Program Kerja PPRA

You might also like

Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 12
PROGRAM KERJA TIM PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA (PPRA) RUMAH SAKIT DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN TAHUN 2019 PROGRAM KERJA TIM PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA RUMAH SAKIT DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN Latar Belakang Resistensi_ mikroba terhadap antimikroba (disingkat: _resistensi_antimikroba, antimicrobialresistance, AMR) telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak merugikan dapat menurunkan mutu pelayanan Kesehatan, Muncul dan berkembangnya resistensi antimikroba terjadi karena tekanan seleksi (selectionpressure) yang sangat berhubungan dengan penggunaan antimikroba, dan penyebaran mikroba resisten (spread). Tekanan seleksi resistensi dapat dihambat dengan cara menggunakan secara bijak, sedangkan proses penyebaran dapat dihambat dengan cara mengendalikan infeksi secara optimal. Resistensi antimikroba yang dimaksud adalah resistensi terhadap antimikroba yang efektif untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan parasit. Bakteri adalah penyebab infeksi terbanyak maka penggunaan antibakteri yang dimaksud adalah penggunaan antibiotik. Hasil penelitian AntimicrobialResistantinindonesia (AMRIN-Study) tahun 2000-2005 pada 2494 individu di masyarakat, memperlihatkan bahwa 43% Escherichiacoli resisten tethadap berbagai jenis antibiotik antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan Kloramfenikol (25%). Sedangkan pada 781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Escherichia coli resisten tethadap berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%), kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%), dan gentamisin (18%). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa masalah resistensi antimikroba juga terjadi di Indonesia. Penelitian tersebut_memperlihatkan bahwa diSurabaya dan Semarang terdapat masalah resistensi antimikroba, penggunaan antibiotik yang tidak bijak, dan pengendalian infeksi yang belum optimal. Penelitian AMRIN ini menghasilkan rekomendasi berupa metode yang telah divalidasi (validatedmethod) untuk mengendalikan resistensi antimikroba secara efisien. Hasil penelitian tersebut telah disebarluaskan ke rumah sakit lain di Indonesia melalui lokakarya nasional pertama di Bandung tanggal 29-31 Mei 2005, dengan harapan agar rumah sakit lain dapat melaksanakan “se//-assessmentprogram” menggunakan “validatedmethod” seperti yang dimaksud di atas, Pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi di masing- masing rumah sakit, sehingga akan diperoleh data resistensi antimikroba, data penggunaan antibiotik, dan pengendalian infeksi di Indonesia. Namun, sampai sekarang gerakan pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit secara nasional belum berlangsung baik, terpadu, dan menyeluruh sebagaimana yang terjadi di beberapa negara, Berbagai cara perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah resistensi antimikroba ini baik di fingkat perorangan maupun di tingkat institusi atau lembaga pemerintahan, dalam kerja sama antar-institusi maupun antar-negara, WHO telah berhasil merumuskan 67 rekomendasi bagi negara anggota untuk melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba. Di Indonesia rekomendasi ini tampaknya belum terlaksana secara institusional. Padahal, sudah diketahui bahwa penanggulangan masalah resistensi antimikroba di tingkat internasional hanya dapat dituntaskan melalui gerakan global yang dilaksanakaan secara serentak, terpadu, dan bersinambung dari semua negara. Diperlukan pemahaman dan keyakinan tentang adanya ‘masalah resistensi antimikroba, yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan nasional melalui ‘program terpadu antara rumah sakit, profesi kesehatan, masyarakat, perusahaan farmasi, dan pemerintah daerah di bawah koordinasi pemerintah pusat melalui kementerian kesehatan. Gerakan penanggulangan dan pengendalian resistensi antimikroba secara paripurna ini disebut dengan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA). Dalam rangka pelaksanaan PPRA di rumah sakit, maka perlu disusun pedoman pelaksanaan agar pengendalian resistensi antimikroba di Rumah Sakit Daerah Kota Tidore Kepulauan berlangsung secara baku dan data yang diperoleh dapat mewakili data nasional di Indonesia. B. Tujuan Program Kerja ini dimaksudkan sebagai upaya peningkatan kesadaran dan pemahaman terhadap pengendalian resistensi antimikroba di Rumah Sakit Daerah Kota Tidore Kepulauan. C. _ Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan Program kerja pengendalian resistensi antimikroba disusun olch Tim PPRA yang. disahkan dan serta ditandatangani oleh Direktur Rumah Sakit Daerah Kota Tidore Kepulauan untuk selanjutnya dievaluasi berkala setiap tahunnya, Adapun program kerja pengendalian resistensi antimikroba di Rumah Sakit Daerah Kota Tidore Kepulauan sebagai berikut: 1. Peningkatan pemahaman a. Sosialisasi program pegnendatian resistensi antimikroba b. Departemen atau Kelompok Staff Medis menetapkan pedoman penggunaan antibiotik ¢. Melakukan sosialisasi dan memberlakukan pedoman penggunaan antibiotik secara resmi di masing-masing Departemen/SMF Implementasi bukti dan ilmiah a. Program pilot study di KMS tertentu b. Program perluasan jangkauan: Studi operasional diperulas ke KMS lain, seperti:HCU, KMS IImu Penyakit Dalam, KMS IImu Kesehatan Anak, KMS Tlmu Bedah, KMS Ilmu Penyakit Saraf, dl. . Penelitian berdasarkan studi operasional, data yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai bukti ilmiah dari program pengendalian resistensi antimikroba. 3. Penyebarluasan informasi a. Penyebarluasan informasi tentang peta medan mikroba, resistensi, dan sensitivitas antibiotik di rumah sakit secara berkala, sekurang-kurangnya setiap satu tahun. b. Informasi didistribusikan ke seluruh unit pelaksana pelayanan medis terkait. 4, Monitoring dan evaluasi a, Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan dengan cara uji pertik dan sampling b. Evaluasi meliputi peta medan mikroba dan data resistensi, audit kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik, serta dampak farmakoekonomi (efesiensi biaya). a, Analisis dilakukan secara bersama dengan melibatkan jajaran Pimpinan Rumah Sakit dan 4 Pilar dalam suatu pertemuan yang disebut “Rapat Tinjauan Manajemen” b. Hasil analisis digunakan oleh Pimpinan Rumah Sakit untuk _ menetapkan kebijakan selanjutnya dalam ~—rangka ~~ membangun proses. “continual improvement”. D. Tahapan Pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba Pelaksanaan PPRA di rumah sakit dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut. 1. Tahap Persiapan Jentifikasi kesiapan infrastruktur rumah sakit yang meliputi keberadaan dan fungsi . Identifikasi keberadaan dan/atau penyusunan kebijakan dan pedoman/panduan yang. ‘berkaitan dengan pengendalian resistensi antimikroba, antara lain: 1) panduan praktek Klinik penyakit infeksi 2) panduan penggunaan antibiotik profilaksis dan terapi 3) panduan pengelolaan specimen 4) panduan PPL 2. Tahap Pelaksanaan a. Peningkatan pemahaman 1) Sosialisasi program pengendalian resistensi antimikroba 2) Sosialisasi dan pemberlakuan pedoman/panduan penggunaan antibiotik b. Menetapkan pilot project pelaksanaan PPRA meliputi: 1) pemilihan SMF/bagian sebagai lokasi pilot project 2) penunjukan penanggung jawab dan tim pelaksana pilot project 3) pembuatan rencana kegiatan PPRA untuk 1 (satu) tahun ¢. Pelaksanaan pilot project PPRA: 1) SMF yang ditunjuk untuk melaksanakan pilot project PPRA menetapkan Panduan Penggunaan Antibiotik (PPAB) dan algoritme penanganan penyakit infeksi yang akan digunakan dalam pilot project 2). melakukan sosialisasi dan pemberlakuan PPAB tersebut dalam bentuk pelatihan 3) selama penerapan pilot project jika ditemukan kasus infeksi sulitvkompleks maka dilaksanakan forum kajian kasus terintegrasi 4) melakukan pengumpulan data dasar kasus yang diikuti selama penerapan dan dicatat dalam form lembar pengumpul data 5) melakukan pengolahan dan menganalisis data yang meliputi: data pola penggunaan antibiotik, kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik. 6) Menyajikan data hasil pilot project dan dipresentasikan di rapat jajaran direksi rumah sakit 7) Melakukan pembaharuan panduan penggunaan antibiotik berdasarkan_hasil penerapan PPRA 4d. Monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap pola penggunaan antibiotik secara kuantitas dan kualitas 1) laporan pola mikroba dan kepekaannya 2) pola penggunaan antibiotik secara kuantitas dan kualitas ¢. Laporan kepada Direktur rumah sakit untuk perbaikan kebijakan/pedoman/panduan dan rekomendasi perluasan penerapan PPRA di rumah sakit. Selanjutnya Direktur RSD Kota Tidore wajib melaporkan pelaksanaan dan indikator mutu program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit secara periodik setiap tahun kepada Menteri Kesehatan c.q KPRA dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Laporan dikirimkan kepada: Yth, Menteri Kesehatan cq Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba dengan alamat: Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan Jl, HR Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9 Jakarta Selatan 12950 E, Sasaran Kegiatan Seluruh elemen rumah sakit terutama klinisi, perawat, bidan dan petugas medis lainnya yang berada di fingkungan RSD Kota Tidore Kepulauan. F. Jadwal Kegiatan Jadwal kegiatan terlampir. G. _Evaluasi Pelaksanaan kegiatan dan pelaporan Surveillans infeksi rumah sakit secara teratur adalah pelaksanaan surveillans yang dilakukan secara terencana, berkesinambungan dan rutin. Evaluasi adalah penilaian kembali terhadap hasil surveillans untuk dilakukan perbaikan, Evaluasi penggunaan antibiotik sesuai standar PPRA adalah cara mengevaluasi penggunaan antibiotik dengan metode audit kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik, mengacu pada buku pedoman pelaksanaan PPRA. 1. Audit Jumlah Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit Untuk memperoleh data yang baku dan dapat diperbandingkan dengan data di tempat Jain, maka badan kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi penggunaan antibiotik secara Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) Classification dan pengukuran jumlah penggunaan antibiotik dengan defined daily dose (DDD)/100 patient-days. Defined daily dose (DDD) adalah dosis harian rata-rata antibiotik yang digunakan pada orang dewasa untuk indikasi utamanya, Perlu ditekankan di sini bahwa DDD adalah unit baku pengukuran, bukan mencerminkan dosis harian yang sebenamya diberikan kepada pasien (prescribed daily doses atau PDD). Dosis untuk masing-masing individu pasien bergantung pada kondisi pasien tersebut (berat badan, dil). Setiap pasien yang mendapat terapi antibiotik dicatat dalam Lembar Pengumpul Data (LPD) (Lampiran 1). Dalam sistem Klasifikasi ATC obat dibagi dalam kelompok menurut sistem organ tubuh, menurut sifat kimiawi, dan menurut fungsinya dalam farmakoterapi. Terdapat lima tingkat klasikasi, yaitu: 1. Tingkat pertama —: kelompok anatomi (misalnya untuk saluran pencernaan dan metabolisme) 2. Tingkat kedua kelompok terapi/farmakologi obat 3. Tingkat ketiga subkelompok farmakologi 4, Tingkat keempat _: subkelompok kimiawi obat 5. Tingkatkelima _: substansi kimiawi obat Contolx J anti-infeksi untuk penggunaan sistemik (Tingkat pertama: kelompok anatomi, Jor : antibakteri untuk penggunaan sistemik (Tingkat kedua: kelompok terapi/farmakologi) Joc 2 beta-lactam antibacterial, penicillins (Tingkat ketiga: subkelompok farmakologi) JOICA —_penisilin berspektrum Iuas (Tingkat keempat: subkelompok kimiawi obat) JOIC AOL: ampisilin (Tingkat kelima: substansi kimiawi obat) JOIC A04 —;amoksisilin (Tingkat kelima: substansi kimiawi obat) Penghitungan DDD Sctiap antibiotik mempunyai nilai DDD yang ditentukan oleh WHO berdasarkan dosis ‘pemeliharaan rata-rata, untuk indikasi utama pada orang dewasa BB 70 kg. Data berasal dari instalgsi farmasi berbentuk data kolektif, maka rumpsnya. Perhitungan numerator : eee ee jumlah DDD = DOD antibiotik dalam gram Perhitungan denominator: jumlah hari-pasien = jumlah hari perawatan seluruh pasien dalam suatu periode studi * Data yang berasal dari pasien menggunakan rumus untuk setiap pasien: jumlah konsumsi antibiotik dalam gram. jumlah konsumsi AB = {dalam DDD) DDD antibiotik dalam gram total DDD DDD/ 100 patient days = x 100 total jumlah hari-pasien 2. Audit Kualitas Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit Kualitas penggunaan antibiotik dapat dinilai dengan melihat data dari form Penggunaan antibiotik dan rekam medik pasien untuk melihat perjalanan penyakit. Setiap asus dipelajari dengan mempertimbangkan gejala klinis dan melihat hasil Laboratorium apakah sesuai dengan indikasi antibiotik yang tercatat dalam Lembar Pengumpul Data (LPD) (Lampiran 2). Penilai (reviewer) sebaiknya lebih dari 1 (satu) orang tim PPRA dan digunakan alur penilaian menurut Gyssens untuk menentukan kategori kualitas pengeunaan setiap antibiotik yang digunakan (Lampiran 3). Bila terdapat perbedaan yang sangat nyata di antara reviewer ‘maka dapat dilakukan diskusi panel untuk masing-masing kasus yang berbeda penilaiannya. Kategori hasil penilaian (Gyssensflowchart) Kategori 0 : Penggunaan antibiotik tepat dan rasional Kategori | + tidak tepat saat (timing) pemberian antibiotik Kategori II A __: tidak tepat dosis pemberian antibiotik Kategori IIB tidak tepat interval pemberian antibiotik Kategori II _: tidak tepat rute pemberian antibiotik Kategori III A: pemberian antibiotik terlalu lama Kategori IIIB: pemberian antibiotik terlalu singkat Kategori IV A: tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain yang lebih cefektif Kategori lV B __ : tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain yang lebih aman Kategori IVC: tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain yang lebih murah Kategori IV D tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain dengan spektrum lebih sempit Kategori V_ = tidak ada indikasi pemberian antibiotik Kategori VI: data tidak lengkap sehingga penggunaan antibiotik tidak dapat dinilai pelaporan dan evaluasi kegiatan . Laporan data pola resistensi mikroba dd. Laporan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan e. Laporan kegiatan PPRA lain yang meliputi: 1) Aktivitas pelayanan mikrobiologi klinik 2) Aktivitas pelayanan farmasi 3) Aktivitas pencegahan dan pengendalian infeksi Laporan disusun oleh Tim PPRA dan dijabarkan pada rapat bulanan tim PPRA. ._Laporan triwalan Merupakan gabungan dari laporan bulanan selama tiga bulan berturut-turut. Laporan disusun oleh Tim PPRA dan dilaporkan kepada direktur. . Laporan tahunan Merupakan gabungan dari laporan bulanan selama satu tahun, Laporan disusun oleh Tim PPRA dan dilaporkan kepada direktur dan jajaran pimpinan rumah sakit lainnya dalam apat tahunan. Setiap kegiatan PPRA dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi perlu dilaporkan ke direktur RS dan unit pelayanan kesehatan terkait ‘untuk meningkatkan mutu rumah sakit. Tidore, 17 Juli 2019 Ketua Tim PPRA Cy dr, Nurmasida, Sp.0G NIP. 197612272006042021 Idd ALINON LVRVLaas| Vado LVaV Laas] NaWarvNVA NVONAG ONNEVO Ting] Vado LVRIVIadaas ONVNY! SU DNVAY VIdaSuaL| 000°SZE = 000'ST X AEON ST TVNOISV| Vvudy| VOW ISYN WAGOLO| SILOIGILNY NVVNODODNAd aS AVIS| LIAO O00'SZE = 000'ST X AMOY MILOIALINV| 19arOud| vudy| VION ISN SAISNOV] 7VNODONAd NVMIV ead AWS AVIS| LOTd ISVLNAWA TANI NVNVieay) OILOTELINY AO} Nvsainday Lvuns] waLyaUId| NYNASNANAd) NVWOX V10d VIVO Vvidoud! BIpoig wesuUSP NOW| YAY ISNAANI ISNT TVARad VIVG NaLSISaY VEOUNIN VIVG W VLVd| NVWOX V10d VLVG OSLE = OSI X EqUIT S| NV? Way ILOIGLINV] Tuo} AdoDOIOF DOO TEER Bues0 10d) [eI SAISNOV, MILOIGLINY NVVNOOONAd VVC. ANS AVIS) LIGAV SNVTIARNS| 000168 DUS dd PHL TSO NWVHILW Tad I¥THIG| (000°00S"E FoySHOAY waa das| LVMIALLUAS| weds PHOT “dOHSHUOA| Way) NVUVDONV Ting NVaIGVHa| YOLVMIGNI Vudd veuay WYYDOUd AWS AVIS) NYUYSVS ISVSITVISOS| NVLVIDIN ‘NVING *NVONVNY JILVIILNVOY SMILOIIINV ISVO TVA yHoiquuy urveunssueg seueNy uURIelUag Jequiey *| uendwey Lampiran 2. Penilaian Kualitas Penggunaan Antibiotik EVALUASI KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (Vd Meer & Gyssens flowchart) A/B/C) ae sleet PETTITT eee Q =| BULAN: wy e qj Z = e wn a S 4 O.2 = anes aeos EEE AS o$aa Fatas MMEM™ BEOEE 4 OOmnee ages 3 Beebe 5 224% me nHwHAaAD ualitas pemberian antibiotika metode Gyssen (2005) a Evaluasi antibiotika dimulai dari Kotak yang paling atas, yaitu dengan melihat apakah data lengkap atau tidak untuk mengkategorikan penggunaan antibiotika, 1. Bila data tidak Jengkap, berhenti di kategori VI Data tidak lengkap adalah data rekam medis tanpa diagnosis kerja, atau ada halaman rekam ‘medis yang hilang schingga tidak dapat dievaluasi, Pemeriksaan penunjang/laboratorium tidak harus dilakukan karena mungkin tidak ada biaya, dengan catatan sudah direncanakan pemeriksaannya untuk mendukung diagnois. Diagnosis kerja dapat ditegakkan secara klinis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila data lengkap, dilanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada infeksi yang membutuhkan antibiotika? idak ada indikasi pemberian antibiotika, berhenti di kategori V Bila antibjotika memang terindikasi, lanjutkan pertanyaan di bawahnya. Apakah pemilihan antibiotika sudah tepat? 3. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif, berhenti di kategori IVA. Bila tidak, lanjutkan pertanyaan di bawahnya, apakah ada altematif lain yang kurang toksik? 4. Bila ada antibiotika yang Kurang toksik, berhenti di kategori [VB Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada alternatif lebih murah? 5. Bila ada antibiotika lain yang lebih murah, berhenti di kategori IVC Bila tidak, Janjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada alteratif lain yang spektrumnya lebih sempit? Bila ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit, berhenti di kategori IvD in yang lebih sempit, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, si antibiotika yang diberikan terlalu panjang? 7. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu panjang, berhenti di kategori ILA Bila tidak, diteruskan dengan pertanyaan apakah durasi antibiotika terlalu singkat? durasi pemberian antibiotika terlalu singkat, berhenti di kategori IIIB Bi diteruskan dengan pert diberikan sudah tepat? 9. Bila dosis pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIA Bila dosisnya tepat, lanjutkan dengan pertanyaan berikutnya, apakah interval antibiotika yang diberikan sudah tepat? 10, Bila interval pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIB Bila intervalnya tepat, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahya, apakah rute pemberian antibiotika sudah tepat? 11. Bila rute pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IC Bila rute tepat, dilanjutkan ke kotak berikutnya 12. Bila antibiotika tidak termasuk kategori 1 sampai dengan VI, antibiotika tersebut merupakan kategori I yaan di bawa nya, apakah dosis antibiotika yang

You might also like