Penularan Virus Mosaik Kedelai SMV Dan V B7d97a9a PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

SALEH: PENULARAN VIRUS MOSAIK KEDELAI DAN VIRUS KERDIL KEDELAI LEWAT BENIH

PENULARAN VIRUS MOSAIK KEDELAI (SMV) DAN VIRUS KERDIL


KEDELAI (SSV) LEWAT BENIH, DAN UPAYA MEMPRODUKSI BENIH
KEDELAI BEBAS SMV DAN SSV

Nasir Saleh1)

ABSTRAK ABSTRACT
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas Virus disease infections and the use of low quality
tanaman kedelai di Indonesia adalah karena serangan seeds are some of the reason of low soybean yield in
penyakit virus dan penggunaan benih yang Indonesia. More than 10 viruses infect soybean crops,
kualitasnya tidak terjamin. Di antara lebih dari 10 and among them Soybean mosaic virus (SMV) and
jenis penyakit virus yang menyerang tanaman kedelai Soybean stunt virus (SSV) are transmitted through
di Indonesia, dua diantaranya yaitu virus mosaik soybean seeds. SMV and SSV were distributed in the
kedelai (Soybean mosaic virus= SMV ) dan virus seed coats as well as embryo (embryo axis and coty-
kerdil kedelai ( Soybean stunt virus =SSV) ditularkan ledon) of infected seeds. Transmission of SMV and
melalui benih kedelai. Di dalam biji kedelai yang SSV through soybean seeds play an important role
terinfeksi, virus SMV dan SSV terdapat di dalam in virus distribution and epidemic development of the
jaringan kulit biji atau embrio (kotiledon dan lembaga). diseases in the field. The presence of SMV and SSV
Penularan SMV and SSV melalui benih kedelai in soybean seeds could be detected by simple meth-
memegang peranan penting dalam penyebarluasan ods as growing-on and infectivity test, and using
dan perkembangan epidemi penyakit virus di lapang. serological methods (such as precipitation test, ag-
Untuk mendeteksi SMV dan SSV dalam biji kedelai glutination test, immunoelectronmicroscopy (IEM),
dapat dilakukan cara sederhana dengan mengamati enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), radio
langsung secara visual, uji ditumbuhkan (growing- immunosorbent assay (RISA), and nucleic acid hy-
on test), uji infektivitas (invectivity test) atau bridization. A relatively SMV and SSV- free soybean
menggunakan teknik serologi (uji presipitasi, uji seeds coul be produced under certain pre-requirement,
aglutinasi, immunoelectron microscopy (IEM), en- (1) avoid the presence of primary source of infections
zyme linked immunosorbent assay (ELISA), radio in the field (using healthy seeds, roguing and eradi-
immunosorbent assay (RISA), dan hibridisasi asam cation of infected plants), (2) avoid the virus entry
nukleat. Benih kedelai yang bebas virus SMV dan and distribution in the field (time and local isolations,
SSV dapat diproduksi dengan cara: (1) menghindari vector management, and planting of resistant vari-
sumber infeksi awal, yaitu dengan menggunakan stok eties or varieties which are not transmit SMV and
benih sehat, menghilangkan tanaman kedelai SSV through their seeds).
terinfeksi dan sumber infeksi lain di lapang, (2)
Key world : Soybean mosaic virus, Soybean stunt
mencegah masuk dan tersebarnya virus SMV dan
virus, healthy seeds, SMV, SSV.
SSV ke pertanaman kedelai dengan isolasi tempat
dan waktu, pengendalian vektor, serta (3) menanam
PENDAHULUAN
varietas tahan atau yang tidak menularkan virus
lewat biji. Produktivitas kedelai di Indonesia masih
Kata kunci: Virus mosaik kedelai, virus kerdil kedelai, rendah, yaitu sekitar 1,28 t/ha (BPS 2004). Salah
benih sehat, SMV, SSV. satu penyebab rendahnya produktivitas kedelai
tersebut adalah serangan penyakit virus. Di
Indonesia, tanaman kedelai dapat terserang oleh
lebih dari 10 jenis penyakit virus yaitu: virus
mosaik kedelai (Soybean mosaic virus = SMV),
virus kerdil kedelai (Soybean stunt virus =SSV),
virus katai kedelai (Soybean dwarf virus = SDV),
virus mosaik kuning (Bean yellow mosaic virus
1
Peneliti Proteksi Balai Penelitian Tanaman Kacang-
=BYMV), virus mosaik buncis (Bean common
kacangan dan Umbi-umbian, Kotak Pos 66 Malang 65101, mosaic virus = BCMV), virus mosaik kacang
Telp. (0341) 801468, e-mail: blitkabi@telkom.net tunggak (Blackeye cowpea mosaic virus =BlCMV),
virus mosaik kuning kedelai (Soybean yellow
Diterbitkan di Bul. Palawija No. 9: 11–20 (2005).

11
BULETIN PALAWIJA NO. 9, 2005

mosaic virus =SYMV), virus belang kacang tanah PENYAKIT VIRUS MOSAIK KEDELAI DAN
(Peanut mottle virus = PMoV), virus bilur kacang VIRUS KERDIL KEDELAI
tanah (Peanut stripe virus = PStV), dan virus Di Indonesia, virus mosaik kedelai (Soybean
belang samar kacang tunggak (Cowpea mild mosaic virus=SMV) pertama kali dilaporkan oleh
mottle virus = CMMV) (Roechan et al. 1975; 1978a; Roechan et al. (1981) dari pertanaman kedelai
1978b; 1979; 1981; Iwaki et al.1980). Di antara di Sukamandi yang menunjukkan gejala mosaik
virus-virus tersebut Soybean mosaic virus (SMV) dan daun mengeriting menggulung ke bawah.
dan Soybean stunt virus (SSV) adalah yang Zarah virus berbentuk batang lentur (filamen-
ditularkan lewat benih kedelai (seed transmitted). tous) dengan ukuran lebar 13 nm dan panjang
Di lapang, intensitas serangan dan kehilangan 700–900 nm, termasuk dalam kelompok Poty-
hasil akibat SMV dan SSV bervariasi mulai ringan virus. SMV dapat ditularkan secara mekanis
hingga berat tergantung musim, strain virus, dengan menggosokkan ekstrak daun sakit ke
varietas tanaman yang terserang, dan umur daun tanaman sehat, oleh beberapa jenis kutu
tanaman pada saat terinfeksi. Hasil penelitian daun (aphid) antara lain: Aphis glycines, A.
menunjukkan bahwa kehilangan hasil kedelai craccivora, Myzus persicae secara non-persistent
akibat infeksi penyakit virus SMV dan SSV dapat dan melalui benih kedelai.
mencapai 40%–70% (Rahayu 1989; Soenarti- Selain di Jawa Barat, SMV telah dilaporkan
ningsih et al. 1991; Kuswardana et al. 1994). tersebar di Sumatera Barat, Jawa Timur dan
Selain gangguan yang berupa hama dan pe- Sulawesi Selatan (Baliadi dan Saleh, 1989;
nyakit tanaman, produktivitas kedelai yang Roechan, 1992). Penyakit virus kerdil kedelai
rendah tersebut juga disebabkan karena sebagian (Soybean mosaic virus = SSV) pertama kali di-
besar petani masih menggunakan varietas lokal laporkan di Indonesia oleh Roechan et al. (1975).
dan benih dengan kualitas seadanya. Pada Tanaman kedelai yang terserang menjadi kerdil,
umumnya petani memperoleh benih dari per- daunnya mengecil menunjukkan gejala mosaik,
tanaman mereka musim sebelumnya, dari te- hanya menghasilkan beberapa polong dan biji
tangga atau dari pasar. Nugraha et al. (1995) yang dihasilkan berukuran lebih kecil dibanding
melaporkan bahwa hanya 1–6% dari total benih biji tanaman sehat. SSV termasuk dalam ke-
kedelai yang digunakan berupa benih berserti- lompok Cucumber mosaic virus (Cucumo-virus),
fikat (termasuk label merah jambu). Hal ini berarti berbentuk isometrik dengan diameter 30 nm.
bahwa sebagian besar petani menggunakan Virus dapat ditularkan secara mekanis, oleh
benih tidak berlabel yang kualitasnya tidak jelas. berbagai jenis kutu daun (aphids) seperti: A.
Benih merupakan modal utama dalam upaya glycines, A. gossypii, A. craccivora, Myzus persicae
produksi tanaman kedelai. Selain kemurnian, secara non-persisten dan melalui benih kedelai.
kebersihan dari campuran biji-biji gulma dan Jumanto et al. (1998) melaporkan bahwa berdasar-
mempunyai daya berkecambah yang tinggi, kan hasil deteksi sampel daun dengan Dot-ELISA,
benih juga harus terbebas dari infeksi dan SSV telah tersebar di Sumatera, Jawa Barat, Jawa
kontaminasi patogen (Sumarno dan Widiati 1985). Tengah, Jawa Timur, Lombok Barat dan Lombok
Dari benih yang sehat diharapkan akan tumbuh Tengah.
tanaman yang sehat dan dapat berproduksi secara
ARTI PENTING PENULARAN SMV DAN
optimal. Namun sejauh ini sertifikasi kesehatan
SSV LEWAT BENIH KEDELAI
benih belum sepenuhnya dilaksanakan dalam
program sertifikasi benih. Penularan virus lewat benih mempunyai arti
yang sangat penting dalam penyebaran dan
Dalam makalah ini dibahas arti penting
perkembangan epidemi penyakit virus di lapang
penularan SMV dan SSV lewat benih kedelai,
(Neergard 1977; Bos 1978; Mandahar 1981).
mekanisme penularan, cara mendeteksi virus
Beberapa arti penting penularan virus lewat benih
dalam benih dan upaya yang perlu dilakukan
kedelai antara lain:
untuk menghasilkan benih kedelai yang relatif
sehat.

12
SALEH: PENULARAN VIRUS MOSAIK KEDELAI DAN VIRUS KERDIL KEDELAI LEWAT BENIH

1. Menurunkan kualitas benih Kecambah sakit tersebut tersebar acak dan


Sebagian biji yang dihasilkan oleh tanaman merupakan sumber infeksi utama (primary source
kedelai yang terinfeksi SMV dan atau SSV mem- of infection) dan penyebaran virus oleh serangga
punyai kulit biji belang (lorek) warna coklat. penular (vektor) aphids ke tanaman di sekitarnya
Meskipun daya berkecambah dari biji belang (Bos 1978).
coklat tersebut tidak berbeda atau hanya sedikit 5. Mengakibatkan kerugian hasil
berkurang, namun vigor benih lebih rendah di-
banding dengan benih kedelai yang kulit bijinya Selain sebagai sumber infeksi di lapangan,
bersih (Rahayu 1989; Wahyuni et al. 1991; infeksi virus pada stadia kecambah atau pada
Harnowo dan Baliadi 1995). Penelitian lebih stadia tanaman umur muda akan mengakibatkan
lanjut terhadap komposisi biji menunjukkan kerugian hasil yang lebih tinggi dibanding
bahwa infeksi SMV dapat meningkatkan kadar apabila infeksi terjadi pada tanaman yang lebih
asam amino bebas dan menurunkan kandungan tua. Kedelai yang terinfeksi SMV pada umur 10
minyak (Amrety et al. 1985). Aktivitas enzyme hst mengakibatkan kerugian hasil antara 29%–
lipoxigenase pada biji belang juga lebih rendah 4%, jauh lebih tinggi dibandingkan apabila
dibandingkan dengan biji yang tidak belang tanaman terinfeksi pada umur 50 hst yang hanya
(Wahyuni et al. 1991). mengakibatkan pengurangan hasil 2,5%–4,5%
(Rahayu 1989; Sunartiningsih et al. 1991).
2. Penyebar virus antar daerah/negara/ Kuswardana et al. (1994) melaporkan bahwa
benua penurunan produksi kedelai akibat infeksi SSV
Pada zaman modern, lalu lintas dan berkisar antara 41%–71%, tergantung tingkat
perdagangan benih terjadi antar daerah, negara, keparahan. Pertanaman kedelai yang terinfeksi
bahkan antar benua seiring dengan makin pesat- secara alami oleh SSV pada umur 15 hari
nya perkembangan alat transportasi benih ter- mengakibatkan penurunan hasil sekitar 37%,
sebut. Hal ini berarti bahwa peluang tersebar- sebaliknya bila tanaman terinfeksi setelah
nya patogen (termasuk virus) juga makin terbuka. berumur 45 hari, infeksi SSV tidak mengakibat-
Di Indonesia, tersebar luasnya penyakit virus kan kerugian yang berarti (Muchsin 1995).
mosaik kedelai (SMV) dan virus kerdil kedelai
MEKANISME PENULARAN SMV DAN SSV
(SSV) di daerah transmigrasi dan daerah bukaan
LEWAT BENIH KEDELAI
baru untuk pengembangan kedelai diduga
berasal dari benih kedelai yang dibawa oleh para SMV dan SSV merupakan submikroorganisme
transmigran dan proyek pengembangan kedelai yang sangat sederhana, tersusun dari inti berupa
yang terinfeksi virus. Sistem perbenihan non- rangkaian asam ribo-nukleat (RNA) yang bersifat
formal jalur benih antar lapang dan musim infektif dengan diselubungi mantel protein. SMV
(JABALSIM) akan berfungsi sekaligus sebagai dan SSV hanya dapat “hidup” di dalam sel-sel
penyebarluas virus apabila benih yang disalurkan tanaman yang hidup, dan infeksinya bersifat
terinfeksi virus SMV dan SSV (Saleh 1998). sistemik, bergerak dari sel ke sel melalui plas-
modesmata dan secara pasif bersama assimilat
3. Benih menjadi tempat hidup virus melalui jaringan pembuluh. Hal ini berarti bahwa
Virus mampu bertahan hidup di dalam benih pada tanaman yang terinfeksi, SMV dan SSV
sepanjang benih tersebut masih hidup dan mampu tersebar ke seluruh jaringan tanaman yang sakit,
berkecambah sehingga memungkinkan virus ber- termasuk bagian-bagian generatif tanaman yang
tahan dalam embrio biji dari musim/tahun ke berperan dalam pembentukan biji.
musim/tahun berikutnya. Rachmadi et al. (1987) Infeksi SMV dan SSV pada tanaman kedelai
melaporkan bahwa SSV masih infektif setelah biji akan terjadi apabila virus tersebut dengan
kedelai disimpan pada suhu kamar selama tiga melalui berbagai cara (pelukaan halus, serangga
bulan. vektor Aphis spp.) masuk ke dalam sel dan mampu
melakukan perbanyakan (multiplikasi). Multi-
4. Sumber penularan virus di lapang
plikasi RNA dan mantel proteinnya terjadi secara
Benih kedelai yang terinfeksi SMV dan atau terpisah yang pada akhirnya akan bersatu
SSV akan menghasilkan kecambah sakit. membentuk partikel virus baru. Multiplikasi SMV

13
BULETIN PALAWIJA NO. 9, 2005

dan SSV pada umumnya terjadi di dalam jaringan Umur tanaman saat terinfeksi
muda yang aktif melakukan metabolisme. Infeksi Selain varietas kedelai, tingkat penularan virus
virus secara sistemik memungkinkan masuknya lewat benih kedelai juga ditentukan oleh umur
virus ke dalam biji yang terjadi melalui infeksi tanaman pada saat terinfeksi virus. Rahayu
sel telur (ovum) maupun tepungsari (pollen). Di (1989) melaporkan bahwa apabila tanaman
dalam biji yang terinfeksi, SSV berada dalam terinfeksi SMV pada umur 10 dan 30 hari setelah
jaringan kulit biji, keping biji (endosperm) dan tanam (hst), persentase penularan SMV lewat
di embrio (lembaga) ( Rachmadi et al. 1987; Saleh benih berturut-turut adalah 30,4% dan 4,8%.
et al. 1987). Tetapi apabila tanaman terinfeksi pada umur 40
hst atau lebih, maka SMV tidak ditularkan lewat
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH
benih meskipun tanaman induknya terinfeksi
TERHADAP PENULARAN SMV DAN SSV
virus. Secara umum infeksi virus pada awal
LEWAT BENIH KEDELAI
pertumbuhan atau umur muda akan menghasil-
Kemampuan SMV dan SSV untuk menginfeksi kan tingkat penularan virus lewat biji yang lebih
dan menular lewat biji ditentukan oleh strain besar dibanding apabila tanaman terinfeksi pada
virus, jenis tanaman, varietas tanaman, umur umur tua (saat berbunga atau pengisian/
tanaman pada saat terinfeksi virus dan beberapa pemasakan biji). Hal ini dapat diterangkan bahwa
faktor lingkungan terutama suhu selama per- infeksi awal akan lebih memungkinkan virus
tumbuhan tanaman. untuk mengadakan multiplikasi dan tersebar ke
bagian-bagian bunga/biji, jauh sebelum terjadi
Strain virus
pembuahan dan terbentuk zygote.
Di Indonesia, penelitian pengaruh strain vi-
rus terhadap persentase penularan lewat biji Faktor lingkungan
belum banyak dilakukan, tetapi di Amerika Suhu udara selama pertumbuhan tanaman
diketahui bahwa penularan SMV pada biji kedelai terutama pada saat pembungaan dan pembuahan
ditentukan oleh strain SMV. Penularan pada dilaporkan banyak berpengaruh terhadap tingkat
benih kedelai bervariasi antara 15,6% pada SMV- penularan virus lewat biji. Suhu selama masa
G5 hingga 24,9% pada SMV-G4 (Bower and berbunga atau awal pembentukan polong sangat
Goodman 1991). berpengaruh terhadap terjadinya belang pada biji
tanaman kedelai yang terinfeksi SMV. Tanaman
Jenis dan Varietas tanaman
yang dipelihara pada suhu 20 oC pada periode
Selain menyerang tanaman kedelai, SMV dan tersebut akan menghasilkan biji belang yang
SSV juga mampu menginfeksi tanaman kacang- tinggi dibanding tanaman yang dipelihara pada
kacangan lain, tetapi SMV atau SSV tidak suhu 30 oC. Tetapi suhu tidak atau sedikit
ditularkan lewat benih tanaman sakit. Pada berpengaruh terhadap persentase penularan
tanaman Phaseolus lunatus dan P. vulgaris, SMV virus SMV (Ross 1970).
dan SSV tidak ditularkan melalui benih tetapi
pada tanaman kedelai, kedua virus tersebut DETEKSI SMV DAN SSV DALAM BENIH
ditularkan lewat benih. Pada tanaman kedelai KEDELAI
besarnya penularan SMV dan SSV lewat benih Deteksi SMV dan SSV di dalam biji kedelai
sangat dipengaruhi oleh varietas kedelai. dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai yang
Menurut Roechan (1992), tingkat penularan SMV sederhana namun dengan akurasi yang kurang
lewat biji kedelai varietas Orba berkisar 35%– hingga teknologi yang cepat dan akurasinya
60%, varietas Galunggung 16%–25% dan Ringgit tinggi. Secara umum deteksi virus dalam biji dapat
72%–75%. SSV ditularkan lewat benih kedelai dilakukan dengan pengamatan langsung secara
Okuharawase sebesar 40-83%, tapi tidak menular visual, uji ditumbuhkan, uji infektivitas dan uji
lewat benih kedelai varietas Norin-4 maupun serologi (Copeland 1976).
Kishiyama (Roechan et al. 1975).

14
SALEH: PENULARAN VIRUS MOSAIK KEDELAI DAN VIRUS KERDIL KEDELAI LEWAT BENIH

Pengamatan secara visual pengujian lama. Selain itu, hal yang sangat pen-
Sebagian biji tanaman kedelai yang terinfeksi ting dicermati adalah bahwa ekspresi gejala infeksi
SMV atau SSV, mempunyai kulit biji yang virus SMV dan SSV banyak dipengaruhi oleh
berwarna belang coklat dengan berbagai pola kondisi lingkungan tumbuh. Pada kondisi rumah
konsentris (melingkar) atau tidak teratur . Hasil kaca yang gelap (kurang sinar) atau suhu terlalu
penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa tidak tinggi (panas) gejala infeksi SMV dan SSV sering
semua biji kedelai dengan kulit biji belang tidak muncul (symptomless), meskipun kecambah/
terinfeksi virus, dan sebaliknya tidak semua biji tanaman terinfeksi virus. Infeksi virus juga sering
dengan kulit biji mulus (yang dihasilkan dari dikacaukan dengan gejala penyakit fisiologis
tanaman sakit) bebas infeksi virus (Pacumbaba karena kekurangan hara tertentu (Bos 1978).
1990). Tetapi apabila dibandingkan, persentase Uji infektivitas (infectivity test)
penularan SSV dari biji belang pada umumnya
lebih besar dibanding biji mulus (tanpa belang) Uji ini dilakukan dengan menginokulasikan
(Roechan 1992). Kulit biji belang lebih berperan ekstrak biji/bagian biji kedelai dalam larutan
sebagai petunjuk bahwa biji tersebut dihasilkan buffer ke daun tanaman indikator tertentu (yang
dari tanaman terinfeksi virus. Kondisi lingkungan sudah diketahui akan memberikan reaksi berupa
tumbuh pada fase pembentukan dan pengisian gejala luka nekrotik (necrotic lession) terhadap
biji berpengaruh terhadap kulit biji. Tanaman infeksi virus yang diuji. Beberapa tanaman indi-
yang mengalami stres kekeringan pada saat kator yang sering digunakan untuk mendeteksi
pengisisan biji juga dapat menghasilkan biji infeksi SMV atau SSV antara lain: Chenopodium
dengan kulit biji belang. amaranticolor, C. quinoa, Phaseolus vulgaris Top
crop, Vigna sinensis, V. unguiculata, Nicotiana
Selain warna kulit biji, pengamatan secara tabacum dan N. Glutinosa (Roechan 1992). Untuk
visual terhadap perbedaan karakter fisik biji mendapatkan hasil yang optimal, kondisi rumah
(bentuk, ukuran, berat) tidak dapat digunakan kaca harus mendukung munculnya gejala pada
untuk mendeteksi infeksi virus SMV atau SSV tanaman indikator (tidak terlalu gelap atau
di dalam biji kedelai. panas).
Uji ditumbuhkan (Growing-on test) Uji serologi
Pada dasarnya cara ini dilakukan dengan me- Teknik serologi ini didasarkan atas reaksi
numbuhkan benih kedelai yang diuji pada me- antara antigen berupa virus SMV atau SSV
dia tumbuh tertentu. Media agar dan kertas dengan antibodi spesifiknya. Cara ini banyak
(blotter methods) dan inkubasi pada seed germi- digunakan untuk mendeteksi infeksi virus di
nator efektif digunakan untuk mendeteksi pa- dalam biji karena pada umumnya memberi hasil
togen jamur dan bakteria dalam biji. Pada patogen yang cepat, peka, reaksinya spesifik dan dapat
virus uji ditumbuhkan pada umumnya dilakukan distandarisasikan serta dapat mendeteksi contoh
dengan menumbuhkan biji pada media tumbuh biji dalam jumlah yang besar. Beberapa teknik
yang steril dan dilakukan di dalam rumah kaca serologi yang dikembangkan untuk mendeteksi
yang kedap serangga (insect-proof) untuk meng- virus antara lain: uji presipitasi (precipitation test),
hindari kontaminasi serangga vektor yang uji aglutinasi (aglutination test), IEM (immuno-
membawa virus . Jumlah sampel biji kedelai yang sorbent electronmicroscopy) dan ELISA (enzyme-
diuji untuk SMV dan atau SSV minimal 200 biji. linked immunosorbent assay), RISA (radio
Infeksi virus SMV dan SSV dalam embrio biji immunosorbent assay), dot-blot immuno assay,
kedelai akan menghasilkan kecambah terinfeksi dan nucleic acid hybridization (Lange 1985).
yang ditunjukkan dengan adanya gejala (symp-
toms) infeksi virus. Masa inkubasi virus SMV dan Pada uji presipitasi reaksi positif antara ekstrak
SSV berkisar antara 1-2 minggu. Cara ini merupa- biji yang diuji dengan antiserumnya ditandai
kan cara yang paling sederhana untuk mendeteksi dengan adanya pengendapan (presipitasi) yang
infeksi virus SMV dan SSV dalam benih kedelai. dapat diamati dengan kaca pembesar atau
Kelemahan metode ini antara lain memerlukan bantuan mikroskop cahaya. Pengembangan dari
ruangan (rumah kaca) yang cukup luas dan teknik presipitasi adalah uji aglutinasi dimana
waktu yang diperlukan untuk mengetahui hasil antibodi virus telah diikat dengan butiran lateks,

15
BULETIN PALAWIJA NO. 9, 2005

sehingga reaksi positif antara virus dengan anti- Di dalam embrio biji tersebut SMV dan SSV akan
bodinya ditandai dengan adanya penggumpalan tetap “hidup” selama biji itu sendiri masih hidup
yang dapat diamati secara visual. IEM merupakan dan berkecambah. Sejauh ini tidak ada perlakuan
penggabungan antara teknik serologi dengan benih secara fisik maupun kemis yang secara
pengamatan menggunakan mikroskop elektron. praktis dan ekonomis dapat mematikan atau
Pada cara ini reaksi positif antara patogen virus menginaktifkan virus dalam embrio biji (dalam
dengan antibodi spesifiknya ditandai dengan jumlah besar) tanpa merusak viabilitas biji
adanya gambaran yang lebih gelap dari partikel tersebut. Oleh karena itu memproduksi benih
virus (Derrick 1973). Pada perkembangan selan- yang relatif bebas virus menjadi sangat penting.
jutnya untuk memperjelas reaksi positif tersebut Di Indonesia, produksi benih penjenis (breeder
antibodi virus sering diikat dengan butir emas. seed=BS) merupakan tanggung jawab institusi/
Pada teknik ELISA, antibodi dikonjugasikan lembaga yang melepas dengan pengawasan
dengan enzim tertentu dan reaksi positif antara penuh dari pemulia varietas yang bersangkutan.
virus dengan antibodi spesifiknya ditandai dengan Dari benih penjenis tersebut, akan diperbanyak
reaksi enzimatis antara enzim yang dikonjugasi- dan dikembangkan menjadi benih-benih kelas di
kan pada antibodi dengan substrat enzim yang bawahnya yaitu benih dasar (foundation seed =
umumnya ditandai dengan perubahan warna FS), benih pokok ( stock seed=SS) dan benih sebar
substrat. Beberapa enzim dan substrat yang di- (extension seed=ES) oleh Balai-balai benih
gunakan adalah: Alkalin fosfatase dengan sub- pemerintah, BUMN (Sang Hiang Seri, PT.Pertani)
strat p-nitrophenil fosfat (Clark and Adams 1977), ataupun perusahaan dan penangkar benih
peroksidase dengan subtrat hidrogen peroksida, swasta. Karena Benih penjenis (BS) merupakan
dan Penisillinase dengan substrat- penisilin sumber benih untuk menghasilkan kelas benih
(Sudharsana and Reddy 1989). Pada RISA, anti- di bawahnya, BS seharusnya bebas dari infeksi
bodi dikonjugasikan dengan zat radioaktif se- virus. Untuk menghasilkan benih kedelai yang
hingga dilaporkan lebih sensitif di dalam men- relatif sehat dari infeksi virus SMV dan SSV,
deteksi virus di dalam biji dibandingkan ELISA, maka beberapa hal berikut perlu dipertimbang-
namun diperlukan peralatan dan tingkat ke- kan:
telitian yang lebih tinggi dalam menangani zat
radioaktif apabila digunakan untuk pengujian Menghindari sumber infeksi awal
kesehatan benih secara rutin (Bryant et al. 1983). Hal ini dapat dilakukan dengan penyediaan
Dot-blot immunoassay atau Dot-ELISA pada benih kedelai sehat, menghilangkan tanaman
dasarnya ELISA dengan menggunakan kertas terinfeksi dan menghindari sumber-sumber
nitrocellulose untuk mengikat protein, sehingga infeksi lain di sekitar pertanaman untuk benih.
lebih sederhana dan tidak memerlukan peralatan
yang khusus (spectrophotometer) karena hasilnya a. Benih sehat
dapat dibaca dari perubahan warna spot pada SMV dan SSV dapat ditularkan melalui benih
kertas nitrocellulose tersebut (Towbin and Gor- kedelai dan benih terinfeksi terbukti dapat
don 1984). menjadi sumber utama penularan virus oleh
Pemanfaatan teknik serologi sangat membantu vektor di lapang. Oleh karena itu benih kedelai
untuk dapat mendeteksi virus di dalam biji secara yang digunakan untuk pertanaman benih harus
akurat dalam waktu yang cepat dan dalam jumlah diketahui secara pasti identitas dan dipanen dari
yang besar, sehingga sangat bermanfaat untuk induk tanaman yang sehat (tidak terinfeksi SMV
sertifikasi kesehatan benih secara rutin. dan atau SSV). Meskipun kulit biji belang bukan
merupakan petunjuk adanya infeksi SMV atau
UPAYA MEMPRODUKSI BENIH KEDELAI SSV, namun untuk pencegahan disarankan
YANG RELATIF SEHAT untuk tidak menggunakan benih kedelai dengan
kulit biji belang tersebut.
Di dalam biji sakit, virus SMV dan SSV terdapat
di dalam jaringan kulit biji dan embrio (kotiledon b. Menghilangkan tanaman terinfeksi
dan sumbu embrio). Penularan virus ke kecambah
Di lapang, sumber infeksi atau sumber
tanaman berasal dari infeksi virus pada embrio.
inokulum virus SMV dan SSV selain berasal dari

16
SALEH: PENULARAN VIRUS MOSAIK KEDELAI DAN VIRUS KERDIL KEDELAI LEWAT BENIH

benih yang terinfeksi, dapat berupa tanaman ditularkan oleh banyak jenis kutu daun (aphid)
budidaya sejenis, lain jenis maupun tumbuhan termasuk aphid yang berkoloni pada tanaman
liar. Inang utama SMV dan SSV adalah tanaman sereal, rumput atau pohon (Abney et al. 1976).
kedelai, namun kedua virus tersebut dapat Pertanaman kedelai untuk benih di tengah ar-
menginfeksi tanaman kacang panjang, atau eal persawahan atau di daerah perkebunan muda
kacang buncis. Oleh karena itu untuk memutus merupakan pendekatan untuk mendapat areal
daur dan mengurangi sumber inokulum di yang terisolasi. Di Indonesia, produksi benih BS,
lapang, pertanaman kedelai untuk benih harus FS dan SS kedelai pada umumnya dilakukan di
dilakukan rotasi dengan tanaman serealia atau kebun percobaan atau kebun Balai Benih Induk
umbi-umbian yang bukan merupakan inang virus Palawija (BBI), Balai Benih Utama (BBU) dan
kedelai. Balai Benih Pembantu (BBP).
Virus SMV dan SSV juga diketahui secara Berdasarkan pengamatannya, Baker (1990)
alami dapat menginfeksi gulma yang sering melaporkan bahwa karena tugas pokok dan
tumbuh di sekitar pertanaman kedelai, seperti mandat untuk menghasilkan benih palawija,
gulma Cassia oxidentalis, Sesbania exaltata, maka dilakukan penanaman kacang-kacangan
Phaseolus speciosus dan P. latthyroides (Roechan yang terus-menerus di kebun percobaan dan
1992). kebun Balai Benih. Intensitas serangan virus
Pemantauan secara rutin dan mencabut kacang-kacangan di kebun tersebut pada umum-
tanaman kedelai yang terinfeksi SMV atau SSV nya lebih tinggi dibandingkan di lahan petani
terutama pada saat masih muda hingga mendekati karena mereka melakukan pergiliran tanaman
masa berbunga dapat mengeliminasi kemung- dengan tanaman nonkacang-kacangan. Untuk
kinan penularan virus melalui benih yang mengurangi dan memutus daur hidup virus dan
dihasilkan pertanaman kedelai tersebut. Menca- vektor, maka pada kebun-kebun tersebut perlu
but tanaman sakit juga dapat berarti mengurangi dilakukan rotasi tanaman secara ketat serta
penyebaran lebih lanjut oleh serangga vektor. eradikasi tanaman dan gulma terinfeksi virus di
Mencabut gulma yang merupakan inang sekitar kebun.
alternatf virus SMV dan SSV merupakan langkah Di Indonesia aphid berkembang biak secara
untuk mengurangi sumber infeksi di lapang. parthenogenesis dan populasi aphid pada
Gulma Cassia oxidentalis, Sesbania exaltata, umumnya mulai berkembang pada akhir musim
Phaseolus speciosus dan P. latthyroides selain hujan dan mencapai puncak pada musim
berfungsi sebagai sumber virus, juga berperan kemarau. Pengalaman menunjukkan bahwa
dalam perkembangbiakan vektor Bemisia tabaci pertanaman kedelai pada MK-2 akan menderita
di lapang. serangan penyakit virus yang lebih tinggi
dibanding pertanaman pada musim hujan atau
Mencegah masuk dan menyebarnya virus MK-1. Hal ini karena pada MK-2 telah terjadi
ke pertanaman oleh serangga vektor penumpukan sumber inokulum virus dan popu-
Hal ini dapat didekati dengan melaksanakan lasi vektor B. tabaci maupun Aphis spp. tinggi.
budidaya kedelai pada daerah/lokasi dan waktu Oleh karena itu pertanaman benih kedelai
yang relatif bebas virus/vektor, dan mengendali- sebaiknya dilakukan pada akhir musim hujan
kan vektor secara langsung atau dengan cara atau awal musim kemarau.
mempengaruhi behaviour vektor B. tabaci dan
Aphis spp. di lapangan. b. Mengendalikan vektor
SMV dan SSV termasuk ke dalam kelompok
a. Daerah/lokasi dan waktu yang relatif virus non-persistent. Terhadap virus-virus non-
bebas virus/vektor persisten pengendalian vektor secara kimiawi
Mengusahakan pertanaman benih kedelai di dengan insektisida untuk menekan intensitas
lokasi dan waktu yang relatif bebas vektor dan serangan penyakit virus sering tidak memberi
virus sangat dianjurkan, namun sulit dilaksana- hasil yang memuaskan. Hal ini diduga karena
kan karena SMV dan SSV mempunyai kisaran insektisida tersebut tidak dapat mematikan aphid
tanaman inang yang cukup luas dan juga dapat dalam waktu yang cepat sebelum vektor

17
BULETIN PALAWIJA NO. 9, 2005

menularkan virus ke tanaman lain (Broadbent tanaman terserang SMV, namun akan
1969; Lobenstein and Raccah 1980). Beberapa mengurangi hasil kedelai 25–50% (Bottenberg and
penelitian lain menunjukkan bahwa penyem- Irwin 1992). Yulianto et al. (1993) melaporkan
protan insektisida cypermethrin, deltamethrin, bahwa tumpangsari kedelai dengan cabai tidak
permethrin, fanfalerate, disulfoton dan acephate mengurangi penyebaran SMV dan SSV.
selain dapat menekan kolonisasi aphid, juga meskipun aphid lebih menyukai tanaman cabai
mengurangi atau memperlambat penyebaran dibanding tanaman kedelai.
virus non-persisten (Asjes 1985; Atiri et al. 1987;
Pirone et al. 1988). Penyemprotan minyak min- Menanam varietas tahan atau varietas
eral (mineral oil) secara kontinyu dengan inter- yang tidak menularkan virus lewat biji
val lima hari dilaporkan dapat menghambat proses Menanam varietas kedelai yang tahan virus
infeksi dan penyebaran SMV sebesar 27% merupakan cara yang efektif, murah, mudah
dibanding perlakuan kontrol yang tidak disemprot diterima petani, kompatibel dengan cara
(cit. Irwin and Schult 1981), tetapi karena harus pengendalian lain dan aman terhadap ling-
disemprotkan beberapa kali dan harganya mahal. kungan. Kedelai varietas Taichung, Bonus dan
Penggunaan minyak mineral ataupun emulsi No.1592 dilaporkan tahan terhadap SSV (Roechan
minyak nabati sulit diterapkan di Indonesia. et al. 1975). Burhanuddin (1995) melaporkan
Penggunaan bahan reflektif aluminium bahwa AGS 129, AGS 222, AGS 2102, MLG 2526
(sebagai plastik mulsa maupun penyemprotan dan MLG 2742 tahan terhadap SMV.
daun dan plastik putih dilaporkan dapat
KESIMPULAN DAN SARAN
mengurangi pendaratan serangga aphid bersayap
(alatae) (Lobenstein et al. 1975). Di RRC, plastik Dari uraian dan pembahasan tersebut dapat
perak dan plastik bening yang digunakan untuk ditarik beberapa kesimpulan dan saran tindak
pertanaman benih kacang tanah akan me- lanjutnya antara lain:
ngurangi infestasi aphid hanya pada awal 1. SMV dan SSV merupakan virus yang
pertumbuhan, tetapi pengaruh tersebut akan merugikan pada kedelai yang dapat ditularkan
menurun setelah tanaman menutupi plastik lewat benih kedelai. Penularan virus SMV dan
tersebut. SSV lewat benih kedelai mempunyai arti
Di Indonesia penggunaan plastik perak penting dalam perkembangan epidemi
banyak digunakan pada pertanaman hortikultura penyakit di lapang.
(cabai dan melon). Hasil penelitian penggunaan 2. Untuk dapat menghasilkan benih kedelai yang
mulsa plastik pada tanaman kedelai memberi hasil relatif bebas infeksi SMV dan SSV, beberapa
kurang memuaskan dalam menekan perkem- persyaratan yang bertujuan untuk
bangan penyakit virus SSV. Bahkan pada di menghindari sumber infeksi awal, mencegah
daerah endemis penyakit layu penggunaan masuk dan menyebarnya virus ke pertanaman
mulsa plastik tersebut meningkatkan intensitas oleh serangga vektor maupun menanam
serangan penyakit layu (Saleh 1997). Peman- varietas tahan atau tidak menularkan SMV
faatan mulsa jerami sebanyak 75% dan 100% luas dan SSV lewat biji perlu dipertimbangkan.
permukaan dilaporkan dapat mengurangi jumlah
aphid yang tertangkap dan menekan per- DAFTAR PUSTAKA
kembangan SMV (Martosudiro dan Hadiastono Amrety, A.A., H.M.El Said and D.E. Salem. 1985. Ef-
1994). fect of Soybean mosaic virus infection on quality of
Menanam dengan jarak tanam yang rapat soybean seed. Agric. Res. Rev. 63: 155-164.
dilaporkan dapat mempengaruhi pendaratan Abney, T.S., J.O. Silling, T.l. Richard and D.B. Broesma.
aphid ke pertanaman. Beberapa jenis aphid 1976. Aphid and other insects as vectors of Soybean
dilaporkan lebih banyak tertangkap pada mosaic virus J. Econ. Entomol. 69(2): 254 - 256.
pertanaman dengan jarak tanam renggang. A’Brook, J. 1964. Effect of planting date and plant spac-
Sementara jenis lain tidak banyak dipengaruhi ing on the incidence of groundnut rozette disease and
jarak tanam (A’Brook 1964). Tumpangsari kedelai vector, Aphis craccivora Koch at Mokwa, Northern
dengan sorgum dapat mengurangi persentase Nigeria. Annals of Applied Biology 54: 199 – 208.

18
SALEH: PENULARAN VIRUS MOSAIK KEDELAI DAN VIRUS KERDIL KEDELAI LEWAT BENIH

Asjes, C.J. 1985. Control of field spread of non-persistent Irwin. M.E. and G.A. Schultz. 1981. Soybean mosaic
viruses in flower-bulb crops by synthetic pyrethroid virus. FAO Plant Protection Bulletin 19 (3/4): 41-55.
and pirimicarb insecticides and mineral oil. Crop
Iwaki, M. 1979. Virus and mycoplasm diseases of legu-
Protection 4(4): 485-493.
minous crops in Indonesia. Review of Plant Protec-
Atiri, G., G. Thottapilly and D. Ligan. 1987. Effect of tion Research. Tokyo-Japan 12: 88-97.
cypermethrin and deltamethrin on the feeding
Iwaki, M., M. Roechan, H. Hibino, H. Tochihara and
behaviour of Aphis craccivora and transmission of
D.M.Tantera. 1980. A persistent aphid-borne virus
Cowpea aphid-borne mosaic virus. Annals Appl. Biol.
of soybean. Indonesia soybean dwarf virus. Plant Dis-
110: 455- 461.
ease 64: 1027-1029.
Baker, W. 1990. Viruses of tropical grain legumes in
Jumanto, H., M. Roechan, M. Muchsin, Asadi, M.
Indonesia: Consequence for the production of founda-
Nakano, and H. Sawahata. 1998. Distribution of soy-
tion seed. Internal Seminar at MARIF. 16 pp.
bean virus diseases in Indonesia.. Interm Report JICA-
Baliadi, Y. dan N. Saleh. 1989. Virus-virus utama di RIFCB, Bogor. 3 pp.
sentra produksi kedelai di Jawa Timur. Kongres
Kuswardana, D., Y. Suryadi, dan D. Kusdiman. 1994.
Nasional X dan Seminar Ilmiah PFI. Denpasar. Hlm:
Pengaruh tingkat infeksi Soybean stunt virus
100-103.
terhadap hasil kedelai Tidar. Seminar PFI Komda
Bos, L. 1978. Seed-borne virus. In Hewit W.B. and L. Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. 7 hlm.
Chiarappa (Ed). Plant Health and Quarantine in In-
Lange, L. 1985. The practical application of new devel-
ternational transport of genetic resources. CRC Press.
opment in test procedures for detection of viruses in
pp:39-67.
seed. Proc. International Conference on New devel-
Bowers, G.R. Jr and R.M. Goodman. 1991. Strain speci- opment in techniques for virus detection. pp: 269-281.
ficity of Soybean mosaic virus seed transmission in
Lobenstein, G. M. Alper, S. Levy, D. Palevitch and E.
soybean. Crop Science 31: 1171 - 1174.
Managem. 1975. Protecting peppers from aphid-borne
Bottenberg, H. and M.E.Irwin. 1992. Using mixed crop- viruses with aluminium foil or plastic mulch.
ping to limit seed mottling induced by Soybean mo- Phytoparasitica 3:43-53.
saic virus. Plant Disease 76: 304 - 306.
Lobenstein, G. and B. Raccah. 1980. Control of non-per-
BPS. 2004. Statistik Indonesia tahun 2003. Badan Pusat sistently transmitted aphid-borne viruses.
Statistik. Jakarta. Phytoparasitica 8: 221 - 235.
Broadbent, 1969. Disease control thraough vector con- Mandahar, C.L. 1981. Virus transmission through seed
trol. In Viruses, vectors and vegetation. New York. and pollen In K. Maramorosch and K.F. Harris (Eds.)
pp: 593 - 630. Plant Disease and Vector: Ecology and epidemiology.
Academic Press. pp: 43-49.
Bryant,G.R, D. Durrant and J.H. Hill. 1983. Develop-
ment of solid radio -immunoassay for detection of Martosudiro, M. dan T. Hadiastono. 1994. Penggunaan
Soybean mosaic virus. Phytopathology 72: 1117 - mulsa jerami dalam pengendalian penyakit-penyakit
1181. virus penting pada tanaman kedelai. J. Fitopatologi
3 (1): 6 - 14.
Burhanuddin.1995. Virus mosaik di Sulawesi Selatan.
Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah PFI. Muchsin, M. 1995. Pengaruh waktu inokulasi virus
Mataram September 1995. kerdil kedelai terhadap hasil kedelai di KP.Muara,
Bogor.Kongres Nasional III dan Seminar Ilmiah PFI,
Clark, M.F. and A.N. Adams. 1977. Characteristic of
25-27 September 1995. Mataram. Hlm.20 (Abstr).
the microplate method of enzyme-linked
immunosorbent assay for the detection of plant vi- Neergard, P. 1977. Seed pathology. Vol.I. The Mc Millan
ruses. J. General Virology 34:457-483. Press Ltd. London. 839 pp.
Copeland, L.O. 1976. Principles of seed science and tech- Nugraha, U.S., H. Smolders, and N. Saleh.1995. Seed
nology. Burgess Publishing Com. Minnesota. 369 pp. quality of secondary food crops in Indonesia. Work-
shop on Integrated Seed Systems for low input Agri-
Derrick, K.S. 1973. Quantitative assay for plant viruses
culture. 24-27 October 1995. RILET. 13 pp.
using serologically specific electron microscopy. Vi-
rology 56: 652-653. Pacumbaba, R.P. 1990. Seed transmission of Soybean
mosaic virus using mottled seed from virus-infected
Harnowo, D., dan Y. Baliadi. 1995. Pengaruh tingkat
soybean plants. Soybean genetic newsletter 17: 144-
belang terhadap daya berkecambah dan vigor benih
147.
kedelai. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman
Pangan. Balitkabi Malang. hlm: 68 - 77.

19
BULETIN PALAWIJA NO. 9, 2005

Pirone, T.P., B. Raccah, L.V. Madden. 1988. Suppres- Saleh, N. 1996. Seed transmitted viruses of soybean in
sion of aphid colonization by insecticides: effect on Indonesia in relation to certification and production
incidence of Potyvirus on tobacco. Plant Disease 72: of healthy seeds. Consultant Report Palawija Seed
350 - 353. Production and Marketing Project. 29 pp.
Rachmadi, R. Suseno, Y. Baharsyah and N. Saleh. 1987. Saleh, N. 1997. Pengaruh biji belang dan pengendalian
Location and longevity of soybean stunt virus (SSV) vektor terhadap intensitas serangan Soybean stunt
in soybean seed. Symp. Crop Pathogen and Nema- virus dan hasil kedelai. Komponen Teknologi
tode. SEAMEO-BIOTROP Bogor. Peningkatan Produksi Tanaman Kacang-Kacangan
dan Umbi-Umbian. Edisi khusus Balitkabi No.9-
Rahayu, M. 1989. Pengaruh serangan Soybean mosaic
1997. hlm:82 – 89.
virus (SMV) terhadap hasil dan mutu hasil benih
kedelai. Thesis S2. Fakultas Pasca Sarjana Univer- Saleh, N. 1998. Peningkatan mutu benih kedelai asal
sitas Gadjah Mada. Yogyakarta, 50 hlm. sistem JABALSIM dari aspek kesehatan benih.
Prosiding lokakarya sistem produksi dan
Roechan, M., M. Iwaki, and D.M. Tantera. 1975. Virus
peningkatan mutu benih kedelai di Jawa Timur.
disease of legume plants in Indonesia. Soybean stunt
JICA-BPTP Karangploso-Dinas Pertanian Tanaman
virus. Contribution CRIFC Bogor. No. 15. 16 pp.
Pangan dan Hortikultura tingkat I Jawa Timur. hlm:
Roechan, M., M. Iwaki, N. Saleh and D.M. Tantera. 61-79.
1978a. Virus disease of legume plants in Indonesia.3.
Sudarshana, M.R. and D.V.R. Reddy. 1989. Penicillinase-
Bean yellow mosaic virus. Contribution CRIFC Bogor.
based enzyme-linked immunosorbent assay for the
12 pp.
detection of plant viruses. Submitted for J.Virological
Roechan, M., M. Iwaki, N. Saleh, D.M. Tantera and H. Methods. 9 pp.
Hibino 1978b. Virus disease of legume plants in In-
Sumarno dan Widiati. 1985. Produksi dan teknologi
donesia. 4. Peanut mottle virus. Contribution CRIFC
benih kedelai Dalam Sadikin, S., M. Ismunadji,
Bogor. 12 pp.
Mahyudin S., S.O.Manurung dan Yuswardi (Ed.)
Roechan, M., M. Iwaki, and D.M. Tantera. 1979. Soy- Kedelai. Puslitbangtan. Bogor. Hlm: 407-428.
bean yellow mosaic virus, Kongres Nasional IV dan
Sunartiningsih, W. Wakman, A. Hasanuddin dan S.
Seminar Ilmiah PFI. Bandung. 15 hlm.
Saenong. 1991. Penurunan hasil kedelai akibat
Roechan, M., N. Raga dan D.M. Tantera. 1981. Penyakit penyakit mosaik yang ditularkan Aphis glycines.
mosaik pada tanaman kedelai di KP. Sukamandi, Agrikam 6(3): 89 - 94.
Jawa Barat. Kongres Nasional VI dan Seminar Ilmiah
Towbin, H. and J. Gordon. 1984. Immunoblotting and
PFI. Bukittinggi. 9 hlm.
dot immunobinding- current status and outlook. J.
Roechan, M. 1992. Virus-virus pada kedelai (Glycine max Immunological Methods 72: 313 - 340.
(L) Merr.) di Jawa dan Lampung; Identifikasi,
Wahyuni, S., U.S. Nugraha dan D. Kuswardana. 1991.
penyebaran dan kemungkinan pengendaliannya.
Pengaruh diskolorisasi pada kulit benih terhadap
Disertasi Universitas Padjadjaran Bandung. 325 hlm.
mutu benih kedelai. Reflektor 5(1-2): 22 - 24.
Roos, J.P. 1970. Effect of temperature on mottling of soy-
Yulianto, U.S. Nugroho dan S. Kartaatmadja.1993.
bean seed caused by Soybean mosaic virus. Phytopa-
Pengendalian vector virus (Aphis sp.) melalui
thology 60: 1798 - 1800.
penanaman inang lain pada pertanaman kedelai.
Saleh, N., Y. Honda, H. Jumanto, S. Takaya and M. Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI.
Muchsin 1987. Distribution and seed transmission Yogyakarta. Hlm: 365-370.
of Soybean stunt virus on soybean seeds. Prosiding
Kongres Nasional IX dan Seminar Ilmiah PFI. No-
vember 1987. Hlm: 33 - 38.

20

You might also like