45 89 1 SM

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

Chaeril : Analisis Kerawanan Longsor Berbasis Spasial Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung

ANALISIS KERAWANAN LONGSOR BERBASIS SPASIAL


DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG

(Analyzing of Prone Landslide Base of Spatial in Bantimurung Bulusaraung


National Park)

Chaeril1, Amir Tjoneng2 dan Saida2


1
Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar
E-mail : chaeril.eril@gmail.com
2
Fakultas Pertanian Universitas Muslim Indonesia Makassar
Jalan Urip Sumoharjo Km 5 Panakukang, Makassar 90231 Telp. (0411) 455666

ABSTRACT
This research was conducted with the aim of: 1) To identifythe pattern (mapping) of prone
landslide in Bantimurung Bulusaraung National Park, 2) To compile the analyze of prone landslide
classification in Bantimurung Bulusaraung National Park, 3) To plan a strategy which can be applied for
minimalizing the prone landslide in Bantimurung Bulusaraung National Park. Research was conducted
on two regencies locatedin Bantimurung Bulusaraung National Park, Pangkep and Maros. Research was
conducted from April to July 2017 using the secondary data which proccees by SIG and count byStorie’s
Index method.As the factors arerainy drops, soil type, slope area, geology type, vegetation/land cover and
human. The advanced analyze considering the zonation of Bantimurung Bulusaraung National Park. The
results of analyzing, are 1) The research’s area in Maros contains prone and very prone wider than in
Pangkep, 2) the soil type, geology type and slope area find in very prone landslide’s area, 3) The
traditional zone which contains prone class and very prone class is in Mallawa, 4) Similarly condition for
special zone which contains prone class and very prone class is in Mallawa. The strategy can be applied
according to analyzing by Storie Index, are 1) planting and rehabilitation in open area, 2) the using of
farm area in slope and steep area, applied by terraces model, 3) making socialization for the community
in Prone Area and Very Prone Area, early anticipating landslide case

Keywords: prone landslide, spatial, national park, zonation, storie index

PENDAHULUAN zona untuk fungsi penyangga kehidupan,


Undang - Undang No. 5 Tahun zona pengawetan plasma nutfah beserta
1990, diuraikan bahwa taman nasional ekosistemnya dan zona dimana dapat
adalah kawasan pelestarian alam yang dilaksanakan kegiatan pemanfaatan secara
memiliki ekosistem asli yang dikelola lestari bagi kesejahteraan masyarakat.
dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28
untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan
pendidikan, menunjang budidaya, pari- Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
wisata dan rekreasi. Taman Nasional Alam, dijelaskan bahwa ditunjuknya suatu
adalah salah satu kawasan konservasi kawasan menjadi TN karena memiliki
yang dikelola berdasarkan sistem zonasi sumber daya alam hayati dan ekosistem
sesuai dengan fungsinya, yaitu yang khas, masih utuh dan alami serta

Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 1 Maret 2018 54


Chaeril : Analisis Kerawanan Longsor Berbasis Spasial Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung

gejala alam yang unik sehingga menjadi Daerah Penyangga kawasan


menyimpan potensi yang tinggi meliputi taman nasional. Sebagian besar
flora, fauna, ekosistem serta jasa masyarakat yang bermukim di desa-desa
lingkungan dan wisata alam. tersebut masih menggantungkan
Dalam pengelolaan taman nasional, hidupnya di sektor pertanian, antara lain
zonasi merupakan suatu perangkat penting dengan bertani tanaman pangan,
pengelolaan yang menjadi “rules of the hortikulura dan palawija, beternak,
game” atau “management order”. berkebun serta memungut hasil hutan.
Penataan zonasi pada kawasan taman Pemanfaatan lahan masyarakat pada
nasional diperlukan dalam rangka sektor pertanian ini dapat menyebabkan
pengelolaan kawasan dan potensi terjadinya perubahan lahan. Pemanfaatan
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya lahan yang dilakukan di luar batas
secara efektif, guna memperoleh manfaat kemampuan lahan dapat menjadi salah
yang optimal dan lestari. Penataan zonasi satu faktor yang memicu terjadinya
tersebut merupakan upaya penataan ruang longsor.
di dalam taman nasional untuk Dewasa ini, hampir seluruh
optimalisasi fungsi dan peruntukan Indonesia dilanda bencana alam
potensi sumberdaya alam hayati dan longsor.Bencana ini tidak hanya
ekosistem pada setiap bagian kawasan, menimbulkan korban jiwa dan harta
serta untuk penerapan dan penegakan benda, juga kerusakan lahan yang
hukum yang dilaksanakan atas berdampak jangka panjang pada
pelanggaran di setiap zona taman nasional kehidupan masyarakat. Seiring
secara tegas dan pasti. meningkatnya kejadian bencana alam di
Masyarakat bermukim dan Indonesia secara frekuensi maupun
beraktivitas di sekitar kawasan Taman intensitasnya, pemerintah semakin giat
Nasional Bantimurung Bulusaraung melakukan berbagai upaya untuk
tersebar di 45 Desa, yang berada di mengantisipasi dan mengatasi bencana
sepuluh Kecamatan dari tiga Kabupaten alam di Indonesia, antara lain Program
yaitu Kabupaten Maros, Kabupaten Desa Tanggap Bencana.
Pangkajene dan Kepulauan serta
Kabupaten Bone. Semua desa tersebut

55 Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 1 Maret 2018


Chaeril : Analisis Kerawanan Longsor Berbasis Spasial Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung

Berdasarkan uraian latar belakang batas-batas Taman Nasional Bantimurung


tersebut di atas, maka dirumuskan Bulusaraung adalah sebagai berikut :
masalah sebagai berikut : • Sebelah Utara berbatasan dengan
1. Bagaimana pola sebaran (pemetaan) Kabupaten Pangkep, Maros, Barru dan
kerawanan longsor di Taman Nasional Bone;
Bantimurung Bulusaraung? • Sebelah Timur berbatasan dengan
2. Bagaimana analisis data kelas Kabupaten Maros dan Bone;
kerawanan longsor di daerah • Sebelah Selatan berbatasan dengan
penyangga Taman Nasional Kabupaten Maros;
Bantimurung Bulusaraung? • Sebelah Barat berbatasan dengan
3. Strategi apa saja yang dapat dilakukan Kabupaten Maros dan Pangkep.
dalam meminimalkan resiko longsor di
Taman Nasional Bantimurung Penelitian dilaksanakan selama tiga
Bulusaraung? bulan yaitu pada Bulan April sampai
dengan Juni Tahun 2017.
METODE PENELITIAN Data yang digunakan merupakan data
Lokasi penelitian dilaksanakan pada sekunder, yang meliputi data spasial (peta-
wilayah Balai Taman Nasional peta pendukung) dan data kuantitatif yang
Bantimurung Bulusaraung dengan luas akan ditampilkan secara spasial.
wilayah sekitar 43.750 Ha, yang meliputi Adapun data spasial berupa peta-peta
dua wilayah administratif pemerintahan pendukung sebagai berikut:
yaitu Kabupaten Maros dan Kabupaten a.Peta Curah Hujan; b.Peta Tanah; c.Peta
Pangkajene dan Kepulauan yang Geologi; d.Peta Tutupan Lahan; e.Peta
selanjutnya akan disebut sebagai wilayah Kemiringan; f. Peta Kepadatan Rumah
penelitian. Secara geografis wilayah Tangga Petani; g. Peta Taman Nasional
penelitian terletak antara 119° 34’ 17” – Bantimurung Bulusaraung; dan h. Peta
119° 55’ 13” Bujur Timur dan antara - 4° Zonasi Taman Nasional Bantimurung
42’ 49” sampai dengan -5° 06’ 42” Bulusaraung.
Lintang Selatan. Secara kewilayahan,

Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 1 Maret 2018 56


Chaeril : Analisis Kerawanan Longsor Berbasis Spasial Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung

Gambar 1. Bagan Alur Tahapan Penelitian

Metode yang digunakan dalam Model Indeks Storie ini digunakan untuk
penelitian ini adalah Metode Indeks menentukan tingkat kerentanan gerakan
Storie. Prinsip analisis data pada metode tanah dengan menggunakan empat
ini adalah dengan memberikan skor dan parameter yaitu tataguna lahan,
bobot pada masing-masing faktor yang kemiringan lereng, jenis tanah dan curah
dianggap dapat menyebabkan terjadinya hujan. Pada penelitian ini, akan
longsor. Nilai skor kumulatif untuk ditambahkan faktor curah hujan dan faktor
menentukan tingkat daerah rawan longsor manusia sehingga model pendugaannya
diperoleh melalui model pendugaan, menjadi :
sedangkan pemberian bobot untuk Skor Kumulatif = (30% x Faktor Curah
menentukan tingkat daerah rawan longsor Hujan) + (20% x Faktor Tanah) + (20% x
disesuaikan dengan faktor dominan atau Faktor Geologi) + (15% x Faktor Tutupan
faktor terbesar penyebab terjadinya tanah Lahan) + (10% x Faktor kemiringan
longsor. Lahan) + (5% Manusia)

57 Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 1 Maret 2018


Chaeril : Analisis Kerawanan Longsor Berbasis Spasial Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung

selanjutnya diolah menjadi rata-rata curah


HASIL DAN PEMBAHASAN
hujan bulanan untuk kemudian
Curah Hujan
dikelompokkan dan dijadikan atribut peta
Data yang digunakan untuk menganalisis
wilayah penelitian. Selanjutnya, tiap kelas
faktor curah hujan adalah data sekunder,
curah hujan akan diberikan skor
berupa data series curah hujanan bulanan
berdasarkan BMKG.
dari Pos Pengamatan BMKG di wilayah
Berdasarkan hasil pengolahan data curah
penelitian. Untuk data yang relevan dan
hujan, dilakukan pemberian skor dan
representatif, maka dalam penelitian ini
pembagian kelas curah hujan sebagai
digunakan curah hujan series selama
berikut
periode 10 tahun. Data tersebut
Tabel 1. Luas Wilayah Penelitian Menurut Curah Hujan Bulanan, Kelas Curah Hujan,
dan Skor
Curah Hujan
Kelas Luas Wilayah
No Bulanan Skor
Curah Hujan (Ha)
(mm)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 < 100 Rendah 0 1
2 100 - 300 Menengah 13,496.08 2
3 300 - 400 Tinggi 11,257.94 3
4 > 400 Sangat Tinggi 18,995.98 4

Total 43,750.00
Sumber : Data Sekunder

Dari grafik di atas, terlihat bahwa potensi rawan longsor yang disebabkan
wilayah penelitian didominasi oleh kelas dari faktor curah tahunan.
curah hujan tahunan ‘Sangat Tinggi’ Tanah
(43,42 persen) dari total wilayah, Pada penelitian ini, tanah
sedangkan sisanya berada pada kelas merupakan faktor yang dianggap cukup
‘Menengah’ (30,85 persen) dan kelas berpengaruh terhadap kerawanan longsor
‘Tinggi’ (25,73 persen). Selain itu, sehingga diberikan bobot 20 persen,.
diperoleh juga bahwa tidak ada wilayah Pemberian skor kerawanan longsor untuk
penelitian yang termasuk dalam masing-masing kelas jenis tanah
kelas‘Rendah’. Hal ini menunjukkan didasarkan pada ciri morfologi tanah
bahwa semua wilayah penelitian memiliki berupa tekstur tanah (pasir, debu dan

Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 1 Maret 2018 58


Chaeril : Analisis Kerawanan Longsor Berbasis Spasial Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung

lempung) dan sifat permeabilitasnya. Berdasarkan hasil pengolahan data


Selain itu dipengaruhi juga oleh tingkat jenis tanah, dilakukan pemberian skor dan
kepekaan tanah terhadap erosi pembagian kelas jenis tanah sebagai
(erodibilitas) yang dapat menyebabkan berikut:
longsor
Tabel 2. Luas Wilayah Penelitian Menurut Jenis Tanah, Kelas Tanah dan Skor
Luas
Kelas
No. Jenis Tanah Wilayah Skor
Tanah
(Ha)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Rendolls/ Mollisol Tidak Peka 18,747.84 1
2 Inceptisol/Latosol Agak Peka 1,320.35 2
3 Alfisol/Mediteran Kurang Peka - 3
4 Ultisol/Podsolik Peka 1,172.75 4
5 Entisol/Regosol Sangat peka 22,509.07 5
Total 43,750.00
Sumber : Data Sekunder
Dari tabel di atas terlihat bahwa satusama lain. Berdasarkan besar butirnya,
jenis tanah terluas di wilayah penelitian batuan yang berbutir halus pada umumnya
adalah entisol, merupakan tanah yang mempunyai kerawanan longsor yang lebih
sangat peka terhadap kerawanan longsor. tinggi, jika dilihat dari kekompakannya
Lebih dari setengah wilayah merupakan maka batuan yang kompak mempunyai
jenis entisol atau sekitar 51,45 persen. kerawanan longsor yang lebih rendah.
Geologi Pemberian skor dan pembagian kelas
Batuan yang menyusun suatu daerah berikut:
mempunyai bahaya yang berbeda

Tabel 3. Luas Wilayah Penelitian Menurut Kelas Geologi dan Skor


Luas
Jenis Kelas
No Wilayah Skor
Batuan Geologi
(Ha)
(1) (2 (3) (4) (5)
1 Aluvial Rendah 1.056,24 1
2 Batuan Kapur Agak Rendah 19.022,75 2
3 Granit Sedang 0,00 3
4 Sedimen/Batu Pasir Agak Tinggi 1.421,65 4
5 Batuan bassal Tinggi 22.249,36 5
Jumlah 43.750,00
Sumber : Data Geologi Wilayah Penelitian, diolah

59 Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 1 Maret 2018


Chaeril : Analisis Kerawanan Longsor Berbasis Spasial Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung

Dari tabel di atas, terlihat bahwa Kemiringan Lereng


kondisi geologi wilayah penelitian
Pemberian skor kerawanan tanah longsor
didominasi oleh dua jenis batuan yaitu
untuk masing-masing kelas lereng
batuan basal dan bukit kapur, masing-
didasarkan pada kemiringan lereng.
masing 50,86 persen dan 43,48 persen.
Sedangkan dua jenis batuan lain terdapat Semakin miring suatu wilayah maka
juga di wilayah penelitian, dengan semakin tinggi kerawanan longsor,
persentase yang rendah, yaitu alluvial sedangkan semakin datar suatu wilayah
(2,41 persen) dan sedimen/batu pasir (3,25 maka semakin rendah kerawanan longsor.
persen). Berdasarkan hasil pengolahan data
kemiringan lereng, dilakukan pemberian
skor dan pembagian kelas jenis
kemiringan lereng sebagai berikut.

Tabel 4. Luas Wilayah Penelitian Menurut Kelas Kemiringan Lereng, dan Skor
Kemiringan Kelas Luas
No. Lereng Kemiringan Wilayah Skor
(derajat) Lereng (Ha)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 <8 Datar 561.32 1
2 8 – 15 Landai 5,519.40 2
3 16 – 23 Agak Curam 14,904.62 3
4 26 – 45 Curam 7,309.02 4
5 >45 Sangat Curam 15,455.59 5
Total 43,750.00
Sumber : Data Sekunder
Dari hasil pengolahan data Tutupan Lahan

kemiringan lereng di Wilayah Penelitian Pemberian skor kerawanan longsor

di atas diperoleh bahwa wilayah yang untuk masing-masing kelas tutupan lahan

memiliki potensi kerawanan longsor yaitu didasarkan pada jenis tutupan lahan hasil

wilayah dengan kelas kemiringan lereng interpretasi peta citra satelit. Berdasarkan

agak curam, curam dan sangat curam Pedoman SNI 7645:2010, terdapat 22

memiliki proporsi luas sekitar 86.10 jenis tutupan lahan. Dari hasil pengolahan

persen dari total luas wilayah penelitian. peta citra satelit wilayah penelitian
didapatkan hasil awal 14 jenis tutupan
lahan hasil dilinieasi. Selanjutnya, untuk

Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 1 Maret 2018 60


Chaeril : Analisis Kerawanan Longsor Berbasis Spasial Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung

mendukung pembobotan 14 jenis itu semak belukar, tambak, tubuh air; lahan
disederhanakan lagi menjadi 6 kelompok terbuka, savana .
yaitu awan; hutan lahan kering primer, Berdasarkan hasil pengolahan data
sekunder; hutan tanaman; lahan tutupan lahan, dilakukan pemberian skor
terbangun, permukiman, kebun, sawah, dan pembagian kelas tutupan lahan
sebagai berikut:

Tabel 5. Luas Wilayah Penelitian Menurut Kelas Tutupan Lahan dan Skor
Luas
Kelas
No Wilayah Skor
Tutupan Lahan
(Ha)
(1) (2 (3) (4)
1 Awan 265.19 0
2 Hutan Lahan Kering Primer, dan Sekunder 34,693.97 1
3 Hutan Tanaman 359.92 2
4 Perkebunan 172,23 3
5 Sawah, Semak Belukar, Tambak, Tubuh
6.064,82 4
Air, Lahan Terbangun, Pemukiman,
6 Lahan Terbuka, Savana 2,193.86 5
Jumlah 43.750,00

Sumber : Data Sekunder Diolah


Dari hasil pengolahan data tutupan komposisi tanah dan relatif akan
lahan di wilayah penelitian dan meningkatkan potensi gerakan tanah yang
pembentukan kelas tutupan lahan di akan meningfkatkan kerawanan longsor di
Wilayah Penelitian di atas, diperoleh suatu wilayah. Berdasarkan hasil
bahwa sebagian besar wilayah penelitian pengolahan data kepadatan rumah tangga
merupakan hutan lahan kering primer pertanian, dilakukan pemberian skor dan
atau sekitar 79 persen dari total wilayah. pembagian kelas kepadatan rumah tangga
Faktor Manusia pertanian sebagai berikut.
Pemanfaatan lahan oleh manusia
khususnya di pertanian dapat mengubah

61 Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 1 Maret 2018


Chaeril : Analisis Kerawanan Longsor Berbasis Spasial Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung

Tabel 6. Luas Wilayah Penelitian Menurut Kelas Kepadatan RTP dan Skor
Kepadatan RTP Kelas
No (rumah tangga Kepadatan Luas (Ha) Skor
per km2) RTP
(1) (2 (3) (4) (5)
1 5 - 50 Tidak padat 34.200,43 1
2 51 - 95 Padat 6.894,72 2
3 96 - 140 Sangat padat 2.654,85 3
Total 43,750.00
Sumber: Data Sekunder

Metode Indeks Storie


Dari hasil pengolahan data
kepadatan rumah tangga pertanian di Dari hasil analisis dan pembobotan

wilayah penelitian diperoleh bahwa ke enam faktor pemicu kerawanan longsor

wilayah dengan kepadatan RTP paling menggunakan Metode Indeks Storie pada

rendah terdapat di Desa Samaenre, penelitian ini, selanjutnya skor komulatif

Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros dari angka tersebut di masukkan kedalam

sebanyak 5 rumah tangga pertanian per interval kelas untuk mendapatkan kelas

km2 dan kepadatan paling tinggi terdapat kerawanan longsor. Berikut disajikan

di Kelurahan Minasatene, Kecamatan kelas interval kerawanan longsor sebagai

Minasatene Kabupaten Pangkep sebanyak berikut:

140 rumah tangga pertanian per km2.

Tabel 7. Interval Kelas Menurut Kelas Kerawanan Longsor


Kelas
Hasil Penghitungan
No Kerawanan
(interval kelas)
Longsor
(1) (2) (3)
1 1.80 – 2.72 Kurang Rawan
2 2.73 – 3.65 Rawan
3 3.66 – 4.55 Sangat Rawan
Total
Sumber: Data Sekunder

Untuk melihat persebaran wilayah pengolahan data skoring dan pembobotan


kerawanan longsor, maka disajikan peta dengan indeks storie terhadap enam faktor
berikut ini yang merupakan hasil dari pemicu kerawanan longsor.

Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 1 Maret 2018 62


Chaeril : Analisis Kerawanan Longsor Berbasis Spasial Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung

Gambar 2. Peta Kelas Kerawanan Longsor di Wilayah Penelitian

Berdasarkan perhitungan dengan menyajikan proporsi luas wilayah


metode matematis yang diperoleh dari penelitian menurut kelas kerawanan
hasil indeks storie maka gambar berikut longsor.

Gambar 3. Wilayah Penelitian Menurut Kelas Kerawanan Longsor.

63 Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 1 Maret 2018


Chaeril : Analisis Kerawanan Longsor Berbasis Spasial Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung

Perbandingan Kerawanan Longsor di pertimbangan menjadikan Kecamatan


Dua Kabupaten
Balocci sebagai prioritas pencegahan
Maros kerawanan longsor di Kabupaten
Jika dibandingkan antara kecamatan Pangkep. Khususnya Desa Tompobulu
di wilayah penelitian di Kabupaten Maros, yang memiliki luas tertinggi untuk kelas
Kelas sangat rawan dan kelas rawan sangat rawan dan kelas rawan. Hal ini
paling luas berada di Kecamatan Mallawa. sesuai dengan letak geografis Desa
Ini sesuai dengan kondisi geografis Tompobulu yang berada di kaki
Kecamatan Mallawa yang terdapat Pegunungan Bulusaraung.
Pegunungan Tondong Karambu yang Meskipun Kecamatan Balocci
merupakan titik tertinggi di wilayah terluas secara kelas sangat rawan dan
penelitian. Hal ini cukup menjadi salah kelas rawan. beberapa kecamatan di
satu pertimbangan menjadikan Kecamatan Kabupaten Pangkep juga masih memiliki
Mallawa sebagai prioritas pencegahan potensi terjadi longsor yang cukup perlu
kerawanan longsor di Kabupaten Maros. diperhatikan, mengingat masih ada
Meskipun Kecamatan Mallawa terluas wilayah dari Kecamatan Minasatene dan
secara kelas sangat rawan, beberapa Kecamatan Tondongtallasa yang masuk
kecamatan di Kabupaten Maros juga kelas rawan dan sangat rawan, meskipun
masih memiliki potensi terjadi longsor luasnya lebih kecil dari Kecamatan
yang cukup perlu diperhatikan, terkait Balocci.
dengan faktor-faktor pengaruh yang Strategi Meminimalkan Kerawanan
Longsor
terdapat di beberapa kecamatan tersebut.
Mempertimbangkan semua faktor
Kecamatan Camba dan Kecamatan
pengaruh tersebut bahwa yang dapat
Cenrana secara pengelompokan masuk
dilakukan perubahan hanya terhadap
kelas rawan yang juga cukup luas.
faktor tutupan lahan, sedangkan untuk
Pangkep
faktor manusia di zona khusus rata-rata
Jika dibandingkan antara kecamatan
bukan merupakan kelas kepadatan rumah
di wilayah penelitian di Kabupaten
tangga pertanian yang Padat. Meskipun
Pangkep, Kelas sangat rawan dan kelas
Curah hujan, tanah, geologi, dan
rawan paling luas berada di Kecamatan
kemiringan lereng merupakan faktor-
Balocci. Hal ini cukup menjadi salah satu
faktor utama memicu kerawanan longsor

Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 1 Maret 2018 64


Chaeril : Analisis Kerawanan Longsor Berbasis Spasial Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung

di zona khusus, namun keempat faktor Camba, Kecamatan Cenrana dan


alam tersebut bersifat tidak dapat Kecamatan Tompobulu merupakan
dikontrol, yang tidak dapat diubah kecamatan yang memiliki kerawanan
ataupun diberi pengaruh. longsor, sementara di Kabupaten Pangkep
Strategi yang dapat diupayakan kondisi yang sama terdapat di Kecamatan
untuk meminimalkan resiko kerawanan Balocci.
longsor di Kecamatan Mallawa, Dari ke tiga kelas kerawanan
Kecamatan Camba, Kecamatan Simbang, longsor di wilayah penelitian, , 43.30
Kecamatan Bantimurung, Kecamatan persen dari luas wilayah penelitian
Balocci dan Kecamatan Tondong Tallasa merupakan kelas tidak rawan atau sekitar
yaitu dengan melakukan perubahan kelas 18,944.01 Hektar. Sedangkan sisanya
tutupan lahan minimal satu tingkat di atas merupakan wilayah kelas rawan dan
kelas tutupan lahan yang ada. Sedikit sangat rawan, yaitu masing-masing 34.26
berbeda untuk Kecamatan Cenrana dan persen (14,989.36 Hektar) dan 22.44
Kecamatan Tompobulu, pada wilayah persen (9,816.63 Hektar).
dengan kelas tutupan lahan, upaya yang Strategi yang dapat diupayakan
dapat dilakukan adalah melakukan untuk meminimalkan resiko kerawanan
perubahan tutupan lahan, minimal longsor di Kecamatan Mallawa,
menjadi tutupan lahan hutan sekunder Kecamatan Camba, Kecamatan Simbang,
atan primer. Selain itu, di wilayah tertentu Kecamatan Bantimurung, Kecamatan
dapat juga dilakukan pemanfaatan lahan Balocci dan Kecamatan Tondong Tallasa
dengan terasering untuk menghambat laju yaitu dengan melakukan perubahan kelas
air dan mengurangi tingkat kecuraman tutupan lahan minimal satu tingkat di atas
lereng. kelas tutupan lahan yang ada. Sedikit
KESIMPULAN berbeda untuk Kecamatan Cenrana dan
Wilayah penelitian di Kabupaten Kecamatan Tompobulu, pada wilayah
Maros yang termasuk Kelas Kerawanan dengan kelas tutupan lahan, upaya yang
Longsor Rawan dan Sangat Rawan lebih dapat dilakukan adalah melakukan
banyak dibandingkan wilayah penelitian perubahan tutupan lahan, minimal
di Kabupaten Pangkep. Di Kabupaten menjadi tutupan lahan hutan sekunder
Maros, Kecamatan Mallawa, Kecamatan atan primer. Selain itu, di wilayah tertentu

65 Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 1 Maret 2018


Chaeril : Analisis Kerawanan Longsor Berbasis Spasial Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung

dapat juga dilakukan pemanfaatan lahan Beni Raharjo 2015, Belajar ArcGis
Desktop 10.2/10.3 Indonesia,
dengan terasering untuk menghambat laju
Geosiana Press
air dan mengurangi tingkat kecuraman
Benny N Joewono, 2011. Kompas.com.
lereng. Banjir Bandang dan Tanah
Longsor, 4 Warga Pangkep Tewas,
24 April 2011
DAFTAR PUSTAKA
Dedi Hermon, 2014. Geografi Bencana
Badan Meteorologi dan Klimatologi. Alam, Rajawali Press. Jakarta
Curah Hujan dan Potensi Bencana
Gerakan Tanah, 2008. Jakarta Departemen Kehutanan. Undang-Undang
Badan Standarisasi Nasional. Klasifikasi No. 5 Tahun 1990 Tentang
Penutupan Lahan Tahun 2010. Konservasi Sumberdaya Alam
SNI No. 7645:2010. Jakarta Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta
Badan Nasional Penanggulangan Departemen Kehutanan, Undang-Undang
Bencana. 2007. Undang - undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Republik Indonesia Nomor 24 Kehutanan. Jakarta.
Tahun Penanggulangan Bencana.
Jakarta Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi. 2004.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros. Manajemen Bencana Tanah
2016. Kabupaten Maros Dalam Longsor.
Angka 2016. Maros. Maros http://www.pikiranrakyat.com/ceta
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pangkep. k/2005/0305/22/0802.htm. [15
2016. Kabupaten Pangkep Dalam Desember 2007].
Angka 2016. Pangkep
Edy Prahasta. 2001. Konsep-konsep Dasar
Balai TN Bantimurung Bulusaraung, Sistem Informasi Geografis.
2008, Rencana Pengelolaan Informatika Bandung. Bandung:
Jangka Panjang Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung Periode Fheny Fuzi Lestari, 2008. Penerapan
2008-2027 Kabupaten Pangkep Sistem Informasi Geografis Dalam
dan Kabupaten Maros, Provinsi Pemetaan Daerah Rawan Longsor
Sulawesi Selatan. Maros Di Kabupaten Bogor. IPB. Bogor
_________. 2012, Laporan Profil Daerah
Hardjowigeno Sarwono . 2007. Ilmu
Penyanga Taman Nasional
Tanah. Akademika. Pressindo.
Bantimurung Bulusaraung, Maros
Jakarta
_________. 2015, Zonasi BTN
Bantimurung Bulusaraung, Maros Hary Christadi Hardiatmo. 2012. Tanah
Longsor dan Erosi, Kejadian dan
_________. 2016. Rencana Pengelolan Penanganan. Jakarta.
Jangka Panjang Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung 2016-
2025. Maros

Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 1 Maret 2018 66


Chaeril : Analisis Kerawanan Longsor Berbasis Spasial Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung

Hariadi Kartodiharjo. 2008. Dibalik Kementerian Lingkungan Hidup dan


Kerusakan Hutan dan Bencana Kehutanan, 2015. Peraturan
Alam. Wana Aksara. Banten Pemerintah No 76 tentang
Kriteria Zona Pengelolaan Taman
Hasan Basri, 2016, “Waspada, Inilah 10 Nasional, Blok Pengelolaan Cagar
Wilayah Rawan Longsor di Alam, Suaka Margasatwa, Taman
Sulawesi Selatan, Makassar. Hutan Raya dan Taman Wisata
”http://makassar.tribunnews.com/2 Alam. Jakarta.
016/04/23/waspada-inuilah-10-
wilayah-rawan-longsor-di-Sulsel, Khori Sugianti, dkk. 2014. Pengklasan
Diakses pada tanggal 30 Maret Tingkat Kerentanan Gerakan
2017 Tanah Daerah Sumedang Selatan
Menggunakan Metode Storie.
Hasnawir. 2011. Intensitas Curah Hujan ISSN 0125-9849, e-ISSN 2354-
Memicu Tanah Longsor Dangkal 6638 Ris Geo.Tam Vol.24, No.2
Di Sulawesi Selatan (Rainfall Desember 2014 (93-104)
intensity induced shallow
landslides in South Sulawesi, Balai Muhammad Noorwantoro, Donny
Penelitian Kehutanan Makassar. Harisuseno, Runi Asmaranto.
Makassar. 2013. Analisa Kawasan Rawan
Bencana Tanah Longsor Di DAS
Herdianto Gani, 2014. Skripsi Pemetaan Upper Brantas Menggunakan
Tingkat Kerawanan Longsor di Sistem Informasi Geografi.
Kota. 2015 Universitas Brawijaya: Malang.
IUCN-International Union for Muhamad Sholahuddin MS. 2015. SIG
Conservation of Nature and Untuk Memetakan Daerah Banjir
Natural Resources. 1994. Dengan Metode Skoring dan
Guidelines for Protected Areas Pembobotan (Studi Kasus
Management Catagories. IUCN Kabupaten Jepara). Sistem
Commission on National Parks Informasi, Fasilkom, Udinus.
and Protected Areas (CNPPA). Naryanto, N.S. 2002. Evaluasi dan
Gland: IUCN Mitigasi Bencana Tanah Longsor
di Pulau Jawa Tahun 2001. BPPT.
Janu Muhammad, 2012. https://
Jakarta.
1janumuhammad.wordpress.com/2
012/12/30/ pengertian-tanah- Rosma Heryani, Dr. Paharuddin M.si, Drs.
longsor/) Diakses pada tanggal 30 Samsu Arif M.Si, Analisis
Maret 2017 Kerawanan Banjir Berbasis
Spasial Menggunakan AHP di
Kementerian Kehutanan. 2011. Peraturan Kabupaten Maros, Maros
Pemerintah Nomor 28 tahun 2011
tentang Pengelolaan Kawasan Samsul Arifin, Ita Carolila, Cahol
Suaka Alam dan Kawasan Winarso. 2006. Implementasi
Pelestarian Alam. Kementerian Penginderaan Jauh Dan SIG
Kehutanan. Jakarta Untuk Inventarisasi Daerah
Rawan Longsor, Lampung.

67 Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 1 Maret 2018


Chaeril : Analisis Kerawanan Longsor Berbasis Spasial Di Kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung

Sangadji, 2003. Formasi Geologi, Yunianto, 2011. Analisis Kerawanan


Penggunaan Lahan, dan Pola Tanah Longsor Dengan Aplikasi
Sebaran Aktivitas Penduduk di Sistem Informasi Geografis (SIG)
Jabodetabek. Skripsi. Departemen dan Penginderaan Jauh di
Tanah Fakultas Pertanian IPB. Kabupaten Bogor, IPB.
Sarwono Hardjowinegoro, 2003.
Klasifikasi Tanah dan
Pedogenesis. Akademika
Pressindo, Jakarta,

Sidle R.C and Dhakal, a.S. 2003. Recent


Advances in the spasial and
temporal modeling of shaloow
landlies.
http://www.mssanZ.org.au/MODS
IM03/Volume_02/A11/08_sidle.p
d

Sinukaban, Naik 2007. Konservasi Tanah


dan Air. Kunci Pembangunan
Berkelanjutan. Direktorat RLPS,
Jakarta

Sitanala Arsyad, 1989. Konservasi Tanah


dan Air. Bogor. IPB Press.

Sitorus, S., 1985. Evaluasi Sumber Daya


Lahan. Tarsito, Bandung.
Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya
Tanah dan Air . Andi Offset.
Jogyakarta,
Sutikno, 1997. Penanggulangan Tanah
Longsor. Bahan Penyuluhan
Bencana Alam Gerakan Tanah.
Jakarta.
Sutopo Purwo Nugroho, 2017, Talkshow
Menuju Hari Kesiapsiagaan
Bencana Nasional.”
https://www.bnpb.go.id/home/deta
il/3330/Talkshow-Menuju-Hari-
Kesiapsiagaan-Bencana-Nasional,
Diakses Tanggal 30 Maret 2017

Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 1 Maret 2018 68

You might also like