Analisis Material, Energi Dan Toksisitas (Met) Pada Industri Penyamakan

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

AnalisisTeknologi

Jurnal Material,Industri
Energi Pertanian
Dan Toksisitas (MET) …………
28 (1):48-60(2018) Terakreditasi DIKTI No 32a/E/KPT/2017
ISSN: 0216-3160 EISSN: 2252-3901 Tersedia online http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin
Nomor DOI: 10.24961/j.tek.ind.pert.2018.28.1.48

ANALISIS MATERIAL, ENERGI DAN TOKSISITAS (MET) PADA INDUSTRI PENYAMAKAN


KULIT UNTUK IDENTIFIKASI STRATEGI PRODUKSI BERSIH

MATERIAL, ENERGY AND TOXICITY ANALYSES (MET) IN LEATHER INDUSTRYFOR


IDENTIFICATION OF CLEANER PRODUCTION STRATEGIES

Aditya Wahyu Nugraha, Ono Suparno*), dan Nastiti S Indrasti

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Jawa Barat, Indonesia
*E-mail: ono.suparno@ipb.ac.id

Makalah: Diterima 21 Agustus 2017; Diperbaiki 18 November 2017; Disetujui 12 Desember 2017

ABSTRACT

Leather industry is known as industry that unfriendly to the environtment, since it produces a lot of wastes
in its processes. The objectives of this study were to analyze material, energy and toxicity (MET) and to identify
cleaner production strategies which can be applied in leather tannery. This study was survey research. The
method used were purposive sampling, MET matrix, wastewater analysis, literature review, dan expert
discussion. The study showed some chemical materials which used in processing were irritant, corrosive, and
carcinogenic; wastewater of 29.5 m3and solid wastes of 1,749.14 kg. Hazardous pollutans in the waste water and
solid wastes were sulfide, ammonia, and chrome. Ammonia-N produced in deliming and bating process was
4,701.48 mg/L. Cr6+produced in the retanning, dyeing and fatliquoring processes was 2.09 mg/L. Sulfide
produced in liming process was 646.4 mg/L. Setting out was the highest step to consumed energy, namely 336.37
kWh from 632.08 kWh of total energy consumed. The result of identification showed there were some cleaner
production strategies which could be applied in the leather processing. The priority strategies which could be
applied were water control and water reuse.
Key words: cleaner production, MET, toxicity, wastes

ABSTRAK

Industri penyamakan kulit dikenal sebagai industri yang tidak ramah lingkungan karena menghasilkan
banyak limbah dalam prosesnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis material, energi dan toksisitas
(MET) dan mengidentifikasi strategi produksi bersih yang dapat diterapkan pada industri penyamakan kulit.
Penelitian ini merupakan penelitian survei.Metode yang digunakan meliputi purposive sampling, MET matriks,
pengujian mutu air limbah, kajian pustaka, diskusi dengan pakar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan
kimia yang digunakan ada yang bersifat iritan, korosif, dan karsinogenik; limbah cair yang terbentuk 29,5 m3 dan
limbah padat 1.749,14 kg (basis basah). Beberapa polutan berbahaya yang terdapat dalam limbah cair maupun
padat meliputi sulfida, amonia, dan krom. Amonia-N banyak dihasilkan pada proses deliming dan bating,yaitu
4.701,48 mg/L, Cr6+ banyak terbentuk pada proses retanning, dyeing, fatliquoring yakni 2,09 mg/L. Sementara
itu, sulfida banyak terbentuk pada proses liming yakni 632,08 mg/L. Tahap setting out merupakan tahapan yang
banyak mengkonsumsi energi dengan total 336,37 kWh dari total 632,08 kWh. Hasil identifikasi menunjukkan
terdapat beberapa strategi produksi bersih yang dapat diterapkan dalam proses penyamakan kulit. Dua prioritas
strategi yang dapat diaplikasikan adalah pengendalian penggunaan air danpenggunaan kembali air.
Kata kunci: produksi bersih, MET, toksisitas, limbah

PENDAHULUAN Industri penyamakan kulit dikenal sebagai


industri yang tidak ramah lingkungan. Menurut
Industri berkelanjutan merupakan suatu Pucini et al. (2014), industri penyamakan kulit
kecenderungan yang terjadi saat ini. Adanya merupakan industri yang banyak menghasilkan
peningkatan daya beli konsumen terhadap produk limbah. Pada proses penyamakan kulit dihasilkan
ramah lingkungan merupakan salah satu faktor yang limbah cair dan limbah padat dalam jumlah yang
mendorong industri untuk memperbaiki kinerja pada sangat tinggi. Hal ini akan memberikan dampak
setiap bagian industri. Salah satu kinerja yang perlu buruk bagi lingkungan yang berada disekitar industri
diperbaiki adalah bagian produksi. Hal itu maupun yang berada pada wilayah pembuangan
dikarenakan dalam setiap proses produksi terdapat limbah industri kulit samak. Beberapa dampak
limbah yang terbentuk. Salah satu industri yang lingkungan yang timbul dari proses ini adalah GRK
perlu memperbaiki sistem produksinya adalah (gas rumah kaca), eutrofikasi dan asidifikasi. Selain
industri penyamakan kulit. itu, limbah pada industri penyamakan kulit

48 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 28 (1):48-60


*Penulis Korespodensi
Aditya Wahyu Nugraha, Ono Suparno, dan Nastiti S Indrasti

mengandung bahan kimia yang bersifat toksik, menjadi prioritas yang harus segera diperbaiki.
diantaranya adalah sulfida, amonia, asam, krom dan Metode ini membagi lima langkah tahapan untuk
beberapa bahan kimia lainnya (Ecobichon, 1999; mendefinisikan dampak lingkungan yang muncul
Wang et al., 2012; Black et al., 2013; Madanhire pada suatu siklus hidup produk, diantaranya adalah
dan Mbohwa, 2015) bahan baku, produksi, distribusi, penggunaan dan
Sejauh ini, upaya yang dilakukan industri akhir siklus hidup. Oleh karena itu, penelitian ini
penyamakan kulit untuk menangani limbah, bertujuan untuk menganalisis aliran bahan, energi,
khususnya limbah cair, adalah dengan IPAL dan toksisitas yang ditimbulkan pada proses
(Instalasi Pengolahan Air Limbah). Namun terdapat penyamakan kulit serta mengidentifikasi peluang
sebagian industri yang membuang limbah secara penerapan produksi bersih di industri penyamakan
langsung ke lingkungan. Hal tersebut dilakukan kulit.
karena tingginya biaya operasional dan investasi
IPAL. Salah satu langkah yang dapat dilakukan METODE PENELITIAN
untuk menangani permasalahan ini adalah dengan
penerapan strategi produksi bersih di industri Titik Sampling
penyamakan kulit. Strategi ini diharapkan dapat Penelitian ini dilakukan di industri
mengurangi biaya investasi dan operasional dari penyamakan kulit di Magetan, Jawa Timur,
IPAL. Indonesia.
Strategi produksi bersih dapat dilakukan
dengan cara identifikasi langsung di industri Tahapan Penelitian
penyamakan kulit. Oleh sebab itu, perlu dilakukan Pada penelitian ini terdapat lima tahapan
identifikasi alur proses produksi sehingga dapat penelitian, yakni pemilihan industri dilakukan
diketahui bagian yang perlu untuk diperbaiki. menggunakan metode purposive sampling (Teddlie
Indentifikasi juga digunakan untuk mengetahui dan Yu, 2007), identifikasi material, energi dan
material, energi dan toksisitas yang digunakan toksisitas, analisis limbah cair (APHA, 2012),
maupun yang terbentuk selama proses produksi. penyusunan matrik MET (Leal – Yepes, 2013),
Matriks Material, Energi dan Toksisitas (MET) analisis strategi produksi bersih (Indrasti dan Fauzi
merupakan metode pengukuran kualitatif atau semi 2009) dan penentuan prioritas strategi (Tabel 1).
kuantitatif yang digunakan untuk memberikan
pandangan secara umum mengenai input dan output Ruang Lingkup Penelitian
dari suatu siklus hidup produk dan menentukan Kulit samak merupakan komoditas yang
aspek utama dalam perlindungan lingkungan yang menjadi objek penelitian. Pada setiap komoditas
dapat dilakukan (Brezet dan Van Hemel, 1997; memiliki siklus hidup yang memiliki dampak bagi
Lofthouse, 2006). Matriks ini mengorganisasikan lingkungan. Siklus kulit samak meliputi bahan baku,
informasi pada setiap tahapan siklus hidup, yakni produksi, distribusi, penggunaan, dan akhir siklus /
berupa semua input yang digunakan, semua tahapan pembuangan (Stevanov, 2017). Pada penelitian ini,
yang menggunakan energi, dan semua output yang fokus penelitian meliputi neraca massa (input dan
dihasilkan dengan tujuan untuk penentuan prioritas output), energi yang digunakan dan identifikasi
permasalahan lingkungan selama siklus hidup toksisitas yang ditimbulkan selama proses produksi.
produk (IHOBE, 1999; Byggeth dan Hochschomer, Limbah merupakan bagian dari output produksi.
2006), sehingga permasalahan tersebut dapat

Tabel 1. Tahapan penelitian


Kegiatan Stakeholder Metode Output
Pemilihan industri Peneliti Purposive sampling Industri penyamakan kulit
penyamakan kulit (Teddlie dan Yu, 2007)
Identifikasi alur Peneliti dan Wawancara dan telaah Data proses produksi, material yang
produksi, material, praktisi pustaka digunakan, daya dan durasi mesin yang
energi dan toksisias industri dipakai dan bahan yang bersifat toksik
pada proses penyamakan kulit
Analisis limbah cair Peneliti pH, krom heksavalen Data parameter limbah cair
(Cr6+), amonia dan sulfida
(APHA, 2012).
Penyusunan matrik Peneliti Matrik MET (Leal – Sebaran data material, energi, dan
MET Yepes, 2013) toksisitas pada keseluruhan proses
penyamakan kulit
Analisis strategi Peneliti, pakar Survei, Kajian Pustaka Strategi produksi bersih sesuai prioritas
produksi bersih dan praktisi dan MPE (Marimin dan strategi.
Maghfiroh, 2011)

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 28 (1):48-60 49


Analisis Material, Energi Dan Toksisitas (MET) …………

Industri yang dikaji merupakan industri dikelompokkan kedalam beberapa proses yakni
skala kecil menengah. Pemilihan industri ini prasamak (beamhouse), samak (tanning), pasca
dikarenakan pada industri masih menghasilkan samak (posttanning) dan finishing secara berurutan
limbah dalam jumlah yang besar dan belum (Covington, 2009). Tahapan tersebut dapat dilihat
termanfaatkan. Selain itu, limbah yang terbuang ke pada Gambar 1.
lingkungan mengandung bahan kimia yang bersifat Beamhouse / Prapenyamakan merupakan
toksik. Penelitian dilakukan dengan observasi lapang proses yang paling banyak menggunakan air selama
ke industri untuk wawancara mengenai material dan proses berlangsung. Proses ini bertujuan untuk
energi yang digunakan selama proses produksi. mempersiapkan kulit mentah menjadi kulit pikel
Sementara itu, toksisitas dikumpulkan berdasarkan yang siap untuk disamak. Dalam proses beamhouse
kumpulan kajian pustaka yang telah dilakukan. terdapat beberapa tahapan, yaitu soaking,
Proses wawancara dilakukan dengan mewawancarai liming,deliming, bating dan pickling (Covington,
pemilik industri dan pekerja. Kemudian dilakukan 2009). Selain itu, juga terdapat perlakuan mekanis
analisis limbah cair pada beberapa tahapan yang dilakukan untuk menghasilkan kulit pikel
penyamakan kulit, penyusunan matrik MET seperti fleshing dan splitting.
(Material, energi and toksisitas) dan analisis strategi Soaking merupakan proses awal yang
produksi bersih. Selanjutnya, analisis prioritas dilakukan dalam beamhouse. Menurut BASF
strategi dilakukan menggunakan MPE (Metode (2007), tujuan dari tahapan ini adalah untuk
Perbandingan Eksponensial). merehidrasi kulit menjadi kondisi normal,
menghilangkan kotoran, protein terlarut dan curing
HASIL DAN PEMBAHASAN agent. Menurut IL dan SF (2009), kebutuhan air
pada dirt soaking adalah 300 – 400%, sementara itu
Identifikasi Proses Produksi Kulit Samak pada main soaking sebesar 200% (Covington, 2009).
Industri penyamakan kulit merupakan Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah limbah
industri yang bergerak dalam bidang konversi kulit cair yang terbentuk di industri penyamakan kulit
mentah menjadi kulit samak. Kulit tersebut akan skala kecil menengah selama soaking sebesar 10,73
resisten terhadap perubahan fisik, mekanik, biologi m3 per 1,5 ton kulit garaman yang digunakan.
dan kimia. Pada umumnya, proses penyamakan kulit

Cattle hides

Trimming Kulit reject A

Air, wetting agent, degreaser, Krom sulfat,


Soaking Limbah cair natrium Tanning Limbah cair
natrium karbonat
bikarbonat,
Fleshing Daging dll Sammying Limbah cair
electrolite
Air, kapur, degreaser, stable oil, Limbah kulit
Liming Limbah cair Shaving
Na2S, glukosa shaving
Splitting Kulit split
B
Air, amonium sulfat (ZA),
Deliming dan bating Limbah cair
bating agent, degreaser
Pickling
Air, garam, asam format,
asam sulfat
A

a b
B C

Air, wetting agent, Stacking


Wetting back Limbah cair
asam format
Toggling
Air, sodium format Neutralization Limbah cair Limbah cair,
Pelarut, air dan
Spraying pelarut,
Air, ekstrak pewarna
Retanning, dyeing, fatliquoring Limbah cair pewarna
vegetable, akrilik,
Finished leather
melamine, dyestuff, Setting out Uap air
fatliquor,asam
format Hanging Uap air

c d

Gambar 1. Alur proses produksi kulit samak a) beamhouse, b) tanning, c) posttanning, dan d) finishing.

50 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 28 (1):48-60


Aditya Wahyu Nugraha, Ono Suparno, dan Nastiti S Indrasti

Liming merupakan tahapan proses yang kulit menunjukkan bahwa kebutuhan air pada
dilakukan untuk menghilangkan jaringan rambut dan pickling sebesar 1,43 m3 per 1,5 ton kulit.
epidermis pada kulit (BASF, 2007; IL dan FS, Penyamakan (tanning) merupakan proses
2009). Liming juga merupakan tahapan proses yang inti dalam penyamakan kulit (Gambar 1b). Hal ini
banyak menghasilkan limbah cair. Tingginya dikarenakan kulit akan mengalami perubahan sifat
penggunaan air mempengaruhi jumlah limbah cair fisik, mekanik, kimia, dan biologi. Pada proses ini,
yang terbentuk. Menurut Sundar et al. (2001), senyawa krom akan berikatan dengan gugus aktif
kebutuhan air pada liming sebesar 4 – 6 m3 per ton pada kolagen sehingga terbentuk ikatan yang
kulit. Sementara itu, hasil analisis limbah cair yang kompleks (Covington, 2009). Pada proses
terbentuk selama proses ini sebesar 8,9 m3 per 1,5 penyamakan, input air hanya berasal dari larutan
ton kulit. Selain itu, dalam proses ini juga dihasilkan pikel. Dengan demikian, maka limbah cair yang
senyawa toksik seperti hidrogen sulfida dan nilai pH terbentuk selama proses ini juga bersifat asam.
limbah cair mencapat 11 – 12,5. Analisis menunjukkan bahwa limbah cair yang
Fleshing merupakan merupakan tahapan terbentuk selama proses penyamakan (tanning)
proses yang bertujuan untuk menghilangkan sisa – sebesar 1,43 m3 limbah cair. Sundar et al. (2001)
sisa daging yang masih menempel di kulit dan menyatakan bahwa penggunaan air dalam tahap ini
menghilangkan lapisan antara daging dan kutis. sebesar 1,5 – 2 m3 per ton kulit.Pada proses tanning
Sementara itu, spliting merupakan tahap yang juga terdapat perlakuan mekanis seperti shaving dan
dilakukan untuk menipiskan jaringan kolagen kulit sammying. Setelah proses penyamakan (tanning),
(hide) sebelum disamak (Covington, 2009; IL dan kulit samak (wet blue) masuk kedalam proses
FS, 2009). Analisis menunjukkan bahwa limbah sammying dan shaving. Kedua proses ini merupakan
padat yang terbentuk sebesar 1.483,1 kg (basis proses antara tanning dan posttanning. Sammying
basah). merupakan tahapan mekanis untuk mengurangi
Deliming merupakan salah satu tahap kelebihan kadar air pada wet blue. Sementara itu,
persiapan sebelum kulit disamak. Tujuan utama dari shaving dilakukan untuk mengecilkan ketebalan
tahap ini adalah untuk menghilangkan kapur yang kulit (wet blue). Pada tahap ini, dihasilkan limbah
terdapat pada kulit. Selain itu juga untuk padat berupa kulit yang telah bereaksi dengan
menurunkan pH sebelum masuk ke dalam tahap senyawa krom. Analisis menunjukkan bahwa limbah
bating serta mengembalikan ukuran kulit setelah padat yang terbentuk sebesar 261,19 kg per 1,5 ton
terjadinya pembengkakan (Covington, 2009). kulit (berat basah).
Menurut IL dan FS (2009), penurunan pH pada Retanning, dyeing, dan fatliquoring
deliming terjadi pada pH 12,2 – 12,5 menjadi 8 – merupakan bagian dari proses posttanning. Proses
8,5. Hal ini bertujuan agar enzim yang akan ini memiliki fungsi yang berbeda. Retanning
digunakan pada bating dapat bekerja.Penggunaan merupakan penyamakan ulang. Proses ini bertujuan
ammonium pada tahap ini dapat menimbulkan untuk menyempurnakan penyamakan pada kulit
pencemaran pada lingkungan. Amonia / ammonium sehingga kulit yang dihasilkan lebih resisten
dapat menyebabkan terjadinya proses eutrofikasi dan terhadap kerusakan. Dyeing merupakan proses
asidifikasi di lingkungan (Sutton et al., 2008). pewarnaan dasar pada kulit samak. Proses ini
Setelah proses ini, dilakukan proses bating. Bating dilakukan setelah proses retanning. Sementara itu,
merupakan tahapan yang terintegrasi dengan fatliquoring merupakan proses yang digunakan
deliming. Tujuan dari bating adalah untuk untuk memberikan minyak pada kulit sehingga
mendegradasi protein non structural pada kulit. kelembapan kulit dapat terjaga dan juga memberikan
Protein tersebut dapat didegradasi dengan efek lentur. Ketiga proses ini dilakukan secara
menggunakan enzim protease yang umum berurutan tanpa mengganti air pada setiap pergantian
(Covington, 2009). Deliming dan bating merupakan proses. Namun sebelum masuk kedalam tahap ini,
tahapan yang terintegrasi dan tidak menghasilkan terdapat proses wetting back dan neutralization
limbah. (Covington, 2009) (Gambar 1c). Sama halnya
Pickling merupakan proses yang dilakukan dengan beamhouse dan tanning, postanning juga
untuk menyesuaikan dengan pH pada proses menggunakan air sebagai media reaksi bahan kimia
tanning. Selain itu juga digunakan untuk proses yang digunakan selama proses. Menurut Sundar et
pengawetan (BASF, 2007; Covington, 2009; IL dan al. (2001), kebutuhan air pada proses ini sebesar 2,5
FS, 2009). Di industri penyamakan kulit, umumnya – 3 m3 per ton kulit. Namun hasil analisis
air yang dihasilkan pada pickling akan digunakan menunjukkan bahwa kebutuhan air dan limbah cair
langsung pada proses tanning. Dengan demikian, pada tahap ini sebesar 2,5m3 per 1,5 ton kulit.
tidak ada limbah cair yang terbentuk pada proses ini. Finishing merupakan tahap akhir dari
Namun pada beberapa industri dengan kejadian proses penyamakan yang tidak melibatkan banyak
tertentu akan membuang limbah cair pickling. air pada saat berjalannya proses. Pada tahap ini
Menurut Sundar et al. (2001), kebutuhan air pada mencakup stacking, toggling, embossing, buffing,
tahap ini sekitar 0,8 – 1 m3 per 1 ton kulit. Hasil dan spraying. Pada tahap ini dihasilkan limbah padat
analisis yang telah dilakukan di industri penyamakan dan cair, namun dalam jumlah yang sangat kecil.

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 28 (1):48-60 51


Analisis Material, Energi Dan Toksisitas (MET) …………

Industri penyamakan kulit di Magetan umumnya dari bobot awal kulit yang digunakan. Air yang
melakukan seperti Gambar 1d. dibutuhkan pada industri ini adalah sebanyak 29,3
m3per 1,5 ton kulit (Tabel 2). Berdasarkan data
MET (Material, Energy and Toxicity) Huber dan Doane (1980), kebutuhan rata – rata air
Material pada proses penyamakan kulit adalah 49,5 m3/ton,
Bahan kimia merupakan faktor disisi lain US EPA (1979), menyatakan bahwa rata –
keberhasilan produksi kulit samak. Hasil analisis rata kebutuhan air pada proses penyamakan kulit
menunjukkan bahwa bahan kimia yang digunakan adalah 28 m3/ton. Dengan demikian, maka industri
dalam menghasilkan kulit samak diantaranya adalah penyamakan kulit di Magetan lebih efisien dalam
kapur / kalsium hidroksida (Ca(OH)2), natrium penggunaan air dibandingkan penelitian sebelumnya.
sulfida, ammonium sulfat, bating agent, degreaser, Limbah merupakan material samping dari
garam, asam format, sodium format, asam sulfat, proses produksi penyamakan kulit, yakni berupa
krom sulfat, pewarna, akrilik, ekstrak vegetable dan limbah padat dan limbah cair banyak dihasilkan.
minyak. Selain itu, komponen yang tidak Hasil analisis menunjukkan bahwa limbah cair yang
terpisahkan adalah air (Tabel 2). Air merupakan terbentuk sebesar 29,5 m3, sedangkan limbah padat
media reaksi antara bahan kimia dengan kulit. yang terbentuk adalah 1.749,14 kg (basis basah)
Menurut Buljan et al. (2000), air yang digunakan dengan bahan baku kulit mentah sebanyak 1,5 ton
dalam proses produksi kulit samak sekitar 3.500% (Tabel 2).

Tabel 2. MET pada proses penyamakan kulit


Input Output Energi
Proses Toksisitas
Bahan Jumlah Jenis Jumlah (kWh)
Beamhouse Kulit (kg) 1.500 Limbah padat (kg) 1.614,53 110,80 Klorida
/ prasamak Air (L) 26.748,6 Limbah cair (L) 22.854,1 Biosida d
Wetting agent kg) 3,00 Kulit pikel (kg) 1.425,90 Amonia N b
Degreaser (kg) 7,35 Air pikel (L) 1.425,90 Sulfida c
Natrium karbonat 3,83 Sulfat c
(kg)
Kapur (kg) 60,00
Natrium 22,50
sulfida(kg)
Glukosa (kg) 3,00
Ammonium sulfat 28,52
(kg)
Bating agent (kg) 4,28
NaCl (kg) 142,59
Asam format (kg) 7,13
Asam sulfat (kg) 2,85
Tanning Kulit pikel (kg) 1.425,90 Kulit wet blue (kg) 609,43 91,27 Sulfat c
Air pikel (L) 1.425,90 Limbah padat (kg) 261,19 Krom a
Krom sulfat (kg) 99,81 Limbah cair (L) 2.256,94
Natrium 21,39 Amonia N b
bikarbonat (kg)
Oil (kg) 2,85 Asam a, c
Posttaning Kulit wet blue 609,43 Kulit samak (kg) 347,01 430,01
Asam a, c
dan (kg)
finishing Air (L) 2.498,02 Limbah cair (L) 2.974,88 Krom a
Wetting agent(kg) 0,61 Limbah padat (kg) 3,85
Natrium format 9,14
(kg)
Akrilik (kg) 12,19
Ekstrak tanaman 12,19
(kg)
Mimosa (kg) 12,19
Quebracho (kg) 12,19
Chessnut (kg) 12,19
Melamin (kg) 12,19
Dyestuff (kg) 37,51
Fatliquor (kg) 36,57
Asam format (kg) 12,19
Pelarut (L) 49,74
Limbah cair (L) 29.512,43
Total Air (L) 29.296,36 632,08
Limbah padat (kg) 1.749,14
a b c d
Sumber : = Black et al. (2013); = Wang et al. (2012); =Madanhire dan Mbohwa (2015); = Ecobichon (1999)

52 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 28 (1):48-60


Aditya Wahyu Nugraha, Ono Suparno, dan Nastiti S Indrasti

Tingginya limbah cair pada proses limbah padat kulit diklasifikasikan kedalam
penyamakan kulit disebabkan karena banyaknya tersamak dan tidak tersamak. Limbah padat pada
kebutuhan air pada proses penyamakan. Menurut proses penyamakan kulit merupakan limbah yang
Rao et al. (2003), tingginya penggunaan air cukup berbahaya karena mengandung bahan kimia
berkorelasi terhadap limbah cair yang dihasilkan. yang berbahaya. Menurut Lupo (2006), limbah padat
Menurut Madhan et al. (2010), sekitar 60 – 70% fleshing mengandung komponen kapur dan sulfida,
limbah cair dihasilkan pada proses beamhouse sedangkan limbah setelah proses tanning
(prasamak). Menurut Sundar et al. (2001), mengandung senyawa krom. Namun, limbah padat
kebutuhan air dalam memproses 1 kg kulit adalah 40 di industri dimanfaatkan oleh pihak ke tiga. Limbah
- 45 L. Bhargavi et al. (2015) menyatakan bahwa padat pada trimming, fleshing dan splitting
setiap 1 kg kulit menghasilkan limbah cair sebanyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan ataupun dapat
30 -35 liter.Sementara itu, menurut Sekaran et al. digunakan sebagai pakan ternak. Menurut Kanagaraj
(2007), dalam 1 kg bahan baku yang digunakan akan et al. (2006), limbah padat fleshing dapat digunakan
menghasilkan kulit sebanyak 0,7 kg dan menurut sebagai hidrolisat. Sementara limbah padat yang
Kanagaraj et al. (2006), output dari 1 ton kulit telah terpapar oleh krom seperti shaving dan buffing,
garaman akan dihasilkan limbah padat kulit dimanfaatkan oleh pengerajin kulit sebagai bahan
sebanyak 850 kg dan hanya 150 kg yang digunakan baku kerajinan tangan. Kanagaraj et al. (2006)
dalam proses penyamakan. menyatakan bahwa limbah yang telah terpapar oleh
Limbah cair umumnya berasal dari setiap krom dapat dimanfaatkan sebagai glue, pakan dan
proses yang menggunakan air. Kuantitas limbah cair pupuk.
akan bertambah seiring banyaknya bahan kimia yang
digunakan dalam proses penyamakan. Bahan kimia Energi
akan diakumulasi kedalam limbah cair pada output Proses penyamakan kulit tidak lepas dari
proses. Pada industri penyamakan kulit di Magetan, penggunaan energi, khususnya listrik. Listrik
limbah cair banyak dihasilkan pada tahapan soaking, diperoleh dari sumber – sumber pembangkit listrik.
liming, dan deliming dan bating secara berturut – Sumber pembangkit listrik tersebut ada yang berasal
turut (Gambar 2). dari bahan bakar minyak, batu bara, gas dan nuklir
Limbah padat pada proses penyamakan (Lubis, 2008). Pembangkit ini berkontribusi
kulit berasal dari proses trimming, splitting, fleshing, terhadap pencemaran yang terjadi di lingkungan.
shaving dan spraying (Gambar 2). Kanagaraj et al. Dengan demikian, setiap jumlah energi yang
(2006), limbah padat banyak dihasikan pada fleshing digunakan akan berkontribusi terhadap kerusakan
(50 – 60%); chrome shaving, splitting dan buffing lingkungan.
(35 – 40%); trimming (5-7%); dan berasal dari
rambut (2 -5%). Menurut Sekaran et al. (2007),
1600 10000

9000
1400
8000
1200
7000
Limbah padat

1000
Limbah cair

6000

800 5000

4000
600
3000
400
2000
200 1000

0 0

Limbah padat (kg) Limbah cair (L)

Gambar 2. Distribusi limbah padat dan cair

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 28 (1):48-60 53


Analisis Material, Energi Dan Toksisitas (MET) …………

Hasil analisis pada industri penyamakan Toksisitas


kulit di Magetan menunjukkan bahwa penggunaan Selain bertujuan untuk menghasilkan kulit
energi pada industri penyamakan kulit sekitar 632,08 samak dengan kualitas yang baik, proses
kWh per batch (Tabel 2). Penggunaan energi pada penyamakan kulit juga menghasilkan limbah selama
industri ini tidak hanya berasal dari listrik, namun proses produksi. Limbah tersebut mengandung
juga berasal dari penggunaan LPG. Kontribusi senyawa yang bersifat toksik dengan tingkat
terbesar penggunaan energi pada proses penyamakan toksisitas yang berbeda. Toksisitas limbah industri
kulit terdapat pada proses setting out. Pada proses penyamakan kulit ada yang hanya bersifat
setting out membutuhkan energi sebesar 2 tabung memberikan efek iritasi, korosif sampai dengan
LPG 12 kg yang setara dengan 315,3 kWh. tingkat yang berbahaya seperti kanker dan kematian.
Penggunaan energi listrik bersumber dari proses Bahan yang bersifat toksik ini membahayakan
penyamakan kulit yang menggunakan mesin, kesehatan pekerja yang kontak langsung dengan
meliputi molen, pompa air, mesin splitting, mesin bahan – bahan kimia yang digunakan (Tabel 4).
sammying, mesin setting out, mesin shaving, mesin Natrium sulfida, asam sulfat, dan asam format dapat
spraying, dan mesin toggling (Tabel 3). Penggunaan menyebabkan korosi atau efek terbakar pada kulit
energi listrik pada setiap peralatan penyamakan kulit dan sistem pernafasan. Terhirupnya uap asam sulfat
memiliki kebutuhan yang berbeda – beda. Perbedaan dan asam format dapat menyebabkan terjadinya
ini dikarenakan adanya perbedaan durasi akumulasi cairan pada paru – paru. Natrium
penggunaan mesin dan daya mesin yang digunakan karbonat juga dapat menyebabkan iritasi.Selain
selama proses produksi. mengiritasi sistem pencernaan, natrium metabisulfit
Beberapa dampak yang ditimbulkan dari juga dapat menyebabkan terjadinya reaksi yang
penggunaan energi listrik adalah terbentuknya GRK menyerupai asma jika terhirup (Anonim, 2005).
(Gas Rumah Kaca), asidifikasi dan eutrofikasi di Limbah cair proses penyamakan kulit
lingkungan. Sumber pembangkit listrik dari batu mengandung berbagai macam komponen senyawa
bara menurut Stamford dan Azapagic (2012) yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan,
merupakan sumber pembangkit listrik yang salah satunya adalah bahan kimia yang
memberikan dampak lingkungan gas rumah kaca mempengaruhi derajat keasaman (pH). Hasil analisis
yang paling tinggi. Selain itu, juga memberikan menunjukkan bahwa limbah pada proses beamhouse
dampak yang paling buruk dalam hal asidifikasi dan dominan cenderung bersifat netral sampai dengan
eutrofikasi. Hal tersebut juga didukung dengan basa, sedangkan pada proses tanning dan
penelitian Santoyo – Castelazo et al. (2011), posttanning bersifat asam.
bahwapenggunaan bahan bakar fosil merupakan Hasil pengujian menunjukkan bahwa pH
bahan penyumbang terbesar pada GRK, asidifikasi limbah cair paling rendah adalah 4,08 sedangkan pH
dan eutrofikasi. GRK banyak disumbang dari emisi paling tinggi adalah 11,89 (Tabel 5). Kandungan
CO2 sebesar 94%, 4,2% CH4 dan 1,2% N2O. Dengan asam dan basa dalam limbah cair bersifat korosif
demikian penggunaan listrik selama proses produksi bagi lingkungan sekitar. pH tertinggi limbah cair
kulit samak akan memberikan dampak buruk bagi yang dihasilkan selama proses produksi kulit samak
lingkungan. terdapat pada liming, sedangkan pH terendah pada
tahap tanning (Tabel 5).

Tabel 3. Identifikasi jenis mesin pada industri penyamakan kulit


Identifikasi Pengukuran
Alat/mesin Sumber Daya (kW) Durasi (jam)
Molen soaking Listrik 7,46 4,17
Molen liming Listrik 7,46 3,67
Molen deliming dan bating Listrik 7,46 2,00
Molen pickling Listrik 7,46 2,00
Molen tanning Listrik 7,46 9,50
Molen wettingback Listrik 7,46 0,50
Molen retanning, dyeing dan
Listrik 7,46 6,00
fatliquoring
Mesin splitting Listrik 14,92 0,63
Mesin sammying Listrik 11,19 0,16
Mesin shaving Listrik 29,84 0,63
Mesin setting out LPG 2 tabung LPG 12 kg 2 jam
Mesin stacking/milling Listrik 11,19 1,00
Mesin toggling Listrik 7,46 3,00
Mesin spraying Listrik 2,57 0,83
Mesin pompa Listrik 1,1 6,77

54 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 28 (1):48-60


Aditya Wahyu Nugraha, Ono Suparno, dan Nastiti S Indrasti

Tabel 4. Jenis bahan kimia dan toksisitanya pencucian kulit yang tidak baik pada liming
menyebabkan adanya kandungan sulfida yang
Bahan kimia Toksisitas
Natrium karbonat Iritan a
terbawa pada proses selanjutnya. Hasil analisis juga
Natrium Metabisulfit Iritan a menunjukkan bahwa kadar sulfida pada limbah cair
Degreaser Iritan b outlet yakni sebesar 1,02 mg/L, nilai tersebut masih
Wetting agent Iritan b berada diatas maksimum yang telah ditetapkan oleh
Kapur Iritan dan korosif a KLH yaitu sebesar 0,8 mg/L.
Natrium sulfida Iritan, permeator dan Kandungan sulfida dalam limbah cair
korosif a umumnya stabil dalam konsisi basa kuat, namun
Ammonium sulfat Iritan a dalam proses penyamakan kulit limbah cair asam
NaCl Iritan a dan basa tercampur sehingga sulfida terkonversi
Asam format Iritan, permeator dan
menjadi hidrogen sulfida (Valeika et al., 2006).
korosif a
Asam sulfat Iritan, permeator, korosif Sementara itu, limbah cair juga mengandung sulfida
dan efek karsinogenik a dalam jumlah yang besar dan menyebabkan timbul
Kromium sulfat Iritan a bau busuk pada limbah cair (Kim et al., 2003; Han
Natrium bikarbonat Iritan a et al.,1999; Yang dan Lee, 1994; Midha dan Dey,
Natrium format Iritan a 2008). Kandungan sulfida dalam air juga
Fatliquor Iritan b menurunkan kandungan oksigen terlarut (Sayers dan
Formaldehyde Potensial karsinogenik a Langlais, 1977; Midha dan Dey, 2008; Kothiyal et
Sumber: a = anonim, 2005; b = anonim, 2012. al., 2016). Selain itu, efek toksik yang ditimbulkan
sulfida membahayakan organisme hidup dan
Bahan – bahan yang bersifat basa dalam tumbuhan (Rattanapan dan Ounsaneha, 2012), hal
proses penyamakan berasal dari kapur, NaOH, dan ini dikarenakan jika terpapar hidrogen sulfida dalam
sodium bikarbonat, sedangkan bahan yang bersifat jumlah 10 mg/L akan terjadi gangguan pada sistem
asam berasal dari asam format dan asam sulfat. saraf sentral. Menurut Midha dan Dey (2008),
Selain bahan – bahan tersebut, khususnya dalam konsentrasi sulfida dalam 1 ppm akan menyebabkan
limbah cair, juga ditemukan bahan yang bersifat timbulnya aroma telur busuk dan apabila terpapar
toksik dan karsinogenik seperti sulfida, amonia dan diatas 10 mg/L menyebabkan sakit kepala pada
krom heksavalen (Cr6+) (Tabel 5). manusia. Jika terpapar lebih dari 500 ppm dapat
menyebabkan hilangnya kesadaran manusia
Toksisitas Sulfida (ATSDR, 2016). Hidrogen sulfida juga
Sulfida merupakan salah satu polutan yang menyebabkan kematian dalam waktu 30 menit jika
berbahaya bagi lingkungan. Bahan ini digunakan dan terpapar konsentrasi 800 – 1.000 mg/L dan kematian
dihasilkan pada proses unhairing/liming (Madanhire seketika diatas konsentrasi tersebut (Speece, 1996).
dan Mbohwa, 2015).Fungsi dari penggunaan sulfida
adalah untuk menghilangkan bulu / rambut pada Toksisitas Amonia
kulit. Hasil analisis menunjukkan kadar sulfida pada Adanya amonia pada limbah cair dapat
limbah cair proses liming adalah sebesar 646,40 menyebabkan terjadinya asidifikasi dan eutrofikasi
mg/L. Sementara itu, pada tahap lain seperti soaking, serta terjadi penurunan kandungan oksigen pada
delimingdan bating, tanning dan retanning, dyeing, ekosistem air (Istas et al., 1988; Zeng et al., 2011).
fatliquoring, masing – masing sebesar 30,24 mg/L, Kandungan amonia pada limbah cair banyak
56,95 mg/L, 16,41 mg/L dan 16,90 (Tabel 5). ditemukan pada proses deliming dan bating. Hal
Adanya kandungan sulfida pada tahap yang lain tersebut dikarenakan bahan kimia yang digunakan
diduga karena terdapat penggunaan bahan yang pada proses tersebut adalah ammonium sulfat atau
mengandung sulfat pada proses yang dilakukan. lebih sering dikenal sebagai pupuk ZA.
Senyawa sulfat akan tereduksi menjadi sulfida dalam
kondisi limbah cair yang kadar oksigennya rendah
(Madanhire dan Mbohwa, 2015). Selain itu, proses

Tabel 5. Hasil analisis parameter limbah cair


Parameter
Proses
Amonia (mg/L) Sulfida (mg/L) Cr6+ (mg/L) pH
Soaking 187,78 30,24 0,00 8,35
Liming 95,41 646,40 0,00 11,89
Deliming dan bating 4.701,48 56,95 0,00 8,46
Tanning 109,56 16,41 0,62 4,08
Retanning, dyeing, fatliquoring 156,26 16,90 2,09 4,24
Outlet 59,4 1,02 0,03 8,07
Baku mutu limbah cair* 0,5 0,8 - 6-9
*Baku mutu limbah cair industri penyamakan kulit (KLH, 2014)

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 28 (1):48-60 55


Analisis Material, Energi Dan Toksisitas (MET) …………

Kadar amonia pada pada proses deliming (Shahid et al., 2017). Kedua jenis bentuk tersebut
dan bating sebesar 4.701,5 mg/L (Tabel 5). memiliki toksisitas yang berbeda. Cr6+ memiliki
Sementara itu, pada proses yang lain juga tingkat toksisitas 100 kali lebih tinggi dibandingkan
teridentifikasi mengandung amonia. Kadar amonia dengan Cr3+. Akumulasi Cr6+ pada organ penting
pada proses yang lain berkisar 59,4 – 187,8 mg/L tubuh dapat merusak fungsi metabolisme dan juga
(Tabel 5), meskipun pada beberapa proses tersebut mempunyai dampak karsinogenik, mutagenik dan
tidak menggunakan bahan kimia yang mengandung teratogenik (Ashraf et al., 2017). Dengan demikian,
amonia. Menurut Wang et al. (2012), amonia pada adanya kandungan krom pada limbah cair
limbah cair berasal dari penggunaan penggunaan penyamakan kulit akan membahayakan mahluk
garam amonia dan juga adanya kontribusi yang hidup, khususnya manusia. Hal tersebut dikarenakan
berasal dari amonia nitrogen. krom berpotensi menyebabkan munculnya penyakit
Menurut Wang et al. (2012), kandungan kanker. Menurut Sarker et al. (2013), sifat
amonia yang teridentifikasi dari analisis limbah cair karsinoegenik krom yang terbuang bersamaan
proses soaking berasal dari amonia nitrogen. Hal itu dengan limbah cair tidak hanya mengancam
disebabkan adanya dekomposisi protein selama manusia, namun juga pada hewan dan tanaman,
proses penyimpanan dan adanya penggunaan secara keseluruhan adalah lingkungan. Menurut
bakterisida. Lalu pada proses liming disebabkan Shahid et al. (2017) masuknya senyawa krom
adanya hidrolisis protein jenis keratin dan kolagen kedalam tubuh melalui beberapa cara. Pertama
akibat adanya campuran bahan yang bersifat basa adalah melalui makanan yang telah terkontaminasi
kuat. Sementara itu, kandungan amonia pada proses krom dan yang kedua adalah terpapar dan terhirup
tanning diduga karena kulit masih mengandung secara langsung. Menurutnya krom masuk melalui
amonia akibat dari proses pencucian yang tidak makanan lebih besar dibandingkan dengan
bersih. Hasil analisis menunjukkan adanya pernapasan dan kontak dengan lapisan kulit (Wang
peningkatan kadar amonia pada limbah cair proses et al., 2011; Xiong et al., 2014). Hal tersebut
retanning, dyeing dan fatliquoring (Tabel 5), hal dikarenakan, tanaman sebagai penghasil makanan
tersebut dikarenakan pada proses ini ditambahkan telah terakumulasi krom. Krom terakumulasi pada
anti jamur maupun antibakteri. Menurut Wang et al. setiap bagian tanaman (Shadid et al., 2017).
(2012), bakterisida mengandung amonia nitrogen Hasil analisis penelitian menunjukkan
sebanyak 14,5 mg/g. Lalu limbah cair yang dibuang bahwa krom hexavalent terbentuk pada tahap
dari outlet industri menunjukkan bahwa kandungan tanning dan retanning, dyeing, dan fatliquoring,
amonia masih belum memenuhi syarat baku mutu air masing – masing berjumlah 0,03 mg/L dan 2,09
limbah. KLH (2014) menyatakan bahwa kandungan mg/L (Tabel 5). Dalam peraturan KLH (2014), batas
tertinggi amonia pada limbah cair adalah 0,5 mg/L, maksimum untuk total krom pada limbah cair yang
sementara limbah cair pada outlet mengandung dibuang kelingkungan adalah 0,6 mg/L. Dengan
sebesar 22,98 mg/L (Tabel 5). Hal ini juga demikian dibutuhkan suatu pencegahan agar
mengindikasikan bahwa IPAL yang digunakan di kandungan krom yang terbuang dapat diminimalkan.
industri tidak berjalan efektif. Menurut Midha dan Dey (2008), krom pada limbah
cair yang dihasilkan selama proses penyamakan
Toksisitas Krom jumlahnya sangatlah tinggi yakni 3 – 350 mg/L. Hal
Kromium atau krom merupakan salah satu tersebut dikarenakan 40% garam krom yang
bahan penting yang digunakan untuk proses digunakan selama proses penyamakan kulit akan
penyamakan. Pada kondisi kristal seperti krom terbuang bersamaan limbah cair (Chowdhury et al.,
sulfat, krom tidak memberikan efek yang berbahaya 2013).
bagi lingkungan maupun manusia. Menurut Oral et
al. (2007), sulfida dan kromium merupakan bahan Analisis Strategi Produksi Bersih
toksik pada limbah. International Agency for Produksi bersih merupakan strategi
Research on Cancer (IARC) (1987) menambahkan pengelolaan lingkungan yang digunakan untuk
bahwa krom dikategorikan sebagai bahan pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan.
karsinogenik nomer satu. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan
Kromium dapat bersifat berbahaya jika subtitusi bahan, perubahan teknologi, good house
terjadi perubahan pada bilangan oksidasinya. keeping, dan on site reuse serta merubah produk.
Perubahan tersebut dapat dengan mudah jika krom Hasil identifikasi yang telah dilakukan di industri
mengalami oksidasi (Prado et al., 2016). Faktor yang penyamakan kulit di Magetan, terdapat 8 strategi
dapat menyebabkan terjadinya oksidasi pada yang dapat digunakan untuk mengurangi
senyawa krom adalah karena terpapar oleh senyawa pencemaran lingkungan (Tabel 6).
oksidator dan sinar ultraviolet (Tegtmeyer dan Pada kesepuluh strategi tersebut
Kleban, 2013). Krom mempunyai bilangan oksidasi dikerucutkan menjadi beberapa strategi yang
(-2 sampai +6), tetapi Cr6+ dan Cr3+ merupakan potensial memberikan dampak baik bagi lingkungan.
bentuk yang paling stabil di alam (Ashraf et al., Selain itu, faktor teknis dan ekonomi juga
2017) dan memiliki sifat biokimia yang berbeda diperhatikan dalam pengambilan keputusan strategi.

56 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 28 (1):48-60


Aditya Wahyu Nugraha, Ono Suparno, dan Nastiti S Indrasti

Tabel 6. Analisis peluang penerapan strategi produksi bersih di Magetan dan nilai MPE
Rata Nilai
Strategi Aktivitas
Alternatif
Pengurangan pada Penggunaan air pencucian untuk pencucian pada batch berikutnya / water
932,76
sumber atau on reuse.
site reuse Chrome recovery. 208,64
Pemantauan penggunaan air. 1.622,19
Good house Pembuatan saluran pipa IPAL yang langsung menghubungan ke molen 270,13
keeping Penggabungan beberapa tahapan pada proses beamhouse. 567,37
Penggunaan Dust collector untuk mengurangi debu 184,28
Mengganti krom menggunakan bahan penyamak ramah lingkungan
712,66
Material seperti silika dan vegetable tannin.
substitution Mengganti bahan pada proses beamhouse dengan bahan ramah
795,93
lingkungan.

Strategi terpilih diperoleh dengan penggunaan air (water control) merupakan upaya
menggunakan Metode perbandingan eksponensial pencegahan dalam penggunaan air dalam proses
(MPE) berdasarkan nilai tertinggi pada perhitungan produksi sehingga dapat meminimasi limbah cair
MPE. Nilai diperoleh dari pengisian kuisioner oleh yang terbuang ke lingkungan. Namun menurut
pakar. MPE merupakan metode yang mampu Tunay et al. (1999), minimisasi penggunaan air pada
mengurangi ias dalam analisis dan proses penyamakan kulit akan menyebabkan
mengkuantifikasikan pendapat para pakar dalam terjadinya peningkatan salinitas, bahan toksik, TSS,
skala tertentu (Marimin dan Magfiroh, 2011). COD dan beberapa parameter cemaran lainnya.
Berdasarkan hasil perhitungan MPE (Tabel 6). Lima Sementara itu, Gutterres et al. (2010) menyatakan
strategi yang dipilih untuk diterapkan disajikan pada bahwa water reuse merupakan sebuah langkah yang
Tabel 7. dapat digunakan untuk mengurangi jumlah limbah
Tabel 7. Peluang strategi produksi bersih yang cair yang terbuang ke lingkungan. Strategi ini
dipilih menggunakan MPE merupakan upaya minimisasi penggunaan air pada
proses penyamakan kulit. Sama halnya dengan
No Strategi Hasil Analisis MPE Tunay et al.(1999), strategi ini juga mendorong
1 Pemantauan penggunaan air (water terjadinya peningkatan konsentrasi polutan pada
control) limbah cair, namun hasil analisis kulit samak
2 Penggunaan air pencucian untuk menunjukkan tidak ada perbedaan dengan perlakuan
pencucian pada batch berikutnya / water yang dilakukan secara konvensional. Untuk saat ini,
reuse kedua strategi tersebut merupakan strategi sederhana
3 Mengganti bahan pada proses beamhouse yang dapat diterapkan bagi para pelaku industri.
dengan bahan ramah lingkungan.
4 Mengganti krom menggunakan bahan KESIMPULAN DAN SARAN
penyamak ramah lingkungan seperti silika
dan vegetable tannin Kesimpulan
5 Penggabungan proses beberapa tahapan Kesimpulan penelitian ini adalah proses
pada proses beamhouse. penyamakan kulit menggunakan berbagai macam
bahan kimia berbahaya. Bahan kimia yang
Pada kelima strategi tersebut, water control digunakan ada yang bersifat iritan, korosifdan
dan water reuse merupakan dua strategi prioritas karsinogenik. Limbah cair yang terbetuk pada proses
hasil perhitungan MPE. Berdasarkan diskusi pakar, penyamakan kulit sebanyak 29,5 m3 dan limbah
water control dan water reuse merupakan strategi padat sebesar 1.749,14 kg (basis basah). Hasil
paling sederhana untuk mengontrol limbah cair yang analisis menunjukkan bahwa tahap setting out
terbuang ke lingkungan. Hal tersebut dikarenakan merupakan tahapan yang banyak mengkonsumsi
permasalahan yang sering dihadapi industri energi dengan total 336,37 kWh dari total 632,08
penyamakkan kulit adalah jumlah limbah cair yang kWh. Beberapa polutan berbahaya yang terdapat
terbentuk. Meskipun tidak memberikan dampak dalam limbah cair maupun padat meliputi sulfida,
dalam hal mengurangi polutan yang terkandung amonia dan krom. Amonia N banyak dihasilkan
dalam limbah cair, namun strategi tersebut dapat pada proses deliming dan bating yakni sebesar
mengurangi volume limbah cair yang dibuang 4.701,48 mg/L, Cr6+ banyak terbentuk pada proses
kelingkungan serta mengurangi penggunaan air retanning, dyeing, fatliquoring yakni 2,09 mg/L.
bersih dalam proses produksi kulit samak. Sementara Sulfida banyak terbentuk pada proses
Menurutnya, strategi tersebut merupakan langkah liming yakni sekitar 646,4 mg/L. Selain itu, water
awal yang harus dilakukan sebelum menerapkan reuse (penggunaan ulang air) dan pengontrolan
strategi – strategi yang lain. Pengontrolan penggunaan air merupakan alternatif strategi

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 28 (1):48-60 57


Analisis Material, Energi Dan Toksisitas (MET) …………

produksi bersih potensial yang dapat diterapkan ke Byggeth S dan Hochschomer E. 2006. Handling
industri. traded – off in ecodesign tools for sustainable
product development and procurement.
Saran Journal Cleaner Production. 14: 1420 –
Adapun saran bagi penelitian ini adalah perlu 1430.
dilakukannya aplikasi strategi produksi bersih untuk Chowdhury M, Mostafa MG, Biswas TK, Saha AK.
mengetahui seberapa besar dampak yang didapatkan 2013. Treatment of leather industrial effluents
dari strategi – strategi yang telah direncakan. by filtration and coagulation processes. Water
resources and industyi. 3: 11 – 22.
UCAPAN TERIMA KASIH Covington AD. 2009. Tanning Chemistry: the
science of leather. Cambridge, UK: RSC
Penulis ingin mengucapkan terima kasih Publising.
kepada Kementerian Riset, Teknologi dan Ecobichon DJ. 1999. Occupational Hazarrds of
Pendidikan Tinggi (Indonesia) yang telah membiayai pesticide exposure, sampling, monitoring,
penelitian ini dan memberikan beasiswa PMDSU. measuring. USA: MI.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak Gutterres M, Aquim PM, Passos JB, Trierweiler JO.
– pihak yang membantu pelaksanaan penelitian. 2010. Water reuse in tannery beamhouse
process. Journal Cleaner Production. 18:
DAFTAR PUSTAKA 1545 – 1552.
Han KD, Kim MW, Han HS. 1999. Leather Process
Anonim. 2005. Material Safety Data Sheet Listing. Chemistry. Seoul, Korea: Sun Jin Publisihing.
https://www.sciencelab.com/msdsList.php, [7 140 – 191.
November 2017]. Huber CV dan Doane TA. 1980. A case study –
Anonim. 2012. Leather chemical. http://www.fa- tannery meets EPA pretreatment standarts.
ks.com/Leather%20chemicals.htm, d[7 Proceedings 35th Industrial Wastes
November 2017]. Conference. Indiana, USA: Purdue
APHA. 2012. Standard methods for the examination University.13 – 15 May 1980
of water and waste water. Washington DC: [IARC] International Agency for Research on
APHA. Cancer. 1987. Overall evaluations of
Ashraf A, Bibi I, Niazi NK, Ok YS, Murtaza G, carcinogenicity: an updating of IARC
Shahdid M, Kunhikrishnan A, Li D, Monographs Volume 1 to 42. World Healt
Mahmood T. 2017. Chromium (VI) sorption Organization.
efficiency of acid – activated banan peel over IHOBE. 1999. A practical manual of ecodesign.
organo – montmorillonite in aqueous IHOBE. Holland: Sociedad Publica Gestion
solution. International Journal of Ambiental.
Phytoremediation. 19 (7) :605-613. doi: IL dan SF. 2009. Technical EIA guidance manual
10.1080/15226514.2016.1256372. for leather/skin/hide processing industry.
[ATSDR] Agency for Toxic Subtances and Disease Hyderabad: IL&FS Ecosmart Limited.
Registry. Toxicological profile for Hydrogen Indrasti NS dan Fauzi AM. 2009. Produksi Bersih.
Sulfide. Atlanta, Georgia: ATSDR. Bogor, Indonesia: IPB Pr.
[BASF] BadischeAnilin und Soda Fabrik. 2007. Istas JR, De Borger R, De Temmerman L, Guns,
Pocket Book for the Leather Technologist Meeus-Verdinne K, Ronse A, Scokart P and
fourth edition. German: BASF. Termonia M. 1988. Effect of ammonia on the
Bhargavi NRG, Jayakumar GC, Sreeram KJ, Rao acidification of the environment. Brussels:
JR, Nair BU. 2015. Towards sustainable ECSC-EEC-EAEC.
leather production: vegetabel tanning in non – Kanagaraj J, Velappan KC, Babu NKC, Sadulla S.
aqueous medium. Journal of the American 2006. Solid wastes generation in leather
Leather Chemists Association. 110. industry and its utilization for cleaner
Black M, Canova M, Rydin S, Scalet BM, Roudier environment – a review. Journal Science
S, Sancho LD. 2013. Best Available India Research. 65: 541 – 548.
Techniques (BAT) Reference Document for Kim, Woo C, Park JS, Cho SK, Oh KJ, Kim YS,
the Tanning of Hides and Skins. Luxembourg, Kim D. 2003. Removal of Hydrogen Sulfide,
European Union: JRC refence reports. Amonia, and Benzene by Fluidized Bed
Brezet H, Van Hemel C. 1997. Ecodesign – a Reactoor and Biofilter. Journal Microbiol
promising approach to sustainable Biotechnology. 1 (2): 301 – 304.
production and consumtion. Netherlands:Delf [KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2014.
University of technology. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Buljan J, Reich G, Ludvik J. 2000. Mass Balance In Republik Indonesia No 5 Tahun 2014: Baku
Leather Processing. UNIDO. Mutu Air Limbah. Jakarta, Indonesia: KLH

58 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 28 (1):48-60


Aditya Wahyu Nugraha, Ono Suparno, dan Nastiti S Indrasti

Kothiyal M, Kaur M, dan Dhiman A. 2016. A Rattanapan C dan Ounsaneha W. 2012. Removal of
Comparative Study on Removal Efficiency of hydrogen sulfide gas using biofiltration.
Sulphide an COD from The Tannery Effluent Walailak Journal Science and Technology.
by Using Oxygen Injection and Aeration. 9(1): 9 – 18.
International Journal Environmental Santoyo – Castelazo E, Gujba H, Azapagic A. 2011.
Research. 10 (4): 525 – 530. Life cycle assessment of electricity
Leal – Yepes AM. 2013. Evaluating the generation in Mexico. Energy. 36: 1488 –
effectiveness of design for the environtmen 1499.
tools to help meet sustainability and design Sarker BC, Basak B, dan Islam MdS. 2013.
goals. [Thesis]. USA: Rochester Institut of Chromium effects of tannery waste water and
Technology. appraisal of toxicity strength reduction and
Lofthouse V. 2006. Ecodesign tools for designers: alternative treatment. International Journal
defining the requirements. Journal Cleaner Agronomy and Agricultural Research. 3 (11):
Production. 14: 1386-1395. 23 – 35.
Lubis E. 2008. Kontribusi pembangkit energi listrik Sayers RH dan Langlais LJ. 1977. Removal and
terhadap efek rumah kaca. Prosiding Seminar recovery of sulfide from tannery wastewater.
Nasional Teknologi Pengolahan Limbah VI EPA – 600/2-77-03.
ISSN 1410-6086. Sekaran G, Swarnalatha S, dan Srinivasulu T. 2007.
Lupo R. 2006. Fleshing treatment and compacting. Solid waste management in leather sector.
Proceedings of IULTCS II Eurocongress. Journal Design and Manufacturing
Istanbul, Turki. 24 – 27 Mei 2006. Technologies.1 (1): 47 – 52.
Madanhire I, Mbohwa C. 2015. Investigation of Shadid M, Shamshad S, Rafiq M, Bibi I, Niazi NK,
waste management practices and cleaner Dumat C, Rashid MI. 2017. Chromium
production application in a tannery: Case speciation, bioavailability, uptake, toxicity
study. Proceedings of the World Congress on and detoxification in soil – plant system: a
Engineering 2015. London, UK. 1 – 3 Juli review. Chemosphere. 178: 513 – 533.
2015. Speece RE. 1996. Anaerobic biotechnology for
Madhan B, Rao JR, dan Nair BU. 2010. Studies on industrial wastewater. Tennesse, US: Archae
the removal of interfibrillary materials part I: Press.
removal of protein, proteoglycan, Stamford L dan Azapagic A. 2012. Life cycle
glycosaminoglycans from conventional sustainability assessment of electicity options
beamhousee process. Journal American for the UK. International Journal Energy
Leather Chemists Association. 105:145-149. Research. DOI: 10.1002/er.2962.
Marimin dan Maghfiroh N. 2011. Aplikasi Teknik Stevanov S. 2017. Application of “MET MATRIX”
Pengambilan Keputusan Dalam Manajemen method in outlining the environmental
Rantai Pasok. Bogor, Indonesia: IPB Pr. aspects of a new insulation composite
Midha V dan Dey A. 2008. Biological Treatment of material. Journal Chemical Technology and
Tannery Wastewater for Sulfide Removal. Metallurgy. 52 (5): 969 – 974.
International Journal Chemical Science. Sundar VJ, Ramesh R, Rao PS, Saravan P,
6(2): 472 – 486. Sridharmath B, Muralidharan. 2001. Water
Oral R, Meric S, Nicola ED, Petruzelli, Rocca CD, management in leather industri. Journal
Pagano G. 2007. Multi – species toxicity Science India Research. 60: 443 – 450.
evaluation of a chromium – based leather Sutton MA, Erisman JW, dan Dentener F. 2008.
tannery wastewater. Desalination. 211: 48 – Ammonia in the environment: From ancient
57. time to the present (review). Environmental
Prado C, Ponce SC, Pagano E, Prado FE, Rosa M. Pollution. 156: 583 – 604.
2016. Diferential physiological responses of Teddlie C dan Yu F. 2007. Mixed Methods
two salvinia species to hexavalent chromium Sampling: A Typology With Examples.
at a glance. Aquat Toxicol. 175: 213 – 221. Journal Mixed Methods Research.1: 77.
Puccini M, Seggiani M, Castiello, Vitolo S. 2014. Tegtmeyer D dan Kleban M. 2013. Chromium and
Sustainability in process innovation: leather research: A balanced view of
development of a green tanning process scientific facts and figures. International
supported by LCA methodology. Journal Union of Leather Technologists and Chemists
American Leather Chemists Association. societies (IULTCS).
109:110. Tunay O, Kabdasli I, Orhon D, Cansever G. 1999.
Rao JR, Chandrababu NK, Muralidharan C, Nair Use and minimization of water in leather
BU. 2003. Recouping the wastewater: a away anning processes. Water Science and
forward for cleaner leather processing. Technology. 40(1): 237 – 244.
Journal Cleaner Production. 11: 591 – 599. US EPA. 1979. Development Document for Effluent
Limitations Guidelines and Standarts:

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 28 (1):48-60 59


Analisis Material, Energi Dan Toksisitas (MET) …………

Leather Tanning and Finishing Point Sources Xiong T, Leveque T, Shahid M, Foucault Y, Mombo
Category. EPA 440/1-79/016. S, Dumat C. 2014. Lead and cadmium
Valeika V, Beleska K, dan Valeikiene V. 2006. phytoavailability and human bioaccessibility
Oxidation of sulfide in tannery wastewater by for vegeTabels exposed to soil or atmospheric
use of manganese (IV) Oxide. Polish Journal pollution by process ultrafine particles.
Environmental Studies. 15(4): 623 – 629. Journal Environmental Quality. 43: 1593 -
Wang ZZ, Chen JQ, Chai LY, Yang ZH, Huang SH, 1600.
Zheng Y. 2011. Environmental impact and Yang SB dan Lee SH. 1994. Composition of the
site specific human healt risk of chromium in Odor. Dong Hwa. Seoul. Korea. Pg 6 – 16.
the vicinity of a ferro alloy manufactory, Zeng Y, Lu J, Liao X, He Q, Shi B. 2011. Non –
China. Journal Hazard Meter. 190:980 – 985. amonia deliming using sodium
Wang Y, Zeng Y, Chai X, Liao X, He Q, Shi B. hexametaphosphate and boric acid. Journal
2012. Amonia nitrogen in tannery American Leather Chemists Association. 106:
wastewater: distribution, origin and 257 – 263.
prevention. Journal American Leather
Chemists Association. 107: 40 -50.

60 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 28 (1):48-60

You might also like