Professional Documents
Culture Documents
Jurnal - Math Jawa - 6-TARIKH - JAWA
Jurnal - Math Jawa - 6-TARIKH - JAWA
Prabowo, A. dan Pramono Sidi (2012). Tarikh Jawa: Kalender Lunar Berbasis
Matematika. Jurnal Edumat PPPPTK, Yogyakarta, Vol. 3 No. 6, 2012, 395-410.
Prabowo, A. dan Pramono Sidi (2014). Permulaan Matematika dalam Peradaban Bangsa-
Bangsa: Kontribusi Budaya Jawa dalam Matematika. Purwokerto: Penerbit
UNSOED.
Catatan:
Lebih baik apabila mengacu langsung pada Jurnal Edumat PPPPTK, Yogyakarta, Vol. 3
No. 6, 2012, 395-410, sebab yang termuat dalam jurnal tersebut adalah format terakhir
setelah mengalami review, atau langsung pada buku Permulaan Matematika dalam
Peradaban Bangsa-Bangsa: Kontribusi Budaya Jawa dalam Matematika.
Tarikh Jawa: Kalender Lunar Berbasis Matematika
Abstract.
Officially in Indonesia, the new mathematics have given in the classroom (face to face
education) in the early 1900's, when Tarikh Java was created. Of course that, the knowledge
and mathematical concepts were known yet. This paper discusses the knowledge or
mathematical concepts that has been known actually by Javanese people for creating
Javanese Tarikh. Javanese Tarikh is outstanding effort from Sultan Agung in his era around
(1613-1645 CE), although the mathematical knowledge and mathematical concepts have
never been studied before. The goals of this research give expression various kind of
mathematical knowledge that has been developed and used by Javanese people, especially in
the creation of Javanese Tarikh. Javanese Tarikh is an annexation of Saka Calendar and
Hijriah Calendar that needed knowledge and mathemtical concepts specifically. Finally,
from the mathematical point of view, an annexation of Saka Calendar and Hijriah Calendar
gave the pattern of Javanese Tarikh as mathematically based calendar with adjustment or
calibration that use literature research and field study as a method. The conclusion of the
result that are Javanese Tarikh has been created with mathematical knowledge as tally
concept and formed the cycle. Tally consept is multiplier concept in mathematics explicitly.
4. Penulisan Artikel
dilakukan dengan cara melihat hilal Pada Hisab urfi (`urf artinya
langit, namun menggunakan rumus tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21,
bulan tertentu selalu tetap, kecuali masa Khalifah Umar, tahun 638 M
ditentukan/ditetapkan. Penggunaan
Tabel 1 Klasifikasi Kalender 1633 M. Sesungguhnya cukup aneh
Astronomis Matematis apabila tahun baru Saka terjadi
Solar Pranata Masehi pada bulan Juli, seharusnya bulan
Mangsa Maret.
Lunar Hijriah, Jawa
Kesempatan tersebut
Luni- Kala Sunda, -
solar Saka, Buddha, digunakan oleh Sultan Agung
dan Imlek (penguasa Mataram Islam 1613-
1645) untuk menciptakan Tarikh
Awal bulan (tanggal 1) pada Jawa yang disesuaikan dengan
Kalender Saka, Budha dan Imlek
kalender lunar Hijriah, tetapi
adalah saat sama sekali tidak ada berbasis matematis, dengan tetap
cahaya (bulan konjungsi/bulan mempertahankan unsur-unsur yang
mati), Hijriah saat munculnya bulan lunisolar
terdapat pada kalender
baru, sekitar 1 hari setelah Saka.
konjungsi (munculnya hilal/bulan
Angka tahun pada Tarikh
sabit pertama), Kala Sunda saat Jawa merupakan kelanjutan dari
bulan separo (setengah) sebelum kalender Saka yang sudah dipakai
purnama, sekitar tanggal 7 atau 8 berabad-abad. Akibatnya angka
komariah, serta Masehi dan Jawa tahun pada Tarikh Jawa tidak tidak
berdasarkan ketentuan, karena
dimulai dengan tahun 1, tetapi
keduanya kalender matematis. meneruskan angka tahun kalender
Saka, yaitu 1555.
3.3 Tarikh Jawa Langkah Sultan Agung ini
Pada saat pemerintahan selain bermakna saling menghargai
Sultan Agung Hanyakrakusuma, dan bertoleransi juga sebagai
terjadi suatu peristiwa istimewa. strategi budaya dan secara politis
yaitu tahun baru Saka dan tahun menyatukan kaum pesantren dan
baru Islam (Hijriah) terjadi pada kaum abangan. Penciptaan Tarikh
waktu yang bersamaan: 1 Caitra Jawa merupakan bentuk
1555 Saka bertepatan dengan 1 kebudayaan intelektual untuk
Muharam 1043 Hijriah mengurangi ketegangan antara
http://www.usupress.usu.ac.id/..., pesantren dan kejawen
hal. 25). Kalender Masehi mencatat (http://www.usupress.usu.ac.id/...).
peristiwa tersebut terjadi pada hari Menurut de Graaf (1990), perubahan
Jumat Legi (Sweet Friday), 8 Juli tersebut dapat dianggap sebagai
perwujudan kesadaran kemusliman Sultan Agung. Tarikh Jawa dimulai
yang semakin kuat, setelah pada hari Jumat Legi, tanggal 8 Juli
sebelumnya Sultan Agung berziarah 1633 M bertepatan dengan (de
ke makam Tembayat. Graaf, 1990; Irfan, 2009b;
Setelah penciptaan Tarikh http://www.usupress.usu.ac.id/...,
Jawa, Sultan Agung semakin hal. 25):
mendalami agama. Terdapat 1 Caitra 1555 Saka (umat
catatan-catatan bahwa mulai 8 Juli Hindu), bertepatan dengan
1633 M atau tahun baru 1 Sura 1 Caitra 2177 Budha (umat
1555 J, Sultan Agung berguru di Budha), bertepatan dengan
Tembayat. Salah satu penandanya 1 Muharam 1043 H (umat
adalah candra sengkala lamba Islam), bertepatan dengan
berbunyi Wisaya Anata Wisiking 1 Muharam (Sura) 1555 Jawa
Ratu. Sengkala tersebut menyatakan (masyarakat Jawa).
tahun 1555 J atau 1633 M (de
Graaf, 1990). Melalui ijtihad Namun demikian, perayaan
kreatifnya dan semangat tahun baru Jawa dan Hijriah tidak
memadukan tradisi dengan tuntutan selalu bersamaan, sebab kalender
syar'i, Sultan Agung Jawa bersifat matematis dan
mengintegrasikan Kalender Saka kalender Hijriah bersifat astronomis.
dengan Kalender Hijriah. Tahun 78 M ditetapkan tahun
Secara administratif 1 Jawa (R. Bratekesawa, 1980:23)
pemerintahan, sejak 8 Juli 1633 M, dan 14 Maret 78 ditetapkan sebagai
Kalender Saka dan Kalender Hijriah tahun 0 Saka (Irfan, 2008). Menurut
telah dihapuskan penggunaannya di http://jv.wikipedia.org/...., tahun
Nusa Jawa (Mataram) dan Saka dimulai 15 Maret 78 M tanpa
digantikan dengan Tarikh Jawa yang disebutkan tahun ke 0 atau 1.
merupakan gabungan kalender Saka Menurut Riboet Darmosoetopo,
dengan kalender Hijriah. Oleh tahun 0 Saka tanggal 1 Caitra
karena itu, tidak salah apabila dimulai 10 Maret 78 (Purnomo,
dikatakan Tarikh Jawa merupakan 2008).
kalender yang bercorak Islam Tahun baru Saka terjadi di
sehingga Tarikh Jawa juga awal musim semi, disebut
dinamakan Tarikh Jawa-Islam. minasamkranti (Irfan, 2008), yaitu
Tarikh Jawa juga disebut Tarikh saat matahari berada di rasi Pisces,
di Indonesia dirayakan sebagai Hari H = J – 512.
Raya Nyepi. Tahun baru Budha
bersamaan dengan tahun Baru Masehi dan Jawa
Saka, tetapi umat Budha tidak Pada tahun 78 M, selisih
merayakannya. Hari Raya yang angka tahun antara Tarikh Jawa
dirayakan umat Budha adalah dengan Kalender Masehi adalah 103
Waisak, memperingati kelahiran, tahun. Pada saat Tarikh Jawa dibuat
pencerahan dan kematian Sang (1633 M), selisih angka tahun
Budha Sidharta Gautama. keduanya adalah 78 tahun (de
Graaf, 1990), namun karena Tarikh
Masehi dan Hijriah Jawa berjumlah 354 atau 355 hari
Secara umum, 32 tahun dalam setahunnya, semakin lama
Masehi = 33 tahun Hijriah atau 97 Tarikh Jawa akan mengejar tahun
tahun Masehi = 100 tahun Hirjirah. Masehi (364/365 hari), sehingga
Hubungan angka tahun pada kedua selisih keduanya semakin mengecil
kalender tersebut adalah (Irfan, atau berkurang. Hubungan angka
2008): tahun keduanya adalah:
M = 32/33 H + 622 M = 32/33 J + 125
H = 33/32 (M-622) J = 33/32 (M – 125).
Berdasarkan rumus tersebut, tahun
20526 M = 20526 H. Pada saat itu Berdasarkan rumus tersebut, tahun
tahun 21038 Jawa. 4125 M = 4125 J. Pada saat itu
Jawa dan Hijriah tahun 3613 H.
Angka tahun pada Tarikh Saat ini, Desember 2011
Jawa selalu berselisih 512 dengan Masehi adalah 1945 Jawa, 1433
angka tahun pada Kalender Hijriah. Hijriah, 1933 Saka dan 2555 Budha.
Hubungan angka tahun keduanya Tabel 2 menampilkan rumus untuk
adalah menetukan angka tahun antar tiap
J = H + 512 sistem penanggalan:
Tabel 2 Hubungan Angka Tahun
Masehi Saka Budha Hijriah Jawa
Masehi S + 78 B - 544 32/33 H + 622 32/33 J + 125
Saka M – 78 B - 622 32/33 H + 544 32/33 J + 47
Budha M + 544 S + 622 32/33 H + 1166 32/33 J + 669
Hijriah 33/32 (M-622) 33/32 (S-544) 33/32 (B-1166) J - 512
Jawa 33/32 (M-125) 33/32 (S-47) 33/32 (B-669) H + 512
Tabel 3 Hari Saptawara dan Hari Pancawara dalam Satu Periode Selapanan
Hari Pasaran (Pancawara)
Hari Legi/Manis Paing Pon Wage Kliwon
Saptawara
Jemuah 1. 22. 8. 29. 15.
(Jum’at) Jemuah Legi Jemuah Paing Jemuah Pon Jemuah Wage Jemuah Kliwon
Setu 16. 2. 23. 9. 30.
(Sabtu) Setu Lagi Setu Paing Setu Pon Setu Wage Setu Kliwon
Minggu 31. 17. 3. 24. 10.
(Minggu) Minggi Legi Minggu Paing Minggu Pon Minggu Wage Minggu Kliwon
Senen 11. 32. 18. 4. 25.
(Senin) Senen Legi Senen Paing Senen Pon Senen Wage Senen Kliwon
Slasa 26. 12. 33. 19. 5.
(Selasa) Slasa Legi Slasa Paing Slasa Pon Slasa Wage Slasa Kliwon
Rebo 6. 27. 13. 34. 20.
(Rabu) Rebo Legi Rebo Paing Rebo Pon Rebo Wage Rebo Kliwon
Kemis 21. 7. 28. 14. 35.
(Kamis) Kemis Legi Kemis Paing Kemis Pom Kemis Wage Kemis Kliwon
Siklus sedhapur dimulai sejak diambil dari tokoh pewayangan (Isti,
wuku pertama yaitu Sinta dan 2011a dan 2011b).
berakhir pada wuku terakhir yaitu Wuku berkaitan dengan
Watugunung. Rentang waktu yang kelahiran seorang anak sehingga
lamanya 210 hari menghasilkan serupa dengan zodiak. Jadi, wuku
kalender pawukon. Disebut pawukon merupakan horoskop Jawa. Setiap
karena disusun oleh wuku-wuku wuku memiliki sifat, karakteristik
yang jumlahnya 30 wuku dan setiap dan wataknya sendiri-sendiri
wuku lamanya 7 hari. sehingga seorang anak yang lahir
Pawukon merupakan kalender pada wuku tertentu akan memiliki
yang berdiri sendiri, namun dalam sifat, karakter, tabiat, watak sesuai
penggunaannya diintegrasikan dengan sifat, karakter, tabiat, watak
dalam Tarikh Jawa, sehingga wuku tersebut. Adanya wuku
nampak sebagai salah satu unsur dimaksudkan agar anak yang lahir
yang menyusun Tarikh Jawa. dapat diarahkan dan dikendalikan
Kombinasi tersebut menghasilkan jalan hidupnya, sesuai dengan sifat,
Almanak Jawa. karakter, tabiat, watak wuku
Wuku berbeda dengan minggu kelahirannya.
(minggon), meskipun satu wuku dan Hari pertama pada wuku
satu minggu umurnya sama-sama 7 Sinta selalu hari Minggu Paing dan
hari terakhir pada wuku Watu
hari, dan keduanya menggunakan Gunung selalu hari Sabtu Legi (Isti,
nama hari saptawara dan nama 2011a). Dari siklus wuku ini, maka
pancawara yang sama. hari dan pasaran yang sama akan
Nama-nama wuku berturut- kembali terjadi setelah (7 x 30) = 210
turut adalah Sinta, Landhep, Wukir, hari, atau 6 kali selapanan sebab (6
Kurantil, Tolu, Gumbreg, Warigalit, x 35) = 210 hari.
Wariagung, Julungwangi, Sungsang, Unsur-unsur dari wuku
Galungan, Kuningan, Langkir, adalah sadwara, hastawara dan
Mandhasiya, Julungpujud, Pahang, sangawara. Ketiga unsur tersebut
Kuruwelut, Marakeh, Tambir, dimasukkan dalam perhitungan
Medhangkungan, Maktal, Wuye, tanggal sehingga disebut unsur
Manahil, Prangbakat, Bala, Wugu, penanggalan. Unsur lainnya adalah
Wayang, Kulawu, Dhukut, dan paarasan, pancasuda dan
Watugunung. Nama-nama tersebut kamarokan yang digolongkan
sebagai unsur bincil Jagur (Harimau), Gigis (Bumi),
(http://jv.wikipedia.org/wiki/Wuku) Kerangan (Matahari), Nohan
serta waler sanger. (Rembulan), Wogan (Ulat/Hama),
Tulus (Air), Wurung (Api), Dadi
Sadwara (Kayu). Kesembilan hari tersebut
Siklus 6 harian disebut dinamakan hari sangawara (sanga =
paringkelan. Paringkelan berasal dari delapan).
ringkel yang berarti naas. Nama- Siklus paringkelan (6 harian),
nama hari siklus paringkelan padewan (8 harian), dan padangon
diambil dari bahasa Sansekerta (9 harian) jaarang dipakai dalam
yaitu Tungle (Daun), Aryang Tarikh Jawa, tetapi masih
(Manusia), Wurukung (Hewan), digunakan secara intensif dalam
Uwas/Mina (Ikan), Paningron/Peksi Almanak Jawa.
(Burung), Mawulu/Taru (Benih, Biji).
Keenam hari tersebut dinamakan Kamarokan, Pancasuda,
hari sadwara (sad = enam). Paarasan dan Waler-Sanger
Dalam Almanak Jawa
Hastawara dilengkapi dengan perputaran hidup
Siklus 8 harian disebut yang dikategorikan sebagai bincil,
padewan. Nama-nama hari siklus yaitu paarasan, pancasuda dan
padewan diambil dari bahasa kamarokan. Unsur lainnya adalah
Sansekerta yang merupakan nama- waler-sanger. Untuk menentukan
nama dewa dalam pewayangan, jenis paarasan, pancasuda dan
yaitu Sri, Indra, Guru, Yamadipati, kamarokan digunakan neptu hari
Rudra, Brama, Kala, dan Uma. Sri saptawara dan hari pancawara.
selalu jatuh pada hari Minggu Paing Kamarokan terdiri dari 6 buah
pada wuku Sinta. Kedelapan hari keadaan yaitu nuju padu, kala
tersebut dinamakan hari hastawara tinantang, sanggar waringin, mantri
(hasta = delapan). sinaroja, macan ketawan, dan nuju
pati. Pancasuda terdiri dari tujuh
Sangawara buah sifat (watak) yaitu wasesa
Siklus 9 harian disebut segara, tunggak semi, satria wibawa,
padangon. Nama-nama hari siklus sumur sinaba, satria wirang, bumi
padangon diambil dari bahasa kapetak, dan lebu katiup angin.
Sansekerta, yaitu: Dangu (Batu), Menurut Suwardi (2010) hanya ada
enam pancasuda, yaitu tanpa sumur sehingga Muharam dinamai bulan
sinaba. Paarasan terdiri dari Sura. Rabi`ul-Awwal disebut bulan
sepuluh buah aras (jalan) yaitu aras Mulud, yaitu bulan kelahiran
tuding lakuning setan, aras kembang (maulud) Nabi Muhammad. Rabi`ul-
lakuning jejodhon, aras lintang, Akhir adalah Bakdamulud atau
lakune rembulan, lakune srengenge, Silihmulud, yang artinya sesudah
lakune banyu, lakune bumi, lakune Mulud. Sya`ban merupakan bulan
geni, aras peksi lakune angin dan Ruwah, yaitu waktu yang digunakan
aras pepet lakune pandhita sekti. untuk mendoakan arwah keluarga
(http://jv.wikipedia.org/wiki/Wuku). yang telah wafat, dalam rangka
Sementara yang termasuk menyambut bulan Pasa (puasa
waler-sanger antara lain tali wangke, Ramadhan). Dzul-Qai`dah disebut
sampar wangke, dungulan, kala dite, Hapit atau Sela sebab terletak di
kala mendhem, anggara kasih, bulan antara dua hari raya. Dzul-Hijjah
sunya, tangise Dewi Sinta, jabung merupakan bulan Haji atau Besar
kala wuku, jaya bumi, sarik agung, (Rayagung), saat berlangsungnya
bangas, rebo wekasan, dan dina ibadah haji dan Idul Adha (Irfan,
tanpa tanggal 2009). Urutan bulan dalam Tarikh
(http://jv.wikipedia.org/wiki/Wuku). Jawa serta jumlah harinya bisa
diberikan pada tabel 4.
Wulan (Bulan)
Siklus 29 atau 30 harian Tabel 4 Nama Bulan dalam
Kalender Jawa dan Lamanya
disebut wulan (bulan). Nama-nama Tahun Tahun Tahun
Nama Bulan
bulan dalam Tarikh Jawa mengikuti Biasa Dal Kabisat
(1,3,6,7) (5) (2,4,8)
nama-nama bulan pada kalender Sura 30 30/30 30
Sapar 29 30/30 29
Hijriah tetapi disesuaikan dengan Mulud 30 30/29 30
lidah Jawa menjadi Muharam, Sapar, Bakdamulud 29 29/29 29
Jumadilawal 30 29/29 30
Rabiulawal, Rabiulakir, Jumadilawal, Jumadilakir 29 29/29 29
Rejeb/Rajab 30 30/30 30
Jumadilakir, Rajab, Saban, Pasa,
Ruwah/Saban 29 29/29 29
Sawal, Dulkangidah, Dulkijah. Pasa 30 30/30 30
Sawal 29 29/29 29
Kreatifitas orang Jawa Sela/Apit 30 30/30 30
Besar 29 29/30 30
menyebabkan nama-nama bulan
Jumlah hari 354 354 355
tersebut disesuaikan dengan tradisi
Jawa. Pada bulan Muharram Sumber: Hendro (tanpa tahun),
http://jv.wikipedia.org/wiki/Kalend
terdapat Hari Assyuro (10 Muharram) her_Jawa.
Kalender Hijriah merupakan Rentang waktu selama 8
kalender astronomis, sedangkan tahun dinamakan satu windu dan
Tarikh Jawa merupakan kalender dalam tradisi Jawa, tahun-tahun
yang bercorak Islam dan berbasis dalam satu windu tersebut diberi
matematis, sehingga tidak selalu nama berdasarkan hari jatuhnya
presisi terhadap pergerakan bulan tahun baru Jawa (lihat Tabel 5).
(Anshori, 2009). Oleh sebab itu, jika Dalam siklus 1 windu, 1
dalam Kalender Hijriah jumlah hari Muharam (Sura) berturut-turut akan
dalam sebulan tidak pasti (tidak jatuh pada hari ke- 1, 5, 3 (pertama),
tetap), maka pada Tarikh Jawa 7, 4, 2, 6 dan 3 (terakhir). Nama-
bulan-bulannya telah ditentukan nama tahun dalam periode 1 windu
jumlah harinya. Bulan bernomor berdasarkan numerologi huruf
ganjil jumlah harinya 30 dan bulan Arab/Hijaiyah:
genap 29 hari (pengecualian untuk huruf ke-1 adalah Alif
tahun Dal). Jumlah hari untuk tiap huruf ke-5 adalah Ha
bulan pada Kalender Hijriah selalu huruf ke-3 adalah Jim Awal
berubah-ubah, tergantung pada huruf ke-7 adalah Za
kemunculan hilal. huruf ke-4 adalah Dal
huruf ke-2 adalah Ba
Warsa, Windu, Tumbuk Alit, huruf ke-6 adalah Waw
dan Tumbuk Ageng huruf ke-3 adalah Jim Akhir
selama 8 tahun disebut tumbuk alit Jawa menjadi: Alif menjadi Alip, Ha
(siklus kecil). Disebut tumbuk alit menjadi Ehe, Jim Awal menjadi
kembali (tumbuk) dengan tahun Alip. mejadi Be, Waw menjadi Wawu, dan
Padewan:
Wulan: Selapanan: Pawukon: 8 harian
29/30 harian 35 harian 210 harian
30 wuku
6 selapanan Padangon:
(6 x 35) 9 harian
Penyesuaian ke-1
terhadap Kalender
Hijriah: BINCIL:
Kabisat + 1
Paarasan,
Pancasuda,
Kamarokan
Kelipatan
Lambang 12 bulan
Warsa (6 x 29)+(6 x 30)
Waler-Sanger
Warsa:
354/355 harian
Lambang
Windu
Kelipatan
Kelipatan
8 tahun
81 selapanan
(5 x 354) + (3 x 355)
(81 x 35)
Tumbuk Alit:
8 tahunan (1 windu)
Kelipatan
Kabisat Jawa: 3/8
324 selapanan
(2835 harian)
Kabisat Hijirah: 11/30
(324 x 35) Kelipatan
4 windu (4 x 2835) atau
Dalam 120 tahun
32 tahun
(120 = KPK 8 dan 30):
(20 x 254) + (12 x 355)
Kabisat Jawa = 45 Tumbuk Ageng:
Kabisat Hjriah = 44 4 windu-an
Kelipatan (11.340 harian)
Maka dilakukan 1215 selapanan Kelipatan
penyesuaian ke-2 (1215 x 35) 15 windu (15 x 2835) atau
120 tahun
(75 x 354) + (45 x 355)
Kurup:
15 windu-an
Penyesuaian ke-2: (42.525 harian)
Tarikh Jawa
dimajukan membentuk
1 hari
Daftar Pustaka
Azhari, S., dan Ibrahim, I.A. (2008). Kalender Jawa Islam: Memadukan Tradisi
dan Tuntutan Syar’i. Jurnal Asy-Syir’ah. Vol. 42 No. I, 2008.
http://ern.pendis.kemenag.go.id/DokPdf/jurnal/07-susiknan.pdf.
Diakses tanggal 26 Juli 2011, pukul 19.05.
De Graaf, H.J. (1990). Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan
Agung. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Hazmirullah (2011a). Kala Sunda dalam “Ijtihad” Bah Ali. Harian Pikiran Rakyat,
Sabtu, 5 November 2011.
Hazmirullah (2011b). Lalu, Bermaknakah Informasi Tahun Baru. Harian Pikiran
Rakyat, Sabtu, 5 November 2011.
Hendro Setyanto. (Tanpa Tahun). Kalender Jawa.
http://www.babadbali.com/pewarigaan/kalender-jawa.htm. Diakses
tanggal 28 November 2011, pukul 20.06.
http://indonesiabreakingnewsonline.blogspot.com/2008/05/rahasia-
perhitungan-hari-jawa.html. Diakses tanggal 26 Juli 2010, pukul 20.03.
http://jv.wikipedia.org/wiki/Kelendher_Jawa. Diakses 18 Agustus 2010, pukul
03.06.
http://jv.wikipedia.org/wiki/Wuku. Diakses 18 Agustus 2010, pukul 03.17.
http:
//www.usupress.usu.ac.id/.../Aspek%20Budaya%20Jawa%20Dalam%20
Pola%20Arsitektur%20Bangunan%20Domestik%20Dan%20Publik%Final_
Bab_1.pdf. Diakses tanggal 26 Juli 2010, pukul 22.25.
Irfan Anshori. (2008). Mengenal Kalender Hijriyah (dan Kalender-Kalender yang
Berhubungan). Diakses tanggal 26 Juli 2010, pukul 19.17.
Irfan Anshori. (2009a). Sistem Kalender (Pengantar).
http://achedy.penamedia.com/2009/10/14/sistem-kalender-pengantar/.
Diakses tanggal 26 Juli 2010 pukul 19.03.
Irfan Anshori. (2009b). Pengantar Penanggalan Jawa.
http://achedy.penamedia.com/2009/11/20/pengantar-penanggalan-
jawa/. Diakses tanggal 26 Juli 2010 pukul 19.30.
Isti Nugroho. (2011a). Miyak Asal Usule Pawukon (1). Panjebar Semangat No. 30,
23 Juli 2011, halaman 27–28..
Isti Nugroho. (2011b). Miyak Asal Usule Pawukon (2). Panjebar Semangat No. 31,
30 Juli 2011, halaman 38-39.
Karyana Sindunegara. (1997). Struktur Cakakala serta Manfaatnya untuk
Penelitian Sejarah.
http://eprints.undip.ac.id/306/1/Karyana_Sindunegara.pdf. Diakses
tanggal 13 Agustus 2010, pukul 21.12.
R. Bratakesawa. (1980). Keterangan Candrasengkala. Jakarta: Balai Pustaka.
Suwardi Endraswara. (2010). Falsafah Hidup Jawa. Jogjakarta: Penerbit
Cakrawala.
Winarso Drajad Widodo. (2008). Sistem Pasaran Panunggalan: Terapan dalam
Membangun Perekonomian Rakyat. Makalah disampaikan pada
Konferensi Internasional Kebudayaan Jawa 2008, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto, 20 – 25 September 2008.
Sucipto Hadi Purnomo. (2008). Melihat Jawa yang Segar dari Saka dan
Kalendernya. Suara Merdeka 27 April 2008.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/kejawen/2008/04/07/30
4/Melihat-Jawa-yang-Segar-dari-Saka-dan-Kalendernya Diakses tanggal 9
Desember 2011, pukul 10.10.