Mindfulness Dalam Komunikasi Antarbudaya

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

MINDFULNESS DALAM KOMUNIKASI

ANTARBUDAYA
(Studi Deskriptif pada Peserta Indonesia –
Poland Cross-Cultural Program)
Durrotul Mas’udah
(Alumni Prodi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

ABSTRACT
Culture and communication are inseparable. Since different cultures provide different norms, values, and
rules, people from different cultures are likely to communicate in different manner. Gudykunst argued that commu-
nication between people from different cultures is thwarted by anxiety and uncertainty. He believed that mindful-
ness is the moderate process to manage those anxiety and uncertainty perceived by those strangers and in-group
members.
Indonesia – Poland Cross-Cultural Program (IPCCP) was designed to confront two Indonesians and
seven Poles in such intercultural encounter. Since they come from different cultural backgrounds, several differences
arose. Those differences sometimes emerged anxiety and uncertainty.
By applying Gudykunst’s Anxiety/ Uncertainty Management Theory (AUM Theory), this research is
aimed to examine what kinds of anxiety and uncertainty perceived by those Indonesians and Poles, as well as
what kinds of effort they had done to mindfully manage those problems. To enrich the analysis of mindfulness, the
researcher also applies Langer’s three characteristics of mindfulness and Jandt’s four competencies in mindful
intercultural communication.
This research reveals that both Indonesians and Poles had mindfully managed their anxiety and uncer-
tainty by implementing five efforts, which are: bringing motivations into actions, self-disclosure, understanding
differences, perceiving similarities, and building personal closeness.

Keywords: anxiety, uncertainty, AUM Theory, mindfulness

A. PENDAHULUAN dan norma, agama, bahasa, dan sebagainya.


Setiap negara memiliki budaya sendiri Perbedaan budaya tersebut haruslah disikapi
yang berbeda satu sama lain. Perbedaan budaya dengan bijak, karena jika tidak, berpotensi
tersebut meliputi kebiasaan hidup masyarakat, nilai menimbulkan konflik. Perbedaan budaya tersebut

Vol. 7, No. 2, Okober 2014


77
haruslah dipahami demi terciptanya perdamaian apa yang disampaikan oleh DeVito (1997: 479),
dunia yang dicita-citakan oleh masyarakat di bahwa budaya atau kultur mempengaruhi se-
negara mana pun. tiap aspek dalam pengalaman komunikasi.
Indonesia sebagai salah satu negara yang Budaya dan komunikasi adalah dua hal
berkomitmen ikut memelihara perdamaian yang tidak dapat dipisahkan. Dalam kebudaya-
dunia telah mengambil langkah nyata untuk an, ada sistem dan dinamika yang mengatur cara
menciptakan pemahaman budaya antarnegara. pertukaran simbol-simbol dalam komunikasi,
Melalui kerjasama antara Kementerian Luar dan hanya dengan komunikasi lah pertukaran
Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) dengan simbol-simbol dapat dilakukan (Liliweri, 2004:
Kementerian Agama Republik Indonesia 21). Kebudayaan yang berbeda memiliki sistem
(Kemenag RI), Indonesia telah memprakarsai dan dinamika yang berbeda pula dalam menga-
berbagai program dialog lintas agama dan bu- tur simbol-simbol dalam komunikasi. Samovar
daya (interfaith and intercultural dialogue) antarne- & Porter (1991: 48) menyatakan, “It (culture) is
gara. Salah satunya adalah Indonesia – Poland the foundation of communication; and when cultures
Cross-Cultural Program (selanjutnya ditulis vary, communication practices may also vary” (budaya
IPCCP). Program ini dilatarbelakangi oleh fak- adalah dasar dari komunikasi; jika budaya ber-
ta bahwa perbedaan agama dan keragaman de- beda, maka praktik komunikasi juga berbeda).
mografi masyarakat merupakan salah satu tan- Berkaitan dengan budaya dan komuni-
tangan yang dihadapi oleh Indonesia dan kasi, terdapat orientasi-orientasi untuk menga-
Polandia dalam menciptakan budaya damai dan mati perbedaan dan persamaan budaya dalam
mengembangkan toleransi antarumat beragama, komunikasi (Samovar, et al., 2010). Salah satu-
sebab perbedaan dan keragaman seringkali nya adalah orientasi budaya konteks tinggi –
menjadi pemicu konflik masyarakat (sumber: budaya konteks rendah yang dikonseptualisasi-
www.kemlu.go.id). kan oleh antropolog budaya, Edward T. Hall.
Program ini telah diselenggarakan se- Budaya konteks tinggi atau High-Context Culture
lama satu bulan, 7 September – 7 Oktober 2013, (HCC) digunakan di negara-negara Asia, Ame-
di Yogyakarta. Program ini merupakan prog- rika Indian, dan Amerika Latin, sehingga dengan
ram people-to-people contact yang diikuti oleh dua demikian, Indonesia termasuk negara yang meng-
pemuda Indonesia dan tujuh pemuda Polandia. gunakan HCC. Sedangkan negara-negara yang
Selain itu, Kemlu RI dan Kemenag RI juga menggunakan budaya konteks rendah atau Low-
menggandeng berbagai kalangan moderat baik Context Culture (LCC) adalah negara-negara Ame-
akademisi, tokoh agama, maupun tokoh buda- rika Utara dan Eropa, oleh karena itu, Polandia
ya, untuk menjadi komunikator-komunikator termasuk negara yang menggunakan LCC.
yang menyampaikan dan mempromosikan ni- Melalui program ini, para peserta Indo-
lai-nilai toleransi dan pluralitas yang ada di Indo- nesia yang menggunakan HCC bertemu, ber-
nesia. Program ini diisi dengan berbagai kegia- interaksi, dan berkomunikasi dengan para pe-
tan seperti dialog dan diskusi tentang kehidupan serta Polandia yang menggunakan LCC. Pada-
beragama di negara masing-masing, serta kun- hal, cara berkomunikasi dalam HCC sangatlah
jungan ke tempat-tempat budaya dan ibadah berbeda dengan cara berkomunikasi dalam
yang ada di Yogyakarta. LCC. Cara berkomunikasi dalam HCC cende-
Para peserta yang terlibat dalam prog- rung memperhatikan konteks komunikasi da-
ram ini berasal dari dua negara yang latar bela- ripada konten pesan yang disampaikan dalam
kang budayanya sangat berbeda, yaitu Indone- komunikasi, sehingga terkadang pesan dikomu-
sia dan Polandia. Perbedaan latar belakang bu- nikasikan secara tidak langsung dan implisit. Se-
daya tersebut tentunya mempengaruhi komu- baliknya, dalam LCC, konten pesan cenderung
nikasi diantara mereka. Hal ini sesuai dengan lebih diperhatikan dan disampaikan secara

Jurnal Komunikasi PROFETIK


78
langsung dan eksplisit. capai komunikasi antarbudaya yang efektif.
Dikarenakan perbedaan tersebut, ko- Gudykunst (dalam Gudykunst & Kim, 1997:
munikasi yang terjadi diantara mereka termasuk 32) menyatakan, “when we interact with strangers,
dalam komunikasi antarbudaya. Menurut our ability to communicate effectively is based, …. on
Samovar & Porter (1991: 70), komunikasi antar- our ability to manage our anxiety and uncertainty” (ke-
budaya adalah: “communication between people whose tika kita berinteraksi dengan orang asing –yang
cultural perceptions and symbol systems are distinct berbeda latar belakang budaya–, kemampuan
enough to alter the communication event” (komunikasi kita untuk berkomunikasi secara efektif dida-
diantara orang-orang yang persepsi budaya dan sarkan pada kemampuan untuk mengelola anxi-
sistem simbolnya cukup berbeda untuk mengu- ety dan uncertainty kita).
bah peristiwa komunikasi). Untuk dapat mengelola anxiety dan un-
Komunikasi antarbudaya juga menda- certainty, seseorang harus mindful dalam berko-
patkan perhatian dalam Islam. Allah SWT munikasi. Mindfulness adalah proses di mana se-
berfirman dalam QS. Al-Hujuurat (49): 13. seorang secara sadar mengelola anxiety dan un-
certainty terhadap orang lain untuk mencapai ko-
“Hai manusia, sesung guhnya Kami munikasi efektif (Griffin, 2006: 431). Erham
menciptakan kamu dari seorang laki-laki Budi, salah satu panitia program ini menyam-
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu paikan bahwa selama satu bulan program ini
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya berlangsung dengan lancar, para pemuda Po-
orang yang paling mulia diantara kamu disisi landia pun memberikan tanggapan yang positif,
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara “Tanggapan mereka di akhir program lucu-
kamu. Sesung guhnya Allah Maha lucu”. Berlangsungnya program ini dengan lan-
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” car mengindikasikan bahwa para peserta prog-
ram ini dapat berkomunikasi dengan baik mes-
Perbedaan budaya dan cara berkomu- kipun mereka berasal dari negara yang berbeda
nikasi para peserta Indonesia yang mengguna- budaya. Itu artinya mereka dapat secara mindful
kan HCC dengan para peserta Polandia yang mengelola anxiety dan uncertainty.
menggunakan LCC tersebut sangat mungkin Dalam tulisan ini penulis akan mema-
menimbulkan berbagai hambatan. Beberapa parkan upaya-upaya yang dilakukan oleh para
dari hambatan yang dimaksud adalah anxiety (ke- peserta IPCCP untuk secara mindful mengelola
cemasan) dan uncertainty (ketidakpastian) dian- anxiety dan uncertainty dalam berkomunikasi an-
tara kedua belah pihak. Gudykunst (dalam Grif- tarbudaya selama program ini berlangsung. Ko-
fin, 2006: 427) menyatakan bahwa ketika orang- munikasi antarbudaya yang dimaksud adalah
orang dari latar belakang budaya yang berbeda komunikasi diantara peserta Indonesia dengan
bertemu, mereka mengalami anxiety dan uncer- peserta Polandia, bukan diantara sesama peser-
tainty terhadap satu sama lain. ta Indonesia maupun Polandia.
Rifqi Fairuz, salah satu peserta Indone-
sia dalam program ini sempat berpikiran negatif Anxiety & Uncertainty
terhadap para pemuda Polandia ketika pertama Management
kali bertemu dengan mereka. “Oh, bayanganku Gudykunst (dalam Griffin, 2006: 427)
tu mereka kaya orang Eropa Timur gitu, terkesan mengasumsikan bahwa minimal satu orang da-
cuek, kaku, n gak friendly. Soalnya aku pernah lam sebuah pertemuan (komunikasi) antarbu-
dikasih tahu kalau orang-orang yang ex negara daya adalah stranger (orang asing). Penggunaan
komunis kaya gitu”. istilah orang asing mengacu pada orang-orang
Meskipun demikian, anxiety dan uncer- yang menjalin hubungan yang mana di dalamnya
tainty tersebut dapat dikelola untuk tetap men- terdapat tingkat keasingan yang tinggi dan ting-

Vol. 7, No. 2, Okober 2014


79
kat familiaritas yang rendah (Gudykunst & Kim, kita lakukan. Berger & Calabrese (dalam
1997: 26). Keasingan yang tinggi dan familiari- Gudykunst & Kim, 1997: 32) menyimpulkan
tas yang rendah bisa muncul karena tidak adanya bahwa ada dua jenis uncertainty yang muncul ke-
pengetahuan yang cukup tentang orang yang tika berkomunikasi dengan orang asing.
baru ditemui untuk pertama kali. Pengetahuan Pertama, uncertainty terhadap sikap, pe-
yang dimaksud bisa tentang budaya, orientasi rasaan, kepercayaan, nilai, dan perilaku orang
nilai, sikap, dan perilaku. asing. Ketika berkomunikasi dengan orang
Dalam komunikasi antarbudaya di mana asing, seseorang perlu untuk dapat mempredik-
orang asing terlibat di dalamnya, orang asing si perilaku yang akan ditunjukkan oleh orang
tersebut mengalami anxiety dan uncertainty yang asing yang dihadapi. Prediksi yang dibuat ber-
dapat menghambat tercapainya komunikasi fungsi untuk mengurangi uncertainty yang dira-
efektif. Penelitian yang dilakukan Gudykunst sakan. Dengan membuat prediksi-prediksi ten-
menunjukkan bahwa anxiety dan uncertainty selalu tang perilaku orang asing yang mungkin ditun-
muncul bersamaan, perbedaannya terletak pada jukkannya, seseorang dapat menentukan peri-
anxiety adalah hal afektif atau emosi, sedangkan laku untuk berkomunikasi dengan orang asing
uncertainty adalah hal kognitif. yang dihadapi.
Gudykunst (dalam Griffin, 2006: 429), Kedua, uncertainty terhadap makna di-
mendefinisikan anxiety sebagai perasaan khawa- balik perilaku yang ditunjukkan oleh orang asing
tir, tegang, takut, atau gelisah atas apa yang ketika berkomunikasi. Dalam hal ini, seseorang
mungkin terjadi saat berkomunikasi dengan berusaha untuk mengurangi uncertainty dengan
orang asing. Anxiety yang dialami biasanya dise- memprediksi makna-makna yang mungkin se-
babkan oleh adanya dugaan-dugaan negatif ter- suai dengan perilaku orang asing tersebut. Hal
hadap orang asing tersebut. Hal tersebut me- ini bermanfaat ketika seseorang ingin mema-
nyebabkan komunikasi yang terjadi menjadi pe- hami perilaku orang asing sehingga mampu me-
nuh dengan dugaan-dugaan atau prasangka. ningkatkan kemampuan untuk memprediksi pe-
Anxiety selalu muncul dalam setiap pe- rilaku orang asing tersebut pada kesempatan
ristiwa komunikasi. Anxiety akan lebih mening- yang akan datang.
kat ketika berkomunikasi dengan orang asing Uncertainty selalu muncul dalam setiap
dalam konteks antarbudaya. Berkaitan dengan peristiwa komunikasi. uncertainty akan lebih me-
hal tersebut, setiap orang memiliki tingkat anxi- ningkat ketika berkomunikasi dengan orang
ety yang berbeda-beda. Jika anxiety sangat tinggi, asing dalam konteks antarbudaya. Sama halnya
seseorang dapat dipastikan akan kesulitan bah- dengan anxiety, setiap orang juga memiliki ting-
kan tidak mau berkomunikasi dengan orang kat uncertainty yang berbeda-beda. Jika uncertainty
asing. Seseorang hanya akan menggunakan ste- sangat tinggi, seseorang akan merasa tidak nya-
reotip dalam memprediksi perilaku orang man berkomunikasi dan tidak percaya diri un-
asing, padahal stereotip cenderung tidak selalu tuk membuat prediksi-prediksi dikarenakan ku-
tepat pada setiap individu. Hal ini akan menye- rangnya informasi yang dimilikinya tentang or-
babkan prediksi-prediksi yang dibuat tidak aku- ang asing yang dihadapi.
rat. Sebaliknya, jika anxiety sangat rendah, sese- Jika uncertainty sangat rendah, seseorang
orang tidak akan merasakan adrenalin yang me- akan berpikir bahwa perilaku orang asing akan
motivasinya untuk berkomunikasi dengan or- sangat mudah untuk diprediksi. Seseorang men-
ang asing. jadi sangat percaya diri untuk memprediksi pe-
Sedangkan uncertainty didefinisikan seba- rilaku orang asing karena ia memiliki cukup in-
gai keraguan atas kemampuan untuk mempre- formasi tentang orang asing tersebut. Akan
diksi hasil dari interaksi dengan orang asing, tetapi, informasi yang dimiliki tersebut tidak
termasuk juga keraguan tentang apa yang telah selalu menjamin bahwa prediksi yang dibuat su-

Jurnal Komunikasi PROFETIK


80
dah tepat. Ketika seseorang terlalu percaya diri, bagi orang asing. Situasi di mana seseorang be-
ia akan sangat mungkin melakukan kesalahan kerjasama dengan orang asing daripada ber-
interpretasi terhadap perilaku orang asing ka- kompetisi juga akan menurunkan anxiety. Sese-
rena ia tidak mempertimbangkan bahwa mung- orang juga akan mengalami penurunan anxiety
kin saja prediksi yang dibuatnya tidak tepat. apabila kelompoknya merupakan mayoritas,
Selain itu, ketika seseorang berpikir bahwa pe- juga apabila statusnya lebih tinggi daripada sta-
rilaku orang asing akan sangat mudah dipredik- tus orang asing yang dihadapinya.
si, tidak akan ditemukan kebaruan ketika ber- Gudykunst (dalam Gudykunst & Kim,
komunikasi. Hal ini menyebabkan seseorang ti- 1997) menyimpulkan beberapa faktor yang
dak memiliki ketertarikan dan tidak termotivasi mempengaruhi uncertainty. Faktor-faktor terse-
untuk berkomunikasi. but adalah: expectations (dugaan-dugaan) , social
Gudykunst (dalam Gudykunst & Kim, identity (identitas sosial), persepsi atas kesamaan
1997: 32) menyatakan bahwa ketika berkomu- diantara kelompok sendiri dengan kelompok
nikasi dengan orang asing, kemampuan sese- orang-orang asing, jaringan komunikasi antara
orang untuk berkomunikasi secara efektif di- seseorang dengan orang asing, dan hal-hal inter-
dasarkan pada kemampuan untuk mengelola personal yang menonjol dalam berkomunikasi
anxiety dan uncertainty. Ada berbagai macam fak- dengan orang asing.
tor yang mempengaruhi anxiety dan uncertainty Well-defined expectations atau dugaan-du-
seseorang. Faktor-faktor tersebut berupa pe- gaan yang ditentukan dengan baik berdasarkan
ngaruh sosiokultural, psikokultural, dan gambaran yang lengkap tentang orang asing dan
lingkungan. kelompoknya akan membantu mengurangi un-
Stephan & Stephan (dalam Gudykunst certainty. Semakin baik dugaan yang ditentukan,
& Kim, 1997: 39) menyimpulkan tiga kategori maka seseorang akan semakin percaya diri da-
yang mempengaruhi anxiety seseorang. Ketiga lam memprediksi perilaku orang asing yang di-
kategori tersebut adalah hubungan antarkelom- hadapi.
pok yang telah lebih dulu tebangun, kesadaran Gudykunst & Hammer (dalam
dan pengetahuan antarkelompok, serta faktor Gudykunst & Kim, 1997: 35) menyatakan bahwa
situasional. identitas sosial yang kuat dapat mengurangi uncer-
Hubungan antarkelompok yang telah le- tainty apabila seseorang dapat menerima bahwa
bih dulu terbangun berhubungan dengan sebe- orang asing berasal dari kelompok yang berbeda,
rapa jauh hubungan yang telah terbangun dan dan juga bahwa orang asing yang dihadapi
dalam kondisi seperti apa hubungan tersebut memiliki karakter yang khas yang mungkin
terbangun. Semakin jauh hubungan terbangun berbeda dengan anggota kelompoknya yang lain.
dan semakin jelas norma-norma diantara dua Banyak sedikitnya kesamaan antara ke-
kelompok, maka semakin berkurang lah anxi- lompok sendiri dengan kelompok orang asing
ety yang akan dialami. Akan tetapi apabila per- juga mempengaruhi kemampuan seseorang da-
nah terjadi konflik diantara kedua kelompok, lam mengurangi uncertainty (Gudykunst, dalam
maka anxiety justru dapat meningkat. Gudykunst, 1997: 36). Jika seseorang merasa
Faktor situasional yang mempengaruhi bahwa kelompoknya memiliki kesamaan de-
anxiety diantaranya adalah seberapa besar struk- ngan kelompok orang asing yang dihadapi, ke-
tur mempengaruhi situasi di mana hubungan percayaan dirinya dalam memprediksi perilaku
terjalin, tipe atau bentuk ketergantungan antar- orang asing tersebut akan meningkat. Akan te-
kelompok, struktur kelompok, dan status ke- tapi kesamaan yang dirasakan tidak selalu dapat
luarga atau famili. Seseorang akan dapat me- meningkatkan kemampuan seseorang dalam
ngurangi anxiety dalam situasi di mana norma memprediksi perilaku orang asing. Hal ini ter-
menjadi pedoman berperilaku baginya maupun jadi apabila seseorang merasakan ada persama-

Vol. 7, No. 2, Okober 2014


81
an, tetapi sebetulnya berbeda, atau merasakan similarities, understanding group differences
perbedaan tetapi sebetulnya sama. Pengetahuan - Situation processes, terdiri dari: ingroup
akan persamaan dan perbedaan diantara dua power, cooperative tasks, presence of ingroup
kelompok sangat dibutuhkan untuk mengurangi members
uncertainty. - Connection with strangers, terdiri dari: at-
Jaringan komunikasi antara seseorang traction to strangers, interdependence with
dengan orang asing juga mempengaruhi derajat strangers, quality and quantity of contact
uncertainty. Jaringan komunikasi yang dimaksud - Ethical interactions, terdiri dari: maintain-
adalah ada tidaknya atau seberapa banyak orang ing dignity, moral inclusiveness, respect for
lain yang baik seseorang tersebut maupun orang strangers
asing tersebut sama-sama mengenal. Selain itu,
keinginan untuk membangun hubungan lebih
jauh dengan orang asing juga dapat menurunkan Seperti yang telah disebutkan sebelum-
uncertainty. Ketika seseorang tertarik dengan nya, mindfulness adalah proses di mana seseorang
orang asing baik secara individual maupun se- secara sadar mengelola anxiety dan uncertainty
cara sosial, kepercayaan dirinya untuk mempre- terhadap orang lain dalam sebuah situasi ko-
diksi perilaku orang asing tersebut akan mening- munikasi (Griffin, 2006: 431). Komunikasi efek-
kat. Dalam hal ini, pengetahuan tentang budaya tif salah satunya sangat ditentukan oleh apakah
dan bahasa akan sangat membantu. seseorang mindful atau mindless dalam mengelola
Gudykunst mengembangkan sebuah te- anxiety dan uncertainty.
ori yang berfokus pada pengelolaan anxiety dan Langer (dalam Gudykunst & Kim, 1997:
uncertainty dalam komunikasi antarbudaya. Teori 40) menyatakan bahwa ketika seseorang meng-
ini dikenal dengan nama Anxiety/ Uncertainty hadapi situasi komunikasi yang relatif baru, ia
Management Theory (AUM Theory). Teori ini di- dengan sadar mencari isyarat-isyarat untuk
kembangkan berdasarkan faktor-faktor yang menuntunnya berperilaku. Akan tetapi, apabila
mempengaruhi anxiety dan uncertainty. seseorang berulang kali menghadapi situasi ko-
Berdasarkan teori tersebut, terdapat 21 munikasi yang relatif sama, kesadarannya dalam
aksioma yang dikelompokkan menjadi tujuh berperilaku akan berkurang (mindless). Dalam hal
kategori yang berkaitan erat dengan manajemen ini, seseorang berperilaku sebagaimana ia
anxiety dan uncertainty dalam komunikasi, khu- berperilaku pada saat berada dalam situasi yang
susnya komunikasi antarbudaya. Ke-21 aksioma relatif sama (habitual/ scripted behavior).
dalam tujuh kategori tersebut didasarkan pada Gudykunst (dalam Griffin, 2006: 431) menya-
pengaruh-pengaruh sosiokultural, psikokultu- takan bahwa percakapan yang mindless dalam si-
ral, dan juga lingkungan terhadap anxiety dan tuasi antarbudaya akan meningkatkan ketega-
uncertainty. Ketujuh kategori dan ke-21 aksioma ngan dan kebingungan. Seseorang yang mindless
tersebut adalah: dalam berkomunikasi tidak sepenuhnya mem-
- Self concept, terdiri dari: social identities, perhatikan apa yang ia katakan dan lakukan.
personal identities, collective self-esteem Langer (dalam Gudykunst & Kim, 1997:
- Motivation to interact, terdiri dari: need 40) mengklasifikasikan tiga karakteristik dari
for predictability, need for group inclusion, need mindfulness, yaitu: creating new categories (membuat
to sustain self-concept kategori-kategori baru), being open to new infor-
- Reactions to strangers, terdiri dari: empa- mation (terbuka terhadap informasi baru), dan
thy, tolerance for ambiguity, rigid intergroup being aware of more than one perspective (menyadari
attitudes akan adanya beragam perspektif).
- Social categorization of strangers, terdiri Salah satu kondisi yang membuat sese-
dari: positive expectations, perceived personal orang mindless dalam berkomunikasi adalah

Jurnal Komunikasi PROFETIK


82
penggunaan kategori-kategori (kategorisasi) 1997: 41).
yang terlalu luas (broad categories). Kategorisasi Untuk menjadi mindful dalam berkomu-
yang dimaksud ditujukan kepada orang yang di- nikasi, seseorang juga harus dapat mengakui bah-
hadapi saat berkomunikasi. Kategorisasi terse- wa ada beragam atau lebih dari satu perspektif
but biasanya didasarkan pada karakteristik fisik untuk menciptakan maupun menginterpretasikan
(misalnya gender, ras), karakteristik kultural pesan dalam suatu situasi komunikasi. Ketika
(latar belakang etnis atau budaya), sikap, dan seseorang mindless, ia cenderung sulit untuk
gaya atau cara hidup. Langer (dalam Gudykunst, mengakui beragam perspektif. Pola pikir yang
1997: 40) menyatakan bahwa mengkategorisa- sempit dalam berkomunikasi membatasi
sikan adalah hal yang fundamental dan alamiah kemampuan seseorang untuk berperilaku sesuai
dalam kehidupan manusia. Hal tersebut meru- dengan situasi yang sedang ia hadapi. Sebaliknya,
pakan cara bagaimana seseorang dapat menge- apabila seseorang berkomunikasi dengan mind-
tahui tentang dunia sekitarnya. Untuk menjadi ful, ia akan dapat berperilaku sesuai dengan situasi
mindful dalam berkomunikasi, dibutuhkan peng- yang ia hadapi dikarenakan ia tidak terbatasi
kategorisasian yang lebih banyak. Ketika sese- dengan apa yang hanya dipikirkannya. Dengan
orang mindless dalam berkomunikasi, ia akan kata lain, seseorang yang mindful juga
cenderung menggunakan broad categories seperti mempertimbangkan apa yang dipikirkan oleh
yang disebutkan di atas. Sebaliknya, ketika orang yang dihadapinya dalam berkomunikasi.
seseorang mindful dalam berkomunikasi, ia akan Mengakui keberagaman perspektif di-
mampu membuat kategori-kategori baru yang antara orang-orang yang berkomunikasi berarti
lebih spesifik dan lebih personal. Semakin ber- mengakui bahwa orang-orang tersebut meng-
variasinya kategori yang digunakan, maka akan gunakan perspektifnya masing-masing untuk
semakin spesifik informasi yang digunakan menginterpretasi pesan yang dipertukarkan
untuk membuat prediksi-prediksi. dalam komunikasi. Ketika seseorang mindless,
Terbuka terhadap informasi baru juga ia berasumsi bahwa setiap orang memiliki per-
dibutuhkan untuk menjadi mindful dalam ber- spektif yang sama dengan dirinya. Hanya
komunikasi, khususnya komunikasi antarbu- orang-orang yang mindful terhadap proses
daya. Seseorang yang mindless akan cenderung komunikasi yang dapat menentukan bahwa
menilai sesuatu berdasarkan hal yang sama yang interpretasinya dengan interpretasi orang lain
pernah ia alami sebelumnya. Jika seseorang se- sangat mungkin berbeda terhadap sebuah pesan
cara sadar terbuka terhadap informasi yang yang sama.
baru, ia dapat menyadari perbedaan-perbedaan Jandt (dalam Rahardjo (ed.), 2005: 72)
yang sebenarnya sulit dilihat antara perilakunya menyebutkan bahwa dalam perspektif komuni-
dengan perilaku orang yang dihadapinya, mes- kasi, komunikasi antarbudaya yang mindful mem-
kipun dalam situasi yang sama yang pernah di- butuhkan empat kecakapan, yaitu: kekuatan
alaminya sebelumnya. kepribadian, kecakapan-kecakapan komunikasi,
Terbuka terhadap informasi baru ber- penyesuaian psikologis, dan kesadaran budaya.
arti fokus pada proses komunikasi yang terjadi, Sifat kepribadian yang mempengaruhi
bukan pada outcome dari interaksi. Ketika sese- komunikasi antarbudaya adalah self-concept
orang hanya berfokus pada outcome, ia pun akan (konsep diri), self-disclosure (pengungkapan diri),
kesulitan menyadari dan memahami isyarat-isya- self-monitoring (pengawasan diri), dan social relax-
rat tertentu sehingga mengakibatkan kesalah- ation (relaksasi sosial). Konsep diri merujuk
pahaman. Berfokus pada proses komunikasi pada bagaimana seseorang memahami dirinya
membuat seseorang menjadi mindful akan sendiri. Sedangkan pengungkapan diri merujuk
perilakunya dan memperhatikan situasi di mana pada keinginan individu-individu untuk secara
ia berkomunikasi (Langer, dalam Gudykunst, terbuka mengungkapkan informasi tentang di-

Vol. 7, No. 2, Okober 2014


83
rinya kepada orang lain. Pemantauan diri me- Akan bertemu dan tinggal bersama se-
rujuk pada penggunaan informasi guna me- lama satu bulan dengan orang asing yang ber-
ngontrol dan melakukan modifikasi terhadap beda budaya menjadi hal yang sebelumnya tidak
presentasi diri dan perilaku ekspresif. Relaksasi pernah terbayangkan oleh para peserta IPCCP.
sosial merupakan kemampuan untuk mengu- Menjadi peserta IPCCP bagi mereka bukanlah
rangi tingkat kecemasan dalam berkomunikasi. sekadar mengikuti program bilateral kerjasama
Kecakapan-kecakapan komunikasi dua negara, tetapi juga mengalami secara lang-
antarbudaya mensyaratkan kecakapan-kecaka- sung budaya yang sangat jauh berbeda. Berda-
pan yang berkaitan dengan pesan, keluwesan sarkan wawancara mendalam yang telah dila-
berperilaku, manajemen interaksi, dan kecaka- kukan, beberapa peserta menyatakan bahwa
pan-kecakapan sosial. Individu-individu perlu mereka sama sekali belum mengetahui berbagai
memiliki kompetensi dalam perilaku verbal hal tentang masing-masing negara, baik dari segi
maupun non-verbal. budaya, masyarakat, dan sebagainya. Peserta In-
Kecakapan-kecakapan yang berkaitan donesia belum pernah mengetahui tentang
dengan pesan merujuk pada kemampuan untuk Polandia, demikian juga peserta Polandia belum
memahami dan menggunakan bahasa serta pernah mengetahui tentang Indonesia. Mereka
memberikan umpan balik. Sedangkan keluwesan juga belum pernah memiliki kontak dengan
berperilaku merujuk pada kemampuan untuk orang-orang dari kedua negara ini.
berperilaku sesuai dengan konteks yang berbe- Para peserta tersebut kemudian ber-
da-beda. Manajemen interaksi adalah bagaimana upaya untuk mencari informasi baik mengenai
mengelola aspek-aspek prosedural dari suatu Indonesia maupun Polandia. Hal tersebut me-
percakapan, misalnya kemampuan untuk me- reka lakukan untuk mendapatkan gambaran me-
mulai suatu percakapan. Manajemen interaksi ngenai dua negara beserta budaya dan masya-
memberi penekanan pada kemampuan untuk rakatnya. Sebagian besar peserta mencari infor-
berorientasi kepada orang lain dalam suatu per- masi tentang dua negara tersebut melalui inter-
cakapan, seperti memberi perhatian penuh dan net. Beberapa dari mereka juga mendapatkan
bersikap responsif. Kecakapan-kecakapan so- informasi dari orang –orang dekat. Informasi
sial tampak dalam bentuk rasa empati dan yang mereka dapatkan cukup membuat mereka
pemeliharaan identitas. Empati adalah kemam- bersemangat untuk datang ke Indonesia. Akan
puan untuk berpikir dan merasakan sama seperti tetapi, juga memunculkan anxiety pada diri
orang lain. Sedangkan pemeliharaan identitas mereka, bahkan stereotip dan prasangka.
adalah kemampuan untuk memelihara identitas Beberapa peserta Polandia menemukan
mitra interaksi dengan mengkomunikasikan informasi bahwa Indonesia adalah negara Mus-
kembali pemahaman yang akurat tentang lim terbesar. Informasi tersebut seketika mem-
identitas orang tersebut. buat mereka memiliki stereotip bahwa Indone-
Supaya memiliki kompetensi dalam ko- sia sama seperti negara-negara Islam di Timur
munikasi antarbudaya, maka individu-individu Tengah yang peraturannya cenderung kaku. Hal
harus memahami kebiasaan-kebiasaan sosial tersebut kemudian memunculkan anxiety pada
dan sistem-sistem sosial dari mitra interaksi. diri mereka bahwa mereka harus menaati pera-
Memahami bagaimana orang berpikir dan ber- turan-peraturan tertentu dan takut jika berpe-
perilaku merupakan sesuatu yang esensial un- rilaku yang tidak sesuai dengan peraturan-
tuk berkomunikasi antarbudaya secara efektif. peraturan tersebut.
Menurut Stephan & Stephan (dalam
B. Upaya-upaya Peserta IPCCP Gudykunst & Kim, 1997: 39), salah satu hal
untuk secara Mengelola yang mempengaruhi munculnya anxiety adalah
pengetahuan antarkelompok. Pengetahuan
dan

Jurnal Komunikasi PROFETIK


84
antarkelompok yang rendah atau sedikit dapat upaya yang mereka lakukan dapat dikelompok-
memunculkan dan meningkatkan anxiety pada kan menjadi lima hal, yaitu mewujudkan moti-
diri seseorang. Hal tersebutlah yang terjadi pada vasi-motivasi, mengungkapkan diri, memahami
Sylwia dan Ewa. Pengetahuan yang mereka mi- perbedaan, menemukan persamaan, dan mem-
liki tentang Indonesia hanya berdasarkan infor- bangun kedekatan personal.
masi yang sangat sedikit, bahwa Indonesia
adalah negara Muslim terbesar. Mereka tidak 1. Mewujudkan Motivasi-Motivasi
menemukan lebih banyak informasi bahwa mes- Upaya mewujudkan motivasi-motivasi
kipun negara Muslim terbesar, Indonesia juga berkaitan dengan kategori motivation to interact
ditinggali oleh pemeluk agama-agama lain, serta (motivasi untuk berinteraksi) yang terdiri dari
terdiri dari beragam suku dan etnis. aksioma-aksioma need for predictability (kebutuhan
Salah satu peserta Indonesia memiliki terhadap prediktabilitas), need for group inclusion
expectation (dugaan) bahwa orang-orang Polan- (kebutuhan untuk tergabung dalam kelompok),
dia memiliki karakter yang sama seperti orang- dan need to sustain self-concept (kebutuhan untuk
orang Eropa Timur, yaitu cuek, kaku, dan tidak mempertahankan konsep diri). Peserta IPCCP
ramah. Padahal Polandia tidak terletak di Eropa memiliki motivasi yang besar untuk mengetahui
Timur, melainkan di Eropa Tengah (Rudziñski, tentang berbagai hal baik tentang budaya mau-
2012: 8). Perkiraan tersebut merupakan broad pun tentang hal-hal personal. Motivasi tersebut
categories yang didasarkan pada prasangka bahwa mendorong mereka untuk berkomunikasi satu
orang-orang Polandia sama dengan orang- sama lain agar memperoleh informasi dan pe-
orang Yugoslavia. Broad categories tesebut meru- ngetahuan yang mereka ingin ketahui. Informasi
pakan salah satu ciri komunikasi yang mindless, dan pengetahuan tersebut mereka butuhkan
di mana seseorang dinilai berdasarkan kategori untuk dapat memprediksi sikap dan perilaku
yang terlalu luas. satu sama lain.
Prasangka merupakan dugaan subjektif Motivasi untuk ingin saling mengetahui
terhadap suatu kelompok yang tidak didasarkan budaya masing-masing negara membuat peserta
pada pengalaman nyata. Prasangka terhadap IPCCP saling membutuhkan untuk berbagi in-
orang-orang Polandia tersebut disebabkan ka- formasi dan pengetahuan. Peserta Indonesia
rena peserta Indonesia tersebut belum pernah membutuhkan informasi dan pengetahuan ten-
bertemu dengan orang Polandia, sehingga ia ti- tang budaya Polandia dari peserta Polandia, be-
dak memiliki pengalaman berinteraksi langsung gitupun sebaliknya. Hal tersebut memunculkan
dengan mereka. Ia pun menuturkan bahwa ia ti- interaksi timbal balik diantara peserta IPCCP.
dak tahu menahu tentang Polandia. Hal tersebut Hal tersebut sesuai dengan aksioma interdepen-
memperbesar kemungkinan bahwa prasangka- dence with strangers (saling ketergantungan dengan
nya tentang orang-orang Polandia tidaklah tepat. orang asing), di mana peserta IPCCP saling
Upaya-upaya yang dilakukan oleh peser- membutuhkan satu sama lain untuk berbagi
ta IPCCP berkaitan dengan 21 penyebab mun- informasi dan pengetahuan.
culnya anxiety dan uncertainty yang Gudykunst Terlebih bagi peserta Polandia, mereka
postulasikan dalam AUM Theory. Mereka secara termotivasi agar dapat menyesuaikan perilaku
mindful mengelola anxiety dan uncertainty yang mereka dengan kebiasaan-kebiasaan yang ber-
disebabkan oleh ke21 hal tersebut. Mindfulness laku di Indonesia. Keberhasilan memprediksi
mereka dalam mengelola anxiety dan uncertainty sikap dan perilaku serta penyesuaian terhadap
terlihat berdasarkan sikap dan perilaku mereka budaya host culture sangat membantu peserta
yang sesuai dengan tiga karakteristik mindfulness untuk mengelola anxiety dan uncertainty. Sikap ter-
dari Langer dan empat kecakapan komunikasi sebut sesuai dengan aksioma respect for strangers
antarbudaya yang mindful dari Jandt. Upaya- (menghormati orang asing). Sebaliknya, peserta

Vol. 7, No. 2, Okober 2014


85
Indonesia juga tidak segan untuk memberikan reka memenuhi salah satu kecakapan komuni-
arahan-arahan agar peserta Polandia berperilaku kasi antarbudaya yang mindful, yaitu manajemen
sesuai dengan kebiasaan di Indonesia. Hal ter- interaksi. Melalui manajemen interaksi yang baik,
sebut sesuai dengan aksioma in-group power mereka menjadi mindful dalam berkomunikasi
(kekuatan/ kekuasaan kelompok). karena mereka dapat terbuka terhadap infor-
Dalam hal ini, peserta IPCCP memiliki masi baru (being open to new information) dan sadar
beberapa kecakapan berkomunikasi antarbuda- akan adanya beragam perspektif (being aware of
ya yang mindful yang dikemukakan oleh Jandt, more than one perspectives). Kedua hal tersebut
yaitu kesadaran budaya dan kecakapan komu- merupakan karakteristik mindfulness.
nikasi yang berkaitan dengan pesan. Mereka
juga memenuhi karakteristik mindfulness yang di- 3. Memahami Perbedaan
kemukakan oleh Langer, yaitu creating new catego- Berbagai macam perbedaan budaya di-
ries (membuat kategori-kategori baru) dan be- antara peserta Indonesia dan Polandia meru-
ing aware of more than one perspectives (sadar akan pakan hal yang paling sering memunculkan anxi-
adanya beragam perspektif). ety dan uncertainty pada diri mereka. Namun hal
tersebut tidak menghambat komunikasi dian-
2. Mengungkapkan Diri tara mereka dikarenakan mereka memiliki ke-
Pengungkapan diri merupakan upaya sadaran budaya yang tinggi bahwa budaya yang
peserta IPCCP untuk saling mengenal satu sama satu sangat berbeda dengan budaya-budaya
lain secara lebih dekat. Pengungkapan diri me- yang lain. Kesadaran budaya tersebut merupa-
rupakan salah satu bentuk kekuatan kepribadian kan salah satu kecakapan komunikasi antarbu-
yang merupakan salah satu kecakapan komuni- daya yang mindful. Dengan memiliki kesadaran
kasi antarbudaya yang mindful. Melalui pengung- budaya yang tinggi, peserta IPCCP dapat ber-
kapan diri, para peserta menjadi saling menge- sikap secara mindful dalam mengelola anxiety
tahui identitas satu sama lain, baik identitas so- dan uncertainty yang disebabkan oleh perbedaan-
sial maupun identitas personal. Upaya untuk perbedaan tersebut. Sikap mereka sesuai
mengungkapkan identitas sosial dan identitas dengan karakteristik mindfulness, yaitu being open
personal ini sesuai dengan aksioma social identi- to new information dan being aware of more than one
ties (identitas sosial) dan personal identities perspectives.
(identitas personal) dalam AUM Theory yang
merupakan bagian dari kategori self-concept. Self- 4. Menemukan Persamaan
concept atau konsep diri yang kuat merupakan Selain menemukan berbagai macam
modal yang penting bagi seseorang untuk dapat perbedaan, peserta IPCCP juga menemukan
berkomunikasi antarbudaya secara mindful. persamaan-persamaan diantara satu sama lain.
Selain memiliki social identities dan personal identi- Persamaan-persamaan yang mereka temukan
ties yang kuat, peserta IPCCP juga memiliki col- cenderung merupakan hal-hal yang bersifat per-
lective self-esteem (kebanggaan kolektif) yang kuat. sonal. Penemuan persamaan yang bersifat per-
Self-esteem yang kuat akan mengurangi anxiety sonal tersebut membuat mereka dapat secara
dan meningkatkan kemampuan memprediksi mindful memprediksi sikap dan perilaku satu
perilaku orang asing. sama lain secara lebih spesifik karena didasarkan
Dalam menghadapi social identities dan pada identitas personal. Kemampuan tersebut
personal identities yang berbeda antara peserta sesuai dengan salah satu karakteristik mindful-
Indonesia dengan peserta Polandia, peserta ness, yaitu creating new categories. Ditemukannya
IPCCP memberikan perhatian penuh dan res- persamaan-persamaan yang bersifat personal
pon yang baik atas pengungkapan diri setiap tersebut dikarenakan peserta IPCCP bersedia
peserta. Hal tersebut menunjukkan bahwa me- untuk saling mengungkapkan diri, yang mana

Jurnal Komunikasi PROFETIK


86
hal tersebut merupakan salah satu kecakapan waktu untuk berkomunikasi menambah penge-
berkomunikasi antarbudaya yang mindful. tahuan tentang satu sama lain, sehingga mereka
Baik pemahaman terhadap perbedaan semakin dapat mengelola anxiety dan uncertainty.
maupun penemuan persamaan yang bersifat Kedekatan personal diantara beberapa
personal tersebut sesuai dengan aksioma- peserta IPCCP juga disebabkan oleh ketertari-
aksioma yang tergabung dalam kategori social kan terhadap karakter dari masing-masing pe-
categorizations of strangers (kategorisasi sosial atas serta yang unik. Ketertarikan ini sesuai dengan
orang asing), yaitu understanding group differences aksioma attraction to strangers (daya tarik terhadap
(memahami perbedaan kelompok) dan perceived orang asing). Ketertarikan tersebut membuat
personal similarities (persamaan-persamaan perso- beberapa peserta sangat sering berkomunikasi
nal yang dirasakan). Dikarenakan mereka mind- dan menemukan kecocokan. Mereka pun sema-
ful dalam berkomunikasi antarbudaya, maka kin dapat mengelola anxiety dan uncertainty. Ke-
mereka dapat dengan sangat baik memahami tika tidak ada ketertarikan diantara beberapa
perbedaan-perbedaan yang ada. Di tengah- peserta IPCCP, mereka menjadi jarang berko-
tengah berbagai macam perbedaan tersebut, munikasi. Akibatnya mereka sulit memprediksi
mereka juga dapat menemukan persamaan-per- makna di balik perilaku satu sama lain.
samaan personal. Pemahaman terhadap perbe- Selain itu, peserta IPCCP juga menjadi
daan juga dipengaruhi oleh adanya positive ex- akrab dikarenakan situasi-situasi yang mengha-
pectations (dugaan-dugaan positif) terhadap satu ruskan mereka bekerjasama, misalnya saat ber-
sama lain. Jika dugaan-dugaan yang dibuat se- main games. Hal tersebut sesuai dengan aksioma
makin positif, maka anxiety dan uncertainty akan cooperative tasks (bekerjasama). Dalam bekerja-
semakin terkelola dengan baik. sama tentunya mereka harus berkomunikasi dan
memahami satu sama lain.
5. Membangun Kedekatan Personal Adanya kedekatan personal memuncul-
Terjalinnya kedekatan personal antara kan empati pada diri peserta IPCCP ketika pe-
peserta Indonesia dengan peserta Polandia me- serta lain menceritakan permasalahannya. Hal ter-
rupakan hal penting yang terjadi diantara me- sebut sesuai dengan aksioma empathy (empati).
reka sebagaimana mereka telah berkomunikasi Bersikap empati juga merupakan salah satu
antarbudaya secara mindful. Meskipun berasal kecakapan komunikasi antarbudaya yang mindful.
dari kebudayaan yang sangat jauh berbeda, akan Meskipun dekat dan akrab sehingga bisa
tetapi dengan adanya motivasi untuk berinte- sering bercanda dan saling mengejek tanpa ter-
raksi, pengungkapan diri, pemahaman terhadap singgung, peserta IPCCP khususnya peserta
perbedaan, dan penemuan persamaan-persa- Indonesia tetap menjaga batas-batas berinterak-
maan, beberapa peserta dapat menjalin kede- si agar tidak sampai membuat sakit hati peserta
katan personal diantara satu sama lain. Polandia, juga agar image peserta Polandia ter-
Kedekatan personal peserta IPCCP ti- hadap Indonesia senantiasa positif. Hal tersebut
daklah seketika terjalin saat pertama mereka sesuai dengan aksioma moral inclusiveness
bertemu. Namun mereka tidak memerlukan (keterlibatan moral) dan maintaining dignity
waktu yang lama untuk bisa akrab satu sama (memelihara martabat).
lain. Hal itu disebabkan karena mereka sangat Meskipun telah mindful dalam berkomu-
sering berkomunikasi. Hal itu sesuai dengan ak- nikasi antarbudaya, terkadang masih ada peserta
sioma quality and quantity of contact (kualitas dan IPCCP yang berperilaku secara auto-pilot. Hal ter-
kuantitas hubungan) dalam AUM Theory. Sema- sebut disebabkan ia sudah merasa terbiasa ber-
kin seringnya mereka berkomunikasi, semakin interaksi dengan peserta lain sehingga ia tidak
banyak hal-hal yang mereka bicarakan, dan se- memiliki kekhawatiran bahwa perilakunya mung-
makin akrablah mereka. Semakin banyaknya kin menyebabkan peserta lain tersinggung.

Vol. 7, No. 2, Okober 2014


87
C. KESIMPULAN khususnya yang bersifat personal, dan memba-
Anxiety dan uncertainty selalu muncul ngun kedekatan personal diantara satu sama
dalam berbagai situasi komunikasi, terutama lain. Melalui kelima upaya yang telah dilakukan
komunikasi antarbudaya. Perbedaan budaya tersebut, para peserta IPCCP dapat berkomu-
diantara para peserta komunikasi meningkatkan nikasi antarbudaya dengan mindful. Terbangun-
kemungkinan munculnya anxiety dan uncertainty nya kedekatan personal diantara mereka meru-
yang jauh lebih besar. Anxiety dan uncertainty ter- pakan salah satu indikator penting bahwa ko-
sebut harus dikelola secara mindful untuk dapat munikasi antarbudaya diantara mereka berlang-
mencapai komunikasi yang efektif. sung secara efektif.
Indonesia-Poland Cross-Cultural Prog-
ram (IPCCP) merupakan salah satu bentuk inte-
DAFTAR PUSTAKA
raksi antarbudaya yang mempertemukan pe-
serta Indonesia dengan peserta Polandia yang Buku:
berlatar belakang budaya berbeda. Perbedaan
budaya memunculkan anxiety dan uncertainty di- DeVito, Joseph A. 1997. Komunikasi
antara mereka. Jika kedua hal tersebut tidak di- Antarmanusia Kuliah Dasar (Agus
kelola dengan baik, komunikasi antarbudaya di- Maulana. Terjemahan). Jakarta: Pro-
antara mereka tentulah tidak akan berjalan fessional Books
dengan lancar. Griffin, Em. 2006. A First Look at Communica-
Untuk mengatasi kedua hambatan ko- tion Theory Sixth Edition. New York:
munikasi antarbudaya tersebut, mereka harus McGraw- Hill
mindful dalam berkomunikasi. Mindfulness adalah
proses di mana seseorang secara sadar menge- Gudykunst, William B. & Young Yun Kim.
lola anxiety dan uncertainty terhadap orang lain 1997. Communicating with Strangers an
untuk mencapai komunikasi efektif (Griffin, Approach to Intercultural Communication
2006: 431). Langer (dalam Gudykunst & Kim, Third Edition. New York: McGraw-
1997: 40) menyatakan bahwa komunikasi yang Hill
mindful adalah apabila orang-orang yang ber- Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian
komunikasi mampu: creating new categories Sosial. Yogyakarta: Erlangga
(membuat kategori-kategori baru), being open to
new information (terbuka terhadap informasi Kriyantono, Rakhmat. 2006. Teknis Praktis
baru), dan being aware of more than one perspectives Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
(sadar akan adanya beragam perspektif ). Selain Liliweri, Alo. 2004. Dasar-Dasar Komunikasi
itu, Jandt (dalam Rahardjo (ed), 2005: 72) me- Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka
nyatakan bahwa untuk menjadi mindful dalam Pelajar
berkomunikasi antarbudaya, orang harus me-
miliki empat kecapakan, yaitu: kekuatan kepri- Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu
badian, kecakapan-kecapakan komunikasi, pe- Pengantar. Bandung: PT Remaja
nyesuaian psikologis, dan kesadaran budaya. Rosdakarya
Para peserta IPCCP telah secara mind-
Pawito. 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif.
ful mengelola anxiety dan uncertainty dengan
Yogyakarta: LkiS
berupaya untuk mewujudkan motivasi-motivasi
menjadi tindakan nyata, melakukan pengung- Rahardjo, Turnomo, (ed). 2005. Menghargai
kapan diri terhadap satu sama lain, memahami Perbedaan Kultural Mindfulness dalam
perbedaan-perbedaan baik personal maupun Komunikasi Antaretnis. Yogyakarta:
kultural, menemukan persamaan-persamaan Pustaka Pelajar

Jurnal Komunikasi PROFETIK


88
Rakhmat, Jalaluddin, (ed). 2009. Psikologi Samovar, Larry A. et al. 2010. Komunikasi
Komunikasi. Bandung: PT Remaja Lintas Budaya (Indri Margaretha
Rosdakarya Sidabalok. Terjemahan). Jakarta:
Salemba Humanika
Rudziñski, Grzegorz. et al. 2012. Poland
National Heritage. Wydawnictwo: Sihabudin, Ahmad, (ed). 2011. Komunikasi
Parma Press Antarbudaya Satu Perspektif
Multidimensi. Jakarta: Bumi Aksara
Samovar, Larry A. & Richard E. Porter.
1991. Communication between Cultures. Internet:
California: Wadsworth Publishing
www.kemlu.go.id, diunduh tanggal 31 Januari
Company
2014, pukul 12:55 WIB

Vol. 7, No. 2, Okober 2014


89

You might also like