Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 27

Analisis Efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia

1
dengan Data Envelopment Analysis

Ascarya dan Diana Yumanita


Center for Central Banking Education and Studies, Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin 2, Radius Prawiro Tower, 18th fl., Jakarta 10110, Indonesia
Email: ascarya@bi.go.id; diana_yumanita@bi.go.id

ABSTRACT
Islamic banking has been in existance in Indonesia since 1992, but only since 1999 it
has grown rapidly when Bank Indonesia has been given the responsibility and fully
committed to develop Islamic banking. The first phase (2002-2004) development
objective of the Blue Print is focused on the growth of Islamic banking, while the
second phase (2005-2008) development objective is focused on strengthening the
Islamic banking structure through the improvement of intermediation function,
efficiency, and competitiveness of the industry. This study is aimed to measure the
relative efficiency (frontier efficiency or X-efficiency) of Islamic banks in Indonesia
using Data Envelopment Analysis (DEA) methodology based on intermediation and
production approaches. DEA is a non-parametric, deterministic methodology for
determining the relative efficiency and managerial performance, based on the
empirical data on chosen inputs and outputs of a number of decision making units.
DEA allows us to compare the relative efficiency of Islamic banks by determining the
efficient banks as benchmarks and by measuring the inefficiencies in input
combinations (slack variables) in other banks relative to the benchmark.
The results show that Islamic banks are technically efficient based on intermediatian
(100%) and production (85%) approaches, as well as scale efficient based on
intermediatian (87%) and production (97%) approaches in 2004. On average, there
is a slight decrease in technical efficiency, but increase in scale efficiency from 2003
to 2004, due to aggressive expansion of Islamic bank offices. Based on intermediation
approach, efficiency can be enhanced by the improvement of liquid assets, while
based on production approach, efficiency can be enhanced by the improvement of
operational income and by the saving in personnel and operational costs. The
measure of eficiency based on production approach is consistent with conventional
measure of OIOC (Operating Income to Operating Cost), while the measure of
efficiency based on intermediation approach is not always consistent with
conventional measure of FDR (Financing to Deposit Ratio). Overall, BUS 2 is the
most efficient full fledged Islamic bank, while UUS 5 is the most efficient full branch
Islamic bank. The results of efficiency in this study are subject to data limitations.

JEL Classification: C14, G21, G28


Keywords: Efisiensi, Bank Syariah, Data Envelopment Analysis

1
Diterbitkan dalam TAZKIA Islamic Finance and Business Review, Vol.1, No.2, Desember 2006.
1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Bank syariah di Indonesia sudah muncul sejak tahun 1992, ketika Bank Muamalat Indonesia
berdiri, tetapi perkembangan yang sangat pesat baru terjadi sejak tahun 1998 dengan adanya
undang-undang perbankan (UU No. 10 Tahun 1998) baru yang mulai menerapkan dual
banking system dan membolehkan bank konvensional untuk membuka unit usaha syariah,
serta sejak Bank Indonesia diberi amanah (dengan UU No. 23 Tahun 1999) dan berkomitmen
untuk mengembangkan perbankan syariah di Indonesia. Sampai akhir 2005, jumlah bank
umum syariah (BUS) ada tiga, sedangkan bank konvensional yang membuka unit usaha
syariah (UUS) berjumlah sembilan belas. Peningkatan jumlah yang besar ini diikuti jumlah
jaringan kantor cabang dan kantor kas bank syariah di seluruh Indonesia yang telah mencapai
531 kantor.
Fase pertama sasaran pengembangan perbankan syariah dalam Blue Print yang dibuat oleh
Bank Indonesia memang difokuskan kepada pertumbuhan perbankan syariah, sehingga tidak
mengherankan pertumbuhan perbankan syariah begitu pesat dan telah mencapai 1.4%
kontribusinya terhadap perbankan nasional pada akhir 2005. Kenyataan itu sangat kontras
jika dibandingkan dengan periode awal berdirinya ketika kontribusi perbankan syariah
terhadap perbankan nasional masih sangat kecil dan kurang dari 0,05%.
Sasaran pengembangan selanjutnya pada fase kedua periode 2005 - 2008 adalah perkuatan
struktur industri perbankan. Salah satu sasaran yang harus dicapai adalah peningkatan fungsi
intermediasi, efisiensi, dan daya saing industri perbankan syariah Indonesia.
Sampai saat ini, belum ada satu studi pun yang mengukur tingkat efisiensi perbankan syariah
seperti yang dilakukan terhadap bank-bank konvensional, seperti studi Hadad et.al., 2003,
meskipun pertumbuhan perbankan syariah sudah demikian pesat. Oleh karena itu, perlu
dilakukan studi yang dapat mengukur sejauh mana tingkat efisiensi perbankan syariah yang
sudah ada saat ini untuk dapat mengetahui titik-titik kelemahan bank syariah dan bagaimana
menentukan strategi yang tepat untuk memperbaikinya, sehingga sasaran pengembangan
perbankan syariah dalam rangka perkuatan struktur perbankan syariah Indonesia dapat
tercapai.

1.2 Tujuan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur efisiensi relative perbankan syariah di Indonesia
menggunakan metode nonparametrik Data Envelopment Analysis (DEA) dengan pendekatan
produksi dan intermediasi, serta mengidentifikasi penyebab inefisiensi.

1.3 Cakupan Materi


Pengertian perbankan syariah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah seluruh bank
syariah baik Bank Umum, Unit Usaha Syariah, maupun Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
Rentang waktu penelitian tahun 2000-2004. Data yang digunakan dalam penelitian adalah
data-data laporan keuangan kuartalan baik neraca dan laporan rugi laba perbankan syariah
yang sesuai dengan laporan keuangan bank konvensional.

2
1.4 Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonparametric Data Envelopment
Analysis (DEA). DEA menghitung efisiensi untuk seluruh unit usaha. Angka efisiensi untuk
setiap unit usaha adalah relatif, tergantung pada tingkat efisiensi dari unit-unit usaha lainnya
di dalam sampel.

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi: 1) Bank Indonesia, sebagai pengambil
kebijakan dalam menentukan langkah kebijakan lebih lanjut kepada perbankan syariah
Indonesia; 2) Kalangan perbankan, sebagai masukan dalam pengelolaan bank masing-
masing; dan 3) Pengembangan keilmuan, khususnya kepada para peneliti yang berminat
untuk menggunakan DEA dalam pengukuran tingkat efisiensi.

2. Studi Literatur

2.1 Konsep Input dan Output


Menurut Hadad et.al. (2003), ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk
menjelaskan hubungan input dan output dari institusi keuangan, yaitu pendekatan produksi
(production approach), pendekatan intermediasi (intermediation approach), dan pendekatan
aset (aset approach).

2.1.1 Pendekatan Produksi


Pendekatan ini melihat institusi finansial sebagai produser dari rekening tabungan dan kredit
pinjaman. Pendekatan ini mendefinisikan output sebagai penjumlahan dari rekening-rekening
tersebut atau rekening-rekening terkait. Sedangkan input dalam pendekatan ini dihitung dari
jumlah tenaga kerja, pengeluaran modal pada aktiva tetap dan material lainnya.
Pendekatan produksi melihat aktivitas bank sebagai sebuah produksi jasa bagi para depositor
dan peminjam kredit. Untuk mencapai tujuan, yaitu memproduksi output-output yang
diinginkan, seluruh faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, dan modal dikerahkan
sebagai input.

Labor, Physical Deposits Loans and


Capital Investment
Intermediation Production

2.1.2 Pendekatan Intermediasi


Pendekatan ini melihat institusi keuangan sebagai perantara. Institusi keuangan ini mengubah
dan mentransfer aset-aset keuangan, dari unit-unit yang kelebihan dana ke unit-unit yang
kekurangan dana. Output dalam pendekatan ini diukur melalui kredit pinjaman dan investasi

3
keuangan, sedang input institusional adalah biaya tenaga kerja dan modal serta pembayaran
bunga pada deposit.
Pada dasarnya pendekatan intermediasi bersifat komplementer dengan pendekatan produksi.
Pendekatan intermediasi menerangkan aktivitas perbankan sebagai pentransformasian uang
yang dipinjamkan dari depositor menjadi uang yang dipinjamkan kepada para debitor.

2.1.3 Pendekatan Aset


Pendekatan aset melihat fungsi primer sebuah institusi keuangan sebagai pencipta kredit
pinjaman. Efisiensi aset mengukur kemampuan perbankan dalam menanamkan dana dalam
bentuk kredit, surat-surat berharga dan alternatif aset lainnya sebagai output. Input diukur
dari harga tenaga kerja, harga dana, dan harga fisik modal.

2.2 Konsep Efisiensi


Konsep efisiensi diawali dari konsep teori ekonomi mikro, yaitu teori produsen dan teori
konsumen. Teori produsen menyebutkan bahwa produsen cenderung memaksimumkan
keuntungan dan meminimalkan biaya. Sedangkan di sisi lain, teori konsumen menyebutkan
bahwa konsumen cenderung memaksimumkan utilitasnya atau tingkat kepuasannya.
Dalam teori produsen dikenal adanya garis frontier produksi. Garis ini menggambarkan
hubungan antara input dan output dalam proses produksi. Garis frontier produksi ini
mewakili tingkat output maksimum dari setiap penggunaan input yang mewakili penggunaan
teknologi dari suatu perusahaan atau industri.
Ditinjau dari teori ekonomi ada dua macam pengertian efisiensi, yaitu efisiensi teknis dan
efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi mempunyai sudut pandang makroekonomi, sementara
efisiensi teknis mempunyai sudut pandang mikroekonomi. Pengukuran efisiensi teknis
cenderung terbatas pada hubungan teknis dan operasional dalam proses konversi input
menjadi output. Sedangkan dalam efisiensi ekonomi, harga tidak dapat dianggap sudah
ditentukan (given), karena harga dapat dipengaruhi oleh kebijakan makro (Sarjana, 1999).

Gambar 2.2 Garis Frontier Produksi

Menurut Farrell (1957) efisiensi dari perusahaan terdiri dari dua komponen, yaitu efisiensi
teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi teknis mencerminkan kemampuan dari perusahaan
dalam menghasilkan output dengan sejumlah input yang tersedia. Sedangkan efisiensi
alokatif mencerminkan kemampuan perusahaan dalam mengoptimalkan penggunaan
inputnya, dengan struktur harga dan teknologi produksinya. Kedua ukuran ini yang kemudian

4
dikombinasikan menjadi efisiensi ekonomi (economic efficiency). Suatu perusahaan dapat
dikatakan efisien secara ekonomi jika perusahaan tersebut dapat meminimalkan biaya
produksi untuk menghasilkan output tertentu dengan suatu tingkat teknologi yang umumnya
digunakan serta harga pasar yang berlaku.
Menurut Kumbhaker dan Lovell (2000), efisiensi teknis hanya merupakan satu komponen
dari efisiensi ekonomi secara keseluruhan. Namun, dalam rangka mencapai efisiensi
ekonominya suatu perusahaan harus efisien secara teknis. Dalam rangka mencapai tingkat
keuntungan yang maksimal, sebuah perusahaan harus memproduksi output yang maksimal
dengan jumlah input tertentu (efisiensi teknis) dan memproduksi output dengan kombinasi
yang tepat dengan tingkat harga tertentu (efisiensi alokatif).

2.3 Konsep Penghitungan Efisiensi


Menurut Bauer et. al. (1998), beberapa tahun terakhir ini perhitungan kinerja lembaga
keuangan lebih difokuskan kepada frontier efficiency atau x-efficiency, yang mengukur
penyimpangan dari lembaga keuangan berdasarkan ”best practice” atau berlaku umum pada
frontier efisiennya. Jadi, efisiensi frontier dari suatu lembaga keuangan diukur melalui
bagaimana kinerja lembaga keuangan tersebut relatif terhadap perkiraan kinerja lembaga
keuangan ”terbaik” dari industri tersebut, dengan catatan semua lembaga keuangan tersebut
menghadapi kondisi pasar yang sama.
Frontier efficiency cukup superior bagi sebagain besar standar rasio keuangan dari laporan
keuangan—seperti return on aset atau cost/revenue ratio – yang umumnya digunakan oleh
regulator, manager lembaga keuangan, atau konsultan industri dalam mengevaluasi kinerja
keuangan. Frontier efficiency superior karena ukuran dari frontier efficiency menggunakan
teknik pemrograman atau statistik yang menghilangkan pengaruh dari perbedaan di dalam
harga input dan faktor pasar eksogen lainnya yang mempengaruhi kinerja standar (rasio)
dalam rangka untuk mendapatkan estimasi yang terbaik berdasarkan kinerja dari para
manager.
Frontier efficiency digunakan secara lebih luas di dalam analisis regulasi untuk mengukur
pengaruh dari merger dan akuisisi, regulasi modal, deregulasi suku bunga deposito, dan
pergeseran restriksi geografis pada cabang dan holding dari perusahaan akuisisi. Keuntungan
yang paling utama dari indikator ini dibandingkan dengan indikator lainnya adalah bahwa
indikator ini mengukur secara obyektif kuantitatif dengan menghilangkan pengaruh dari
harga pasar dan faktor eksogen lainnya yang mempengaruhi kinerja yang akan diobservasi.
Dua puluh tahun terakhir, cukup banyak pendekatan frontier yang ditemukan dalam
mengevalusi kinerja keuangan yang berbeda, baik dari asumsi, bentuk frontier, keberadaan
random error, maupun (jika random error dibenarkan) dari asumsi distribusi jika terjadi
ketidakefisienan. Adapun pendekatan tersebut dapat dibedakan menjadi pendekatan
parametrik dan pendekatan nonparametrik.

2.3.1 Pendekatan Parametrik dan Nonparametrik


Pendekatan parametrik melakukan pengukuran dengan menggunakan ekonometrik yang
stokastik dan berusaha untuk menghilangkan gangguan dari pengaruh ketidakefisienan. Ada
tiga pendekatan parametrik ekonometrik, yaitu: 1) Stochastic Frontier Approach (SFA); 2)
Thick Frontier Approach (TFA); dan 3) Distribution-free Approach (DFA).

5
Sementara itu, pendekatan nonparametrik dengan program linier (Nonparametric Linear
Programming Approach) melakukan pengukuran nonparametrik dengan menggunakan
pendekatan yang tidak stokastik dan cenderung ”mengkombinasikan” gangguan dan
ketidakefisienan. Hal ini dibangun berdasarkan penemuan dan observasi dari populasi dan
mengevaluasi efisiensi relatif terhadap unit-unit yang diobservasi. Pendekatan ini dikenal
sebagai Data Envelopment Analysis (DEA). DEA adalah suatu teknik pemrograman
matematika yang mengukur tingkat efisiensi dari unit pengambil keputusan (UPK) atau
decision-making unit relatif terhadap UPK yang sejenis ketika semua unit-unit ini berada
pada atau dibawah ”kurva” efisien frontiernya. Pendekatan ini pertama kali diperkenalkan
oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes pada tahun 1978. Semenjak itu penerapan pendekatan ini
semakin berkembang. (Cevdet et.al., 2000). Pemrograman linier sangat tergantung kepada
populasi yang dijadikan sampel sehingga cenderung jauh dari kesalahan spesifikasi (Lovell,
1993). Selanjutnya, kinerja dari suatu UPK sangat relatif terhadap UPK lainnya, khususnya
yang menyebabkan ketidakefisienan. Pendekatan ini juga dapat melihat bagaimana suatu
UPK itu melakukan penyempurnaan kinerja keuangannya sendiri sehingga menjadi efisien.
Keuntungan dari penggunaan DEA adalah bahwa pendekatan ini tidak memerlukan
spesifikasi yang eksplisit dari bentuk fungsi dan hanya memerlukan sedikit struktur untuk
membentuk frontier efisiensinya. Kelemahan yang mungkin muncul adalah ”self identifier”
dan ”near self identifier”.

2.3.2 Teknik Pengukuran Efisiensi


Pengukuran efisiensi dengan menggunakan pendekatan frontier sudah digunakan selama 40
tahun lebih (Coelli, 1996). Metode utama yang menggunakan linier programming dan
metode ekonomterika adalah: 1) Data Envelopment Analysis; dan 2) Stokastic Frontier.
Pengukuran efisiensi modern ini pertama kali dirintis oleh Farrell (1957), bekerja sama
dengan Debreu dan Koopmans, dengan mendefinisikan suatu ukuran yang sederhana untuk
mengukur efisiensi suatu perusahaan yang dapat memperhitungkan input yang banyak.
Efisiensi yang dimaksudkan oleh Farrell terdiri dari efisiensi teknis (technical efficiency)
yang merefleksikan kemampuan dari suatu perusahaan untuk memaksimalkan output dengan
input tertentu, dan efisiensi alokatif (allocative efficiency) yang merefleksikan kemampuan
dari suatu perusahaan yang memanfaatkan input secara optimal dengan tingkat harga yang
telah ditetapkan. Kedua ukuran efisiensi ini kemudian dikombinasikan untuk menghasilkan
efisiensi ekonomis (total).

a. Pengukuran Berorientasi Input (Input-Oriented Measures)


Pengukuran berorientasi input menunjukkan sejumlah input dapat dikurangi secara
proporsional tanpa mengubah jumlah output yang dihasilkan. Farrell memberikan ilustrasi
dengan melibatkan perusahaan-perusahaan yang menggunakan dua input (X1 dan X2) untuk
memproduksi satu output (y) dengan asumsi constant return to scale.
Sebuah perusahaan menggunakan dua input yaitu X1 dan X2 untuk memproduksi output
sebesar y (asumsi constant return to scale). Isoquant SS1 menggambarkan kombinasi input
untuk menghasilkan tingkat output yang sama (efisien secara teknis). Isocost CC1
menggambarkan kombinasi input yang dapat dibeli oleh produsen dengan tingkat biaya yang
sama (efisien secara alokatif). Garis OM menunjukkan kombinasi input yang digunakan oleh
suatu perusahaan. Titik Q’ menunjukkan efisien secara teknikal dan alokatif. Titik M
menunjukkan ketidakefisienan karena tidak berada pada kurva isocost dan isoquant. Titik N

6
efisien secara alokatif sedangkan titik Q efisien secara teknis. Efisien secara teknis diperoleh
dari rasioTE = OQ/OM. Efisien secara alokatif diperoleh dari rasio AE = ON/OQ – selama
NQ merepresentasikan bahwa pengurangan biaya produksi akan terjadi jika produksi secara
teknis maupun alokatif efisien pada titik Q’. Sehingga total efisiensi sama dengan ON/OM –
NM adalah pengurangan biaya produksi.
Fungsi produksi yang menunjukkan fully efficient firm ’perusahaan yang efisien penuh’ (SS1)
secara praktek tidak diketahui. Oleh sebab itu, perlu diestimasi melalui sampel observasi dari
perusahaan-perusahaan dalam satu industri. Menurut Farrell untuk mengestimasi fungsi
produksi tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) non-parametric piecewise-linear
convex isoquant, dan b) fungsi parametrik, seperti bentuk Cobb-Douglas. Sedangkan Coelli
menggunakan pendekatan nonparametrik DEA untuk mengestimasi fungsi produksi yang
efisien tersebut.

X2/y
S AE=0N TE=OQ
0Q 0M
C
Q
N

Q1
S1

0 X1/y
C1
Catatan: AE: Efisiensi Alokatif; TE: Efisiensi Teknis
Sumber: Coelli, et.al., 1996.

Gambar 2.3 Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Input

Pada Gambar 2.3 tampak bahwa perusahaan menggunakan sejumlah input tertentu yaitu titik
M, untuk memproduksi satu unit output. Perusahaan yang tidak efisien secara teknis akan
berada di sepanjang titik QM, ketika seluruh input dapat dikurangi secara proposional tanpa
mengurangi jumlah outputnya. Umumnya ini direpresentasikan dengan persentasi yang
merupakan rasio antara QM/OM, ketika seluruh input dapat dikurangi. Efisiensi teknis dari
perusahaan dihitung berdasarkan rasio antara OQ dengan OM.
TEI = OQ/OM, atau sama dengan 1- QM/OM
0 < TEI < 1 (Indikator dari tingkat efisiensi dari perusahaan)
I menunjukkan input oriented measure.
Jika TEI = 1 menunjukkan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang efisien,
sebagai contoh titik Q, ketika TEI = 1 karena titik Q berada pada garis isoquant.
Jika rasio input terhadap harga direpresentasikan dengan garis CC1, maka dapat digunakan
untuk menghitung efisiensi alokatif. Efisiensi alokatif dari perusahaan yang beroperasi pada
tingkat harga p (tertentu) didefinisikan sebagai rasio dari ON/OQ.
AEI = ON/OQ

7
Sepanjang garis NQ menunjukkan pengurangan dari biaya produksi yang terjadi jika efisiensi
alokatif maupun teknis terjadi pada titik Q’ sehingga dapat terbentuk efisiensi ekonomi yang
merupakan rasio dari:
EEI = ON/OM,
ketika NM dapat direpresentasikan sebagai pengurangan biaya produksi. Sebagai catatan,
efisiensi teknis dan alokatif membentuk efisiensi ekonomi.
TEI X AEI = OQ/OM X ON/OQ = ON/OM
Semua nilai efisiensi berada antara nol dan satu.

b. Pengukuran Berorientasi Output (Output-Oriented Measures)


Orientasi output mengukur bilamana sejumlah output dapat ditingkatkan secara proporsional
tanpa mengubah jumlah input yg digunakan.

y D D f(x)
f(x) D
B
A A P
P B

0 0 C X
C X
Sumber: Coelli, et.al., 1996.

Gambar 2.4 Efisiensi Teknis Berorientasi Input dan Output dan Return to Scale

Sumber: Coelli, et.al., 1996.

Gambar 2.5 Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Output

Titik A dan B1 menggambarkan skala efisiensi yang dihasilkan oleh perusahaan A dan B1.
Kurva ZZ1 adalah kurva kemungkinan produksi (production possibility curve) yang
menunjukkan efisien secara teknis. Kurva DD1 menggambarkan kurva isorevenue (efisien
secara alokatif). Titik B dan B1 menggambarkan efisien secara teknikal karena terletak pada
isoquant. CB1 efisien secara alokatif karena terletak pada isorevenue DD1. B1 efisien secara
teknis dan alokatif. Titik OE menunjukkan kombinasi output yang dihasilkan oleh

8
perusahaan. Titik A merupakan titik inefisieni secara teknis maupun alokatif karena tidak
terletak pada ZZ1 dan DD1. AB merupakan inefisieni secara teknis yang berarti bahwa output
bisa ditingkatkan menjadi B tanpa adanya tambahan input. Penghitungan efisiensi teknis
dengan pendekatan output adalah rasio dari OA/OB. Isorevenue adalah garis yang
menggambarkan kombinasi output yang dihasilkan oleh perusahaan dengan tingkat
pendapatan yang sama. Efisiensi alokatif diperoleh melalui rasio OB/OC. Jika digabungkan,
maka menjadi efisiensi ekonomi OA/OB X OB/OC = OA/OC.

3. Studi Empiris Efisiensi Perbankan

Studi mengenai efisiensi perbankan sudah banyak dilakukan, khususnya dalam menganalisis
efisiensi perbankan konvensional. Pendekatan yang digunakan pun berbeda-beda. Ada yang
menggunakan pendekatan klasik dengan menggunakan rasio keuangan untuk melihat
efisiensi secara umum, dan ada juga yang menggunakan pendekatan lain, yaitu dengan
menggunakan data envelopment analysis (DEA). Pendekatan terakhir ini, beberapa tahun
terakhir ini paling sering digunakan. Di Indonesia sendiri sudah banyak studi yang mengukur
efisiensi perbankan umum baik dengan pendekatan intermediasi, pendekatan produksi, dan
pendekatan aset. Namun, studi mengenai efisiensi perbankan syariah sendiri belum banyak
dilakukan. Dalam bab ini akan disajikan beberapa studi empiris mengenai tingkat efisiensi
perbankan baik konvensional maupun syariah yang dilakukan di Indonesia dan efisiensi
perbankan di negara lain.

3.1 Efisiensi Perbankan Islam di Beberapa Negara


Studi mengenai efisiensi perbankan Islam di beberapa negara dilakukan oleh Donsyah
Yudistira pada tahun 2003. Studi ini dilakukan pada 18 perbankan syariah di seluruh dunia
selama periode 1997-2000. Studi ini dilatarbelakangi oleh fenomena perbankan syariah yang
berkembang cukup pesat selama beberapa tahun terakhir. Pengukuran kinerja dari perbankan
syariah didasari oleh suatu pengukuran nonparametrik, yaitu dengan menggunakan
pendekatan DEA dan dengan spesifikasi input output berdasarkan pendekatan intermediasi.
Untuk setiap tahun (j-th), variabel input dan output yang digunakan dapat dibaca pada Tabel
3.1.

Tabel 3.1 Spesifikasi Input dan Output Pendekatan Intermediasi (Yudistira, 2003)

Input Output
X1j Biaya Personalia Y1j Kredit yang Diberikan
X2j Aset Tetap Y2j Pendapatan Lainnya
X3j Dana Pihak Ketiga Y3j Aset Lancar

Data bank yang diobservasi diklasifikasikan menurut (1) wilayah, yaitu berdasarkan middle
east dan nonmiddle east dan (2) ukuran bank, yaitu small to medium Islamic banks dan large
Islamic banks.
Dalam penelitiannya ini, Yudistira menambahkan analisis tingkat efisiensi terhadap faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi bank

9
syariah adalah ukuran bank yang tercermin dari total aktiva bank, keuntungan bank, dan rasio
dari modal terhadap total aktiva, yang menggambarkan hubungan antara tingkat efisiensi
dengan tingkat risiko yang akan diambil oleh bank. Di samping itu, tingkat efisiensi bank
juga dipengaruhi oleh market power yang dicerminkan dengan rasio dana pihak ketiga (DPK)
bank syariah dengan total DPK perbankan nasional. Perbedaan kondisi geografis juga
dimasukkan sebagai variabel dummy. Yudistira juga memasukkan perbedaan antara bank
publik dan non-publik.
Secara keseluruhan efisiensi secara teknis dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ukuran bank
(size bank) yang diproksikan dari aset perbankan, tingkat keuntungan bank, rasio modal
terhadap aset untuk melihat risiko dari perbankan, rasio dari bank deposit dengan total
deposit yang merupakan proksi dari market power, dan ditambahkan variabel dummy untuk
membedakan wilayah middle east dan non middle east dan bank milik publik dan nonpublik.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, studi ini mendapatkan beberapa kesimpulan:
• Secara keseluruhan efisiensi yang dimiliki oleh 18 perbankan Islam yang diobservasi
mengalami sedikit inefisiensi di tingkat wajar 10 persen jika dibandingkan bank
konvensional. Hal ini disebabkan karena pada periode 1998 -1999 bank-bank tersebut
mengalami krisis global sehingga mempengaruhi kinerjanya. Lebih jauh disimpulkan
juga bahwa perbankan syariah ternyata masih sangat dipengarui oleh sistem keuangan
lain.
• Bank syariah yang berskala kecil cenderung tidak ekonomis. Oleh sebab itu, dianjurkan
agar bank-bank yang skala ekonominya masih kecil melakukan merger atau akuisisi.
• Berdasarkan wilayah, bank syariah yang berada di wilayah middle east lebih tidak
efisien dibandingkan bank yang berada di luar wilayah tersebut. Di samping itu, juga
ditemukan bahwa bank publik lebih tidak efisiensi dibandingkan dengan bank yang
bukan milik publik.

3.2 Efisiensi Perbankan di Indonesia


Studi mengenai efisiensi perbankan di Indonesia sudah banyak dilakukan, tidak hanya untuk
melihat tingkat efisiensi bank konvensional secara keseluruhan, tetapi juga untuk melihat
pengaruh merger dan akuisisi dari bank-bank nasional. Semenjak krisis, banyak bank
mengalami masalah sehingga pemerintah mendorong agar terjadi merger atau akuisisi di
antara perbankan itu sendiri yang pada akhirnya dapat memperbaiki kondisi kesehatan dari
bank-bank nasional. Hadad et.al. (2003) menganalisis dampak dari merger dan akuisisi dari
perbankan nasional dengan melihat pengaruh apakah bank-bank tersebut semakin efisien atau
tidak. Pendekatan yang digunakan dalam studi ini tidak jauh berbeda dengan pendekatan
yang digunakan dalam studi yang dilakukan oleh Yudistira yaitu, dengan menggunakan Data
Envelopment Analysis.
Analisis efisiensi dilakukan antarbank secara individu dan tipe bank dengan menggunakan
data bulanan dan tahunan dengan periode 1995-2003. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan aset (deposito sebagai input). Untuk
setiap tahun (j-th), variabel input dan output yang digunakan dapat dibaca pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Spesifikasi Input dan Output Pendekatan Aset (Hadad, et.al., 2003)

Input Output

10
X1j Beban Personalia/Total Aktiva Y1j Kredit ke Pihak Terkait
X2j Beban Bunga/Total Aktiva Y2j Kredit ke Pihak Lainnya
X3j Beban Lainnya/Aktiva Tetap Y3j Surat Berharga yang Dimiliki

Pilihan terhadap pendekatan DEA ini dilandasi oleh beberapa pertimbangan:


1. Sebagian besar penelitian yang pernah dilakukan untuk mengukur efisiensi perbankan
adalah dengan menggunakan aset approach. Dengan penggunaan pendekatan ini, maka
mudah untuk dilakukan penelitian-penelitian selanjuntnya yang berkaitan dengan
efisiensi perbankan dan membandingkan hasil penelitian analisis efisiensi perbankan di
Indonesia dengan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.
2. Peranan dari Bank Indonesia adalah sebagai institusi finansial yang mengumpulkan
tabungan dan mengubahnya menjadi kredit yang merupakan defisit unit. Atau dengan
perkataan lain, fungsi intermediasi dari bank penting untuk diteiliti.
3. Jika deposito diperhitungkan sebagai output, depocit services dikenakan kepada
nasabah bank dalam bentuk pembayaran tingkat bunga di bawah tingkat bunga pasar
daripada pengenaan dengan harga tertentu sebagai fee dari servis sehingga sulit
ditentukan harga dari deposito.
Berdasarkan studi tersebut diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.
a) Kredit yang terkait dengan bank mempunyai potensi pengembangan yang sangat
tinggi untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan. Surat berharga juga
mempunyai potensi yang tinggi.
b) Merger dari bank tidak selamanya membuat bank menjadi lebih efisien.
c) Sekelompok bank swasta nasional nondevisa dapat dikatakan merupakan yang
paling efisien selama 3 tahun (2001 - 2003) dalam kurun waktu analisis, yaitu 6
tahun, dibandingkan dengan bank-bank lainnya. Bank asing campuran sempat
menjadi yang paling efisien pada saat krisis perbankan tahun 1997, sedangkan
bank swasta nasional devisa paling efisien pada tahun 1998 dan 1999.

3.3 Efisiensi Perbankan di Kroasia


Jemric dan Vujcic (2002) menganalisis tingkat efisiensi bank di Kroasia dengan penggunaan
Data Envelopment Analysis (DEA). Pengukuran efisiensi perbankan di Kroasia ini didasari
oleh ukuran bank, struktur kepemilikan, tahun berdiri, dan kualitas aset pada periode 1995-
2000.
Berdasarkan analisis dengan DEA ditemukan bahwa bank asing memiliki tingkat efisiensi
yang paling tinggi dan bank yang baru lebih efisien daripada bank yang telah lama
beroperasi. Secara umum bank yang kecil lebih efisien, namun secara lokal bank yang besar
lebih efisien. Penyebab utama dari ketidakefisienan dalam perbankan di Kroasia adalah
jumlah tenaga kerja dan aset tetap.
Ada dua model yang digunakan dalam penelitian tersebut, yaitu: 1) CCR model yang
mengasumsikan constant return to scale dan 2) BCC model yang mengasumsikan variable
return to scale. Kedua model DEA tersebut di atas dapat diterapkan dengan menggunakan
dua pendekatan dalam mengukur tingkat efisiensi relatif, yaitu dengan: (1) pendekatan
produksi dan (2) pendekatan intermediasi. Dua pendekatan tersebut merefleksikan dua jalan

11
yang berbeda dalam mengevaluasi efisiensi perbankan. Pendekatan produksi memandang dari
perspektif manajemen biaya dengan pendapatan, sedangkan pendekatan intermediasi lebih
mekanikal yang memandang bank sebagai suatu entitas yang menggunakan tenaga kerja dan
modal dalam mentransformasikan simpanan menjadi pinjaman dan sekuritas. Untuk setiap
tahun (j-th) input dan output yang digunakan adalah seperti pada tabel 3.3 untuk pendekatan
produksi dan tabel 3.4 untuk pendekatan intermediasi.

Tabel 3.3 Spesifikasi Input dan Output Pendekatan Produksi (Jemric dan Vujcic, 2003)

Input Output
X1j Suku Bunga dan Biaya Terkait Y1j Tingkat Bunga dan Pendapatan Terkait
X2j Komisi untuk Jasa dan Biaya Terkait Y2j Pendapatan Nonbunga
X3j Biaya Tenaga Kerja
X4j Biaya Modal (amortisasi, biaya
pemeliharaan gedung, dll)

Tabel 3.4 Spesifikasi Input dan Output Pendekatan Intermediasi (Jemric dan Vujcic, 2003)

Input Output
X1j Aset Tetap dan Software Y1j Pinjaman yang Diberikan
X2j Jumlah Tenaga Kerja Y2j Securities Jangka Pendek yang
Dikeluarkan Pemerintah
X3j Dana Pihak Ketiga

Berdasarkan penelitian efisiensi perbankan di Kroasia ini, dapat disimpulkan bahwa bank-
bank milik asing memiliki rata-rata efisiensi paling tinggi. Di samping itu, juga ditemukan
bahwa bank-bank yang baru beroperasi ternyata lebih efisien daripada bank-bank yang sudah
lama beroperasi. Sementara dilihat dari ukurannya, bank-bank kecil lebih efisien daripada
bank-bank besar.
Studi ini juga menunjukkan bahwa bank-bank swasta lebih efisien daripada bank pemerintah,
sedangkan bank-bank asing lebih efisien daripada bank-bank lokal sehingga, kebijakan untuk
melakukan privatisasi dan mengizinkan bank asing untuk masuk adalah sebuah kebijakan
yang tepat.

3.4 Efisiensi Perbankan di Turki


Tidak jauh berbeda dengan penelitian-penelitian efisiensi perbankan Islam di beberapa
negara, efisiensi perbankan di Indonesia, dan efisiensi perbankan di Kroasia, penelitian
efisiensi di Turki pun dimaksudkan untuk melihat efisiensi perbankan sebelum dan sesudah
liberalisasi sektor keuangan. Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian efisiensi
perbankan di Turki adalah pendekatan non paramterik, dengan rentang waktu penelitian
tahun 1970 -1994. Pertanyaan utamanya adalah apakah kebijakan liberalisasi sektor keuangan
yang dilakukan oleh pemerintah Turki mempengaruhi tingkat efisiensi perbankan atau tidak.

12
Pendekatan DEA dilakukan dengan menganalisis fungsi produksi dan fungsi produksi
perbankan untuk menentukan hubungan antara kedua komponen operasional bank. Di dalam
DEA, pilihan terhadap variabel yang akan digunakan akan mempengaruhi hasil selanjutnya.
Namun, menurut Denizer dan Dinc (2000), terdapat hambatan di dalam menentukan variabel-
variabel yang akan digunakan. Pada umumnya hambatan tersebut adalah ketidaktersediaan
data dari variabel yang akan digunakan. Di samping itu, definisi terhadap fungsi perbankan
juga merupakan salah satu faktor penentu di dalam pemilihan variabel yang akan digunakan.
Di dalam penelitian efisiensi perbankan di Turki kali ini, variabel yang digunakan merujuk
kepada teori perbankan klasik. Dalam hal ini menurut Freixas dan Rochet (1997), fungsi
perbankan tradisional adalah melakukan pengumpulan dana dari masyarakat atau rumah
tangga atau perusahaan untuk disalurkan kembali dalam rangka membiayai kebutuhan
investasi perusahaan ataupun kebutuhan konsumsi masyarakat. Di dalam studi ini Denizer
dan Dinc menggunakan pendekatan intermediasi dan pendekatan produksi.
Di dalam pendekatan produksi, aktivitas perbankan dideskripsikan sebagai produksi dari jasa
kepada depositor dan peminjam. Faktor-faktor produksi tradisonal seperti tanah, tanaga kerja,
modal yang merupakan input dan semuanya digunakan untuk memproduksi output yang
diinginkan. Permasalahan utama di dalam penggunaan pendekatan ini adalah ukuran yang
akan digunakan bagi output, apakah jumlah akun, jumlah akun yang beroperasi, atau nilai
dari akun. Yang paling banyak digunakan adalah jumlah nilai dari akun.
Sedangkan pendekatan intermediasi pada dasarnya merupakan komplemen pendekatan
produksi di dalam aktivitas perbankan, khususnya dalam mentransformasikan uang yang
dipinjam dari depositor kepada peminjam. Dalam hal ini karakteristik deposit adalah visibel,
likuid, dan tidak berisiko, sedangkan pinjaman indivisibel, tidak likuid, dan berisiko. Dalam
pendekatan ini, input dianggap sebagai modal keuangan dan output diukur melalui jumlah
pinjaman atau investasi yang ada. Denizer dan Dinc, menggunakan variabel-variabel seperti
pada tabel 3.5 dan 3.6.

Tabel 3.5 Spesifikasi Input dan Output Pendekatan Produksi (Denizer dan Dinc, 2000)

Input Output
X1j Modal Bank Y1j Dana Pihak ketiga
X2j Biaya Tenaga Kerja Y2j Pendapatan Fee dan Komisi
X3j Bunga + Fee yang Dibayar Bank

Tabel 3.6 Spesifikasi Input dan Output Pendekatan Intermediasi (Denizer dan Dinc, 2000)

Input Output
X1j Biaya Operasional (di luar biaya Y1j Pinjaman yang Diberikan
tenaga kerja)
Y2j Pendapatan Lainnya

Hasil yang diperoleh dengan pendekatan CCR dan BCC menunjukkan bahwa liberalisasi
sektor keuangan memberikan dampak yang positif kepada efisiensi perbankan secara
keseluruhan. Menurut Denizer et.al, jika liberalisasi memberikan dampak yang positif kepada

13
efisiensi di sektor perbankan, maka diharapkan nilai efisiensi akan terus meningkat seiring
dengan perjalanan waktu.
Nilai rata-rata efisiensi yang diperoleh selama periode 1970 -1994 dengan penggunaan
pendekatan produksi berkisar antara 80%-47%. Akan tetapi, semenjak dilakukan liberalisasi,
nilai efisiensi perbankan cenderung stabil pada kisaran 70%-80%. Bahkan setelah liberalisasi,
efisiensi perbankan terus mengalami peningkatan hingga 1984. Setelah itu, efisiensi
perbankan cenderung berfluktuasi.
Dengan penggunaan CCR, nilai efisiensi dengan pendekatan intermediasi lebih rendah
dibandingkan dengan pendekatan produksi. Namun, kecenderungannya dari tahun ke tahun
menunjukkan hasil yang sama. Nilai efisiensi berkisar antara 35% - 82%. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi dasar perbankan mentransformasikan deposit menjadi pinjaman
tidak berjalan dengan baik.
Studi yang dilakukan Denizer dan Dinc ini tidak hanya melihat efisiensi perbankan secara
keseluruhan, tetapi melihat juga efisiensi perbankan setelah liberalisasi berdasarkan jenis
bank (private atau state bank). Dari hasil yang diperoleh tampak bahwa nilai efisiensi
menunjukkan ketidakstabilan selama periode pengamatan. Di antara dua pendekatan,
pendekatan intermediasi berekasi lebih baik dengan adanya kebijakan baru.
Di samping itu, ada ketidaksinkronan antara nilai efisiensi antara private bank dengan state
bank. Dengan skala ekonomi yang lebih kecil dan struktur yang lebih dinamis, diharapakan
private bank akan berekasi positif dengan adanya liberalisasi. Namun, hasil pengolahan data
menunjukkan sebaliknya. Hal ini dapat dijelaskan, dengan kondisi ketidakstabilan
makroekonomi yang terjadi pada saat itu atau pengambilan kesimpulan yang terlalu dini pada
saat itu.

4. Metodologi Penelitian

Metodologi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode nonparametric Data
Envelopment Analaysis (DEA). DEA merupakan suatu teknik programa linier yang
digunakan untuk mengevaluasi bagaimana suatu proses pengambilan keputusan dalam suatu
unit, dalam hal ini bank syariah, beroperasi secara relatif dengan bank syariah lain dalam
sampel. Selanjutnya proses tersebut akan membentuk suatu garis frontier yang terbentuk dari
bank-bank yang efisien yang kemudian dibandingkan dengan bank-bank yang tidak efisien
untuk menghasilkan nilai efisiensinya masing-masing. Nilai efisiensi tersebut akan terletak di
antara nol dan satu. Bank yang efisien akan memiliki nilai satu. Namun, dalam pengertian
bank yang paling efisien itu tidak berarti memberikan output yang paling maksimum di
antara sampel bank syariah yang ada, tetapi memberikan gambaran best practices dari output
di antara bank-bank syariah lainnya.

4.1 Data Envelopment Analysis


Data envelopment analysis pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes
pada tahun 1978 dan 1979. Semenjak itu pendekatan dengan menggunakan DEA ini banyak
digunakan di dalam penelitian-penelitian operasional dan ilmu manajemen. Pendekatan DEA
lebih menekankan pendekatan yang berorientasi kepada tugas dan lebih memfokuskan
kepada tugas yang penting, yaitu mengevaluasi kinerja dari unit pembuat keputusan/UPK
(decision making units). Analisis yang dilakukan berdasarkan kepada evaluasi terhadap

14
efisiensi relatif dari UPK yang sebanding. Selanjutnya UPK-UPK yang efisien tersebut akan
membentuk garis frontier. Jika UPK berada pada garis frontier, maka UPK tersebut dapat
dikatakan efisien ralatif dibandingkan dengan UPK yang lain dalam peer group-nya. Selain
menghasilkan nilai efisiensi masing-masing UPK, DEA juga menunjukkan unit-unit yang
menjadi referensi bagi unit-unit yang tidak efisien.

Dimana, DMU = UPK; n = UPK yang akan dievaluasi; m = input-input yang berbeda; p =
output-output yang berbeda; xij = jumlah input I yang dikonsumsi oleh UPKj; ykj = jumlah
output k yang diproduksi oleh UPKj.
Semenjak tahun 1980-an, pendekatan ini banyak digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi
dari industri perbankan secara nasional. Pendekatan DEA ini merupakan pendekatan
nonparametric. Oleh karena itu, pendekatan ini tidak memerlukan asumsi awal dari fungsi
produksi. Namun, kelemahan DEA adalah bahwa pendekatan ini sangat sensitif terhadap
observasi-observasi ekstrem. Asumsi yang digunakan adalah tidak ada random error, deviasi
dari frontier diindikasikan sebagai inefisiensi. Ada dua model yang sering digunakan dalam
pendekatan ini, yaitu model CCR (1978) dan model BCC (1984).

4.1.1 Constant Return to Scale (CRS)


Model constant return to scale dikembangkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (Model
CCR) pada tahun 1978. Model ini mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan input dan
output adalah sama (constant return to scale). Artinya, jika ada tambahan input sebesar x
kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga. Asumsi lain yang digunakan dalam
model ini adalah bahwa setiap perusahaan atau unit pembuat keputusan (UPK) beroperasi
pada skala yang optimal. Rumus dari constant return to scale dapat dituliskan sebagai
berikut:

dimana maksimisasi di atas merupakan efisiensi teknis (CCR), xij adalah banyaknya input tipe
ke-i dari UPK ke-j dan ykj adalah jumlah output tipe ke-k dari UPK ke-j. Nilai efisinesi selalu
kurang atau sama dengan 1. UPK yang nilai efisiensinya kurang dari 1 berarti inefisiensi
sedangkan UPK yang nilai efisiensinya sama dengan 1 berarti UPK tersebut efisien.

15
Gambar 4.1 Frontier Efisien Model CCR

4.1.2 Variable Return to Scale (VRS)


Model ini dikembangkan oleh Banker, Charnes, dan Cooper (model BCC) pada tahun 1984
dan merupakan pengembangan dari model CCR. Model ini beranggapan bahwa perusahaan
tidak atau belum beroperasi pada skala yang optimal. Asumsi dari model ini adalah bahwa
rasio antara penambahan input dan output tidak sama (variable return to scale). Artinya,
penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali,
bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Rumus variable return to scale (VRS) dapat
dituliskan dengan program matematika seperti berikut ini:

Maksimisasi di atas merupakan nilai efisiensi teknis (BCC), xij adalah banyaknya input tip
eke-I dari UPK ke-j, dan yrj adalah jumlah output tipe ke-r dari UPK ke-j. Nilai dari efisiensi
tersebut selalu kurang atau sama dengan 1. UPK yang nilai efisiensinya kurang dari 1 berarti
inefisiensi sedangkan UPK yang nilainya sama dengan 1 berarti UPK tersebut efisien.

16
Gambar 4.2 Efisiensi Frontier Model BCC

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah VRS (variable return to scale).
Alasan pemilihan skala efisiensi model VRS ini adalah studi ini ingin mengetahui tingkat
efisiensi sebenarnya (tanpa dibatasi oleh kendala apa pun).

4.1.3 Efisiensi Skala


Pada umumnya suatu bisnis atau unit pengambil keputusan (UPK), seperti bank, mempunyai
karakteristik yang mirip satu sama lain. Namun, biasanya tiap bank bervariasi dalam ukuran
dan tingkat produksinya. Hal ini mengisyaratkan bahwa ukuran bank memiliki peran penting
yang menentukan efisiensi atau inefisiensi relatifnya. Model CCR mencerminkan (perkalian)
efisiensi teknis dan efisiensi skala, sedangkan model BCC mencerminkan efisiensi teknis
saja, sehingga efisiensi skala relatif adalah rasio dari efisiensi model CCR dan model BCC.
Sk = qk,CCR/qk,BCC
Jika nilai S = 1 berarti bahwa UPK tersebut beroperasi pada ukuran efisiensi skala terbaik.
Jika nilai S kurang dari satu berarti masih ada inefisiensi skala pada UPK tersebut. Sehingga,
nilai (1-S) menunjukkan tingkat inefisiensi skala dari UPK tersebut. Jadi, UPK yang efisien
dengan model CCR berarti juga efisien skalanya. Sedangkan, UPK yang efisien dengan
model BCC tapi tidak efisien dengan model CCR berarti memiliki inefisiensi skala. Hal ini
karena UPK tersebut efisien secara teknis, sehingga infisiensi yang ada berasal dari skala.

4.2 Data Yang Digunakan


Bank yang dianalisis dalam penelitian adalah semua perbankan syariah di Indonesia, baik
Bank Umum Syariah (BUS) maupun Bank Umum Konvensional yang membuka Unit Usaha
Syariah (UUS). Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa laporan
keuangan bank (neraca maupun rugi laba) periode 2002 – 2004.

4.3 Spesifikasi Input Output


Seperti telah disebutkan di dalam bab 1 bahwa penelitian ini dimaksudkan untuk melihat
tingkat efisiensi perbankan syariah dengan penggunaan tiga pendekatan, yaitu pendekatan
intermediasi, pendekatan produksi, dan pendekatan aset.

17
Spesifikasi dari input dan ouput yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada
beberapa penelitian empiris yang ada. Pendekatan intermediasi menggunakan spesifikasi
input dan output yang digunakan dalam penelitian efisiensi perbankan Islam yang dilakukan
oleh Yudistira (2003), pendekatan aset menggunakan spesifikasi input dan output yang
digunakan dalam penelitian Hadad et.al. (2003), dan pendekatan produksi menggunakan
spesifikasi input dan output yang digunakan dalam penelitian Jemric-Vujcic (2002).

4.3.1 Pendekatan Intermediasi


Variabel input dan output yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
yang digunakan oleh Yudistira (2003). Adapun spesifikasi variabel yang akan digunakan
dalam pendekatan ini adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1 Spesifikasi Input dan Output Pendekatan Intermediasi

Input Definisi Fungsi Sumber


X1j Biaya Tenaga Kerja CF Lap. Laba/Rugi
X2j Aktiva Tetap PF Neraca
X3j Dana Pihak Ketiga PF Neraca

Output Definisi Sumber


Y1j Pinjaman yang Diberikan PF Neraca
Y2j Pendapatan Lainnya CF Lap. Laba/Rugi
Y3j Aktiva Lancar PF Neraca
CF: Cost Function; PF:Production Function

4.3.2 Pendekatan Produksi


Variabel input dan ouput yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada variabel-
variabel yang digunakan dalam penelitian Jemric-Vujcic (2002) sebagai berikut.

Tabel 4.2 Spesifikasi Input dan Output Pendekatan Produksi

Input Definisi Fungsi Sumber


X1j Biaya Bunga CF Lap. Laba/Rugi
X2j Biaya Personalia CF Lap. Laba/Rugi
X3j Biaya Operasional Lainnya CF Lap. Laba/Rugi

Output Definisi Sumber


Y1j Pendapatan Bunga CF Lap. Laba/Rugi
Y2j Pendapatan Operasional Lainnya CF Lap. Laba/Rugi
CF: Cost Function; PF:Production Function

5. Hasil dan Analisis

18
5.1 Hasil
Seperti telah disebutkan dalam bab metodologi penelitian bahwa DEA adalah ukuran
efisiensi relatif yang mengukur efisiensi unit pengambil keputusan (UPK) yang ada
dibandingkan dengan UPK lain yang efisien. Dalam analisis DEA dimungkinkan ada
beberapa UPK yang mempunyai tingkat efisiensi 100%. Di samping mengukur tingkat
efisiensi relatif suatu UPK terhadap UPK dalam kelompoknya, DEA juga dapat melihat
sumber ketidakefisienan dengan ukuran peningkatan potensial (potential improvement) dari
masing-masing variabel input dan output.
Industri perbankan syariah merupakan industri yang baru tumbuh, sehingga jumlah bank
syariah pun relatif masih sedikit dibandingkan dengan bank konvensional. Oleh karena itu,
jumlah bank syariah yang masuk dalam analisis pun sedikit. Di samping itu, pengukuran
efisiensi dengan menggunakan pendekatan DEA sangat rentan terhadap nilai nol atau yang
mendekati nol, karena dasar pengukuran yang digunakan dalam DEA adalah programa linier
dengan pembobotan. Adanya angka kecil yang mendekati nol dapat menyebabkan fluktuasi
bobot menjadi amat tinggi dan bisa tak terhingga. Sedangkan adanya angka negatif tidak
memungkinkan dijalankannya analisis DEA karena angka negatif mengimplikasikan sebuah
titik kombinasi yang tidak terdapat di dalam “closed set” (Hadad et.al., 2003). Dalam
analisis ini cukup banyak data bank syariah yang tidak tersedia sehingga akhirnya hanya
sedikit jumlah bank syariah yang dapat diobservasi.

5.1.1 Pendekatan Intermediasi


Pendekatan intermediasi merupakan pendekatan pertama yang akan digunakan untuk
mengukur efisiensi bank syariah. Pendekatan ini dimaksudkan untuk melihat fungsi bank
sebagai perantara antara pihak-pihak yang kelebihan dana dan pihak-pihak yang kekurangan
dana. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Perhitungan Efisiensi Pendekatan Intermediasi

2002 BUS 1 BUS 2 BUS 3 UUS 4 UUS 5 UUS 6 UUS 7 UUS 8 UUS 9 UUS 10 Rata2
CCR 100.00 100.00 - - 100.00 47.94 100.00 83.35 - 97.42 89.82
BCC 100.00 100.00 - - 100.00 100.00 100.00 100.00 - 100.00 100.00
Ref 0/0 3/0 2/0 -/0 2/0 -/1 -/0
Skala 1.00 1.00 1.00 0.48 1.00 0.83 0.97 0.90
2003 BUS 1 BUS 2 BUS 3 UUS 4 UUS 5 UUS 6 UUS 7 UUS 8 UUS 9 UUS 10 Rata2
CCR 100.00 100.00 - - 100.00 99.58 100.00 100.00 - 100.00 100.00
BCC 100.00 100.00 - - 100.00 100.00 100.00 100.00 - 100.00 100.00
Ref 0/0 1/0 1/0 -/0 0/0 1/0 1/0
Skala 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
2004 BUS 1 BUS 2 BUS 3 UUS 4 UUS 5 UUS 6 UUS 7 UUS 8 UUS 9 UUS 10 Rata2
CCR 87.45 100.00 - - 100.00 65.17 100.00 55.46 - 100.00 86.87
BCC 98.03 100.00 - - 100.00 100.00 100.00 100.00 - 100.00 100.00

19
Ref 2/1 3/1 -/0 3/1 -/1 1/0
Skala 0.89 1.00 1.00 0.65 1.00 0.55 1.00 0.87
FDR 108.34 95.98 91.74 216.60 154.55 132.94 315.74

Dari tabel 5.1 terlihat bahwa bank syariah secara teknis relatif efisien (model BCC) dari
tahun 2002 – 2004, hanya ada sedikit penurunan efisiensi dari BUS 1 pada tahun 2004. Hasil
tahun 2002 dan 2003 yang menunjukkan semua bank syariah berada pada garis frontier perlu
dicermati, karena hal ini berarti terjadi self identifier. Namun demikian, dari segi skala bank
syariah belum efisien, terutama pada tahun 2004, dimana rata-rata efisiensi skala turun
menjadi 86.87%. Bank syariah yang relatif efisien dari segi teknis dan skala selama tiga tahun
adalah BUS 2, UUS 5, dan UUS 7. Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum bank syariah
(yang diamati) relatif telah menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik.
Hal ini juga ditunjukkan oleh angka financing to deposit ratio (FDR) bank syariah secara
nasional yang tinggi mencapai 112.3% tahun 2002, 96.6% tahun 2003, dan 96.9% tahun
2004. Angka FDR yang terlalu tinggi perlu dicermati, karena ada kemungkinan bank tersebut
mengalami kesulitan penghimpunan dana yang tidak dapat mengimbangi kecepatan
penyaluran dana/pembiayaannya.
Apabila hasil perhitungan efisiensi teknis intermediasi DEA (model BCC) dibandingkan
dengan ukuran financing to deposit ratio (FDR) individu bank syariah, hasilnya secara umum
dapat dikatakan konsisten dengan sedikit variasi, meskipun hal ini harus dilihat dengan hati-
hati karena banyak bank syariah yang diamati memiliki FDR yang jauh di atas 100%. Variasi
ini disebabkan oleh variabel yang digunakan dalam DEA lebih banyak (tiga input dan tiga
output), sedangkan FDR hanya merupakan satu variabel output dan input yang digunakan
dalam pendekatan DEA. Selain itu, spesifikasi input dan output yang merujuk pada Yudistira
(2003) mungkin perlu dikaji lebih dalam agar spesifikasi yang dipilih benar-benar
mencerminkan karakteristik bank syariah.
Metode DEA juga dapat menjelaskan bank syariah mana saja yang paling banyak dijadikan
referensi oleh bank syariah lainnya. Pada tabel 5.1 tampak bahwa di antara bank syariah yang
efisien pada tahun 2004, BUS 2, UUS 5, dan UUS 7 paling banyak dijadikan referensi oleh
bank syariah lain yang kurang efisien untuk meningkatkan efisiensinya.

Tabel 5.2 Potensi Peningkatan Efisiensi Menurut Pendekatan Intermediasi (%)

Input CCR BCC


Biaya Tenaga Kerja -12.53 -23.11
Aktiva Tetap -10.07 -2.12
Dana Pihak Ketiga -10.88 -2.83

Output
Pinjaman yang Diberikan 0.00 0.00
Pendapatan Lainnya 0.00 0.00
Aktiva Lancar 66.56 71.94

Dari hasil pengolahan data tahun 2004 (tabel 5.2) dapat dilihat bahwa peningkatan aktiva
lancar atau aset liquid memiliki potensi yang besar. Artinya, penempatan pada aset liquid

20
seperti SWBI dapat ditingkatkan. Namun, alokasi terhadap aset liquid perlu
mempertimbangkan komposisi yang cukup untuk penyaluran pembiayaan. Selain itu, dari sisi
input masih ada ruang untuk penghematan biaya tenaga kerja.

5.1.2 Pendekatan Produksi


Pendekatan kedua yang digunakan adalah pendekatan produksi, yaitu pendekatan yang
digunakan untuk melihat efisiensi perbankan dari sisi operasionalisasinya. Hasil analisis
dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3 Perhitungan Efisiensi Pendekatan Produksi

2002 BUS 1 BUS 2 BUS 3 UUS 4 UUS 5 UUS 6 UUS 7 UUS 8 UUS 9 UUS 10 Rata2
CCR 87.11 100.00 100.00 100.00 100.00 4.55 100.00 57.63 - 100.00 83.25
BCC 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 - 100.00 100.00
Ref -/0 1/0 1/0 3/2 1/0 -/2 1/1 -/0 3/3
Skala 0.87 1.00 1.00 1.00 1.00 0.05 1.00 0.58 1.00 0.83
2003 BUS 1 BUS 2 BUS 3UUS 4 UUS 5 UUS 6 UUS 7 UUS 8 UUS 9 UUS 10 Rata2
CCR 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 22.57 60.93 86.67 51.17 100.00 82.13
BCC 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 57.63 62.25 90.17 100.00 100.00 91.01
Ref 0/1 2/1 0/0 1/5 4/2 -/- -/- -/- -/1 1/1
Skala 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 0.39 0.98 0.96 0.51 1.00 0.84
2004 BUS 1 BUS 2 BUS 3UUS 4 UUS 5 UUS 6 UUS 7 UUS 8 UUS 9 UUS 10 Rata2
CCR 91.56 100.00 66.38 94.07 100.00 43.96 100.00 100.00 30.84 100.00 82.68
BCC 100.00 100.00 74.48 100.00 100.00 47.86 100.00 100.00 31.34 100.00 85.37
Ref -/0 1/1 -/- -/3 1/0 -/- 2/2 5/4 -/- 1/1
Skala 0.92 1.00 0.89 0.94 1.00 0.92 1.00 1.00 0.98 1.00 0.97
BOPO 85.11 81.81 109.32 87.23 69.89 160.11 86.14 70.28 298.76 84.34

Berdasarkan pendekatan produksi ini, tampak bahwa rata-rata efisiensi teknis bank syariah
cukup tinggi, namun menurun pada beberapa UUS dari 91% di tahun 2003 menjadi 85% di
tahun 2004. UUS 6 mengalami penurunan efisiensi terbesar. Hasil tahun 2002 perlu
dicermati, karena terjadinya self identifier. Namun demikian, dari segi skala bank syariah
menunjukkan efisiensi tinggi dan terus meningkat dari tahun ke tahun, hingga mencapai 97%
di tahun 2004. Secara keseluruhan, BUS 2 UUS 5, UUS 7, UUS 8, dan UUS 10 merupakan
bank-bank syariah paling efisien. Sementara itu, UUS 8, UUS 7, dan BUS 2 paling sering
dijadikan referensi oleh bank syariah lainnya.
Apabila hasil perhitungan efisiensi teknis produksi DEA dibandingkan dengan ukuran biaya
operasi dibagi pendapatan operasi (BO/PO), perhitungan efisiensi antara DEA dengan BOPO
menunjukkan hasil yang konsisten. Meskipun variabel yang digunakan dalam DEA lebih
banyak (empat input dan dua output), sedangkan BOPO hanya merupakan satu variabel
output dan input yang digunakan dalam pendekatan DEA, kedua hasil perhitungan
menunjukkan kecenderungan yang sama, karena spesifikasi variabel input dan output untuk

21
pendekatan DEA merupakan komponen-komponen BOPO. Ketidakefisienan yang ada di
bank syariah pada dasarnya dapat disempurnakan.
Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 5.4 tampak bahwa pendapatan operasional
paling berpotensi untuk meningkatkan efisiensi. Di samping itu, dari sisi input, biaya
personalia dan biaya operasional lainnya juga masih dapat dihemat cukup besar untuk
meningkatkan efisiensi.

Tabel 5.4 Potensi Peningkatan Efisiensi Menurut Pendekatan Produksi (%)

Input CCR BCC


Biaya Bunga -8.1 -3.67
Biaya Personalia -22.6 -40.08
Biaya Operasional Lainnya -20.32 -31.55

Output
Pendapatan Bunga 0.0 0.0
Pendapatan Operasional Lainnya 48.98 24.71

Dalam hal ini potensi pengembangan input dilihat secara negatif, sedangkan output dilihat
secara positif. Artinya, jika pada tahun 2004, beban personalia memiliki potensi
pengembangan sebesar 27,8%, maka input tersebut masih dapat ditingkatkan efisiensinya
dengan penekanan biaya sebesar 27,8% dari nilai rata-rata beban personalia bank per bulan
pada tahun tersebut.
Dengan memperhatikan ke dua ukuran efisiensi, terlihat bahwa BUS 2, UUS 5, dan UUS
7 merupakan bank syariah paling efisien. Apabila dilihat lebih jauh, dengan memperhatikan
ukuran efisiensi konvensional, maka BUS 2 adalah bank umum syariah paling efisien,
sedangkan UUS 5 adalah unit usaha syariah paling efisien.Sementara itu, bank yang paling
tidak efisien adalah UUS 6 dan UUS 9.

5.2 Analisis
1. Sampel data yang terlalu sedikit menyebabkan perhitungan efisiensi dari UPK cenderung
mengalami “self identifier” dan kurang representatif, sehingga perlu diperluas lagi
observasi dari bank yang akan digunakan.
2. Hasil perhitungan efisiensi ini harus dinterpretasikan secara hati-hati dengan
memperhatikan keterbatasan data dari sisi variabilitas karakteristik, ukuran, dan umurnya,
serta terbatasnya jumlah observasi.
3. Salah satu kelemahan DEA adalah bahwa metode ini sensitif terhadap observasi ekstrim
(karena asumsi dasarnya adalah bahwa kesalahan random tidak ada dan semua deviasi
dari garis frontier dianggap sebagai inefisiensi). Sementara itu, bank syariah yang
digunakan dalam sampel bervariasi dari karakternya (BUS dan UUS, bank nasional dan
bank daerah, bank milik pemerintah dan milik swasta), dari besarnya (total aset bervariasi
dari ratusan milyar sampai beberapa triliun), dan dari maturity-nya (umur bank syariah
bervariasi dari satu tahun sampai dua belas tahun). Karena jumlah bank syariah yang
masih relatif sedikit, analisis dengan memisahkan sesuai kelompoknya belum bisa
dilakukan, karena jumlah observasi setiap kelompok akan semakin sedikit dan kurang

22
dari jumlah observasi minimum yang direkomendasikan (DEA membolehkan jumlah
observasi terbatas lebih dari lima). Oleh karena itu, menginterpretasikan hasil yang ada
harus dilakukan dengan hati-hati terhadap kekurangan ini.
4. Pendekatan intermediasi dan produksi yang digunakan dalam studi ini diadopsi langsung
dari teori input output perbankan konvensional (yang juga masih diperdebatkan
kesesuaiannya untuk mencerminkan karakteristik bank konvensional) tanpa penyesuaian
yang cukup untuk dapat mencerminkan karakterisitik khusus bank syariah yang berbeda
dengan karakteristik bank konvensional. Oleh karena itu, interpretasi terhadap hasil
perhitungan ini harus juga dilakukan dengan hati-hati dan selalu memperhatikan
kekurangan ini.
5. Metode nonparametrik DEA tidak membutuhkan asumsi apriori tentang bentuk analitis
dari fungsi produksi (seperti yang disyaratkan pada metode parametrik), sehingga tidak
terlalu memaksakan bentuk frontier efisien yang akan meminimalkan kesalahan
spesifikasi, namun penggunaan variabel yang berasal dari bentuk fungsi yang sama
dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Dalam studi ini, variabel input dan
output yang digunakan tidak selalu berasal dari fungsi yang sama. Sebagai contoh, dalam
pendekatan intermediasi, semua variabel input dan output berasal dari fungsi produksi,
namun karena tidak adanya data mengenai jumlah karyawan, variabel input ini digantikan
dengan biaya personalia sebagai proksinya, yang sebenarnya berasal dari fungsi biaya.
Contoh lain, dalam pendekatan aset, semua variabel input berasal dari fungsi biaya,
sedangkan semua variabel output berasal dari fungsi produksi. Meskipun hal ini tidak
dilarang untuk digunakan dalam metode DEA, namun masih diperdebatkan dan belum
ada kata sepakat. Oleh karena itu, interpretasi hasil juga harus memperhatikan hal ini.
6. Metode DEA mengukur efisiensi relatif (frontier efficiency atau X-efficiency), bukan
efisiensi absolut (scale efficiency), dari UPK dalam sampel (peer group), sehingga yang
dimaksud dengan efisien disini adalah lebih dekat kepada best practices (atau cost-
efficient frontier) dari industri yang bersangkutan. Untuk mengukur efisiensi suatu
industri yang baru berkembang dengan jumlah pemain (UPK) yang masih terbatas, seperti
industri perbankan syariah di Indonesia dalam studi ini, ukuran efisiensi yang dihasilkan
mungkin belum dapat sepenuhnya mencerminkan best practices dari industri, karena
mereka juga masih berkembang mencari bentuk menuju common best practices. Selain
itu, best practices dalam industri perbankan syariah (jika ada) belum tentu mencerminkan
bentuk dan operasi bank syariah yang ideal karena ukuran-ukuran yang dipakai disini
masih menggunakan ukuran konvensional.
7. Perbankan syariah Indonesia mulai mengalami pertumbuhan yang cepat dan dimasuki
pemain baru sejak 1999, yaitu sejak undang-undang perbankan yang baru menerapkan
dual banking system, ketika bank konvensional dan bank syariah diperbolehkan
beroperasi berdampingan. Undang-undang perbankan ini membolehkan bank
konvensional untuk membuka unit usaha syariah (UUS). Jumlah bank syariah tumbuh
dari 2 BUS dan 3 UUS pada tahun 2000 dan 2001, 2 BUS dan 6 UUS pada tahun 2002, 2
BUS dan 8 UUS pada tahun 2003, 3 BUS dan 15 UUS pada tahun 2004, dan menjadi 3
BUS dan 19 UUS pada tahun 2005.
8. Untuk analisis efisiensi bank syariah di tingkat bank (nasional), jumlah bank syariah yang
masih relatif sedikit membatasi hasil yang diperoleh karena DEA mengukur efisiensi
relatif di antara kelompoknya. Ketidaklengkapan data mengurangi jumlah bank syariah
yang dapat digunakan dalam observasi, karena metode DEA mensyaratkan adanya data
yang lengkap untuk semua variabel. Kekurangan data pada satu field variabel saja akan
menyebabkan bank yang bersangkutan harus dikeluarkan dari sampel.

23
9. Meskipun DEA dapat digunakan dengan jumlah observasi sedikit (direkomendasikan
sedikitnya lima observasi), minimnya jumlah observasi mengakibatkan terjadinya self
identifier untuk perhitungan berdasar variable return to scale atau VRS (model BCC)
pada pendekatan intermediasi tahun 2002 dan 2003, serta pendekatan produksi tahun
2002. Minimnya jumlah observasi tidak menimbulkan masalah self identifier untuk
perhitungan berdasar constant return to scale atau CRS (model CCR), namun hasilnya
kurang representatif karena jumlah sampel belum cukup untuk mewakili populasinya
yang beragam.
10. Apabila analisis efisiensi dilakukan di tingkat kantor bank, maka hasilnya akan cukup
baik dan robust untuk dijadikan bahan kajian dan acuan karena jumlah kantor bank
syariah telah mencapai 67 kantor pada tahun 2000 dan tumbuh pesat menjadi 253 kantor
pada tahun 2003 dan menjadi 439 kantor pada tahun 2005.
11. Dengan memperhatikan jumlah observasi dan masalah self identifier, hasil perhitungan
efisiensi yang dapat digunakan untuk analisis untuk pendekatan intermediasi dan produksi
hanya observasi tahun 2002 – 2004. Selain itu, seperti yang diperkirakan dalam teori,
hasil perhitungan efisiensi dengan model BCC selalu memiliki nilai yang lebih besar dari
hasil perhitungan efisiensi dengan model CCR. Hasil perhitungan dengan model BCC
(efisiensi teknis) tampak lebih tepat mencerminkan keadaan bank syariah saat ini yang
masih dalam tahap perkembangan, karena dari segi skala (yang dicerminkan model
CCR/BCC) sangat bervariasi.
12. Sebagian besar bank syariah yang diobservasi relatif efisien secara teknis (dengan model
BCC) dari pendekatan intermediasi (100%) dan produksi (85%) pada tahun 2004.
Demikian juga, bank syariah relatif efisien secara skala dari pendekatan intermediasi
(87%) dan produksi (97%). Secara umum dari pendekatan produksi bank syariah
mengalami penurunan efisiensi teknis, namun mengalami peningkatan efisiensi skala
karena pada saat itu bank syariah cukup agresif dalam berekspansi membuka kantor-
kantor baru.
13. Dari hasil perhitungan efisiensi teknis dan skala dengan pendekatan intermediasi dan
produksi, terlihat bahwa BUS 2, UUS 5 dan UUS 7 merupakan bank syariah paling
efisien. Sementara itu, bank yang paling kurang efisien adalah UUS 6 dan UUS 9.
14. Dari segi intermediasi, efisiensi bank syariah, secara konvensional, dapat ditunjukkan dari
financing to deposit ratio (FDR) yang tinggi (96.6% pada tahun 2003 dan 98.1% pada
tahun 2004), yang jauh lebih tinggi dari loan to deposit ratio (LDR) bank konvensional
yang masih rendah (53.7% pada tahun 2003 dan 58.48% pada tahun 2004). Efisiensi
intermediasi relatif DEA bersesuaian dengan angka FDR di atas 90%. Hal ini dapat
dijelaskan dari karakteristik bank syariah yang dalam intermediasinya mengutamakan
untuk memberikan pembiayaan ke sektor riil. Selain itu, permintaan akan pembiayaan
masih memiliki potensi yang besar dibandingkan kemampuan bank syariah untuk
menyalurkannya. Peningkatan efisiensi terutama dapat dilakukan dengan meningkatkan
aset likuid di sisi output. Namun, hal ini harus dilihat secara hati-hati agar tidak malah
menimbulkan penurunan portofolio pembiayaan. Kemungkinan spesifikasi input dan
output yang mengadopsi spesifikasi bank konvensional tidak sepenuhnya tepat untuk
mencerminkan karakteristik khusus bank syariah yang sesungguhnya.
15. Dari segi produksi bank syariah juga efisien apabila dilihat dari ukuran konvensional.
Efisiensi produksi relatif DEA bersesuaian dengan angka BOPO sedikit di atas 80%
(yang merupakan benchmark bank efisien). Hal ini mengindikasikan bahwa efisiensi
produksi bank syariah tidak jauh berbeda dibandingkan dengan efisiensi produksi bank

24
konvensional. Namun demikian, sebagai industri yang masih muda dan baru mulai
tumbuh, biaya operasional dan personalia bank syariah masih relatif tinggi. Tingginya
biaya-biaya ini juga terkait dengan ekspansi yang dilakukan perbankan syariah sehingga
masih banyak kantor-kantor bank syariah yang belum mencapai break even. Dalam
kondisi ini biaya banyak keluar, tetapi hasil belum memadai. Selain itu, peningkatan
efisiensi dapat dilakukan melalui peningkatan pendapatan operasional.
16. Hasil perhitungan efisiensi teknis menggunakan pendekatan DEA tidak selalu konsisten
dibandingkan dengan ukuran konvensional, terutama untuk pendekatan intermediasi
(dibandingkan dengan FDR). Hal ini disebabkan variabel yang digunakan dalam DEA
lebih banyak, sedangkan variabel dalam pendekatan konvensional umumnya hanya
merupakan satu variabel output dan input yang merupakan bagian dari variabel yang
digunakan dalam pendekatan DEA. Sebagai contoh, pembiayaan merupakan satu dari tiga
variabel output dan dana pihak ketiga merupakan satu dari tiga variabel input dalam
pendekatan intermediasi. Selain itu, spesifikasi input dan output yang merujuk pada studi-
studi sebelumnya mungkin perlu dikaji lebih dalam karena spesifikasi ini umumnya
dirancang untuk bank konvensional. Diharapkan agar spesifikasi yang dipilih benar-benar
mencerminkan karakteristik bank syariah.
17. Sementara itu, perhitungan efisiensi teknis DEA dengan pendekatan produksi cukup
konsisten dibandingkan dengan ukuran konvensional (BOPO). Hal ini disebabkan
variabel yang digunakan dalam DEA merupakan rincian dari variabel dalam perhitungan
konvensional. Sebagai contoh, biaya bunga, biaya personalia dan biaya operasional
lainnya yang dipakai dalam perhitungan DEA merupakan rincian dari total biaya
operasional yang dipakai dalam perhitungan BOPO konvensional. Sedangkan,
pendapatan bunga dan pendapatan operasional lainnya yang dipakai dalam perhitungan
DEA merupakan rincian dari total biaya operasional yang dipakai dalam perhitungan
BOPO konvensional.
18. Bank syariah yang efisien secara teknis tapi juga efisien dalam skala tidak begitu banyak,
karena kebanyakan bank syariah di Indonesia masih berumur sangat muda sehingga
belum mencapai pada skala efisiennya. Dalam pendekatan intermediasi (2004), hanya
BUS 2, UUS 5, UUS 7, dan UUS 10 saja yang telah beroperasi pada skala efisien.
Selebihnya memiliki inefisiensi skala yang bervariasi, yang perlu mendapat perhatian
untuk ditingkatkan. Dalam pendekatan produksi (2004), ada 5 bank syariah yang berskala
efisien (BUS 2, UUS 5, UUS 7, UUS 8, dan UUS 10) dan lima lainnya belum efisien.
19. Hasil perhitungan dan analisis efisiensi secara menyeluruh menunjukkan bahwa BUS 2
dan UUS5 adalah dua bank syariah yang paling efisien di Indonesia.
20. Hasil penelitian ini baru dapat memberikan gambaran awal yang masih kasar mengenai
efisiensi perbankan syariah di Indonesia. Definisi mengenai input dan output untuk
masing-masing pendekatan masih subject to discuss untuk memperoleh hasil yang benar-
benar mencerminkan karakteristik bank syariah. Untuk itu diperlukan kajian mendalam
dari para pakar, akademisi, dan praktisi bank syariah dan dapat duduk bersama dalam
mengidentifikasi input dan output yang mencerminkan karakteristik khusus bank syariah.
Namun demikian, titik-titik inefisiensi yang ditunjukkan dalam perhitungan DEA sangat
bermanfaat bagi bank syariah untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam rangka
meningkatkan efisiensinya.

6. Rekomendasi

25
ƒ Garis efficient frontier dalam DEA terbentuk dari UPK-UPK yang relatif efisien
dibandingkan peer group-nya. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah observasi akan
menghasilkan garis efficient frontier yang lebih baik, yang dapat mencerminkan best
practices. Untuk pengukuran efisiensi bank syariah pada tingkat bank (nasional), jumlah
observasi perlu diperbanyak. Apabila masih memungkinkan, semua BUS dan UUS yang
ada diikutsertakan. Untuk pengukuran efisiensi di tingkat kantor bank akan diperoleh
hasil yang lebih baik, karena jumlah kantor BUS dan UUS telah mencapai 67 kantor
tahun 2000, 101 kantor tahun 2001, 146 kantor tahun 2002, 253 kantor tahun 2003, 355
kantor tahun 2004, dan 439 kantor tahun 2005, sehingga pada akhirnya masalah “self
identifier” akan dapat dihilangkan.
ƒ Hasil perhitungan efisiensi menggunakan metode DEA dapat dijadikan sebagai second
opinion atau pembanding dari hasil perhitungan dengan pendekatan lain bagi regulator,
pengawas, atau pemeriksa bank syariah dalam rangka menganalisis kondisi bank syariah
baik secara individual maupun secara agregat, sehingga dapat memberikan informasi
yang lebih lengkap dalam rangka pengambilan kebijakan selanjutnya.
ƒ Hasil analisis DEA, khususnya identifikasi titik-titik inefisiensi, dapat digunakan oleh
individual bank untuk mengevaluasi kinerjanya dan menentukan langkah-langkah
perbaikan untuk meningkatkan efisiensinya. Analisis menggunakan DEA di tingkat
kantor bank juga akan sangat bermanfaat bagi bank yang bersangkutan untuk menilai
kinerja semua kantor bank yang dimiliki, dan memperbaiki kinerja kantor-kantor bank
yang masih kurang efisien.
ƒ Langkah ke depan juga perlu diidentifikasi secara bersama-sama, baik oleh regulator,
praktisi, maupun pengamat, untuk bersama-sama mendefinisikan fungsi dan peran bank
syariah di dalam perekonomian nasional sehingga spesifikasi input dan output yang
digunakan dalam analisis dapat mencerminkan karakteristik bank syariah sesungguhnya.
ƒ Analisis efisiensi menggunakan metode nonparametrik, seperti metode DEA, akan
memberikan hasil yang lebih lengkap dan robust apabila dibarengi dengan analisis
efisiensi menggunakan metode nonparametrik, seperti metode Stochastic Frontier
Approach (SFA), Thick frontier Approach (TFA), maupun Distribution Free Approach
(DFA), karena ke dua metode tersebut saling melengkapi kelemahan yang dimilikinya.

Daftar Pustaka

Ahmed, Ziauddin et.al. (1996), Money and Banking in Islam, International Centre for
Research in Islamic Economics, King Abdul Aziz University, Jeddah and Institute of
Policy Studies, Islamabad.
Al-Omar, Fuad and Abdel-Haq, Mohammed (1996), Islamic Banking: Theory, Practice and
Challenges, Oxford University Press, Karachi and Zed Books Ltd., New Jersey, USA.
Ascarya dan Yumanita, Diana (2005), Bank Syariah: Gambaran Umum, Buku Seri
Kebanksentralan, no.15, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank
Indonesia.

26
Astuti, Lestari Budhi (2004), “Analisis Efisiensi Produksi, Intermediasi dan Aset Bank-bank
Umum di Indonesia: Pengaruh Krisis, Struktur Kepemilikan dan Skala Usaha Bank”,
Tesis Magister Ekonomi, Universitas Indonesia.
Banker, R.D., Charnes, A., and Cooper, W.W. (1984), “Some Models for Estimating
Technical and Scale Inefficiency in Data Envelopment Analysis”, Management
Science, 30 (9), 1078-92.
Bauer, Paul W., Berger, Allen N., Ferrier, Gary D., and Humphrey, David B. (1998),
“Consistency Conditions for Regulatory Analysis of Financial Institutions: A
Comparison of Frontier Efficiency Methods”, Financial Services Working Paper,
02/97, Federal Reserve.
Berger, Allen N., Humphrey, David B. (1997), “Efficiency of Financial Institutions:
International Survey and Directions for Future Research”, European Journal of
Operational Research.
Bank Indonesia (2005), Statistik Perbankan Syariah, Direktorat Perbankan Syariah, Bank
Indonesia.
Banxia (2003), Banxia Frontier Analyst User’s Guide: Professional Edition, Banxia
Holdings Limited.
Charnes, A., Cooper, W.W., and Rhodes, E. (1978), “Measuring the Efficiency of Decision
Making Units”, European Journal of Operation Research, 2, 6, 429-44.
Coelli, T.J., Rao, D.S.P., and Battese, G.E. (1998), Introduction to Efficiency and
Productivity Analysis, Kluwer Academic Publishers, Boston.
Denizer, Cevdet A., et.al. (2000), Measuring Banking Efficiency in the Pre and Post
Liberalization Environment: Evidence from the Turkish Banking System, World Bank.
Farrell, M.J. (1957), “The Measurement of Productive Efficiency,” Journal of The Royal
Statistical Society, 120, 253-81.
Freixas, X. and Rochet, J.C. (1997), Microeconomics of Banking, MIT Press.
Hadad, Muliaman D., et.al. (2003), “Pendekatan Parametrik Untuk Efisiensi Perbankan
Indonesia”, Research Paper, no. 4/5, Biro Stabilitas Sistem Keuangan Bank
Indonesia.
Hadad, Muliaman D., et.al. (2003), “Analisis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia:
Penggunaan Metode Nonparametrik Data Envelopment Analysis (DEA)”, Research
Paper, no. 7/5, Biro Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia.
Jemric, Igor dan Vujcic, Boris (2002), “Efficiency of Banks in Kroasia: A DEA Approach,
Kroasian National Bank”, Working Paper, 7 February 2002.
Karim, Adiwarman A. (2003), Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, The International
Institute of Islamic Thought Indonesia.
Khan, Fahim (1996), “Islamic Banking as Practised Now In The World”, dalam Money and
Banking In Islam.
Kumbhakar, S.C. dan Lovell (2000), ...
Yudistira, Donsyah (2003), “Efficiency in Islamic Banking: An Empirical Analysis of 18
Banks”, Paper, Loughborough University, United Kingdom.

27

You might also like