Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 28

Artikel dimuat dalam

Jurnal Edumat PPPPTK, Yogyakarta


Vol. 3 No. 6 Tahun 2012 Hal. 395–410

Artikel ini juga dimuat dalam buku

Permulaan Matematika dalam Peradaban Bangsa-Bangsa: Kontribusi Budaya Jawa dalam


Matematika. Penerbit UNSOED, Purwokerto, 2014.
Karya Agung Prabowo dan Pramono Sidi

Untuk pengutipan (sitasi) artikel ini harap merujuk dengan menuliskan

Prabowo, A. dan Pramono Sidi (2012). Tarikh Jawa: Kalender Lunar Berbasis
Matematika. Jurnal Edumat PPPPTK, Yogyakarta, Vol. 3 No. 6, 2012, 395-410.
Prabowo, A. dan Pramono Sidi (2014). Permulaan Matematika dalam Peradaban Bangsa-
Bangsa: Kontribusi Budaya Jawa dalam Matematika. Purwokerto: Penerbit
UNSOED.

Catatan:
Lebih baik apabila mengacu langsung pada Jurnal Edumat PPPPTK, Yogyakarta, Vol. 3
No. 6, 2012, 395-410, sebab yang termuat dalam jurnal tersebut adalah format terakhir
setelah mengalami review, atau langsung pada buku Permulaan Matematika dalam
Peradaban Bangsa-Bangsa: Kontribusi Budaya Jawa dalam Matematika.
Tarikh Jawa: Kalender Lunar Berbasis Matematika

1Agung Prabowo, & 2Pramono Sidi

1Program Studi Matematika, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto


e-mail: agung.prabowo@unsoed.ac.id ; agung_nghp@yahoo.com
2Program Studi Matematika, FMIPA Universtitas Terbuka, Jakarta
e-mail: pram@ut.ac.id

Abstract.
Officially in Indonesia, the new mathematics have given in the classroom (face to face
education) in the early 1900's, when Tarikh Java was created. Of course that, the knowledge
and mathematical concepts were known yet. This paper discusses the knowledge or
mathematical concepts that has been known actually by Javanese people for creating
Javanese Tarikh. Javanese Tarikh is outstanding effort from Sultan Agung in his era around
(1613-1645 CE), although the mathematical knowledge and mathematical concepts have
never been studied before. The goals of this research give expression various kind of
mathematical knowledge that has been developed and used by Javanese people, especially in
the creation of Javanese Tarikh. Javanese Tarikh is an annexation of Saka Calendar and
Hijriah Calendar that needed knowledge and mathemtical concepts specifically. Finally,
from the mathematical point of view, an annexation of Saka Calendar and Hijriah Calendar
gave the pattern of Javanese Tarikh as mathematically based calendar with adjustment or
calibration that use literature research and field study as a method. The conclusion of the
result that are Javanese Tarikh has been created with mathematical knowledge as tally
concept and formed the cycle. Tally consept is multiplier concept in mathematics explicitly.

Keywords: javanese tarikh, lunar, mathematics

Mathematical Subject Classification 2010: 01A29 (History of Mathematics and


Mathematicians in Southeast Asia); 03C65 (Mathematical Logic and Foundations for Models
of Other Mathematical Theories)

1. Pendahuluan Periodisasi penggunaan


Di Indonesia pernah (dan kalender di Indonesia (khususnya
masih) digunakan beberapa jenis oleh masayarakat Jawa) dapat dibagi
kalender. Penggunaannya berkaitan menjadi 4 periode
dengan peristiwa budaya, pergantian 1. Kalender Saka (S): Merupakan
musim, pertanian atau peristiwa kalender Hindu, digunakan
keagamaan. Penggunaan kalender secara resmi dalam administrasi
juga terkait dengan aspek politik pemerintahan sejak 78 M - 1633
kekuasaan. Selain kalender Masehi, M, sejak sebelum Kerajaan
kalender lain yang masih digunakan Mataram Hindu sampai Mataram
adalah kalender Saka, Jawa, Kala Islam. Saat ini, kalender Saka
Sunda, Hijriah dan Pranata Mangsa masih digunakan secara luas
dan lain-lain
oleh masyarakat Hindu Bali dan Selain Tarikh Jawa, juga
masyarakat Tengger di Bromo. terdapat kalender yang disusun
2. Kalender Hijriah (H): Merupakan khusus untuk keperluan pertanian
kalender Islam, digunakan yang perhitungannya didasarkan
secara resmi dalam administrasi pada musim yang terjadi di Pulau
pemerintahan sejak 1478 M Jawa, yaitu kalender Pranata
sampai 1633 M, sejak Kerajaan Mangsa Jawi atau Pranata Mangsa.
Demak hingga Mataram Islam. Tarikh Jawa diciptakan oleh
Saat ini, masih digunakan Sultan Agung pada tahun 1633 M,
secara luas oleh pemeluk agama dan kalender Pranata Mangsa
Islam, khususnya untuk (Pengaturan Musim) diciptakan oleh
menentukan waktu puasa dan Sunan Paku Buwana VII pada tahun
hari-hari besar Islam. 1855 M (berkuasa 1830-1858) dari
3. Tarikh Jawa (J): Merupakan Surakarta. Kalender Pranata Mangsa
kalender umum yang dipakai digunakan para petani antara lain
oleh suku Jawa. Secara resmi untuk menentukan musim tanam
digunakan dalam administrasi dan musim panen. Jumlah hari
pemerintahan sejak diciptakan dalam Kalender Pranata Mangsa
oleh Sultan Agung tahun 1633 sama dengan Kalender Masehi.
M. Hingga hari ini masih terus Penulis meyakini bahwa Sunan Paku
digunakan secara luas, terutama Buwana VII berpandangan matahari
untuk menentukan perayaan- sebagai pusat alam semesta
perayaan budaya. (heliosentris) dan perbedaan musim
4. Kalender Masehi (M): merupakan disebabkan oleh peredaran
kalender umum yang dipakai matahari, bukan peredaran bulan,
oleh semua orang di Indonesia, sehingga tidak menggunakan jumlah
apapun agama dan sukunya. hari 354 atau 355 yang merupakan
Sejak keluarnya Wet op het jumlah hari dalam setahun pada
Nederlandsch Onderdaanschap sistem kalender komariah (lunar
pada tahun 1910, Kalender calendar).
Masehi ditetapkan secara resmi Ilham Sultan Agung
dipakai di Indonesia (Irfan, Hanyakrakusuma selaku Raja
2008). Mataram Islam ke-III di Yogyakarta
sebagai pencipta Tarikh Jawa atau
Tarikh Jawi dan ilham Kanjeng
Sinuhun Paku Buwana VII selaku diajukan rumusan masalah
Raja Kasunanan di Surakarta dalam mengenai konsep dan pengetahuan
mencipta Pranata Mangsa Jawi yang sejenis dengan matematika,
dapat diseejajarkan dengan ilham yang digunakan dalam penciptaan
Raja Numa Pompilus dan Julius Tarikh Jawa oleh Sultan Agung.
Caesar selaku Pontifex Maximus Tujuan dari penelitian ini
sebagai pencipta Kalender Romawi mengungkapkan pengetahuan
Kuno (Kalender Julian), ilham Paus sejenis matematika, yang telah
Gregorius XIII yang melakukan dikembangkan dan digunaka dalam
koreksi terhadap Kalender Julian penciptaan Tarikh Jawa.
pada tahun 1582, ilham filsuf Kong Selanjutnya, diharapkan dapat
Hu Cu (Confusius) dalam memberi manfaat dalam penanaman
menciptakan Kalender Imlek, dan karakter rasa percaya diri, bangga
ilham Khalifah Umar bin Khatab pada bangsa sendiri dan kejujuran
dalam menciptakan Kalender Hijriah dalam menghargai hasil karya orang
(http://www.usupress.usu.ac.id/...). lain.
Dalam hal ini, orang Penelitian ini menggunakan
Indonesia (baca: Jawa) sama-sama metode penelusuran sumber-sumber
mempunyai keunggulan dengan para sejarah berupa studi literatur dan
pencipta tarikh atau kalender studi lapangan berupa interview
lainnya, dan bahwa ilmu dengan para pakar budaya Jawa dan
pengetahuan termasuk matematika masyarakat Jawa sebagai pengguna
telah dikuasai orang Jawa dan Tarikh Jawa. Untuk lebih jelasnya,
digunakan dalam penciptaan tahapan atau prosedur penelitian
kalender. yang dilakukan diberikan pada
gambar 1.
2. Metodologi
Pada saat Tarikh Jawa
diciptakan, tentu saja belum dikenal
matematika di Jawa. Namun
demikian, diyakini telah ada
pengetahuan yang sejenis dengan
matematika dan salah satunya
digunakan dalam penciptaan Tarikh
Jawa. Untuk itu, dalam makalah ini
1. Penelitian Literatur 2. Studi Lapangan

3. Eksplorasi Pengetahuan Matematika dari literatur dan studi lapangan

4. Penulisan Artikel

Gambar 1 Metodologi Penelitian

3. Hasil Analisis dan Kalender bulan-matahari atau


Pembahasan kalender suryacandra (lunisolar

3.1 Kalender Bulan dan calendar) menggunakan fase bulan


sebagai acuan utama namun juga
Kalender Matahari
menambahkan pergantian musim di
Kalender bulan (lunar
dalam perhitungan tiap tahunnya.
calendar) atau kalender komariah,
Kalender ini ditandai dengan adanya
atau kalender candra adalah sistem
bulan-bulan kabisat selama
penanggalan yang didasarkan atas
beberapa tahun sekali ataupun
perhitungan/perubahan fase bulan.
berturut-turut, sehingga jumlah
Contohnya kalender Hijriah. Tiap
bulan dalam satu tahun dapat
bulan dimulai dengan penampakan
mencapai 12 sampai 13 bulan (354-
hilal atau bulan sabit tipis ke hilal
384 hari). Bulan ke-13 merupakan
berikutnya, yang disebut satu
bulan tambahan/ekstra (disebut
periode hilal.
bulan interkalasi). Dalam Kalender
Kalender matahari (solar
Arab pra-Islam disebut bulan nasi’
calendar) atau kalender syamsiah
(Irfan, 2008), ditambahkan pada
atau kalender surya adalah sistem
akhir tahun sesudah bulan terakhir,
penanggalan yang didasarkan atas
Dzulhijjah. Pada kalender Saka,
perputaran bumi mengelilingi
terjadi setiap 3 tahun, bergantian
matahari (revolusi). Contohnya
antara Dwitya Asadha dan Dwitiya
kalender Masehi. Kalender Masehi
Srawana (Irfan, 2008).
didasarkan atas peredaran bumi
Pergantian hari pada Kalender
mengelilingi matahari dari satu titik
Matahari adalah tengah malam dan
tertentu yang disebut solstice atau
pada Kalender Bulan dan Kalender
equinox kembali ke titik tersebut.
Matahari-Bulan, pergantian hari
saat matahari terbenam (pergantian
siang dan malam/maghrib). Pada dalam kalender adalah jumlah hari
Tarikh Jawa, beberapa pendapat dalam tiap bulan sudah ditetapkan
menyatakan pergantian hari mulai jumlahnya. Demikian juga jumlah
pukul 16.00. hari dalam satu tahun. Apabila
terdapat selisih jumlah hari dalam
3.2 Kalender Astronomis dan satu tahun dengan kalender

Kalender Matematis astronomis, maka selisih tersebut

Penanggalan pada kalender dikumpulkan dan ditambahkan

astronomis didasarkan pada posisi dalam tahun kabisat.

benda langit saat itu. Contohnya Penggunaan hisab urfi pada

adalah Kalender Hijriah. Untuk Kalender Hijriah menyerupai

menentukan tanggal 1 tiap bulannya perhitungan kalender matematis.

dilakukan dengan cara melihat hilal Pada Hisab urfi (`urf artinya

dengan mata (ru’yah). Apabila hilal kebiasaan/tradisi), perhitungannya

sudah terlihat, maka ditetapkan menggunakan kaidah-kaidah

sebagai tanggal 1. Kemunculan hilal sederhana. Salah satu hasilnya,

juga dapat diketahui berdasarkan pada Kalender Hijriah, bulan

perhitungan astronomis (metode bernomor ganjil jumlah harinya 30

hisab). dan bulan bernomor genap 29 hari.

Penanggalan pada kalender Khusus bulan Dzulhijjah (bulan ke-

matematis tetap menggunakan 12) pada tahun kabisat, umurnya 30

pendekatan perputaran benda-benda hari. Tahun kabisat terdapat pada

langit, namun menggunakan rumus tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21,

matematika yang sederhana. Jumlah 24, 26 dan ke 29 dari keseluruhan

hari dalam sebulan telah siklus 30 tahun. Kalender Hijriah

ditentukan/ditetapkan banyaknya, dimulai 16 Juli 622 M (hijrah Nabi)

artinya jumlah hari pada suatu dan ditetapkan penggunaannya pada

bulan tertentu selalu tetap, kecuali masa Khalifah Umar, tahun 638 M

pada tahun kabisat. Inilah atau 17 H.

perbedaan utama antara kalender Dari semua penjelasan di

astronomis dengan kalender atas, dapat dibuat tabel klasifikasi

(berbasis) matematis. kalender dan contoh-contohnya yang

Salah satu ciri matematika pernah (masih) digunakan di

adalah pasti, tetap dan telah Indonesia.

ditentukan/ditetapkan. Penggunaan
Tabel 1 Klasifikasi Kalender 1633 M. Sesungguhnya cukup aneh
Astronomis Matematis apabila tahun baru Saka terjadi
Solar Pranata Masehi pada bulan Juli, seharusnya bulan
Mangsa Maret.
Lunar Hijriah, Jawa
Kesempatan tersebut
Luni- Kala Sunda, -
solar Saka, Buddha, digunakan oleh Sultan Agung
dan Imlek (penguasa Mataram Islam 1613-
1645) untuk menciptakan Tarikh
Awal bulan (tanggal 1) pada Jawa yang disesuaikan dengan
Kalender Saka, Budha dan Imlek
kalender lunar Hijriah, tetapi
adalah saat sama sekali tidak ada berbasis matematis, dengan tetap
cahaya (bulan konjungsi/bulan mempertahankan unsur-unsur yang
mati), Hijriah saat munculnya bulan lunisolar
terdapat pada kalender
baru, sekitar 1 hari setelah Saka.
konjungsi (munculnya hilal/bulan
Angka tahun pada Tarikh
sabit pertama), Kala Sunda saat Jawa merupakan kelanjutan dari
bulan separo (setengah) sebelum kalender Saka yang sudah dipakai
purnama, sekitar tanggal 7 atau 8 berabad-abad. Akibatnya angka
komariah, serta Masehi dan Jawa tahun pada Tarikh Jawa tidak tidak
berdasarkan ketentuan, karena
dimulai dengan tahun 1, tetapi
keduanya kalender matematis. meneruskan angka tahun kalender
Saka, yaitu 1555.
3.3 Tarikh Jawa Langkah Sultan Agung ini
Pada saat pemerintahan selain bermakna saling menghargai
Sultan Agung Hanyakrakusuma, dan bertoleransi juga sebagai
terjadi suatu peristiwa istimewa. strategi budaya dan secara politis
yaitu tahun baru Saka dan tahun menyatukan kaum pesantren dan
baru Islam (Hijriah) terjadi pada kaum abangan. Penciptaan Tarikh
waktu yang bersamaan: 1 Caitra Jawa merupakan bentuk
1555 Saka bertepatan dengan 1 kebudayaan intelektual untuk
Muharam 1043 Hijriah mengurangi ketegangan antara
http://www.usupress.usu.ac.id/..., pesantren dan kejawen
hal. 25). Kalender Masehi mencatat (http://www.usupress.usu.ac.id/...).
peristiwa tersebut terjadi pada hari Menurut de Graaf (1990), perubahan
Jumat Legi (Sweet Friday), 8 Juli tersebut dapat dianggap sebagai
perwujudan kesadaran kemusliman Sultan Agung. Tarikh Jawa dimulai
yang semakin kuat, setelah pada hari Jumat Legi, tanggal 8 Juli
sebelumnya Sultan Agung berziarah 1633 M bertepatan dengan (de
ke makam Tembayat. Graaf, 1990; Irfan, 2009b;
Setelah penciptaan Tarikh http://www.usupress.usu.ac.id/...,
Jawa, Sultan Agung semakin hal. 25):
mendalami agama. Terdapat 1 Caitra 1555 Saka (umat
catatan-catatan bahwa mulai 8 Juli Hindu), bertepatan dengan
1633 M atau tahun baru 1 Sura 1 Caitra 2177 Budha (umat
1555 J, Sultan Agung berguru di Budha), bertepatan dengan
Tembayat. Salah satu penandanya 1 Muharam 1043 H (umat
adalah candra sengkala lamba Islam), bertepatan dengan
berbunyi Wisaya Anata Wisiking 1 Muharam (Sura) 1555 Jawa
Ratu. Sengkala tersebut menyatakan (masyarakat Jawa).
tahun 1555 J atau 1633 M (de
Graaf, 1990). Melalui ijtihad Namun demikian, perayaan
kreatifnya dan semangat tahun baru Jawa dan Hijriah tidak
memadukan tradisi dengan tuntutan selalu bersamaan, sebab kalender
syar'i, Sultan Agung Jawa bersifat matematis dan
mengintegrasikan Kalender Saka kalender Hijriah bersifat astronomis.
dengan Kalender Hijriah. Tahun 78 M ditetapkan tahun
Secara administratif 1 Jawa (R. Bratekesawa, 1980:23)
pemerintahan, sejak 8 Juli 1633 M, dan 14 Maret 78 ditetapkan sebagai
Kalender Saka dan Kalender Hijriah tahun 0 Saka (Irfan, 2008). Menurut
telah dihapuskan penggunaannya di http://jv.wikipedia.org/...., tahun
Nusa Jawa (Mataram) dan Saka dimulai 15 Maret 78 M tanpa
digantikan dengan Tarikh Jawa yang disebutkan tahun ke 0 atau 1.
merupakan gabungan kalender Saka Menurut Riboet Darmosoetopo,
dengan kalender Hijriah. Oleh tahun 0 Saka tanggal 1 Caitra
karena itu, tidak salah apabila dimulai 10 Maret 78 (Purnomo,
dikatakan Tarikh Jawa merupakan 2008).
kalender yang bercorak Islam Tahun baru Saka terjadi di
sehingga Tarikh Jawa juga awal musim semi, disebut
dinamakan Tarikh Jawa-Islam. minasamkranti (Irfan, 2008), yaitu
Tarikh Jawa juga disebut Tarikh saat matahari berada di rasi Pisces,
di Indonesia dirayakan sebagai Hari H = J – 512.
Raya Nyepi. Tahun baru Budha
bersamaan dengan tahun Baru Masehi dan Jawa
Saka, tetapi umat Budha tidak Pada tahun 78 M, selisih
merayakannya. Hari Raya yang angka tahun antara Tarikh Jawa
dirayakan umat Budha adalah dengan Kalender Masehi adalah 103
Waisak, memperingati kelahiran, tahun. Pada saat Tarikh Jawa dibuat
pencerahan dan kematian Sang (1633 M), selisih angka tahun
Budha Sidharta Gautama. keduanya adalah 78 tahun (de
Graaf, 1990), namun karena Tarikh
Masehi dan Hijriah Jawa berjumlah 354 atau 355 hari
Secara umum, 32 tahun dalam setahunnya, semakin lama
Masehi = 33 tahun Hijriah atau 97 Tarikh Jawa akan mengejar tahun
tahun Masehi = 100 tahun Hirjirah. Masehi (364/365 hari), sehingga
Hubungan angka tahun pada kedua selisih keduanya semakin mengecil
kalender tersebut adalah (Irfan, atau berkurang. Hubungan angka
2008): tahun keduanya adalah:
M = 32/33 H + 622 M = 32/33 J + 125
H = 33/32 (M-622) J = 33/32 (M – 125).
Berdasarkan rumus tersebut, tahun
20526 M = 20526 H. Pada saat itu Berdasarkan rumus tersebut, tahun
tahun 21038 Jawa. 4125 M = 4125 J. Pada saat itu
Jawa dan Hijriah tahun 3613 H.
Angka tahun pada Tarikh Saat ini, Desember 2011
Jawa selalu berselisih 512 dengan Masehi adalah 1945 Jawa, 1433
angka tahun pada Kalender Hijriah. Hijriah, 1933 Saka dan 2555 Budha.
Hubungan angka tahun keduanya Tabel 2 menampilkan rumus untuk
adalah menetukan angka tahun antar tiap
J = H + 512 sistem penanggalan:
Tabel 2 Hubungan Angka Tahun
Masehi Saka Budha Hijriah Jawa
Masehi S + 78 B - 544 32/33 H + 622 32/33 J + 125
Saka M – 78 B - 622 32/33 H + 544 32/33 J + 47
Budha M + 544 S + 622 32/33 H + 1166 32/33 J + 669
Hijriah 33/32 (M-622) 33/32 (S-544) 33/32 (B-1166) J - 512
Jawa 33/32 (M-125) 33/32 (S-47) 33/32 (B-669) H + 512

Unsur-Unsur Tarikh Jawa Prasasti Wantil dari masa


Tarikh Jawa bukanlah Rakai Pikatan (Mataram Hindu),
Kalender Saka dan juga bukan menggambarkan setiap komponen
Kalender Hijriah, tetapi pada Kalender Saka: rikala nikanang
penggabungan keduanya. Tanggal cakabda wualung (8) gunung (7) sang
dan bulan mengikuti kalender wiku (7) samarggacira cuklapaksa
Hijriah (meskipun nama-namanya sawelas ya na tang tithi wrehaspati
disesuaikan dengan pengucapan wagai lawan na wurukung ya na
orang Jawa) sedangkan angka wara weh yatekana tewek bathara
tahunnya mengikuti (meneruskan) ginawai sinangskara weh (Karyana,
kalender Saka. 1997). Artinya pada tahun 778 Saka
Komponen Kalender Saka paruh terang bulan Margacirsa hari
yang meliputi pancawara (pasaran), Kamis Wage tanggal 11 telah
saptawara (padinan/hari), wuku, diresmikan patung dewa.
wulan (bulan), warsa (tahun), Penggunaan hari paringkelan
lambang, siklus alit (siklus windon), dapat ditemukan pada narasi
siklus ageng (siklus 4 windu), tetap prasasti Sukabumi ”Pada tahun 726
dipertahankan. penanggalan Saka, dalam bulan
Komponen Kalender Saka Caitra, pada hari kesebelas paro
lainnya seperti paringkelan terang (cuklapaksa), pada hari
(sadwara), padewan (hastawara), Haryang (hari kedua Paringkelan),
padangon (sangawara) juga terdapat Wage (hari keempat Pasaran),
pada Tarikh Jawa, tetapi saat ini Saniscara (hari ketujuh Padinan)..
mulai jarang digunakan. Menurut dan seterusnya....” (Winarso, 2008).
http://jv.wikipedia.org/wiki/Wuku, Cara penanggalan pada
ketiganya merupakan komponen kalender Saka yang menggunakan
dari Pawukon. paro terang (suklapaksa) dan paro
gelap (kresnapaksa) tidak diadopsi
pada Tarikh Jawa (shukla = terang, 8. Sedhapur: siklus 30 wuku atau
krishna = gelap) sedangkan paksha siklus 210 harian.
berarti bulan setengah (half moon) 9. Warsa (tahun): siklus 354 atau
yaitu mulai bulan terlihat separo 355 harian.
(Hazmirullah, 2011b) atau separo 10. Tumbuk Alit: siklus 1 windu atau
bulan dari keseluruhan bulan (half- 8 tahunan (siklus 2835 harian)
month), yaitu dari bulan mati sampai 11. Tumbuk Ageng: siklus 4 windu
purnama (Irfan, 2008). atau 32 tahun (siklus 11.340
Tarikh Jawa terbilang sangat harian)
kompleks. Tidak seperti kalender 12. Kurup: siklus 15 windu atau 120
Masehi yang hanya terdiri dari hari, tahun (siklus 42.525 harian
tanggal, bulan, dan tahun, Tarikh (120 × 354) + (15 × 3) ).
Jawa yang paling sederhana disusun
dengan patokan: “saptawara dan Komponen Kalender Hijriah
pancawara (selapanan), sadwara, yang dipertahankan adalah jumlah
hastawara, sangawara, wuku, hari dalam setahun yaitu 354/355
wulan (bulan), warsa (tahun), hari sehingga Tarikh Jawa
lambang, windu, dan kurup”. merupakan kalender lunar
Konsep waktu orang Jawa (berdasarkan peredaran bulan).
adalah konsep waktu yang berputar Nama-nama hari saptawara, bulan,
(siklik) sehingga dikenal adanya dan tahun menggunakan bahasa
siklus atau daur. Siklus tersebut Arab yang disesuaikan dengan lidah
disusun oleh unsur pembentuk (logat) Jawa. Nama-nama hari
Tarikh Jawa yaitu: pancawara, sadwara, hastawara,
sangawara, wuku, dan windu tetap
1. Pasaran/Pekan: siklus 5 harian menggunakan bahasa Sansekerta.
2. Paringkelan: siklus 6 harian Selanjutnya, agar konsisten
3. Minggon: siklus 7 harian. dengan Kalender Hijriah maka
4. Padewan: siklus 8 harian diciptakanlah kurup yaitu siklus 15
5. Padangon: siklus 9 harian windu. Dengan adanya kurup
6. Wulan (bulan): siklus 29/30 (disebut quruf dalam kalender
harian. Hijriah), maka dapat dilakukan
7. Selapanan: siklus 35 harian koreksi Tarikh Jawa terhadap
sebagai kombinasi dari pasaran Kalender Hijriah.
dan minggon.
Dalam realitasnya, Tarikh (panca = lima, wara = hari.)
Jawa sering berbeda dengan Penggunaan hari pancawara sudah
Kalender Hijriah. Perbedaan ini digunakan pada masa Rakai Pikatan
terjadi karena Tarikh Jawa menjadi Raja di Mataram Hindu dan
menggunakan hisab urfi yang merupakan konsep asli masyarakat
seseungguhnya tidak dapat Jawa.
digunakan untuk persoalan-
persoalan yang berkaitan dengan Saptawara
ibadah. Sebagai contoh, berdasarkan Siklus minggon (mingguan)
Tarikh Jawa, lama puasa Ramadan berlangsung selama 7 hari. Nama–
selalu 30 hari. Sementara itu, nama hari dalam satu minggon
menurut riwayat Rasulullah saw., adalah Senen, Selasa, Rebo, Kemis,
berpuasa Ramadan lamanya bisa 29 Jemuah, Setu, Akad. Nama-nama
atau 30 hari. Mengenai hal ini, tersebut berasal dari bahasa Arab
untuk ibadah puasa dan Hari Raya yang disesuaikan dengan lidah Jawa
Idul Fitri berpedoman pada Kalender (al-Itsnayn, ats-Tsalaatsa', al-
Hijriah, sedang pada penentuan hari Arba'aa, al-Khamsatun, al-Jumu'ah,
grebegan digunakan Tarikh Jawa. as-Sab’atun, al Ahad). Ketujuh nama
“Berlebaranlah kamu menurut hisab hari tersebut dinamakan hari
atau rukyat, sedangkan grebegan saptawara (sapta = tujuh) atau
tetap bertradisi menurut Tarikh padinan (dina = hari).
Jawa,” demikian kebijaksaan Sri Nama-nama hari pada
Sultan Hamengkubuwono VII Kalender Saka yang berasal dari
kepada pendiri Muhammadiyah, bahasa Sanskerta yaitu Soma,
K.H. Ahmad Dahlan (Azhari dan Anggara, Budha, Wrehaspati
Ibrahim, 2008). (Respati), Sukra, Saniscara (Tumpak),
Raditya (Radite/Dite), tidak dipakai
Pancawara (Pasaran) sebab dianggap berbau syirik,
Siklus pasaran (pekan) merupakan penyembahan terhadap
berlangsung selama 5 hari. Nama- benda-benda langit.
nama hari dalam satu pasaran Dalam Tarikh Jawa, hari
adalah Pahing (Jenar), Pon (Palguna), dimulai saat terjadi pergantian siang
Wage (Kresna/ Langking), Kliwon dan malam (Anshori, 2009), disebut
(Kasih), Legi (Manis). Kelima hari waktu surup (jam 17.00 – 18.00).
tersebut dinamakan hari pancawara Satu tahun pada kalender Jawa
selalu terdiri dari 354 hari, kecuali Adanya konsep selapanan
tahun kabisat (leap year) yang dalam akan menghasilakn daur yang lebih
tradisi Jawa disebut tahun wuntu, besar yang disebut tumbuk alit
terdiri dari 355 hari dengan 1 hari (tumbuk windon) dan tumbuk ageng.
tambahan adalah pada bulan Tumbuk artinya pertemuan kembali
terakhir (bulan Besar/Rayagung) yaitu bertemunya kembali tahun,
yang semula 29 menjadi 30 hari. hari saptawara dan hari pancawara
yang tepat sama. Inilah arti penting
Selapanan konsep selapanan. Lihat tabel 3.
Berdasarkan pada konsep
hari pancawara (pasaran) dan hari Wuku dan Pawukon
saptawara, hari Jemuah Legi akan Siklus yang berlangsung
muncul kembali setelah 35 hari selama 210 hari disebut dhapur.
karena terdapat 7 hari saptawara Istlah sedhapur berarti rentang
dan 5 hari pasaran, sehingga hari waktu yang lamanya 210 hari,
ke-36 adalah Jemuah Legi. Siklus sehingga rong dhapur (dua dhapur)
atau daur 35 harian disebut lamanya 420 hari.
selapanan yang berarti berulangnya
kembali hari saptawara dan pasaran
(hari pancawara).

Tabel 3 Hari Saptawara dan Hari Pancawara dalam Satu Periode Selapanan
Hari Pasaran (Pancawara)
Hari Legi/Manis Paing Pon Wage Kliwon
Saptawara
Jemuah 1. 22. 8. 29. 15.
(Jum’at) Jemuah Legi Jemuah Paing Jemuah Pon Jemuah Wage Jemuah Kliwon
Setu 16. 2. 23. 9. 30.
(Sabtu) Setu Lagi Setu Paing Setu Pon Setu Wage Setu Kliwon
Minggu 31. 17. 3. 24. 10.
(Minggu) Minggi Legi Minggu Paing Minggu Pon Minggu Wage Minggu Kliwon
Senen 11. 32. 18. 4. 25.
(Senin) Senen Legi Senen Paing Senen Pon Senen Wage Senen Kliwon
Slasa 26. 12. 33. 19. 5.
(Selasa) Slasa Legi Slasa Paing Slasa Pon Slasa Wage Slasa Kliwon
Rebo 6. 27. 13. 34. 20.
(Rabu) Rebo Legi Rebo Paing Rebo Pon Rebo Wage Rebo Kliwon
Kemis 21. 7. 28. 14. 35.
(Kamis) Kemis Legi Kemis Paing Kemis Pom Kemis Wage Kemis Kliwon
Siklus sedhapur dimulai sejak diambil dari tokoh pewayangan (Isti,
wuku pertama yaitu Sinta dan 2011a dan 2011b).
berakhir pada wuku terakhir yaitu Wuku berkaitan dengan
Watugunung. Rentang waktu yang kelahiran seorang anak sehingga
lamanya 210 hari menghasilkan serupa dengan zodiak. Jadi, wuku
kalender pawukon. Disebut pawukon merupakan horoskop Jawa. Setiap
karena disusun oleh wuku-wuku wuku memiliki sifat, karakteristik
yang jumlahnya 30 wuku dan setiap dan wataknya sendiri-sendiri
wuku lamanya 7 hari. sehingga seorang anak yang lahir
Pawukon merupakan kalender pada wuku tertentu akan memiliki
yang berdiri sendiri, namun dalam sifat, karakter, tabiat, watak sesuai
penggunaannya diintegrasikan dengan sifat, karakter, tabiat, watak
dalam Tarikh Jawa, sehingga wuku tersebut. Adanya wuku
nampak sebagai salah satu unsur dimaksudkan agar anak yang lahir
yang menyusun Tarikh Jawa. dapat diarahkan dan dikendalikan
Kombinasi tersebut menghasilkan jalan hidupnya, sesuai dengan sifat,
Almanak Jawa. karakter, tabiat, watak wuku
Wuku berbeda dengan minggu kelahirannya.
(minggon), meskipun satu wuku dan Hari pertama pada wuku
satu minggu umurnya sama-sama 7 Sinta selalu hari Minggu Paing dan
hari terakhir pada wuku Watu
hari, dan keduanya menggunakan Gunung selalu hari Sabtu Legi (Isti,
nama hari saptawara dan nama 2011a). Dari siklus wuku ini, maka
pancawara yang sama. hari dan pasaran yang sama akan
Nama-nama wuku berturut- kembali terjadi setelah (7 x 30) = 210
turut adalah Sinta, Landhep, Wukir, hari, atau 6 kali selapanan sebab (6
Kurantil, Tolu, Gumbreg, Warigalit, x 35) = 210 hari.
Wariagung, Julungwangi, Sungsang, Unsur-unsur dari wuku
Galungan, Kuningan, Langkir, adalah sadwara, hastawara dan
Mandhasiya, Julungpujud, Pahang, sangawara. Ketiga unsur tersebut
Kuruwelut, Marakeh, Tambir, dimasukkan dalam perhitungan
Medhangkungan, Maktal, Wuye, tanggal sehingga disebut unsur
Manahil, Prangbakat, Bala, Wugu, penanggalan. Unsur lainnya adalah
Wayang, Kulawu, Dhukut, dan paarasan, pancasuda dan
Watugunung. Nama-nama tersebut kamarokan yang digolongkan
sebagai unsur bincil Jagur (Harimau), Gigis (Bumi),
(http://jv.wikipedia.org/wiki/Wuku) Kerangan (Matahari), Nohan
serta waler sanger. (Rembulan), Wogan (Ulat/Hama),
Tulus (Air), Wurung (Api), Dadi
Sadwara (Kayu). Kesembilan hari tersebut
Siklus 6 harian disebut dinamakan hari sangawara (sanga =
paringkelan. Paringkelan berasal dari delapan).
ringkel yang berarti naas. Nama- Siklus paringkelan (6 harian),
nama hari siklus paringkelan padewan (8 harian), dan padangon
diambil dari bahasa Sansekerta (9 harian) jaarang dipakai dalam
yaitu Tungle (Daun), Aryang Tarikh Jawa, tetapi masih
(Manusia), Wurukung (Hewan), digunakan secara intensif dalam
Uwas/Mina (Ikan), Paningron/Peksi Almanak Jawa.
(Burung), Mawulu/Taru (Benih, Biji).
Keenam hari tersebut dinamakan Kamarokan, Pancasuda,
hari sadwara (sad = enam). Paarasan dan Waler-Sanger
Dalam Almanak Jawa
Hastawara dilengkapi dengan perputaran hidup
Siklus 8 harian disebut yang dikategorikan sebagai bincil,
padewan. Nama-nama hari siklus yaitu paarasan, pancasuda dan
padewan diambil dari bahasa kamarokan. Unsur lainnya adalah
Sansekerta yang merupakan nama- waler-sanger. Untuk menentukan
nama dewa dalam pewayangan, jenis paarasan, pancasuda dan
yaitu Sri, Indra, Guru, Yamadipati, kamarokan digunakan neptu hari
Rudra, Brama, Kala, dan Uma. Sri saptawara dan hari pancawara.
selalu jatuh pada hari Minggu Paing Kamarokan terdiri dari 6 buah
pada wuku Sinta. Kedelapan hari keadaan yaitu nuju padu, kala
tersebut dinamakan hari hastawara tinantang, sanggar waringin, mantri
(hasta = delapan). sinaroja, macan ketawan, dan nuju
pati. Pancasuda terdiri dari tujuh
Sangawara buah sifat (watak) yaitu wasesa
Siklus 9 harian disebut segara, tunggak semi, satria wibawa,
padangon. Nama-nama hari siklus sumur sinaba, satria wirang, bumi
padangon diambil dari bahasa kapetak, dan lebu katiup angin.
Sansekerta, yaitu: Dangu (Batu), Menurut Suwardi (2010) hanya ada
enam pancasuda, yaitu tanpa sumur sehingga Muharam dinamai bulan
sinaba. Paarasan terdiri dari Sura. Rabi`ul-Awwal disebut bulan
sepuluh buah aras (jalan) yaitu aras Mulud, yaitu bulan kelahiran
tuding lakuning setan, aras kembang (maulud) Nabi Muhammad. Rabi`ul-
lakuning jejodhon, aras lintang, Akhir adalah Bakdamulud atau
lakune rembulan, lakune srengenge, Silihmulud, yang artinya sesudah
lakune banyu, lakune bumi, lakune Mulud. Sya`ban merupakan bulan
geni, aras peksi lakune angin dan Ruwah, yaitu waktu yang digunakan
aras pepet lakune pandhita sekti. untuk mendoakan arwah keluarga
(http://jv.wikipedia.org/wiki/Wuku). yang telah wafat, dalam rangka
Sementara yang termasuk menyambut bulan Pasa (puasa
waler-sanger antara lain tali wangke, Ramadhan). Dzul-Qai`dah disebut
sampar wangke, dungulan, kala dite, Hapit atau Sela sebab terletak di
kala mendhem, anggara kasih, bulan antara dua hari raya. Dzul-Hijjah
sunya, tangise Dewi Sinta, jabung merupakan bulan Haji atau Besar
kala wuku, jaya bumi, sarik agung, (Rayagung), saat berlangsungnya
bangas, rebo wekasan, dan dina ibadah haji dan Idul Adha (Irfan,
tanpa tanggal 2009). Urutan bulan dalam Tarikh
(http://jv.wikipedia.org/wiki/Wuku). Jawa serta jumlah harinya bisa
diberikan pada tabel 4.
Wulan (Bulan)
Siklus 29 atau 30 harian Tabel 4 Nama Bulan dalam
Kalender Jawa dan Lamanya
disebut wulan (bulan). Nama-nama Tahun Tahun Tahun
Nama Bulan
bulan dalam Tarikh Jawa mengikuti Biasa Dal Kabisat
(1,3,6,7) (5) (2,4,8)
nama-nama bulan pada kalender Sura 30 30/30 30
Sapar 29 30/30 29
Hijriah tetapi disesuaikan dengan Mulud 30 30/29 30
lidah Jawa menjadi Muharam, Sapar, Bakdamulud 29 29/29 29
Jumadilawal 30 29/29 30
Rabiulawal, Rabiulakir, Jumadilawal, Jumadilakir 29 29/29 29
Rejeb/Rajab 30 30/30 30
Jumadilakir, Rajab, Saban, Pasa,
Ruwah/Saban 29 29/29 29
Sawal, Dulkangidah, Dulkijah. Pasa 30 30/30 30
Sawal 29 29/29 29
Kreatifitas orang Jawa Sela/Apit 30 30/30 30
Besar 29 29/30 30
menyebabkan nama-nama bulan
Jumlah hari 354 354 355
tersebut disesuaikan dengan tradisi
Jawa. Pada bulan Muharram Sumber: Hendro (tanpa tahun),
http://jv.wikipedia.org/wiki/Kalend
terdapat Hari Assyuro (10 Muharram) her_Jawa.
Kalender Hijriah merupakan Rentang waktu selama 8
kalender astronomis, sedangkan tahun dinamakan satu windu dan
Tarikh Jawa merupakan kalender dalam tradisi Jawa, tahun-tahun
yang bercorak Islam dan berbasis dalam satu windu tersebut diberi
matematis, sehingga tidak selalu nama berdasarkan hari jatuhnya
presisi terhadap pergerakan bulan tahun baru Jawa (lihat Tabel 5).
(Anshori, 2009). Oleh sebab itu, jika Dalam siklus 1 windu, 1
dalam Kalender Hijriah jumlah hari Muharam (Sura) berturut-turut akan
dalam sebulan tidak pasti (tidak jatuh pada hari ke- 1, 5, 3 (pertama),
tetap), maka pada Tarikh Jawa 7, 4, 2, 6 dan 3 (terakhir). Nama-
bulan-bulannya telah ditentukan nama tahun dalam periode 1 windu
jumlah harinya. Bulan bernomor berdasarkan numerologi huruf
ganjil jumlah harinya 30 dan bulan Arab/Hijaiyah:
genap 29 hari (pengecualian untuk huruf ke-1 adalah Alif
tahun Dal). Jumlah hari untuk tiap huruf ke-5 adalah Ha
bulan pada Kalender Hijriah selalu huruf ke-3 adalah Jim Awal
berubah-ubah, tergantung pada huruf ke-7 adalah Za
kemunculan hilal. huruf ke-4 adalah Dal
huruf ke-2 adalah Ba
Warsa, Windu, Tumbuk Alit, huruf ke-6 adalah Waw
dan Tumbuk Ageng huruf ke-3 adalah Jim Akhir

Siklus yang berlansung Pengucapan dengan lidah (logat)

selama 8 tahun disebut tumbuk alit Jawa menjadi: Alif menjadi Alip, Ha

(siklus kecil). Disebut tumbuk alit menjadi Ehe, Jim Awal menjadi

sebab setelah 8 tahun akan bertemu Jimawal, Za menjadi Je, Dal, Ba

kembali (tumbuk) dengan tahun Alip. mejadi Be, Waw menjadi Wawu, dan

Dengan demikian, tumbuk alit Jim Akhir menjadi Jimakir.

adalah siklus dari tahun Alip ke


tahun Alip berikutnya, yang jatuh
pada hari padinan (saptawara) dan
hari pasaran (pancawara) yang tepat
sama. Tumbuk alit dinamakan juga
tumbuk windon
(http://www.usupress.usu.ac.id/...)
Tabel 5 Nama Tahun dan Umurnya Adanya windu menyebabkan
dalam Periode 1 Windu
munculnya siklus tumbuk alit (siklus
Tahun Nama Umur Biasa
ke- Tahun (hari) (Wastu) kecil) dan tumbuk ageng (siklus
Kabisat besar). Dalam tiap satu siklus
(Wuntu)
1 Alip 354 Biasa tumbuk alit, tahun ke-2, 4, dan 8
2 Ehe 355 Kabisat yaitu tahun Ehe, Je, dan Jimakir
3 Jimawal 354 Biasa
ditetapkan sebagai kabisat (taun
4 Je 355 Kabisat
5 Dal 354 Biasa wuntu) dengan menambahkan satu
6 Be 354 Biasa hari pada bulan Besar (Rayagung)
7 Wawu 354 Biasa
8 Jimakir 355 Kabisat menjadi 30 hari. Penggunaan tahun
Jumlah 2835 kabisat merupakan penyesuaian
pertama Tarikh Jawa terhadap
Cara penamaan tahun pada
Kalender Hijriah (Irfan, 2009b).
Tarikh Jawa yang lain adalah
Suatu tahun pada Tarikh
berdasarkan hari pertama tangal 1
Jawa akan menjadi tahun kabisat
Sura (tahun baru), yang dikenal
apabila dibagi 8 bersisa 0, 2 atau 4.
sebagai Lambang Taun (simbol
Sebagai contoh tahun 1944 J bukan
tahun)
tahun kabisat, sebab (((1944 – 1555)
(http://jv.wikipedia.org/wiki/Wuku).
+ 1)/8) bersisa 6. Tahun 1555 J
adalah tahun ke-1, sehingga tahun
Tabel 6 Lambang Taun Tarikh Jawa
1944 J adalah tahun ke-390.
Berdasarkan Hari Tahun Baru
Dalam Tarikh Jawa jumlah
No Hari Nama Tahun Ket
pada
hari dalam satu windu adalah (354 x
Tahun 8) + 3 = 2835. Jika dicermati, dapat
Baru
Jumat Sukra- Tahun diperoleh FPB-nya 2835 = 5 X 7 X 3
1
minangkara Udang X 3 X 3 X 3. Artinya bilangan akan
2 Sabtu Tumpak- Tahun
maenda Kambing habis dibagi 5 dan 7, dengan 5
3 Minggu Dite-kalaba Tahun adalah jumlah hari pasaran
Kelabang
4 Senin Soma-wertija Tahun (pancawara) dan 7 adalah jumlah
Cacing
hari saptawara. Akibatnya dalam
5 Selasa Anggara- Tahun
wrestija Kodok satu windu, hari pasaran dan hari
6 Rabu Buda-wisebo Tahun
Kerbau saptawara akan selalu terulang.
7 Kamis Respati- Tahun Oleh karena 1 Muharam 1555 J
mituna Mimi
adalah Jum’at Legi tahun Alip, maka
2835 hari atau 8 tahun (1 windu)
kemudian, yaitu 1 Muharam 1563 J penting sehingga diciptakanlah
juga jatuh pada hari Jum’at Legi empat buah windu dalam
tahun Alip. siklus/daur 32 tahun (Tabel 7).
Windu berkaitan dengan 1. Windu Adi
adanya tahun kabisat (wuntu). Jika 2. Windu Kunthara
dalam Kalender Hijriah, siklus tahun 3. Windu Sangara
kabisat berlangsung selama 30 4. Windu Sancaya
tahun, maka dalam kalender Jawa Sikuls 32 tahunan atau 4
akan berlangsung selama 8 tahun. windu disebut tumbuk ageng (siklus
Dalam 30 tahun Kalender Hijriah besar). Tumbuk ageng tidak lain
akan terjadi 11 tahun kabisat dan merupakan siklus dari windu Adi ke
dalam 32 tahun Tarikh Jawa akan windu Adi berikutnya, yang jatuh
terdapat 12 tahun kabisat. Namun, hari padinan (saptawara) dan hari
dalam 30 tahun Jawa juga akan pasaran (pancawara) yang tepat
terdapat 11 tahun kabisat, karena sama.
tahun kabisat yang ke dua belas Tahun-tahun kabisat dalam
dalam Tarikh Jawa baru terjadi tepat tumbuk ageng terletak pada tahun
pada tahun ke- 32. Akibatnya, ke 2, 4, 8, 10, 12, 16, 18, 20, 24, 26,
dalam kurun waktu 30 tahun akan 28, 32. Tabel 6 menampilkan tahun-
terjadi tahun baru bersamaan. tahun kabisat kalender Hirjiah
Tahun baru bersamaan juga terjadi (hijau) dan Tarikh Jawa (biru), untuk
apabilan jumlah tahun kabisat rentang 32 tahun.
antara kalender Hijriah dan Tarikh
Jawa, sampai dengan tahun tertentu Tabel 7 Tahun Kabisat pada
adalah sama. Tarikh Jawa Kalender Hijriah
TAHUN TAHUN WINDU
Pada sisi lain, dalam 32 tahun HIJRIAH JAWA
Kalender Hijriah juga akan terjadi 12 1 Alip ADI
2 Ehe (LINUWIH)
tahun kabisat, karena tahun kabisat 3 Jimawal
4 Je
yang ke-12 terjadi pada tahun ke-2
5 Dal
untuk periode 30 tahun selanjutnya. 6 Be
7 Wawu
Oleh karena dalam waktu 32 tahun 8 Jimakhir
antara Kalender Hijriah dan Tarikh 9 Alip KUNTHARA
10 Ehe (ULAH)
Jawa sama-sama mengalami 12 11 Jimawal
tahun kabisat, maka periode 32 12 Je
13 Dal
tahunan atau 4 windu menjadi 14 Be
15 Wawu
16 Jimakhir Dalam Kalender Jawa jumlah
17 Alip SANGARA
18 Ehe (PANJIR) hari dalam tahun kabisat dalam
19 Jimawal sewindu (8 tahun) adalah 3. Hal ini
20 Je
21 Dal menyebabkan panjang setahun
22 Be Tarikh Jawa dengan setahun Hijriah
23 Wawu
24 Jimakhir berbeda. Setahun Tarikh Jawa akan
25 Alip SANCAYA
(SARAWUNGAN)
berumur 354 3/8 hari, sedangkan
26 Ehe
27 Jimawal setahun Hijriah berumur 354 11/30
28 Je
29 Dal hari. Adanya perbedaan jumlah
30 Be tahun kabisat ini mengakibatkan,
31 Wawu
32 Jimakhir antara tahun Jawa dan tahun
Hijriah harus ada pergantian kurup
Kurup agar perhitungan kedua tahun
Meskipun sistemnya berbeda, tersebut sesuai lagi. Pergantian
namun kalender Jawa membuat kurup ini terjadi setiap 120 tahun,
penyesuaian terhadap kalender dan kalender Jawa harus dimajukan
Hijriah, sehingga bisa dikatakan satu hari.
dalam kurun waktu tertentu Selanjutnya, secara
kalender Jawa dikalibrasi dengan matematika pecahan 3/8 dan 11/30
kalender Hijriah, baik dengan dapat ditulis dengan penyebut yang
penambahan hari dalam tahun sama yaitu 3/8 = 45/120 dan 11/30
kabisat maupun dengan kurup. = 44/120. Apa artinya? Artinya,
Pada kalender Hijirah, setiap dalam rentang 120 tahun akan
siklus 30 tahun, 11 tahun adalah terjadi 45 kali tahun kabisat pada
kabisat (Dzul-Hijjah dijadikan 30 tarikh Jawa dan 44 kali tahun
hari), yaitu tahun-tahun ke-2, 5, 7, kabisat pada tarikh Hijriah. Dengan
10, 13, 16, 18, 21, 24, 26 dan 29. demikian, setiap 120 tahun, jumlah
Awal bulan (tanggal satu) ditandai hari dalam Tarikh Jawa kelebihan
dengan munculnya hilal (sehari atau (kebanyakan) 1 hari dibanding
dua hari sesudah konjungsi), yang kalender Hijriah. Dalam matematika,
dapat ditentukan dengan metode KPK dari 8 dan 30 adalah 120,
hisab (perhitungan astronomis) atau sehingga lama waktu (periode) setiap
metode ru’yah (menyaksikan hilal kurup ditetapkan 120 tahun. Periode
dengan mata). 120 tahun disebut 1 kurup yang
apabila dikonversi menjadi 15 windu indung poe (ibu hari/first day).
(1 windu = 8 tahun). Setiap 1 kurup (dalam Kala Sunda,
Berdasarkan perhitungan kurup dinamakan tunggul taun),
sebelumnya, setiap 30 tahun terjadi yang sama-sama 120 tahun, indung
perayaan tahun baru yang poe akan berganti (bergeser).
bersamaan sehingga pada tahun ke- Apabila dalam Tarikh Jawa,
120 juga harus terjadi perayaan setiap pergantian kurup selalu
tahun baru bersamaan. Oleh karena disertai pergantian (pergeseran) awal
setelah 120 tahun, tarikh Jawa windu, maka dalam Kala Sunda
kelebihan 1 hari, maka agar terjadi apabila pergantian tunggul taun
tahun baru bersamaan, jumlah hari (kurup) sudah mencapai 20 tunggul
pada tarikh Jawa setiap 120 tahun taun, yaitu setiap 2400 tahun (120 x
dikurangi 1. Inilah penyesuaian yang 20), maka indung poe (awal windu)
dilakukan dalam tarikh Jawa agar tidak berganti (bergeser). Ini artinya
selalu bersesuaian dengan Kalender tahun 2400 dan kelipatannya dalam
Hijriah. Kala Sunda ditetapkan sebagai
Oleh karena 1 Muharam/Sura tahun kabisat (Hazmirullah, 2011a).
1555 J adalah tahun pertama dalam Inilah perbedaan Tarikh Jawa
satu windu, yaitu tahun Alip, maka dengan Kala Candra Saka Sunda.
setiap kurup juga akan dimulai pada Ketetapan ini memunculkan istilah
tahun Alip. Selanjutnya setiap kurup Dewa Taun dalam Kala Sunda yaitu
dinamai menurut nama hari hari pertama dan hari terakhir
saptawara dan hari pancawara pada dalam periode 2400 tahun Kala
tanggal 1 Sura tahun Alip. Saat ini Sunda (Hazmirullah, 2011a). Indung
berada pada periode kurup yang poe yang sama akan terjadi setelah
keempat yaitu periode kurup 2400 x 35 = 84.000 tahun Kala
Tsalasiah atau kurup Asapon. Pada Sunda, sedangkan pada Tarikh Jawa
kurup Asapon, setiap tanggal 1 Sura akan terjadi setiap 120 x 35 = 4200
tahun Alip adalah hari Selasa Pon. tahun sekali.
Lebih lanjut lihat Tabel 8.
Dalam Kala Sunda, hari
pertama dan pasaran pertama dalam
siklus 8 tahun (awal windu) disebut
Tabel 8 Nama-Nama Kurup dan Periodenya dalam Tarikh Jawa
Kurup Nama Kurup Nama Kurup Periode Periode
ke- Berdasarkan Berdasarkan Tahun Jawa Tahun Masehi
Hari Pertama Tahun, Hari dan 1 Sura (xxxx)
pada Pasaran Pertama –
Kalender Hijriah pada Tarikh Jawa 29 Besar (yyyy)
1 Jumat Alip-Jemuwah-Legi 1555 – 1674 1633 - 1749
(al Jumuah) AWAHGI
JAMNGIAH
2 Kamis Alip-Kemis-Kliwon 1675 – 1794 1749 - 1866
(al Khamsatun) AMISWON
KAMSIAH
3 Rabu Alip-Rebo-Wage 1795 – 1914 1866 - 1982
(al Arba’aa) ABOGE
ARBANGIAH
4 Selasa Alip-Selasa-Pon 1915 – 2034 1982 – 2099
(ats-Tsalaatsa') ASAPON
SALASIAH
5 Senin Alip-Senin-Paing 2035 - 2154 2099 - 2215
(al-Itsnayn) ASENING
ISNENIYAH
6 Ahad (Minggu) Alip-Ahad-Legi 2155 - 2274 2215 - 2332
(al Ahad) AHAGI
AKADIYAH
7 Sabtu Alip-Setu-Kliwon 2275 - 2394 2332 - 2448
(as Sabatun) ASEWON
SABTIYAH

Kapankah kurup AWAHGI J adalah 1 Sura 5756 J, bukan 30


akan terjadi lagi? Oleh karena setiap Besar 5755 J.
kurup selalu dimulai pada tahun
Alip, maka untuk menentukannya 3.4 Matematika pada Tarikh
cukup dengan memperhatikan hari Jawa
saptawara (7 hari) dan hari Dari penjelasan di atas,
pancawara (5 hari) sehingga terdapat dua jenis kalender yaitu
AWAHGI akan muncul lagi setelah Pawukon yang berkaitan dengan
kurup ke- 35 (dari 7 × 5 ). Dengan saat kelahiran seorang anak dan
demikian kurup ke-36 adalah Tarikh Jawa yang diciptakan oleh
AWAHGI. Sultan Agung. Kedua jenis tahun
Dengan demikian, kurup tersebut bersandarkan pada hari
AWAHGI akan terjadi 120 × 35 atau pancawara (pasaran) dan hari
4200 tahun sejak 1 Sura 1555 J saptawara (pekan).
atau 1 Sura 5756 J yang tidak lain Tahun wuku (Pawukon)
merupakan tanggal 30 Besar 5755 J lamanya 210 hari, merupakan tahun
sebagai akibat dari penyesuaian yang berdasarkan siklus 30 wuku
kalender Jawa terhadap kalender yang masing-masing lamanya 7 hari,
Hijriah. Jadi, setelah 29 Besar 5755 tanpa mengenal bulan dan tanpa
perayaan tahun baru. Hari Minggu dan 30 hari untuk bulan
Paing wuku Sinta selalu dipandang bernomor ganjil, pengecualian
sebagai awal tahun Pawukon dan pada tahun Dal (tahun ke-5)
berakhir pada hari Sabtu Legi wuku dalam siklus 8 tahunan.
Watugunung. Tahun Pawukon ini 4. Satu periode (daur) pendek
kemudian diintergrasikan dalam membutuhkan waktu 8 tahun
Tarikh Jawa untuk menghasilkan (tumbuk alit). Rentang waktu
Almanak Jawa. selama delapan tahun disebut
Berbeda dengan Kalender windu.
Hijriah yang murni menggunakan 5. Dalam satu periode (daur)
perubahan bentuk bulan (moon pendek terdapat 3 tahun kabisat
visibility) pada penentuan awal (wuntu) dan 5 tahun pendek
bulan (first month), Tarikh Jawa (wastu).
telah menetapkan jumlah hari dalam 6. Satu periode (daur) panjang
setiap bulannya. membutuhkan waktu 32 tahun
Sebagai mathematical atau 4 windu (tumbuk ageng)
calendar, Tarikh Jawa bersifat ajeg, 7. Dalam satu periode (daur)
artinya tidak pernah mengalami panjang (32 tahun) terdapat 12
perubahan. Ketentuan-ketentuan tahun kabisat (wuntu) dan 20
pada Tarikh Jawa berikut ini tahun pendek (wastu).
memperlihatkan sifat ajeg tersebut: 8. Tahun kabisat ditandai dengan
1. Tetap mempertahankan lima penambahan 1 hari pada bulan
hari pasaran (pancawara). terakhir (ke-12, yaitu bulan
Siklus lima harian disebut Besar).
pekan. 9. Setiap 15 windu (120 tahun)
2. Hari-hari dalam satu minggu terjadi pergantian kurup,
disebut hari saptawara atau ditandai dengan dimajukannya 1
padinan yang merupakan siklus hari pada Tarikh Jawa
tujuh harian. Siklus ini disebut
minggon (mingguan). Semua ketentuan di atas
3. Jumlah hari dalam tiap bulan menunjukkan bahwa Tarikh Jawa
selalu tetap. Dengan kata lain, merupakan kalender yang berbasis
umur-umur bulan telah matematika (mathematical calendar).
ditetapkan lamanya, 29 hari Selanjutnya, berdasarkan
untuk bulan bernomor genap semua ketentuan di atas,
disusunlah Tarikh Jawa yang secara
matematis dapat diselesaikan 4. Simpulan dan Saran
dengan menggunakan konsep tally Berbagai ketentuan yang
(turus) yang tidak lain adalah bersifat ajeg memperlihatkan bahwa
kelipatan dari suatu bilangan Tarikh Jawa merupakan kalender
tertentu. Hasilnya adalah Tarikh yang berbasis matematika
Jawa sebagaimana telah dipaparkan (mathematical calendar). Oleh karena
secara panjang lebar di bagian 3.3. Tarikh Jawa berupa siklus, maka
Kombinasi 5 hari pasaran dan konsep dan pengetahuan
7 hari padinan menghasilkan 35 hari matematika yang diperlukan adalah
selapanan. Pada satu sisi, 6 kali sistem tally (turus) yang tidak lain
selapanan (kelipatan 6) merupakan konsep kelipatan dari
menghasilkan pawukon. suatu bilangan tertentu.
Pada sisi lainnya, 81 kali
selapanan (kelipatan 81)
menghasilkan tumbuk alit (tumbuk
windon), 324 kali selapanan
(kelipatan 324) menghasilkan
tumbuk ageng dan 1215 kali
selapanan (kelipatan 1215)
menghasilkan kurup.
Bagaimana menentukan
tahun? Tumbuk alit adalah siklus
2835 (81 x 35) hari. Dalam satu kali
tumbuk alit ada 8 tahun. Selanjutnya
2835 dibagi 8 menghasilkan angka
354,375. Dengan demikian, setahun
ditetapkan 354 atau 355 hari.
Akibatnya, sebulan umurnya 29
atau 30 hari, sebab setahun dibagi
dalam 12 bulan.
Lebih jelas mengenai
penggunaan konsep kelipatan dalam
penciptaan Tarikh Jawa, dapat
dilihat pada gambar 2.
Watak Watak Lambang Lambang
Wulan Padinan Padinan Wuku

Pekan: Minggon: Wuku: Paringkelan:


5 harian 7 harian 7 harian 6 harian

Padewan:
Wulan: Selapanan: Pawukon: 8 harian
29/30 harian 35 harian 210 harian
30 wuku
6 selapanan Padangon:
(6 x 35) 9 harian
Penyesuaian ke-1
terhadap Kalender
Hijriah: BINCIL:
Kabisat + 1
Paarasan,
Pancasuda,
Kamarokan
Kelipatan
Lambang 12 bulan
Warsa (6 x 29)+(6 x 30)
Waler-Sanger

Warsa:
354/355 harian
Lambang
Windu
Kelipatan
Kelipatan
8 tahun
81 selapanan
(5 x 354) + (3 x 355)
(81 x 35)

Tumbuk Alit:
8 tahunan (1 windu)
Kelipatan
Kabisat Jawa: 3/8
324 selapanan
(2835 harian)
Kabisat Hijirah: 11/30
(324 x 35) Kelipatan
4 windu (4 x 2835) atau
Dalam 120 tahun
32 tahun
(120 = KPK 8 dan 30):
(20 x 254) + (12 x 355)
Kabisat Jawa = 45 Tumbuk Ageng:
Kabisat Hjriah = 44 4 windu-an
Kelipatan (11.340 harian)
Maka dilakukan 1215 selapanan Kelipatan
penyesuaian ke-2 (1215 x 35) 15 windu (15 x 2835) atau
120 tahun
(75 x 354) + (45 x 355)
Kurup:
15 windu-an
Penyesuaian ke-2: (42.525 harian)

Tarikh Jawa
dimajukan membentuk
1 hari

Kuruf pada Kalender Hijriah diintegrasikan


42.524 harian

Gambar 2 Penggunaan Konsep Kelipatan pada Penciptaan Tarikh Jawa


Dalam pawukon tidak dikenal perbedaan dengan Kalender Hijriah,
adanya bulan tetapi dikenal adanya maka Tarikh Jawa dilakukan
wuku yang berjumlah 30 buah. penyesuaian (koreksi/kalibrasi)
Setiap wuku lamanya 7 hari setiap 120 tahun sekali dengan cara
sehingga 1 siklus pawukon akan memajukan Tarikh Jawa 1 hari.
berlangsung selama 210 hari. Periode 120 tahun disebut 1 kurup.
Apabila hari ini adalah Jumat Legi Hal ini memperlihatkan bahwa
maka 210 hari ke depan juga Jumat Tarikh Jawa merupakan
Legi. Namun, hari pertama pada penyesuaian (adaptasi) terhadap
tahun Pawukon selalu Minggu Paing Kalender lunar Hijriah yang
wuku Sinta dan hari terakhir adalah digunakan untuk keperluan ritual
Sabtu Legi yang jatuh pada wuku ibadah dalam agama Islam.
Watugunung. Sedangkan Tarikh Jawa lebih
Siklus 8 tahun atau 1 windu merupakan kalender budaya yang
disebut tumbuk alit dan siklus 4 penggunaannya berkaitan dengan
windu atau 32 tahun dinamakan perayaan-perayaan budaya dalam
tumbuk ageng. Agar tidak terjadi masyarakat Jawa.

Daftar Pustaka
Azhari, S., dan Ibrahim, I.A. (2008). Kalender Jawa Islam: Memadukan Tradisi
dan Tuntutan Syar’i. Jurnal Asy-Syir’ah. Vol. 42 No. I, 2008.
http://ern.pendis.kemenag.go.id/DokPdf/jurnal/07-susiknan.pdf.
Diakses tanggal 26 Juli 2011, pukul 19.05.
De Graaf, H.J. (1990). Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan
Agung. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Hazmirullah (2011a). Kala Sunda dalam “Ijtihad” Bah Ali. Harian Pikiran Rakyat,
Sabtu, 5 November 2011.
Hazmirullah (2011b). Lalu, Bermaknakah Informasi Tahun Baru. Harian Pikiran
Rakyat, Sabtu, 5 November 2011.
Hendro Setyanto. (Tanpa Tahun). Kalender Jawa.
http://www.babadbali.com/pewarigaan/kalender-jawa.htm. Diakses
tanggal 28 November 2011, pukul 20.06.
http://indonesiabreakingnewsonline.blogspot.com/2008/05/rahasia-
perhitungan-hari-jawa.html. Diakses tanggal 26 Juli 2010, pukul 20.03.
http://jv.wikipedia.org/wiki/Kelendher_Jawa. Diakses 18 Agustus 2010, pukul
03.06.
http://jv.wikipedia.org/wiki/Wuku. Diakses 18 Agustus 2010, pukul 03.17.
http:
//www.usupress.usu.ac.id/.../Aspek%20Budaya%20Jawa%20Dalam%20
Pola%20Arsitektur%20Bangunan%20Domestik%20Dan%20Publik%Final_
Bab_1.pdf. Diakses tanggal 26 Juli 2010, pukul 22.25.
Irfan Anshori. (2008). Mengenal Kalender Hijriyah (dan Kalender-Kalender yang
Berhubungan). Diakses tanggal 26 Juli 2010, pukul 19.17.
Irfan Anshori. (2009a). Sistem Kalender (Pengantar).
http://achedy.penamedia.com/2009/10/14/sistem-kalender-pengantar/.
Diakses tanggal 26 Juli 2010 pukul 19.03.
Irfan Anshori. (2009b). Pengantar Penanggalan Jawa.
http://achedy.penamedia.com/2009/11/20/pengantar-penanggalan-
jawa/. Diakses tanggal 26 Juli 2010 pukul 19.30.
Isti Nugroho. (2011a). Miyak Asal Usule Pawukon (1). Panjebar Semangat No. 30,
23 Juli 2011, halaman 27–28..
Isti Nugroho. (2011b). Miyak Asal Usule Pawukon (2). Panjebar Semangat No. 31,
30 Juli 2011, halaman 38-39.
Karyana Sindunegara. (1997). Struktur Cakakala serta Manfaatnya untuk
Penelitian Sejarah.
http://eprints.undip.ac.id/306/1/Karyana_Sindunegara.pdf. Diakses
tanggal 13 Agustus 2010, pukul 21.12.
R. Bratakesawa. (1980). Keterangan Candrasengkala. Jakarta: Balai Pustaka.
Suwardi Endraswara. (2010). Falsafah Hidup Jawa. Jogjakarta: Penerbit
Cakrawala.
Winarso Drajad Widodo. (2008). Sistem Pasaran Panunggalan: Terapan dalam
Membangun Perekonomian Rakyat. Makalah disampaikan pada
Konferensi Internasional Kebudayaan Jawa 2008, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto, 20 – 25 September 2008.
Sucipto Hadi Purnomo. (2008). Melihat Jawa yang Segar dari Saka dan
Kalendernya. Suara Merdeka 27 April 2008.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/kejawen/2008/04/07/30
4/Melihat-Jawa-yang-Segar-dari-Saka-dan-Kalendernya Diakses tanggal 9
Desember 2011, pukul 10.10.

You might also like