Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 19

IMPLEMENTASI PERMENDAGRI N0 52 TAHUN

2014 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN


PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
IMPLEMENTATION OF THE REGULATION OF MINISTRY
HOUSE OF AFFAIRS CONCERNING GUIDANCE ON
ACKNOWLEDGEMENT AND PROTECTION OF INDIGENEOUS
SOCIETY
Jasardi Gunawan
Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Buadaya (IISBUD) Samawa Rea
Email : jasardi467pribadiku@gmail.com
Naskah diterima : 08/02/2018; direvisi : 15/03/2018; disetujui : 27/04/2018

Abstract
Purpose of this research is to analyze implementation of Ministry home of affair regulation
Number 52 Year 2014 Concerning Guidance on Acknowledgement and Protection of
Indigenous Society, study to the existence of Indigenous Society Cek Bocek Selesek Reen
Suri in Sumbawa District, the factor that hampered regulatory and acknowledgement
of Indigenous Society Cek Bocek Selesek Reen Suri in Sumbawa District based on
Ministry home of affair regulation Number 52 Year 2014 and juridical implication
of Ministry home of affair regulation Number 52 Year 2014 and Forestry Ministry
Regulation Number P.26/Menhut-II/2013 to the regulatory of indigenous society
acknowledgement. This research is a normative and empirical study. Approach in this
study are statute approach, conceptual approach, case approach and by collecting data
field. Result of this research are : Ministry home of affair regulation not implemented
yet. The factor that hampered the implementation of Ministry home of affair regulation
Number 52 Year 2014 are Sumbawa district government regulation Number 23 year
2007 concerning traditional institution, The Decree of Sultan Sumbawa, the official
statement of Sumbawa regent, clash between Cek Bocek Selesek Reen Suri indigenous
society with PT.NNT. The juridical implication of conflict of norm between implication
of Ministry home of affair regulation Number 52 Year 2014 and Forestry Ministry
Regulation Number P.26/Menhut-II/2013 are the ambiguity and dualism on norm
that regulate the same issue. That conflict of norm addressed with legal principle that
is lex specialis derogat legi generali. In accordance with this principle then the Forestry
Ministry Regulation Number P.26/Menhut-II/2013 ruled out, and Ministry home of
affair regulation Number 52 Year 2014 void.
Keywords : Implementation; acknowledgement; indigenous society.

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis terkait implementasi Permendagri
No. 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat
Hukum Adat, studi terhadap keberadaan masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Reen
Suri di Kabupaten Sumbawa, Faktor-faktor apa saja yang memperhambat pengaturan
dan pengakuan masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Reen Suri di Kabupaten
Sumbawa berdasarkan Permendagri No. 52 tahun 2014 dan Bagaimana implikasi
Yuridis terhadap pengakuan masyarakat hukum adat yang diatur oleh Permendari
No 52 Tahun 2014 dan Permenhut No. P.62/Menhut-II/2013 terhadap pengaturan
Jasardi Gunawan|Implementasi Permendagri N0 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan...................

pengakuan masyarakat hukum adat. Penelitian ini adalah penelitian normatif dan empiris,
secara normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan
pendekatan kasus, sedangkan secara empiris adalah dengan melihat keadaan langsung
dilapangan atau melihat fakta-fakta lapangan. Penelitian ini menghasilkan bahwa belum
diimplementasikan Permendagri Nomor 52 Tahun 2014, faktor yang menghambat tidak
terimplementasi Permendagri tersebut adalah Perda Kabupaten Sumbawa Nomor 23 Tahun
2007 Tentang Lembaga Adat, Titah Sultan Sumbawa, Pernyataan Resmi Bupati Sumbawa,
Benturan Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Reen Suri dengan PT.NNT dan lain-lain,
implikasi yuridisnya bahwa P.62/Menhut-II/2013 bertentangan dengan permendagri
Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum
Adat, sehingga terjadi ambigu, dualisme hukum yang mengatur hal sama, sehingga asas yang
digunakan adalah asas lex specialis derogat legi generali, maka dalam hal ini permendagri
dinyatakan dapat berlaku sedangkan permenhut dikesampingkan.
Kata kunci: Implementasi, Pengakuan, Masyarakat Hukum Adat

PENDAHULUAN hukum adat diakui keberadaannya


sebagai masyarakat hukum adat, jika; (a)
Indonesia merupakan negara majemuk,
Sepanjang masih hidup, (b) Sesuai dengan
yang terdiri dari berbagai macam suku
perkembangan masyarakat dan, (c) Prinsip
bangsa, baik ras, etnis, agama,. Kesemuanya
Negara Kesatuan Repuklik Indonesia.2
merupakan bagian dari sebuah nilai
Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 telah
keberadaan atas kekayaan bangsa. Sejarah
menyiratkan adanya pengakuan terhadap
panjang bangsa Indonesia, sebelum
masyarakat adat. kemudian di adopsi
lahirnya bangsa Indonesia, keberadaan
dalam berbagai undang-undang, seperti
suku-suku, ras, etnis, masyarakat hukum
halnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960
adat sudah jauh sebelumnya berada seperti
Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
halnya yang dikemukan oleh Hazairin;
Agraria (UUPA), Undang-Undang No.
Masyarakat Hukum Adat seperti di
23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Jawa, Marga di Sumatera Selatan, Nagari
Daerah; UU No. 41 Tahun 1999 Tentang
di Minangkabau, Kuria di Tapanuli,
Kehutanan, Undang-Undang No. 39
Wanua di Sulawesi Selatan, adalah
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,
kesatuan–kesatuan kemasyarakatan yang
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
mempunyai kelengkapan-kelengkapan,
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu
Lingkungan Hidup, Undang-Undang No.
mempunyai kesatuan hukum, kesatuan
27 Tahun 2007 Tentang Wilayah Pesisir
penguasa dan kesatuan lingkungan hidup
dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang
berdasarkan hak bersama atas tanah dan
No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dan
air bagi semua anggotanya.1
Undang-Undang No. 39 Tahun 2014
Tentang Perkebunan dan berapa Undang-
Pengakuan dan perlindungan
undang lainnya.
masyarakat adat, sampai sekarang ini
Di Sumbawa hidup sekelompok
menjadi perdebatan panjang mengenai
masyarakat adat yang hidup secara turun
pola pengakuan dan perlindungannya.
temurun, seperti halnya keberadaan
Yance Arizona mengungkapkan:
masyarakat adat Cek Bocek Selesek Reen
Perumusan pengakuan dalam ketentuan
Suri Desa Lawin, Kecamatan Ropang
tersebut memberikan batasan-batasan
atau persyaratan agar suatu masyarakat 2
. Yance Arizona, Masyarkat adat dalam kontestasi
dalam pembaruan hukum, makalah dalam sosial komu-
nitas adat, Upaya peningkatan efetivitas Permberdayaan
1
Hazairin dalam Soerjono Soekanto, Hukum Adat KAT saat ini dan pengembangan kedepan, diselenggara-
Indonesia, cetakan II, Raja Grafindo Persada, Jakarta, kan oleh perencana pembangunan nasional, Hotel Grand
1983, hlm. 11. Sahid, Jakarta, 2013.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 157


Jurnal IUS | Vol VI | Nomor 1 | April 2018 | hlm, 158~174

Kabupaten Sumbawa. Dimana masyarakat tersebut, ditegaskan bahwa Kepala


adat ini telah hidup secara turun temurun Daerah mempunyai kewenangan untuk
sejak dari tahun 1512 sampai saat ini, menetapkan keberadaan masyarakat
Eksistensi mereka ditunjukkan dengan hukum adat melalui Surat Keputusan
menggunakan bahasa, budaya, pranata Bupati, seperti sebagaimana dijelaskan
adat sendiri yang jauh berbeda dengan dalam pasal 6 ayat (2) Bupati/walikota
bahasa Sumbawa pada umumnya, seperti melakukan penetapan pengakuan
dikenal dengan bahasanya adalah bahasa dan perlindungan masyarakat hukum
“Berco”. Pranata Adat adalah “Parenta adat berdasarkan rekomendasi panitia
Ne Adat”, wilayah Adat adalah wilayah masyarakat hukum adat dengan Surat
Dodo, Selesek Suri, harta peninggalan/ Keputusan Kepala Daerah.
harta benda yang menjadi nilai sejarah Sedangkan Menteri Kehutanan,
komunitas adat Cek Bocek yakni berupa melahirkan Permenhut Nomor 62 /
kekayaan Keris, badik, peti, cangkir, Menhut-II/2013 Tentang Perubahan
Kre Alang, Kre Sesek, dompas, Pedang, Atas Peraturan Menteri Kehutanan
guci, dan lain sebagainya. Ini merupakan Nomor P.44/Menhut-II/2012 Tentang
keturunan kesejerahan dari Dewa Mas Pengukuhan Kawasan Hutan, dimana
Kuning3. Kemudian dilanjutkan sistem dalam Permenhut ini mengatur pengakuan
pemerintahahannya sampai saat ini yang masyarakat adat yang ditetapkan melalui
dipimpin oleh datu Sukanda RHD.4 perda. Komnas HAM RI menyambut
Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut,
Reen Suri berjuang dalam AMAN. Refleksi membentuk Komisioner Nasional Inkuiri
perjuangan masyarakat Adat Cek Bocek Komnas HAM Republik Indonesia, adalah
Selesek Reen Suri bersama AMAN adalah mekanisme penyelesaian konflik hak
memohonkan uji materi UU No. 41 Tahun masyarakat hukum adat atas wilayah di
1999 Tentang Kehutanan di Mahkamah dalam kawasan hutan. Terkait dengan
Konstitusi RI, adapun pasal yang diuji keberadaan masyarakat adat Cek Bocek
oleh AMAN adalah pasal 1 angka 6 Selesek Reen Suri, adalah memenuhi
yaitu; Hutan Adat adalah hutan negara syarat sesuai dengan apa yang menjadi
yang berada dalam wilayah masyarakat isi dari permendagri tersebut. Namun
hukum adat, namun setelah Mahkamah yang menjadi persoalan sampai saat
Konstitusi memutuskan perkara tersebut ini permendagri tersebut belum dapat
pada pasal 1 angka 6 tersebut, telah dilaksanakan oleh kepala Daerah
berubah bunyi menjadi; hutan Adat Sumbawa. Di tempat lain, pengakuan
adalah hutan yang berada dalam wilayah dan perlindungan masyarakat adat sudah
masyarakat hukum adat. Putusan MK dilakukan oleh kepala daerah. Pengakuan
N0.35/PUU-X/2012 Tentang Hutan Adat yang diberikan oleh kepala daerah
tidak lagi hutan Negara.5 Tindak lanjut merupakan upaya untuk perlindungan
keputusan MK tersebut, Menteri Dalam pemenuhan apa yang menjadi hak-hak
Negeri mengeluarkan Permendagri No. 52 masyarakat adat itu sendiri, seperti
Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan halnya SK Bupati Lebak di Banten atas
dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat keberadaan kesepuhan Cisitu, Perda
Hukum Adat. Dalam Permendagri Malinau di Kabupaten Kampar, Perda
hak ulayat di Papua, dan beberapa daerah
3
Lalu Manca, Sumbawa Pada Masa lalu (suatu tin- lainnya.
jaun sejarah) Cetakan I, Rinta Surabaya, 1984, hlm. 23.
4
Buku RTRWA Cek Bocek, Press AMAN, hlm. 24.
Di Kabupaten Sumbawa, kenapa sulit
5
Putusan MK No 35/PUU-X/2012, Tentang Hutan mendapatkan pengakuan oleh Pemerintah
Adat Bukan Lagi Hutan Negara, Amar Putusan MK Daerah terhadap keberadaan masyarakat
Pada Tanggal 16 Mei 2013.

158 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


Jasardi Gunawan|Implementasi Permendagri N0 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan...................

adat, padahal dipertegaskan oleh Peraturan adat Cek Bocek atau kelompok-kelompok
Permendagri No. 52 Tahun 2014, seorang adat lain yang dimaksud.6
Kepala Daerah harus melaksanakan Merujuk pada Permendagri No. 52
perintah dari Menteri Dalam Negeri. tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan
Permendagri ini bertujuan untuk dan Perlindungan Hukum Adat. Prasyarat
membuka pintu kepada kepala daerah keberadaan masyarakat Adat Cek Bocek
sebagai pedoman untuk mengidentifikasi Selesek Reen Suri sudah terpenuhi, seperti
dan verifikasi keberadaan masyarakat dikemukakan dalam pasal 5 ayat (2)
adat. Apa yang ingin dilihat oleh permendagri tersebut bahwa keberadaan
Peneliti dalam konteks Permendagri ini, masyarakat hukum adat memenuhi;
apakah permendagri ini sudah dapat (a) Sejarah Masyarakat Hukum Adat,
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (b) Wilayah Adat, (c) Hukum Adat,
Kabupaten Sumbawa, dalam memberikan (d) Harta kekayaan dan/atau benda-
perlindungan dan pengakuan masyarakat benda adat, dan (d) Kelembagaan/sistem
adat Cek Bocek Selesek Reen Suri. Bupati pemerintahan adat. Masyarakat adat Cek
Sumbawa, masih menempatkan posisi Bocek Selesek Reen Suri beberapa kali
masyarakat adat Cek Bocek Selesek Reen meminta pengakuan ke Pemda Sumbawa
Suri dipandang pada umumnya adalah untuk mendapatkan legitimasi yang kuat
sama di Kabupaten Sumbawa, bahwa atas keberadaanya.
tidak ada nama masyarakat adat atau Berangkat dari hal di atas, selain
yang mengelompokkan diri selain dari pengakuan dan perlindungan masyarakat
masyarakat yang dipimpin oleh Sultan hukum adat yang diatur oleh Permendagri
Sumbawa lewat Lembaga Adat Tana No. 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Samawa (LATS). Masyarakat adat Cek Pengakuan dan Pelindungan Masyarakat
Bocek Selesek Reen Suri merupakan Hukum Adat, juga diatur oleh Permenhut
masyarakat adat yang muncul belakangan. Nomor 62/Menhut-II/2013, bahwa
Hal ini disebakan oleh kebijakan pengukuhan masyarakat adat diatur
Pemerintah Daerah Sumbawa, yang melalui Perda, dua produk hukum
tidak mau memberikan penghormatan, ini ingin dilihat seperti apa implikasi
perlindungan, pengakuan terhadap yuridisnya karena sifatnya mengatur hal
keberadaan masyarakat adat Cek Bocek, yang sama, sehingga terjadi konflik norma.
karena pemerintah Sumbawa berpedoman Berdasarkan latar belakang tersebut
kepada kesultanan Sumbawa, Lembaga diatas, maka permasalahan dalam tulisan
Adat Tana Samawa (LATS) yang ini adalah; pertama, Apakah Permendagri
wilayahnya mencakup seluruh wilayah No. 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Sumbawa, yakni Sumbawa dan Sumbawa Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat
Barat. Sehingga pemilik sah wilayah Hukum Adat sudah dijalankan di
Sumbawa dari Terano sampai Sekongkang kabupaten Sumbawa; kedua, Faktor-faktor
serta hanya berada atau berpatokan ada apa saja yang memperhambat pengakuan
dan tidaknya masyarakat hukum adat dan perlindungan masyarakat adat Cek
di Sumbawa itu berdasarkan pada titah Bocek Selesek Reen Suri di Kabupaten
Sultan Sumbawa, yakni Sultan Kaharuddin Sumbawa berdasarkan Permendagri No.
IV. Serta Peraturan Daerah Kabupaten 52 Tahun 2014; dan ketiga, Bagaimana
Sumbawa Nomor 23 Tahun 2007 implikasi yuridis terhadap pengakuan
Tentang Lembaga Adat, yang hanya satu
6
Febriyan Anindita.” Masyarakat Hukum Adat Cek
masyarakat di Sumbawa yakni masyarakat Bocek Terhempas Kebijakan Pemda Sumbawa”.,Makalah
“Tau Tana Samawa”, bukan masyarakat yang disampaikan pada seminar sehari Rangkaian Rak-
erda I AMAN Daerah Sumbawa di Sumbawa Besar, Ma-
ret 2010.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 159


Jurnal IUS | Vol VI | Nomor 1 | April 2018 | hlm, 160~174

dan perlindungan masyarakat hukum melihat gambaran umum masyarakat adat


adat yang diatur oleh Permendari No. 52 Cek Bocek Selesek Reen Suri. Masyarakat
Tahun 2014 dan Permenhut No. P.62/ Adat Cek Bocek Selesek Reen Suri, adalah
Menhut-II/2013 terhadap pengakuan dan kelompok masyarakat adat yang hidup
perlindungan masyarakat hukum adat. secara asal usul turun temurun, yang
Jenis Penelitian ini adalah termasuk hidup diatas geografis tertentu yang diatur
jenis penelitian hukum normatif dan oleh pola hidup berdasarkan adat istiadat
empiris. Penelitian hukum normatif sendiri.
dengan menggunakan pendekatan Secara geografi, masyarakat adat yang
perundang-undangan, yakni memandang induk pemerintahan adatnya berdomisili
hukum bukan saja sebagai perangkat di Desa Lawin yang dipimpin oleh kepala
kaidah yang bersifat norma atau apa Pemerintahan Adat yakni Dato Sukanda
yang tertuang dalam teks peraturan sebagai kepala Suku Adat, dengan jumlah
perundang-undangan (law in books) Kepala Keluarga kelompok komunitas adat,
tetapi juga konsep-konsep hukum atau 200-300 KK. Adapun sistem kepercayaan
pandangan para ahli hukum tentang ada ritual-ritual adat, agama adalah Islam,
hukum. Sedangkan penelitian hukum dan bahasa mereka adalah “Berco” dan
empiris adalah melihat langsung pada mata pencaharian adalah bertani, beternak
fakta-fakta lapangan terhadap objek yang dan berladang serta sistem pertanian,
diamati. Kegiatan yang dilakukan dalam sangat menggantungkan hidup dengan
peneletian ini adalah meneliti bekerjanya hutan yaitu memproduksi gula merah “
Permendagri No. 52 Tahun 2014 Tentang Bajalid”, dan hasil kopi, madu, gaharu,
Pedoman Pengakuan dan Perlindungan dan lain-lain sebagainya. Kesatuan hidup
Masyarakat Hukum Adat, di Kabupaten masyarakat adat Cek Bocek Selesek Reen
Sumbawa, serta menganalisis Permehut Suri, telah membuktikan diri dengan
No. 62/Menhut-II/2013, terhadap kesejarahan mereka dari sejak turun
pengakuan dan perlindungan masyarakat temuru dari tahun 1512 Pemerintahan
hukum adat. pendekatan yang digunakan Dewa Awan Mas Kuning sampai ke Dato
adalah pendekatan perundang-undangan Sukanda RHD.
(statute approach ). pendekatan konsep Secara geografis tinggal dipegunungan
(konseptual approach), dan pendekatan Sumbawa bagian selatan. Masyarakat Adat
kasus (Case Approach). Cek Bocek Selesek Reen Suri merupakan
satuan komunitas adat dari Suku Berco.
PEMBAHASAN
Secara geografis terletak antara 117◦ 18’
Implementasi Permendagri No. 52 Ta- Bujur Timur s/d 117◦30’ Bujur Timur
hun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan dan antara 8◦ 52’ Lintang Selatan s/d 9◦
Dan Perlindungan Masyarakat Hukum 04’ Lintang Selatan:
Adat Hukum Adat Di Kabupaten Sum-
bawa Sebelah utara berada pada wilayah hulu
Daerah Aliran Sungai Lang Remung,
Adapun kewenangan Kepala Daerah
sebelah selatan berbatasan dengan
Sumbawa untuk memberikan pengakuan
Samudera Indonesia. Sebelah barat
dan perlindungan Masyarakat Adat Cek
melintasi wilayah hulu Daerah Aliran
Bocek Selesek Reen Suri, Berdasarkan
Sungai Babar, Daerah Aliran Sungai
Permendagri No. 52 Tahun 2014. Dalam
Lampit dan Daerah Aliran Sungai Presa.
memberikan pengakuan dan perlindungan
Sebelah timur melintasi sungai Sengane.
masyarakat hukum adat di Kabupaten
Wilayah Adat Cek Bocek Selesek Rensuri
Sumbawa, terlebih dahulu kita akan
(Suku Berco) terletak dibagian tengah

160 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


Jasardi Gunawan|Implementasi Permendagri N0 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan...................

ke arah selatan dari wilayah Kabupaten proses perdagangan antar komunitas dan
Sumbawa dengan luasnya sebesar mengkoordinir komunitas lebah yang ada
28.975,74 Ha (289 km2) atau sekitar di Lunyuk. 3. Sury Semprok, adalah orang
3.46 % dari luas Kabupaten Sumbawa yang bertugas mengurus wilayah adat Sury.
837.403,18 Ha.7 4. Panyeberu, yang mengurus wilayah adat
Beru, 5. Riang Penggawa Adat merupakan
Adapun struktur adat yang masih keamanan komunitas adat, 6. Tabib Adat
dipakai hingga saat ini dengan komposisi adalah berfungsi sebagai pengobatan
pemerintahan sebagai berikut: penyakit, 7. Logat Adat merupakan
Lihat pada struktur seperti tergambar berfungsi untuk menjaga, melindungi dari
dibawah ini; gangguan mahluk halus atau kekuatan
Struktur Adat Cek Bocek Reen Sury gaib. 8. Galo Adat berfungsi sebagai
penjagaan kawasan hutan, 9. Pangkeang
Paramuk Adat berfungsi sebagai peñata
rias dalam acara adat, 10. Satu Ma’ini
dipercayakan sebagai pemberi berkah
pada tanaman dan hasil bumi masyarakat
adat, 11. Juru Tulis Adat berfungsi sebagai
pencatatan dalam bentuk tulisan seperti
pada acara perkawinan, acara sedekah
sekat dan kegiatan adat yang lainnya,
12. Juru Putar bertugas dan bertindak
sebagai pemberitaan dan pemberitahuan
secara lisan kepada masyarakat dalam
acara dan kegiatan adat, 13. Rabasa/
Rabasan berfungsi sebagai orang yang
menyampaikan pesan dalam acara
dan kegiatan adat secara terperinci di
Sumber ; Lembar Adat Cek Bocek Selesek dalam masing-masing keluarga adat,
Reen Suri8 14. Pedangan/Parenti berfungsi sebagai
Kelembagaan Adat merupakan bentuk pemegang kontrol sekaligus pengarahan
perangkat kerja adat yang berjalan di dalam acara dan kegiatan adat, 15. Benang
dalam komunitas Cek Bocek Selesek Reen Rameng berfungsi untuk membantu
Suri, sedangkan peran masing-masing melengkapkan segala pekerjaan dan
perangkat adat adalah sebagai berikut: kebutuhan serta perlengkapan logat
Kepala Suku/Adat adalah pemangku adat. 16. Tau Kaloso Adat merupakan
Adat yang diwariskan dari keturunannya pemuda adat yang bertugas membantu
dalam memimpin komunitas; 1. Menteri dalam acara dan kegiatan adat, 17. Bengko
Teme’ Dodo, bertugas sebagai penghubung Adat, merupakan dewan pertimbangan
komunitas Lebangkar dengan komunitas pemutusan perkara adat, 18. Majelis
lainnya yang masih mempunyi garis Adat, merupakan lembaga peradilan yang
keturunan atau kekerabatan, baik secara memutuskan perkara.
sosial dan budaya yang menjadi ketetapan Sedangkan bentuk ritual adat
hukum adat. 2. Kanaruan Lebah, Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek
mengepalai tata pemerintah adat dalam Reen Suri; 1. Jango Kubur Leluhur
7
Febriyan Aninidita, Masyarakar Adat Cek Bocek Se-
(ziarah ke makam leluhur) pada awal-
lesek Reen Suri, Tak Diakui, Dirampok, Terancam, Lapo- awal bulan syawal, ritual ini dijalankan
ran Sayogyo Institute, 2014, hlm. 42. dan diikuti oleh seluruh komunitas
8
Lembar Adat Cek Bocek Selesek Reen Suri, 2015

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 161


Jurnal IUS | Vol VI | Nomor 1 | April 2018 | hlm, 162~174

masyarakat Cek Bocek sebagai suatu Adat, oleh Kepala Daerah Sumbawa
penghormatan terhadap para leluhur mengacu pada Permendagri, mengenai
yang telah mewariskan segala ilmu dan tata cara atau mekanisme pengakuan
wilayah adat yang subur. 2. Eneng Uran dan perlindungan masyarakat hukum
(Ritual memanggil hujan) pada saat-saat adat, sebelumnya kita melihat apa yang
menjelang musim tanam padi sekitar awal menjadi acuan Permendagri, baik dari
bulan desember. Jika hujan yang ditunggu- pengertian masyarakat adat, wilayah adat,
tunggu tidak kunjung datang, maka dan hukum adat. Seperti dijelaskan dalam
masyarakat melakukan ritual memanggil ketentuan umum bab I Permendagri pada
hujan. 3. Nabar (tulak bala), nabar adalah pasal 1 menyatakan, dalam Peraturan
ritual yang dilakukan untuk menangkal Menteri ini yang dimaksud dengan:
musibah, khususnya dari hal-hal yang 1). Masyarakat Hukum Adat adalah
bersifat gaib.. 4. Barajak nganyang (main Warga Negara Indonesia yang memiliki
asu). Pada masa lampau, ritual ini biasa karakteristik khas, hidup berkelompok
dilakukan oleh warga komunitas adat pada secara harmonis sesuai hukum adatnya,
minggu-minggu menjelang tutup tahun memiliki ikatan pada asal usul leluhur
sebagai acara hiburan dan olah raga untuk dan atau kesamaan tempat tinggal,
mempererat kekerabatan dikalangan terdapat hubungan yang kuat dengan
warga komunitas adat. tanah dan lingkungan hidup, serta adanya
Dan Harta Benda., Adapun harta sistem nilai yang menentukan pranata
benda masyarakat adat Cek Bocek Selesek ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum
Reen Suri, berupa keris, Badi, Golok, Kain dan memanfaatkan satu wilayah tertentu
Tenun Kedatuan, Peti, Guci dan Kre sesek. secara turun temurun. 2). Wilayah Adat
adalah tanah adat yang berupa tanah, air,
Berbicara Wilayah Adat, Wilayah adat dan atau perairan beserta sumber daya
meliputi wilayah Dodo, Selesek, Suri, alam yang ada di atasnya dengan batas-
berjumlah 28.000 Ha merupakan hasil batas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan dan
pemetaan partisipatif; dilestarikan secara turun-temurun dan
secara berkelanjutan untuk memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat yang
diperoleh melalui pewarisan dari leluhur
mereka atau gugatan kepemilikan berupa
tanah ulayat atau hutan adat. 3). Hukum
Adat adalah seperangkat norma atau
aturan, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis, yang hidup dan berlaku untuk
mengatur tingkah laku manusia yang
bersumber pada nilai budaya bangsa
Indonesia, yang diwariskan secara turun
temurun, yang senantiasa ditaati dan
dihormati untuk keadilan dan ketertiban
masyarakat, dan mempunyai akibat
hukum atau sanksi. 4). Satuan Kerja
Sumber; Tata Ruang Wilayah Adat Cek Perangkat Daerah yang selanjutnya
Bocek, 2010. disingkat SKPD adalah perangkat daerah
Berpedoman Pada Permendagri No. yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
52 Tahun 2014 Tentang Pengakuan urusan pemerintahan di daerah.
Dan Perlindungan Masyarakat Hukum

162 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


Jasardi Gunawan|Implementasi Permendagri N0 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan...................

Seperti dalam Pasal 3 ayat (1) dalam identifikasi sebagaimana dimaksud pada
melakukan pengakuan dan perlindungan ayat (2) dilakukan verifikasi danvalidasi
masyarakat hukum adat, bupati/walikota oleh Panitia Masyarakat Hukum Adat
membentuk Panitia Masyarakat Hukum kabupaten/kota. (4) Hasil verifikasi dan
Adat kabupaten/kota. Kemudian setelah validasi sebagaimana dimaksud pada
terbentuk panitia, maka panita tersebut ayat (3), diumumkan kepada Masyarakat
yang akan lebih berperan aktif untuk Hukum Adat setempat dalam waktu 1
bekerja dilapangan. Dalam hal ini yang (satu) bulan.
paling lebih dominan bekerja adalah Sedangkan dalam Pasal 6 menyebutkan;
pihak kecamatan yang diketuai oleh (1) Panitia Masyarakat Hukum Adat
Sekda, kerena yang paling dekat dengan kabupaten/kota menyampaikan
wilayah administrasi desa dimana tempat rekomendasi kepada Bupati/Walikota
keberadaan masyarakat adat itu sendiri. berdasarkan hasil verifikasi dan validasi
Kemudian dilanjutkan dengan membentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
struktur organisasi Panitia Masyarakat ayat (4). (2) Bupati/walikota melakukan
Hukum Adat sebagaimana dimaksud pada penetapan pengakuan dan perlindungan
ayat (1), terdiri atas: a. Sekretaris Daerah masyarakat hukum adat berdasarkan
kabupaten/kota sebagai ketua; b. Kepala rekomendasi Panitia Masyarakat
SKPD yang membidangi pemberdayaan Hukum Adat dengan Keputusan Kepala
masyarakat sebagai sekretaris; c. Kepala Daerah,(3) Dalam hal masyarakat
Bagian Hukum sekretariat kabupaten/ hukum adat berada di 2 (dua) atau
kota sebagai anggota; d. Camat atau lebih kabupaten/kota, pengakuan dan
sebutan lain sebagai anggota; dan, e. perlindungan masyarakat hukum adat
Kepala SKPD terkait sesuai karakteristik ditetapkan dengan Keputusan Bersama
masyarakat hukum adat sebagai anggota. Kepala Daerah. Pada Bab IV Penyelesaian
Struktur organisasi Panitia Masyarakat Sengketa seperti dijelaskan pada Pasal 7
Hukum Adat Kabupaten/Kota ditetapkan ayat (1) Dalam hal Masyarakat Hukum
dengan Keputusan Bupati/walikota. Adat keberatan terhadap hasil verifikasi
Pada bab III, tahapan pengakuan dan validasi sebagaimana dimaksud dalam
dan perlindungan dijelaskan dalam Pasal 5 ayat (4), maka masyarakat hukum
pasal 4 pengakuan dan perlindungan adat dapat mengajukan keberatan kepada
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Panitia. (2) Panitia melakukan verifikasi
dilakukan melalui tahapan: a. identifikasi dan validasi ulang terhadap keberatan
Masyarakat Hukum Adat; b. verifikasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
dan validasi Masyarakat Hukum Adat; ayat (1). (3) Verifikasi dan validasi ulang
dan c. penetapan Masyarakat Hukum terhadap keberatan masyarakat, hanya
Adat. kemudian pada Pasal 5; (1) Bupati/ dapat dilakukan 1 (satu) kali.
Walikota melalui Camat atau sebutan Pasal 8 ayat (1), dalam hal
lain melakukan identifikasi sebagaimana Masyarakat Hukum Adat keberatan
dimaksud dalam pasal 3 huruf a dengan terhadap Keputusan Kepala Daerah
melibatkan masyarakat hukum adat atau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
kelompok masyarakat. (2) Identifikasi ayat (2) dan ayat (3), dapat mengajukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) keberatan kepada Pengadilan Tata Usaha
dilakukan dengan mencermati: a. sejarah Negara. (2) Penyelesaian sengketa atas
Masyarakat Hukum Adat; b. wilayah Adat; pengajuan keberatan sebagaimana
c. hukum Adat; d. harta kekayaan dan/atau dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
benda-benda adat; dan e. kelembagaan/ dengan ketentuan peraturan perundang-
sistem pemerintahan adat. (3) Hasil

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 163


Jurnal IUS | Vol VI | Nomor 1 | April 2018 | hlm, 164~174

undangan. Bab V pada bagian Pembinaan dalam hal ini Bupati Sumbawa tidak
dan Pengawasan, dijelaskan pada Pasal 9 (1) menjalankan Permendagri No. 52 Tahun
Menteri Dalam Negeri melalui Direktorat 2014 Tentang Pedoman pengakuan dan
Jenderal Pemberdayaan Masyarakat perlindungan masyarakat hukum adat.
dan Desa melakukan pembinaan dan padahal prasyarat yang berdasarkan
pengawasan pelaksanaan pengakuan dan permendagri atas keberadaan masyarakat
perlindungan masyarakat hukum adat. Adat Cek Bocek Selesek Reen Suri sangat
(2) Gubernur melakukan pembinaan memenuhi persyaratan. Memposisikan
dan pengawasan pelaksanaan pengakuan keberadaan masyarakat hukum Adat Cek
dan perlindungan masyarakat hukum Bocek Selesek Reen Suri jika dikaitkan
adat kabupaten/kota di wilayahnya. (3) dalam proses indentifikasi yang meliputi
Bupati/Walikota melakukan pembinaan (5) lima item terhadap syarat keberadaan
dan pengawasan pelaksanaan pengakuan masyarakat hukum adat sudah sangat
dan perlindungan kesatuan masyarakat memenuhi persyaratan, ada sejarah
hukum adat di wilayahnya. Pasal 10 yakni sejarah masyarakat adat Cek Bocek
ayat (1) Bupati/walikota melaporkan Selesek Reen Sur dari turun temurun
penetapan pengakuan dan perlindungan kedatuan Dewa Awan Maskuning sampai
masyarakat hukum adat kepada gubernur. ke Datu Sukanda RHD, kedua wilayah
(2) Gubernur melaporkan penetapan adat blok Elang, Dodo, Selesek, dan Suri,
pengakuan dan perlindungan masyarakat 28.000 ha (hasil pemetaan partisipatif),
hukum adat kabupaten/kota di wilayahnya kemudian hukum adat rapulung adat
kepada kepada Menteri melalui Direktorat dan kelembagaan adat yakni Lembaga
Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Parenta Ne Adat, struktur/kelembagaan
Desa sebagai bahan pengambilan kebijakan. adat sudah memenuhi persyaratan untuk
Pada bagian pendanaan untuk menuju ditetapkan oleh Bupati Sumbawa melalui
proses pengakuan, dijelaskan dalam Pasal SK Bupati.
11, segala biaya yang diperlukan dalam Selama ini Bupati Sumbawa
pelaksanaan pengakuan dan perlindungan tidak menjalankan Permendagri ini,
masyarakat hukum adat dibebankan pada: padahal sudah jelas perintahnya untuk
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja dilaksanakan oleh semua kepala daerah se
Negara; b.. Anggaran Pendapatan dan Indonesia. Padahal sebelumnya sudah ada
Belanja Provinsi; c. Anggaran Pendapatan Permendagri untuk dilakukan dilapangan,
dan Belanja Kabupaten/Kota; dan d. dan juga dipertegas kembali oleh Mendagri
Lain-lain pendapatan yang sah dan tidak Tjahyo Kumolo dalam sambutan membuka
mengikat. rakernas AMAN ke –IV di Sorong Papua,
Kepala Daerah Sumbawa tidak berikut kutipannya;
menjalankan Permendagri No. 52 Tahun Sebelum Indonesia berdiri, katanya,
2014, untuk mengakui keberadaan masyarakat adat sudah ada lebih dulu.
Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Reen “Jadi masyarakat adat nusantara harus
Suri. Kedudukan masyarakat hukum Adat mampu jadi perekat kebhinekaan, dan
Cek Bocek Selesek Reen Suri menurut kekuatan bangsa yang besar. Untuk itu,
konstitusi Negara Undang-Undang dia atas nama pemerintah dan Mendagri,
Dasar 1945 pada Pasal 18 ayat (2) sudah meminta seluruh bupati dan walikota
sangat jelas. Artinya telah memberikan serius memberikan perhatian kepada
kesetaraan kepada masyarakat hukum desa dan wilayah adat di daerah masing-
adat Cek Bocek Selesek Reen Suri yang masing. “Lakukan pendataan, penataan,
diperkuatkan oleh konstitusi. Apa yang
membuat Kepala Daerah Sumbawa

164 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


Jasardi Gunawan|Implementasi Permendagri N0 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan...................

hingga jelas mana hak-hak adat., yang mempunyai tugas dan kewajiban
merupakan daerah yang harus dihargai”.9 membantu Bupati dalam menyusun
Merujuk pada isntruksi langsung kebijakan dan mengkoordinasikan Dinas
permendagri tersebut, agar semua Daerah dan Lembaga Teknis Daerah. (3).
Kepala Daerah baik Bupati/Walikota Pada komponen struktur tentang Tugas,
maupun Gubernur untuk menjalankan Fungsi Dan Tata Kerja Sekretariat Daerah
Permendagri tersebut. Selama ini di Kabupaten Sumbawa Dan Staf Ahli Bupati
Kabupaten Sumbawa Bupati tidak Bupati Sumbawa. bahwa sepenuhnya
menjalankan Permendagri tersebut. Apa diberikan oleh Bupati Sumbawa untuk
yang salah apakan Kepala Daerahnya menjalankan semua tugas dilapangan,
atau strukturnya yang salah. Seharusnya namun yang terjadi saat ini struktur kerja
di Kabupaten Sumbawa Permendagri tersebut tidak dapat berjalan sesuai dengan
tersebut sudah dijalankan oleh Bupati amanah pemerintahan. Strukturnya ada
Sumbawa. namun fungsi dari struktur tersebut tidak
Jangan ada politik daerah yang bermain dapat berjalan dengan baik. Sehingga
lebih kencang sehingga kepala daerah kesan yang terjadi Pemda Sumbawa tidak
tidak berniat baik untuk menjalankan mau menjalankan fungsi pemerintahan
Permendagri, tekait dengan keberadaan dalam hal ini menjalankan Permendagri
masyarakat adat Cek Bocek Selesek No 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Reen Suri seharusnya Kepala Daerah Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat
Sumbawa sudah menetapkan keberadaan Hukum Adat. Dalam hal mengakomodir
masyarakat adat tersebut. Apakah lebih atau memberikan perlindungan dan
lanjut akan ditetapkan melalui SK Bupati/ pengakuan masyarakat Adat Cek
Peraturan Daerah, karena itu merupakan Bocek Selesek Reen Suri, di Kabupaten
tugas, wewenang seorang kepala Daerah Sumbawa belum ada pengakuan secara
untuk menjalankan semua aturan yang resmi terhadap keberadaan masyarakat
ada.10 adat yang ditetapkan melalui Perda atau
Melihat pada struktur kerja pemerintah SK Bupati Sumbawa. Jika dibandingkan
Daerah Sumbawa, Peraturan Bupati dengan daerah lain mengacu pada UUD
Sumbawa Nomor 3 Tahun 2008 Tentang 1945 pasal 18 b Ayat (2); seperti halnya
Rincian Tugas, Fungsi Dan Tata Kerja SK Bupati Lebak Banten No. 430/
Sekretariat Daerah Kabupaten Sumbawa Kep.318/Disporabudpar/2010 tentang
Dan Staf Ahli Bupati Bupati Sumbawa. pengakuan keberadaan masyarakat adat
Pada bab III perda tersebut mengenai Cisitu Kesatuan Kesepuhan Cisitu Banten
Kedudukan, tugas pokok, fungsi dan Kidul di Kabupaten Lebak.
rincian tugas Bagian Kesatu Sekretariat Padahal sudah berbagai upaya yang
Daerah. Pasal 3; (1) Sekretariat Daerah dimohonkan oleh Masyarakat Adat
merupakan unsur staf, dipimpin oleh Cek Bocek Selesek Reen Suri Terhadap
Sekretaris Daerah yang berkedudukan Pengakuan Dan Perlindungannya; 1).
di bawah dan bertanggung jawab Surat Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek
kepada Bupati. (2) Sekretariat Daerah Reen Suri ke Bupati Sumbawa. 2). Surat
keterangan Kepala Desa Persiapan Lawin
atas keberadaan masyarakat Adat Cek
9
http://www.mongabay.co.id/2015/03/20/
dari-rakernas-aman-mendagri-bicara-soal-per- Bocek Selesek Reen Suri, 3). Penyampain
cepatan-pengakuan-dan-perlindungan-mas- Draf Perdes dan permohonan Perdes
yarakat-adat/, di Unduh pada tanggal 2 Mei 2015 tentang pengaturan wilayah masyarakat
10
Dianto, Makalah “ Politik Hukum dalam Member-
ikan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Cek Bocek Selesek Reen Suri.
Adat di Sumbawa” disampaikan dalam Musda AMAN 4). Surat Aliansi Masyarakat Adat
Sumbawa ke –II, 9 Oktober 2014

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 165


Jurnal IUS | Vol VI | Nomor 1 | April 2018 | hlm, 166~174

Nusantara (AMAN) Daerah Sumbawa 17 Reen Suri bapak Anggo Zaenuddin untuk
Agustus 2014. 5). Surat Bidang Advokasi melakukan tanda tangan paksa. Adapun
AMANDA Sumbawa Januari 2015. 6). isi dari surat tanda tangan paksa pada
Hearing Dengan Pemda Sumbawa, dan tanggal 9 januari 2012 tersebut; Kami
7). Hearing dengan DPRD Sumbawa atas nama lembaga adat Cek Bocek
Faktor-Faktor Yang Memperhambat
meminta maaf kepada seluruh masyarakat
Pengakuan Dan Perlindungan Ma-
Sumbawa khususnya wilayah eksplorasi
syarakat Adat Cek Bocek Selesek Reen
Kecamatan Ropang, Kecamatan Lantung,
Suri Di Kabupaten Sumbawa Ber-
Kecamatan Lenangguar, Kecamatan
dasarkan Permendagri No. 52 Tahun
Lunyuk, Kecamatan Orong Telu, karena
2014
atas hasutan dan propkasi dari Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
Beberapa faktor-faktor yang untuk menolak kegiatan eksplorasi PT.
menghambat pengaturan dan pengakuan NNT, untuk itu mulai sekarang ini kami
masyarakat hukum adat oleh Bupati atas nama lembaga Adat Cek Bocek; 1).
Sumbawa; Pertama, benturan PT. NNT Menerima dan bekerjasama dengan PT.
dengan Masyarakat Adat Cek Bocek NNT mensukseskan kegiatan eksplorasi,
Selesek Reen Suri. Konflik terjadi antara 2). Menolak keberadaan AMAN, 3).
masyarakat adat sekitar dengan masyarakat Bersama seluruh masyarakat menjaga
Adat Cek Bocek Selesek Reen Suri, ada stabilitas, kondusifitas dan iklim
yang pro dan kontra terhadap keberadaan berinvestasi, 4). Lembaga Cek Bocek
masyarakat adat tersebut. Perjuangan memfokuskan program pelestarian
Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Reen kebudayaan samawa bukan menjadi
Suri dalam menuntut hak ganti rugi lahan, makelar tanah, 5). Cek Bocek tidak akan
dan atas pengeboran kuburan leluhur mempersoalkan lagi hak-hak tentang
telah mengundang perhatian dan amarah ulayat, karena itu bertentangan dengan
dari keberadaan PT. NNT diatas wilayah Undang-Undang Negara Republik
adat mereka. Setelah dihadapkan dengan Indonesia, dan peraturan pemerintah
perusahaan, merekapun dihadapkan NTB untuk tidak mengenal hak ulayat.11
dengan hukum yang dilaporkan oleh Demikian pernyataan ini kami buat
PT. NNT atas telah menciptakan tidak dengan sebenar-benarnya dan bila
kenyamanan diareal PT. NNT. kehadiran kemudian hari kami melanggar maka kami
perusahaan PT. Newmont Nusa Tenggara menghadapi resiko dengan masyarakat
tidak pernah diberikan ruang atau samawa tercinta. Yang bertanda tangan
persetujuan yang dilakukan bersama ketua Cek Bocek, Anggo Zaenuddin. Dan
antara pihak masyarakat hukum adat Cek selanjutnya Masyarakat Adat Cek Bocek
Bocek dengan perusahaan sendiri, seperti Selesek Reen Suri dihadapkan pada proses
halnya dalam proses sosialisasi lanjutan hukum atas melawan PT. NNT.
eksplorasi selalu mendapat penolakan Kedua adanya Peraturan Daerah
dari masyarakat adat Cek Bocek. Bahkan Kabupaten Sumbawa No. 23 Tahun
yang terjadi adanya aksi sweeping yang 2007 Tentang Lembaga Adat. Perda ini
dilakukan oleh warga atas sifat pemaksaan menjadi tolak ukur Pemerintah Daerah
untuk menolak tidak adanya masyarakat Sumbawa, untuk menjalankan semua
Adat Cek Bocek Selesek Reen Suri. Seperti apa yang menjadi bentuk kegiatan adat
adanya sifat pemaksaan yang dilakukan istiadat di lapangan, maupun dalam
oleh sekelompok warga masyarakat di
Kecamatan Lantung kepada salah satu 11 Surat Pernyataan Cek Bocek, Sweeping oleh
warga masyarakat adat Cek Bocek Selesek kelompok masyarakat di kecamatan Lantung, 9 januari
2012.

166 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


Jasardi Gunawan|Implementasi Permendagri N0 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan...................

menentukan masyarakat adat/lembaga tidak menyentuh pelaksanaan tata


Adat. Seperti yang tertuang dalam pasal pemerintahan sesuai hukum yang
7 perda tersebut, Lembaga Adat dibentuk berlaku dan diatur dalam Negara
disemua tingkat pemerintahan mulai dari Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
tingkat Kabupaten, Kecamatan dan Desa/ 3. Wilayah adat LATS merupakan wilayah
Kelurahan; (1). Lembaga Adat tingkat kesultanan Sumbawa yang didiami
Kabupaten ditetapkan dengan Keputusan oleh masyarakat adat Samawa dari
Bupati; (2). Lembaga Adat tingkat Terano (Kabupaten Sumbawa) sampai
Kecamatan ditetapkan dengan Keputusan Sekongkang (Kabupaten Sumbawa
Camat; (3). Lembaga Adat tingkat Desa/ Barat), dan siapapun yang berada dalam
Kelurahan ditetapkan dengan keputusan wilayah tersebut dilindungi oleh Sultan
Kepala Desa / Lurah. Perda ini berdampak dan LATS. Oleh karena itu diharapkan
untuk semakin mempersulit untuk kepada seluruh masyarakat Tau dan Tana
mendapatkan pengakuan masyarakat adat Samawa agar senantiasa menjunjung
Adat Cek Bocek Selesek Reen Suri oleh tinggi adat istiadat dan budaya Samawa
Bupati Sumbawa. Disamping dianggap dibawah payung kesultanan Sumbawa.
masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Reen 4. Semua kegiatan budaya yang menjadi
suri menghambat laju pembangunan adat istiadat khusus dari berbagai
seperti diungkapkan dalam pasal Pasal 5 masyarakat didalam wilayah Adat Tana
ayat (2); Pemerintah Daerah berkewajiban Samawa sepanjang tidak bertentangan
memberdayakan, mengembangkan dan dengan syariat Islam dan ketentuan
melestarikan adat istiadat yang dapat perundang-undangan yang berlaku
mendukung pembangunan. dalam NKRI.
Selanjutnya ketiga, Keberadaan 5. Sultan dan LATS berharap agar setiap
Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) permasalahan didialogkan dengan cara-
dan Titah Sultan Sumbawa. Lembaga cara kebersamaan Tau Tana Samawa
Adat Tana Samawa (LATS) telah menjadi dengan mengedepankan prinsip-prinsip
boomerang bagi masyarakat Adat Cek (to’), (ila’) saling ila, saling pedi, saling
Bocek Selesek Reen Suri. Dimana dengan harga, antara semua pihak yang berdialog
keberadaan Lembaga Adat Tana Samawa dan senantiasa memelihara fikiran
ini, mengayomi seluruh apa yang menjadi jernih, jujur, ikhlas untuk ‘ kerik selamat
bentuk adat istiadat budaya Samawa pada Tau ke Tana Samawa. Takit ko Nene
umumnya, yang dimulai dari Kecamatan Kangila Boat lenge.
Terano Kabupaten Sumbawa sampai 6. Kami berharap kepada seluruh
Kecamatan Sekongkang Kabupaten masyarakat adat Samawa agar senantiasa
Sumbawa Barat. seperti apa yang tertuang menjaga dan memelihara nilai-nilai
dalam titah Sultan Sumbawa adalah; kesumbawaan yang berfalsafah adat
1. Berdasarkan keputusan Mudzakarah berhenti ko Syara, Syara Barenti ko
Rea tahun 2011, adalah menjaga, Kitabullah, menjaga rasa persaudaraan
memelihara, merevitalisasi dan dan kebersamaan. Tidak mudah
mengaktualisasi adat istiadat dan budaya terprovokasi oleh kepentingan-
masyarakat Sumbawa sehingga tetap kepentingan pihak luar yang tidak
lestari dan aplikatif untuk mencapai bertanggungjawab. Tanamkanlah dan
masyarakat yang religius, modern pelihara selalu rasa sikap, bahwa kita
dan demokratis sesuai kondisi dan cinta dan sayang terhadap Sumbawa.12
perkembangan zaman.
2. Dalam melaksanakan tugas fungsi 12
H. Mahmud Abdullah membcakan Titah Sultan
tanggungjawab, Sultan dan LATS Sumbawa, yang diucapkan dalam pertemuan AMAN
Sumbawa, Masyarkat Adat Cek Bocek, Pemda Sumbawa

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 167


Jurnal IUS | Vol VI | Nomor 1 | April 2018 | hlm, 168~174

Serta adanya rekomendasi tertulis besar PT. NNT.14 Keberadaan masyarakat


wargaKecamatan Ropang atas penolakan hukum adat Cek Bocek sangat mengada-
adanya masyarakat adat Cek Bocek ngada, apa lagi itu kepemilikan tanah milik
Selesek Reen Suri, seperti apa yang negara untuk dijadikan lahan garapan
dilangsir oleh media lokal harian umum milik adat adalah hal yang tidak mendasar
Tribun tanggal 28 januari 2012 dengan karena tanah negara tidak dapat dijadikan
judul “ Tidak Akui Cek Bocek, Warga milik adat, itupun keberadaan masyarakat
Ropang Lahirkan Rekomendasi”. hukum adat Cek Bocek Selesek Reen
Isi dari rekomendasi bahwa tidak Suri diatur dalam perda, tanah negara
pernah mengetahui keberadaan suku tidak dapat dimiliki sertifikatnya apalagi
Berco dan komunitas adat Cek Bocek, dikuasai oleh adat.15 Dan sisi lain
dan kemudian diserahkan ke Bupati bertentangan dengan kepentingan politik
Sumbawa. Selain tidak mengakui pemerintah daerah terhadap perusahaan
keberadaan komunitas adat tersebut PT. Newmont Nusa Tenggara.
juga ditegaskan bahwa relokasi warga
dari kawasan Dodo dan sekitarnya Implikasi Yuridis Terhadap Pengakuan
merupakan titah Sultan Sumbawa, yakni Masyarakat Hukum Adat Yang Diatur
Sultan Kaharuddin pada tahun 1935 Oleh Permendagri No. 52 Tahun 2014,
silam. Para tetua yang bertanda tangan Dan Permenhut No. P. 62/Menhut-
dalam rekomendasi yakni, H. A. Latief II/2013
H dan A. Kadim dari Desa Ropang, H.
Jana dan H. Amin dari desa Lebangkar, Kepastian hukum merupakan kehendak
Marzuki gaun dan Husain Ambek dari setiap orang, bagaimana hukum harus
desa Lebin, Pataruddin dari desa Lawin, berlaku atau diterapkan dalam peristiwa
H. Zainuddin Gunawan dan Sesung konkrit. Kepastian hukum berarti bahwa
GunawandaridesaRanan,kemudianjadi setiap orang dapat menuntut agar hukum
saksi penandatanganan rekomendasi, dapat dilaksanakan dan tuntutan itu pasti
Kades Ropang Irwansyaha, Sekdes dipenuhi, dan bahwa setiap pelanggaran
Lebangkar M. Zein Maswarang, Kades hukum akan ditindak dan dikenakan
Lebin, Mustamin, dan Kades Ranan, M. sanksi menurut hukum16. Kemanfaatan
Saleh HA.13 suatu hukum adalah untuk manusia,
maka pelaksanaan hukum atau penegakan
Dan adanya pernyataan sikap Bupati hukum harus memberi manfaat atau
Sumbawa, Bupati Sumbawa berstandar kegunaan bagi masyarakat. Salah satu
pada titah Sultan Sumbawa seperti fungsi hukum adalah untuk memberikan
langsiran pernyataan Bupati Sumbawa perlindungan kepada warga masyarakat,
“ Tidak Ada Tanah Adat di Sumbawa”. terutama yang berada pada posisi lemah
Pernyataan yang termuat dalam media akibat hubungan hukum atau kedudukan
lokal Ruangan Lingkar Tambang Senin, 9 yang tidak seimbang. Demikian halnya
Januari 2012; tanah adat tak pernah ada di dengan hukum perburuhan untuk
Sumbawa. Sumbawa hanya mengenal adat melindungi buruh dari kekuasaan
dari Kesultanan Sumbawa” dan kehadiran
Komunitas Adat Cek Bocek Selesek Reen
Suri tidak lepas dari keberadaan investasi 14
Titah Sultan Sumbawa, Sumber media lokal Run-
gan Lingkar Tambang 9 Januari 2012, hlm. 10.
dan LATS, di Gedung DPRD Sumbawa Besar pada 15 15
Rembit Kasi Kehutanan Sumbawa dalam lokal
juni 2012 Gaung NTB, Milik Adat Sungguh Mengada-ngada, 26
13
Tidak Akui Cek Bocek Warga Ropang Lahirkan April 2011 hlm. 2.
Rekomendasi, Media Lokal Tribun Umum 28 Januari 16
Franz Magnis Susemo, 1994, Etika Poli-
2012 tik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 79

168 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


Jasardi Gunawan|Implementasi Permendagri N0 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan...................

majikan.17 Perlindungan hukum selalu 1. Asas lex superior derogat legi inferior
berkaitan dengan kekuasaan. Menurut Asas lex superior derogat legi inferior,
Philipus M. Hadjon ada dua kekuasaan yang artinya peraturan yang lebih tinggi
yang selalu menjadi perhatian yakni: mengesampingkan yang rendah (asas
“kekuasaan pemerintah dan kekuasaan hierarki). Dalam kerangka berfikir
ekonomi. Dalam hubungannya dengan mengenai jenis dan hierarki peraturan
kekuasaan, permasalahan perlindun- perundang-undangan, pasti tidak
gan hukum adalah menyangkut per- terlepas dalam benak kita menganai
lindungan hukum bagi rakyat (yang Teori Stuffen Bow karya Hans Kelsen
(selanjutnya disebut sebagai ”Teori
diperintah) terhadap yang memerintah
Aquo”).
(pemerintah). Sedangkan permasala-
2. Lex specialis derogat legi generali
han perlindungan ekonomi adalah per-
Lex specialis derogat legi generali,
lindungan terhadap si lemah terhadap adalah asas penafsiran hukum yang
sikuat,18 misalnya perlindungan bagi bu- menyatakan bahwa hukum yang bersifat
ruh terhadap pengusaha. khusus (lex specialis) mengesampingkan
Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang- hukum yang bersifat umum (lex
Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang generalis).
Pembentukan Peraturan Perundang- 3. Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori
Undangan yang berbunyi: Asas Lex Posterior Derogat Legi
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Priori yaitu pada peraturan yang
Indonesia Tahun 1945; sederajat, peraturan yang paling baru
b. Ketetapan MPR RI; melumpuhkan peraturan yang lama.
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Jadi peraturan yang telah diganti dengan
Pengganti Undang-Undang; peraturan yang baru.
d. Peraturan Pemerintah; 4. Asas undang-undang tidak boleh ber-
e. Peraturan Presiden; laku surut (non-retroaktif) / Asas Le-
f. Peraturan Daerah Provinsi; galitas
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Tiada suatu peristiwa dapat dipidana
Hirarki peraturan perundang- selain dari kekuatan ketentuan undang-
undangan yang dikemukakan oleh Hans undang pidana yang mendahuluinya.”
Kelsen mempunyai esensi. Menurut Salim (Geen feit is strafbaar dan uit kracht
HS; van een daaran voorafgegane wetteljke
1. Lebih rendah tidak boleh bertentangan strafbepaling). Asas legalitas yang
dengan undang-undang yang lebih tinggi mengandung tiga pengertian, yaitu:
2. Peraturan perundang-undangan yang 1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan
lebih tinggi tidak boleh bertentangan diancamdenganpidanakalauhalitutidak
dengan undang-undang yang lebih tinggi terlebih dahulu dinyatakan dalam suatu
lagi.19 aturan undang-undang
Ada beberapa asas peraturan perundang- 2. Untuk menentukan adanya perbuatan
undangan yang kita kenal, diantaranya: pidana tidak boleh digunakan analogi
(qiyas)
17
Lalu Husni, 2010, Hukum Penempatan 3. Aturan-aturan hukum pidana tidak
dan Perlindungan TKI, Program Pascasarjana
Universitas Brawijaya Malang, hlm. 90 berlaku surut20
18
Philipus M. Hadjon, 1994, “Perlindun-
gan Hukum dalam Negara Hukum Pancasila”,
Simposium Politik, Hak Azasi Manusia dan
Pembangunan Hukum, Lustrum VIII, Univesi- 20
h t t p : / / j o k o p a s . b l o g s p o t . c o m / 2 01 3 / 0 9 /
tas Airlangga, Surabaya, hlm. 1 asas-asas-dalam-peraturan-perundang. html. diun-
19
Salim Hs... Op.Cit. Hlm. 57 duh 25 Februari 2015

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 169


Jurnal IUS | Vol VI | Nomor 1 | April 2018 | hlm, 170~174

Melihat pada kedua dari produk wilayah masyarakat hukum adat yang
peraturan yang dilahirkan oleh dinyatakan secara jelas dalam peta wilayah
pemerintah, dalam hal ini produk aturan masyarakat hukum adat. 3). Dalam hal
pertama; Permendagri No. 52 Tahun 2014 sebagian atau seluruh wilayah masyarakat
Tentang Pedoman Pengakuan Masyarakat hukum adat berada dalam kawasan
Hukum Adat, yang menetapkan hutan, dikeluarkan dari kawasan hutan.
keberadaan masyarakat hukum adat 4). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
melaui SK Bupati. Sedangkan dengan cara mengeluarkan wilayah masyarakat
menggunakan Permenhut P.62/Menhut- hukum adat dari Kawasan Hutan, diatur
II/2013 adalah menggunakan Perda. dengan Peraturan Direktur Jenderal.
Namun apa yang terjadi ketika dalam Dari kedua produk hukum ini adalah
pengakuan dan perlindungan terhadap mengatur materi yang sama, yakni
masyarakat hukum adat, banyak aturan sama-sama mengatur tentang penetapan
yang bertentangan satu sama lainnya. masyarakat adat. Ketika melihat pada
Seperti halnya terjadi pada pengaturan pasal 24 A ayat (1) Permenhut tersebut
dan pengakuan masyarakat hukum adat bahwa pengaturan penetepan masyarakat
yang diatur oleh Permendagri No. 52 adat melalui Perda, sehingga yang terjadi
Tahun 2014 dan Permehut P.62/Menhut- adalah norma kabur karena tidak ada
II/2013. Sifat dari kedua peraturan ini penjelasan lebih khusus mengenai tata
adalah sama-sama mengatur keberadaan cara penetapan masyarakat adat tersebut
masyarakat hukum adat. Namun apa yang yang diatur melalui perda. Dan perda
harus dilihat dari kedua peraturan ini, tersebut masih bersifat umum, sedangkan
adalah ketika menggunakan peraturan SK dikeluarkan oleh Bupati lebih pada
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), pada bersifat khusus. Sehingga dalam dua
Pasal 6; 1). Panitia Masyarakat Hukum aturan yang mengatur hal yang sama
Adat kabupaten/kota menyampaikan tersebut maka pola penyelesaianya
rekomendasi kepada Bupati/Walikota menggunakan asas lex specialis derogat legi
berdasarkan hasil verifikasi dan validasi generali, maka dalam hal ini Permendagri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dinyatakan dapat berlaku sedangkan
ayat (4), 2) Bupati/walikota melakukan Permenhut dikesampingkan.
penetapan pengakuan dan perlindungan Implikasi yuridisnya , pengaturan
masyarakat hukum adat berdasarkan pengakuan masyarakat hukum adat yang
rekomendasi Panitia Masyarakat Hukum diatur oleh Permendagri N0. 52 Tahun
Adat dengan Keputusan Kepala Daerah. 3). 2014 dan Permenhut No. 62/Menhut-
Dalam hal masyarakat hukum adat berada II/2013. Secara eksplisif kedua aturan
di 2 (dua) atau lebih kabupaten/kota, ini sifatnya adalah sama-sama mengatur
pengakuan dan perlindungan masyarakat mengenai keberadaan masyarakat hukum
hukum adat ditetapkan dengan Keputusan adat dan keduanya aturan ini sah secara
Bersama Kepala Daerah. hukum, karena yang mengeluarkannya
Sedangkan pengaturan pengakuan adalah sama-sama pemerintah. Akan
masyarakat hukum adat menggunakan tetapi Permendagri adalah keharusan,
Permenuht P.62/Mehut-II/2013, seperti karena sifatnya adalah perintah langsung
apa yang dijelaskan dalam pasal Pasal kepada Gubernur/Walikota/Bupati karena
24A ; 1). Keberadaan masyarakat hukum dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri,
adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang kewajiban kepala Daerah, baik
Provinsi atau Kabupaten/Kota. 2). Bupati/Walikota maupun Gubernur untuk
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud melaksanakannya dilapangan sebagai
dalam ayat (1) memuat letak dan batas bawahan Mendagri. Di pertegas dalam UU

170 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


Jasardi Gunawan|Implementasi Permendagri N0 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan...................

No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Undang Kehutanan itu sendiri belum
Daerah. Artinya ada kewenangan Kepala direvisi. Ketidakpahaman pemerintah
Daerah untuk menetapkan keberadaan mengenai hal itu terlihat jelas dari P. 62
masyarakat hukum adat. yang menyamakan kawasan hutan dengan
Dari kedua peraturan tersebut hutan negara. Hal itu tergambar pada Pasal
pengaturan pengakuan masyarakat hukum 24 A angka 3, P.62 yang menyatakan bahwa
adat yang dikeluarkan oleh Mendagri “Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah
lebih jelas tata cara serta mekanismenya. masyarakat hukum adat berada dalam
Sedangkan yang dikeluarkan oleh Menteri kawasan hutan, dikeluarkan dari kawasan
Kehutanan pengaturannya tidak begitu hutan”. Ketentuan ini menggambarkan
jelas mekanisme atau syarat pengakuan ketidakpahaman pemerintah dalam hal
masyarakat hukum adat, hanya lebih ini Kementerian Kehutanan itu sendiri
ditekankan pada Peraturan Daerah, tanpa mengenai apa yang dimaksud dengan
mekanisme yang jelas. Sehingga terjadi kawasan hutan dan apa saja kategori
bertentangan dan norma kabur21. hak di atas kawasan hutan tersebut
Berbeda dengan Permendagri sifatnya berdasarkan UU Kehutanan pasca putusan
adalah mengharuskan kepada Gubernur/ MK 35/2012. Putusan MK 35/2012 jelas
Bupati/walikota untuk melaksanakannya menunjukan bahwa terdapat dua kategori
semua aturan yang ada, yang pengakuan hutan dalam kawasan hutan, yaitu hutan
masyarakat hukum adat cukup melalui negara dan hutan hak. Jika sebelumnya
SK Bupati sedangkan Permenhut bersifat hutan adat dimasukkan ke dalam kategori
sebagai penambahan aturan, boleh tidak, hutan negara maka setelah putusan MK
dan boleh ia diikuiti oleh kepala daerah, 35/2012 hutan adat tersebut dikeluarkan
karena sifatnya adalah aturan tambahan. dari hutan negara dan dimasukkan ke
Namun sifat tambahannya adalah sama- dalam kategori hutan yang lain, yaitu
sama mengatur masyarakat hukum hutan hak, tetapi tetap dalam kawasan
adat. Dimana letak kelemahan dari hutan. Dan disisi lain P.62 /Menhut-
keduanya, pertama ingin mengkoreksi II/2013 mengingkari status masyarakat
status kelemahan pengaturan masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum; Pasal
hukum adat dalam P.62/Menhut-II/2013. 1 ayat (17) dalam P.62 menyebutkan
Adalah sebagai berikut; bahwa inventarisasi dan identifikasi hak-
Menegaskan sikap pemerintah yang hak pihak ketiga adalah pengumpulan
tidak paham dengan konstruksi hukum data kepemilikan dan penguasaan atas
mengenai kawasan hutan apalagi tanah oleh orang perorangan atau badan
konstruksi hak atas kawasan hutan hukum yang sebagian atau seluruhnya
dalam Undang-Undang Kehutanan pasca berada di dalam kawasan hutan dan
putusan MK 35/2012. Perlu dijelaskan kegiatan orientasi/peninjauan lapangan
bahwa setelah beberapa ketentuan dalam untuk mengetahui adanya hak-hak pihak
Undang-Undang Kehutanan dinyatakan ketiga yang berada di sepanjang rencana
batal karena inkonstitusional maka proyeksi batas. Selanjutnya, Pasal 1 ayat
sejak saat itu membaca UU Kehutanan (18) P. 62 menyatakan sebagai berikut:
tidaklah sama lagi, meskipun Undang- “Hak-hak pihak ketiga atau hak-hak
atas lahan/tanah adalah hak-hak yang
21
Menurut A. Mukti Arto dalam Fatahullah dimiliki oleh orang perorangan atau
bahwa setiap sengketa memiliki 3 (tiga) sifat yang badan hukum berupa pemilikan atau
melekat padanya salah satunya adalah adanya dua penguasaan atas tanah yang diperoleh
atau lebih nilai atau norma yang saling bertentan-
gan. Fatahullah, S. H. (2014). Plurality Of Shariah atau dimiliki berdasarkan ketentuan
Banking Dispute Settlement Method In Indonesia. Jur- peraturan perundang-undangan”. Kedua
nal IUS Kajian Hukum dan Keadilan, 2(3). hlm. 541

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 171


Jurnal IUS | Vol VI | Nomor 1 | April 2018 | hlm, 172~174

ketentuan tersebut dengan jelas tidak masyarakat hukum adat Cek Bocek
mencantumkan masyarakat hukum adat Selesek Reen Suri yang ditetapkan
sebagai subjek hukum dalam kategori selanjutnya melalui SK Bupati Sumbawa;
“pihak ketiga”. Hal ini tentu saja melanggar kedua, Tidaknya bekerja Permendagri No.
putusan MK 35/2012. Mengenai legalitas 52 Tahun 2014 tersebut disebabkan oleh
masyarakat adat sebagai subjek hukum berbeda pendapat tentang pengertian dari
atas hutan adat dinyatakan oleh MK dalam masyarakat adat, sehingga tidak adanya
pertimbangan hukumnya sebagai berikut: masyarakat hukum adat Cek Bocek
Dalam ketentuan konstitusional tersebut, Selesek Reen Suri maupun masyarakat
terdapat satu hal penting dan fundamental adat lain yang dikenal di kabupaten
dalam lalu-lintas hubungan hukum. Hal Sumbawa, dan satu-satunya yang dikenal
penting dan fundamental tersebut adalah adalah masyarakat Tau dan Tana Samawa
masyarakat hukum adat tersebut secara yang dipimpin oleh Sultan Sumbawa
konstitusional diakui dan dihormati melalui Lembaga Adat Tana Samawa
sebagai penyandang hak yang dengan (LATS). Dan disamping itu pula titah
demikian tentunya dapat pula dibebani Sultan Sumbawa yang tidak mengenal
kewajiban. Dengan demikian masyarakat masyarakat hukum adat lain di Kabupaten
hukum adat adalah subjek hukum.22 Sumbawa, dari Kecamatan Terano ujung
Maka apa yang menjadi implikasi Timur kabupaten Sumbawa sampai ujung
yuridisnya adalah, dari dua aturan yang Barat Kecamatan Sekongkang Kabupaten
mengatur hal yang sama, sehingga Sumbawa Barat, semuanya termasuk
asas yang digunakan asas lex specialis dalam wilayah Kesultanan Sumbawa.
derogat legi generali, maka dalam hal ini Serta keberadaan Peraturan Daerah
Permendagri dinyatakan dapat berlaku kabupaten Sumbawa No. 23 Tahun 2007
sedangkan Permenhut harus dicabut. Tentang Lembaga Adat, pernyataan sikap
SIMPULAN
resmi Bupati Sumbawa serta rekomendasi
tertulis kongres masyarakat Kecamatan
Adapun kesimpulan dan saran yang Ropang, dan benturan masyarakat Adat
dapat ditarik dalam penelitian tentang Cek Bocek Selesek Reen Suri dengan PT.
implementasi Permendagri No. 52 Tahun Newmont Nusa Tenggara yang dianggap
2014 Tentang Pedoman Pengakuan bernilai politis oleh Pemerintah Daerah
dan Perlindungan Masyarakat Hukum Sumbawa; dan ketiga, Impilikasi yuridis
Adat, di Kabupaten Sumbawa; pertama, dari kedua produk hukum pengaturan
Impelementasi Permendagri No 52 Tahun pengakuan masyarakat hukum adat
2014 Tentang Pedoman Pengakuan dan dengan Permendagri Nomor 52 Tahun
Perlindungan Masyarakat Hukum Adat 2014 Tentang Pedoman Pengakuan dan
di Kabupaten Sumbawa, sampai saat ini Perlindungan Masyarakat Hukum Adat,
belum dapat dilaksanakan oleh Kepala lebih penekanan pengakuan masyarakat
Daerah Kabupaten Sumbawa. Sehingga hukum adat ditetapkan melalui Surat
keberadaan masyarakat hukum adat Cek Keputusan Bupati yang sifatnya
Bocek Selesek Reen Suri belum memeliki merupakan perintah langsung dari
legal standing atau posisi hukum yang Mendagri. Sedangkan Peraturan Menteri
jelas. Karena Bupati Sumbawa tidak Kehutanan No. P.62/Menhut-II/2013
melaksanakan Permendagri tersebut pengaturan pengakuan masyarakat
sebagai pedoman untuk penetapan hukum adat ditetapkan oleh Peraturan
Daerah (Perda), yang merupakan aturan
22
Pernyataan Sikap AMAN, Kelemahan tambahan yang tidak “wajib” kepala
P.62 /Menhut-II/2013, Terhadap Pengakuan daerah melaksanakannya, dan disamping
Masyarakat Hukum Adat, 1 Januari 2014,

172 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


Jasardi Gunawan|Implementasi Permendagri N0 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan...................

itu pula tidak ada mekanisme yang jelas disampaikan pada seminar sehari
mengenai tata cara pengakuan masyarakat Rangkaian Rakerda I AMAN
hukum adat untuk ditetapkan, sehingga Daerah Sumbawa di Sumbawa
terjadi ambigu, dualisme hukum yang Besar, Maret 2010.
mengatur hal sama, disamping tidak jelas Mahmud Abdullah membcakan Titah
(norma kabur) juga mengatur hal yang Sultan Sumbawa, yang diucapkan
sama sehingga asas yang digunakan asas dalam pertemuan AMAN
lex specialis derogat legi generali, maka Sumbawa, Masyarkat Adat Cek
dalam hal ini Permendagri dinyatakan Bocek, Pemda Sumbawa dan LATS,
dapat berlaku sedangkan Permenhut di Gedung DPRD Sumbawa Besar
harus dicabut. pada 15 juni 2012
DAFTAR PUSTAKA Pernyataan Sikap AMAN, Kelemahan
Buku P.62 /Menhut-II/2013, Terhadap
Pengakuan Masyarakat Hukum
Buku RTRWA Cek Bocek, Press AMAN. Adat, 1 Januari 2014,
Franz Magnis Suseno, 1994, Etika Politik, Rembit Kasi Kehutanan Sumbawa dalam
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta lokal Gaung NTB, Milik Adat
Hazairin dalam Soerjono Soekanto, 1983, Sungguh Mengada-ngada, 26
Hukum Adat Indonesia, cetakan II, April 2011 hlm 2.
Raja Grafindo Persada, Jakarta Surat Pernyataan Cek Bocek, Sweeping
Lalu Manca, 1984, Sumbawa Pada Masa oleh kelompok masyarakat di
lalu(suatu tinjaun sejarah) kecamatan Lantung, 9 januari
Cetakan I, Rinta Surabaya 2012.
Lalu Husni, 2010, Hukum Penempatan Tidak Akui Cek Bocek Warga Ropang
dan Perlindungan TKI, Program Lahirkan Rekomendasi, Media
Pascasarjana Universitas Lokal Tribun Umum 28 Januari
Brawijaya Malang 2012
Philipus M. Hadjon, 1994, “Perlindungan Titah Sultan Sumbawa, Sumber media
Hukum dalam Negara Hukum lokal Rungan Lingkar Tambang 9
Pancasila”, Simposium Politik, Hak Januari 2012,hlm 10.
Azasi Manusia dan Pembangunan Yance Arizona, Masyarkat adat dalam
Hukum, Lustrum VIII, Univesitas kontestasi dalam pembaruan
Airlangga, Surabaya hukum, makalah dalam
Makalah sosial komunitas adat,Upaya
Dianto, Makalah “ Politik Hukum dalam peningkatan efetivitas
Memberikan Pengakuan dan Permberdayaan KAT saat ini
Perlindungan Masyarakat Hukum dan pengembangan kedepan,
Adat di Sumbawa” disampaikan diselenggarakan oleh perencana
dalam Musda AMAN Sumbawa pembangunan nasional, Hotel
ke –II, 9 Oktober 2014 Grand Sahid, Jakarta, 2013.

Febriyan Anindita.” Masyarakat Jurnal & Internet


Hukum Adat Cek Bocek Fatahullah, S. H. (2014). Plurality Of Shariah
Terhempas Kebijakan Pemda Banking Dispute Settlement Method
Sumbawa”.,Makalah yang In Indonesia. Jurnal IUS Kajian

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 173


Jurnal IUS | Vol VI | Nomor 1 | April 2018 | hlm, 174~174

Hukum dan Keadilan, 2(3). Masyarakat Hukum Adat.


http://www.mongabay.co.id/2015/03/20/ Undang-Undang No 6 Tahun 2014
dari-rakernas-aman-mendagri- Tentang Desa.
bicara-soal-percepatan-
Undang-undang No 39 Tahun 2014
pengakuan-dan-perlindungan-
Tentang Perkebunan.
masyarakat-adat/, di Unduh pada
tanggal 2 Mei 2015. SK Bupati Lebak Banten No. 430/
Kep.318/Disporabudpar/2010
http://jokopas.blogspot.com/2013/09/ asas-
tentang pegnakuan keberadaan
asas-dalam-peraturan-perundang.
masyarakat adat Cisitu Kesatuan
html. diunduh 25 Februari 2015
Kesepuhan Cisitu Banten Kidul di
Peraturan Perundang-Undangan Kabupaten Lebak
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang
Hak Azasi Manusia Piagam HAM.
TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang
Pembaruan Agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria (UUPA).
Undang-undang No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan.
Undang- Undang No 27 Tahun 2007
Tentang Pengeloaan Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
Undang Undang No 32 Tahun 2009
Tentang Pengelolaan dan
Pelindungan Lingkungan Hidup.
Putusan MK atas perkara Nomor 35/
PUU-X/2012
Permenhut Nomor : P.62/Menhut-
II/2013Tentang Perubahan atas
peraturan menteri Kehutanan
Nomor P.44/menhut-II/2012
tentang pengukuhan kawasan
hutan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
52 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Pengakuan dan perlindungan

174 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

You might also like