Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP

PEREMPUAN DAN ANAK

ROLE OF SOCIAL WORKERS IN RESPONDING TO VIOLENCE AGAINST WOMEN AND


CHILDREN

Binahayati Rusyidi
Departemen Kesejahteraan Sosial
binahayati@unpad. ac. id

Santoso Tri Raharjo


Universitas Padjadjaran, Bandung
santoso. tri raharjo@unpad. ac. id

Abstract
This article discusses violence against women and children and the role of social workers to respond to it.
Documentation study utilizes available information from secondary resources of national and international sources. It
describes the impact of violence against women and children, assesses the role of social workers and analyzes the role
of social work educational Institution to prepare professional social workers in the field. This article argues that it is
essential for the social workers to understand their role in resolving violence against women and children considering
that the issue highly intersects with many other social welfare problems. This article shows that the social workers in
advanced countries play an important role to handle the problems as an integrated part of their social welfare system
and they are not separated from the support from educational system to prepare competent social workers. On the
contrary, the role of Indonesian social workers to respond violence against women and children is stiull limited. In
addition, social work education institutions have not paid sufficient attention to respond the needs of social workers
in the services of violence against women and children. The article is concluded with several recommendations to to
be discussed to improve the role of social work education institutions to handle violence against women and children.

Keywords: role of social worker, role of social work education, violence against women and children.

Abstrak
Artikel ini membahas kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTPA) dan peran pekerja sosial dalam merespon
permasalahan tersebut. Studi dokumentasi menggunakan berbagai sumber nasional dan internasional digunakan untuk
menggambarkan dampak kekerasan KTPA, menggali peran pekerja sosial dalam serta menganalisa peran lembaga
pendidikan pekerjaan sosial dalam mempersiapkan pekerja sosial yang kompeten dalam mencegah dan mengintervensi
KTPA. Artikel ini menekankan bahwa pekerja sosial perlu memahami peran mereka dalam menanggulangi KTPA
karena permasalahan KTPA banyak beririsan dengan berbagai permasalahan kesejahteraan sosial lainnya. Pekerja sosial
di negara maju berperan penting dalam menangani permasalahan sebagai bagian terintegrasi dari sistem kesejahteraan
masyarakatnya dan hal tersebut tidak terlepas dari dukungan sistem pendidikan untuk menghasilkan pekerja sosial
yang kompeten. Sebaliknya, peran pekerja sosial di Indonesia dalam merespon KTPA masih relatif terbatas. Selain itu,
lembaga pendidikan pekerjaan sosial belum memberikan perhatian yang memadai untuk merespon kebutuhan pekerja
sosial dalam layanan KTPA. Artikel ini mencakup berbagai rekomendasi dibahas untuk meningkatkan peran lembaga
pendidikan pekerjaan sosial di Indonesia dalam penanganan KTPA.
Kata Kunci: kekerasan terhadap perempuan dan anak, peran pekerja sosial, peran lembaga pendidikan pekerjaan
sosial.

Peran Pekerja Sosial dalam Penanganan Kekerasan Terhadap 375


Perempuan dan Anak, Binahayati Rusyidi dan Santoso Tri Raharjo
PENDAHULUAN ranah privat (keluarga) maupun publik. Global
Kekerasan terhadap perempuan dan anak Report (2017): Ending violence in childhood
(KTPA) merupakan salah satu persoalan sosial menunjukkan bahwa hampir 75% anak anak
global yang dihadapi setiap negara tanpa berusia 1-14 tahun di Indonesia mengalami
tergantung dari tingkat perkembangan sosial, pendisiplinan dengan kekerasan atau agresi
ekonomi, politik dan budayanya (World Health psikologis dan hukuman fisik di rumah.
Organization, 2014). Walaupun tidak ditemukan
Artikel ini bertujuan mendiskusikan peran
data yang pasti terkait angka kekerasan terhadap
pekerja sosial dalam penanganan kekerasan
perempuan dan anak di tingkat dunia, berbagai
terhadap perempuan dan anak. Pertanyaan
perkiraan dan survey global menunjukkan
utama fokus pada bagaimana peran pekerjaan
kekerasan terhadap perempuan dan anak
sosial dalam penanggulangan KTPA dan peran
sebagai masalah serius dan memprihatinkan
lembaga pendidikan pekerjaan sosial dalam
(World Health Organization, the UNDP, &
mempersiapkan pekerja sosial yang memiliki
the UNODC, 2014). Misalnya, Global Report
kapasitas professional dalam merespon KTPA.
(2017): Ending violence in childhood mencatat
sekitar 1. 3 milyar anak laki-laki dan perempuan Artikel ini menggagas pentingnya
mengalami pendisiplinan berbasis kekerasan pengarusutamaan isu kekerasan anak dan
fisik dan atau psikologis di dalam keluarganya. perempuan dalam rumah tangga dalam
Laporan World Health Organization, London pendidikan pekerjaan sosial di Indonesia.
School of Hygiene and Tropical Medicine Pekerjaan sosial merupakan salah satu profesi
and South African Medical Resource Council yang sangat terkait dengan penanganan
(2013) juga menunjukkan bahwa hampir 30% dan pengurangan tindak kekerasan. Misi
perempuan berusia minimal 15 tahun pernah professional pekerjaan sosial adalah melayani
mengalami tindak kekerasan fisik dan atau populasi rentan termasuk di dalamnya
seksual oleh pasangan intim, seperti suami, anak, perempuan dan lansia yang umumnya
pasangan, pacar, mantan suami. menjadi korban tindak kekerasan. Dilandasi
prinsip-prinsip nilai untuk mempromosikan
Berbagai laporan lembaga terkait di
keadilan sosial dan menentang ketidakadilan
Indonesia juga menunjukkan KTPA adalah
sosial, pekerjaan sosial berkewajiban untuk
masalah sosial yang mendesak untuk segera
memperjuangkan dan membela hak-hak
ditangani. Catatan Tahunan Komnas Perempuan
dasar individu untuk terbebas dari kekerasan,
melaporkan bahwa pada tahun 2016 terdapat
eksploitasi dan diskriminasi.
hampir 260.000 kasus tindak kekerasan
terhadap perempuan yang dilaporkan dan Pembahasan dilakukan menggunakan
ditangani di mana sebagian besarnya terjadi di kajian literatur dalam konteks pekerjaan sosial
wilayah personal. Data Komisi Perlindungan secara umum di tingkat internasional dan
Anak Indonesia (2015) menggambarkan angka khusus terkait kondisi Indonesia. Pembahasan
kekerasan terhadap anak cenderung meningkat topik artikel dalam konteks Indonesia masih
tajam dari 2178 kasus pada tahun 2011 menjadi sangat minim mengingat bahwa literatur yang
4311 tahun 2013 dan 5066 kasus pada tahun ada umumnya didominasi oleh kajian-kajian
2014. Laporan Komisi Perlindungan Anak dari konteks negara-negara maju seperti
juga menyebutkan semakin meningkatnya Amerika Serikat, Inggris dan Australia (Danis
kekerasan terhadap anak baik yang terjadi di & Lockhart, 2003; Fairtlough, 2008; Black,

376 Sosio Informa Vol. 4, No. 01, Januari - April, Tahun 2018. Kesejahteraan Sosial
Weisz, & Bennett; 2010; Keeling & Warner, Kekerasan Terhadap Perempuan dan
2012). Dengan demikian artikel ini diharapkan Anak mencakup berbagai bentuk kekerasan
dapat mengisi kesenjangan pengetahuan yang bervariasi dalam frekuensi, durasi dan
mengenai peran pekerjaan sosial dan bentuknya. KDRT dapat berupa kejadian
pendidikan pekerjaan sosial dalam penanganan tunggal atau berulang yang membentuk
KTPA serta menjadi bahan masukan dalam pola dan terjadi dalam waktu singkat atau
pengembangan kebijakan pendidikan pekerjaan berlanjut dalam waktu yang sangat lama.
sosial khususnya di Indonesia. Bentuk kekerasan yang terjadi dapat meliputi
kekerasan fisik seperti menendang, memukul
PEMBAHASAN dengan menggunakan objek/senjata, mencekik,
Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak: menempeleng, mendorong, menyeret dan
Pengertian sebagainya; kekerasan seksual termasuk
perkosaan, pelecehan seksual, atau incest;
Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
kekerasan emosional, misal: penghinaan,
dipayungi oleh berbagai konsep yang berbeda.
pemaksaan, ancaman, intimidasi. Kekerasan
Beberapa konsep memisahkan kekerasan
sosial, misal: kontrol ketat atas mobilitas dan
terhadap anak dari kekerasan terhadap
interaksi sosial, isolasi sosial. Penelantaran,
perempuan. Misalnya: violence against
misal: tidak bersedia menyediakan makanan,
women, violence against wives, spousal
pakaian, layanan kesehatan, dan perlindungan
abuse, child abuse, atau child maltreatment.
dan pengawasan yang dibutuhkan secara
Namun demikian beberapa konsep juga
memadai, kekerasan finansial, dan sebagainya
menyatukan kekerasan terhadap perempuan,
anak dan lanjut usia dalam satu konsep seperti Misalnya, UNICEF (Pinheiro, 2006)
domestic violence atau family violence untuk mendefinisikan kekerasan terhadap anak
menegaskan kerentanan mereka menjadi sebagai semua bentuk perlakuan salah
korban kekerasan dalam rumah tangga. KTPA secara fisik dan emosional, penganiayaan
juga dibedakan berdasarkan lokasinya, yaitu seksual, penelantaran, atau eksploitasi secara
kekerasan di wilayah privat umumnya merujuk komersial atau lainnya yang mengakibatkan
pada tindakan anggota keluarga terhadap gangguan nyata ataupun potensial terhadap
anggota keluarga lainnya atau individu dengan perkembangan, kesehatan, dan kelangsungan
hubungan darah/ perkawinan/intim/pribadi hidup anak ataupun terhadap martabatnya dalam
dengan korban atau terjadi dalam wilayah konteks hubungan yang bertang. Sementara itu,
publik umumnya dilakukan oleh pihak yang Organisasi Kesehatan Dunia (Krug dkk., 2002)
tidak dikenal secara pribadi oleh korban. mengkonseptualisasikan kekerasan terhadap
Di Indonesia, KTPA diatur dalam berbagai perempuan melalui pendekatan life span yang
perundang-undangan termasuk Kitab Undang- termanifestasi dalam beragam bentuk kekerasan
undang Hukum Pidana, Undang-undang fisik, psikologis, ekonomi, eksploitasi, dan
Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan sebagainya (lihat Tabel 1).
Orang, Undang-Undang tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Undang-
undang Perlindungan Anak.

Peran Pekerja Sosial dalam Penanganan Kekerasan Terhadap 377


Perempuan dan Anak, Binahayati Rusyidi dan Santoso Tri Raharjo
Tabel 1. Kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahap kehidupan
Tahap kehidupan Tipe kekerasan

Aborsi janin perempuan, dampak kekerasan yang dialami ibu semasa hamil terhadap
Pra-kelahiran
janin atau bayi yang dilahirkan
Balita Pembunuhan anak perempuan secara sengaja, kekerasan fisik, seksual dan emosional
Pernikahan paksa, sunat perempuan, kekerasan fisik, seksual dan psikologis, inses,
Remaja awal
pelacuran dan pronografi anak
Kekerasan dalam pacaran, pemaksaan hubungan seks untuk tujuan ekonomi, inses,
kekerasan seksual di tempat kerja, pelecehan seksual, pemaksaan pelacuran dan
Remaja dan pornografi, perdagangan perempuan, kekerasan seksual dalam hubungan perkawinan,
dewasa kekerasan oleh pasangan intim, kekerasan dan pembunuhan karena mas kawin,
pembunuhan oleh pasangan, kekerasan psikologis, kekerasan terhadap perempuan
penyandang disabilitas, kehamilan yang dipaksakan
Pemaksaan bunuh diri atau pembunuhan terhadap janda berusia lanjut karena alasan-
Lanjut usia
alasan ekonomi; kekerasan seksual, fisik dan psikologis

Dampak KDRT Dalam Rumah tangga (KDRT) terhadap


Hillis, Mercy & Saul (2012) meningkatnya resiko korban mengalami
mendiskusikan berbagai dampak negatif KDRT kondisi kesehatan yang buruk seperti
bagi korban, keluarga dan masyarakat dalam penyakit jantung, gangguan pencernaan,
jangka panjang maupun pendek.
penyakit menular seksual dan berbagai
1. Dampak Terhadap Korban/Penyintas
problem kesehatan reproduksi. Perempuan
KTPA menimbulkan dampak negatif korban tindak kekerasan seksual dan
langsung dan tidak langsung serta jangka fisik juga sangat rentan mengalami
pendek maupun jangka panjang terhadap masalah-masalah kesehatan mental akibat
korban, termasuk yang menyaksikannya. trauma dan gangguan psikologis yang
Walaupun dampak yang ditimbulkan oleh memerlukan penanganan medis seperti
KTPA terhadap individu korban dipengaruhi keinginan bunuh diri, kecemasan, depresi,
oleh aspek-aspek frekuensi, durasi, tingkat pemakaian obat-obat terlarang dan post-
keparahan kekerasan, dukungan sosial, traumaticstress disorder (Krug dkk.,2002;
kekuatan atau resiliensi korban, dan Campbell, 2002). Selanjutnya, Global
sebagainya; para ahli sepakat bahwa tindak Report (2017): Ending Violence against
kekerasan memberikan pengaruh negatif Children menunjukkan bahwa anak-anak
terhadap kualitas hidup dan kesejahteraan yang mengalami atau menyaksikan tindak
korban. kekerasan dalam rumah tangga dapat
KTPA dapat menyebabkan kematian terhambat tumbuh kembangnya hingga
dan kecacatan sementara atau permanen masa dewasa. Kekerasan emosi, fisik,
bagi korban. Studi di berbagai negara atau penelantaran kronis menghambat
sedang berkembang menunjukkan asosiasi pertumbuhan otak dan organ-organ anak,
signifikan antara para ibu yang mengalami meningkatkan resiko penyakit-penyakit
tindak kekerasan dan kematian bayi baru yang dipicu oleh stress dan menghambat
lahir Berbagai penelitian internasional perkembangan kognitif dan sosial yang
menemukan dampak tindak Kekerasan pada akhirnya akan menimbulkan gangguan
kecemasan, depresi, gangguan perilaku

378 Sosio Informa Vol. 4, No. 01, Januari - April, Tahun 2018. Kesejahteraan Sosial
dan capaian akademik yang buruk. Setelah tingginya kerugian secara ekonomi yang
dewasa, korban anak sangat berisiko ditimbulkan oleh KTPA. Misalnya, laporan
untuk mengalami gangguan perilaku World Health Organization ( dalam
seperti penggunaan NAPZA dan alkohol, Krug dkk. 2002) menyebutkan bahwa
kesulitan dalam membangun kelekatan dan setiap tahun Inggris harus mengeluarkan
hubungan interpersonal yang memuaskan 13,3 triliun rupiah untuk menyediakan
serta berisiko mengalami masalah pelayanan publik oleh polisi, pengadilan,
kesehatan kronis lainnya (Know Violence pelayanan medis dan rumah singgah untuk
in Childhood, 2017). korban KTPA. Sementara itu laporan
Center for Disease Control and Prevention
b. Dampak Terhadap Keluarga dan Masyarakat
di Amerika Serikat (2003) menunjukkan
Menurut Perezneto, Montes, Routier, & bahwa setiap tahun biaya akibat KDRT
Langston (2014), keluarga dan masyarakat terhadap perempuan mencapai hampir 6
juga mengalami dampak negatif KTPA baik juta dollar di mana hampir 80% digunakan
dari aspek sosial, ekonomi dan kesehatan. untuk membayar biaya perawatan atau
Kekerasan yang terjadi dapat menimbulkan layanan kesehatan fisik dan mental dan
suasana yang tidak aman dan tidak sehat sisanya biaya yang diakibatkan karena
bagi tumbuh kembang dan kehidupan turunnya produktivitas. Sementara itu,
anggota keluarga dan masyarakat serta merujuk pada satu kajian, Global Report
mendorong terjadinya perpecahan dalam (2017): Ending Violence in Childhood
keluarga seperti perpisahan dan perceraian menunjukkan bahwa biaya tahunan akibat
atau penelantaran. Keluarga dan masyarakat hilangnya produktivitas masyarakat akibat
juga harus menanggung kerugian atau kekerasan terhadap anak dapa mencapai
biaya ekonomi yang besar, termasuk untuk 2% hingga 8% GDP suatu negara,
membiayai layanan kesehatan serta proses
hukum dan rehabilitasi korban dan atau Dampak yang lebih serius dari
membiayai penegakan hukum bagi pelaku, KTPA terkait dengan potensinyai untuk
dan jangka panjang dan jangka pendek melanggengkan tindak kekerasan dalam
korban, membiayai proses hukum dan masyarakat. Berbagai penelitian menemukan
rehabiltasi korban, biaya penegakan hukum korban anak dipandang menjadi bagian
bagi pelaku. Di lain sisi, KTPA dapat dari intergenerational transmission of
menurunkan produktivitas masyarakat violence karena mereka berkecenderungan
karena sumber daya manusia tidak dapat tinggi menjadi pelaku tindak kekerasan
berdayaguna secara optimal, khususnya atau mengalami tindak kekerasan pada saat
ketika korban meninggal dunia, mengalami mereka dewasa dibandingkan dengan yang
kecacatan, tidak masuk kerja, tidak sekolah tidak mengalami tindak kekerasan (Black,
atau mengalami gangguan perilaku dan atau Sussman, & Unger, 2010).
gangguan mental jangka panjang maupun
jangka pendek akibat dampak tindak Peran Pekerjaan Sosial dalam Merespon
kekerasan yang dialaminya. KTPA
Pekerjaan sosial dapat didefinisikan
Walaupun belum banyak kajian
sebagai suatu “bidang keahlian yang memiliki
menyorot tentang biaya yang ditimbulkan
kewenangan untuk melaksanakan berbagai
oleh KTPA, beberapa studi menunjukkan

Peran Pekerja Sosial dalam Penanganan Kekerasan Terhadap 379


Perempuan dan Anak, Binahayati Rusyidi dan Santoso Tri Raharjo
upaya guna meningkatkan kemampuan orang korban KTPA umumnya menghadapi kondisi-
dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya kondisi shok, trauma, kehilangan kepercayaan
melalui proses interaksi; agar orang dapat diri, ketakutan, trauma, kebingungan dan
menyesuaikan diri dengan situasi kehidupannya ketidakberdayaan.
secara memuaskan” (Wibhawa, Raharjo
Terkait dengan intervensi individu dan
& Santoso, 2015:48). Peran pekerja sosial
kelompok, pekerja sosial dapat melakukan
profesional dalam merespon KTPA dipengaruhi
referal dan advokasi untuk menghubungkan
konteks sosial politik masyarakatnya.
korban dengan layanan-layanan lain yang
Misalnya, di Amerika Serikat, peran pekerja
dibutuhkan. Bagi perempuan korban misalnya,
sosial dalam kekerasan terhadap anak sangat
meninggalkan pelaku tindak kekerasan dan
luas mencakup pelaporan karena pekerja sosial
mencari bantuan professional bukanlah
merupakan salah satu profesi yang dikenai
merupakan keputusan yang mudah, terutama
kewajiban melapor kepada pihak berwajib
jika mereka memiliki anak, korban memiliki
manakala menemukan atau menduga adanya
ketergantungan emosi dan finansial terhadap
kekerasan terhadap anak, penginvestigasian
pelaku. Manakala mereka meninggalkan
dan asesmen serta penyedia treatment (Faller,
pelaku, potensi bahaya masih banyak dan
2017). Di artikel ini, pembahasan peran pekerja
mereka harus menghadapi berbagai kesulitan
sosial difokuskan pada peran intervensi secara
dan menempuh proses yang cukup lama
langsung dan tidak langsung.
sehingga membutuhkan sumber-sumber
Menurut Messing (2014; 9), dalam keuangan, dukungan sosial dan emosional.
penanganan KTPA, peran intervensi pekerja Ini berarti tidak ada satu penyedia layanan
sosial dapat dikategorikan ke dalam 2 (dua) tunggal yang dapat memenuhi kebutuhan
kelompok tugas besar yaitu melakukan tersebut dan tidak setiap layanan responsive
intervensi individu dan kelompok serta terhadap kebutuhan korban. Karenanya,
intervensi politik dan sosial. Intervensi peran advokasi dan menghubungkan dengan
individu dan kelompok bagi perempuan sumber menjadi sangat esensial dalam
korban/penyintas KTPA dapat berupa membantu korban. Bagi perempuan korban
“intervensi krisis, layanan rumah aman, dan anaknya, selain penguatan dan rehabilitasi
advokasi, kelompok dukungan dan konseling”. psikologis, dibutuhkan pula layanan bantuan
Intervensi-intervensi tersebut dimaksudkan hukum, kesehatan, pekerjaan, perumahan,
untuk menjamin keselamatan dan pemberian penitipan anak, dan sebagainya. Pekerja sosial
perlindungan kepada korban baik dari tindakan berperan untuk memastikan bahwa kebutuhan-
kekerasan susulan dari pelaku maupun dampak kebutuhan tersebut dapat diakses oleh klien.
yang ditimbulkan dari pengalaman kekerasan
Sementara itu, menurut Faller (2017), dalam
yang dialami. Selain itu ditujukan untuk
bekerja dengan anak korban tindak kekerasan
mengurangi perasaan terasing, membangun seksual dan fisik termasuk yang terjadi dalam
kemampuan penyelesaian masalah (coping), rumah tangga, pekerja sosial dapat terlibat
meningkatkan dukungan sosial, meningkatkan dalam case management maupun pelaksana
akses terhadap layanan-layanan sosial yang treatment bagi anak dan keluarga. Dalam case
dibutuhkan, dan meningkatkan respon management, pekerja sosial dapat bekerja
penyedia layanan untuk membantu korban. dengan beberapa profesi untuk memastikan
Hal ini sangat krusial mengingat bahwa para anak korban kekerasan mendapatkan
perlindungan dan terjamin keselamatan serta

380 Sosio Informa Vol. 4, No. 01, Januari - April, Tahun 2018. Kesejahteraan Sosial
kesejahteraannya. Misalnya, pekerja sosial menghilangkan alokasi dana yang dibutuhkan
bekerja sama dengan sistem pengadilan dan untuk penanggulangan KTPA karena tidak
sistem kesejahteraan anak lainnya terlibat dipandang sebagai sektor prioritas. Apalagi
dalam pengambilan keputusan apakah jika kebanyakan korban adalah perempuan
akan memindahkan anak dari orangtuanya/
dan anak-anak yang berasal dari keluarga tidak
keluarganya dan menempatkannya pada
mampu, yang secara politik kurang terwakili
pengasuhan alternatif di luar keluarga atau
tidak. Sebagai penyedia treatment, pekerja aspirasi dan suaranya dalam pengambilan
sosial dapat banyak berperan untuk melakukan: keputusan. Selain itu, mengingat faktor resiko
psikoedukasi untuk membantu anak memahami KTPA berkaitan dengan masalah sosial yang
apa yang dialaminya, termasuk mengurangi lebih luas termasuk kemiskinan, penggunaan
trauma dan kesedihan anak; mengajari anak NAPZA, pengangguran, rendahnya pendidikan
keterampilan mengatur emosi, membantu anak perempuan, dan sebagainya, maka advokasi
menerapkan rutinitas yang adaptif, mengajari oleh pekerja sosial juga dapat diarahkan
keterampilan-keterampilan perlindungan diri,
untuk meningkatkan dukungan politik
memonitor dan mengevaluasi treatmen.
terhadap pemecahan masalah-masalah yang
Selain layanan kepada korban, pekerja menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya
sosial juga dapat terlibat dalam intervensi KTPA tersebut.
individu dan kelompok terhadap pelaku. Para
Intervensi sosial dan politik juga dibutuhkan
ahli sepakat bahwa tanpa adanya intervensi
mengingat kompleksitas masalah, penyebab
yang efektif terhadap individu pelaku maka
dan kebutuhan penanganan KTPA yang harus
KTPA sulit untuk ditanggulangi. Pekerja sosial
direspon dengan kolaborasi dan sinergi berbagai
dapat berperan sebagai penyedia layanan
pemangku kepentingan di berbagai tingkatan.
treatmen bagi pelaku KTPA. Pada kasus-kasus
Pekerja sosial diharapkan dapat berperan
kekerasan yang tidak parah, individu, keluarga
besar dalam melibatkan berbagai pihak untuk
atau orangtua juga mendapatkan terapi untuk
berpartisipasi dalam penanggulangan KTPA.
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
Sebagaimana dinyatakan Webb (2010; 3):
mereka untuk menerapkan hubungan
interpersonal atau pengasuhan efektif tanpa “In their traditional clinical roles, social workers
kekerasan, mencegah berulangnya kekerasan have historically provided individual, group and
family counseling and case management services for
dan membantu anak mengurangi trauma akibat vulnerable and abused women and their children.
kekerasan (Messing, 2014; Feller, 2017). Social workers can advocate for sound domestic
violence services and policies by working in coalition
Terkait dengan intervensi sosial dan with other groups, such as those who represent clergy,
politik, pekerja sosial dapat berperan dalam schools, hospitals, businesses, law enforcement,
advokasi untuk mempengaruhi struktur criminal justice, and the military. In addition, social
workers who are members of interdisciplinary and
politik agar dukungan politik ditingkatkan
management teams can provide critical psychosocial
untuk menanggulangi KTPA. Kurangnya input and consultation about the impact of violence
pemahaman atau sensitivitas dari para on women in such settings as hospitals, clinics,
pembuat kebijakan dan penyedia layanan dapat schools, and businesses” .
menghambat pengembangan program-program
Selain intervensi yang bersifat
perlindungan korban serta penanggulangan
langsung, pekerja sosial juga dapat berperan
yang dibutuhkan. Kurangnya dukungan politik
dalam aspek pencegahan. Pencegahan dapat
terhadap isu KTPA juga dapat mengurangi serta
dilakukan deteksi dini, pendidikan masyarakat

Peran Pekerja Sosial dalam Penanganan Kekerasan Terhadap 381


Perempuan dan Anak, Binahayati Rusyidi dan Santoso Tri Raharjo
dan sebagainya. Deteksi dini ditujukan pandangan bahwa kekerasan fisik sebagai cara
sebagai pencegahan primer sebelum KTPA yang normal digunakan dalam pemecahan
terjadi atau manakala terjadi dapat dicegah konflik, pandangan bahwa KDRT sebagai
eskalitasnya sehingga korban dapat segera topik yang tidak dibahas dengan pihak luar
mendapatkan bantuan professional. Berbagai dan melaporkannya kepada pihak berwenang
penelitian menegaskan bahwa faktor-faktor akan membuat malu keluarga, pandangan
individual, keluarga dan komunitas seperti bahwa korban kekerasan seksual atau fisik pasti
usia, jenis kelamin, kemiskinan keluarga, bersalah (World Health Organization, 2009). Di
penggunaan NAPZA, disabilitas, dukungan Indonesia, kasus-kasus perdagangan anak dan
sosial yang rendah, lingkungan sosial dengan perempuan, eksploitasi anak atau kekerasan
tingkat pengangguran tinggi dan kesenjangan oleh suami terhadap istri juga dipengaruhi oleh
merupakan faktor-faktor resiko meningkatnya norma sosial dan keyakinan yang menempatkan
KTPA. Deteksi dini juga dapat dilakukan anak dan perempuan pada posisi yang lebih
oleh praktisi pekerja sosial yang bekerja rendah dalam struktur sosial keluarga dan
pada setting yang tidak langsung berkaitan masyarakat (Komnas Perempuan, 2017).
dengan penanganan KTPA. Misalnya asesmen
Berbagai penelitian di negara maju
resiko KDRT terhadap perempuan dan anak
menunjukkan bahwa pekerjaan sosial sudah
dapat diintegrasikan dalam layanan-layanan
cukup berperan efektif dalam penanggulangan
kesejahteraan keluarga, kesehatan, pendidikan,
KDRT. Pada tahun 1970-1990, pekerja sosial di
pengembangan masyarakat, dan sebagainya.
Amerika misalnya dicap tidak kredibel dalam
Selanjutnya, untuk tujuan pencegahan, penanganan kasus-kasus KDRT terhadap
pekerja sosial dapat memegang peranan penting perempuan karena dipandang tidak memiliki
untuk mendidik keluarga, masyarakat dan pengetahuan dan sikap yang tepat untuk
lembaga sosial dalam memahami faktor resiko merespon, bersikap ambigu terhadap kekerasan
KTPA dan mencegah KTPA. Termasuk di terhadap perempuan serta kecenderungan untuk
dalamnya mengubah cara pandang masyarakat menganggap KDRT sebagai masalah keluarga.
dan respon perilaku terhadap KTPA. Para Pekerja sosial melaporkan bahwa mereka
ahli sepakat bahwa salah satu faktor resiko kurang siap untuk menghadapi kompleksitas
terjadinya KDRT adalah norma-norma sosial masalah dalam penanganan KDRT (Bennet
budaya yang menjustifikasi atau mendukung & Fineran; 2003 ; Danis & Lockhart, 2004).
terjadinya kekerasan di dalam keluarga dan Namun demikian, beberapa peneliti menemukan
masyarakat. perubahan positif pasca era 1990 yang dapat
dilihat dari meningkatnya kemampuan pekerja
Misalnya pandangan dan perilaku yang
sosial dalam memahami masalah, mengases
memberikan penghargaan sosial yang
masalah, memahami instrumen intervensi
lebih rendah terhadap anak perempuan
serta melakukan intervensi. Sasaran intervensi
dibandingkan laki-laki, status anak yang
pekerja sosial juga semakin beragam, termasuk
rendah di dalam keluarga dan masyarakat,
keluarga dari kelompok migran dan pengungsi
pandangan yang membenarkan hukuman fisik
(Weisz & Bennett, 2010; Heffernan, Blythe &
sebagai cara yang dapat diterima atau normal
Nicholson, 2012).
untuk mendisiplinkan anak, persepsi bahwa
seorang laki-laki berhak untuk memperbaiki Konteks Indonesia, penelitian tentang peran
perilaku perempuan atau mendisiplinkannya, pekerja sosial dalam penanggulangan KDRT

382 Sosio Informa Vol. 4, No. 01, Januari - April, Tahun 2018. Kesejahteraan Sosial
masih sangat terbatas. Saat ini pekerja sosial tugasnya mencegah dan merespon KTPA?
terlibat dalam penanganan anak dan perempuan Dalam artikel ini pembahasan mengenai
korban tindak kekerasan atau anak pelaku pendidikan pekerjaan sosial di Indonesia
kekerasan sebagai pendamping di rumah umumnya merujuk pada pendidikan tingkat
aman, rumah perlindungan, kantor polisi atau sarjana sedangkan di negera-negara maju
pengadilan, sebagai konselor dan pelaksana seperti Amerika Serikat, Australia dan Inggris
intervensi rehabilitasi psikologi dan perilaku mengacu pada tingkat magister.
berbasis institusi atau masyarakat, advokasi
Pembahasan mengenai peran pekerja sosial
dan penghubung pada system sumber. Namun
dalam KTPA menunjuk secara tegas peran
demikian, Penelitian terhadap pekerja sosial
penting lembaga pendidikan pekerjaan sosial
perlindungan anak di 6 wilayah yang tersebar
untuk mempersiapkan sumber daya manusia
di provinsi DKI Jakarta, Sulawesi Selatan dan
yang professional dan kompeten. Isu KTPA
Jawa Tengah menemukan bahwa pekerja sosial
dipandang esensial untuk dibahas oleh lembaga
memiliki kompetensi yang sangat terbatas
pendidikan tinggi pekerjaan sosial mengingat
dalam mengintervensi anak-anak korban tindak
tingginya peluang para lulusan pendidikan
kekerasan baik karena minimnya pelatihan pada
pekerjaan sosial untuk bersinggungan dengan
saat studi maupun terbatasnya peningkatan
korban atau pelaku KTPA baik secara langsung
kapasitas di tempat kerja (Schubert, Rusyidi,
maupun tidak langsung dalam berbagai setting
Akbar, & Purnama, 2015).
praktiknya. Crabtree-Nelson, Grosman &
Beberapa penelitian yang tersedia Lundy (2016; 360) berargumen:
menunjukkan urgensi peningkatan pengetahuan,
“Social worker connect with individuals, family and
sikap dan kompetensi mahasiswa pekerjaan community affected by domestic violence even when
sosial dalam memahami isu KDRT. Dalam dua their setting of practice is not a domestic violence
penelitian terpisah di kalangan mahasiswa prodi agency, and it is imperative that social workers are
kesejahteraan sosial di beberapa universitas equipped with a theoretical understanding of the
complexities of domestic violence as well as basic
di Jawa Barat, Jawa Timur dan Yogyakarta skills for assessment and intervention, for example
misalnya ditemukan bahwa mahasiswa masih danger assessment, safety planning and resource
cenderung memaknai kekerasan terhadap istri connection”.
sebagai kekerasan fisik oleh suami. Sementara
Berbagai pandangan dikemukakan terkait
bentuk-bentuk kekerasan emosional dan sosial
strategi terbaik untuk menghasilkan pekerja
oleh suami terhadap istri cenderung tidak
sosial yang berkualitas dalam merespon
dipandang sebagai perilaku kekerasan (Rusyidi,
kekerasan terhadap perempuan dan anak
2017; Rusyidi dkk, 2017).
namun umumnya mengarah pada pentingnya
Peran Lembaga Pendidikan Pekerjaan pendidikan dan pelatihan yang relevan untuk
Sosial meningkatkan kesadaran calon pekerja sosial
mengenai KTPA dan meningkatkan kemampuan
Uraian sebelumnya menunjukkan
mereka dalam melakukan intervensi. Beberapa
bahwa peran pekerjaan sosial dalam mencegah
strategi untuk mencapai tujuan tersebut
dan merespon KDRT sangat penting. Pertanyaan
meliputi: mengintegrasikan isu ke dalam
selanjutnya adalah, bagaimana pendidikan
kurikulum pendidikan pekerjaan sosial dan
pekerjaan sosial dapat mempersiapkan pekerja
pengembangan standar kompetensi pekerjaan
sosial yang kompeten untuk melaksanakan
sosial dalam penanganan permasalahan.

Peran Pekerja Sosial dalam Penanganan Kekerasan Terhadap 383


Perempuan dan Anak, Binahayati Rusyidi dan Santoso Tri Raharjo
Para pemerhati pendidikan pekerjaan sosial KTPA masih sangat terbatas. Hanya beberapa
merekomendasikan pengintegrasian isu KTPA universitas seperti Universitas Padjadjaran dan
ke dalam kurikulum pendidikan pekerjaan Universitas Indonesia yang memasukkan mata
sosial agar sensitivitas mahasiswa mengenai kuliah yang membahas isu KTPA dan pekerjaan
isu dan keterampilan praktik untuk merespon sosial sebagai mata kuliah seperti Gender dan
isu tersebut dapat dibangun. Pengintegrasian Pekerjaan Sosial, Pekerjaan Sosial dengan
bahan ajar dan keterampilan penanganan dapat Anak dan Keluarga, Kesejahteraan Anak dan
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya Perlindungan Anak atau Kesejahteraan Sosial
menawarkan mata kuliah tentang KTPA secara Manusia Usia Lanjut. Pengintegrasian ke
khusus atau terpisah. Alternatif lain, adalah dalam metode intervensi dan praktikum juga
dengan memasukkan bahan ajar mengenai tampaknya masih sangat minimal sehingga
KTPA beserta dan keterampilan penanganannya mahasiswa tidak mendapat kesempatan untuk
ke dalam berbagai mata kuliah inti atau dasar terpapar dengan dinamika dan kompleksitas
seperti Tingkah Laku Manusia dan Lingkungan masalah dan tantangan praktik professional
Sosial, Teori Praktik Intervensi Mikro dan secara langsung.
Makro, Kebijakan Sosial, Praktikum, dan
Diperlukan suatu kajian khusus untuk
sebagainya (Mc,Clennen, 2010; Black, Weisz,
memahami mengapa kalangan lembaga
& Bennett, 2010).
pendidikan pekerjaan sosial di Indonesia belum
Di beberapa negara seperi Amerika Serikat memberikan perhatian yang memadai pada isu
jumlah program pendidikan pekerjaan sosial dan pengembangan kompetensi penanganan
yang mengintegrasikan isu dan keterampilan KTPA. Namun demikian, observasi peneliti
penanganan KDRT ke dalam kurikulum dalam menyimpulkan bahwa KTPA belum dipandang
bentuk kegiatan di kelas maupun praktikum sebagai isu prioritas berbeda dengan isu-isu
di luar kelas semakin meningkat (Black, lainnya yang bersifat mainstream atau massive
Weisz, & Bennett, 2010). Pendekatan teori seperti kemiskinan atau pengembangan
feminis, radical social work, family-system masyarakat. Selanjutnya, kemungkinan
dan constructivism umumnya diajarkan untuk masih ada kehati-hatian atau keengganan
membentuk pemahaman dan sikap mahasiswa. untuk merespon isu KTPA secara lebih serius
Mahasiswa mempelajari berbagai metode mengingat KTPA masih dipandang tabu untuk
intervensi korban kekerasan di tingkat individu, dibahas secara terbuka.
kelompok, masyarakat dan kebijakan beserta
Upaya meningkatkan respon lembaga
instrumen-instrumen untuk melaksanakan
pendidikan tinggi pekerjaan sosial Indonesia
proses intervensinya. Pendidikan juga diarahkan
terhadap isu kekerasan terhadap perempuan dan
untuk membangun kemampuan advokasi serta
anak diperlukan beberapa persyaratan. Pertama,
kompetensi budaya yang memadai mengingat
adanya kebijakan pendidikan yang mendukung
KTPA masih dipandang sebagai isu yang
pengintegrasian KTPA ke dalam kurikulum.
sensitive dan tabu bagi sebagian kelompok
Setidaknya, di tingkat pendidikan sarjana,
masyarakat (Danis, 2003; Bundy-Fazioli &
mahasiswa: 1) telah terbangun kompetensinya
Hamilton, 2010).
dalam memahami jenis, prevalensi, penyebab,
Sementara itu observasi peneliti dan dinamika KTPA beserta kebutuhan
menemukan bahwa respon lembaga pendidikan layanannya; serta 2) telah terbentuk sensitivitas
pekerjaan sosial di Indonesia terhadap isu dan keberpihakannya untuk menanggulangi

384 Sosio Informa Vol. 4, No. 01, Januari - April, Tahun 2018. Kesejahteraan Sosial
permasalahan. Hingga saat ini kebijakan Ikatan PENUTUP
Pendidikan Pekerjaan Sosial Indonesia (IPPSI) Kajian kritis mengenai peran pekerja
baru mengatur isu kekerasan anak dan perempuan sosial dan lembaga pendidikan pekerjaan
sebagai salah satu topik yang dapat dibahas sosial dalam merespon KTPA dilandasi oleh
dalam mata kuliah pilihan di masing-masing pemikiran bahwa KTPA merupakan isu penting
lembaga pendidikan pekerjaan sosial. Dalam yang harus dicegah dan ditangani mengingat
kenyataannya, kekerasan terhadap anak dan luasnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh
perempuan sudah sangat berkembang intensitas masalah tersebut bagi individu, kelompok dan
dan jenisnya sehingga membutuhkan layanan masyarakat. Selain itu, KTPA yang dipandang
professional dalam mengatasinya. Berbagai sebagai salah satu bentuk pelanggaran hak asasi
perundangan di tingkat nasional yang dapat manusia seingga pemecahannya relevan dengan
dikaitkan dengan isu KDRT seperti perlindungan nilai-nilai profesional pekerjaan sosial.
anak, perlindungan perempuan, kesejahteraan
sosial, kesejahteraan lanjut usia, kesehatan, dan Pekerja sosial memiliki peluang yang sangat
sebagainya juga telah mengatur secara eksplisit tinggi untuk bersinggungan dengan korban KTPA
dan implisit pentingnya peran profesi pekerjaan langsung maupun tidak langsung dalam berbagai
sosial dalam penanggulangannya. setting praktiknya dan berbagai aspek legal telah
memvalidasi pentingnya peran pekerjaan sosial
Selanjutnya, IPPSI dan lembaga pendidikan dalam merespon KTPA. Peran pekerja sosial
pekerjaan sosial perlu berkolaborasi untuk dalam penanganan KTPA di Indonesia perlu
mengembangkan sumber daya manusia ditingkatkan mengingat semakin meningkatnya
dan sarana prasarana yang memadai untuk kebutuhan layanan professional pekerjaan sosial
mendukung proses pendidikan yang relevan. untuk menangani permasalahan tersebut. Untuk
Termasuk di dalamnya memetakan dan itu, pendidikan pekerjaan sosial dituntut untuk
mengembangkan tenaga pengajar dengan meningkatkan komitmen, dukungan dan upaya
kompetensi pengajaran dan penelitian yang terstruktur yang mendukung proses dan output
bersinggungan atau terkait langsung dengan pendidikannya yaitu pekerja sosial yang responsif
KDRT. Selain itu perlu disiapkan sarana dan dan kompeten dalam penanganan kekerasan
prasarana seperti bahan ajar dan penunjangnya terhadap anak dan perempuan.
antara lain: buku, jurnal, laporan penelitian,
silabus, contoh kasus, instrumen, teknologi DAFTAR PUSTAKA
penunjang pengajaran (video, film, clips), dan Bennett, L. W., & Fineran, S. (2003). Social
sebagainya. Pengembangan kerjasama dengan Worker Beliefs about Intimate Partner
lembaga layanan sosial yang beririsan dengan isu Violence. (Paper presented at the 48th
KTPA di tingkat internasional, nasional maupun Annual Program Meeting of the Council
local juga dapat diprioritaskan untuk menunjang on Social Work Education, Atlanta,
proses pendidikan di luar kelas melalui GA).
praktikum mahasiswa dan “indigenisasi” praktek
pekerjaan sosial dalam penanganan KTPA. Black, D. S., Susssman, S. A., & Unger, J. (2010).
Pemetaan dan penelitian terkait pekerjaan sosial “A Further Look at the Intergenerational
dan KTPA juga dapat ditingkatkan sebagai basis Transmission of Violence: Witnessing
untuk mengembangkan pendidikan dan praktik Interpersonal Violence in Emerging
pekerjaan sosial. Adulthood”. Journal of Interpersonal
Violence, 25(6): 1022-1042.

Peran Pekerja Sosial dalam Penanganan Kekerasan Terhadap 385


Perempuan dan Anak, Binahayati Rusyidi dan Santoso Tri Raharjo
Black, B. M., Weisz, A. N. & Bennett, L. W. Heffernan, K., Blythe, B. & Nicolson, P. (2014).
(2010). “Graduating Social Work “How do Social Workers Understand
Students Perspective on Domestic and Respond to Domestic Violence and
Violence”. Affilia, 25 (2), 173-184. Relate Them to Organizational Policy
and Practice?”. International Social
Bundy-Fazioli, K. & Hamilton, T. A. D.
Work, 57(6), 598-713.
(2010). “Educating Social Workers on
Child Neglect: A Multidimensional Hillis, S. D., Mercy, J. A., & Saul, J. R. (2017).
Framework”. Professional development: “The Enduring Impacts of Violence
The International Journal of Continuing Against Children”. Psychology Health
Social Work Education, 13 (1). Medicine, 22(4), 398-405.

Center for Disease Control and Prevention. Pereznieto, P., Montes, A., Routier, S. &
(2003). Costs of Intimate Partner Langston, L. (2014). “The Costs and
Violence Against Women in the United Economic Impacts of Violence Against
States. Atlanta, Georgia. Children”. Psychology, Health and
Medicine. Doi 10.1080/13548506.
Crabtree-Nelson, S., Grossman, S. F., & Lundy,
2016.1153679
M. (2016). “A Call to Action: Domestic
Violence Education in Social Work”. Komnas Perempuan (2017). Lembar Fakta
Social Work, 61(4), 359-362. Catahu 2017. Diunduh melalui https://
www.komnasperempuan.go.id/file/
Danis, F. S & Lockhart, L. (2004). “Domestic
pdf_file/2017%20Siaran%20Pers/
Violence and Social Work Education:
Lembar%20Fakta%20Catahu%202017.
What do We Know, What do We Need
pdf.
to Know?”. Journal of Social Work
Education, 39 (2), 215-224. Know Violence in Childhood. (2017). Global
Report 2017: Ending violence in
Danis, F. S. (2003). “Social Work Response to
childhood. New Delhi.
Domestic Violence: Encouraging News
from a New Look”. Affilia, 18 (2), 177- Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (2015).
191. Komisi Perlindungan Anak Indonesia:
Pelaku Kekerasan Terhadap Anak Tiap
Fairtlough, A. (2006). “Social Work with
Tahun Meningkat. http://www.kpai.
Children Affected by Domestic
go.id/berita/kpai-pelaku-kekerasan-
Violence”. Journal of Emotional Abuse,
terhadap-anak-tiap-tahun-meningkat/
6(1), 25-47. DOI: 10. 1300/135v06n01
02 Krug, E. G., Dahlberg, L., Mercy, J. A., Zwi.
A. B., Lozano, R. (2002). Global status
Faller, K. C. (2017). “Interventions for Physically
report on violence prevention. Geneva:
and Sexually Abused Children”.
World Health Organization.
Encyclopedia of Social Work. NASW
and Oxford University Press. DOI. 10. Messing, J. T. (2014). “Intimate Partner
1093/acrefore/9780199975839.013. Violence and Abuse”. Encyclopedia
1224. of Social Work. NASW and Oxford
University Press. Doi.0.1093/

386 Sosio Informa Vol. 4, No. 01, Januari - April, Tahun 2018. Kesejahteraan Sosial
acrefore/9780199975839. 013. 1151 Wibhawa, B., Raharjo, ST., & Santoso, MB.
(2017). Pengantar Pekerjaan Sosial.
McClennen, J. C. ( 2010). Social Work and
Bandung: Unpad Press.
Family Violence: Theories, Assessment
and Intervention. New York: Springer World Health Organization. (2009). Violence
Publishing Company. Prevention: The Evidence. Changing
Cultural and Social Norms that Support
Pinheiro, P. S. (2006). World Report on Violence
Violence. Geneva.
Against Children. New York: United
Nations. World Health Organization, London School
of Hygiene and Tropical Medicine
Postmus, J. L., Mcmahon, S., Warrener, C. &
and South African Medical Resource
Macri, L. (2011). Factors that Influence Council. (2013). Global and Regional
Attitudes, Beliefs and Bahaviors of Estimates of Violence Against Women:
Students Toward Survivor of Violence. Prevalence and Health Effects of
Journal of Social Work Education, Intimate Partner Violence and Non-
47(2). partner Sexual Violence.

Rusyidi, B. (2017). Challenges of Child World Health Organization (2014). Global


Protection Social Worker in Indonesia. Status Report on Violance Prevention.
(Proceeding 1st International Social Geneva.
Work Seminar). Bandung: Universitas
World Health Organization. Understanding and
Pasundan.
Addressing Violence Against Women:
Rusyidi, B., Wulandari, K., Jahidin, A. & Health Consequences. http://apps.
Darwis, R. (2017). “Definitions of who. int/iris/bitstream/10665/77431/1/
Violence Against Wives Among Social WHO_RHR_12. 43_eng. pdf
Work College Students”. Sampurasun
International Journal, 3(1).

Schubert, B., Rusyidi, B., Halim, M. A., &


Purnama, A. (2015). Rapid Assessment
of the Child Social Welfare Program
(PKSA). Jakarta: Unicef & Ministry of
Social Welfare of Indonesia.

Tomison, A. M. (2000). Exploring Family


Violence: Links Between Child
Maltreatment and Domestic Violence.
(Issues Paper Winter No. 13. Australian
Institute of Family Studies).

Webb, R. A. (2010). Women and Domestic


Violence: Implications for Social Work
Intervention. Practice Update. NASW:
Washington DC.

Peran Pekerja Sosial dalam Penanganan Kekerasan Terhadap 387


Perempuan dan Anak, Binahayati Rusyidi dan Santoso Tri Raharjo

You might also like