Pembuatan Kendang

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM PROGRAM

ONE VILLAGE ONE PRODUCT KENDANG JIMBE DI KOTA BLITTAR

Jhevanda Rafael Subiantoro


Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga

ABSTRACT
This study aims to find out stakeholders in the Kendang Jimbe One Village One Product (OVOP)
program in Blitar City and think about the process of collaboration among stakeholders in the program.
This study aims to find out stakeholders in the Kendang Jimbe One Village One Product (OVOP) program
in Blitar City and the collaboration evaluation process among stakeholders in the program. This research
was motivated by the existence of the regulation of the Minister of Industry Number 78 / M / -IND / 9/2007
One Product One Village for the development of Small and Medium Industries (IKM) in Indonesia. Blitar
City is one of the organizers of the OVOP program that has jimbe kendang products. The OVOP program
in Blitar City has received a Paramakarya award from the Ministry of Industry and the Kendang Jimbe
product has become a leading export commodity.
To find out the stakeholders involved in this OVOP program, Nugroho's theory was used and
consisted of 5 categories, namely policy makers, coordinators, facilitators, implementers, and accelerators.
Chris Anshell et al consists of 5 dimensions namely face-to-face dialogue, building trust, commitment to
the process, sharing understanding, and results between. The method used in this study is a qualitative
research method with a descriptive research type.
The results showed that stakeholders in the Kendang Jimbe Satu Vilagge One Product program in
Blitar City were Micro Cooperative and Business Services as well as the Office of Industry and Trade as
policy makers, Kepanjenkidul Subdistrict and Sentul Sub-District as coordinators, ASUMI and Paguyuban
as facilitators, and kendang jimbe as implementer, and African Village and Blitar Creative Forum as an
accelerator. Then the process of collaboration between stakeholders in the program shows that the
collaboration process is already quite good. However, in the 5 dimensions of the collaboration process
there is still involvement in the dimension of shared understanding. This dimension has not run optimally,
because there are still efforts that do not need to take part in government programs and stakeholders do
not pay attention to long-term problems with the main raw materials of wood. Regarding the results of
collaborations carried out with stakeholders, the results have been good but not optimal.

Keywords: Stakeholders, Collaboration Process, One Village One Product

PENDAHULUAN program yang kegiatanya meneruskan agenda-


agenda sekaligus menindaklanjuti program yang
SDGs (Sustainable Development Goals) belum selesai
adalah sebuah program pembangunan Berhubungan dengan hal tersebut, saat
berkelanjutan dimana di dalamnya terdapat 17 ini Indonesia sedang melaksanakan SDGs
tujuan dengan 169 target terukur dengan (Sustainable Development Goals) namun di
tenggang waktu yang ditentukan. SDGs Indonesia program ini disebut sebagai Tujuan
merupakan agenda pembangunan dunia yang Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Salah satu
bertujuan untuk kesejahteraan manusia di bumi. tujuan tersebut ada pada sektor perekonomian di
Periode SDGs Tahun 2016-2030 merupakan Indonesia. Dalam meningkatkan perekonomian
Page 1|
Nasional, Indonesia seringkali mengandalkan Data BPS 2016 yang diolah Lokadata
sektor industri dan jasa sebagai “payung” dalam Beritagar.id menunjukkan, jumlah tenaga kerja
proses pembangunan daerah. Perkembangan di bidang usaha mikro dan kecil mencapai 53.4
industri mendapatkan tantangan besar seperti juta (sekitar 44.3 persen dari seluruh populasi
semakin kuatnya gelombang globalisasi dan pekerja di Indonesia). Dalam mengembangkan
semenjak kebijakan pemerintah tidak lagi potensi UMKM di Indonesia, Jawa Timur ikut
mengandalkan ekspor migas, disinilah salah satu melaksanakan program yang dilakukan oleh
peran penting Usaha Mikro Kecil dan Menengah pemerintah pusat yaitu gerakan One Village One
(UMKM), karena kemampuannya menciptakan Product (OVOP). Program atau gerakan OVOP
lapangan kerja secara cukup signifikan bisa ini berguna untuk mengembangkan suatu potensi
diandalkan dalam meningkatkan perekonomian lokal dalam bentuk produk jasa/barang, dimana
di Indonesia, sektor ini memang lebih bersifat produk itu diciptakan dari daerah lokal itu sendiri
padat karya.di Indonesia sektor UMKM sangat dan bisa menjadi produk unggulan di daerah
memiliki kontrribusi yang cukup besar terhadap tersebut. OVOP memberikan strategi untuk
peningkatan PDB di Indonesia. Data tersebut bisa mengembangkan produk tersebut agar bisa
dilihat di tabel berikut: diterima secara global oleh masyarakat
internasional. One Village One Product (OVOP)
Tabel I.1 Jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah dilaksanakan melibatkan stakeholder dalam
(UMKM) Terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kolaborasi antar stakeholder. Pengembangan
di Indonesia Tahun 2014 - 2016
Tahun Persentase (%) sumber daya manusia disini juga sangat
2013 59,08 % dibutuhkan, karena dalam mencapai proses
2014 57.64 % pengembangan produk unggulan yang
2015 57.84 % berkualitas membutuhkan orang-orang yang
2016 60.34 % berkualitas pula. Dengan begitu UMKM
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), diolah tahun 2016
memiliki banyak keunggulan yang bisa
Terlihat pada tabel bahwa kontribusi diandalkan dalam menggerakan roda
UMKM terhadap PDB menunjukan peningkatan. perekonomian daerah tersebut berdasarkan Surat
Kontribusi tersebut salah satunya pada Menteri Sekretaris Negara Nomor R-
penyerapan tenaga kerja yang diserap oleh 04/M.Sesneg/1/1993 tanggal 8 Januari 1993
UMKM terbilang bisa diandalkan karena cukup tentang Anugerah Produktivitas.
kuat, data tersebut ada pada tabel berikut: Jawa Timur terlihat mampu memberikan
konsistensinya dalam perkembangan UMKM
Tabel I.2 Serapan Tenaga Kerja yang berkualitas. Pada tahun 2013, Kota Blitar
Berdasarkan Sektor Unit Usaha di Indonesia yang masuk pada 8 umkm terbaik di Indonesia.
Tahun 2016 Kota Blitar yang telah mampu memberikan
Tenaga UMKM yang berkualitas dengan produk
Unit Usaha Persentase
Kerja
unggulan yaitu Kendang Jimbe. Penjualan
Usaha mikro dan produknya sudah sampai luar negeri dan memang
53.4 juta 44.3 persen
kecil
terbukti bisa bersaing di pasar global.
Pertanian dan
51 juta 42.2 persen Berhubungan dengan One Village One Product
lainnya (OVOP), UMKM di Kota Blitar telah
membuktikan dan memberikan kontribusinya
Usaha menengah dalam menyerap tenaga kerja di Jawa Timur.
16.3 juta 13.5 persen
dan besar
Adapun tenaga kerja yang terdapat di Kota Blitar
Sumber: Badan Pusat Statistika (dioalah Lokadata) Tahun dapat dilihat pada tabel berikut ini:
2017

Page 2|
Tabel I.9 Kelompok Industri, Tenaga Kerja, Nilai Investasi diproduksi masyarakat Desa Santren, Kelurahan
dan Nilai Produksi di Kota Blitar Tahun 2017 Tanggung, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota
Kelompok Unit Tenaga
Industri Usaha Kerja Blitar menjadi Kendang Jimbe. Kerajinan
Industri Formal 137 3.753 kendang ini pun menjadi produk UMKM komditi
Industri Non unggulan di Kota Blitar, karena usaha tersebut
4,643 8,682
Formal sekarang berkembang secara luas dan
Jumlah 4.780 12.435 pemasarannya mampu menembus pasar luar
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Kota
Blitar
negeri.
Dari latar belakang masalah yang telah
Pada tahun 2017, terlihat bahwa serapan dikemukakan maka peneliti ingin mengkaji lebih
tenaga kerja pada kelompok industri formal lanjut tentang Kolaborasi antar Stakeholder
mencapai 3.753 pekerja. Kemudian pada industri dalam One Vilagge One Product Kendang Jimbe
non formal mencapai 8.682 pekerja. Total tenaga di Kota Blitar. Peneliti beralasan memilih lokasi
kerja yang terserap di Kota Blitar pada sektor tersebut karena Kota Blitar memiliki produk
UMKM berjumlah 12.435 pekerja. unggulan dari UMKM Kendang Jimbe yang
Terdapat beberapa unit usaha disetiap kecamatan sudah memiliki pasar sampai ke luar negeri.
di Kota Blitar ini, memiliki komoditi andalan Kendang Jimbe sendiri merupakan ikon dari Kota
masing-masing terlihat pada tabel berikut: Blitar. Selain itu perkembangan di sektor UMKM
cukup bagus, dan penyerapan tenaga kerja di
Tabel I.13 Industri Komoditi Andalan per Kecamatan sektor UMKM cukup tinggi. UMKM tersebut
Di Kota Blitar Tahun 2017 berkontribusi besar bagi perekonomian di daerah
Industri Kecamatan Jumlah
Komoditi
tersebut dibanding UMKM lainnya di Kota
Sukorejo Kepanjenkidul Sananwetan Blitar. Peran stakeholder terhadap program
Andalan
Kendang 1 286 - 287 tersebut mampu membuat Kendang Jimbe
Bubutan
Kayu
3 156 13 172 bersaing di pasar internasional.
Sambel Oleh karena hal tersebut, penelitian ini
13 9 3 25
Pecel memfokuskan pada bagaimana proses kolaborasi
Wajik
Kletik
- 3 3 6 antar stakeholder dalam melaksanakan One
Tempe dan Village One Product (OVOP) terhadap studi
177 5 9 191
Tahu kasus Kendang Jimbe di Kecamatan Kepanjen
Olahan
Belimbing
4 1 - 5 Kidul Kelurahan Tanggung Kota Blitar. Dari
Batik 33 37 13 83 penjelasan diatas bahwa Usaha Mikro Kecil dan
Opak
21 1 21 43 Menengah (UMKM) Kendang Jimbe ini
Gambir
memiliki potensi yang cukup besar untuk lebih
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Blitar
tumbuh dan berkembang. Keberhasilan
Dari tabel diatas Kendang merupakan kerjasama antar stakeholder terhadap UMKM
salah satu komoditi yang mengalami peningkatan Kendang Jimbe tersebut mampu menciptakan
jumlah unit usaha unggulan. Kendang mengalami lapangan pekerjaan bagi para pengangguran dan
peningkatan yang cukup signifikan dari tahun memiliki produk unggulan yang mampu
selumnya yang hanya 37 unit di tahun 2015, menembus pasar internasional, tidak seperti
kemudian 385 unit pada tahun 2016, dan UMKM lainnya yang ada di Kota Blitar. Karena
meningkat drastis pada tahun 2017 yaitu sebesar terbuktinya kualitas produk unggulan tersebut,
287 unit. Industri Kendang Jimbe tersebut sangat Kendang Jimbe pun menjadi ikon dari Kota
berjasa dalam meningkatkan perekonomian Blitar.
daerah tersebut. Rumusan masalah penelitian ini adalah
Salah satunya terdapat produk unggulan untuk menjawab permasalahan yang ada pada
Kota Blitar yaitu kerajinan kayu bubut yang latar belakang, maka rumusan masalah yang akan
Page 3|
dijawab oleh peneliti ialah siapa sajakah Lebih lanjut, Freeman berpendapat
stakeholder dalam kolaborasi program One bahawa pemahaman hubungan antara kelompok
Village One Product Kendang Jimbe di Kota dan individu yang mempengaruhi atau
Blitar dan Bagaimana proses kolaborasi antar terpengaruhi oleh organisasi adalah sarana
stakeholder dalam program tersebut. analisis efektivitas organisasi dalam mencapai
Tujuan Penelitian berdasarkan tujuan. Konsep ini telah diperdebatkan dalam
permasalahan yang ada, yaitu untuk mengetahui literatur fungsi-fungsi manajemen strategis,
stakeholder dalam kolaborasi program One seperti perencanaan perusahaan, kinerja, teori
Village One Product Kendang Jimbe di Kota sistem dan tanggung jawab sosial perusahaan.
Blitar dan menggambarkan proses kolaborasi Konsep stakeholder mengakui bahwa dalam
antar stakeholder dalam program One Village organisasi apapun, ada berbagai individu dan
One Product Kendang Jimbe di Kota Blitar. kelompok yang mendukung dan mempengaruhi
Manfaat penelitian ini secara akademis organisasi. Stakeholder merupakan kelompok
hasil penelitian ini diharapakan mampu untuk atau individu yang dapat mempengaruhi dan
menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi
yaitu mengetahui stakeholder dan bagaimana (Freeman, 1984: 25). Definisi ini lebih seimbang
proses kolaborasi antar stakeholder dalam dan lebih luas daripada Stanford Reseach
program One Village One Product Kendang Institute. Fase simetris, “dapat mempengaruhi
Jimbe di Kota Blitar. penelitian ini lebih melihat dan dipengaruhi oleh” berarti bahwa terdapat
proses kolaborasi antar stakeholder dari sektor individu atau kelompok yang menganggap
produk unggulan umkm di Kota Blitar. Oleh dirinya sebagai stakeholder dari sebuah
karena itu peneliti akan mengkaji kolaborasi antar organisasi, tanpa mempertimbangkan mereka
stakeholder dalam program One Village One untuk menjadi pemangku kepentingan.
Product Kendang Jimbe di Kota Blitar yang Selain itu, banyak kelompok yang
belum pernah dikaji pada penelitian sebelumnya. dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi,
Sedangkan secara Diharapkan hasil penelitian ini tetapi dukungan mereka tidak dianggap atau
dapat menggambarkan dan memberi informasi diperlukan untuk terus ada. Berdasarkan
bagi seluruh pihak atau stakeholder yang terlibat pemaparan para ahli tentang definisi stakeholder
dalam mewujudkan One Vilagge one Product. di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
dan memberi kontibusi agar pengembangan stakeholder merupakan individu dan/atau
umkm dapat mencapai tujuan yang telah kelompok yang memiliki keterkaitan dengan isu
ditetapkan, serta menjadi sumbangsi peneliti dan permasalahan yang menajdi fokus kajian atau
terhadap pembangunan sektor ekonomi daerah. perhatian, serta dapat mempengaruhi dan
Penelitian ini juga diharapkan mampu dipengaruhi oleh kegiatan, kebijakan, dan tujuan
memberikan informasi kepada stakeholder dalam organisasi.
pengembangan umkm kendang jimbe.
Peran Stakeholders
Stakeholder Peran menurut Kamus Besar Bahasa
Konsep stakeholder pertama kali Indonesia (KBBI) diartikan sebagai seperangkat
dikenalkan oleh Stanford Research Institute pada tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
tahun 1963 yang mendefinisikan stakeholder berkedudukan di masyarakat. Dalam rujukan
sebagai kelompokkelompok yang tidak akan ada lain, makna peran turut dikemukakan oleh
tanpa dukungan organisasi (Friedman & Miles, Soerjono Soekanto. Olehnya, peran diartikan
2006). Awal munculnya konsep ini adalah untuk sebagai sebuah aspek dinamis dari suatu
mengklasifikasikan dan mengevaluasi konsep kedudukan atau status di dalam masyarakat. Jika
kinerja perusahaan (Caroll, 1991). suatu individu memenuhi hak serta kewajiban

Page 4|
yang sesuai dengan kedudukan yang dimilikinya, Kaborasi
maka dia bisa disebut menjalankan peranannya. Kolaborasi merupakan kata serapan yang
Stakeholder atau dalam Bahasa berasal dari bahasa Latin yakni collaborare yang
Indonesia diartikan sebagai pemangku artinya “bekerja bersama” (Merriam-Webster).
kepentingan memiliki definisi yang beragam. Dalam kamus Heritage Amerika, kolaborasi
Dari aspek semantik, menurut Hornby (1995) diartikan sebagai kegiatan berkerja sama
stakeholder didefinisikan sebagai perorangan, khususnya dalam usaha penyatuan pemikiran.
organisasi, dan sejenisnya yang memiliki peran Hal itu senada dengan pendapat Wood &
dalam bisnis industri. Sedangkan dalam Gray yang mengemukakan bahwa: Kolaborasi
implementasi program pembangunan, Race dan merupakan suatu proses dimana pihak-pihak
Millar (2006) mengemukakan bahwa stakeholder yang terlibat melihat suatu permasalahan dari
digunakan untuk mewakili definisi mengenai persepektif atau aspek yang berbeda dapat secara
komunitas atau organisasi yang secara permanen konstruktif mempertemukan perbedaan dan
menerima dampak dari aktivitas atau kebijakan, mencari solusi lebih jauh dari pandangan mereka
di mana mereka berkepentingan terhadap hasil akan apa yang mungkin.
aktivitas atau kebijakan tersebut. Pendapat Pendapat lain dikemukakan oleh Chrislip
mengenai definisi stakeholder juga turut dan Larson (1994) yang mendefinisikan
disampaikan oleh Gonsalves et al. (2005) yang kolaborasi sebagai berikut: kolaborasi dapat
mendeskripsikan stakeholde ratas siapa yang diartikan sebagai hubungan yang saling
memberi dampak atau siapa yang terkena dampak menguntungkan antara dua pihak atau lebih yang
kebijakan, program dan aktivitas pembangunan. bekerjasama dalam berbagi tanggung jawab,
Mereka yang dimaksudkan bisa laki-laki, wewenang, dan akuntabilitas untuk mencapai
perempuan, komunitas, kelompok sosial ekonomi hasil dan tujuan bersama.
maupun lembaga dalam berbagai dimensi pada Menurut buku yang diterbitkan WWF
setiap tingkat golongan masyarakat. (World Wildlife Funding) pada tahun 2010 yang
Menurut Hermawan Cahyo Nugroho, berjudul Stakeholder Collaboration “Building
Soesilo Zauhar dan Suryadi, stakeholder dalam Bridges for Conservation”, kolaborasi
program pembangunan diklasifikasikan merupakan kerjasama yang mengandalkan
berdasarkan peranannya, antara lain: kepercayaan, inklusi, dan keterlibatan yang
a. Policy creator yaitu stakeholder yang konstruktif untuk mencapai tujuan bersama.
berperan sebagai pengambil keputusan Thomson dan Perry (2006: 23)
dan penentu suatu kebijakan. mengembangkan definisi kolaborasi sebagai
b. Coordinator yaitu stakeholder yang proses dimana aktor yang memiliki wewenang
berperan mengkoordinasikan otonom berinteraksi melalui negoisasi formal dan
stakeholder lain yang terlibat. informal, bersama-sama menciptakan aturan dan
c. Fasilitator yaitu stakeholder sebagai struktur yang mengatur hubungan dan cara
fasilitator yang berperan menfasilitasi bertindak atau memberikan keputusan atas isu-
dan mencukupi apa yang dibutuhkan isu yang membawa mereka dalam keharusan
kelompok sasaran. kebersamaan. Hal ini merupakan interaksi yang
d. Implementer yaitu stakeholder pelaksana saling menguntungkan.
kebijakan yang di dalamnya termasuk Definisi lain pada sektor administrasi
kelompok sasaran. publik dikemukakan oleh Ansell dan Gash (2007)
e. Akselerator yaitu stakeholder yang yang mengembangkan kerangka konsep
berperan mempercepat dan memberikan kolaborasi dengan pendekatan berbasis sistem
kontribusi agar suatu program dapat yang kemudian menemukan konsep
berjalan sesuai sasaran atau bahkan lebih “collaboration governance” (kolaborasi
cepat waktu pencapaiannya. pemerintahan) yang didefinisikan sebagai
Page 5|
berikut: Kolaborasi pemerintahan berdasarkan modal sosial yang terdiri dari kepercayaan,
kutipan di atas dapat diartikan sebagai susunan komunikasi, dan kemauan bertukar pikiran;
pemerintahan dimana satu atau lebih lembaga modal intelektual yang terdiri dari pemahaman;
publik secara langsung terlibat dengan dan modal politik yang terdiri dari perjanjian dan
stakeholder non pemerintah dalam proses proyek formal maupun informal.
pengambilan keputusan kolektif yang formal, Berikut ini akan dijelaskan tiga
berorientasi konsesus dan deliberatif, yang komponen kolaborasi menurut Robert Agranoff
bertujuan untuk membuat atau dan Michael McGuire (2003), lima dimensi
mengimplementasikan kebijakan publik atau kolaborasi menurut Thomson dan Perry (2006),
mengelola kebijakan program atau mengelola lima komponen kolaborasi menurut Ansell dan
suatu aset. Gash (2007), dan lima komponen menurut
Emerson et al. (2012) memperbaiki dan Roberts et al. (2016).
mengembangkan pendapat Ansell dan Gash a.) Robert Agranoff dan Michael McGuire
dengan menghilangkan penekanan pada Agranoff dan McGuire (2012: 144-153)
pemerintah sebagai penggerak kolaborasi. memandang kolaborasi sebagai aktivitas-
Emerson et al. menggambarkan “rezim aktivitas yang bersifat horizontal dan vertikal.
pemerintahan kolaboratif (collaborative Kemudian, aktivitas tersebut dianalisis melalui
governance regime)” sebagai: Proses dan struktur komponenkomponen sebagai berikut:
pengambilan keputusan kebijakan publik dan 1. Komunikasi Komunikasi yang intensif
manajemen yang melibatkan orang-orang secara sangatlah penting dalam kolaborasi.
konstruktif melintasi batas-batas lembaga publik, Kolaborasi dapat dilakukan secara
tingkat pemerintahan, dan/atau sektor umum, langsung dan tidak langsung.
pribadi dan sipil untuk mewujudkan tujuan umum Komunikasi yang dilakukan secara tidak
yang akan dicapai. langsung dapat melalui perantara
teknologi. Komunikasi melalui perantara
Komponen-komponen Kolaborasi akan lebih efektif diterapkan pada
Dalam sebuah kolaborasi terdapat kolaborasi yang terdapat konflik antar
komponenkomponen yang menjadi kunci aktor.
keberhasilan kolaborasi itu sendiri. Komponen- 2. Nilai tambah Nilai yang dimaksud disini
komponen tersebut saling melengkapi satu sama adalah nilai publik, yakni yang
lain, sehingga kolaborasi akan berhasil apabila dihasilkan dari efisiensi, demokrasi
memenuhi semua komponen. Grey (1989) dalam institusi/organisasi, dan proses
berpendapat bahwa kolaborasi melibatkan kolaborasi. Permasalahan dalam
beberapa komponen yaitu (1) saling menciptakan nilai publik adalah adanya
ketergantungan, (2) penyatuan pemikiran secara tingkat kepentingan, urgensi, ruang
konstruktif untuk mencapai solusi, (3) joint lingkup permasalahan yang meranah
ownership of decisions (keputusan bersama lintas-sektoral, sehingga menyadarkan
semua aktor), (4) tanggung jawab bersama. bahwa pemerintah sendiri tidak mampu
Pendapat lain dikemukakan oleh Roberts menciptakan bagian penting dari nilai
dan Bradley (1991) berpendapat bahwa publik itu sendiri (Muqorrobin, 2016:
komponen utama kolaborasi adalah 41), sehingga diperlukan kolaborasi
transmutational puspose (penyatuan tujuan), dengan aktor non-pemerintah.
keanggotaan yang tetap dan sukarela, organisasi, 3. Deliberasi Deliberasi merupakan
proses interaktif, dan properti sementara (dalam kelebihan dari kolaborasi yang
Thomson dan Perry, 2006). membentuk pembelajaran saling
Menurut Healey (1996: 208), kolaborasi menguntungkan (mutual learning),
memerlukan strategi melalui tiga modal, yakni pembangunan komunitas (building
Page 6|
communities), dan pemanfaatan proses komunikasi, pengorganisasian dan
interaktif (employing interactive). penyebaran informasi, serta
b.) Ann Marie Thomson dan James L. Perry mengupayakan pihak-pihak yang
Dimensi merupakan himpunan yang terdiri dari berkolaborasi untuk bersama-sama
komponen-komponen tertentu yang menyusun mengatur hubungan mereka, dimana
sebuah konsep dan memiliki hubungan Freitag dan Winkler menyebutnya
ketergantungan antar komponen (Mustafa, 2009). sebagai “sosial koordinasi”. Indikator
Thomson dan Perry dalam tulisannya yang dalam dimensi administrasi adalah
berjudul “Collaboration Processes: Inside The kejelasan peran dan tanggung jawab
Black Box” berpendapat bahwa terdapat 5 (lima) setiap aktor, pertemuan kerja sama yang
kunci dimensi kolaborasi (Thomas dan Perry, efektif, kejelasan tujuan, tugas-tugas
2006: 24-28), yaitu sebagai berikut: terkoordinasi dengan baik, terdapat
1. Dimensi Tata Pemerintahan (The Process saluran komunikasi yang formal, dan
of Collaborative Governing: The pemantauan dalam pelaksanaan
Governance Dimension) Dimensi kolaborasi (Thomson, Perry, and Miller,
pemerintahan berkaitan dengan 2008: 104).
pengambilan keputusan bersama (joint 3. Dimensi Otonomi (The Process of
decision making), pengaturan pembagian Reconciling Individual and Collective
daya, dan pemecahan masalah. Pada Interest: The Autonomy Dimension)
dimensi pemerintahan terdapat hal-hal Dimensi otonomi memiliki hubungan
yang harus diperhatikan, yakni sebagai yang kontras antara kontrol bersama dan
berikut: (1) struktur hierarki dan otoritas kontrol individu (Wood dan Grey, 1991).
tidak mendominasi; (2) kesadaran bahwa Dalam sebuah kolaborasi, aktor yang
pihak yang berkolaborasi tidak hanya terlibat melindungi identitas mereka
secara langsung bertanggung jawab dengan mempertahakan kontrol individu.
untuk mencapai kesepakatan tetapi juga Di sisi lain, kontrol bersama melibatkan
harus memaksakan keputusan pada diri ketersediaan mitra untuk berbagi
mereka sendiri; (3) ketersediaan untuk informasi, bukan hanya tentang operasi
menerima bahwa semua pihak yang organisasi mereka sendiri, tetapi juga
berkolaborasi memiliki kepentingan tentang apa yang mereka bisa dan tidak
yang sah sehingga hasilnya bisa dalam berkolaborasi. Dimensi
mencerminkan konsesus kelompok, otonomi mencoba untuk menangkap
bukan kekuatan koalisi atau kekuatan ketegangan yang implisit antara
politik; dan (4) pemahaman bahwa kepentingan aktor dan kepentingan
pemerintahan harus menekankan bersama. Indikator dimensi otonomi ini
keterbukaan informasi, menghormati berkaitan dengan sejauh mana aktor
pendapat orang lain, dan melalui melihat kolaborasi sebagai penghalang
negoisasi yang panjang dalam mencapai misi organisasi, kepercayaan bahwa
kesepakatan. keuntungan mereka dipengaruhi oleh
2. Dimensi Administrasi (The Process of kolaborasi, dan kesadaran aktor untuk
Collaborative: The Administration berusaha memenuhi harapan organisasi
Dimension) Dimensi administrasi dalam dan harapan aktor lain dalam kolaborasi.
kolaborasi sangat penting dalam 4. Dimensi Mutualitas (The Process of
keberlangsungan hubungan pihak-pihak Forging Mutually Benefical
yang berkolaborasi. Struktur Relationship: The Mutuality Dimension)
administrasi dalam kolaborasi memiliki Dimensi mutualisme berakar pada saling
posisi sentral untuk koordinasi ketergantungan. Sebuah organisasi harus
Page 7|
mengalami saling ketergantungan baik penting dalam kolaborasi, karena adanya
dalam kesamaan kepentingan maupun proses pembentukan konsesus.
perbedaan kepentingan, yang kemudian Komunikasi langsung (face to face)
disebut Powell (1990) sebagai merupakan upaya untuk mengurangi
“complementarities”. Komplementaritas streotipe (yaitu persepsi aktor yang
menjelaskan situasi dimana suatu memandang adanya sisi buruk aktor lain)
organisasi mengorbankan haknya untuk dan meningkatkan rasa hormat antar
mendapatkan daya dari organisasi lain aktor. Dengan adanya komunikasi
demi mencapai kepentingan mereka langsung, para aktor yang terlibat dalam
sendiri. Dalam kolaborasi, adanya saling kolaborasi menjadi lebih objektif dalam
ketergantungan merupakan kunci yang berinteraksi.
penting agar hubungan antar aktor terus 2. Membangun kepercayaan (trust
terjalin dengan baik. building) Membangun kepercayaan
5. Proses Membangun Norma Sosial: merupakan syarat yang diperlukan untuk
Kepercayaan dan Dimensi Timbal Balik membangun kolaborasi yang solid.
(The Process of Building Social Capital Membangun kepercayaan memerlukan
Norms: The Trust and Reciprocity waktu yang tidak singkat, hal ini karena
Dimension) Dalam kolaborasi, aktor dalam kolaborasi diperlukan komunikasi
individu akan menunjukkan kesediaan yang intensif (terusmenerus) dan
untuk berinteraksi dalam kolaborasi jika penyesuaian terhadap kondisi saat ini
aktor yang lain juga menunjukkan dari munculnya kembali konflik masa
kesediaan yang sama. Hubungan timbal lalu (prehistory antagonism). Ansell dan
balik tersebut akan membentuk Gash mengemukakan argumentasinya
kepercayaan antar pihak-pihak yang sebagai berikut: “If the prehistory is
berkolaborasi jika dilakukan secara highlyantagonistic, then policy makers or
berulang-ulang. Adanya kepercayaan stakeholders should budget time for
antar pihak-pihak yang berkolaborasi effective remedial trust building. If they
memberikan manfaat tehadap cannot justify the necessary time and
kelangsungan kolaborasi, yakni: (1) cost, then they should not embark on a
membuat itikad baik, pihak-pihak yang collaboration strategy (Ansell dan Gash,
berkolaborasi akan berperilaku sesuai 2007: 559)” Pembuat kebijakan atau
komitmen eksplisit dan implisit; (2) jujur stakeholders harus mengalokasikan
dalam negoisasi apapun; (3) pihak-pihak waktu untuk melakukan remedial
yang berkolaborasi tidak akan pembangunan kepercayaan secara
mengambil keuntungan yang lebih efektif. Apabila tidak, maka kolaborasi
meskipun terdapat kesempatan tidak seharusnya dilakukan.
(Cummings dan Bromiley, 1993: 303). 3. Komitmen pada proses kolaborasi
c.) Chris Ansell dan Alison Gash Ansell dan (commitment to the process) Komitmen
Gash berpendapat bahwa dalam kolaborasi merupakan komponen yang sangat
terdapat komponen-komponen yang membentuk penting dalam proses kolaborasi.
siklus dan mempengaruhi satu sama lain (Ansell Komitmen berkaitan erat dengan
dan Gash, 2007: 558-561). Komponen- motivasi asli para aktor dalam
komponen tersebut akan dijelaskan sebagai kolaborasi. Komitmen dipengaruhi oleh
berikut: beberapa faktor, yakni (1) mutual
1. Dialog antar-muka (face to face recognition yaitu berkaitan dengan
dialogue) Dialog antar-muka sebagai pengakuan bersama; (2) joint apprecition
bentuk komunikasi menjadi hal yang yakni apresiasi bersama para aktor; (3)
Page 8|
kepercayaan antar aktor; (4) ownership 1. Tujuan Umum (common purpose) Visi
the process (rasa memiliki pada proses), bersama adalah faktor kunci kolaborasi
hal ini berkaitan dengan pengaruh setiap yang akan membawa para aktor tetap
aktor dalam pengambilan keputusan bersama-sama mencapai tujuan tersebut.
namun memiliki dilema, karena adanya 2. Mutualitas (mutuality) Mutualitas terjadi
kompleksitas dalam kolaborasi; (5) ketika masingmasing pihak memberikan
interdependence yakni saling kontribusi sumber daya sehingga pihak
ketergantungan antar aktor. Perbedaan lain memperoleh manfaat, misalnya
kapasitas yang dimiliki para aktor saling bertukar informasi. Kesamaan
memunculkan rasa ketergantungan yang misi, budaya, dan komitmen terhadap
dapat menumbuhkan dan memperkuat tujuan kolaborasi membantu
komitmen. memfasilitasi pertukaran sumber daya.
4. Pemahaman bersama (shared 3. Lingkungan yang memungkinkan
understanding) Pemahaman bersama (enabling environment) Lingkungan
merupakan hal yang penting dalam kolaboratif terdiri dari lingkungan kerja
mencapai tujuan bersama. Pemahaman dan gaya kepemimpinan pemimpin
bersama dapat diartikan sebagai common kolaborasi. Lingkungan kerja dan gaya
misision (misi umum), common purpose kepimpinan memiliki pengaruh yang
(tujuan umum), common objectives kuat terhadap kinerja para aktor dalam
(obyektivitas umum), dan shared vision menjalankan kolaborasi. Kepemimpinan
(visi bersama). Pemahaman yang memiliki peran penting dalam
dimaksud adalah penyatuan pemikiran menciptakan dan mempertahankan
dan persamaan tujuan, sehingga sebuah lingkungan kolaboratif dengan
meminimalisir terjadinya cara menghubungkan keahlian dan
kesalahpahaman antar aktor. pengetahuan para aktor.
5. Dampak sementara (intermediate 4. Kepercayaan (trust) Kepercayaan adalah
outcomes) Dampak sementara terjadi salah satu faktor yang paling mendasari
selama proses kolaborasi, oleh karena itu keberhasilan kolaborasi. Kepercayaan
ada kata “sementara” di dalamnya. didasarkan pada keyakinan bahwa para
Dampak sementara menghasilkan aktor akan jujur dalam perjanjian dan
feedbacks. Umpan balik yang diharapkan mematuhi komitmen mereka dan tidak
adalah umpan balik yang positif, yang mengeksploitasi pihak lain. Adanya
disebut “small-wins” (kemenangan kontrol formal yang berlebihan dapat
kecil) atau Roberts dan Bradley (1991) mengurangi kepercayaan antar aktor
menyebutnya sebagai temporal property. karena kontrol dianggap sebagai tanda
Kemenangan kecil ini akan ketidakpercayaan mengenai kemampuan
meningkatkan harapan masingmasing dan karakter para aktor. Karakteristik
aktor dalam kolaborasi sehingga dapat pribadi tertentu (spesific personal
meningkatkan kepercayaan dan characteristics) Dalam sebuah
komitmen. kolaborasi, para aktor harus terbuka dan
d.) Debbie Roberts, Rene van Wyk, dan mampu memahami motif dan
Nalesh Dhanpat Dalam temuan penelitian yang kepentingan aktor lain. Pemahaman
telah dilakukan oleh Roberts et al. (2016: 4-6) karakteristik aktor yang berkolaborasi
yang berjudul “Exploring Practices for Effective dapat menumbuhkan kompromi sebagai
Collaboration” terdapat lima kunci kolaborasi, konsekuensi dari pembuatan keputusan
yakni sebagai berikut: bersama dimana terdapat kepentingan

Page 9|
aktor yang tidak terjawab dalam • Implementer: Pelaku Usaha Kendang Jimbe,
keputusan tersebut. disini pelaku usaha menjadi kelompok
sasaran program tersebut. Oleh karena itu
METODE PENELITIAN disini tugas dan peran pelaku usaha yaitu
Metode penelitian yang digunakan dalam melaksanakan program-program perwujudan
penelitian ini adalah kualitatif sedangkan tipe One Village One Prodcut dari pemerintah.
penelitiannya adalah deskriptif. Lokasi penelitian • Akselerator: Kampung Afrika, Blitar
ditentukan dengan cara purposive yaitu di Kota Creative Forum (BCF), disini peran pihak
Blitar. Informan yang dipilih berjumlah 11 orang swasta tersebut yaitu mereka memberikan
yang terdiri dari 9 informan kunci dan 2 informan kontribusi agar suatu program dapat berjalan
tambahan. Teknik pengumpulan data dilakukan sesuai yang diinginkan.
melalui wawancara, observasi dan dokumentasi.
Untuk teknik analisis data menggunakan reduksi, B. Proses Kolaborasi
penyajian dan penarikan kesimpulan sedangkan • Dialog antar-muka (face to face dialogue)
uji keabsahan data menggunakan teknik Dalam hal dialog antar-muka yang
triangulasi sumber. dilakukan oleh pihak stakeholder dalam
proses kolaborasi program One Village One
KESIMPULAN Product Kendang Jimbe sudah berjalan
Berdasarkan pada bab sebelumnya dengan baik. Dari hasil penelitian lapangan
terkait dengan penyajian analisis dan interpretasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
data, yang telah dilakukan oleh peneliti tentang komunikasi yang dijalin oleh pelaku usaha
kolaborasi antar stakeholder dalam program One (kendang jimbe) dan pemerintah sudah
Village One Product Kendang jimbe di Kota mendapatkan hasil untuk merencanakan
Blitar. Maka dari itu untuk menjawab rumusan program-program. Pertemuan yang
masalah dalam penelitian ini dapat disimpulkan dilakukan cukup baik sehingga pemerintah
sebagai berikut: mampu memberikan kerja nyata dalam
bentuk mengadakan pelatihan, pameran dan
A. Stakeholder
pembuatan katalog untuk produk-produk
• Policy creator: Dinas Koperasi dan Usaha
pelaku usaha (kendang jimbe). Dari pihak
Mikro, Dinas Perindustrian dan
stakeholder lain atau pihak swasta juga ikut
Perdagangan. Kedua dinas tersebut di dalam
berpartisipasi untuk mewujudkan program
kolaborasi ini yaitu sebagai pemangku
OVOP tersebut.
kepentingan yang berperan untuk pengambil
keputusan dan penentu suatu kebijakan. • Membangun kepercayaan (trust
building)
• Coordinator: Kecamatan Kepanjenkidul dan
Dalam hal kepercayaan dari seluruh
Kelurahan Sentul, kedua perangkat daerah
pihak stakeholder sudah terjalin dengan baik.
tersebut memiliki peran yaitu sebagai
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
pemangku kepentingan yang mempunyai
menunjukkan bahwa pihak pemerintah
peran mengkoordinasikan stakeholder lain
sepenuhnya menyerahkan apa saja yang akan
yang terlibat.
dilakukan demi terwujudnya program One
• Fasilitator: Paguyuban Kendang Jimbe, Vilagge One Product Kendang Jimbe di Kota
ASUMI (Asosiasi Usaha Mikro) dalam Blitar. Pihak fasilitator mampu memfasilitasi
proses kolaborasi tersebut mereka yaitu dengan menampung aspriasi pelaku usaha
sebagai pemangku kepentingan yang kendang jimbe dan mencari solusi terkait
berperan menjadi penghubung, memfasilitasi permasalahan kebutuhan pelaku usaha
dan mencukupi apa yang dibutuhkan oleh
(kendang jimbe) seperti kepentingan
kelompok aktor lainnya. produksi, pemasaran produk, meningkatkan
P a g e 10 |
sumber daya manusia. Para stakeholder Dampak sementara yang sudah terlihat
menyadari bahwa mereka memerlukan peran hasilnya untuk saat ini menunjukkan hasil
dari stakeholder lain yang memiliki kapasitas yang cukup baik. Dari hasil penelitian
untuk mengerjakan tugas tersebut. Jadi, menunjukkan bahwa setelah adanya proses
dalam kolaborasi ini kepercayaan antar pihak kolaborasi yang baik ini dapat meningkatkan
stakeholder terjalin dengan baik. produksi, tingkat pemasaran, dan
• Komitmen pada proses kolaborasi meningkatnya kualitas sumber daya manusia
(commitment to the process) dari pelaku usaha (kendang jimbe). Sehingga
Dalam hal komitmen yang terjalin pada dari berbagai pihak stakeholder hasil yang
proses kolaborasi sudah berjalan dengan baik dalam berkolaborasi sejauh ini. Para
baik. Dari hasil penelitian yang telah stakeholder juga mendapatkan feedback
dilakukan menunjukkan bahwa segala positif untuk dilakukan evaluasi demi
program yang diadakan oleh pihak mengatasi permasalahan yang terjadi dalam
pemerintah mendapatkan dukungan yang mewujudkan program One Vilagge One
maksimal dari pelaku usaha (kendang jimbe), Product.
terbukti ketika adanya pelatihan yang
diberikan oleh pihak pemerintah selalu Saran
mendapat respon yang positif dari pihak 1. Semua pihak stakeholder yang terlibat
pelaku usaha (kendang jimbe). Sehingga harus memperkuat hubungan dan
program yang diberikan mampu berjalan pemahaman atas kolaborasi tersebut,
dengan baik, selaras, dan tepat sasaran. agar mampu meningkatkan komitmen
• Pemahaman bersama (shared understanding) dalam kolaborasi program One Village
Dalam hal pemahaman bersama antar One Product antar stakeholder. Maka
stakeholder yang terlibat belum berjalan dengan begitu kolaborasi akan terjalin
dengan baik. Dari hasil penelitian lebih bagus lagi.
menunjukkan bahwa masih ada pelaku usaha 2. Dinas Koperasi dan UM dengan Dinas
(kendang jimbe) yang tidak memahami visi Perindustrian dan Perdangangan harus
dan misi kolaborasi dengan baik. Bebrapa memberikan program-program baru
dari mereka enggan mengikuti program dan terkait pengendalian atau kestabilan
kegiatan yang diberikan oleh pelaku usaha harga dan ketersediaan bahan baku
(kendang jimbe), dengan anggapan bahwa Kendang Jimbe. Karena hal ini berurusan
program dan kegiatan yang ada hanya akan dengan perkembangan UMKM dan IKM
menyita waktu dan tidak memberikan pada jangka panjang, maka harus
keuntungan bagi pihak swasta. Sehingga diperhatikan lebih lanjut agar bisa
pihak pemerintah masih perlu diberikan terwujudnya hasil yang maksimal dan
wawasan dan pemahaman yang lebih baik berkelanjutan.
lagi kepada pelaku usaha (kendang jimbe). 3. Pihak ASUMI (Asosisasi Usaha Mikro)
Kemudian dari hal dimensi rencana jangka dan Paguyuban harus lebih aktif lagi
panjang juga kurang di perhatikan oleh para untuk bisa memotivasi dan
stakeholder yaitu mengenai bahan baku mempengaruhi para pelaku usaha
utama kedang jimbe. Dimana bahan baku kendang jimbe agar mau ikut
tersebut adalah kayu dan jika tidak dipikirkan memikirkan bersama tentang
pelestariannya maka semakin lama akan permasalahan jangka pendek maupun
semakin habisdan susah untuk mencari jangka panjang.
penggantinya. 4. Pemerintah juga harus memperhatikan
pihak swasta lain yang mendukung
• Dampak sementara (intermediate outcomes) perkembangan Kendang Jimbe seperti
P a g e 11 |
Blitar Creative Forum dan Kampung Klijn, E. H., & Koppenjan, J. M. F. (2016).
Afrika. Karena, pihak tersebut juga ikut Governance networks in public sector.
membantu memperkenalkan produk London, England: Routledge.
unggulan kendang jimbe agar lebih bisa
dikenal di masyarakat yang lebih luas Kota Blitar Dalam Angka (2017). Blitar
lagi. Municipality in Figures tahun 2017. CV.
Azka Putra Pratama.
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Siagian,P. Sondang, 2000, Administrasi
Agranoff, Robert dan Michael McGuire. 2003. Pembangunan, Konsep, Dimensi dan
Collaborative Public Management: New Strateginya, Bumi Aksara, Jakarta
Strategies for Local Governments. Sulistiyani. (2004). “Kemitraan dan Model-
Washington DC: Georgetown University Model Pemberdayaan”. Yogyakarta:
Press. Gaya Media
Badan Pusat Statistika (2017). Statistical Sun’an, Muammil & Abdurrahman Senuk.
Yearbook of Indonesia, Tahun 2017. CV. Ekonomi Pembangunan Daerah. Jakarta:
Dharmaputra. Mitra Wacana Media. 2015.
Bintoro Tjockroamidjojo. 1990. Perencanaan Tambunan, Tulus. (2009). Perkembangan
Pembangunan. Jakarta: CV Masagung. Industri Skala Kecil di Indonesia. PT.
Departemen Sosial. 2005. Petunjuk Teknis Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Pelayanan Sosial Anak Widodo, Joko. 2010. Analisis Kebijakan Publik,
Jalanan.Departemen Sosial Republik Konsep dan Aplikasi Analisis Kebijakan
Indonesia. Jakarta. Publik. Malang: Bayu Media
Ecoregional Conservation Strategies Unit. 2000. Jurnal:
Stakeholder Collaboration: Building Ansell, Chris, dan Alison Gash. 2007.
Bridges for Conservation. Washington Collaborative Governance in Theory and
DC: World Wildlife Fund. Practice. Journal of Public
Freeman, R. E. 1984. Strategic Management: A Administration Research and Theory.
Stakeholder Approach, Boston, Pitman. Vol.18 No.4, halaman 543-571.

Gede, Diva. 2009. Mengembangkan UKM Carrol, Archie B. 1991. The Pyramid of
Melalui Pemberdayaan Peran Corporate Social Responsibility: Toward
Pemerintah Daerah. Jakarta. the Moral Management of
Organizational Stakeholders. Businees
Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced Learner’s Horizons. Halaman 39-48.
Dictionary of Current English. C.
Jonathan, K. Kavanagh, and M. Ashby Crosby, B.L., 1992. Stakeholder Analysis: A
(Eds.). Oxford University Press, Oxford. Vital Tool for Strategic Managers.
Technical Notes, No. 2. Agency for
Jones, Charles O. 1996. Pengantar Kebijakan International Development, Washington
Publik. Jakarta, PT Raja Grafindo DC.
Persada.
Fendt, Thomas Christian, 2010, Introducting
Electronic Suplly Chain Collaboration in
China: Evidence from Manufacturing

P a g e 12 |
Industries. Berlin: Universitatsverlag der Engaging Rural Communities around the
Technischen Universitat Berlin. World, Journal of Business and Public
Administration
Figuerora, Nathaly Guzman. 2015. Stakholders
Collaboration in Community-based Race D and Millar J. 2006. Training manual:
Organizations (CBOs): The Casae of social and community dimensions of
Sanitation CBO Working in Dar es ACIAR Projects. Australian Center for
Salaam, Tanzania. Finlandia: Aalto International Agricultural Research –
University. Institute for Land, Water, and Society of
Charles Sturt University, Australia.
Harley, James & Blismas, Nick, 2010, An
Anatomy of Collaboratuon Within the Roberts, Debbie et al. 2016. Exploring Practices
Online Environment, Dalam for Effective Collaboration. Proceedings
Anandarajan, Murugan (ed), e-Research of the 28th Annual Conference of the
Collaboration: Theory, Techniques and Southem African Institute of
Challengers, Heidelberg: Springer Management Science. ISBN: 978-0-
International Publishing. Hlm.15-32 620-71797-7.
Leever A. M., Hultst M. V. D., Berendsen A .J., Schumann, Fred R (Maret 2016). "A Study of
Boendemaker P. M., Roodenburg J. L. One Village One Product (OVOP) and
N., & Pols J. (2010). Conflicts and Workforce Development: Lessons for
conflict management in the collaboration Engaging Rural Communities around the
between nurses and physicians – A World". University of Guam School of
qualitative study. Journal of Business and Public Administration:
Interprofessional Care, 6(24), 612-624. Mangilao. hlm. 5.
Li, N. & Schumann, F.R. (2013). “The One Thomson, Ann Marie dan James L. Perry. 2006.
Village One Product (OVOP) Model and Collaboration Processes: Inside the
Economic Development on Guam,” Black Box. Public Administration
Journal of Economics and Economic Review. Halaman 20-32.
Education Research, Volume 14,
Number 3, 2013. Wood, Donna J dan Barbara Gay. 1991. Towards
a Comprehensive Theory of
Nederhand, Jose dan Hans Klijn, Erik (2017) Collaboration. Journal of Applied
Stakeholder Involvement in Public– Behavioral Science. Vol.27, halaman
Private Partnerships: Its Influence on the 139-162.
Innovative Character of Projects and on
Project Performance, Journal of Skripsi/Thesis:
Administration & Society. Izzah, Hikmatus Sabilil (2017) Peran
Stakeholders dalam Proses
Nugroho, Hermawan Cahyo; Soesilo Zauhar; dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan
Suryadi. (2014) Koordinasi Pelaksanaan Menengah (UMKM) Alas Kaki
Program Pengembangan Kawasan Unggulan melalui Program Pembiayaan
Agropolitan di Kabupaten Nganjuk. Usaha Syariah (PUSYAR) di Kota
Jurnal J-PAL, 5(1): 16-17. Mojokerto. Skripsi, Universitas
Airlangga, Surabaya.
R. Schumann, Fred (2016) A Study of One
Village One Product (OVOP) and Leman, Lutfi Andrianto (2018) Kolaborasi antar
Workforce Development: Lessons for Stakeholders dalam Pengembangan

P a g e 13 |
Pariwisata Religi Sunan Giri di Pendekatan Satu Desa Satu Produk
Kabupaten Gresik. Universitas (OVOP)
Airlangga.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Rifa’i, Bachtiar (2013) Efektivitas Pemberdayaan Perindustrian
Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) Krupuk Ikan dalam Program UU Nomor 20 Tahun 2008 Pasal 3 tentang Usaha
Pengembangan Labsite Pemberdayaan Mikro, Kecil dan Menengah.
Masyarakat di Desa Kedung Rojo UU Nomor 20 Tahun 2008 Pasal 6 tentang
Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo. Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Skripsi, Universitas Airlangga,
Surabaya. Media Online/Internet:
Aditya Dinkop. (2013, 25 Maret). Launching
Rohmah, Sayidah (2015) Perlindungan hukum Produk Unggulan Melalui OVOP. Portal
bagi pelaku usaha mikro kecil dan PPID Prov. Jateng. Tersedia:
menengah di tengah pasar bebas http://ppid.jatengprov.go.id/article/detail
perspektif maqashid syariah di s/launching-produkunggulan-daerah-
Kelurahan Tanggung Kecamatan melalui-ovop-1364181863 (diakses pada
Kepanjenkidul Kota tanggal 22 Mei 2018)
Blitar. Undergraduate thesis, Universitas Alfurkon Setiawan (2015). Inilah 22 UMKM
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Peraih Penghargaan Paramakarya
Malang.
Dari Presiden Jokowi melalui
Yuliani, Titik. 2012. Analisis Aspek http://setkab.go.id/inilah-22-umkm-
Kelembagaan Koperasi Dalam peraih-penghargaan-paramakarya-
Melaksanakan Program One Village One dari-presiden-jokowi/ (diakses pada
Product (OVOP) Binaan Kementerian tanggal 16 Mei 2018 pukul 12.41)
Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah.
Skripsi. Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Anggraini, Arlyta Dwi; Paolo, BontorPaolo
Ilmu Politik Universitas Indonesia. (2018) One Village One Product Agar
Produk IKM Mendunia,
Dokumen:
Deputi Menteri Bidang Pengkajian Sumberdaya http://indonesiabaik.id/infografis/one
UKMK Kementerian Koperasi dan UKM -village-one-product-agar-produk-
Republik Indonesia,”Pengembangan ikm-mendunia (diakses pada tanggal
Produk Unggulan Daerah Melalui 8 Desember 2018)
Pendekatan OVOP (One Village One
Product)” diunduh pada 18 Mei 2018 Detik finance. Ini Dia 20 Usaha Kecil dan
Menengah Terbaik Tahun Ini melalui
Menteri Negara Koperasi dan UKM RI. 2010. https://finance.detik.com/berita-
Blue Print One Village One Product. ekonomi-bisnis/d-2444864/ini-dia-
Jakarta: Kementerian Koperasi dan 20-usaha-kecil-dan-menengah-
UKM terbaik-tahun-ini (diakses 15 Mei
Peraturan Menteri Perindustrian No. 78/M- 2018)
IND/PER/9/2007 tentang Peningkatan
Efektivitas Pengembangan Industri Kecil Fransiskus Adhiyuda Prasetia (2017). Daftar
Dan Menengah (IKM) Melalui Perusahan Penerima Paramakarya
2017 dari Kementerian
P a g e 14 |
Ketenagakerjaan melalui
http://www.tribunnews.com/nasional
/2017/12/11/daftar-perusahan-
penerima-paramakarya-2017-dari-
kementerian-
ketenagakerjaan?page=2 (diakses
pada tanggal 16 Mei 12.55)
One Village One Product (2018) melalui
http://ikm.kemenperin.go.id/program
mes/capacity-building/one-vilage-
one-product-ovop/ (diakses pada
tanggal 8 Desember 2018)
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (2018)
melalui http://sdgs.bappenas.go.id/.
(Diakses pada tanggal 10 Februari
2018)

P a g e 15 |

You might also like