Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 66

ELIMINASI Cymbidium mosaic virus PADA Plbs ANGGREK

DENDROBIUM MENGGUNAKAN ZAT ANTIVIRUS


RIBAVIRIN

MELISSA SYAMSIAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Eliminasi Cymbidium mosaic virus
pada Plbs Anggrek Dendrobium Menggunakan Zat Antivirus Ribavirin adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Melissa Syamsiah
NIM G851090031
ABSTRACT

MELISSA SYAMSIAH. Elimination of Cymbidium mosaic virus on Dendrobium


Plbs Orchid by Using Ribavirin as Antiviral Agent. Under direction of MARIA
BINTANG and YOYO SULYO.

Orchid is an ornamental plant that has a fairly high level of demand and
ranked first compared to other ornamental plants. The beauty of orchid plants can
be reduced if infected by pathogenic virus like Cymbidium mosaic virus (CyMV).
CyMV is the one of the dominant pathogen infecting orchid plant in the world.
Detection of CyMV infection can be performed by DAS-ELISA (Double
Antibody Sandwich - Enzyme Linked Immunosorbent Assay) method. To further
confirm, it can be distinguished the pattern of CyMV protein bands by using
composite gel electrophoresis method. The aims of this study to determine the
optimum concentration of Ribavirin antiviral agent on CyMV elimination in
Dendrobium Jayakarta protocorm-like bodies (plbs) and to distinguish the patterns
of protein bands of healthy Dendrobium plants or CyMV free plbs and the
infected ones. Stages of this study included to detect CyMV in Dendrobium plbs,
infected plbs propagation in Vacin and Went liquid media, to eliminate CyMV by
Ribavirin antiviral treatments in six concentrations (0, 10, 20, 30, 40 and 50 ppm)
arranged in Randomized Completely Design with three replications and to
distinguish the CyMV protein banding pattern by using composite gel
electrophoresis method. The results of this study showed that CyMV was
eliminated by Ribavirin in D. Jayakarta plbs. The optimum concentration of
Ribavirin to eliminate 100% CyMV without growth inhibition of the plbs was 30
ppm. The result of CyMV protein banding pattern analysis by composite gel
electrophoresis method showed that CyMV infected plant and plbs had one band
with molecular weight approximately 28 kDa. There was no band on healthy or
CyMV free Dendrobium plant and D. Jayakarta plbs.

Keyword: Cymbidium mosaic virus elimination, Dendrobium, Ribavirin


RINGKASAN

MELISSA SYAMSIAH. Eliminasi Cymbidium mosaic virus pada Plbs Anggrek


Dendrobium Menggunakan Zat Antivirus Ribavirin. Dibimbing oleh MARIA
BINTANG dan YOYO SULYO.

Anggrek merupakan tanaman hias yang memiliki tingkat permintaan yang


cukup tinggi dan menduduki peringkat pertama dibandingkan tanaman hias
lainnya. Keindahan tanaman anggrek pun dapat berkurang apabila tanaman
tersebut terinfeksi virus patogen. Diantara patogen tersebut yang paling banyak
menimbulkan kerugian adalah Cymbidium mosaic virus (CyMV). Virus tersebut
merupakan salah satu patogen yang dominan menginfeksi tanaman anggrek di
Dunia. Untuk menghasilkan tanaman anggrek yang berkualitas baik, maka perlu
dilakukan pembebasan virus tersebut pada tanaman anggrek, terutama tanaman
anggrek yang banyak diminati masyarakat. Deteksi infeksi CyMV dapat
dilakukan dengan metode DAS-ELISA (Double Antibody Sandwich - Enzyme
Linked Immunosorbent Assay). Untuk lebih memastikan lagi bahwa virus yang
menginfeksi tanaman anggrek tersebut adalah CyMV, maka dapat dilakukan
pembedaan pola pita protein menggunakan metode Elektroforesis Gel Komposit.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi optimum zat antivirus
Ribavirin dalam eliminasi Cymbidium mosaic virus pada protocorm-like bodies
(plbs) anggrek Dendrobium dan membedakan pola pita protein tanaman anggrek
Dendrobium yang sehat atau bebas CyMV dengan pola pita tanaman yang sakit
(terinfeksi CyMV). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Virologi Balai
Penelitian Tanaman Hias, Segunung, Pacet, Cianjur dimulai dari bulan Desember
2010 hingga April 2011. Tahapan penelitian meliputi deteksi CyMV pada plbs
anggrek Dendrobium, perbanyakan plbs yang terinfeksi pada media Vacin and
Went cair, eliminasi CyMV dengan perlakuan antivirus Ribavirin pada taraf
konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm yang disusun menggunakan Rancangan
Percobaan Acak Lengkap dengan banyaknya ulangan sebanyak tiga kali dan
membedakan pola pita protein pada tanaman anggrek Dendrobium sehat atau
bebas CyMV dan tanaman anggrek Dendrobium sakit (terinfeksi CyMV) dengan
metode Elektroforesis Gel Komposit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa plbs
anggrek Dendrobium yang dipakai untuk perlakuan zat antivirus Ribavirin adalah
plbs anggrek Dendrobium Jayakarta. CyMV mampu dibebaskan dengan antivirus
Ribavirin pada plbs anggrek Dendrobium Jayakarta. Konsentrasi optimum
antivirus Ribavirin 30 ppm dapat membebaskan CyMV pada plbs anggrek
tersebut 100% tanpa mengganggu pertumbuhannya. Analisis dengan teknik
Elektroforesis Gel Komposit dapat digunakan untuk membedakan pita protein
CyMV pada tanaman dan plbs anggrek Dendrobium yang sakit atau positif
terinfeksi CyMV dengan tanaman atau plbs anggrek Dendrobium yang sehat
maupun plbs anggrek D. Jayakarta yang telah bebas CyMV hasil perlakuan zat
antivirus Ribavirin, dengan hasil analisis bobot molekul protein CyMV berukuran
sekitar 28 kDa. Dengan demikian Ribavirin dapat digunakan sebagai agen
antivirus untuk pembebasan CyMV pada plbs anggrek D. Jayakarta, serta plbs
yang telah bebas CyMV yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan untuk
materi perbanyakan lebih lanjut secara in vitro untuk penyediaan benih yang
diperlukan pengguna.

Kata kunci: Eliminasi Cymbidium mosaic virus, Dendrobium, Ribavirin


© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ELIMINASI Cymbidium mosaic virus PADA Plbs ANGGREK
DENDROBIUM MENGGUNAKAN ZAT ANTIVIRUS
RIBAVIRIN

MELISSA SYAMSIAH

Tesis
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Tesis : Eliminasi Cymbidium mosaic virus pada Plbs Anggrek
Dendrobium Menggunakan Zat Antivirus Ribavirin
Nama : Melissa Syamsiah
NIM : G851090031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S. Ir. Yoyo Sulyo, M.S.
Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Biokimia

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 8 Juli 2011 Tanggal Lulus:


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc.
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah berjudul
Eliminasi Cymbidium mosaic virus pada Plbs Anggrek Dendrobium
Menggunakan Zat Antivirus Ribavirin. Kegiatan Penelitian ini dilakukan mulai
bulan Desember 2010 hingga April 2011 di Laboratorium Virologi Balai
Penelitian Tanaman Hias Segunung, Pacet, Kabupaten Cianjur.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. drh. Maria
Bintang, MS dan Ir. Yoyo Sulyo, MS. yang telah memberikan bimbingan dan
arahan selama berlangsungnya penelitian serta dalam penyusunan karya ilmiah.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc.
selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan saran dalam
penulisan tesis. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Bapak (Almarhum),
Mamah, Suami, Teteh, adik-adik, keluarga dan rekan-rekan yang tidak dapat
dituliskan satu persatu yang telah memberi dukungan materi, non materi, dan doa
kepada penulis dalam penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima
kasih penulis tujukan kepada Peneliti dan staf Laboratorium Virologi BALITHI,
Erniawati Diningsih, S.Si., M.Si., Laely Qodryah dan Jane Permata Sari atas kerja
samanya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam tulisan
ini. Namun demikian penulis harapkan semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2011

Melissa Syamsiah
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 12 Maret 1982 dari ayah


Ujang Komadin (Almarhum) dan ibu Teti Dalianty. Penulis merupakan anak
kedua dari lima bersaudara. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMAN I
Cianjur tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Jurusan
Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung sampai tahun 2004. Pada tahun 2006
penulis diangkat sebagai staf pengajar di Fakultas Pertanian, Universitas
Suryakancana Cianjur. Pada tahun 2009 penulis mendapatkan kesempatan
Beasiswa dari DIKTI untuk melanjutkan program pascasarjana S2 pada program
studi Biokimia di Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ..............................................................................................xiii


DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Tanaman Anggrek ................................................................... 5
Cymbidium mosaic virus (CyMV) ................................................................. 6
Deteksi dan Identifikasi Virus ....................................................................... 7
Deteksi CyMV dengan Sistem ELISA .......................................................... 7
Elektroforesis Gel Komposit ......................................................................... 8
Zat Antivirus Ribavirin ................................................................................. 9
Teknik Kultur Jaringan .............................................................................. 11
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 14
Bahan dan Alat ........................................................................................... 14
Metode Penelitian ....................................................................................... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deteksi CyMV pada plbs Anggrek Dendrobium ......................................... 17
Pengaruh Perlakuan Zat Antivirus Ribavirin terhadap
Keberadaan Cymbidium mosaic virus dalam plbs anggrek
Dendrobium Jayakarta ................................................................................ 18
Pengaruh Zat Antivirus Ribavirin terhadap plbs
Anggrek Dendrobium Jayakarta .................................................................. 21
Analisis Pola Pita Protein CyMV pada
Anggrek Dendrobium dengan Elektroforesis Gel Komposit ....................... 26
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .................................................................................................... 30
Saran .......................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 31
LAMPIRAN ........................................................................................................ 36
DAFTAR TABEL
Halaman

1 Deteksi CyMV pada plbs Anggrek Dendrobium ............................................... 17


2 Uji Keberadaan CyMV terhadap plbs Anggrek D. Jayakarta
setelah Perlakuan Zat Antivirus Ribavirin pada Setiap Subkultur ..................... 19
3 Persen Bebas CyMV dalam plbs Anggrek D. Jayakarta
pada Setiap Subkultur ...................................................................................... 20
4 Pertumbuhan plbs Anggrek D. Jayakarta pada Subkultur 1 .............................. 23
5 Pertumbuhan plbs Anggrek D. Jayakarta pada Subkultur 2 .............................. 24
6 Pertumbuhan plbs Anggrek D. Jayakarta pada Subkultur 3 .............................. 25
7 Persen Hidup plbs Anggrek D. Jayakarta pada Setiap Subkultur ...................... 26
8 Nilai Rm (x) dan Log BM Marker Hasil Elektroforesis Gel Komposit ............ 28
9 Hasil Analisis Pita Protein Positif Terinfeksi CyMV
pada Sampel Tanaman dan plbs Anggrek Dendrobium ................................... 29

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1 Hasil Ikatan Antigen Antibodi dengan Sistem ELISA


dalam Mikrotiter Plate ...................................................................................... 8
2 Struktur Ribavirin ............................................................................................. 9
3 Mekanisme Kerja Antivirus............................................................................. 10
4 Ribavirin Tersusun dari Dua Ribonukleosida Alami ........................................ 11
5 Teknik Kultur Jaringan.................................................................................... 12
6 Plbs yang tumbuh dengan baik saat perlakuan Ribavirin 30 ppm
pada subkultur ke 2 ......................................................................................... 22
7 Plbs yang mengalami perubahan warna saat perlakuan Ribavirin 30 ppm
Pada subkultur ke 3 ......................................................................................... 22
8. Hasil Analisis Pita Protein CyMV dengan Elektroforesis Gel Komposit .......... 27
9. Kurva Estimasi Rm dengan Log BM Marker................................................... 28
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1 Data Sheet : Ribavirin .................................................................................... 37


2 Tahapan Umum Penelitian ............................................................................. 38
3 Deteksi CyMV pada plbs Anggrek Dendrobium ............................................. 39
4 Perbanyakan plbs yang Positif terinfeksi CyMV pada Media VW Cair .......... 40
5 Eliminasi CyMV pada Anggrek Dendrobium dengan Ribavirin ..................... 41
6 Pembuatan Media VW Cair dan Padat ............................................................ 42
7 Deteksi Protein CyMV pada Tanaman Anggrek Dendrobium
Sehat atau Bebas CyMV dan Tanaman Anggrek Dendrobium Sakit
(Terinfeksi CyMV) dengan Elektroforesis Gel Komposit ............................... 43
8 Deteksi CyMV pada plbs Anggrek Dendrobium untuk Perlakuan
Zat Antivirus Ribavirin .................................................................................. 44
9 Hasil Uji DAS-ELISA terhadap plbs Anggrek D. Jayakarta
Selama Tiga kali Subkultur ............................................................................ 45
10 Hasil Pengamatan Pertumbuhan plbs Anggrek D. Jayakarta
Selama Tiga Kali Subkultur ........................................................................... 46
11 Analisis Statistika Data Hasil Penelitian ......................................................... 47
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman tahunan atau tanaman yang diperbanyak secara vegetatif seperti
kentang, strawberry dan tanaman hias selama pertumbuhan dan perkembangannya
di lapangan tidak terlepas dari organisme pengganggu tanaman baik hama
maupun penyakit, termasuk penyakit yang disebabkan oleh virus. Menurut Bos
1983 dalam Muis 2002, virus mempunyai pengaruh yang bermacam-macam
terhadap tanaman, karena virus mempunyai daya tular yang tinggi sehingga
infeksinya pada tanaman budidaya berlangsung cepat dan dapat mencapai tingkat
epidemi.
Salah satu tanaman hias yang banyak terserang virus adalah tanaman
anggrek. Anggrek merupakan komoditas hortikultura yang banyak diminati
masyarakat karena memiliki variasi warna dan bentuk bunga yang indah. Daerah
sentra produksi anggrek di Indonesia adalah Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa
Tengah, Jawa Timur dan Bali. Permintaan anggrek banyak digunakan untuk
berbagai keperluan seperti upacara keagamaan, hiasan dekorasi ruangan, ucapan
selamatan serta ungkapan duka cita (Pranata 2007). Pada saat ini anggrek yang
dominan diminati masyarakat adalah jenis Dendrobium (34%), Oncidium Golden
Shower (26%), Cattleya (20%) dan Vanda (17%) serta anggrek lainnya (3%)
(BPTP 2005).
Ketersediaan benih tanaman anggrek berasal dari produksi dalam negeri dan
impor. Untuk benih anggrek diimpor dari luar negeri pada tahun 2005 sebesar 4,7
juta benih kemudian menurun pada tahun 2006 menjadi 2,9 juta dan tahun 2007
menjadi 2,7 juta benih. Menurunnya impor benih anggrek disebabkan karena
adanya peningkatan produksi benih anggrek di dalam negeri yaitu pada tahun
2005 dari 2,2 juta benih menjadi 10,2 juta benih pada tahun 2006, dan di tahun
2007 menjadi 11,2 juta benih (Dirjen Hortikultura 2008). Selain untuk memenuhi
kebutuhan anggrek dalam negeri, Indonesia juga mengekspor tanaman anggrek ke
beberapa Negara seperti Jepang, Belanda dan Amerika (Dirjen Hortikultura 2008).
Pada perdagangan internasional sebenarnya tidak ada aturan baku mengenai
standar mutu, akan tetapi lebih tergantung pada perusahaan pengimpor dari
Negara tujuan ekspor. Negara-negara tujuan ekspor memberikan syarat harus
2

bebas dari organisme pengganggu tanaman (OPT) baik berupa hama, penyakit,
maupun gulma, sedangkan perusahaan pengimpor menghendaki standar mutu
yang lebih dikaitkan dengan harga. Rendahnya standar mutu yang berorientasi
harga tanpa mempertimbangkan standar mutu yang berorientasi bebas dari OPT
akan memberikan dampak negatif bagi plasma nuftah Indonesia.
Tanaman hias ataupun tanaman tahunan dan tanaman yang diperbanyak
secara vegetatif jika terserang virus akan menyebabkan bibitnya menjadi tidak
vigor (Pearson&Cole 1991). Keindahan tanaman anggrek pun dapat berkurang
apabila tanaman tersebut terinfeksi virus patogen. Diantara patogen tersebut yang
paling banyak menimbulkan kerugian adalah Cymbidium mosaic virus (CyMV)
dan Odontoglosum ringspot virus (ORSV), disebutkan pula bahwa infeksi CyMV
memberikan pengaruh yang lebih berat dibandingkan dengan infeksi ORSV
(Pearson&Cole 2008). Hasil penelitian Tanaka et al. (1997) menunjukan bahwa
beberapa kultivar anggrek di Thailand terinfeksi Cymbidium mosaic virus
(CyMV) yaitu pada anggrek Denrobium (65.7%), Cattleya (45.5%), Oncidium
(35%), Phalaenopsis (25%) dan Vanda (51%).
Penyakit tanaman anggrek yang disebabkan CyMV pertama kali
diidentifikasi pada tahun 1950 oleh Jensen di California (ICTVdB 2002). Secara
etiologi agen diidentifikasi sebagai virus yang dinamai CyMV. Sejak itu CyMV
dilaporkan keberadaannya di beberapa Negara penghasil bunga potong di Eropa,
Aurstralia, Amerika, Afrika dan Asia. CyMV merupakan virus yang termasuk
family Flexiviridae dan genus Potexvirus (Gara et al. 1996). Gejala yang
ditimbulkan oleh CyMV pada tanaman anggrek adalah terjadinya nekrosis (bintik-
bintik, garis-garis atau lingkaran-lingkaran) pada tanaman, virus tersebut umum
ditemukan pada tanaman anggrek yang dibudidayakan, hal ini disebabkan virus
tersebut dapat ditularkan melalui alat-alat pertanian, seperti gunting dan pot yang
terkontaminasi dan tidak ditularkan oleh serangga ataupun biji (Wisler 1989).
Anggrek yang terserang CyMV harus dibebaskan, karena akan
mempengaruhi nilai estetika yang rendah, sehingga merugikan dalam sistem
ekspor anggrek ke luar negeri. Pembebasan virus pada tanaman dapat dilakukan
dengan berbagai cara misalnya, thermotherapy, meristem – tip culture dan
kemoterapi atau penambahan bahan kimia antivirus (Walkey 1985).
3

Menurut Walkey (1985) penelitian tentang kemoterapi virus tanaman pernah


dilakukan oleh Sheppard (1977), Cassells and Long (1980), yaitu dengan
menggunakan zat antivirus Ribavirin (Virazole). Selain Ribavirin, zat kimia lain
yang bisa digunakan sebagai zat antivirus adalah thiourasil, amantadin, vidarabin,
guanidin hidroklorid dll (Walkey 1985).
Pembebasan CyMV pernah dilakukan menggunakan Ribavirin pada
konsentrasi 5 – 25 ppm, akan tetapi Ribavirin pada kisaran konsentrasi tersebut
belum mampu membebaskan CyMV pada anggrek Dendrobium
(Widiastoety&Muharam 1988). Chang et al. (2004) melaporkan bahwa perlakuan
Ribavirin pada konsentrasi 0-30 ppm dapat membebaskan CyMV sekitar 5-17%
pada anggrek Oncidium dengan media dasar Murashige and Skooge. Pembebasan
CyMV juga berhasil melalui kombinasi perlakuan Ribavirin dengan kultur
meristem, dengan ukuran jaringan meristem 0,1 mm – 1.0 mm (Lim et al. 2008)
dengan lama perlakuan satu bulan.
Hasil penelitian Wannakrairoj et al. (2001) menyebutkan pemberantasan
CyMV, virus yang paling umum di anggrek Dendrobium, dilakukan dengan
menggunakan Dithiouracil (DTU) dan Ribavirin pada protocorm likes bodies
(plbs) dari klon dari cutflower anggrek, Dendrobium Sonia BOM 17. Ditemukan
bahwa konsentrasi DTU 0,1; 0,15 dan 0,2 mM mengurangi laju pertumbuhan
plbs, tetapi tidak mampu menghilangkan virus setelah 7 minggu di kultur cair.
Sementara Ribavirin 0,1; 0,15 dan 0,2 mM dalam media cair menyebabkan Plbs
mulai mati setelah 2 minggu. Penerapan Ribavirin 0,2 mM dalam media padat
selama 1 minggu dan 0,2 mM dalam media padat selama 12 minggu
menyebabkan produksi 19,4 % plbs bebas CyMV.
Deteksi infeksi CyMV dapat dilakukan dengan metode DAS-ELISA
(Double Antibody Sandwich - Enzyme Linked Immunosorbent Assay) seperti yang
pernah dilakukan Miin (2005), Hu et al. (1993), Navalinskiene et al. (2005) dan
Sherpa et al (2007). Untuk lebih memastikan lagi bahwa virus yang menginfeksi
tanaman anggrek tersebut adalah CyMV, maka dapat dilakukan pembedaan pola
pita protein menggunakan metode Elektroforesis Gel Komposit. Metode ini
dilakukan Wolf dan Casper (1971) untuk memisahkan Tobacco mosaic virus
(TMV) dan Turniv yellow mosaic virus (TYMV), yang juga diketahui bahwa
4

kedua virus ini dapat menginfeksi tanaman anggrek. Dari hasil elektroforesis ini
dapat dilihat perbedaan pola pita proteinnya, serta dapat ditentukan juga bobot
molekul (BM) dari CyMV tersebut. Hasil penelitian Morreira et al. (1998)
menunjukkan bahwa BM CyMV yang menginfeksi anggrek Phaius tankervilliae
adalah sekitar 28 kDa. Begitu pula untuk anggrek Dendrobium yang terinfeksi
CyMV menunjukan bobot molekul yang sama yaitu sekitar 28 kDa (Khalimi
2008).
Rumusan Masalah
Ribavirin telah diketahui dapat menghilangkan atau mengeliminasi
Cymbidium mosaic virus (CyMV) pada anggrek dengan perlakuan konsentrasi
tertentu. Namun sampai saat ini, hasil penelitian mengenai kajian eliminasi CyMV
pada anggrek Dendrobium menggunakan zat antivirus Ribavirin belum banyak
dilakukan dan belum mendapatkan hasil eliminasi yang cukup besar.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi optimum zat
antivirus Ribavirin dalam eliminasi CyMV pada protocorm like bodies (plbs)
anggrek Dendrobium. Membedakan pola pita protein tanaman anggrek
Dendrobium yang sehat atau bebas CyMV dengan tanaman yang sakit (terinfeksi
CyMV).
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah zat antivirus Ribavirin dengan konsentrasi
optimum dapat mengeliminasi CyMV pada plbs anggrek Dendrobium. Selain itu
konsentrasi optimum Ribavirin tidak mengganggu pertumbuhan plbs anggrek
Dendrobium. Serta pola pita protein tanaman anggrek Dendrobium yang sehat
atau bebas CyMV dapat dibedakan dengan tanaman dan plbs yang sakit (terinfeksi
CyMV).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
perlakuan konsentrasi terbaik penambahan Ribavirin terhadap eliminasi
Cymbidium mosaic virus (CyMV) pada plbs anggrek Dendrobium. Plbs yang
telah bebas CyMV dapat menjadi bibit unggul untuk perbanyakan selanjutnya.
5

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Tanaman Anggrek


Indonesia merupakan Negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, salah
satunya adalah dari jenis tanaman anggrek. Anggrek merupakan komoditas
hortikultura dari famili Orchidaceae yang banyak diminati masyarakat karena
memiliki variasi bentuk dan warna bunga yang indah. Saat ini anggrek yang
dominan diminati masyarakat adalah jenis Dendrobium (34%), Oncidium Golden
Shower (26%), Cattleya (20%) dan Vanda (17%) serta anggrek lainnya (3%)
(BPTP 2005). Anggrek Dendrobium banyak digunakan untuk rangkaian bunga
karena relatif lebih tahan lama dan warna bunga bervariasi, tersedia cukup
banyak, batangnya lentur sehingga mudah dirangkai dan harganya relatif lebih
murah. Cattleya bunganya relatif berukuran besar dan indah namun kurang tahan
dan harganya relatif lebih mahal. Sedangkan Vanda banyak digunakan sebagai
pemanis gelas minum di restoran dan untuk ungkapan dukacita (Triwanto 1998).
Morfologi tanaman anggrek memiliki beberapa bagian yaitu daun, batang,
akar, bunga dan buah. Bentuk daun tanaman anggrek sangat bervariasi seperti
berbentuk bujur telur (oval), lonjong dan sendok (spatula). Menurut bentuk
batangnya, tanaman anggrek dapat dibedakan menjadi dua yaitu bentuk batang
monopodial dan simpodial. Anggrek monopodial mempunyai pertumbuhan
batang yang tidak terbatas sedangkan anggrek simpodial mempunyai
pertumbuhan batang terbatas. Pada umumnya akar anggrek berbentuk silindris
dan berdaging, lunak, mudah patah dengan ujung akar meruncing dan sedikit
lengket. Bunga anggrek tersusun dalam rangkaian dan setiap bunga anggrek
memiliki struktur dasar 3+3, yang terdiri dari 3 sepal luar (daun kelopak) dan 3
petal dalam (daun mahkota). Buah anggrek merupakan buah capsular dan di
dalam buah anggrek tersebut terdapat biji yang tidak memiliki endosperm
(Setiawan 2006).
Tanaman anggrek mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda dengan
tanaman hias lainnya dan tidak bersifat parasit. Berdasarkan tempat tumbuhnya,
6

sifat tumbuh anggrek dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu epifit, semi
epifit, terrestrial dan semi terrestrial (Pranata 2007).
Tanaman akan terangsang berbunga apabila terdapat perbedaan yang cukup
antara suhu pada siang hari dengan penurunan suhu pada malam hari. Anggrek
yang hidup di dataran tinggi membutuhkan suhu malam berkisar 13 – 18 oC dan
suhu siang 18 – 21 oC sedangkan anggrek yang hidup di dataran rendah
membutuhkan suhu malam berkisar 21 – 27 oC dan suhu siang 27 – 32 oC. Pada
umumnya anggrek membutuhkan kelembaban udara yang tinggi berkisar 60 –
80% (BALITHI 2003).

Cymbidium mosaic virus (CyMV)


Tanaman anggrek yang baik adalah tanaman anggrek yang sehat dari
faktor–faktor yang mempengaruhinya seperti faktor lingkungan misalnya media
tumbuh, cahaya matahari, suhu, kelembaban udara dan faktor infeksi patogen.
Patogen yang sering menimbulkan kerugian pada anggrek adalah virus. Beberapa
virus yang dapat menginfeksi tanaman anggrek diantaranya : Cymbidium mosaic
virus CyMV, Odontoglossum ringspot virus (ORSV), Cymbidium ringspot virus
(CRSV), Cucumber mosaic virus (CMV), Orchid fleck virus (OFV) (Kondo et al.
2006). Diketahui CyMV merupakan virus yang paling banyak menimbulkan
kerugian secara ekonomi pada tanaman anggrek.
Penyakit tanaman anggrek yang disebabkan CyMV pertama kali
diidentifikasi pada tahun 1950 oleh Jensen di California (ICTVdB 2002). Secara
etiologi agen diidentifikasi sebagai virus yang dinamai CyMV. Sejak itu CyMV
dilaporkan keberadaannya di beberapa Negara penghasil bunga potong di Eropa,
Aurstralia, Amerika, Afrika dan Asia. CyMV merupakan virus yang termasuk
family Flexiviridae dan genus Potexvirus. Gejala yang ditimbulkan oleh CyMV
pada tanaman anggrek adalah terjadinya nekrosis (bintik-bintik, garis-garis atau
lingkaran-lingkaran) pada tanaman, virus tersebut umum ditemukan pada tanaman
anggrek yang dibudidayakan, hal ini disebabkan virus tersebut dapat ditularkan
melalui alat-alat pertanian, seperti gunting dan pot yang terkontaminasi dan tidak
ditularkan oleh serangga ataupun biji (Wisler 1989).
Studi mikroskop elektron menunjukan bahwa virion-virion CyMV
berbentuk filamentous dengan diameter 480 x 13 nm yang tidak dibungkus oleh
7

envelope dan mempunyai titik inaktivasi 60-70 oC selama 10 menit serta dapat
bertahan pada cairan perasan tanaman selama 25 hari pada suhu ruang dalam
kondisi in vitro. Genom CyMV merupakan ssRNA linear dan berukuran 8,1 kb.
Genom CyMV pertama kali diisolasi oleh Frowd dan Tremaine (1977) dan
mempunyai komposisi basa G 21.1%, A 28.9%, C24,4% dan U 25,6%.

Deteksi dan Identifikasi Virus


Deteksi dan identifikasi secara serologi sudah umum diaplikasikan untuk
berbagai virus. Salah satu uji serologi adalah Enzyme Linked Immunosorbent
Assay (ELISA) yang pertama kali dikembangkan oleh Clark dan Adam (1977).
Metode ini berdasarkan pada reaksi antara antigen antibodi.
Diagnosis CyMV yang dilakukan oleh Miin (2005); Hu el al. (1993);
Navalinskiene et al (2005) dan Sherpa et al. (2007) dengan menggunakan metode
serologi yaitu Double Antibody Sandwich (DAS) ELISA pada tanaman anggrek
jenis Arachnis, Aranda, Asocentrum, Cattleya, Cymbidium, Dendrobium, Laelia,
Oncidium, Paphiopedium, Phalaenopsis, Renanthera dan Vanda berhasil dengan
baik. Metode serologi ini menggunakan antiserum monoklonal yang bereaksi
secara spesifik dengan protein selubung CyMV (Navalinskiene et al 2005).
Selain dengan menggunakan metode serologi, deteksi dan identifikasi virus
tanaman dapat juga dilakukan melalui teknik molekuler misalnya dengan reverse
transcriptase-polimerase chain reaction (RT-PCR) (Sherpa et al. 2007).

Deteksi CyMV pada plbs Anggrek Dendrobium dengan ELISA


ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) adalah suatu teknik deteksi
dengan metode serologis yang berdasarkan atas reaksi spesifik antara antigen dan
antibodi, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan
menggunakan enzim sebagai indikator. Prinsip dasar ELISA (Burgess 1995)
adalah analisis interaksi antara antigen dan antibodi yang teradsorpsi secara pasif
pada permukaan fase padat dengan menggunakan konjugat antibodi atau antigen
yang dilabel enzim. Enzim ini akan bereaksi dengan substrat dan menghasilkan
warna. Warna yang timbul dapat ditentukan secara kualitatif dengan pandangan
mata atau kuantitatif dengan pembacaan nilai absorbansi pada ELISA plate
reader.
8

Prinsip pengujian virus dengan metode ELISA adalah antibodi (protein)


virus yang spesifik teradsorpsi pada permukaan lubang “polystyrene microtiter
plate”. Antibodi tersebut akan menangkap antigen (virus yang terdapat pada
sampel). Selanjutnya virus tersebut akan bereaksi dengan spesifik antibodi yang
telah dilabel dengan alkalin fosfatase. Ada tidaknya virus dalam sampel ditandai
dengan berubahnya warna menjadi kuning setelah diberi penyangga substrat yang
mengandung 4-nitrofenilfosfat. Perubahan warna terjadi karena 4-nitrofenil
dirubah menjadi 4-nitrofenol yang intensitas warna kuningnya sebanding dengan
banyaknya antigen yang tertangkap oleh antibodi (Clark & Adam 1977; BALITHI
2003).

Gambar 1 Hasil ikatan antigen-antibodi dengan sistem ELISA dalam mikrotiter


plate

Elektroforesis Gel Komposit


Teknik elektroforesis adalah teknik pemisahan senyawa berdasarkan
kecepatan migrasi dari senyawa yang bermuatan listrik di bawah pengaruh medan
listrik. Elektroforesis gel merupakan salah satu teknik utama dalam biologi
molekuler dan merupakan metode standar untuk pemisahan, identifikasi dan
pemurnian fragmen DNA. Prinsip dasar teknik ini adalah DNA, RNA atau protein
dapat dipisahkan oleh medan listrik, dalam hal ini molekul-molekul tersebut
dipisahkan berdasarkan laju perpindahannya oleh gaya gerak listrik di dalam
matriks gel (Suryani dan Ambarsari 2010). Gel yang biasa digunakan merupakan
gel poliakrilamid untuk pemisahan protein atau asam nukleat berukuran kecil,
sedangkan gel agarosa digunakan untuk memisahkan asam nukleat yang lebih
besar (lebih besar dari beberapa ratus basa) (Suryani dan Ambarsari 2010).
9

Elektroforesis gel poliakrilamid dapat digunakan untuk meneliti protein


virus (Wolf dan Casper 1971, Khalimi 2008), akan tetapi jarang digunakan untuk
memisahkan seluruh virus. Tiselius et al. (1965) pertama kali memisahkan virus
tanaman Turniv yellow misaic virus (TYMV) dengan elektroforesis gel
poliakrilamid, Semancik (1966) menggunakan metode ini untuk memisahkan dan
mengkarakterisasi komponen virus tanaman yang dimurnikan, akan tetapi
pemisahan menggunakan gel poliakrilamid tidak memungkinkan untuk virus
dengan partikel seperti Tobacco mosaic virus (TMV) atau Tobacco rattle virus.
Wolf dan Casper (1971) telah melakukan penelitian tentang elektroforesis untuk
virus dengan menggunakan gel akrilamid-agaros dalam konsentrasi poliakrilamid
rendah. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa Turniv yellow mosaic virus
(TYMV) dan Tobacco mosaic virus (TMV) dapat dipisahkan satu sama lain dan
dari protein tanaman dengan jelas menggunakan metode elektroforesis akrilamid-
agaros. Metode ini telah digunakan sebelumnya untuk memisahkan asam nukleat
dan ribosom (Peacock dan Dingman 1968), dan untuk menganalisis bean yellow
mosaic virus (Makkock et al. 1987).
Prosedur yang digunakan dalam Elektroforesis Gel Komposit atau
campuran akrilamid dan agaros ini hampir sama dengan metode elektroforesis
pada umumnya yaitu terdiri atas preparasi sampel, preparasi gel, running,
visualisasi dan penentuan ukuran molekul. Metode Elektroforesis Gel Komposit
yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada metode yang dilakukan Wolf
dan Casper (1971) dengan komposisi campuran gel akrilamid 2% dan agaros
0,5%.
Zat Antivirus Ribavirin
Ribavirin merupakan zat kimia antivirus yang mempunyai rumus kimia
1,2,4-triazole-3-carboxamide dan memiliki nama lain Virazole dengan rumus
molekul C 8 H 12 N 4 O 5 dan massa molekul 244.206.

Gambar 2 Struktur Ribavirin


10

Ribavirin dapat menghambat replikasi RNA dan DNA virus. (Wu et al.
2003) (Gambar 2). Ribavirin juga dapat digunakan sebagai obat pada manusia,
Ribavirin tersedia dalam bentuk tablet, spray (semprot), dan suntikan. Pada
penderita hepatitis C, Ribavirin biasanya ditujukan sebagai terapi kombinasi
bersamaan dengan terapi interferon alfa. Efek samping pada penggunaan
Ribavirin spray adalah iritasi ringan pada mata, bersin-bersin dan kemerahan pada
kulit. Sementara terapi Ribavirin tablet dan injeksi dapat menimbulkan efek
samping berupa sakit kepala, gangguan saluran pencernaan, kaku badan, dan
mengantuk. Pemakaian jangka lama Ribavirin dapat menyebabkan anemia,
limfopenia serta berkurangnya pembentukan sel darah. Ribavirin ini tidak boleh
diberikan pada ibu hamil dan pasien hepatitis C dengan kerusakan ginjal (Wu et
al. 2003).

Gambar 3 Mekanisme kerja agen antivirus

Ribavirin bersama dengan interferon merupakan agen antivirus yang


menghambat sintesis RNA. Ribavirin merupakan analog guanosin dan adenosin
yang dimetabolisme menyerupai nukleotida RNA purin. Dimana mekanisme
kerjanya adalah menghambat kerja RNA polimerase (Wu et al 2003). Wu (2003)
menyebutkan bahwa RNA virus akan berkompetisi dengan Ribavirin yang
merupakan analog basa purin RNA untuk berikatan dengan RNA polimerase.
Ikatan dengan Ribavirin lebih kuat yang menyebabkan virus tidak bisa melakukan
replikasi karena kerja RNA polimerase untuk berikatan dengan RNA virus
terhambat. Selain itu disebutkan pula bahwa Ribavirin (VIRAZOLE ®), suatu
analog nukleosida purin, mekanisme tindakannya dapat dilakukan dengan
11

penghambatan inosin monofosfat dehidrogenase (IMPDH), sebuah enzim dalam


jalur sintesis purin de novo. Ribavirin menghambat IMPDH melalui metabolit 5'-
Ribavirin monofosfat (RMP) (Gambar 3).

Gambar 4 Ribavirin tersusun dari dua ribonukleosida alami

Ribavirin tersusun dari dua ribonukleosida alami, showdomycin dan


pyrazomycin yang diisolasi dari kultur bakteri, yang keduanya signifikan
menunjukkan kegiatan antivirus. Ribavirin mampu mengadopsi beberapa
konformasi dengan memutar ikatan C3 – C6 untuk meniru baik adenosin dan
guanosin ribonukleosida (Gambar 4) (Wu et al. 2003)

Teknik Kultur Jaringan


Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara
mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-
bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat
pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian
tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan
menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang
dilakukan di tempat steril.
Teori Dasar Kultur Jaringan a. Sel dari suatu organisme multiseluler di
mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel
tersebut (setiap sel berasal dari satu sel). b. Teori Totipotensi Sel (Total Genetic
Potential), artinya setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu
12

memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap. Teori ini


mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh
bagian tanaman terdiri atas jaringan - jaringan hidup.

Gambar 5 Teknik Kultur jaringan

Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur


jaringan adalah: 1) Pembuatan media 2) Inisiasi 3) Sterilisasi 4) Multiplikasi 5)
Pengakaran 6) Aklimatisasi. Dalam kultur jaringan terdapat beberapa istilah
yaitu, a) Eksplan merupakan bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan
awal untuk perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah
genotip/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina).
Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan adalah pucuk muda, batang
muda, daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm, ovari muda, embrio, dll. b)
Media, faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi
media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak.
c) Inisiasi, pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan.
Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah
tunas. d) Sterilisasi, segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di
tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga
steril. e) Multiplikasi, kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam
eksplan pada media. f) Pengakaran dimana eksplan akan menunjukkan adanya
13

pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan
mulai berjalan dengan baik. g) Aklimatisasi, kegiatan memindahkan eksplan
keluar dari ruangan aseptik ke bedeng.
Keuntungan dari teknik kultur jaringan adalah 1. Bibit (hasil) yang didapat
berjumlah banyak dan dalam waktu yang singkat 2. Sifat identik dengan induk
3. Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki 4. Metabolit sekunder tanaman
segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa. Sedangkan kekurangannya
adalah bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap hama penyakit dan udara
luar. Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit.
Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium
khusus), peralatan dan perlengkapan. Diperlukan persiapan sumberdaya manusia
yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat
memperoleh hasil yang memuaskan.
14

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2010 hingga April 2011.
Tempat pelaksanaannya di Laboratorium Virologi, Balai Penelitian Tanaman Hias
Segunung – Cianjur.

Bahan dan Alat


Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah plbs (protocorm
likes bodies) anggrek Dendrobium yang sudah diketahui terinfeksi CyMV melalui
deteksi dengan DAS-ELISA (Double Antybody Sandwich- Enzyme Linked
Immunosorbent Assay), tanaman anggrek Dendrobium yang positif terinfeksi
CyMV dan tanaman anggrek Dendrobium yang negatif atau tidak terinfeksi
CyMV. Bahan kimia lain yang digunakan IgG-anti CyMV (Immunoglobulin G
yang bereaksi spesifik dengan Cymbidium mosaic virus), IgG-AP anti CyMV
(IgG-anti CyMV berlabel enzim Alkalin Posfatase), KH 2 PO 4 , diethanolamine,
H 3 BO 3 , Alkohol 96%, Spiritus, Ribavirin, Sukrosa, agar, poliakrilamid,
akrilamid, agarosa, TEMED (Tetra Metil Etilen Diamin), APS (Amonium
persulfat), Amidoblack, Asam asetat, Penanda protein atau Marker (Protein
Molecular Weight Marker) produk Fermentas (2004-2005) yang mengandung : β-
galactosidase (116 kDa), Bovine serum albumin (66.2 kDa), Ovalbumin (45 kDa),
Lactate dehydrogenase (35 kDa), REase Bsp 981 (25 kDa), β-Lactoglobulin (18.4
kDa), Lysozyme (14.4 kDa); dll.
Sedangkan alat yang digunakan pada penelitian eliminasi CyMV pada
anggrek Dendrobium dengan menggunakan antivirus Ribavirin adalah plate
ELISA, ELISA Reader, Beaker glass, gelas ukur, Bunsen, alumunium foil, pinset,
petri dish, mikrotiter, perangkat elektroforesis dan alat lainnya sebagai penunjang.

Metode Penelitian
Deteksi CyMV pada plbs anggrek Dendrobium (Clark and Adam 1977)
Untuk mendapatkan plbs tanaman anggrek yang terinfeksi CyMV dilakukan
deteksi terhadap plbs yang sudah tersedia di Laboratorium Balai Penelitian
15

Tanaman Hias Segunung – Cianjur melalui teknik DAS ELISA. Plbs yang tidak
terinfeksi CyMV digunakan sebagai kontrol negatif, sedangkan plbs yang
terinfeksi digunakan sebagai kontrol positif dan sebagai materi yang akan diberi
perlakuan.

Perbanyakan plbs yang Terinfeksi CyMV pada Media VW (Vacin and


Went) Cair (Diningsih et al. 2009)
Perbanyakan plbs terinfeksi CyMV dilakukan pada media VW Cair. Kultur
plbs diinkubasikan selama dua bulan dalam ruangan kultur (18oC) dengan
intensitas cahaya 1000 lux sambil digoyang sehingga siap untuk diberi perlakuan.

Eliminasi CyMV dengan Perlakuan Antivirus Ribavirin (Widiastoeti &


Muharam 1988; Lim et al. 2008)
Plbs yang akan diberi perlakuan berukuran sekitar 5 mm kemudian ditanam
pada media dasar Vacin and Went padat yang mengandung Ribavirin dengan 6
taraf perlakuan yaitu 0, 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm. Ribavirin dicampurkan ke
dalam medium steril dengan cara difilter menggunakan saringan bakteri / milifore
(Gelman science 0.22 µm). Botol kultur disimpan pada ruang kultur (18oC)
dengan intensitas cahaya 1000 lux. Perlakuan dilakukan dengan 3 kali subkultur
pada media yang sama masing-masing selama 18 hari dan pada akhir masa
perlakuan sub kultur dilakukan kembali deteksi keberadaan CyMV dengan DAS
ELISA.

Membedakan Pola Pita Protein pada Tanaman dan plbs Anggrek


Dendrobium Sehat atau Bebas CyMV dengan Tanaman dan plbs Anggrek
Dendrobium Sakit (Terinfeksi CyMV) dengan Elektroforesis Gel Komposit
(Wolf dan Casper 1971)
Cara membuat gel: Campuran agaros dan aquades dalam wadah I
dipanaskan dalam microwave, sementara itu campuran acrylamid:bis dan TBE 3x
dalam wadah II dipanaskan dalam inkubator (water bath) 100oC selama 20 detik.
Lalu ditambahkan 200 µl APS 10% ke wadah I dan 30 µl TEMED ke wadah II.
Setelah hangat kuku, dicampurkan kedua larutan tersebut, diaduk sebentar,
kemudian dicetak dalam casting (pencetak gel).
Prosedur: 1 g daun/plbs digerus dalam 1 ml buffer ekstraksi menggunakan
mortar lalu diinkubasi 10 menit pada suhu 50 oC (water bath). Selanjutnya
16

disentrifus 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan digunakan untuk


elektroforesis. Sebelum dipakai disimpan di suhu 4 oC. 100 µl supernatan tiap
sampel yang sudah dicampur dengan 20 µl loading buffer serta Marker
dipanaskan pada suhu 95oC selama 5 menit lalu didinginkan selama 15 detik dan
dimasukan ke dalam sumur gel. Running dilakukan selama ± 3,5 jam pada voltase
50 volt. Untuk visualisasi dilakukan menggunakan pewarnaan dengan
Amidoblack (0,1 g Amidoblack dalam 100 ml 7% asam asetat). Kemudian
ditentukan nilai Bobot molekul (BM) CyMV sesuai Marker yang digunakan.

Analisis Statistika
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Percobaan Acak
Lengkap (RAL) satu faktor dengan enam perlakuan (konsentrasi Ribavirin 0, 10,
20, 30, 40 dan 50 ppm) dengan banyaknya ulangan tiga kali. Masing-masing botol
perlakuan berisi lima buah plbs. Parameter yang diamati adalah % Hidup dan
%Bebas CyMV.
Model Linear RAL Satu Faktor (Walpole, 1993) :
Y ij = μ + T i + εij
Yij = Respon pada perlakuan ke-i ulangan ke-j, dimana :
μ = Rata-rata Umum
Ti = Pengaruh perlakuan ke-i
Εij = Pengaruh galat percobaan
i = Perlakuan (konsentrasi Ribavirin 0, 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm)
j = Ulangan
Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada
tingkat kepercayaan 95% dan taraf 0.05 serta uji beda nyata dengan uji Duncan.
17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deteksi CyMV pada plbs Anggrek Dendrobium

Untuk mendapatkan plbs anggrek Dendrobium yang digunakan selanjutnya


untuk perlakuan dengan antivirus Ribavirin, telah dilakukan pengujian atau
deteksi CyMV pada tiga jenis plbs yang terdapat di Laboratorium Balai Penelitian
Tanaman Hias Cianjur. Plbs anggrek yang diuji adalah jenis Dendrobium
Jayakarta (D. Jayakarta), D. Polisema dan D. Sonia. Berdasarkan hasil uji DAS-
ELISA terhadap CyMV pada ketiga jenis plbs, diketahui bahwa plbs D. Jayakarta
menunjukkan reaksi positif terhadap antiserum CyMV, artinya terinfeksi atau
mengandung partikel CyMV, sedangkan plbs D. Polisema dan D. Sonia bereaksi
negatif (Tabel 1). Dengan demikian, plbs anggrek D. Jayakarta digunakan
selanjutnya untuk perlakuan dengan antivirus Ribavirin.
Tabel 1 Deteksi CyMV pada plbs anggrek Dendrobium
Jenis Plbs Dendrobium Ulangan Absorbansi Hasil Uji
D. Sonia 1 0,00 -
2 0,01 -
3 0,00 -
D. Jayakarta 1 0,09 +
2 0,07 +
3 0,08 +
D. Polisema 1 0.01 -
2 0,00 -
3 0.01 -
Keterangan:
Kontrol positif = 0,05 ; Kontrol negatif = 0,01. Sampel dikatakan positif (+) terinfeksi CyMV jika
nilai absorbansinya sama dengan atau lebih besar dari dua kali nilai absorbansi kontrol negatif
(Sutula et al 1986)

Tidak terdeteksinya CyMV pada plbs anggrek D. Polisema dan D. Sonia


kemungkinan bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (a) plbs tersebut tidak
mengandung CyMV, atau (b) plbs mengandung CyMV tetapi konsentrasinya
sangat rendah, sehingga tidak terdeteksi dengan metode DAS-ELISA. Menurut
Hsu et al. (1992), deteksi CyMV pada anggrek dengan metode Immunosorbent
Electron Microscopy (ISEM) adalah lebih sensitif dibandingkan dengan metode
18

ELISA. Namun demikian, metode ISEM memerlukan biaya dan peralatan yang
lebih mahal dibandingkan dengan metode DAS-ELISA.
Walaupun konsentrasi CyMV yang rendah dalam sampel plbs merupakan
faktor pembatas dalam penggunaan metode DAS-ELISA, metode tersebut masih
tetap dapat digunakan dan dijadikan dasar pertimbangan dalam deteksi cepat
keberadaan virus tersebut pada bagian tanaman. Pendekatan yang dapat dilakukan
dalam memproduksi tanaman anggrek bebas CyMV adalah pengujian periodik
dengan metode DAS-ELISA pada tahapan produksi tanaman.

Pengaruh Perlakuan Zat Antivirus Ribavirin Terhadap Keberadaan


Cymbidium mosaic virus (CyMV) dalam plbs Anggrek Dendrobium Jayakarta

Penambahan zat antivirus Ribavirin tampak berpengaruh pada subkultur


ketiga yaitu setelah 3 x 18 hari atau 54 hari setelah tanam. Pada perlakuan tanpa
zat antivirus Ribavirin (0 ppm) baik pada subkultur pertama, kedua maupun ketiga
(18–54 hari setelah tanam), keberadaan CyMV masih terdeteksi pada setiap
ulangan (Tabel 2). Pada subkultur pertama dan kedua tampak bahwa setiap
perlakuan zat antivirus Ribavirin pada masing-masing ulangan belum menunjukan
perlakuan yang dapat membebaskan CyMV dalam plbs anggrek D. Jayakarta.
Dengan demikian pada subkultur pertama dan kedua pada setiap perlakuan
menunjukan bahwa plbs terdeteksi masih mengandung atau terinfeksi CyMV
(Tabel 2).
Pada subkultur ketiga perlakuan zat antivirus Ribavirin 10 ppm dan 20 ppm
belum dapat mengeliminasi CyMV dengan sempurna. Hal ini tampak pada
perlakuan tersebut dapat membebaskan CyMV pada plbs anggrek D. Jayakarta
sebesar 33.33% yaitu pada ulangan 3 di perlakuan 10 ppm dan pada ulangan 1 di
perlakuan 20 ppm (Tabel 2 dan 3). Hasil ini menunjukkan eliminasi yang baik bila
dibandingkan hasil penelitian sebelumnya yaitu Diningsih et al. (2010), dimana
perlakuan 10 ppm dan 20 ppm zat antivirus Ribavirin terhadap anggrek D. Burana
stripe hanya dapat mengeliminasi CyMV sebesar 20%. Bahkan pada konsentrasi
perlakuan 40 ppm juga belum dapat mengeliminasi sempurna CyMV dengan
persen bebas virus 20%.
19

Eliminasi sempurna CyMV pada plbs anggrek D. Jayakarta tampak pada


masing-masing ulangan subkultur ketiga dengan perlakuan konsentrasi zat
antivirus Ribavirin 30, 40 dan 50 ppm (Tabel 2). Persen bebas CyMV
menunjukan hasil 100% pada ketiga perlakuan tersebut (Tabel 3). Pada
konsentrasi tersebut dapat dikatakan bahwa zat antivirus Ribavirin telah mampu
mengeliminasi CyMV pada plbs anggrek D. Jayakarta.

Tabel 2 Uji keberadaan CyMV terhadap plbs anggrek D. Jayakarta setelah


perlakuan zat antivirus Ribavirin pada setiap subkultur
Hasil Uji DAS-ELISA
Konsentrasi
Sub Ulangan
Ribavirin
Kultur Absorbansi pada 410 nm Hasil uji
(ppm)
1 2 3 1 2 3
0 0.13 0.15 0.13 + + +
10 0.2 0.22 0.22 + + +
20 0.18 0.18 0.19 + + +
1
30 0.19 0.21 0.21 + + +
40 0.18 0.17 0.17 + + +
50 0.17 0.14 0.17 + + +
0 0.12 0.11 0.14 + + +
10 0.07 0.09 0.08 + + +
20 0.09 0.11 0.1 + + +
2
30 0.12 0.15 0.13 + + +
40 0.12 0.17 0.22 + + +
50 0.22 0.21 0.2 + + +
0 0.24 0.29 0.25 + + +
10 0.27 0.27 0.19 + + -
20 0.13 0.21 0.21 - + +
3
30 0.13 0.15 0.18 - - -
40 0.15 0.11 0.1 - - -
50 0.13 0.14 0.19 - - -
Keterangan:
Kontrol positif subkultur 1 = 0.15 ; kontrol negatif = 0.05
Kontrol positif subkultur 2 = 0.16 ; kontrol negatif = 0.03
Kontrol positif subkultur 3 = 0.17 ; kontrol negatif = 0.10
Sampel dikatakan positif (+) terinfeksi CyMV jika nilai absorbansinya sama dengan atau lebih
besar dari dua kali nilai absorbansi kontrol negatif (Sutula et al 1986)
Subkultur 1 = 18 hari setelah tanam; subkultur 2 = 36 hari setelah tanam dan subkultur 3 = 54
hari setelah tanam
20

Dari ketiga subkultur, eliminasi CyMV pada plbs anggrek D. Jayakarta yang
paling baik terdapat pada subkultur ketiga, pada konsentrasi zat antivirus
Ribavirin 10 dan 20 ppm menghasilkan persen bebas sebesar 33.33% selanjutnya
pada konsentrasi 30, 40 dan 50 ppm menghasilkan persen bebas sebesar 100%.
Setelah dilakukan dengan uji ANOVA yang menunjukan P value < 0.05 yang
artinya perlakuan Ribavirin dapat membebaskan CyMV. Setelah dilakukan uji
lanjut Duncan (α=0.05) variasi tersebut hanya berbeda nyata terhadap konsentrasi
perlakuan zat antivirus Ribavirin 0 ppm dengan persen bebas CyMV pada anggrek
D. Jayakarta sebesar 0% (Tabel 3).
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa zat antivirus Ribavirin pada
taraf konsentrasi yang diuji memiliki aktivitas antivirus terhadap CyMV dengan
kemampuan eliminasi berkisar antara 33.33 - 100%. Berdasarkan hal tersebut
maka untuk mendapatkan tanaman anggrek yang bebas CyMV dengan jumlah
yang memadai, dapat dilakukan perbanyakan dengan menggunakan plbs yang
sudah bebas dari infeksi virus tersebut.

Tabel 3 Persen Bebas CyMV dalam plbs anggrek D. Jayakarta pada setiap
subkultur
Perlakuan/ % Bebas CyMV
Konsentrasi
subkultur 1 subkultur 2 subkultur 3
Ribavirin (ppm)
0 0a 0a 0a
10 0a 0a 33.33 ab
20 0a 0a 33.33 ab
30 0a 0a 100 b
40 0a 0a 100 b
50 0a 0a 100 b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
pada taraf uji Duncan 5%

Hsu et al. (1992) mengemukakan bahwa disamping penggunaan zat


antivirus, pengendalian infeksi virus dalam tanaman anggrek akan tergantung
pada seleksi dan perbanyakan tanaman bebas virus serta eradikasi spesimen yang
terinfeksi penyakit. Penggunaan zat antivirus Ribavirin dalam eliminasi virus juga
dilaporkan oleh Albouy et al. (1996), bahwa penggunaan Virazole (nama dagang
yang mengandung zat antivirus Ribavirin) pada konsentrasi 25 ppm menunjukan
21

95% planlet tanaman anggrek bebas virus dapat diperoleh setelah melakukan
subkultur sebanyak lima kali ke dalam media padat yang sama yang mengandung
Virazole 25 ppm, dan subkultur dilakukan setiap 18 hari. Sedangkan hasil
penelitian ini pada konsentrasi Ribavirin 20 ppm dapat membebaskan CyMV
pada plbs anggrek D. Jayakarta 33.33% dan pada konsentrasi 30 ppm sebesar
100% hanya dengan 3 kali subkultur dan dengan perlakuan subkultur yang sama
yaitu setiap 18 hari. Sehingga hasil penelitian ini menunjukan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan yang dilaporkan Albouy (1996). Selain penggunaan zat
antivirus Ribavirin, Diningsih et al. (2010) melakukan penelitian eliminasi CyMV
pada anggrek D. Burana Stipe dengan Ribavirin. Hasil penelitiannya menunjukan
pada konsentrasi Ribavirin 40 ppm, plbs yang bebas virus sebesar 20% setelah
kultur selama 2 bulan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dimana pada
konsentrasi Ribavirin 40 ppm ternyata plbs yang bebas CyMV adalah eliminasi
yang sempurna sebesar 100% setelah dilakukan subkultur sebanyak 3 kali pada
media padat yang sama dengan subkultur dilakukan setiap 18 hari, bahkan dengan
pada perlakuan konsentrasi Ribavirin 20 ppm saja sudah dapat menghasilkan plbs
anggrek D. Jayakarta sebanyak 33.33% bebas CyMV. Perbedaan hasil ini bisa
disebabkan karena suplai nutrisi bagi pertumbuhan plbs juga mempengaruhi. Pada
penelitian yang dilakukan Diningsih et.al (2010) tidak dilakukan subkultur tetapi
langsung proses kultur selama 2 bulan, dimana dimungkinkan tidak ada
pembaruan pemberian nutrisi pada media yang menyebabkan absorpsi zat
antivirus menjadi terhambat dan tidak merata.

Pengaruh Antivirus Ribavirin Terhadap Pertumbuhan plbs Anggrek


Dendrobium Jayakarta

Pengaruh perlakuan antivirus Ribavirin terhadap pertumbuhan anggrek D.


Jayakarta terinfeksi CyMV pada ketiga subkultur dengan lamanya setiap subkultur
selama 18 hari dapat dilihat dari data persen hidup dan warna plbs yang
ditunjukkan pada Tabel 4, 5 dan 6. Warna plbs yang tumbuh dengan baik
menunjukan warna hijau pada saat perlakuan (Gambar 6).
22

Berdasarkan data Tabel 4 dapat dikatakan bahwa perlakuan antivirus


Ribavirin 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm pada subkultur pertama tidak memberikan
efek yang berbeda dengan plbs tanpa Ribavirin (0 ppm) dalam pertumbuhannya.

Gambar 6 Plbs yang tumbuh dengan baik saat perlakuan


Ribavirin 30 ppm pada subkultur ke 2

Gambar 7 Plbs yang mengalami perubahan warna saat perlakuan


Ribavirin 30 ppm pada subkultur ke 3

Sedangkan pada subkultur kedua, pertumbuhan plbs anggrek D. Jayakarta


dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian
antivirus Ribavirin pada konsentrasi 0, 10, 20, 30 dan 40 ppm tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan dilihat dari persen hidup dan warnanya. Semua plbs
anggrek D. Jayakarta dapat bertahan hidup (100%) dan pada umumnya tumbuh
dengan baik dengan penampilan plbs yang berwarna hijau. Namun pada
perlakuan 50 ppm ada satu ulangan yang menunjukan warna plbs hijau
kecoklatan.
23

Tabel 4 Pertumbuhan plbs anggrek D. Jayakarta pada subkultur 1


Pertumbuhan Plbs
Konsentrasi
% Rerata
Ribavirin Ulangan Subkultur 1
Hidup %Hidup
(ppm)
1 Tumbuh baik, Hijau 100
100
2 Tumbuh baik, Hijau 100
3 Tumbuh baik, Hijau 100
1 Tumbuh baik, Hijau 100
100
10 2 Tumbuh baik, Hijau 100
3 Tumbuh baik, Hijau 100
1 Tumbuh baik, Hijau 100
100
20 2 Tumbuh baik, Hijau 100
3 Tumbuh baik, Hijau 100
1 Tumbuh baik, Hijau 100
100
30 2 Tumbuh baik, Hijau 100
3 Tumbuh baik, Hijau 100
1 Tumbuh baik, Hijau 100
100
40 2 Tumbuh baik, Hijau 100
3 Tumbuh baik, Hijau 100
1 Tumbuh baik, Hijau 100
100
50 2 Tumbuh baik, Hijau 100
3 Tumbuh baik, Hijau 100

Seperti halnya pada subkultur pertama dan kedua, pada perlakuan


pemberian antivirus Ribavirin di subkultur ketiga dalam beberapa taraf
konsentrasi juga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan plbs anggrek D.
Jayakarta. Pada tingkat konsentrasi 0, 10, dan 20 ppm, plbs tetap hidup 100 persen
dan tumbuh dengan baik (Tabel 6). Namun pada perlakuan 30 ppm ada satu
ulangan yang menunjukan warna plbs hijau kecoklatan, dan 2 ulangan pada
perlakuan 40 ppm. Sedangkan pada perlakuan 50 ppm ada satu ulangan yang
menunjukan coklat kehitaman. Terjadinya perubahan warna tersebut
kemungkinan disebabkan oleh adanya fitotoksisitas oleh Ribavirin. Namun
demikian, efek fitotoksisitas tersebut hanya terjadi pada sebagian ulangan saja,
dan plbs pada sebagian besar ulangan lainnya menunjukkan pertumbuhan yang
baik dan berwarna hijau.
24

Tabel 5 Pertumbuhan plbs anggrek D. Jayakarta pada subkultur 2


Pertumbuhan Plbs
Konsentrasi
% Rerata
Ribavirin Ulangan Subkultur 2
Hidup %Hidup
(ppm)
1 Tumbuh baik, Hijau 100
100
0 2 Tumbuh baik, Hijau 100
3 Tumbuh baik, Hijau 100
1 Tumbuh baik, Hijau 100
100
10 2 Tumbuh baik, Hijau 100
3 Tumbuh baik, Hijau 100
1 Tumbuh baik, Hijau 100
100
20 2 Tumbuh baik, Hijau 100
3 Tumbuh baik, Hijau 100
1 Tumbuh baik, Hijau 100
100
30 2 Tumbuh baik, Hijau 100
3 Tumbuh baik, Hijau 100
1 Tumbuh baik, Hijau 100
100
40 2 Tumbuh baik, Hijau 100
3 Tumbuh baik, Hijau 100
1 Tumbuh baik, Hijau 100
83.33
50 2 Tumbuh baik, Hijau 100
3 Hijau kecoklatan 50

Pengaruh perlakuan antivirus Ribavirin terhadap persen hidup plbs


anggrek D. Jayakarta pada masing-masing subkultur dapat dilihat pada Tabel 7.
Berdasarkan tabel tersebut dapat dikatakan bahwa perlakuan Ribavirin terlihat
memberikan pengaruh sangat kecil jika dilihat dari warna dan persen hidupnya
yang tidak 100% pada beberapa perlakuan, akan tetapi setelah dilakukan uji
ANOVA menunjukan P value > 0.05 yang berarti perlakuan konsentrasi Ribavirin
tidak mempengaruhi pertumbuhan plbs anggrek D. Jayakarta. Karena hasil
analisis tersebut, sebetulnya tidak perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui uji
beda nyata perlakuan, akan tetapi sengaja dilakukan pengujian dengan uji Duncan
untuk membuktikan bahwa ternyata menunjukkan hasil tidak berbeda nyata untuk
setiap perlakuan pada setiap subkultur yang artinya pemberian zat antivirus
25

Ribavirin tidak mempengaruhi pertumbuhan plbs anggrek D. Jayakarta. Dan hasil


ini dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 6 Pertumbuhan plbs anggrek D. Jayakarta pada subkultur 3
Pertumbuhan Plbs
Konsentrasi
% Rerata
Ribavirin Ulangan Subkultur 3
Hidup %Hidup
(ppm)
1 Tumbuh baik, Hijau 100
0 2 Tumbuh baik, Hijau 100 100
3 Tumbuh baik, Hijau 100
1 Tumbuh baik, Hijau 100
10 2 Tumbuh baik, Hijau 100 100
3 Tumbuh baik, Hijau 100
1 Tumbuh baik, Hijau 100
20 2 Tumbuh baik, Hijau 100 100
3 Tumbuh baik, Hijau 100
1 Tumbuh baik, Hijau 100
30 2 Tumbuh baik, Hijau 100 88.89
3 Hijau kecoklatan 66.67
1 Tumbuh baik, Hijau 100
40 2 Hijau kecoklatan 66.67 77.78
3 Hijau kecoklatan 66.67
1 Tumbuh baik, Hijau 100
50 2 Tumbuh baik, Hijau 100 88.89
3 Coklat kehitaman 66.67

Hal ini disebabkan karena Ribavirin akan bekerja terhadap CyMV yang
terdapat dalam plbs tanpa mengganggu pertumbuhannya. Dimana mekanisme
kerjanya adalah dengan menghambat kerja RNA polimerase pada virus sehingga
sintesis RNA menjadi terhambat pula (Wu et al. 2003). Walaupun dari hasil
penelitian tampak ada sebagian kecil ulangan perlakuan Ribavirin pada plbs
anggrek D. Jayakarta yang menunjukan penurunan persen hidup menjadi 83.33 –
89.89% (Tabel 7), akan tetapi tetap masih menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini terjadi dimungkinkan karena ada
beberapa plbs anggrek D. Jayakarta yang daya tahannya menurun dan tidak
mampu beradaptasi dengan media yang mengandung Ribavirin, sehingga
26

memperlihatkan efek fitotoksiknya. Menurut Bertrand (2000) dalam McEvoy


(2005) menyebutkan Ribavirin bersifat fitotoksik pada konsentrasi 100 ppm.
Berdasarkan hasil penelitian ini plbs yang ditanam dalam media yang
mengandung Ribavirin diketahui tidak terganggu pertumbuhannya. Sebelum
perlakuan Ribavirin, subkultur pertama dan kedua deteksi dengan DAS-ELISA
menunjukan CyMV masih menginfeksi plbs anggrek D. Jayakarta. Sedangkan
pada subkultur ketiga yaitu setelah 3 x 18 hari diketahui plbs bebas CyMV 33.33 -
100%. Dari hasil komunikasi personal dengan Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS
Protein virus tidak terdeteksi atau tidak reaktif lagi dengan antibodi yang
digunakan dalam DAS-ELISA, hal ini disebabkan CyMV tidak dapat melakukan
perbanyakan virusnya karena proses sintesis RNA-nya terhambat, yang
menyebabkan lama kelamaan virus tersebut mati dan tidak aktif lagi. Protein virus
tersebut akan didegradasi menjadi asam-asam amino pembentuknya dan akan
menjadi bahan untuk pertumbuhan perkembangan sel tanaman (Lehninger 2004).

Tabel 7 Persen Hidup plbs anggrek D. Jayakarta pada setiap subkultur


Perlakuan/
% Hidup
Konsentrasi
Ribavirin (ppm)
subkultur 1 subkultur 2 subkultur 3
0 100 a 100 a 100 a
10 100 a 100 a 100 a
20 100 a 100 a 100 a
30 100 a 100 a 88.89 a
40 100 a 100 a 77.78 a
50 100 a 83.33 a 88.89 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
taraf uji Duncan 5%

Analisis Pola Pita Protein CyMV pada Anggrek Dendrobium Dengan


Elektroforesis Gel Komposit

Hasil analisis pita protein CyMV pada anggrek Dendrobium Jayakarta


dengan metode Elektroforesis Gel Komposit menunjukkan adanya pita yang jelas
untuk tanaman anggrek Dendrobium dan plbs anggrek D. Jayakarta yang sakit
atau terinfeksi CyMV. Pita tersebut menunjukan adanya kandungan CyMV pada
sampel tanaman dan plbs yang positif terinfeksi CyMV (Gambar 8).
27

Tebal tipisnya pita yang terbentuk berhubungan erat dengan kandungan


virusnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil elektroforesis, pita pada lajur no. 1 yang
berasal dari sampel tanaman anggrek Dendrobium positif terinfeksi CyMV lebih
jelas dibandingkan pita pada lajur no. 3 yang berasal dari plbs anggrek D.
Jayakarta positif terinfeksi CyMV. Sedangkan untuk tanaman anggrek yang sehat
atau tidak terinfeksi CyMV dan plbs hasil perlakuan zat antivirus Ribavirin 30
ppm menunjukkan tidak terbentuknya pita protein virus, hal ini berarti tanaman
tersebut benar benar tidak terinfeksi CyMV dan plbs hasil perlakuan zat antivirus
Ribavirin 30 ppm tersebut terbukti sudah terbebas dari CyMV. Hasil ini sesuai
dengan eliminasi CyMV pada konsentrasi Ribavirin 30 ppm dengan uji DAS-
ELISA menunjukkan persen bebas sebesar 100%. Hasil elektroforesis ini dapat
dilihat pada Gambar 8.

M 1 2 3 4

45 kDa

14,4 kDa

Gambar 8 Hasil analisis pita protein CyMV dengan Elektroforesis Gel Komposit
M = Marker; (1) Tanaman anggrek Dendrobium positif terinfeksi CyMV; (2)
Tanaman anggrek Dendrobium negatif terinfeksi CyMV; (3) Plbs anggrek D.
Jayakarta positif terinfeksi CyMVdan (4) Plbs anggrek D. Jayakarta negatif/ bebas
CyMV (hasil perlakuan zat antivirus Ribavirin 30 ppm)

Hasil analisis bobot molekul (BM) dari data yang diperoleh pada penelitian
dengan metode Elektroforesis Gel Komposit menunjukkan bahwa bobot molekul
protein CyMV pada tanaman anggrek Dendrobium positif terinfeksi CyMV
adalah sekitar 28.85 kDa, sedangkan pada plbs anggrek D. Jayakarta positif
28

terinfeksi CyMV yang dipakai untuk perlakuan antivirus Ribavirin adalah sekitar
27.82 kDa (Tabel 9).
Bobot molekul tersebut diperoleh dari hasil estimasi kurva Log BM Marker
dengan Rm (Relative mobility) (Anderson et al. 1974, Plikaytis et al 1986) dimana
nilai Rm diperoleh dari hasil bagi jarak pergerakan protein dari tempat awal
dengan jarak pergerakan warna dari tempat awal (Boyer 2000). Hasil analisis BM
CyMV dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9 serta kurva estimasinya pada Gambar 9.
Berdasarkan hasil elektroforesis diketahui pada kolom Marker terdapat lima
pita potein yang tampak. Kelima pita Marker yang tampak memiliki bobot
molekul 45 kDa, 35 kDa, 25 kDa, 18.4 kDa dan 14.4 kDa (Tabel 8). Nilai bobot
molekul Marker yang dipakai berasal dari protein Ovalbumin (Chicken egg
white), Lactate dehydrogenase (porcine muscle), REase Bsp 9 8 1(E. Coli), β -
Lactoglobulin (Bovine milk), Lysozyme (Chicken egg white) (Fermentas 2004,
2005).

Tabel 8 Nilai Rm (x) dan Log BM Marker hasil elektroforesis


Jarak Pita pada Panjang gel
BM Marker Log BM Rm
Gel (mm) (mm)
45 1.6532125 56 85 0.66
35 1.544068 60 85 0.71
25 1.39794 63 85 0.74
18.4 1.2648178 68 85 0.80
14.4 1.1583625 72 85 0.85

Hasil analisis dengan Elektroforesis Gel Komposit menunjukan bahwa


bobot molekul CyMV dari tanaman anggrek Dendrobium dan plbs anggrek D.
Jayakarta yang positif terinfeksi CyMV diestimasi sekitar 28 kDa (Tabel 9). Hasil
ini dapat diartikan bahwa pita protein yang tampak diduga sebagai bobot molekul
protein Cymbidium mosaic virus.
Berdasarkan kriteria International Committee on Taxonomy of Viruses
(ICTV), virus tersebut termasuk CyMV dilihat dari bobot molekulnya. Hasil ini
bersesuaian dengan penelitian Moreira et al. (1998) yang melaporkan bahwa
bobot molekul CyMV yang menginfeksi tanaman anggrek Phaius tankerville
diestimasi sekitar 28 kDa dengan metode SDS-PAGE.
29

Log BM
1,8
1,6
1,4
y = -2,680x + 3,415
1,2 R² = 0,99
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0 Rm
- 0,50 1,00

Gambar 9 Kurva estimasi Rm dengan Log BM Marker

Begitu pula dengan yang dilaporkan Khalimi (2008) dimana bobot molekul
CyMV yang menginfeksi daun tanaman N. benthamiana dengan metode SDS-
PAGE juga menunjukan hasil sekitar 28 kDa. Sedangkan hasil penelitian yang
lain, seperti yang dilaporkan Miin (2005) dan Han et al. (1999) bahwa bobot
molekul CyMV yang menginfeksi tanaman anggrek di Malaysia dan Korea
diestimasi sekitar 27.64 kDa. Serta hasil penelitian Gara et al. (1996) yang
menuliskan bahwa bobot molekul CyMV yang menginfeksi anggrek Vanda
adalah 27.8 kDa.

Tabel 9 Hasil analisis pita protein positif terinfeksi CyMV pada sampel
tanaman dan plbs anggrek Dendrobium
Jarak
Panjang
Sampel pita pada Rm Log BM BM
gel (mm)
gel (mm)
Tanaman
anggrek (+)
62 85 1.46 28.85
terinfeksi 0.73
CyMV
Plbs anggrek (+)
terinfeksi 62.5 85 1.44 27.82
0.74
CyMV
30

SIMPULAN
Protocorm like bodies (plbs) anggrek Dendrobium Jayakarta yang
digunakan untuk perlakuan eliminasi Cymbidium mosaic virus menggunakan zat
antivirus Ribavirin positif terinfeksi CyMV. Konsentrasi optimum Ribavirin
paling baik untuk eliminasi CyMV pada plbs anggrek D. Jayakarta sebesar 30
ppm setelah dilakukan tiga kali subkultur (masing-masing subkultur dilakukan
selama 18 hari) dengan plbs bebas CyMV 100%. Konsentrasi optimum Ribavirin
30 ppm tidak mengganggu pertumbuhan plbs anggrek D. Jayakarta. Analisis pita
protein CyMV pada tanaman anggrek Dendrobium dan plbs anggrek D. Jayakarta
dapat dilakukan dengan menggunakan metode Elektroforesis Gel Komposit.
Tanaman anggrek Dendrobium dan plbs anggrek D. Jayakarta yang sakit atau
positif terinfeksi CyMV memiliki pita protein dengan ukuran BM sekitar 28 kDa.
Tanaman anggrek Dendrobium yang sehat maupun plbs anggrek D. Jayakarta
yang telah bebas CyMV hasil perlakuan zat antivirus Ribavirin 30 ppm tidak
memiliki pita protein dengan ukuran BM sekitar 28 kDa.

SARAN
Eliminasi CyMV pada plbs anggrek Dendrobium dapat menggunakan zat
antivirus Ribavirin 30 ppm. Deteksi dan analisis protein CyMV pada tanaman
anggrek maupun plbs anggrek Dendrobium dapat menggunakan teknik
Elektroforesis Gel Komposit. Plbs anggrek D. Jayakarta yang telah bebas CyMV
dapat diperbanyak untuk penyediaan benih anggrek Dendrobium Jayakarta bebas
CyMV.
31

DAFTAR PUSTAKA

Albouy J, Flouzat C, Kusiak C, Tronchet M. 1996. Eradication of orchid viruses


by chemotherapy from in vitro cultures of Cymbidium. ISHS Acta
Hortikulturae 234. 1988 : VII International symposium on virus diseases of
ornamental plants.

Anderson M, Cawston T and Cheeseman. 1974. Molecular weight estimates of


milk fat-globule-membrane protein-sodium dodecyl sulphate complexes by
electrophoresis in gradient acrylamide gels. Biochem J. 139: 653-660.

BALITHI. 2003. Instruksi kerja metode uji virus. Laboratorium pengujian


BALITHI.

BALITHI. 2003. Budidaya anggrek. Cianjur : BALITHI

Bertrand P. 2000. Drug Information for the Health Care Professional.


Pharmacotherapy 20 (10): 1216-20.

Bos L. 1983. Introduction to plant virology. PUDOC, Wageningen, the


Netherlands. hlm 226

Boyer R. 2000. Modern Experimental Biochemistry. San Fransisco: Adison


Wesley Longman Inc.

BPTP [Balai Pengkajian Teknologi Pertanian]. 2005. Prospek dan arah


pengembangan agribisnis anggrek. Jakarta: Departemen Pertanian.

Burgess GW. 1995. Prinsip dasar ELISA dan variasi konfigurasinya, teknologi
ELISA dalam diagnosis dan penelitian GW. Burgess (Ed) Wayan T. Ariana
(terjemahan). Gajahmada University Press. Yogyakarta.

Cassells AC and Long RD. 1980. The regeneration of virus-free plant from
Cucumber mosaic virus and Potato virus Y infected tobacco explants cultured
in presence of virazole. Biochemistry and physiology of plant. 173.

Chang CA, Lin MC, and Chen CC. 2004. Improvement of virus indexing ang
elimination techniques for the certification of Oncidium seedlings. Dept. of
plant pathology, Taiwan Agricultural Research Institute. Taiwan
32

Clark MF and Adam AN. 1977. Characteristics of the Microplate of enzyme


linked imunosorbent assay for the detection of plant viruses. J. Gen. Virol 34 :
475 – 483.

Diningsih E, Sulyo Y, Muharam A, Widiastoety D. 2009. Eliminasi Cymbidium


mosaic virus dan Odontoglossum ringspot virus pada anggrek Dendrobium
dengan Pemanasan dan antivirus amantadine. BALITHI.

Diningsih E, Muharam A, Sulyo Y, Raharjo IB, Widiastoety D. 2010. Eliminasi


Cymbidium mosaic virus (CYMV) pada anggrek Dedrobium dengan senyawa
antivirus Amantadin dan Ribavirin. BALITHI

Dirjen Hortikultura. 2008. Upaya perbaikan benih hortikultura untuk mengurangi


impor benih serta pengembangan sentra produksi hortikultura. http:
www.deptan.go.id (15 Mei 2008).

Fermentas. 2004-2005. Molecular biology catalog and product application guide.


Fermentas life science.

Frowd, JA and Tremaine, JH. 1977. Cymbidium mosaic virus genomic RNA.
Phytopathology 67:43.

Gara IW, Kondo H, Maeda T, Mitsuhata K and Inouye N. 1996. Futher


characterization of Cymbidium mosaic virus from Vanda orchid. Research
Institute for Bioresources. Okayama University.

Gomez KA and Gomez AA. 1976. Statistical procedures for agricultural research
with emphasis on rice. The International Rice Research Institute. Philippines.

Han JH, Joon LY, Ho LC. 1999. Use of triton X-100 and sephacryl S-500 HR for
the purification of Cymbidium mosaic virus from Orchid plant. Plant
Pathology Journal 15:34-37.

Hsu, H. T., D. Vongsasitorn, and R. H. Lawson. 1992. An improved method for


serological detection of cymbidium mosaic potexvirus infection in orchids.
Tecniques 82(4):491-495.

Hu JS, Ferreira S, Wang M, Xu MQ. 1993. Detection of cymbidium mosaic virus,


odontoglossum ringspot virus, tomato spoted wilt virus, and potyviruses
infecting orchids in Hawaii. Plant disease 77: 464-468.
33

[ICTVdB] International Committee on Taxonomy of Viruses database


Description. 2002. 00.056.0.01.007. Cymbidium mosaic virus. http: www.
Ncbi.nlm.nih.gov/ICTVdb/ICTVdB/index.htm

Kondo H, Maeda T, Shirako Y, Tamada T. 2006. Orchid fleck virus is a


rhabdovirus with an annual bipartite genom. Journal of general virology. 87:
2413-2421

Khalimi K. 2008. Deteksi dan identifikasi Cymbidium mosaic virus. [Tesis].


Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Lehninger AL. 2004. Principles of Biochemistry. Amhrest: Elsevier Science.

Lim ST, Wong SM, Goh CJ. 2008. Elimination of Cymbidium misaic virus and
Odontoglossum ringspot virus orchids by meristem culture and thin section
culture with chemotherapy. Annal of applied biology 122 (2) : 289 – 297.

Makkock KM, Katul L, Rizkallah A. 1987. A simple procedure for purification


and antiserum production of bean yellow mosaic virus. J. Phytophatology 122
: 89-93.

McEvoy, G.K. (Ed.). American Hospital Service-information of drug formulation.


Bethesda, MD: American Society of Health-Sistem Apoteker, Inc 2005 (Plus
Suplemen), hal. 809]

Miin DOJ. 2005. Screening of a random peptide library with CyMV for potesial
development of diagnostic kits. Malaysia: Malaysia University of Science and
Technology.

Moreira L, Villalobos W. 1998. First report of the Cymbidium mosaic Potexvirus


(CymMV) infecting the terrestrial orchid Phalus tankervilliae in Costa Rica.
The American Phytopathological Society 82:1171

Muis A. 2002. Sugarcane mosaic virus (SCMV) penyebab penyakit mosaik pada
tanaman jagung di Sulawesi. Jurnal Litbang Pertanian, 21(2).

Navalinskiene M, Raugalas J, Samuitiene M. 2005. Viral diseases of flower plant


16. Identification of viruses affecting orchid Cymbidium Sw. Biologyja 2: 29-
34
34

Pranata A. 2007. Panduan budidaya dan perawatan anggrek. Jakarta: agromedia


Pustaka.

Peacock, A. C. and C. W. Dingman. 1968. Molecular weight estimation and


separation of RNA by electrophoresis in agarose-acrylamide composite gel.
Biochemistry 7 : 668-674)
Pearson MN and Cole JS. 1991. Futher observation on the effect of Cymbidium
mosaic virus on the growth of Cymbidium orchid. J Phtopathology 42: 178-
182.

Pearson MN and Cole JS. 2008. The effects of Cymbidium mosaic virus and
Odontoglossum ringspot virus on the growth oh Cymbidium orchids. J
Phtopathology 119 (3) : 193 – 197.

Plikaytis BD, Carlone GM, Edmons P and Mayer LW. 1986. Robust estimation of
standard curves for protein molecular weight and liniear duplex DNA base
pair number after gel electrophoresis. Analytical Biochemistry. 152 : 346-364

Semancik JS. 1966. Studies on electrophoretic heterogeneity in isometric plant


viruses. J. Virology 30 : 698.

Setiawan H. 2006. Merawat phalaenopsis. Jakarta. Panebar swadaya. 72 hal.

Shepard JF. 1977. Inhibition of the biosynthesis of Potato virus X by Ribavirin.


J. Phytopathology. 89: 44-49.

Sherpa AR, Hallan V, Pathak P, Zaidi AA. 2007. Complete nucleotide sequence
analysis of Cymbidium mosaic virus Indian isolate: futher evidence for natural
recombination among potexviruses. Journal Bioscience 32 : 663-669

Suryani and Ambarsari L. 2010. Teknik Penelitian Biokimia. Penuntun


Praktikum. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sutula CL, Gillet GM, Morrisey SM and Ramsdell DC. 1986. Interpreting ELISA
Data and Establishing The Positive-Negative Threshold. Plant Disease.
Journal of the American Phytopathological Society. Volume 70, Number 8 :
722-726.

Tanaka S, Nishii H, Ito S, Iwaki MK. 1997. Detection of Cymbidium mosaic virus
and odontoglossum ringspot tobamovirus from Thai orchids by rapid
Immunofilter Paper Assay. Plant disease 81: 167-170
35

Tiselius A, Hjerten S, and Jerstedt S. 1965. ‘Particle-sieve’ electrophoresis of


viruses in polyacrylamide gels, exemplified by purification of turnip mosaic
virus. Archiv fiir die gesamte virusforchung 17 : 512

Triwanto, J. 1998. Konsentrasi larutan pupuk daun pyponex dan macam media
tumbuh pada bibit anggrek cattleya. Tropica 6: 203-209.
Walkey, D. 1985. Applied Plant Virology. John Waley& son. New York.

Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Edisi ke 3. Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.

Wannakrairoj S. and Gladpan S. 2001. Eradication of Cymbidium Mosaic Virus


in Dendrobium Sonia BOM 17 by in vitro chemotherapy. Agricultural Science
Journal (Jan-Aug 2001)

Widiastoety and Muharam. 1988. Teknik perbanyakan benih anggrek


Dendrobium bebas virus. Kumpulan laporan hasil penelitian tanaman hias.

Wisler GC. 1989. How to control orchid viruses : the complete guide book. USA:
Maupin House Publisher.

Wolf G. and Casper R. 1971. Disc electrophoretic separation of elongated plant


virus in polyacrylamide-agarose gels. J. Virology 12 : 325 -329.

Wu JZ., Lin CC, Hing Z. 2003. Ribavirin, viramidine and adenosine-deaminase-


catalysed drug activation: implication for nucleoside prodrug design. Journal
of Antimicrobial Chemotherapy (2003) 52,543-546.
36

LAMPIRAN
37

Lampiran 1. DATA SHEET : RIBAVIRIN (Bertrand 2000 dalam McEvoy 2005)

Nilai toksisitas Non-Manusia : Rat LD50 oral 5,3 g / kg; Mouse LD50 oral 2 g /
kg; Ip Mouse LD50 0,9-1,3 g / kg; LD50 ip rat 2 g / kg.

Formula molekul : C 8 -H 12 -N 4 -O 5
Bobot molekul : 244.20
Warna / Bentuk : Tanpa warna/ Kristal putih bubuk
Bau : Tanpa bau
Rasa : Hambar
Melting Point : 166-168 oC (aq etanol); 174-176 oC (etanol).
Kelarutan : Larut air, Sedikit larut dalam alkohol. Dalam air, 142 mg /
mL pada 25 oC
Spectral Properties : Khusus rotasi optik: -36,5 derajat di 25 oC / D
Fitotoksisitas : 100 ppm
38

Lampiran 2 Tahapan umum penelitian

Plbs (Protocorm likes bodies) dari anggrek Dendrobium

Deteksi CyMV pada plbs anggrek Dendrobium dengan DAS-ELISA

Positif terinfeksi CyMV Negatif terinfeksi CyMV

Perbanyakan plbs yang terinfeksi (+) pada media VW

(Vacin and Went) Cair

Eliminasi CyMV dengan perlakuan antivirus Ribavirin

Analisis Statistik Membedakan pola pita protein pada


tanaman dan plbs anggrek Dendrobium
sehat atau bebas CyMV dengan
tanaman dan plb anggrek Dendrobium
sakit (terinfeksi CyMV) dengan
Elektroforesis Gel Komposit
39

Lampiran 3 Deteksi CyMV pada plbs anggrek Dendrobium dengan DAS-ELISA


(Clark&Adam 1977; BALITHI 2003)

Coating/lapisi lubang plate dengan antibody-anti CyMV (IgG) yang dicampur dengan
penyangga “coating” ( 1,59 g Na2CO3 + 2,93 g NaHCO3 + 0.20 g NaN3 + H2O s/d 1 Liter)
(1:200), tiap lubang sebanyak 100 µl.

Inkubasi selama 1 malam pada suhu 4oC


atau 2jam pada suhu 37oC
Cuci lubang plate dengan penyangga PBS Tween (8 g NaCl + 1,2 g KH2PO4 + 2,9 g
Na2HPO4.12H2O + 0,2 g KCl + 500 µl Tween 20 + H2O s/d 1 liter) menggunakan botol
semprot 3 x 3 menit (sambil dishaker). Kemudian tunggu hingga cukup kering.

Inkubasi selama 1 malam pada suhu 4oC


atau 2jam pada suhu 37oC
Timbang sampel (plbs anggrek) 0,2 g berikut control negatif dan positif CyMV,
hancurkan dalam mortar dengan penyangga ekstraksi (PBS IX; 0,10% tween 20; 20%
PVP; 0,20% BSA) dengan perbandingan 1:5 s/d 1: 10

Masukan sampel ke dalam lubang plate sebanyak 100 µl, posisi sampel disesuaikan
dengan format yang telah diisi sebelumnya

Inkubasi selama 1 malam pada suhu 4oC Cuci kembali dengan penyangga
atau 2jam pada suhu 37oC PBST 3 x 3 menit

Masukan antibody-anti CyMV (yang telah dilabel dengan enzim alkalin fosfatase) yang
dicampur dengan ECl (20% PBS 5 x 0,02% tween 20; 20% PVP; 0,20% BSA, H2O)
(1:200) sebanyak 100 µl

Inkubasi selama 1 malam pada suhu 4oC Cuci kembali dengan penyangga
atau 2jam pada suhu 37oC PBST 3 x 3 menit

Masukan penyangga substrat yang mengandung 4-nitrophenylphosphate (1mg/ml), tiap


lubang 100 µl

Inkubasi pada suhu kamar + selama 1 jam

Setelah terjadi perubahan warna menjadi kuning, hentikan reaksi dengan NaOH 3 M
sebanyak 25 µl

Ukur intensitas perubahan warna (kandungan virus) dengan menggunakan Elisa Reader
pada panjang gelombang 410 nm
40

Lampiran 4 Perbanyakan plbs yang terinfeksi (+) pada media VW (Vacin


and Went) Cair

Plbs terinfeksi CyMV

Masukan dan lakukan kultur dalam media VW Cair

Inkubasi selama 2 bulan (18oC) sambil di shaker

Plbs siap uji eliminasi CyMV dengan Ribavirin


41

Lampiran 5 Eliminasi CyMV dengan perlakuan antivirus Ribavirin

Plbs yang akan diberi perlakuan, berukuran


+ 5 mm
Ribavirin dicampur ke dalam
media steril dengan cara
difilter (saringan
bakteri/milipore 0.22 µm)

Ditanam pada media VW padat mengandung


Ribavirin 0, 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm

Botol kultur disimpan di ruang kultur (18oC) dengan intensitas


cahaya 1000 lux

Subkultur selama 18 hari pada media yang sama

dilakukan
3 kali

Deteksi kembali CyMV dalam sampel dengan ELISA


42

Lampiran 6 Pembuatan Media Vacin and Went (VW) Cair dan Padat
sebanyak 1 liter.

STOK A: STOK B:

KNO3 0,525 gr; KH2PO4 0,25 MgSO4.7H2O 25mg;


gr; (NH4)2SO4 0,5 gr;
(dilarutkan dalam 20 ml
MnSO4.4H2O 7,5 mg;
aquades steril)
(dilarutkan dalam 20 ml
aquades steril)

STOK D:
STOK C: Ca3(PO4)2 0,2 gr
Na EDTA 37,5 mg; (dilarutkan dalam HCl 1 N)
FeSO4.7H2O 27,8 mg;
(dilarutkan dalam 20 ml
aquades steril panas)

Membuat media VW cair Membuat media VW Padat

STOK A 20 ml + STOK B 20 ml + STOK A 20 ml + STOK B 20 ml +


STOK C 20 ml + STOK D 20 ml + STOK C 20 ml + STOK D 20 ml +
150 ml air kelapa + 20 gr sukrosa 150 ml air kelapa + 20 gr sukrosa

Ditambahkan aquades hingga


Ditambahkan aquades hingga volume volume 1 liter
1 liter

Diukur pH hingga 5,2 dengan


penambahan sedikit demi sedikit
Diukur pH hingga 5,2 dengan
NaOH 3 M
penambahan sedikit demi sedikit
NaOH 3 M

Ditambahkan 7 gr agar dan


panaskan hingga mendidih
43

Lampiran 7 Membedakan pola pita protein tanaman dan plbs anggrek


Dendrobium sehat atau bebas CyMV dengan tanaman dan plbs
anggrek Dendrobium sakit (terinfeksi CyMV) dengan
Elektroforesis Gel Komposit

Cara membuat gel:


Agarose 0,5% dan aquades Acrylamid:bis 2% dan TBE 3x dicampurkan
dicampurkan dalam wadah I, dalam wadah II, dipanaskan dalam inkubator
dipanaskan dalam microwave (water bath) 100oC selama 1 menit

Ditambahkan 200 µl APS 10% Ditambahkan 30 µl TEMED

Setelah hangat kuku,dicampurkan kedua larutan tersebut, diaduk sebentar,


kemudian dicetak dalam casting (pencetak gel).

Prosedur:

1 g daun/plbs digerus dalam 1 ml buffer ekstraksi

Diinkubasi 10 menit pada suhu 50 oC (water bath)

Disentrifus 12.000 rpm selama 10 menit.

Diambil supernatan, sebelum dipakai disimpan di suhu 4 oC

100 µl supernatan tiap sampel yang sudah dicampur dengan


20 µl loading buffer (sample buffer 6x) dan Marker protein dipanaskan pada suhu 95 oC
selama 5 menit lalu didinginkan selama 15 detik dan dimasukan ke dalam sumur gel

Running dilakukan selama ± 3,5 jam pada voltase 50

Pewarnaan dengan Amidobalck (0,1 g Amidoblack dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 7%)

Penentuan BM (bobot molekul) CyMV


44

Lampiran 8 Deteksi CyMV pada plbs anggrek Dendrobium untuk perlakuan zat
antivirus Ribavirin

Jenis Plbs Dendrobium Ulangan Absorbansi Hasil Uji


D. Sonia 1 0,00 -
2 0,01 -
3 0,00 -
D. Jayakarta 1 0,09 +
2 0,07 +
3 0,08 +
D. Polisema 1 0.01 -
2 0,00 -
3 0.01 -
Kontrol positif subkultur 3 = 0.17 ; Kontrol negatif = 0.10
Sampel dikatakan positif (+) terinfeksi CyMV jika nilai absorbansinya sama dengan atau
lebih besar dari dua kali nilai absorbansi kontrol negatif (Sutula 1986)
45

Lampiran 9 Hasil uji DAS-ELISA terhadap plbs anggrek D. Jayakarta selama


tiga kali subkultur

Hasil Uji DAS-ELISA


Konsentrasi %
Sub Ulangan
Ribavirin bebas
kultur Absorbansi pada 410 nm Hasil uji
(ppm) CyMV
1 2 3 1 2 3
0 0.13 0.15 0.13 + + + 0
10 0.2 0.22 0.22 + + + 0
20 0.18 0.18 0.19 + + + 0
1
30 0.19 0.21 0.21 + + + 0
40 0.18 0.17 0.17 + + + 0
50 0.17 0.14 0.17 + + + 0
0 0.12 0.11 0.14 + + + 0
10 0.07 0.09 0.08 + + + 0
20 0.09 0.11 0.1 + + + 0
2
30 0.12 0.15 0.13 + + + 0
40 0.12 0.17 0.22 + + + 0
50 0.22 0.21 0.2 + + + 0
0 0.24 0.29 0.25 + + + 0
10 0.27 0.27 0.19 + + - 33.33
20 0.13 0.21 0.21 - + + 33.33
3
30 0.13 0.15 0.18 - - - 100
40 0.15 0.11 0.1 - - - 100
50 0.13 0.14 0.19 - - - 100
keterangan:
kontrol positif subkultur 1 = 0.15 ; kontrol negatif = 0.05
kontrol positif subkultur 2 = 0.16 ; kontrol negatif = 0.03
kontrol positif subkultur 3 = 0.17 ; kontrol negatif = 0.10
Sampel dikatakan positif (+) terinfeksi CyMV jika nilai absorbansinya sama dengan atau lebih
besar dari dua kali nilai absorbansi kontrol negatif (Sutula 1986)
46
47

Lampiran 11 Analisis statistika data hasil penelitian


Transformasi data % Bebas CyMV berdasarkan arcsin transformation
(Gomez&Gomez, 1976)

Data % Bebas CyMV Transformasi Data % Bebas CyMV


Konsentrasi Subkultur 1 Subkultur 1
Ribavirin
(ppm) Ulangan rata- Ulangan rata-
total total
1 2 3 rata 1 2 3 rata
0 0 0 0 0 0 1.28 1.28 1.28 3.84 1.28
10 0 0 0 0 0 1.28 1.28 1.28 3.84 1.28
20 0 0 0 0 0 1.28 1.28 1.28 3.84 1.28
30 0 0 0 0 0 1.28 1.28 1.28 3.84 1.28
40 0 0 0 0 0 1.28 1.28 1.28 3.84 1.28
50 0 0 0 0 0 1.28 1.28 1.28 3.84 1.28

Data % Bebas CyMV Transformasi Data % Bebas CyMV


Konsentrasi Subkultur 2 Subkultur 2
Ribavirin
(ppm) Ulangan rata- Ulangan rata-
total total
1 2 3 rata 1 2 3 rata
0 0 0 0 0 0 1.28 1.28 1.28 3.84 1.28
10 0 0 0 0 0 1.28 1.28 1.28 3.84 1.28
20 0 0 0 0 0 1.28 1.28 1.28 3.84 1.28
30 0 0 0 0 0 1.28 1.28 1.28 3.84 1.28
40 0 0 0 0 0 1.28 1.28 1.28 3.84 1.28
50 0 0 0 0 0 1.28 1.28 1.28 3.84 1.28

Data % Bebas CyMV Transformasi Data % Bebas CyMV


Konsentrasi Subkultur 3 Subkultur 3
Ribavirin
(ppm) Ulangan rata- Ulangan rata-
total total
1 2 3 rata 1 2 3 rata
0 0 0 0 0 0 1.28 1.28 1.28 3.84 1.28
10 0 0 100 100 33.33 1.28 1.28 88.72 91.28 30.43
20 100 0 0 100 33.33 88.72 1.28 1.28 91.28 30.43
30 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
40 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
50 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
Keterangan:
Transformasi menggunakan rumus
Nilai 0% disubstitusi dengan 1/(4n)
Nilai 100% disubstitusi dengan [100 - 1/(4n)]
n = banyaknya plbs per perlakuan
48

Hasil analisis ANOVA % Bebas CyMV

subkultur 1

Source DF SS MS F P
konsentrasi ribavirin 5 0.0000000 0.0000000 * *
Error 12 0.0000000 0.0000000
Total 17 0.0000000

S = 0 R-Sq = *% R-Sq(adj) = *%

subkultur 2

Source DF SS MS F P
konsentrasi ribavirin 5 0.0000000 0.0000000 * *
Error 12 0.0000000 0.0000000
Total 17 0.0000000

S = 0 R-Sq = *% R-Sq(adj) = *%

subkultur 3

Source DF SS MS F P
konsentrasi ribavirin 5 22512 4502 5.30 0.008
Error 12 10194 850
Total 17 32707

S = 29.15 R-Sq = 68.83% R-Sq(adj) = 55.84%


49

Hasil uji Duncan % Bebas CyMV pada setiap subkultur

% Bebas CyMV Subkultur 1


Konsentrasi
Transformasi Data Data Asli
Ribavirin
(ppm) Rata-rata Uji Duncan Rata-rata Uji Duncan
0 1.28 a 0 a
10 1.28 a 0 a
20 1.28 a 0 a
30 1.28 a 0 a
40 1.28 a 0 a
50 1.28 a 0 a

% Bebas CyMV Subkultur 2


Konsentrasi Transformasi Data Data Asli
Ribavirin
(ppm) Rata-rata Uji Duncan Rata-rata Uji Duncan

0 1.28 a 0 a
10 1.28 a 0 a
20 1.28 a 0 a
30 1.28 a 0 a
40 1.28 a 0 a
50 1.28 a 0 a

% Bebas CyMV Subkultur 3


Konsentrasi Transformasi Data Data Asli
Ribavirin
(ppm) Rata-rata Uji Duncan Rata-rata Uji Duncan

0 1.28 a 0 a
10 30.43 ab 33.33 ab
20 30.43 ab 33.33 ab
30 88.72 b 100 b
40 88.72 b 100 b
50 88.72 b 100 b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%
50

Transformasi data % Hidup plbs berdasarkan arcsin transformation


(Gomez&Gomez, 1976)

Data % Hidup plbs Transformasi Data %Hidup plbs


Konsentrasi Subkultur 1 Subkultur 1
Ribavirin
(ppm) Ulangan rata- Ulangan rata-
total total
1 2 3 rata 1 2 3 rata
0 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
10 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
20 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
30 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
40 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
50 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72

Data % Hidup plbs Transformasi Data %Hidup plbs


Konsentrasi Subkultur 2 Subkultur 2
Ribavirin
(ppm) Ulangan rata- Ulangan rata-
total total
1 2 3 rata 1 2 3 rata
0 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
10 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
20 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
30 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
40 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
50 100 100 50 250 83.33 88.72 88.72 45 222.4 74.15

Data % Hidup plbs Transformasi Data %Hidup plbs


Konsentrasi Subkultur 3 Subkultur 3
Ribavirin
(ppm) Ulangan rata- Ulangan rata-
total total
1 2 3 rata 1 2 3 rata
0 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
10 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
20 100 100 100 300 100 88.72 88.72 88.72 266.2 88.72
30 100 100 66.67 266.7 88.89 88.72 88.72 54.94 232.4 77.46
40 100 66.67 66.67 233.3 77.78 88.72 54.94 54.94 198.6 66.20
50 100 100 66.67 266.7 88.89 88.72 88.72 54.94 232.4 77.46

Keterangan:
Transformasi menggunakan rumus
Nilai 0% disubstitusi dengan 1/(4n)
Nilai 100% disubstitusi dengan [100 - 1/(4n)]
n = banyaknya plbs per perlakuan
51

Hasil Analisis ANOVA % Hidup plbs Anggrek D. Jayakarta

subkultur 1

Source DF SS MS F P
Konsentrasi Ribavirin 5 0.0000000 0.0000000 * *
Error 12 0.0000000 0.0000000
Total 17 0.0000000

S = 0 R-Sq = *% R-Sq(adj) = *%

subkultur 2

Source DF SS MS F P
Konsentrasi Ribavirin 5 531 106 1.00 0.458
Error 12 1274 106
Total 17 1805

S = 10.30 R-Sq = 29.41% R-Sq(adj) = 0.00%

subkultur 3

Source DF SS MS F P
Konsentrasi Ribavirin 5 1268 254 1.33 0.315
Error 12 2282 190
Total 17 3550

S = 13.79 R-Sq = 35.71% R-Sq(adj) = 8.93%


52

Hasil Uji Duncan % Hidup plbs Anggrek D. Jayakarta pada setiap


subkultur

% Hidup plbs Subkultur 1


Konsentrasi
Transformasi Data Data Asli
Ribavirin
(ppm) Rata-rata Uji Duncan Rata-rata Uji Duncan
0 88.72 a 100 a
10 88.72 a 100 a
20 88.72 a 100 a
30 88.72 a 100 a
40 88.72 a 100 a
50 88.72 a 100 a

Konsentrasi % Hidup plbs Subkultur 2


Ribavirin Transformasi Data Data Asli
(ppm) Rata-rata Uji Duncan Rata-rata Uji Duncan
0 88.72 a 100 a
10 88.72 a 100 a
20 88.72 a 100 a
30 88.72 a 100 a
40 88.72 a 100 a
50 74.15 a 83.33 a

Konsentrasi % Hidup plbs Subkultur 3


Ribavirin Transformasi Data Data Asli
(ppm) Rata-rata Uji Duncan Rata-rata Uji Duncan
0 88.72 a 100 a
10 88.72 a 100 a
20 88.72 a 100 a
30 77.46 a 88.89 a
40 66.20 a 77.78 a
50 77.46 a 88.89 a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%

You might also like