Professional Documents
Culture Documents
Bambu Laminasi
Bambu Laminasi
Ratih Putri R
Balai Litbang Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Permukiman
Pusat Litbang Sosial Ekonomi Lingkungan, Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum
Jl. Adisucipto no. 165 Yogyakarta, 55281
Email: rputrir@gmail.com
ABSTRACT
Five of the largest islands that have experienced the most severe deforestation in recent times were Sulawesi,
Sumatera, and Borneo with more than 20% loss of forest area. The need of timber as construction material is one
of the factors that threaten the existence of forestland in those islands. Thus, an alternative to timber becomes
a vital necessity. The PTPT Office, Puskim Denpasar, Bali has developed the laminated bamboo technology
that can be utilized as structural beams for construction. Bali, NTB, and NTT have highly potential forestry;
this also applies in respect to bamboo forests. This research aims to measure the society’s acceptance rate
towards the usage of laminated bamboo as a replacement for timber. The research method applied is survey
using questionnaires and in-depth discussions with respondents. Data is analysed using descriptive statistics,
qualitative, and quantitative. Looking at the environmental aspect, this research shows that all three regions
accept laminated bamboo as a substitute of construction timber. The acceptance of Bali towards the technology’s
aesthetics and architectural design achieves a 2.10 while NTB and NTT rates the bamboo’s physical rigidity as
2.40 and 1.90 respectively.
Keywords: construction timber, acceptance, technology, laminated bamboo, conversion, environment
ABSTRAK
Lima pulau besar yang mengalami deforestasi terberat selama kurun waktu belakangan adalah Sulawesi,
Sumatera, dan Kalimantan yang secara keseluruhan kehilangan lebih dari 20% tutupan hutannya. Kebutuhan
kayu sebagai bahan bangunan salah satunya, menjadikan keberadaan hutan terancam. Oleh karena itu,
alternatif pengganti kayu menjadi sebuah kebutuhan. Balai PTPT, Puskim Denpasar, Bali telah mengembangkan
teknologi bambu laminasi yang dapat digunakan sebagai balok struktur bangunan. Pulau Bali, NTB, dan NTT
memiliki potensi hutan yang besar, begitu pula dengan hutan bambu. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur
keberterimaan masyarakat terhadap penggunaan bambu laminasi sebagai pengganti kayu. Metode penelitian
adalah metode survei dengan menggunakan instrumen kuesioner dan diskusi mendalam dengan responden.
Analisisnya menggunakan teknik statistik deskriptif, kualitatif, dan kuantitatif. Ditinjau dari aspek lingkungan,
penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga wilayah studi dapat menerima teknologi Bambu Laminasi sebagai
pengganti kayu konstruksi. Keberterimaan masyarakat Bali (nilai 2,10) bercirikan estetika dan desain
arsitektur, sedangkan NTB (nilai 2,40) dan NTT (1,90) aspek kekuatan bambu secara fisik.
Kata kunci : bahan kayu konstruksi, keberterimaan, teknologi, bambu laminasi, konversi, lingkungan hidup
15
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.4 No.1, April 2012 hal 1- 65
16
Keberterimaan Masyarakat terhadap Inovasi Teknologi Bambu Laminasi
sebagai Alternatif Pengganti Kayu Konstruksi
Ratih Putri R
penggunaan kuesioner dan diskusi mendalam Konversi dilakukan untuk meningkatkan efektivitas
dengan responden. Analisis dilakukan secara dan efisiensi. Penelitian tentang konversi teknologi
kuantitatif. Hasil yang diperoleh menunjukkan pola telah banyak dilakukan. Efisiensi proses adalah
keberterimaan di lokasi penelitian Bali, NTB, dan hasil akhir yang diharapkan dari konversi sehingga
NTT. dihasilkan output yang lebih baik. Konversi teknologi
densifikasi (membuat dalam bentuk briket/pellet)
KAJIAN PUSTAKA dan thermolisis/pirolisis hasil densifikasi dengan
Keberterimaan teknologi (Technology Acceptance suhu pemanasan 300o C dapat meningkatkan nilai
Model-TAM) adalah teori sistem informasi yang kalor biomassa kotoran kuda (Susana 2010).
memodelkan bagaimana pengguna (user) menerima Konversi penggunaan bambu laminasi dari kayu
dan menggunakan teknologi. Model ini menunjuk- untuk konstruksi adalah upaya green infrastructure.
kan bahwa jika pengguna diberi suatu teknologi, Teknologi bambu laminasi dengan bahan baku
beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan bambu, tidak boleh mengesampingkan pelestarian
mereka untuk menerima dan menggunakannya hutan. Pengelolaan sumber daya alam hutan tidak
adalah perceived usefulness (PU) dan perceived ease- hanya melibatkan aspek biofisik saja, melainkan
of-use (PEOU) (Davis 1989). harus memperhatikan pula aspek sosial, ekonomi,
Unsur-unsur yang mempengaruhi keberterimaan dan kelembagaan.
teknologi adalah proses pengaruh sosial dan Green infrastructure (infrastruktur hijau)
instrumen kognitif. Proses pengaruh sosial terdiri adalah interkoneksi jaringan ruang hijau yang
dari norma subjektif, sukarela, dan gambaran. melestarikan nilai-nilai dan fungsi ekosistem
Sedangkan instrumen kognitif terdiri dari alami dan memberikan manfaat terkait dengan
keterkaitan pekerjaan, kualitas output, hasil yang populasi manusia. Infrastruktur hijau adalah
dapat diaplikasikan, dan kemudahan penggunaan kerangka ekologi yang dibutuhkan untuk
(Venkatesh dan Davis 2000). Proses pengaruh sosial lingkungan, sosial, dan keberlanjutan ekonomi.
merupakan hal internal yang ada pada individu, Perencanaan berbasis infrastruktur hijau dengan
sedangkan instrumen kognitif merupakan unsur perencanaan ruang terbuka secara konvensional
eksternal yang berasal dari teknologi yang menjadi belum mempertimbangkan nilai-nilai konservasi
objek. Gambar 1 menunjukkan unsur-unsur yang lahan, manajemen pertumbuhan, dan perencanaan
mempengaruhi keberterimaan teknologi. pembangunan infrastruktur. Aspek sosial, ekonomi,
Kegagalan penerapan teknologi dapat terjadi jika dan lingkungan diperhatikan dalam pembangunan
faktor-faktor yang mempengaruhi tidak dipenuhi. berkelanjutan.
Kegagalan Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Terdapat tujuh prinsip dalam pelaksanaan
disebabkan oleh kurangnya perhatian terhadap infrastruktur hijau adalah (1) Berfungsi dalam
aspek teknis, lingkungan, sosial, ekonomi, dan kerangka konservasi dan pembangunan, (2)
budaya (Suriadikarta 2009). Membuat desain dan rencana infrastruktur hijau
Secara bahasa, konversi adalah perubahan dari sebelum melaksanakan pembangunan, (3) Jaringan
satu sistem pengetahuan ke sistem yang lain atau adalah kunci, (4) Infrastruktur hijau berfungsi lintas
perubahan dari satu bentuk ke bentuk yang lain. yuridiksi dan skala yang berbeda, (5) Dilandasi ilmu
pekerjaan
norma subjektif
output
proses pengaruh instrumen kognitif
sukarela sosial
hasil aplikasi
gambaran
mudah penggunaan
Keberterimaan
Teknologi
17
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.4 No.1, April 2012 hal 1- 65
pengetahuan dan peta guna lahan, (6) Infrastruktur hutan’ disebutkan pemberdayaan masyarakat
hijau adalah investasi publik yang paling kritis, setempat di dalam dan atau sekitar hutan
(7) Melibatkan peran swasta dan melibatkan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
berbagai stakeholders (Benedict and T. McMahon kelembagaan masyarakat dalam pemanfaatan hutan.
2002). Konversi penggunaan kayu ke bambu Untuk meningkatkan kemampuan kelembagaan
laminasi sebagai kayu konstruksi diharapkan dapat masyarakat sebagaimana dimaksud dilaksanakan
mendukung keberlangsungan ekosistem hutan. dengan difasilitasi oleh Pemerintah dan atau
Pemerintah Daerah.
Dalam upaya menelusuri berbagai faktor yang
terkait dan berpengaruh dalam pengelolaan
METODE PENELITIAN
sumberdaya alam setempat, maka patut
dicermati faktor-faktor ekonomi-politik-hukum Metode penelitian yang digunakan adalah
yang mempengaruhi terciptanya situasi-situasi penelitian survei yang dilakukan melalui mekanisme
pengambilan keputusan tertentu. Perlu pula disimak penyebaran kuesioner dalam forum rapat diskusi
minat-minat dan kepentingan ekonomi berbagai terbatas. Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan,
pihak, termasuk penduduk setempat itu sendiri kemudian didiskusikan untuk klarifikasi kepada
yang belum tentu sejalan dengan ‘harapan’ untuk responden. Responden adalah masyarakat dan
‘melestarikan’ kondisi relung mereka, atau dengan aparat pemda/dinas terkait dari Bali, NTB, dan NTB
‘harapan pihak pendamping’ dan stakeholder yang yang hadir pada rapat. Pemilihan lokasi dilakukan
lain (Mawardi dan Sudaryono 2006). berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Balai
PTPT, Puskim, Denpasar selama kurun waktu 2009
Konversi penggunaan kayu ke bambu laminasi – 2010.
sebagai kayu konstruksi, diharapkan dapat
mendukung keberlangsungan ekosistem hutan. Pengisian kuesioner oleh peserta rapat
Hasil penelitian yang dibahas pada tulisan ini menggunakan Skala Likert 1–5 (skala 1 menunjuk-
menitikberatkan pada distribusi, dan rasio kan sangat tidak setuju dan skala 5 menunjukkan
kesetujuan dan ketidaksetujuan masyarakat sangat setuju sekali). Data yang digunakan untuk
terhadap bambu sebagai bahan pengganti kayu analisis keberterimaan masyarakat terhadap
konstruksi. inovasi teknologi bambu laminasi dirangkum
pada Tabel 1. Data tersebut menunjukkan jumlah
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 responden yang menjawab untuk masing-masing
Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan pertanyaan. Pertanyaan nomor 6 dan 7 pada
Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, lokasi NTB berjumlah tidak sama dengan total
dan Penggunaan Kawasan Hutan, dijelaskan responden. Begitu pula pada lokasi NTT, terjadi
bahwa hutan kemasyarakatan (social forestry) ketidakseragaman antara jumlah jawaban dengan
dimaksudkan untuk mewujudkan kelestarian jumlah responden. Oleh karena itu, jumlah
sumber daya hutan dan meningkatkan kesejahteraan responden dirata-ratakan untuk masing-masing
masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat lokasi sehingga diperoleh jumlah responden Bali,
setempat. Di dalam Pasal 51 tentang ‘Pemberdayaan NTB, dan NTT yang masing-masing adalah 32, 20,
masyarakat setempat di dalam dan atau sekitar dan 38.
Tabel 1. Data Untuk Analisis Keberterimaan Inovasi Bambu Laminasi di Bali, NTB, NTT
Nomor Pertanyaan Rata-
Uraian Skala % Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rata
1 7 2 1 0 4 0 0 6 0 1 2.00 6,6%
Distribusi 2 6 4 1 7 4 4 2 7 0 6 3.91 12,8%
Jawaban 3 4 2 5 8 6 9 11 11 3 5 6.09 20,0%
Responden 4 9 14 7 13 11 10 14 6 14 12 10.36 34,4%
BALI 5 6 10 18 4 7 9 5 2 15 8 8.09 26,3%
∑ 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32.00 100,0%
1 2 2 0 0 2 0 0 0 1 0 0.73 3,5%
Distribusi 2 7 6 1 0 1 1 1 3 1 6 2.64 13,6%
Jawaban 3 2 2 3 6 4 1 1 8 4 6 3.64 18,6%
Responden 4 4 6 6 12 9 5 7 10 10 7 7.27 38,2%
NTB 5 6 5 11 3 5 7 8 0 5 2 5.18 26,1%
∑ 21 21 21 21 21 14 17 21 21 21 19.90 100,0%
1 4 8 7 0 8 0 0 3 1 4 3.27 9,3%
Distribusi 2 5 11 5 0 9 6 3 7 1 7 5.09 14,4%
Jawaban 3 2 5 2 4 4 5 0 9 6 12 4.73 13,0%
Responden 4 6 9 7 5 8 2 15 13 12 8 8.09 22,6%
NTT 5 25 8 21 12 12 10 23 9 22 11 14.36 40,7%
∑ 42 41 42 21 41 23 41 41 42 42 37.60 100,0%
18
Keberterimaan Masyarakat terhadap Inovasi Teknologi Bambu Laminasi
sebagai Alternatif Pengganti Kayu Konstruksi
Ratih Putri R
Pertanyaan yang diajukan pada kuesioner adalah 25
(1) Kayu adalah bahan wajib yang digunakan
jumlah responden
dalam setiap bangunan. (2) Kayu boleh tidak 20
jumlah responden
12
memiliki keunggulan murah dalam produksi. (9)
10
Menurut saya bambu laminasi memiliki keunggulan
8
di bidang estetika dan desain yang menarik. (10)
6
Menurut saya bambu laminasi memiliki komponen-
komponen komposisi bahan dimana komponen 4
0
Validasi instrumen kuesioner dilakukan dengan -2 0 2 4 6 8 10
25
tertera pada kuesioner belum valid, sehingga harus
20
diulang.
15
Analisis dilakukan setelah pertanyaan kuesioner
dinyatakan valid dan hasil analisis dapat diterima 10
20
20 18 18 19 18
17
HASIL DAN PEMBAHASAN 15 13
14 14
16 15 14
12
biru tua menunjukkan skala 2 dan 1. Sumbu “x” Respon negatif Respon positif
menunjukkan nomor pernyataan, yang terdiri dari
10 pernyataan. Sedangkan sumbu “y” menunjukkan Gambar 5. Perbandingan Respon Negatif-Positif
jumlah responden yang menjawab.
Gambar 5. Perbandingan Respon Negatif – Positif
19
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.4 No.1, April 2012 hal 1- 65
20
Keberterimaan Masyarakat terhadap Inovasi Teknologi Bambu Laminasi
sebagai Alternatif Pengganti Kayu Konstruksi
Ratih Putri R
Pemahaman isu lingkungan responden dapat kayu dan kerusakan hutan. Oleh karena itu, bambu
mendukung pelaksanaan infrastruktur hijau. Oleh laminasi yang desainnya mempertimbangkan nilai-
karena itu, pelibatan masyarakat dalam budidaya nilai arsitektur tradisional akan mendapat peluang
hutan bambu dalam hutan kemasyarakatan adalah lebih besar untuk dikembangkan di Bali.
hal penting. Menurut Benedict dan T. McMahon
Karakteristik keberterimaan masyarakat NTB
(2000), dalam pelaksanaan infrastruktur hijau harus
terhadap bambu laminasi dicirikan dari 5 (lima)
melibatkan peran swasta dan berbagai stakeholder.
pernyataan yang nilainya lebih besar dari rata rata
Hutan bambu ini akan berfungsi baik dalam
2,4; yaitu pernyataan ke-3 (nilai 2,5), pernyataan
kerangka konservasi, maupun pembangunan.
ke-4 (nilai 3,0), pernyataan ke-6 (nilai 3,5),
Unsur gambaran dapat diartikan sebagai pernyataan ke-7 (nilai 4,5), dan pernyataan ke-9
kemampuan responden untuk menyukai kondisi (2,5). Karakteristik tersebut mencerminkan bahwa
fisik. Kuesioner nomor 9 bahwa menurut responden masyarakat NTB mengakui bahwa bambu laminasi
bambu laminasi memiliki keunggulan di bidang memiliki keunggulan kuat secara fisik (nilai 4,5),
estetika dan desain yang menarik, bernilai 5,67; 2,5; dan tidak segan menggunakan bambu laminasi
dan 2,38. sebagai pengganti kayu (nilai 3,5). Mereka sadar
bahwa eksploitasi kayu secara terus menerus akan
Unsur ini bernilai tinggi karena contoh yang menghabiskan cadangan sumber daya kayu (nilai
ditunjukkan oleh Balai PTPT, Denpasar sesuai 3,0). Masyarakat NTB juga mengakui bahwa bambu
dengan ekspektasi responden. Sedangkan dari laminasi memiliki esetika dan desain yang baik (nilai
segi instrumen kognitif, unsur-unsur yang dikaji 2,5). Dari kelima pernyataan tersebut tersirat bahwa
adalah keterkaitan pekerjaan, kualitas output, masyarakat NTB lebih memberi perhatian pada
hasil yang dapat diaplikasikan, dan kemudahan kekuatan fisik dari bambu laminasi. Aspek kekuatan
penggunaan. Unsur kualitas output dapat diketahui fisik tersebut merupakan motivator masyarakat
dari rasio keberterimaan yang positif 2,08; 4,50; NTB untuk beralih dari menggunakan kayu menjadi
dan 6,00 untuk masing-masing Bali, NTB, dan NTT. bambu laminasi sebagai bahan konstruksi.
Pertanyaan ini adalah menurut responden bambu
laminasi memiliki keunggulan kuat secara fisik, Karakteristik keberterimaan masyarakat NTT
artinya responden yakin dengan kekuatan fisik terhadap bambu laminasi dicirikan dari 3 (tiga)
bambu laminasi. pernyataan, yaitu pernyataan ke-6, pernyataan
ke-9, dan pernyataan ke-4 yang nilainya lebih besar
Unsur hasil yang dapat diaplikasikan dan dari 1,9 (nilai total rata-rata seluruh indikator
kemudahan penggunaan terkait dengan harga keberterimaan yang digunakan). Masyarakat NTT
bambu laminasi. Jika harga terjangkau, bahkan menegaskan bahwa bambu laminasi memiliki
dapat lebih murah dari kayu sejenis, maka keunggulan kuat secara fisik (nilai 6,0) tetapi juga
penggunaan teknologi ini dapat terlaksana. Dari memiliki nilai estetika dan desain yang menarik
pernyataan nomor 8 bahwa menurut responden (nilai 2,38). Namun, kayu konstruksi masih tetap
bambu laminasi memiliki keunggulan murah dalam digunakan (nilai 2,50).
produksi, memiliki nilai 1,00; 1,91; dan 1,53 untuk
masing-masing lokasi. Nilai ini cukup rendah jika Ketiga masyarakat wilayah penelitian, pada
dibandingkan dengan unsur sebelumnya. dasarnya dapat menerima bambu laminasi
sebagai bahan konstruksi pengganti kayu. Namun,
Karakteristik keberterimaan masyarakat Bali karakteristik keberterimaannya sedikit berbeda.
dicirikan dengan pernyataan ke-2, (nilai 2,5), Masyarakat Bali lebih memberi perhatian pada
dan pernyataan ke-9 (nilai 5,67) yang nilai estetika dan desain bambu laminasi, sedangkan
keduanya diatas total rata-rata seluruh indikator masyarakat NTB dan NTT lebih pada aspek
keberterimaan, yaitu 2,10). Masyarakat Bali kekuatan bambu secara fisik. Ditinjau dari aspek
menegaskan bahwa bambu laminasi memang konservasi, masyarakat Bali dan NTB termotivasi
memiliki keunggulan estetika dan desain menarik untuk tidak menggunakan kayu untuk bahan
(nilai 5,67). Selain itu ditegaskan pula bahwa konstruksi, sedangkan masyarakat NTT masih akan
kayu tidak digunakan sebagai bahan wajib untuk menggunakan kayu.
konstruksi. Tersirat dari kedua pernyataan tersebut
bahwa masyarakat Bali sangat sadar lingkungan. KESIMPULAN
Disisi lain, estetika dan desain bambu laminasi
mendapat perhatian yang lebih baik dari masyarakat Secara umum, keberterimaan masyarakat
NTB dan NTT. Hal tersebut mengindikasikan wilayah penelitian terhadap inovasi teknologi
bahwa apabila kayu menjadi wajib sebagai bahan bambu laminasi sebagai alternatif pengganti kayu
konstruksi, maka konsekuensinya adalah kelangkaan konstruksi adalah positif. Masyarakat di ketiga
21
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.4 No.1, April 2012 hal 1- 65
wilayah penelitian dapat menerima bahwa aspek Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor
konservasi sumber daya kayu menjadi landasan 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan
keberterimaan teknologi bambu laminasi. Namun, Hutan.
masyarakat Bali dan NTB akan sepenuhnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 34
menggunakan bambu laminasi, sedangkan tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
masyarakat NTT masih menggunakan sebagian Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan
kayu sebagai bahan konstruksi. Masyarakat Bali dan Penggunaan Kawasan Hutan.
lebih memperhatikan aspek estetika dan desain
arsitektur, sedangkan masyarakat NTB dan NTT [Puslitbang Kim]. Pusat Penelitian dan
lebih memperhatikan aspek kekuatan bambu secara Pengembangan Permukiman Kementerian
fisik. Penerapan teknologi bambu laminasi sebagai Pekerjaan Umum. 2011. Pidato Menteri PU pada
infrastruktur hijau harus dilaksanakan dengan pembukaan kolokium Puslitbang Permukiman
pelibatan masyarakat dalam hutan kemasyarakatan. PU dengan tema Meningkatkan Kemanfaatan
Masyarakat selain dapat berperan serta dalam Hasil Litbang Perumahan dan Permukiman
pengadaan bahan bangunan bambu laminasi, juga untuk Mendukung Percepatan Pembangunan
memiliki andil dalam pelestarian hutan. Peran Ekonomi, Kesejahteraan Masyarakat dan
aktif Pemerintah dan Pemerintah Daerah setempat Peningkatan Kualitas Lingkungan. Bandung.
untuk mengaktifkan kelembagaan masyarakat perlu Suriadikarta, Didi Ardi. Pembelajaran dari Kegagalan
disoroti lebih lanjut. Penanganan Kawasan PLG Sejuta Hektar Menuju
Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. 2009.
DAFTAR PUSTAKA Majalah Ilmiah Pengembangan Inovasi Pertanian
2(4): 229-242.
[Balai Sosekling Kim]. Balai Litbang Sosial Ekonomi
Lingkungan bidang Permukiman Kementerian Susana, I. 2010. Peningkatan Nilai Kalor Biomassa
Pekerjaan Umum. 2011. Kajian Kelayakan Kotoran Kuda dengan Metode Densifikasi dan
Sosekling dalam Penerapan Teknologi Bahan Thermolisis. Jurnal Teknik Mesin 11(2).
Bangunan untuk Perumahan Tradisional. Venkatesh, Viswanath. Davis, Fred D. A. 2000.
Yogyakarta. Theoretical Extension of the Technology
[Balai PTPT Denpasar]. Balai Pengembangan Acceptance Model: Four Longitudinal Field
Teknologi Perumahan Tradisional Kementerian Studies. Management Science 46(2):186-204.
Pekerjaan Umum. 2010. Laporan Studi Bambu World Bank. 2011. World Development Indicators.
Laminasi. Denpasar. Last updated: Nov 2, 2011, http://www.google.
Benedict, Mark A., T. McMahon, Edward. 2002. Green co.in/publicdata/home (diakses 23 Desember
Infrastructure: Smart Conservation for the 21st 2011).
Century. Renewable Resources Journal 20(3):12-
17.
Davis, F.D. 1989. Perceived Usefulness, Perceived
Ease of Use, and Acceptance of Information
System Technology. MIS Quarterly 13(3):319-
339.
[Kem Hut]. Kementerian Kehutanan. 2010. Kondisi
dan Perubahan Tutupan Hutan. http://www.
pdf.wri.org/indoforest_chap2_id.pdf (diakses
22 Desember 2011).
Kompas. 2009. Basis Data Perumahan Belum
Akurat. http://properti.kompas.com/
read/2009/05/12/18054972/Basis.Data.
Perumahan.Belum.Akurat (diakses 22 Desember
2011).
Mawardi, I dan Sudaryono. 2006. Konservasi Hutan
dan Lahan melalui Pemberdayaan Masyarakat
Sekitar Hutan. Jurnal Teknik Lingkungan 7(3):
317-324.
22