Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

METODOLOGI IBNU HAJAR DARI NILAI MAQBÛL TERHADAP RAWI

(studi kritik terhadap kitab Taqrîb al-Tahżîb)

Dadi Herdiansah
Pascasarjana Program Studi Ilmu Hadits Universitas Islam Negri SGD Bandung
Jl. A.H. Nasution 105 Bandung, Indonesia
email: dadiherdiansyah@ymail.com

Abstract:

There has been a dispute among the hadith scholars regarding the maqbul evaluation of a narrator
from Ibn Hajar in his book Taqrîb al-Tahżîb, does it include evaluations on the jarḥ or ta‘dîl? and what was
behind Ibn Hajar gave the value of maqbul to a rawi when the scholars of hadith mutaqaddimîn no one used
the term including the ahlu hadith mutaakhkhirîn. The purpose of this journal was written to find out how
the status of the rawi was considered maqbûl by Ibn Hajar and how the status of the hadith contained rawi
which was assessed as maqbul by Ibnu Hajar. This research uses a descriptive method. Lafadz maqbûl in
the Taqrîb al-Tahżîb is a special term used by Ibn Hajar to judge a narrator who has a little narration that is
not obtained by his strong taḥdîl and that there is a mutâbi. Some of these narratives with little history, even
though they were disregarded or condemned by some naqd such as Imam al-Nasâî, Imam al-Dāraquṭnî or
Yahyâ bin Ma‘în, Ibn Hajar continued to judge maqbûl. Most of these maqbul narratives are rawi majhûl
hâl which have only two narrations or majhûl ‘ain which has only one history. The number of rite maqbul
in the second and third ṭabaqah totaled 338 rawi and the position of hadith in which there is rawi maqbûl is
hasan if there is mutâba‘ah or shāwâhid.

Keywords: Hadith, Ibnu Hajar, Maqbûl.

Abstrak:

Telah terjadi perselisihan di kalangan para ulama hadis berkenaan dengan penilaian maqbûl terhadap
seorang rawi dari al-Hâfiẓ Ibnu Hajar dalam kitabnya Taqrîb al-Tahżîb apakah termasuk penilaian pada
jarḥ atau ta‘dîl? dan apa yang melatarbelakangi Ibnu Hajar memberikan nilai maqbûl di saat para ulama
hadis mutaqaddimîn tidak ada seorangpun yang menggunakan istilah tersebut termasuk para ahli hadis
mutaakhkhirîn. Tujuan jurnal ini ditulis untuk mengetahui bagaimana keadaan rawi yang dinilai maqbûl
oleh Ibnu Hajar dan bagaimana status hadis yang terdapat rawi maqbûl tersebut. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif. Kata maqbûl dalam kitab Taqrîb al-Tahżîb adalah istilah khusus yang
dipakai oleh Ibnu Hajar untuk menilai seorang rawi yang sedikit periwayatannya yang tidak didapatkan
jarḥ ta‘dîl-nya yang kuat dan rawi tersebut ada mutâbi‘. Beberapa rawi yang sedikit riwayatnya ini
walaupun di-tsiqah-kan ataupun didaifkan oleh ahlu naqd semisal Imam al-Nasâî, Imam al-Dâraquṭnî atau
Yahyâ bin Ma‘în namun Ibnu Hajar tetap menilainya maqbûl. Kebanyakan rawi maqbûl ini adalah rawi-
rawi majhûl hâl yang memiliki hanya dua riwayat saja atau majhûl ‘ain yang memiliki satu riwayat saja.
Jumlah rawi maqbûl yang ada pada ṭabaqah kedua dan ketiga jumlah seluruhnya 338 rawi dan kedudukan
hadis yang di dalamnya terdapat rawi maqbûl adalah hasan apabila ada mutâba‘ah atau syawâhid.

Keywords: Hadis; Ibnu Hajar; Maqbûl.

1
A. PENDAHULUAN dari kitab pendahulunya Tahżîb
al-Kamâl.
Alhamdulillah atas nikmat Allah
6. Taqrîb al-Tahżîb disusun oleh
SWT. sunnah Nabi ‫ ﷺ‬dapat dilestarikan
Ibnu Hajar ringkasan dari
oleh para ulama khususnya yang konsen
kitabnya sendiri Tahżîb al-
dan perhatian pada hadis nabi dengan
Tahżîb.
dimudahkannya mereka dalam menimba
ilmu dan menyusunnya hingga menjadi Selain dari keenam kitab tersebut
kitab-kitab pokok tadwîn berupa kitab masih banyak kitab-kitab rijâl yang
ṣaḥiḥ, sunan, musnad dan muṣannaf- disusun oleh para ahli hadis yang isi dan
nya. metodologi masing-masing kitab mereka
berbeda-beda yang satu sama lainnya
Lebih dari itu, para ulama dahulu
saling melengkapi.
diberikan kemudahan oleh Allah SWT.
untuk bisa menelusuri jalur-jalur Mereka para ulama ahli hadis begitu
periwayatan. Dengan demikian setiap pedulinya dalam penelitian para rawi.
rawi dari seluruh riwayat yang ada di Siang dan malam mereka lewati demi
kitab-kitab primer tersebut hampir dapat berkhidmat terhadap umat dalam
dikenali secara keseluruhan kredibilitas menyelamatkan sunnah-sunnah Nabi.
(‘adâlah) dan kapabilitasnya (ḍabṭ) Para ulama yang konsen dalam ilmu
dalam periwayatan. Dari merekalah kita periwayatan ini di antaranya adalah:
dimudahkan dengan cukup merujuk
1. Syu‘bah bin Ḥajjâj (w.160H),
pada penilaian-penilaiannya yang sudah
2. Ibnu Sa‘îd al-Qaṭṭân (w.198H),
disusun dalam kitab-kitab rijâlnya
3. Ibnu Mahdî (w.198H),
seperti:
4. Yahyâ bin Ma‘în (w.233H),
1. al-jarḥ wa al-ta‘dîl disusun oleh 5. ‘Alî bin al-Madînî (w. 234H),
Ibnu Abî Ḥâtim merujuk pada 6. Ahmad bin Hanbal (w. 241H),
penilaian bapaknya yakni Abû 7. al-Bukhârî (w.256H),
Ḥâtim. 8. Abû Ḥâtim (w. 277H),
2. al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl 9. al-Nasâî (w. 303H),
disusun oleh Imam al-Ḥâfiẓ Abû
Para ulama ini telah banyak andil
Muhammad ‘Abdul Gânî al-
dalam menjaga Sunnah sehingga banyak
Maqdisî (w.600H).
kaum muslimin yang merujuk pada
3. Tahżîb al-Kamâl fî Asmâ’ al-
perkataannya dan ber-istifâdah dari
Rijâl disusun oleh al-Mizzî
ilmunya.
ringkasan dari kitab al-Kamâl.
4. Tahżîb Tahżîb al-Kamâl disusun Sepeninggal mereka, dengan izin
oleh Imam al-Żahabî ringkasan Allah SWT. telah lahir pula para ahli
dari Kitab Tahżîb al-Kamâl. hadis mutaakhkhirîn yang berkhidmat
5. Tahżîb al-Tahżîb disusun oleh dengan menguasai berbagai macam
al-Ḥâfiẓ Ibnu Hajar ringkasan cabang ilmu agama khususnya ilmu
hadis. Di antara para ulama tersebut

2
adalah al-Ḥâfiẓ Ibnu Hajar al-‘Asqalânî Beliau menulis berbagai macam
al-Syâfi‘î (w. 852H). tema kajian seperti kitab-kitab al-
Arba‘înât, al-Ma‘âjim, kitab-kitab
Nama dan Nasabnya
Takhrîj, kitab-kitab al-Turuq, kitab-
Nama lengkap beliau adalah kitab syarah, Ilmu hadis, ilmu fann, kitab
Syihâbuddîn1 Abul Faḍl2 Ahmad bin rijāl, târikh, fiqih, uṣûluddîn, Uṣûl al-
‘Alî bin Muhammad bin Muhammad bin fiqih, kitab ‘arûd dan adab yang
‘Alî bin Mahmûd bin Ahmad bin Hajar,3 semuanya mencapai 273 karya kitab.8
al-‘Asqalânî,4 al- Syâfi‘î,5 al Miṣrî.6
Di antara karya beliau yang terkenal
Beliau lebih dikenal dengan nama Ibnu
adalah:
Hajar, gelarnya al Ḥâfiẓ. Adapun
penyebutan ‘Asqalânî dihubungkan 1. Kitab Fatḥ al-Bârî Syarḥ Ṣahîh
kepada nama sebuah kota ‘Asqalân’ al-Bukhârî.
yang masuk dalam wilayah Palestina, 2. Kitab Bulûg al-Marâm min
dekat Ghuzzah. Adillah al-Ahkâm.
3. Kitab al-Iṣâbah fî Tamyîz al-
Karya-Karyanya
Ṣahâbah.
Kepakaran al-Ḥâfiẓ Ibnu Hajar 4. Kitab Tahżîb al-Tahżîb.
sangat terbukti. Di mulai tahun 796H 5. Kitab Taqrîb al-Tahżîb.
saat usianya 23 tahun beliau sudah mulai 6. Kitab al-Durar al-Kâminah.
menulis,7 dan terus berlanjut sampai 7. Kitab Lisân al-Mizân.
mendekati wafatnya. Beliau 8. Kitab Taglîq al-Ta‘lîq.
mendapatkan karunia dari Allah SWT. di 9. Kitab Inbâ’ al-Gumar bi Anbâ’
dalam karya-karya kitabnya, yaitu al-‘Umr.
keistimewaan yang jarang didapati pada
Pada jurnal ini penulis membatasi
orang lain. Oleh karena itu, karya-karya
kajian hanya pada karya beliau kitab
beliau banyak diminati oleh umat Islam
Taqrîb al-Tahżîb khusus pada gagasan
dan mudah tersebar luas semenjak beliau
terbarunya yang tidak kita dapatkan pada
masih hidup bahkan sampai sekarang.
ulama-ulama ahli hadis sebelumnya
Kita dapati banyak peneliti dan penulis
yaitu penilaian maqbûl.
bersandar pada karya-karya beliau
Rahîmahullâh.

1 Abdul Majîd, 1st edn (Beirut: Dâr Ibni Hazm,


Ini nama laqabnya beliau. Lihat kitab
Kitab al-Jawahir Wa ad-Durar Fie Tarjamati 1999). 1:101
4
ibni Hajar; Imam as-Sakhawy. Juz 1 hal. 101 Al-Kinany adalah nama kabilahnya,
2 adapun asqalany adalah asal kabilah mereka
Ini nama Kunyah beliau. Diambil sebagai
tasybih dari nama teman bapaknya yang yaitu suatu kota di pesisir pantai kawasan Syam
menjabat Qady di Makkah yang namanya Abu yang berada di Negri Palistina.
al-Fadl Muhammad bin Ahmad bin ‘Abdul 5
Adalah madzhabnya.
‘Aziz al-‘Uqaily an-Nuwairy. Lihat Kitab al- 6
Adalah Negri kelahirannya.
Jawahir Wa ad-Durar Fie Tarjamati ibni Hajar; 7
al-Sakhâwî. 2:659
Imam as-Sakhawy. Juz 1 hal. 101 8
al-Sakhâwî. 2:695
3
al-Sakhâwî, Al-Jawâhir Wa Al-Durar Fî
Tarjamah Ibni Ḥajar, ed. by Ibrâhîm Bâjis

3
Kitab Taqrîb al-Tahżîb ini termasuk tingkatannya disebutkan lafadz-lafadz al
salah satu kitab Biografi khusus para Jarḥ wa al-ta‘dîl berikut lawan katanya.
rawi hadis kitab ṣaḥîḥ dan sunan yang
4. Disebutkan juga dalam
empat. Pada kitab ini Ibnu Hajar al-
mukaddimah kitab ini ṭabaqât para rawi
‘Asqalânî merangkum kitabnya Tahżîb
yang biografinya ditulis menjadi dua
al-Tahżîb menjadi seperenamnya.
belas ṭabaqât. Sebelum merujuk kitab ini
Manḥaj Kitab Taqrîb al-Tahżîb selayaknya diketahui ṭabaqât-ṭabaqât
tersebut hingga dapat diketahui istilah
Dalam kitab ini Ibnu Hajar
khusus versi Ibnu Hajar dalam kitab ini.
melakukan beberapa langkah yaitu:9
5. Pada akhir kitab ini
1. Menyebutkan semua rawi yang
ditambahkannya satu pasal yang
terdapat pada kitab Tahżîb al-Tahżîb
berhubungan dengan penjelasan para
dengan tidak dibatasi hanya pada
rawi wanita yang masih samar
biografi para rawi kitab-kitab hadis yang
berdasarkan urutan rawi yang
enam seperti yang dilakukan oleh Imam
meriwayatkan dari mereka pria atau
al-Żahabî dalam kitabnya al-Kâsyif
wanita.
sebagaimana ia susun biografi rawi itu
berdasar urutan yang dibuatnya sendiri Tingkatan (marâtib) Jarḥ dan
pada kitab al-Tahżîb. Ta‘dîl dalam Kitab Taqrîb al-Tahżîb
2. Dituliskannya rumus biografi Ibnu Hajar telah menyusun
rawi sesuai dengan yang telah tingkatan jarḥ dan ta‘dîl ini menjadi 12
dicantumkan kitab Tahżîb al-Tahżîb tingkatan, yaitu:10
hanya saja berbeda dengan rumus sunan
1. Tingkat pertama yaitu sahabat.
yang empat jika rumus rawi itu
Disimpan pada tingkat pertama adalah
kebetulan sama. Pada kitab al-Tahżîb
untuk memuliakannya.
diberinya rumus (‫ )ع‬adapun pada kitab
2. Tingkat kedua yaitu rawi yang
ini diberinya rumus (‫ )عم‬seperti
dikuatkan keterpujiannya baik dengan
ditambahkannya satu rumus yang tdak
isim tafḍîl (sebaik-baiknya) seperti,
terdapat pada al-Tahżîb yaitu kata-kata
Autsâqunnâs, atau dengan mengulang
(‫)تمييز‬. Ia ini adalah isyarat untuk orang
sifatnya dengan sama lafadz seperti,
yang tidak mempunyai riwayat dalam
tsiqah tsiqah. atau sama makna seperti
kitab-kitab yang menjadi pokok bahasan
tsiqat ḥâfiẓ.
kitab itu.
3. Tingkat ketiga adalah rawi yang
3. Disebutkan dalam mukaddimah hanya mempunyai satu sifat, seperti
kitab ini urutan para rawi berdasarkan tsiqah, tsabat, mutqin atau‘adl.
status kedudukan menjadi dua belas 4. Tingkat keempat adalah rawi
tingkat (martabah) yang pada tiap yang diberi isyarat derajatnya berkurang

9 10
Mahmûd Ak-Ṭaḥḥân, Uṣûl Al-Takhrîj Ibnu Hajar, Taqrîb Al-Tahżîb (India: Dâr
Wa Dirâsah Al-Asânîd (Beirut: Dâr al-Qur’an al-‘Âṣimah, 1380). Hal.80-81
al-Karîm). Hal.191-192

4
sedikit seperti, ṣadûq, lâ ba’sa bih, atau 10. Tingkat Yang kesepuluh adalah
laisa bihi ba’sun. rawi yang tidak ada seorangpun men-
5. Tingkat kelima adalah rawi yang tautsîq-nya, hanya didapatkan yang
diberi isyarat dengan ṣadûq sayyi’ al- menilai daif bahkan ada yang
hifẓ, ṣadûq yahim, lahu auhâm, yukhṭi mencelanya. Ia diberi istilah dengan
atau tagayyar bi-âkharah dan juga yang sebutan matrûk, matrûk al-hadîts, , sâqiṭ,
sejenisnya dari itu seperti rawi yang atau wâhî al-hadîts.
tertuduh bid‘ah seperti: syi‘ah, 11. Tingkat kesebelas adalah rawi
Naṣbiyyah, Qadariyah, Jahmiyah, yang tertuduh berdusta.
Murji‘ah beserta penjelasan akan 12. Tingkat keduabelas adalah rawi
tuduhan dari yang lainnya. yang mendapat gelar al-każżâb
6. Tingkat keenam adalah rawi (pembohong) atau al-waḍa’ (pemalsu).
yang diberi istilah maqbûl. Istilah ini
Dalam Kitab Taqrîb ini juga
maksdunya adalah rawi yang tidak
terdapat rumus-rumus khusus dari
memiliki periwayatan hadis kecuali
mukharrij hadis, di antara contoh kode
sedikit dan tidak ada alasan yang kuat
tersebut adalah (‫ )خ‬ini berarti rawi
pada dirinya ada sesuatu yang membuat
tersebut ada di kitab ṣaḥiḥ al-Bukhârî.
hadisnya ditinggalkan dengan sebab
Pembahasan untuk rumus ini tidak
dirinya dengan syarat ada rawi lain yang
diperluas kajiannya berkenaan rumusan
mengikutinya. Apabila tidak ada maka
masalah yang penulis ajukan di jurnal ini
hadisnya layyin (lemah).
adalah penilaian maqbûl dari Ibnu Hajar
7. Tingkat ketujuh adalah rawi yang
terhadap para rawi.
meriwayatkan darinya lebih dari satu dan
tidak ada yang men-tautsîq-nya, Ia diberi Rumusan Masalah
istilah dengan lafadz mastûr atau majhûl
Agar lebih terarahnya pembahasan
hâl.
maka penulis rumuskan masalah dalam
8. Tingkat kedelapan adalah rawi
penelitian rawi maqbûl yang ada pada
yang tidak didapatkan imam yang men-
ṭabaqah kedua dan ketiga. Rumusannya
tautsîq-nya untuk dijadikan I‘tibâr
adalah sebagai berikut:
sebaliknya ditemukan pada rawi ini yang
mendaifkannya, walaupun tidak 1. Bagaimana kedudukan rawi
dijelaskan kedaifannya, biasanya diberi yang dinilai maqbûl oleh Ibnu
isyarah dengan ḍa‘îf. Hajar?
9. Tingkat kesembilan adalah rawi 2. Bagaimana derajat hadis yang
yang hanya seorang rawi saja terdapat rawi yang dinilai
meriwayatkan darinya. Tidak ada yang maqbûl oleh al-Ḥâfiẓ?
men-tautsîq-nya, Ia diberi istliah dengan
Penelitian ini menggunakan metode
sebutan majhûl.
deskriptif. Muhammad Nazir11
menyatakan bahwa tujuan dari penelitian

11
Muhammad Nazir, Metode Penelitian
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005).

5
deskriptif ini adalah untuk membuat Tiga syarat inilah yang menjadikan
deskripsi, gambaran, atau lukisan secara makna maqbûl Ibnu Hajar dapat
sistematis, faktual dan akurat mengenai diketahui sehingga dari tiga sebab
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan tersebut dapat difahami bahwa:
antar fenomena yang diselidiki.
1. Ibnu Hajar tidaklah memberikan
B. PEMBAHASAN penilaian maqbûl pada rawi
yang banyak riwayatnya walau
Pengertian Maqbûl Berdasarkan
syarat kedua dan ketiga ada pada
Bahasa dan Istilah
diri rawi tersebut, begitupun
Maqbûl menurut Bahasa adalah sebaliknya.
Qabila semakna dengan akhaża yang 2. Ibnu Hajar tidak akan
artinya menerima atau mengambil.12 memberikan penilaian maqbûl
Bentuk isim masdarnya adalah al-Qubûl pada rawi yang sedikit sekali
yang maknanya al-Riḍâ,13 adapun lafadz riwayatnya namun didapatkan
maqbûl diambil dari isim maf‘ûl yang alasan kuat yang menjadikan
berarti diterima. rawi tersebut harus ditinggalkan.
3. Adapun syarat ketiga apabila
Maqbûl Menurut Istilah Ibnu
syarat kesatu dan kedua
Hajar
terpenuhi namun rawi tersebut
Maqbûl menurut istilah yang tafarrud (menyendiri) maka
dimaksud oleh al-Ḥâfiẓ dalam kitabnya nilai maqbûl rawi tersebut
al-Taqrîb dapat kita fahami pada hilang dan kedudukannya
perkataannya sendiri di muqaddimahnya menjadi layyin al-hadîts.
yang telah penulis kutip di atas pada
Dengan membandingkan istilah
tingkatan jarḥ ta‘dîl para rawi pada
maqbûl yang biasa dipakai oleh para
martabat keenam.
ulama sebelumnya dengan istilah
Penulis memahami bahwa makna maqbûl Ibnu Hajar di kitab Taqrîb beliau
maqbûl Ibnu Hajar ini adalah: maka dapat penulis simpulkan sebagai
berikut:
1. Rawi tersebut dalam jumlah
periwayatannya sedikit. 1. Istilah Maqbûl Ibnu Hajar dalam
2. Tidak ada alasan yang kuat rawi kitab al-Taqrîb bukanlah istilah
tersebut memiliki masalah maqbûl yang biasa dipakai oleh
hingga hadisnya harus para ulama hadis sebelumnya.
ditinggalkan. Perkataan maqbûl para ahli
3. Rawi tersebut ada penyerta hadis terdahulu (mutaqaddimîn)
(mutâbi’) dan apabila tidak ada menunjukkan makna secara
maka hadisnya disebut layyin. bahasa pada kedudukan hadis,

12
Ibnu Faris, Mu‘jam Al-Maqâyis Al- 13
Al-Aṣfahânî, Mufradât Alfâẓ Al-Qur’ân
Lugah, ed. by Abdussalam (Beirut: Dâr al- (Damaskus: Dâr al-Nasyr Damaskus). 1:653
Fikar, 1979).

6
adapun perkataan maqbûl Ibnu perkataannya, “ṣahâbî qalîl al-
Hajar adalah makna Istilah yang ḥadîts, contoh sahabat yang
ditujukan kepada nilai seorang bernama Makhram,14 Marrah
rawi yang definisinya sudah bin ‘Amr,15 Hazm bin Abî
tercakup pada tiga syarat di atas Ka‘b,16al-Hakam bin Hazm,17
tadi. Ṣakhr bin al-‘Îlah.18
2. Ibnu Hajar memakai istilah 2. Ibnu Hajar juga memberikan
maqbûl sebagai lafadz bagian komentar qalîl al-Ḥadîts pada
jarḥ dan ta‘dîl terhadap rawi. rawi-rawi tsiqah, contohnya
Berbeda dengan ahli hadis rawi yang bernama Salam bin
sebelumnya yang menggunakan Abî al-Żiyâl, Ibnu Hajar
lafadz maqbûl ini pada mengatakan:19
kedudukan hadis bukan pada
nilai rawi. ‫سلم بن أيب الذايل عجالن البصري ثقة قليل‬
3. Ibnu Hajar membatasi tingkatan ‫احلديث‬
rawi dan maqbûl ditempatkan
pada tingkatan keenam. Berbeda Pada contoh tersebut dapat penulis
dengan ahli hadis sebelumnya simpulkan bahwa:
mereka tidak membatasi lafadz 1. Perkataan Ibnu Hajar qalîl al-
maqbûl. Hadîts bukanlah lafadz jarḥ
Penjelasan Tiga Syarat pada ta‘dîl terhadap rawi sebab lafadz
Penilaian Maqbûl Ibnu Hajar: qalîl al-ḥadîts itu juga ternyata
disebutkan pada sebagian
a. Qalîl al-Ḥadîts sahabat r.a sedangkan para
Secara umum rawi yang sedikit sahabat adalah ‘udûl.
hadisnya tidak hanya ada pada rawi-rawi 2. Perkataan Ibnu Hajar qalîl al-
yang dinilai maqbûl oleh Ibnu Hajar ḥadîts disebutkan untuk rawi
akan tetapi juga dibawa oleh rawi-rawi siapa saja baik para sahabat atau
yang dinilai ṣadûq, tsiqah oleh Ibnu tabiin ke bawah yang mereka
Hajar sendiri, bahkan sedikit riwayat ini memiliki jumlah riwayat yang
didapatkan dari para sahabat r.a. sedikit.
3. Penulis tidak mendapatkan
Sehingga penyebutan qalîl al- perkataan qalîl al-ḥadīts
Ḥadîts dari al-Ḥāfiẓ dapat ditelusuri di ditujukan pada rawi daif dalam
kitabnya al-Taqrîb sebagai berikut: kitab al-Taqrîb sehingga dapat
penulis fahami bahwa rawi-rawi
1. Ibnu Hajar memberikan
daif yang sedikit riwayatnya
komentar qalîl al-ḥadîts pada
sebagian sahabat dengan tersebut sudah teracover oleh
perkataan al-Ḥâfiẓ sendiri pada

14 17
Ibnu Hajar, taqrîb al-tahżîb. No. 6541 Ibnu Hajar, taqrîb al-tahżîb. No. 1441
15 18
Ibnu Hajar, taqrîb al-tahżîb. No. 6563 Ibnu Hajar, taqrîb al-tahżîb. No. 2908
16 19
Ibnu Hajar, taqrîb al-tahżîb. No. 1191 Ibnu Hajar, taqrîb al-tahżîb. No. 2465

7
rawi-rawi maqbûl yang akan ahlu hadits yang men-jarḥ dan ada juga
dibahas setelah ini. yang men-ta‘dîl.
4. Batas maksimal jumlah hadis
Yang keempat: Rawi-rawi yang
yang dibawa oleh rawi yang
tidak dikomentari oleh para ahlu hadtis
disebut oleh al-Ḥâfiẓ sebagai,
baik jarḥ ataupun ta‘dîl-nya.
“qalîl al-ḥadîts” penulis
dapatkan pada rawi yang Pada dasarnya berdasarkan kaidah,
bernama Abdullah bin ‘Amr bin jarh itu bisa diterima apabila ada
‘Auf. Jumlah riwayatnya penjelasan, hanya saja saat jarḥ tersebut
mencapai sepuluh riwayat dan ada penjelasan namun al-Hâfiẓ
kebanyakan rawi-rawi yang menilainya maqbûl, maka dari
dinilai qalîl al-ḥadîts oleh al- pernyataannya al-Ḥâfiẓ “An Lâ Yatsbutu
Ḥâfiẓ hanya memiliki satu atau fîhi mâ Yutraku Ḥadîtsuhu min Ajlihi”
dua riwayat saja. Oleh sebab itu dapat difahami bahwa:
berdasarkan jumlah riwayat
1. Pada sebagian rawi Jarḥ itu ada
yang dimiliki oleh rawi-rawi
hanya saja bagi al-Ḥafiẓ nilai
maqbûl, al-Ḥâfiẓ telah konsisten
jarh-nya tidak kuat.
dan sesuai dengan
2. Jarḥ itu ada dan al-Hâfiẓ
pernyataannya sendiri, qalîl al-
menerimanya hanya saja jarh
ḥadîts terhadap rawi-rawi yang
tersebut tertuju pada riwayat
dinilai maqbûl dengan taṭbîq-
yang dikhususkan.
nya.
Khusus bagian keempat yaitu para
b. An Lâ Yatsbutu fîhi mâ Yutraku
rawi tersebut tidak didapatkan komentar
Hadîtsuhu min Ajlihi (tidak ada alasan
dari para ahlu hadits baik yang men-jarḥ
yang kuat pada dirinya ada sesuatu yang
maupun yang men-ta‘dîl pada dasarnya
membuat hadisnya ditinggalkan dengan
rawi-rawi ini disebabkan karena
sebab dirinya).
sedikitnya riwayat hingga hal tersebut
Rawi-rawi dilihat dari arah jarḥ menyulitkan mereka dalam menilai
ta‘dîl terbagi kepada beberapa bagian: berdasarkan i’tibar-nya. Atas kondisi
seperti itu pada dasarnya rawi-rawi ini
Yang pertama: Para rawi yang
adalah majhûl dan al-Ḥafiẓ lebih banyak
telah disepakati oleh ahli hadits akan
memberikan penilaian maqbûl di bagian
tautsîq-nya, dan rawi-rawi ini pada
keempat ini.
dasarnya rawi-rawi tsiqah.
c. Haitsu Yutâba‘ wa Illâ fa-
Yang kedua: Rawi-rawi yang telah
Layyin al-Ḥadîts (ada pengikut dan
disepakati oleh ahli hadits akan
apabila tidak ada maka hadisnya layyin)
kedaifannya dan pada dasarnya rawi-
rawi tersebut adalah daif. Mutâba‘ah menurut bahasa adalah
mengikuti dan menurut istilah seorang
Yang ketiga: Rawi-rawi yang
rawi hadis yang periwayatannya diikuti
terjadi perbedaan nilai di dalamnya, ada

8
rawi yang lain dari guru yang sama atau Rawi-rawi ini mencapai 11 rawi, di
dari guru di atasnya lagi.20 antaranya:
Dari definisi tersebut dapat kita  Abû Katsîr al-Zubîdî al-Kûfî.21
fahami bahwa mutâba‘ah adalah salah Imam al-Nasâî menilainya tsiqah.22
satu syarat bagi rawi yang dinilai maqbûl Imam Ibnu Hibbân23 dan Imam al-
oleh Ibnu Hajar, apabila ternyata ‘Ijlî24 pun telah menilainya tsiqah.
menyendiri dan tidak didapatkan rawi  Abu al-Mutsannâ al-Juhanî al-
lain yang menyertainya maka rawi Madanî. Ibnu Ma‘în memberi nilai
tersebut adalah Layyin al-Ḥadîts. tsiqah, adapun Ibnu al-Madînî
memberi nilai majhûl dan Ibnu
Rawi-rawi Maqbûl dalam Kitab
Hibbân memasukkannya di kitab al-
Taqrîb al-Tahżîb
Tsiqât.25
Dalam kitab al-Taqrîb banyak  Yazîd bin Jariyah al-Anṣâr.26 Imam
didapatkan rawi-rawi yang hakikatnya al-Nasâî menilainya tsiqah27
majhûl sebagaimana telah dinilai oleh
para ahlu naqd, namun Ibnu Hajar b. Rawi-rawi Daif yang Dinilai
memasukannya kepada tingkat keenam Maqbûl oleh Ibnu Hajar
dengan nilai maqbûl. Didapatkan pula
Yang dimaksud rawi-rawi daif di
beberapa rawi yang dinilai tsiqah oleh
sini maksudnya para rawi yang
beberapa ulama ahlu hadîts namun Ibnu
didapatkan sebagian ahlu hadits
Hajar memasukkannya tetap pada nilai
menilainya daif namun al-Ḥâfiẓ
maqbūl. Berikut penjelasannya:
menilainya maqbûl. Berdasarkan sumber
a. Rawi-rawi Tsiqah yang Dinilai data didapatkan rawi-rawi yang
Maqbûl oleh Ibnu Hajar mendapat penilaian daif dari ahlu naqd
mencapai delapan rawi. Berikut tiga
Maksud rawi-rawi tsiqah di sini
contoh rawinya:
adalah para rawi yang diketahui
beberapa imam ahlu hadîts menilainya 1. Humaiḍah bin al-Syamardal al-
tsiqah namun al-Ḥâfiẓ menilainya Asadî.28 Imam al-Bukhârî
maqbûl berada pada tingkat keenam. menilainya, “fîhi naẓar.29 Imam
Ibnu Hibbân memasukkannya di
kitab al-Tsiqât.30 Yahya bin

20
Jalaludin Al-Suyuti, Tadrîb Al-Râwî Fî 25
Ibnu Abî Ḥâtim, Al-Jarḥ Wa Al-Ta‘dîl
Syarḥ Taqrîb Al-Nawâwî, ed. by Abu Qutaibah Li-Ibni Abî Ḥâtim, 1st edn (Beirut: Ihyâ’ al-
(Dâr al-Ṭayyibah, 2009). Hal.157-158 Turâts al-‘Arabî, 1952).
21 26
Ibnu Hajar, Taqrîb Al-Tahżîb. Hal. 1196 Ibnu Hajar, Taqrîb Al-Tahżîb. Hal.1073
22
Ibnu Hajar, Lisân Al-Mîzân (Beirut: Dâr 27
Jamâluddin Al-Mizzî, Tahżîb Al-Kamâl
al-Basyâ’ir al-Islâmiyyah, 2002). 7:480 Fî Asmâ’ Al-Rijâl (Beirut: Muassasah al-
23 Risâlah, 1983). 32:99
Ibnu Hibbân, Al-Tsiqât Li-Ibni Hibbân,
28
ed. by Muhammad Abdul Muhid, 1st edn Ibnu Hajar, Taqrîb Al-Tahżîb. Hal.277
(India: Dâ’irah al-Ma‘ârif, 1973). No.2122 29
Al-Bukhârî, Al-Târikh Al-Kabîr (Beirut:
24
Al-‘Ijlî, Ma‘rifah Al-Tsiqah, ed. by Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1986).
Abdul ’Alim (Madinah al-Munawwarah: 30
Ibnu Hibbân.6:243
Maktabah al-Dâr, 1985). No.2231

9
Sa‘îd al-Qaṭṭân mengatakan: lâ Berikut tiga contoh rawinya:
Yu‘raf (tidak dikenal).31
1. Abû Mûsâ al-Hilâlî.40 Imam
2. Makhlad bin Khufaf al-
Ibnu Hibbân memasukkannya
Ghifarî.32 Imam al-Bukhârî
dalam kitab al-Tsiqât.41 Abû
mengatakan, “fîhi naẓar”.33
Hâtim mengatakan, “Majhûl
Ibnu ‘adî berkata, “lâ yu‘raf
(tidak dikenal)”.42
lahu gair hâżâ al-ḥadîts.34 Imam
2. Sulaimân bin Abî Sulaimân.43
Ibnu Hibbân memasukkannya di
Yahyâ bin Ma‘în berkata, “Aku
kitab al-Tsiqât.35
tidak mengenalinya”.44 Ibnu
3. Jurî bin Kulaib al-Sudusî al-
Hibbân memasukkannya di
Baṣarî.36 ‘Alî bin al-Madînî
kitab al-Tsiqât.
berkata, “Majhûl. Abû Hâtim
3. Mahmûd bin ‘Amr bin Yazîd.45
berkata, “Syaikh yang tidak
Ibnu al-Qaṭṭân mengatakan,
dijadikan hujjah hadisnya”.37
“majhûl al-ḥâl”.46 Ibnu Ḥazm
Ibnu Hibbân memasukannya
mengatakan, “Mahmûd seorang
dalam kitab al-Tsiqât38 dan al-
rawi daif”.47 Imam Ibnu Hibbân
‘Ijlî mengatakan, “Tâbi‘în
memasukkannya dalam kitab al-
tsiqah”.39
Tsiqât.48
c. Rawi-rawi Majhûl yang Dinilai
Dari contoh-contoh di atas dapat
Maqbûl oleh Ibnu Hajar
difahami bahwa rawi-rawi yang dinilai
Yang dimaksud dengan rawi-rawi maqbûl oleh al-Ḥâfiẓ kebanyakan adalah
majhûl di sini adalah rawi-rawi yang rawi-rawi majhûl ḥâl dan majhûl ‘ain.
dinilai oleh ulama ahli hadis dengan Yang dapat penulis fahami langkah al-
statusnya majhûl hâl ataupun majhûl Ḥâfiẓ seperti ini lebih dimungkinkan
‘ain. sebagai bentuk komprominya dengan
Ibnu Hibbân yang di sisi lain men-
Berdasarkan analisis data, rawi-rawi
tautsîq-nya atau cukup menyebutkannya
yang hakikatnya majhûl namun al-Ḥâfiẓ
di dalam kitab al-Tsiqât.
memasukkannya ke dalam kitabnya al-
Taqrîb dengan penilaian maqbûl Namun lebih dari itu al-Ḥâfîẓ pun
didapatkan rawinya mencapai 270 rawi. tetap memasukkan beberapa rawi ke

31
Ibnu Hajar, Tahżîb Al-Tahżîb 39
Ibnu Hajar, Tahżîb Al-Tahżîb. 2:67
(Muassasah al-Risâlah, 1995). 3:49 40
Ibnu Hajar, Taqrîb Al-Tahżîb. Hal.1212
32 41
Ibnu Hajar, Taqrîb Al-Tahżîb. Hal.927 Ibnu Hibbân. 7:663
33
al-Żahabî, Al-Mugnî Fî Al-Ḍu‘Afâ’, ed. 42
Ibnu Abî Ḥâtim. 9:438
by Nûruddîn ‘Itr. 2:648 43
Ibnu Hajar, Taqrîb Al-Tahżîb. Hal.2582
34
Ibnu ‘Adî, Al-Kâmil Fî Al-Ḍu‘Afâ’ Al- 44
Ibnu Hajar, Tahżîb Al-Tahżîb. 4:171
Rijâl, ed. by ‘Âdil Ahmad Abdul Maujûd 45
Ibnu Hajar, Taqrîb Al-Tahżîb. Hal.1212
(Beirut: al-Kutub al-’Ilmiyyah, 1997). 6:444 46
Ibnu Al-Qaṭṭân, Bayân Al-Wahm Wa Al-
35
Ibnu Hibbân. 7:505 Îhâm Fî Kitâb Al-Ahkâm, ed. by Husain Âyat
36
Ibnu Hajar, Taqrîb Al-Tahżîb. Hal.197 Sa‘îd (Riyâḍ: Dâr Tayyibah, 1997). 3:590
37
Ibnu Hajar, Tahżîb Al-Tahżîb. 2:67 47
al-Żahabî. al-Mugnî fî al-Du‘afâ’. 2:647
38 48
Ibnu Hibbân. 4:117 Ibnu Hibbân. 7:663

10
dalam martabat yang keenam ini walau syâhid, namun al-Ḥafiẓ menilainya
rawi tersebut telah di-tautsîq oleh hasan.
sebagian ahlu naqd semisal Imam al-
2. Hadis Ibnu Aby Syaibah No.
Nasâî atau Ibnu Ma‘în disebabkan rawi
3421
tersebut riwayatnya sedikit.
‫ َع ْن أيَيب عَ ْم يرو بْ ين‬،‫ َع ْن ُُمَ َّم يد بْ ين َع ْم ٍرو‬،‫َحدَّثَنَا يَ يزي ُد بْ ُن َه ُارو َن‬
Kedudukan Hadis yang Terdapat
‫ي‬ ‫يي‬
Rawi Maqbûl ُ‫ «أَنَّه‬،‫ َع ْن أيَيب ذَ ٍر‬،‫ص ير يي‬ ْ َ‫ َع ْن َمالك بْ ين أ َْو يس بْ ين ا ْحلَ َد َثن الْن‬،‫اس‬ ٍ َ‫ََح‬
‫صلَّى يعنْ َد َها رْك َعتَ ْ ي‬ ‫ي‬
»‫ي‬ َ َ َ‫َد َخ َل الْ َم ْسج َد فَأَتَى َسا يريَةً ف‬
Pada dasarnya hadis yang terdapat
rawi maqbûl kedudukan hadisnya lemah Riwayat ini pada dasarnya daif
apabila tidak ada hadis lain yang disebabkan ada rawi yang bernama Abû
menguatkannya sebagai mutâba‘ah atau ‘Amr bin Hamas. Rawi ini dinilai
syawâhid. Hal itu berdasarkan kaidah al- sebagai rawi maqbūl oleh Ibnu Hajar
Ḥâfiẓ sendiri yaitu, “Maqbûl haitsu sedang ia pada riwayat ini tidak memiliki
yutâba‘ wa illâ falayyin al-ḥadîts” yang mutâbi‘ ataupun syawâhid. al-Ḥâfiẓ
maksudnya hadis itu diterima apabila mengatakan dalam kitabnya Taglîq al-
ada penguat dari hadis yang lain, apabila Ta‘lîq,49 “Wa al-isnâd hasan”,
tidak ada maka hadisnya layyin (lemah). (sanadnya hasan).

Namun apabila melihat pada C. KESIMPULAN


penilaian-penilaian al-Ḥâfiẓ di dalam
Lafadz maqbûl dalam kitab Taqrîb
kitab-kitab karyanya akan kita dapatkan
al-Tahżîb adalah istilah khusus yang
kontradiktif dengan definisinya sendiri.
dipakai oleh al-Ḥâfiẓ untuk menilai
Didapatkan beberapa hadis yang
seorang rawi yang sedikit
terdapat rawi maqbûl beliau nilai hasan
periwayatannya yang tidak didapatkan
walau rawi tersebut tidak ada mutâbi‘
jarḥ ta‘dîl-nya yang kuat namun rawi
ataupun syawâhid.
tersebut ada mutâbi‘.
Berikut beberapa contohnya:
Beberapa rawi yang sedikit
1. Hadis Imam Ahmad No. 17159: riwayatnya ini walaupun dinilai tsiqah
ataupun daif oleh sebagian ahlu naqd
،‫ َويَيزي ُد بْ ُن َعْب يد َربييه‬،‫ضَريم َّي‬ ْ ‫َحدَّثَنَا َحْي َوةُ بْ ُن ُشَريْ ٍح يَ ْع يِن ابْ َن يَ يزي َد‬
ْ َ‫احل‬ semisal Imam al-Nasâî, Imam al-
‫ي‬ ‫ي‬ ٍ
،‫ َع ْن َخالد بْ ين َم ْع َدا َن‬،‫ َح َّدثَيِن َيبريُ بْ ُن َس ْعد‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،ُ‫ َحدَّثَنَا بَيقيَّة‬:‫قَ َاَل‬ Dâraquṭnî atau Yahyâ bin Ma‘în namun
‫ أ ََّن رس َ ي‬،َ‫ض ب ين سا يرية‬ ‫ي‬ ٍ ‫ي‬
ُ‫صلَّى هللا‬ َ ‫ول هللا‬ َُ َ َ ْ ‫ َع ْن ع ْرََب ي‬،‫َع ين ابْ ين أيَيب ب َالل‬ sebagian rawi tersebut tetap dinilai
" … ‫ُّه َداءُ َوالْ ُمتَ َوفَّ ْو َن َعلَى فُ ُر يش يه ْم‬ ‫ي‬
َ ‫ " ََيْتَص ُم الش‬:‫ال‬ َ َ‫َعلَْي يه َو َسلَّ َم ق‬ maqbûl oleh al-Ḥâfiẓ.

Riwayat ini pada dasarnya daif Kebanyakan rawi maqbûl ini adalah
disebabkan ada rawi daif yang bernama rawi-rawi majhûl ḥâl yang memiliki
Abdullah bin Abî Bilâl. Rawi ini dinilai
maqbûl tanpa ada mutâbî‘ ataupun

Taglîq Al-Ta‘Lîq, ed. by Sa‘îd


49

‘Abdurrahmân (Beirut: al-Maktab al-Islâmî,


1405). 2:436

11
hanya dua rawi saja atau majhûl al-‘ain Ak-Ṭaḥḥân, Mahmûd, Uṣûl Al-
yang memiliki hanya satu rawi saja. Takhrîj Wa Dirâsah Al-Asânîd (Beirut:
Dâr al-Qur’an al-Karîm)
Jumlah rawi maqbûl yang ada pada
ṭabaqah kedua dan ketiga seluruhnya Al-‘Ijlî, Ma‘rifah Al-Tsiqah, ed. by
mencapai 338 rawi. Abdul ’Alim (Madinah al-Munawwarah:
Maktabah al-Dâr, 1985)
Kedudukan hadis yang di dalamnya
terdapat rawi maqbûl adalah hasan Al-Aṣfahânî, Mufradât Alfâẓ Al-
apabila ada mutâba‘ah atau syawâhid. Qur’ân (Damaskus: Dâr al-Nasyr
Damaskus)
Khusus penilaian al-Ḥâfiẓ terhadap
hadis di kitab-kitab karyanya seperti Al-Bukhârî, Al-Târikh Al-Kabîr
kitab Fatḥ al-Bârî, Talkhîs al-Ḥabîr dan (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
lain-lain. yang di dalamnya terdapat rawi 1986)
maqbûl namun beliau nilai hasan
Al-Mizzî, Jamâluddin, Tahżîb Al-
padahal hadis tersebut tidak ada
Kamâl Fî Asmâ’ Al-Rijâl (Beirut:
mutâba‘ah atau syawâhid diperlukan
Muassasah al-Risâlah, 1983)
penelitian lebih lanjut dengan hipotesa
awal bahwa, “Penilaian al-Ḥâfiẓ di Al-Qaṭṭân, Ibnu, Bayân Al-Wahm
kitab-kitabnya seperti Fatḥ al-Bârî atau Wa Al-Îhâm Fî Kitâb Al-Ahkâm, ed. by
Talkhîs al-Ḥabîr dengan nilai hasan Husain Âyat Sa‘îd (Riyâḍ: Dâr
adalah qaul qadîm yang bermakna kitab- Tayyibah, 1997)
kitab tersebut lebih dahulu disusun
al-Sakhâwî, Al-Jawâhir Wa Al-
daripada kitab Taqrîb-nya. atau bisa jadi
Durar Fî Tarjamah Ibni Ḥajar, ed. by
bentuk ketidak konsistenan beliau dari
Ibrâhîm Bâjis Abdul Majîd, 1st edn
teori dan prakteknya. Kemungkinan
(Beirut: Dâr Ibni Hazm, 1999)
ketiga adalah menurunkan standar
nilainya berkenaan dengan hadis-hadis Al-Suyuti, Jalaludin, Tadrîb Al-
faḍāilul ‘amal. Râwî Fî Syarḥ Taqrîb Al-Nawâwî, ed. by
Abu Qutaibah (Dâr al-Ṭayyibah, 2009)
__________
al-Żahabî, Al-Mugnî Fî Al-Ḍu‘Afâ’,
Daftar Pustaka
ed. by Nûruddîn ‘Itr
‘Abdurrahmân, Sa‘îd, ed., Taglîq
Faris, Ibnu, Mu‘jam Al-Maqâyis Al-
Al-Ta‘Lîq (Beirut: al-Maktab al-Islâmî,
Lugah, ed. by Abdussalam (Beirut: Dâr
1405)
al-Fikar, 1979)
‘Adî, Ibnu, Al-Kâmil Fî Al-Ḍu‘Afâ’
Hajar, Ibnu, Lisân Al-Mîzân (Beirut:
Al-Rijâl, ed. by ‘Âdil Ahmad Abdul
Dâr al-Basyâ’ir al-Islâmiyyah, 2002)
Maujûd (Beirut: al-Kutub al-’Ilmiyyah,
1997) ———, Tahżîb Al-Tahżîb
(Muassasah al-Risâlah, 1995)

12
———, Taqrîb Al-Tahżîb (India:
Dâr al-‘Âṣimah, 1380)
Ḥâtim, Ibnu Abî, Al-Jarḥ Wa Al-
Ta‘dîl Li-Ibni Abî Ḥâtim, 1st edn (Beirut:
Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabî, 1952)
Hibbân, Ibnu, Al-Tsiqât Li-Ibni
Hibbân, ed. by Muhammad Abdul
Muhid, 1st edn (India: Dâ’irah al-
Ma‘ârif, 1973)
Nazir, Muhammad, Metode
Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2005)

13

You might also like