Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 5, NO.

1, MEI 2019: 12-17


JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 5, NO. 1, MEI 2019: 12-7

PERBANDINGAN JUMLAH ASUPAN ASAM AMINO ANTARA BALITA


STUNTING DAN TIDAK STUNTING DI KOTA MALANG

Annisa Rizky Maulidiana1, Dwipajati2


1
Jurusan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, Indonesia
2
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang, Jawa Timur, Indonesia
Email m.annisarizky@gmail.com

Abstract: One of the risk factors of stunting is protein intake inadequacy, and can be seen from the
amino acid intake. Objective the research to compare amino acid intake in stunting and non-stunting
children in the area of Puskesmas Kedungkandang Malang. Methods: Observational study with case-
control design with purposive sampling method. Instruments including sociodemographic question-
naire and anthropometric measurements included body weight and height or length of the children.
Children’s dietary history was collected through a semi-quantitative food frequency questionnaire.
Data analysis using independent sample t-test and logistic regression with the SPSS for Windows.
Results: Based on the field measurements, 23 stunted children became case group and 57 non-stunted
became control group. Compared to WHO 2007 standard, 7 of 9 essential amino acids (EAA) intake in
the case group were inadequate (p<0.05). Control group lacked 3 out of 9 EAA, namely leucine, lysine,
and valine (p<0.05). Conclusion: Stunted children may receive less EAA intake compared to non-
stunted children

Keywords: children under five, stunting, amino acids

Abstrak: Salah satu faktor risiko stunting adalah asupan protein yang kurang memadai, yang dapat
dilihat dari jumlah asupan asam amino. Tujuan penelitian ini membandingkan asupan asam amino
pada kelompok balita stunting dan tidak stunting di wilayah kerja Puskesmas Kedungkandang Malang.
Metode: Penelitian observasional dengan desain kasus-kontrol dan metode purposive sampling.
Instrumen penelitian termasuk kuesioner sosiodemografi dan pengukuran antropometri meliputi berat
badan dan tinggi atau panjang badan balita. Asupan makan balita dikumpulkan melalui metode semi-
quantitative food frequency questionnaire. Analisis data menggunakan independent sample t-test dan
regresi logistik dengan program SPSS for Windows. Hasil: Berdasarkan pengukuran di lapangan, 23
balita stunting menjadi kelompok kasus dan 57 balita normal menjadi kelompok kontrol. Dibandingkan
dengan kebutuhan WHO 2007, asupan 7 dari 9 asam amino esensial (AAE) pada kelompok kasus tidak
terpenuhi (p<0.05). Sedangkan balita tidak stunting kekurangan 3 dari 9 AAE, yaitu leusin, lisin, dan
valin (p<0.05). Kesimpulan: Balita stunting kurang mendapat asupan AAE dibandingkan dengan
balita tidak stunting.

Kata Kunci: balita, stunting, asam amino

PENDAHULUAN menurut Umur (TB/U) yang kurang dari -2SD


Stunting adalah salah satu masalah gizi yang Z-Score (WHO, 1995). Stunting dianggap
banyak ditemukan pada negara berkembang, sebagai indikator terbaik dalam mengukur
lebih dikenal dengan istilah gangguan pertum- masalah kurang gizi kronis (Black et al., 2013).
buhan linier atau pendek. Pada tahun 2015, Menurut hasil Pemantauan Status Gizi (PSG),
sekitar seperempat populasi balita di dunia, atau prevalensi balita pendek mengalami peningkatan
sekitar 151 juta balita, mengalami masalah dari 27.5% pada tahun 2016 menjadi 29.6%
stunting, dimana hampir seluruhnya berada di pada tahun 2017. Di wilayah Kota Malang,
negara berpendapatan rendah (UNICEF, Kecamatan Kedungkandang menempati posisi
2013). Istilah ini merujuk pada hasil pengukuran
12 pertama denganp-ISSN:
angka2460-0334
kejadiane-ISSN:
stunting yang
2615-5516
status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang tertinggi, yaitu 5.9% atau sebanyak 922 balita dari
Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan total 15.595 balita. Dari tiga Puskesmas yang
12
Maulidiana, Perbandingan Jumlah Asupan Asam Amino Balita Stunting...

terdapat di wilayah Kecamatan Kedungkandang, METODE PENELITIAN


Puskesmas Kedungkandang memiliki prevalensi Penelitian ini adalah penelitian observasional
balita stunting tertinggi (7.58%), atau sebanyak analitik dengan menggunakan desain case-con-
605 balita dari total 7.977 balita (Dinkes Kota trol (kasus-kontrol) di wilayah kerja Puskesmas
Malang, 2017). Kedungkandang Kota Malang, mulai dari bulan
Stunting pada balita secara langsung Agustus sampai Desember 2018. Jumlah sampel
disebabkan oleh asupan zat gizi, terutama ditentukan dengan metode purposive sampling
karbohidrat dan protein, yang kurang dari dengan perbandingan antara kelompok kasus
kebutuhan dan adanya penyakit infeksi (WHO, dan kontrol 1:1, yaitu sebanyak 80 balita dengan
2014). Protein adalah zat gizi yang berperan kriteria inklusi anak dalam keadaan sehat dan
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan berusia 24-59 bulan. Khusus untuk kelompok
tubuh dan otak balita. Kualitas suatu makanan kasus balita memiliki panjang badan menurut
berprotein dinilai dari seberapa lengkap umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur
kandungan jenis asam amino (AA) nya. Semakin (TB/U)  -2SD Z-score. Penelitian ini telah
lengkap ragam kandungan AA suatu protein, mendapat sertifikat layak etik (Ethical Clear-
semakin tinggi nilai suatu protein tersebut (Nuss ance) dari Komisi Etik Polkesma dengan
et al., 2011). Reg.No.: 435/KEPK-POLKESMA/2018, serta
Sembilan dari 22 jenis AA yang dibutuhkan persetujuan tertulis bahwa responden bersedia
oleh tubuh manusia bersifat esensial. Kurangnya ikut serta dalam penelitian ini.
asupan AA esensial menyebabkan terganggunya Pemeriksaan antropometri yang dilakukan
proses metabolisme yang berpengaruh langsung adalah penimbangan berat badan dan pengukuran
terhadap proses tumbuh kembang linier pada panjang atau tinggi badan anak balita yang
balita. Penelitian oleh Nuss dan Tanumihardjo dilakukan sesuai standar WHO Multicentre
(2011) menyebutkan bahwa anak dengan risiko Growth Reference Study (MGRS) (8). Berat
stunting kurang mendapatkan asupan AA badan diukur hingga ke ukuran 0.1 kg terdekat
esensial di dalam dietnya, seperti triptofan dan menggunakan timbangan injak. Tinggi dan
lisin (Nuss et al., 2011). Penelitian lain oleh panjang badan diukur hingga ke ukuran 0.1 cm
Semba et al. (2016) menyebutkan bahwa anak menggunakan microtoise dan meteran. Status gizi
stunting memiliki kadar serum sembilan AA dari masing-masing anak dihitung berdasarkan
esensial yang lebih rendah daripada anak dengan rata-rata dari dua kali hasil pengukuran, kemudian
pertumbuhan normal. Selain itu, kadar asam ditentukan menurut Z-score [berat badan menurut
amino kondisional (arginin, glisin, glutamin) dan umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/
non esensial (asparagin, glutamat, serin) juga lebih U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/
rendah secara signifikan pada anak stunting TB) menggunakan software ANTHRO-plus.
daripada anak normal (Semba et al., 2016). Tingkat konsumsi energi, protein dan jumlah
Saat ini, penelitian yang terfokus pada jenis asupan asam amino dilihat dari hasil asesmen
asupan asam amino, kaitannya dengan kejadian riwayat makan anak dengan menggunakan form
stunting pada anak masih sangat terbatas. Oleh semi quantitative food frequency question-
karena itu, diperlukan sebuah studi yang naire (SQ-FFQ). Form FFQ berisi 118 bahan
bertujuan untuk meneliti jenis asupan asam amino makanan yang biasa dikonsumsi menurut Daftar
sebagai faktor determinan terjadinya stunting Kandungan Asam Amino Esensial. Seluruh data
pada anak, terutama yang berusia di bawah lima kemudian dimasukkan ke dalam software
tahun. Nutrisurvey. Selain itu, untuk mengetahui jumlah

p-ISSN: 2460-0334 e-ISSN: 2615-5516 13


JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 5, NO. 1, MEI 2019: 12-7

asam amino yang dikonsumsi akan digunakan HASIL PENELITIAN


tabel komposisi asam amino tiap bahan makanan. Dari total 80 balita yang menjadi responden
Jumlah dari asam amino yang dikonsumsi oleh dalam penelitian ini, 40 balita menjadi kelompok
subjek penelitian kemudian dibandingkan dengan kasus dan 40 balita menjadi kelompok kontrol.
standar baku kebutuhan total asam amino dan Penentuan ini berdasarkan data sekunder Bulan
asam amino esensial untuk anak usia di bawah Timbang Puskesmas Kedungkandang bulan
lima tahun (WHO, 2007). Februari 2018. Setelah dilakukan pengukuran
Tes statistik yang digunakan adalah chi- tinggi badan ulang oleh enumerator, didapatkan
square dan independent sample t-test, untuk bahwa terdapat perbedaan pengukuran.
membandingkan data karakteristik balita dan Sehingga, data yang dipakai dalam penelitian ini
jumlah asupan asam amino antara kelompok adalah 23 balita di kelompok kasus dan 57 balita
kasus dan kontrol. Dilanjutkan Tes ANOVA di kelompok kontrol, seperti pada Tabel 1.
untuk melihat perbedaan antara kebutuhan asam Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan
amino esensial (AAE) menurut standar WHO, untuk variabel usia dan jenis kelamin antara
dan asupan AAE di kelompok kasus dan kontrol. kelompok kasus dan kontrol. Sebanyak 12
Apabila hasil ANOVA menunjukkan p-value (52.2%) dan 25 (43.9%) responden di
<0.05, dilanjutkan dengan tes post-hoc kelompok kasus dan kontrol adalah balita
menggunakan tes Tukey HSD. Seluruh analisis perempuan (0.622).
menggunakan SPSS Statistics v.24 for Windows Data pengukuran antropometri yang meliputi
(IBM), hasil analisis dengan p-value <0.05 berat badan, tinggi badan, indeks BB/U dan TB/
dianggap signifikan secara statistik. U menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian (N=80)
Kasus Kontrol
Karakteristik (n=23) (n=57) p-value
n(%) n(%)
Usia, bulan (mean±SD) 30.87±8.91 38.88±12.34 0.072
Jenis kelamin
Laki-laki 11 (47.8) 32 (56.1) 0.622
Perempuan 12 (52.2) 25 (43.9)
Antropometri (mean±SD)
Berat badan lahir, kg 2.89±0.34 3.11±0.50 0.036
Panjang badan lahir, cm 47.00±4.80 50.13±4.89 0.004
Berat badan, kg 10.01±1.26 14.38±4.12 <0.001
Tinggi badan, cm 80.35±4.58 95.87±10.61 <0.001
Nilai BB/U -2.21±1.08 -0.34±1.65 <0.001
Nilai TB/U -3.08±1.02 -0.25±1.34 <0.001
Tingkat konsumsi Energi
Kurang 13 (56.5) 17 (29.8) 0.270
Sesuai 2 (8.7) 20 (35.1)
Lebih 8 (34.8) 20 (35.1)
Tingkat konsumsi Protein
Kurang - 3 (5.3) 0.030
Sesuai - 3 (5.3)
Lebih 23 (100) 51 (89.5)
14 p-ISSN: 2460-0334 e-ISSN: 2615-5516
Maulidiana, Perbandingan Jumlah Asupan Asam Amino Balita Stunting...

Tabel 2. Perbandingan Jumlah Asupan Asam Amino Esensial antara Rekomendasi WHO,
Kelompok Kasus (n=23), dan Kelompok Kontrol (n=57)

Jumlah AAE (g/hari)


Rekomendasi Kelompok Kelompok
Jenis AAE p-value
WHO Kasus Kontrol
(mean±SD) (mean±SD) (mean±SD)
Histidin 2.33±0.41 a 1.36±0.42b 1.77±0.89 ab 0.024
a
Isoleusin 4.33±0.98 2.44±0.78b 3.16±1.55 ab 0.017
a
Leusin 8.63±1.83 4.25±1.38b 5.30±2.61 b 0.003
a
Lysin 6.90±1.32 3.54±1.18b 4.57±2.46 b 0.011
a
AA Sulfur 3.45±0.66 1.17±0.41b 1.55±0.80 ab 0.025
AA Aromatik 5.96±1.06 2.10±0.79 3.03±1.49 0.135
Treonin 3.59±0.69 a 2.15±0.68b 2.74±1.39 ab 0.038
Triptofan 0.96±0.17 0.63±0.22 0.81±0.41 0.057
Valin 5.69±1.17 a 2.78±0.85b 3.51±1.70 b 0.003
a,b
mean dengan huruf berbeda di baris yang sama berbeda secara signifikan (p<0.05)
AA Sulfur: AAE Metionin dan AA Sistein; AA Aromatik: AAE Fenilalanin dan AA Tirosin

sangat signifikan (p<0.001). Rerata indeks BB/ bahwa asupan AA leusin, lisin dan valin di
U (-2.21±1.08) dan TB/U (-3.08±1.02) kelompok kontrol juga lebih rendah secara
menunjukkan bahwa balita di kelompok kasus signifikan daripada rekomendasi WHO
berada di kategori underweight (<-2 SD) dan (p=0.002, p=0.048, dan p=0.014, masing-
severe stunted (<-3SD). masing).
Untuk tingkat konsumsi protein, seluruh
responden di kelompok kasus dan sebagian PEMBAHASAN
besar kelompok kontrol memiliki tingkat Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
konsumsi lebih dari rekomendasi Angka perbandingan asupan asam amino esensial pada
Kecukupan Gizi (120% Angka Kecukupan kelompok balita stunting dan tidak stunting di
Protein) (p=0.030) wilayah kerja Puskesmas Kedungkandang
Jumlah asupan AAE di kelompok kasus dan Malang. Hasil dari penelitian ini adalah balita
kontrol juga dibandingkan dengan rekomendasi stunting mengalami kekurangan tujuh asam amino
WHO 2007 (Tabel 2). Diantara sembilan AAE, esensial daripada kebutuhan menurut WHO.
mean asupan asam amino aromatik (AAA) dan Sedangkan balita tidak stunting atau normal
AAE triptofan tidak berbeda secara signifikan kekurangan tiga asam amino esensial dalam
dengan rekomendasi WHO (p=0.135, p=0.057, dietnya.
masing-masing). Sementara tujuh AAE lainnya Definisi operasional dari kecukupan jumlah
berbeda secara signifikan yang ditunjukkan oleh protein dari diet adalah berdasarkan pada
p-value <0.05 dari analisis ANOVA. Dari hasil keseimbangan nitrogen di dalam tubuh, yang
tes post-hoc menggunakan Tukey, diketahui kemudian dijadikan sebagai dasar untuk
bahwa kelompok kasus memiliki asupan tujuh penghitungan angka kebutuhan dan penetapan
AAE yang lebih rendah secara signifikan daripada rekomendasi asupan protein (WHO, 2007).
rekomendasi WHO. Selain itu, ditemukan pula Akan tetapi, protein dan asam amino juga

p-ISSN: 2460-0334 e-ISSN: 2615-5516 15


JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 5, NO. 1, MEI 2019: 12-7

memiliki peran lain yang berdampak kepada stunting di negara berkembang adalah meskipun
kesehatan. Salah satu contoh dari peran lain pro- tampaknya anak-anak tersebut memiliki asupan
tein adalah sebagai regulator hormon-hormon protein yang adekuat, tetapi terdapat masalah-
pertumbuhan dan sekresi IGF-1 yang masalah di balik itu yang dapat membuat mereka
berpengaruh terhadap proses anabolisme dan jatuh ke dalam resiko kekurangan zat gizi pro-
pertumbuhan linier. Hal ini dapat berpengaruh tein. Pertama, ketidakmampuan tubuh untuk
terhadap estimasi kebutuhan protein yang mencerna, termasuk menyerap dan menyimpan
berbeda dengan ketetapan yang telah dibuat asam amino esensial dari makanan, sehingga
berdasarkan pada keseimbangan nitrogen yang dapat menurunkan keefektivan protein yang
berhubungan dengan pertumbuhan tubuh (WHO, terdapat di dalam tubuh – sehingga menyebabkan
2007). overestimasi angka kebutuhan protein dari
Bukti-bukti yang terdapat saat ini makanan. Kedua, perhitungan kebutuhan anak-
mengindikasikan bahwa kualitas dan kuantitas anak akan protein yang kurang sesuai.
protein diet mempengaruhi produksi hormon Kebutuhan protein dan asam amino saat ini tidak
pertumbuhan, yang selanjutnya berpengaruh memperhitungkan kebutuhan tambahan saat ada
terhadap pertumbuhan linier. Asupan protein yang defisit energi dan infeksi, ditambah lagi dengan
adekuat pada masa kecil / bayi telah terbukti fungsi pencernaan dan penyerapan yang kurang
dapat menstimulasi pertumbuhan awal dan juga optimal (Uauy, 2016).
berhubungan dengan berat dan tinggi badan Penelitian Semba (2016) menyebutkan
nantinya. Saat ini, belum ada perhatian lebih lanjut bahwa anak stunting memiliki kadar serum 9
terhadap peran potensial dari asam amino baik (sembilan) asam amino esensial (triptofan,
esensial maupun non-esensial dalam kaitannya isoleusin, leusin, valine, metionin, threonin, histidin,
dengan respon hormonal yang berhubungan fenilalanin, lisin) yang lebih rendah daripada anak
dengan pertumbuhan linier, maupun terhadap dengan pertumbuhan normal. Selain itu, kadar
organ-organ tubuh yang spesifik membutuhkan asam amino kondisional (arginin, glisin, glutamin)
protein dan asam amino dalam menjalankan dan non esensial (asparagin, glutamat, serin) juga
fungsinya (Suhardjo, 1992). lebih rendah secara signifikan pada anak stunt-
Bahan makanan yang memiliki komposisi ing daripada anak normal.
asam amino yang tepat dan dapat dicerna dengan
baik oleh tubuh dapat dikatakan memiliki kualitas KESIMPULAN
protein yang tinggi. Bahan makanan yang berasal Di area kerja Puskesmas Kedungkandang
dari sumber hewani memiliki nilai total dan utilisasi Malang, menurut standar kebutuhan asam amino
protein yang lebih tinggi dan hampir mirip satu esensial dari WHO, balita dengan tinggi badan
dan yang lainnya, apabila dibandingkan dengan normal kekurangan 3 dari 9 kebutuhan asam
bahan makanan lain yang memiliki komposisi amino esensial, yaitu leusin, lisin, dan valin.
asam amino esensial yang sedikit serta sulit untuk Sedangkan balita stunting kekurangan 7 dari 9
dicerna, seperti biji-bijian (Winarno, 2004). asam amino esensial pada dietnya.
Penelitian tentang penilaian kualitas dan
kuantitas protein untuk pertumbuhan linier telah SARAN
banyak diinvestigasi di negara-negara maju.
Perlu penelitian lanjutan dengan jumlah
Tetapi lain halnya dengan di negara-negara
sampel yang lebih banyak dan wilayah penelitian
berkembang. Alasan mengapa banyak kejadian
yang lebih luas, agar mendapatkan gambaran

16 p-ISSN: 2460-0334 e-ISSN: 2615-5516


Maulidiana, Perbandingan Jumlah Asupan Asam Amino Balita Stunting...

yang lebih besar dan sampel yang heterogen. Semba RD, Shardell M, Ashour FA, et al. (2016)
Perlu diadakan refreshing kader tentang cara Child stunting is associated with low circu-
mengukur tinggi badan anak agar tidak terjadi lating essential amino acids. EBio Medi-
kesalahan interpretasi data, terutama status gizi cine.6:246-52.
usia balita Suhardjo C. (1992). Prinsip-prinsip ilmu gizi.
Perlu diadakan penyuluhan kepada Yogyakarta: Kanisius.78-83
masyarakat, terutama ibu balita, tentang Uauy R, Suri DJ, Ghosh S, Kurpad A,
pentingnya konsumsi makanan beraneka ragam Rosenberg IH.(2016). Low circulating
karena kebutuhan zat gizi tidak dapat terpenuhi amino acids and protein quality: an interest-
dari satu jenis bahan makanan saja, demikian ing piece in the puzzle of early childhood
halnya dengan pemenuhan kebutuhan asam amino stunting. EBioMedicine.8:28-9.
esensial dalam diet. UNICEF. (2013).UNICEF/World Health Or-
ganization/World Bank Group. Progress
DAFTAR PUSTAKA for children: a report card on nutrition.
Black RE, Victora CG, Walker SP, et al (2013). UNICEF; 2013.
Maternal and child undernutrition and over- WHO. (1995). World Health Organization.
weight in low-income and middle-income Physical status: The use and Interpreta-
countries. The Lancet. 382(9890):427-51. tion of Anthropometry. Report of a WHO
Dinas Kesehatan Kota Malang. (2017).Profil Expert Committe. WHO Technical Report
Kesehatan Kota Malang. Dinkes Kota Series 854. Geneva:WHO
Malang. WHO.(2014). Global nutrition targets 2025:
de Onis M., et al. (2004). Measurement and Stunting policy brief. World Health Orga-
standardization protocols for anthropometry nization.
used in the construction of a new interna- WHO/FAO/UNU. (2007). Protein and Amino
tional growth reference. Food Nutr Bull. Acid Requirements in Human
25(1 Suppl): p. S27-36. Nutrition.Report of a Joint WHO/FAO/
Nuss ET, Tanumihardjo SA.(2011). Quality pro- UNU Expert Consultation, WHO Techni-
tein maize for Africa: closing the protein in- cal Report Series no. 935. Geneva: WHO
adequacy gap in vulnerable populations. Ad- Winarno FG. (2004). Keamanan Pangan Jilid
vances in Nutrition. 2(3):217-24. 1. M-Brio Press, Bogor.

p-ISSN: 2460-0334 e-ISSN: 2615-5516 17

You might also like