta aneka jenis satwa lainnya. Tumpek Wariga dirayakan setiap hari
Sabtu uku Wariga yang jatuh setiap 210 hari sekali.

Gambar 5. Upakara tumpek pengatag

Kepercayaan orang Bali yang dilandasi oleh Agama Hindu dapat


memberikan konsekwensi positif terhadap perlindungan keanekaragaman hayati.
Menempatkan Pura Kahyangan sebagai pura sakral dengan tidak mengijinkan
investasi komersial di sector pariwisata dan pendukungnya di areal dengan radius
tertentu dari pura (kawasan sempadan tempat suci) dapat membantu kelestarian
keanekaragaman hayati yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Di samping
itu adanya kawasan sempadan pantai, sempadan jurang, sempadan danau, dan
hutan sangat mendukung pula kelestarian keanekaragaman hayati. Tentunya hal

Hal | 14
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

tersebut akan selalu mendapat tantangan di dalam mempertahankannya akibat


tekanan pertumbuhan populasi penduduk dan globalisasi yang semestinya
dicarikan solusinya.

2.4. Identifikasi dan Koleksi Tanaman Upakara

Kegiatan upacara keagamaan di Bali yang menggunakan ragam buah,


bunga dan material tanaman lainnya sebagai persembahan ke hadapan Tuhan
secara jelas memberikan kontribusi terhadap kelestarian hayati. Lembaga
Pengabdian kepada masyarakat Universitas Udayana (2002) telah mendata ragam
tanaman upakara dan telah menuangkannya ke dalam buku “Taman Gumi Banten:
Ensiklopedia Tanaman Upakara”. Sebanyak 159 jenis tanaman upakara
dideskripsikan dan diuraikan penggunaannya dalam upakara Hindhu.
Selain itu, Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali, juga
mengkoleksikan ragam tumbuhan yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan di
Bali. Tanaman tersebut ditempatkan pada satu lokasi areal 5 ha yang dinamakan
Taman Panca Yadnya. Pada tahun 2003 tercatat 462 jenis koleksi tanaman upakara
(Sumantera dan Siregar, 2003). Usaha eksplorasi dan mengkoleksikan tanaman
upakara juga dilakukan staff peneliti Kebun Raya “Eka Karya” lainnya (Sudi, dkk.
2005). Dari hasil eksplorasinya di Kabupaten Bangli didapatkan 79 jenis tanaman
yang digunakan pada kegiatan upakara. Disebutkan bahwa ada beberapa jenis
tanaman yang keberadaannya sangat sulit dijumpai seperti bun sungsang (Gloriosa
superb L.), ratu megelung (Ipomoea sp.) dan gatep (inocarpus edulis J.R. & G.
Frost) sangat potensial untuk dikembangkan sebagai tanaman berkasiat obat dan
tanaman hias di samping sebagai bahan untuk upakara Hindu.
Pengobatan tradisional Bali (usada) yang dikenalkan oleh para leluhur juga
menggunakan berbagai jenis tanaman dan merupakan ilmu pengetahuan
penyembuhan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama Hindu. Usada adalah ilmu
pengobatan tradisional Bali, yang ajarannya bersumber dari lontar. Lontar terkait
pengobatan di Bali dapat dibagi menjadi dua golongan yakni lontar usadha dan
lontar tutur (Nala, 1993). Di dalam lontar tutur (tatwa) berisikan ajaran aksara
gaib atau wijaksara, ajaran anatomi, phisiologi, falsafah sehat-sakit, hari baik
(padewasaan) mengobati orang sakit. Sedangkan di dalam Lontar Usada berisi

Hal | 15
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

tatacara memeriksa pasien, mendiagnosa penyakit, meramu obat, mengobati


(terapi), memperkirakan jalannya penyakit (prognosis), upacara untuk pencegahan
(preventif), dan pengobatan (kuratif). Selanjutnya di dalam Lontar Usada Taru
Pramana berisikan penjelasan bahan-bahan obat yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan. Di dalam usada ini secara mitologi tumbuh-tumbuhan dikatakan dapat
berbicara serta menceritrakan khasiatnya. Pelaksana pengobatan tradisional Bali
yang betul-betul mempelajari usada dikenal sebagai Balian Usada. Beberapa jenis
penyakit dan bahan tumbuhan yang digunakan untuk penyembuhan dapat dilihat
pada Tabel Lampiran 1) (Prastika, 2009).
Ragam tanaman umbi-umbian telah pula dimanfaatkan secara tradisional
baik untuk pangan, obat dan upakara di Kabupaten Bangli dan Kelungkung telah
pula diidentifikasi oleh Peneng, dkk. (2010). Daftar tumbuhan umbi yang telah
diidentifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2. Dilaporkan bahwa
pemanfaatan tumbuhan sebagai obat sudah sering digunakan namun minimnya
pengetahuan masyarakat terhadap kandungan bahan aktif pada tumbuhan tersebut
mengakibatkan jumlah yang digunakan masih beragam sesuai dengan kebiasaan di
masing-masing daerah. Sehingga masyarakat lebih memilih mengkonsumsi obat
jadi yang menurut mereka lebih tepat dosis dan komposisinya dan mulai
melupakan untuk menanam tumbuhan yang sebenarnya sangat bermanfaat dan
mereka butuhkan. Oleh karena itu sangat dibutuhkan usaha untuk mengkonservasi
dan membudidayakannya secara intensif dari berbagai pihak mengingat tumbuhan
tersebut sangat bermanfaat secara natural untuk kesehatan.
Tirta (2010) secara khusus melaporkan bahwa tanaman Pranajiwa
(Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.) termasuk dalam suku Fabaceae, merupakan
salah satu tumbuhan hutan yang berpotensi sebagai sumber obat tradisional
Indonesia. Khasiat bijinya hanya dikenal terbatas di kalangan keluarga maupun
masyarakat tertentu, yaitu sebagai penyegar tubuh dan sebagai obat perangsang.
Selama ini telah diketahui bahwa sebagian besar tumbuhan obat penghasil bahan
baku masih diperoleh dari alam yang merupakan tumbuhan liar dan hanya sebagian
kecil saja yang diperoleh dari hasil budidaya. Saat ini populasi pranajiwa sudah
berkurang bahkan termasuk dalam kategori dua ratus tumbuhan langka Indonesia.
Tempat tumbuhnya terbatas pada wilayah hutan dengan lereng-lereng gunung yang
tinggi, pengambilan yang terus menerus dari alam tanpa adanya usaha untuk

Hal | 16
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

membudidayakannya menyebabkan populasinya terus menurun sehingga pada


akhirnya akan mengalami kelangkaan. Berdasarkan hal di atas perlu kajian tentang
ekologi, fenologi dan etnobotaninya.
Pada daerah sakral hutan lindung dan merupakan tempat hidup monyet
yang disucikan, yaitu Monkey Gorest, Desa Ubud, Bali, tumbuh aneka ragam
tumbuh-tumbuhan yang secara tidak langsung juga melestarikan keanekaragaman
plasma nuftah penting untuk kehidupan masyarakat Bali. I Made Dana sebagai
local informan memberikan list 163 species tanaman yang bermanfaat yang
tumbuh pada hutan lindung tersebut. Ragam spesies tersebut bermanfaat untuk
anyaman (handcraft), pangan, tanaman dekorasi, obat-obatan, makanan bagi
binatang, dan sebagainya. Bahkan pelaku pengobatan tradisional Bali menjadikan
hutan lindung ini untuk mencari tanaman obat karena tanaman yang dibutuhkan
sudah langka dan sulit dicari. Hal ini menunjukkan kesakralan hutan lindung
sebagai local genius sangat mendukung pelestarian keanekaragaman hayati.

Gambar 6. Monkey Forest di daerah Ubud-Bali sebagai sebagai kawasan konservasi


keanekaragaman hayati

2.5. Nilai-Nilai Universal Tradisi Bali

Nilai-nilai tradisi yang berlandaskan pada Tri Hita Karana adalah


merupakan nilai-nilai yang dapat diadopsi secara universal. Nilai-nilai THK yaitu
keterikatan manusia dengan penciptanya, dengan sesamanya serta dengan
lingkungannya yang pada intinya menjaga keharmonisan kehidupan secara luas
dapat dijadikan dasar dari pembangunan berkelanjutan bagi Negara di seluruh
belahan dunia. Di Bali, nilai-nilai THK telah dijadikan kriteria penilaian hotel-

Hal | 17
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

hotel yang berwawasan pembangunan berkelanjutan dengan cara memberikan


penghargaan/award yang dikenal sebagai THK award. Pemberian THK award
telah pula diperluas diberikan kepada instansi-instansi pemerintah dan tentunya hal
ini merupakan praktik-praktik baik untuk pelestarian lingkungan dan keharmonisan
interaksi sosial.
THK juga sejalan dengan konsep reliable prosperity yang terdiri dari tiga
elemen yaitu Equity, Ecology dan Economy (Gambar 7) yang mengklaim bahwa
secara bersama ketiga elemen tersebut dari kerangka visual dan konseptualnya
dapat digunakan oleh individu, bisnis, pemerintah dan organisasi nirlaba untuk
menumbuhkan benih inovasi serta inspirasi (Jacobs, 2009). Konsep “The Nature of
Economis” dicanangkan oleh Jane Jacobs, the founder dari Eco Trust, bahwa
“Working along with natural principles of development, expansion, sustainability,
and correction, people can create economies that are more reliably prosperous
than those we have now, and that are more harmonious with the rest of nature."
Perbedaan antara THK dengan Reliable Prosperity dari Ecotrust adalah; pada
Reliable Prosperity, ekonomi sebagai salah satu elemen atau pilar utama dan tidak
menempatkan religi sebagai pilar penting, sedangkan THK menempatkan aspek
ekonomi sebagai aktivitas yang mesti berlandaskan pada ketiga pilar yaitu
parahyangan, pawongan dan palemahan. Sehingga konsep Reliable Prosperity
dapat dikatakan cenderung sebagai konsep “Barat” dan THK sebagai konsep
“Timur”. Interaksi ketiga pilar THK telah menumbuhkan tradisi atau budaya kuat
dalam melestarikan keanekaragaman hayati.

Konsep lain dari pengembangan berkelanjutan disampaikan pula oleh Nurse


(2006) yang menempatkan Culture atau Budaya sebagai pilar penting. Disebutkan
bahwa dengan menempatkan Culture sebagai pilar penting memungkinkan pilihan
kebijakan berpihak terhadap pembangunan berkelanjutan. Pilar lainnya adalah
keseimbangan ekologi, keadilan social dan integritas/kepercayaan individu. Kalau
dibandingkan dengan THK, maka THK adalah nilai-nilai kehidupan yang harmonis
dan berkelanjutan yang telah menumbuhkan ragam tradisi atau budaya dan menjadi
way of life orang Bali yang bergantung pada biodiversity..
UNESCO-UNEP (2003) menyebutkan bahwa cultural diversity sebagai
penghubung atau pengikat krusial antara dimensi pembangunan/pengembangan

Hal | 18
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

yang intangible dan tangible. Pembangunan tangible dapat diukur kaitannya


dengan kesehatan manusia, kamampuan ekonomi, aliran komoditi, jaminan fisik
terhadap keamanan dan produktivitas (dimensi materialistic). Sedangkan
pembangunan intangible terdiri atas semangat partisipasi, antusiasme penguatan,
apresiasi pengakuan dan aspirasi (dimensi moral). Disebutkan bahwa banyak
projek pembangunan gagal karena kegagalan mengkaitkan kedua dimensi tersebut
secara persuasive.
Secara jelas bahwa nilai-nilai THK merupakan nilai-nilai universal yang
dapat diimplementasikan untuk pembangunan berkelanjutan khususnya bagi
Negara-negara sedang berkembang.

Gambar 7. Visual frame work dari Reliable Prosperity (Jacobs, 2009)

Hal | 19
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

DAFTAR PUSTAKA

Darma, I D. P. 2008. Upacara agama hindu di bali dalam perspektif pendidikan


konservasi tumbuhan ( suatu kajian pustaka). UPT Balai Konservasi
Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali – LIPI Candikuning, Baturiti,
Tabanan Bali. Published on http://online.unud.ac.id.

Delors, J. 1999. Learning: the treasure within. Report to UNESCO of the


International Commission on Education for the Twenty-first Century.
UESCO Publishing.
Lembaga Pengabdian kepada masyarakat Universitas Udayana (2002). Taman
Gumi Banten: Ensiklopedia Tanaman Upakara. Udayana University Press.
Nala, N. 2002. Usada Bali. Diternitkan oleh Upada Sastra, Denpasar, Bali.
Nurse, K. 2006. Culture as the Fourth Pillar of Sustainable Development.
Institute of International Relations, University of the West Indies, Trinidad
and Tobago.
Peneng, I N., Wibawa, I P.A.H., Warseno, T., Hendriyani, E., Kurniawan, A. dan
Adjie, B. 2010. Etnobotani Umbi-Umbian Di Kabupaten Bangli dan
Klungkung, Bali. Prosiding Seminar Nasional Hortikultura – Indonesia
2010 “Reorientasi Riset untuk Mengoptimalkan Produksi dan Rantai Nilai”,
Denpasar 25-26 Nov 2010.
Prastika, I N. 2009. Usada Pengobatan Tradisional Bali. Universitas Hindu
Indonesia. Diunduh pada http://www.unhi.ac.id/?t=2&no=16 tanggal 20
Feb. 2012.
Sudi, I M., Puja Antara, I G.N. dan Terus I N. 2005. Eksplorasi Tumbuhan
Upacara Agama Hindu di Kabupaten Bangli, Bali. Laporan Teknik
Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam, Kebun Raya
“Eka Karya” Bali.
Sumantera, I.W. dan Siregar, M. 2003. The conservation of ceremonial plants in
Bali Botanical Garden. International Congress Botanical Gardens. Bali
Botanical Garden BGCI. Candikuning, Bali.
Sutawan, N. 2004. Tri Hita Karana and Subak: In Search for Alternative Concept
of Sustainable Irrigated Rice Culture. Uploaded from
www.maff.go.jp/j/.../i.../sympo_sutawan.pdf on 20 Feb. 2012
Tirta, I G. 2010. Studi Ekologi, Fenologi dan Etnobotani Pranajiwa
(Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.). Prosiding Seminar Nasional
Hortikultura – Indonesia 2010 “Reorientasi Riset untuk Mengoptimalkan
Produksi dan Rantai Nilai”, Denpasar 25-26 Nov 2010.
UNESCO-UNEP (2003). Cultural Diversity and Biodiversity for Sustainable
Development. A jointly convened UNESCO and UNEP high-level
Roundtable held on 3 September 2002 in Johannesburg during the World
Summit on Sustainable Development.

Hal | 20
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

Tabel Lampiran 1. Ragam spesies tanaman umbi-umbian yang dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit dalam pengobatan tradisional
Bali (Usada) ( Prastika, 2009).

No Nama Penyakit Bahan Usada Cara Meramu


1 Tilas Naga Obat Luar: Kules lelipi (kulit ular), Daun Nasi- Semua bahan obat tersebut di gerus (Ulig) ditambah air panas,
Nasi, Injin, Kunyit, Hati ayam setelah itu disaring. Air saringannya ditambahkan bedak. Dipakai
Bihing (merah) dibakar sebagai bedak pada kulit yang sakit.
Obat Dalam: Lunak (asem), Gula Bali, Kunyit Kunyit (kunir) dikikih (diparut), lunak, gula bali, dan madu di
(kunir), Madu. gerus dan ditambahkan air angat satu gelas kemudian disaring.
Air saringannya diminum 3 X sehari (Pagi, Sore, dan Malam).
2 Tilas Bunga Obat luar: Jahe, Kunyit (kunir), Kencur, kerikan Jahe, Kunir, Kencur, Kerikan Pohon Cempaka, Jajan begina
pohon cempaka, jajan begina matah dibakar, air digerus (ulig) ditambah air cuka kemudia disaring. Air saringan
cuka. dipakai obat Oles pada kulit yang sakit.
Obat dalam: Padang Sendok, Lamongan, Temu- Padang Sendok, Lamongan digerus ditambahkan air angat satu
temu, madu, jeruk Nipis. gelas kemudian airnya diperas. Air perasan ditambahkan air jeruk
nipis dan madu, diminum 3 kali.
3 Penyakit Lepra Hong taen sapi, hong tiing, hong telagi, hong Hong taen sapi, hong tiing, hong telagi, hong dedalu, hong
dedalu, hong bulan,buni selem, umbi game, bulan, buni selem, umbi game, lunak tanek selem, semua bahan
lunak tanek selem, cuka belanda, wiski. tersebut digerus sampai halus kemudian disaring dan
ditambahkan cuka belanda, dan wiski.
Catatan: Dilakukan pembersihan (lukat) di Pemuhun (tempat
Pembakaran jenazah; dan disertai dengan mengaturkan caru.
4 kusta, bulenan Obat dalam:Buah jebug + Kakap Sedah + Buah Buah jebug + Kakap Sedah + Buah Base + Gambir digerus
(kurap), dan Lepra Base + Gambir sampai alus kemudian ditambahkan air panas secukupnya
disaring; airnya diminum satu sendok makan setiap hari 3 kali
(Pagi, Siang, dan Sore).
5 Obat Luar : • Kakap sedah + Jahe + Isen Kapur Kakap sedah + Jahe + Isen Kapur + Kesune Jangu + Akah Paku
+ Kesune Jangu + Akah Paku Dukut + Inan Dukut + Inan Kunyit semuanya digerus dipakai boreh.
Kunyit.

Hal | 21
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

No Nama Penyakit Bahan Usada Cara Meramu


6 Alergi Kulit Kakap Base + Inan Kunyit + Dakep-dakep Kakap Base + Inan Kunyit + Dakep-dakep digerus kemudian
ditambahkan air panas disaring diminum sebagai loloh.
7 Bengek (Sulingan) Air Bungkak (kelapa Muda), Daun Kesimbukan, Air Bungkak (kelapa Muda), Daun Kesimbukan, Daun Pancar
Daun Pancar Sona,Sari Kuning, Air Damuh. Sona, Sari Kuning direbus. Airnya disaring ditambahkan air
Danuh dipakai Tutuh (obat masuk melalui hidung).
8 Batuk Kering Obat Dalam : • Bunga belimbing Buluh, Daun Bunga belimbing Buluh, Daun Pancar Sona, Bawang
Pancar Sona, Bawang Metambus, Daun Sulasih Metambus,Daun Sulasih mihik, Kencur ditumbuk dimasukkan
mihik, Kencur. Jeruk nipis. dalam kantong plastic kemudian dikukus setelah itu diperas. Air
perasannya ditambahkan jeruk nipis diminum 3 X dalam sehari.
Obat Luar : • Biji Nangka, Mesui, Jebuharum, Biji Nangka, Mesui, Jebuharum, jahe digerus (ulig) ditempelkan
jahe pada dada (ulu hati).
9 Kohkohan (Batuk Obat Dalam: Daun Belimbing Besi, Kunir, Kulit Daun Belimbing Besi, Kunir, Kulit Kelapa Ditambus, Bawang
Berdahak) Kelapa Ditambus, Bawang ditambus, Lunak. Digerus (ulig) ditambahkan air Panas,
ditambus, Lunak. kemudian disaring. Air saringannya diminum.

Obat Luar: Bungkil Biu dang saba, Bawang • Bungkil Biu dang saba, Bawang metambus, kepik Waru digerus
metambus, kepik Waru, minyak kemudian ditambahkan minyak kelapa bali dipakai obat tempel
kelapa bali. pada tulang Gihing.

10 Penyakit saluran Bahan Obat : Liligundi Sekemulan + Kesuna Liligundi Sekemulan + Kesuna Jangu + Kencur + Beras digerus
Pernapasan Jangu + Kencur + Beras sampai alus ditambahkan air panas secukupnya.
11 Penyakit batuk (Jahe Pahit + Jeruk Nipis + Minyak Dehe
Berdarah digunakan sebagai loloh).
12 Buh (Perut Biji Tabu (waluh), Pepaya matang, Kentang, Biji Tabu (waluh) dinyanyah kemudian digerus, Pepaya matang,
Membesar) Wortel, ½ sendok cuka, ½ sendok brem, ½ kecap Kentang, Wortel dikihkih kemudian dikukus airnya diambil
manis. ditambahkan ½ sendok cuka. ½ sendok brem, ½ kecap manis,
lalu diminum untuk obat.
13 Mag. Obat Dalam : Ketela Bun (rambat), Garam Ketela Bun (rambat) diparut, ditambahkan Garam sedikit, Air
sedikit, Air Titisan. Titisan kemudian dimakan sehari empat kali.

Hal | 22
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

No Nama Penyakit Bahan Usada Cara Meramu


14 Obat Luar: Kulit manggis, Kesuna Jangu, Abu • Kulit manggis, Kesuna Jangu, Abu (arang) digerus sampai halus
(arang), minyak kelapa bali. kemudian ditambahkan minyak kelapa bali ditempelkan pada ulu
hati.
15 Perut Panas dan Bidara Upas Bidara Upas Direndam Dengan Air Panas, setelah dingin
Atau dingin karena diminum dengan dosis tiga gelas dalam satu hari.
infeksi
16 Berak Darah Sri Kaya Masak + Es Batu sampai dingi, • Babakan Jati + Bawang Adas + asaban Cenana digerus sampai
kemudian dimakan. alus kemudian disaring dijadikan loloh
.
17 Perut Sakit Kerikan Buah + Kerikan Gedang + Bangle Tiga Kerikan Buah + Kerikan Gedang + Bangle Tiga Iria + Uyah
Iria + Uyah, Areng. Areng dipapak disimbuhkan dibagian perut yang sakit.
18 Sakit Tulang Obat Luar : • Akar Kayu Tulang, Akar Sambung • Akar Kayu Tulang, Akar Sambung Tulang, Akar kayu Tiwang,
Tulang, Akar kayu Tiwang, Akar Akar liligundi, kelapa ental, sindrong jangkep digerus kemudian
liligundi, kelapa ental, sindrong jangkep. digoreng dipakai untuk boreh pada bagian yang sakit.
• Bata merah digambar dengan Ongkara dipanaskan dan
diatasnya diisi daun liligundi secukupnya dan diinjak dengan kaki
yang sakit sampai keluar air pada kaki yang sakit.
Obat Dalam : Daun Paye Puuh, Kuncuk Pule, • Daun Paye Puuh, Kuncuk Pule, Daun Ginten Cemeng,
Daun Ginten Cemeng, Temukus, Temukus, akah kayu angket, temu ireng, jahe pahit digerus
akah kayu angket, temu ireng, jahe pahit kemudian ditambahkan air panas secukupnya dan disaring. Air
saringannya diminum 3 kali dalam sehari.
19 Puruh atau kulit telur ayam, daun sembung, mesui, cekuh • kulit telur ayam, daun sembung, mesui, cekuh nunggal, buah
Belahan nunggal, buah base, base digerus sampai halus kemudian ditempelkan pada kepala
daun dagdag. ditutup dengan daun dagdag. Catatan dalam pengobatan tidak
boleh kena asap, merokok, kena air. Dan untuk obat urutnya
dipergunakan bawang merah, kayu putih, limo diurut pada tulang
belakang (tulang gihing).
20 Obat Rambut Obat luar: Kelabet, daun langir, daun mangkok, Kelabet, daun langir, daun mangkok, lidah buaya, putih
Rontok lidah buaya, putih semangka semangka pusuh di lablab kemudian disaring, airnya dimasukkan

Hal | 23
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

No Nama Penyakit Bahan Usada Cara Meramu


pusuh. ke dalam botol ditutup kemudian didinginkan dalam air baru
dipakai dikepala sampai kena kulit kepala.
Obat Dalam : • Daun jempiring, gula bali, Daun jempiring, gula bali digerus kemudian disaring diminum.
21 Keputihan Obat Luar : • Daun keliki, kulit manggis, bawang • Daun keliki, kulit manggis, bawang merah digerus ditempelkan
merah. pada perut.
Obat Dalam : Akah kemogan, tain yeh, umbi Akah kemogan, tain yeh, umbi ikose (sejenis isen) digerus dan
ikose (sejenis isen). ditambahkan air panas secukupnya kemudian disaring dan
diminum sebagai loloh.
22 Datang Bulan Tak Obat Luar : temako, lunak, minyak tandusan temako, lunak, minyak tandusan digerus ditempelkan pada pusar
Lancar. pada malam hari.
Obat Dalam : daun isen, gula bali, akah biu • daun isen, gula bali, akah biu dang saba, blangsah buah, sari
dang saba, blangsah buah, sari kuning. kuning digerus kemudian ditambah air panas dan disaring, airnya
diminum
untuk obat
23 Vagina Sakit Obat Luar : untuk Mandi : daun candi late direbus untuk air mandi.
Untuk oles : jagung muda, gadung cina, buah semuanya direbus disaring kemudian ditambahkan dengan
kem, umbi ilak, daun ilak, perbandingan 1 : 1 air mawar.
24 Sakit Gigi tidak ada Bahan Obat : Bahan digerus sampai halus.
ocel Untuk gosok gigi : Getah kamboja ditambah odol
atau garam
Obat kumur : Babakan ental, garam direbus, air
rebusan dipakai kumur-kumur.
Obat oles : Daun kayu anyeket, daun tabia
lombok, hatin bawang, air cendana
25 Sakit Gigi Yang Bahan Obat : arang Kau-kau, sembung, trusi. Arang Kau-kau, sembung, trusi digerus ditambahkan air panas
Berlubang dijadikan obat kumur.
26 Sakit Gigi Bahan Obat : Jahe Pahit + Jeruk Nipis + Minyak Jahe Pahit + Jeruk Nipis + Minyak Dehe + Botun Tuwung Kanji
Dehe + Boton Tuwung , Kanji yang Tua. yang Tua di lablab, kemudian airnya disaring dipakai obat kumur.
Air Lumut dipakai Kumur-Kumur

Hal | 24
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

No Nama Penyakit Bahan Usada Cara Meramu


Obat Pitalitas Obat Dalam : Kuning Telur ayam, air kunir 1 dicampur dijadikan satu dan diminum sebagai loloh.
(Wandu) sendok, serbuk merica, madu
Kuud ental, wortel, ketela. Kelapa metunu; semuanya itu digerus kemudian dikukus, airnya diambil dijadikan
loloh.
Buah Tibah dicocok dimasukkan garam, kemudian ditambus, kemudian diinjak
tepat kena cekok kaki.
Kelapa hijau muda+27 biji merica minum
Mempeenak Rasa : sari bunga pudak+madu+pijer, Dioleskan pada kelamin.
lalu disaring
Menghidupkan Penis : Lawos 3 iris+bawang minum.
Tunggal 7 iris+daun jeruju dijadikan loloh + Tuak
Obat Luka Minyak Alu, Yeh Lunak, Yeh Jeruk Purut, dipakai obat oles luka.
Isen, Batang jepun di lablab atau ditambus airnya dipakai obat oles.
Mata Merah Bahan Obat : Umbi Tunjung ditambus , ditambah air batang simbukan dan air
Air Batang Simbukan, Umbi tunjung, air kakap. kakap kemudian disaring; airnya dijadikan obat tetes.
Air rebusan daun Kelor dipakai air mencuci mata setiap bangun
pagi.
Mata Tumbuh Darah Bulu ekor ayam, Darah Ekor lindung
Daging dipakai obat tetes mata.
Kencing Darah Semangka + Gula Batu Semangka dicocok sampai berlubang kemudian dimasukkan gula
batu didiamkan selama satu hari, kemudian air semangka itu
diminum untuk obat.
Kencing Batu Kelungah Nyuh Mulung + Bunga Gedang Renteng Kelungah Nyuh Mulung dilobangi dan dimasukkan Bunga Gedang
+ Bawang Adas + Bulih Sutra + Jeruk Nipis. Renteng + Bawang Adas + Bulih Sutra + Jeruk Nipis, kemudian
didadah sampai matang. Airnya diminum lebih kurang dengan dosis
2 sampai 3 kelapa dalam sehari.
Kencing Manis Widara Upas + Jahe Pahit + Jeruk Nipis + Sambi Widara Upas + Jahe Pahit + Jeruk Nipis + Sambi Roto + Bidara
Roto + Bidara Upas. Upas direbus sampai mendidih dan air tinggal sepertiganya,
kemudian disaring. Air saringannya diminum sebagai obat.
Asam Urat Babakan Juwet + Babakan Book + Babakan Jepun Babakan Juwet + Babakan Book + Babakan Jepun + Pomor

Hal | 25
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

No Nama Penyakit Bahan Usada Cara Meramu


+ Pomor Bubuk + Kesuna Jangu + Isen Pabuan + Bubuk + Kesuna Jangu + Isen Pabuan digerus sampai alus
Air Cuka. kemudian ditambahkan air panas secukupnya disaring kemudian +
Air Cuka.
Obat Bengkak Jabug Arum 3 Biji + Inan Kunyit + Temutis abug Arum 3 Biji + Inan Kunyit + Temutis di kunyah sampai
alus kemudian disimbuhkan pada tempat yang bengkak.
Darah Kotor Buah Menori (di ambil bijinya yang muda) + Buah Menori (di ambil bijinya yang muda) + Pancar Sona
Pancar Sona Sekembulan. Sekembulan di Gerus Sampai Alus ditambahkan air panas
secukupnya, kemudian disaring. Diminum sebagai loloh.
Obat Jerawat Kakap Tabia Bun + Kesuna Jangu + Akah Paku Kakap Tabia Bun + Kesuna Jangu + Akah Paku Jukut + Inan
Jukut + Inan Kunyit. Kunyit di gerus sampai alus dijadikan boreh (bedak) pada Jerawat.

Hal | 26
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

Tabel Lampiran 2. Ragam spesies tanaman umbi-umbian yang dimanfaatkan secara tradisional di Kabupaten Bangli dan Kelungkung
(Peneng dkk., 2010)

No. Nama Tumbuhan Potensi Bagian yang Khasiat / Kegunaan


(Latin + Daerah) digunakan
1 Acorus calamus L. Obat Akar dan umbi Untuk ramuan obat tradisional
[ND. Jangu] Pangan Bunga dan daun Dapat dimakan dan daunnya dipakai untuk bumbu masak
muda
Upacara Daun Digunakan dalam upacara Pitra Yadnya/ kematian
2 Alocasia sp. Hias Tanaman Sebagai tanaman hias di pekarangan rumah
[ND. Keladi hitam]
3 Amorphophalus muelleri Bl. Obat Umbi digunakan untuk obat pembersih rambut (shampo)
[ND. Kula-kula] Pangan Daun digunakan untuk pakan ternak
4 Colocasia esculanta (L.) Schott Upacara Umbi Upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya
(ND. Keladi)
5 Dieffenbachia sp. Hias Tanaman Sebagai tanaman hias di pekarangan rumah
6 Xanthosoma sp. Upacara Umbi digunakan sebagai sesajen/ banten saat upacara perkawinan
[ND. Keladi tabah]
7 Dioscorea alata L. Pangan Umbi pati dari umbinya bisa dimakan
[ND. Ubi kepit] Upacara Umbi digunakan dalam upacara wana kretih
8 Dioscorea alata L. pangan Umbi kandungan pati dari umbi bisa dimakan
9 Dioscorea esculenta (Lour.) Obat Umbi parutan umbi dapat digunakan sebagai obat pembengkakan khususnya di
Burkill kerongkongan
[ND. Ubi aung sunda] Pangan Umbi Patinya dapat dikonsumsi
10 Cymbopogon nardus L. Rendle Obat Akar digunakan sebagai peluruh air seni, peluruh keringat, peluruh dahak / obat
batuk, bahan untuk kumur, dan penghangat badan.
[ND. Serai bokasi] Daun digunakan sebagai peluruh angin perut, penambah nafsu makan, pengobatan
pasca persalinan, penurun panas dan pereda kejan, rebusan daunnya dapat

Hal | 27
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

No. Nama Tumbuhan Potensi Bagian yang Khasiat / Kegunaan


(Latin + Daerah) digunakan
digunakan untuk rematik dan penghangat tubuh
11 Alpinia galanga (L.) Swartz. Obat Umbi Untuk obat penurun panas, obat panu, rematik dan mengatasi kaki yang terasa
berat, obat diare, obat batuk
[ND.Isen kapur] Pangan Umbi Digunakan sebagai bumbu dapur
12 Alpinia purpurata K. Schum. Obat umbi sebagai obat anti jamur, dapat digunakan sebagai sampo
[ND. Isen merah]
13 Alpinia sp. Obat Umbi Digunakan untuk loloh/ jamu.
[ND. Isen tulang] Obat penyakit dalam
14 Alpinia sp. Obat Umbi Digunakan untuk loloh/ jamu
[ND. Isen merah] Obat penyakit dalam
Hias Tanaman Sebagai tanaman hias di pekarangan rumah
15 Boesenbergia pandurata Obat Umbi Digunakan untuk loloh/ jamu
(Roxb.) Schlecht Obat penyakit dalam
[ND. Temu kunci]
16 Curcuma aeruginosa Val. Obat Umbi Untuk loloh/ jamu, obat paru-paru yang kembung
[ND.Temu ireng] Pangan Umbi Pati yang dihasilkan dapat dimakan
Upacara Umbi Untuk Banten / sesajen tadah alas, digunakan dalam upacara wana kretih,
upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya
17 Curcuma domestica Valeton Obat Umbi Untuk sakit batuk, mata, ambeyen, kepala, diare dan bisul.
[ND.Kunyit putih]
18 Curcuma longa L. Obat Umbi Obat luka dalam
[ND. Temu agung]
19 Curcuma mangga Val. & van Obat Umbi digunakan untuk loloh/ jamu
zijp [ND.Temu poh] berpotensi sebagai antikanker
Upacara Umbi Upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya
20 Curcuma purpurascens Bl. Obat Umbi digunakan untuk boreh
[ND. Temu tis] Pangan Umbi muda bagian tengah tunas yang masih segar dan rimpang muda dapat dimakan
mentah ataupun dimasak untuk lalab.

Hal | 28
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

No. Nama Tumbuhan Potensi Bagian yang Khasiat / Kegunaan


(Latin + Daerah) digunakan
Upacara Umbi Upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya
21 Curcuma xanthorrhiza Roxb. Obat Umbi digunakan untuk ramuan obat tradisional
[ND. Temu lawak] Obat penghilang bau badan
Pangan Umbi umbi yang masih muda kadang-kadang digunakan untuk lalab, umbi yang
kering diolah menjadi minuman, Patinya dapat digunakan sebagai bahan
membuat bermacam makanan.
22 Curcuma zedoaria (Berg.) Obat Umbi Umbi kering dapat digunakan untuk kosmetik dan obat.
[ND. Temu putih] Pangan Umbi muda dimakan untuk lalab dalam keadaan mentah atau setelah dimasak terlebih
dahulu. Patinya juga dapat dimakan .
Upacara Umbi Upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya
23 Curcuma sp. Obat Umbi Digunakan untuk loloh/ jamu
[ND. Temu angin] Obat penyakit dalam
24 Curcuma sp. Obat Umbi Obat luka dalam
[ND.Temu jahe] Upacara Umbi Sebagai banten dalam Upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya
Upacara Umbi Upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya
25 Curcuma sp. Obat Umbi Obat luka dalam
[ND. Kunyit warangan]
26 Curcuma sp. Obat Umbi Digunakan untuk loloh/ jamu
[ ND. Temu tiing] Obat penyakit dalam
27 Curcuma sp. Obat Umbi Digunakan untuk loloh/ jamu
[ ND. Temu bang] Obat penyakit dalam
28 Curcuma sp. Obat Umbi Digunakan untuk loloh/ jamu
[ND. Kunyit warangan] Obat penyakit dalam
29 Curcuma sp. Obat Umbi digunakan untuk bahan jamu tradisional/ loloh
[ND. Temu macan] Umbi digunakan untuk banten
30 Kaemfperia rotunda L. Obat Tanaman utuh dapat digunakan sebagai pengusir serangga
[ND.Temu gongseng] Digunakan untuk loloh/ jamu
Obat penyakit dalam

Hal | 29
TPC Project, Udayana University – Texas A&M University

No. Nama Tumbuhan Potensi Bagian yang Khasiat / Kegunaan


(Latin + Daerah) digunakan
Upacara Umbi Digunakan dalam upacara wana kretih
Upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya
31 Zingiber officinale Rosc. [ND. Obat Umbi Untuk boreh, mengatasi rheumatik, mengobati reumatik, luka karena lecet,
Jahe merah] ditikam benda tajam, terkena duri, jatuh, serta gigitan ular,
Penghangat tubuh,
Obat batuk
Untuk menambah nafsu makan dan rasa mual
memperkuat lambung, dan memperbaiki pencernaan
Daun Obat Kompres
Umbi Mengobati keracunan
Upacara Umbi digunakan untuk Banten/ sesajen pada upacara Mamukur
32 Zingiber officinale Rosc. [ND. Obat Umbi Mengatasi pembengkakan
Jahe pahit] Mengobati sakit pada urat gigi
33 Zingiber purpureum Rosc. Obat Umbi Obat batuk
[ND. Bangley]
34 Zingiber zerumbet Sm. [ND. Obat Umbi Obat batuk, Obat muntah
Gamongan] Pangan Daun digunakan sebagai lalapan dan untuk bumbu masak
Upacara Umbi digunakan dalam upacara wana kretih , Upacara Dewa Yadnya dan Pitra
Yadnya

Hal | 30

View publication stats

You might also like