Professional Documents
Culture Documents
1 - Article Text-4261-1-10-20181016
1 - Article Text-4261-1-10-20181016
1 - Article Text-4261-1-10-20181016
Ika Dharmayanti1, Dwi Hapsari Tjandrarini1, Puti Sari Hidayangsih1, Olwin Nainggolan1
1
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Jakarta
Email: ika_skm@yahoo.com
ABSTRACT
Conditions of housing and residential environment are one of the factors that cause mental emotional
disorder. This is related to the quality of residential environment and socio-economic conditions of the
community. Residential environment derived from variabels of healthy housing, overcrowding, and
residence area. Social economy was a combination of economic quintile, housing ownership, subsidized
rice for the poor programmed and healthcare for the poor. Family history of mental disorders and the
search for medical treatment was also been studied. The aim of this analysis was to find the relationship
between residential environment and economic status as well as family history of mental emotional
condition and the pursuit for medical treatment among population aged 15 years old and over. To measure
mental emotional was Self Reporting Questioner (SRQ) consisted of 20 items in Riskesdas 2013 instrument.
The results showed the relationship between residential environment and economic status of individual
mental health. A history of mental disorders in the family also contributes to improving mental health
disorders. Housing environment is a dominant factor associated with mental disorders. People who has a
mental illness family member has a risk of 4,5 times experiencing mental disorders. Therefore, government
support was needed to provide a decent, affordable and healthy housing for the poor.
ABSTRAK
Kondisi perumahan dan lingkungan permukiman merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
gangguan kesehatan mental emosional. Hal ini terkait dengan kualitas lingkungan permukiman dan kondisi
sosial ekonomi masyarakat. Kondisi permukiman meliputi variabel rumah sehat, kepadatan hunian dan
wilayah tempat tinggal. Sosial ekonomi merupakan kombinasi dari indeks kepemilikan, kepemilikan
rumah, pemberian beras miskin dan fasilitas kesehatan gratis. Selain itu, riwayat keluarga yang memiliki
gangguan jiwa dan upaya pencarian pengobatan untuk mengobati gangguan kesehatan mental yang diderita
juga dianalisis. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara kondisi lingkungan
permukiman dan status sosial ekonomi serta riwayat keluarga dengan kesehatan mental emosional, dan
upaya pencarian pengobatan gangguan mental penduduk usia 15 tahun ke atas Pengukuran kesehatan
mental menggunakan Self Reporting Questioner (SRQ) yang berisi 20 butir pertanyaan yang terdapat dalam
kuesioner Riskesdas 2013. Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya hubungan antara kondisi lingkungan
permukiman dan status sosial ekonomi terhadap kesehatan mental individu. Lingkungan rumah merupakan
faktor dominan yang berhubungan dengan gangguan kesehatan mental. Seseorang yang tinggal bersama
anggota rumah tangga yang mengalami gangguan jiwa berat mempunyai risiko 4,5 kali mengalami
gangguan mental emosional. Oleh karena itu, perlu dukungan pemerintah untuk menyediakan permukiman
yang layak, terjangkau dan sehat bagi masyarakat menengah ke bawah.
masyarakat Indonesia. Selain itu, untuk sarana air bersih, pembuangan kotoran, air
upaya pencarian pengobatan dalam limbah dan sampah; kelompok perilaku
mengatasi GME, yang dihubungan dengan penghuni, yang terdiri dari membuka jendela
kondisi lingkungan permukiman dan satus kamar tidur dan ruang keluarga,
sosialnya. membersihkan rumah dan halaman, serta
membuang sampah (Depkes RI, 2002).
Variabel permukiman diklasifikasikan
BAHAN DAN CARA menjadi permukiman tidak sehat,
Studi ini menggunakan sumber data permukiman kurang sehat, dan permukiman
Riskesdas 2013. Desain penelitian Riskesdas sehat.
menggunakan rancangan cross-sectional Setelah diperoleh hasil dari tiap
(potong lintang) dengan metode survei di 33 kelompok komponen, kemudian dilakukan
provinsi di Indonesia. Unit analisis pembobotan pada masing-masing kelompok.
menggunakan total responden berusia ≥ 15 Penjumlahan dari tiga kelompok tersebut
tahun yang menjadi sampel Riskesdas 2013. merupakan hasil penilaian rumah sehat
Total sampel berumur ≥ 15 tahun sebanyak (rumah sehat dan tidak sehat). Kemudian,
722.329 orang. Data GME diperoleh dibentuk variabel permukiman dari
berdasarkan jawaban responden pada penjumlahan variabel rumah sehat, kepadatan
pertanyaan SRQ-20. Nilai cut off (batas hunian (luas rumah per orang) dan kondisi
pisah) SRQ-20 adalah 6, yaitu apabila wilayah tempat tinggal (kumuh dan tidak
responden menjawab “Ya” minimal pada kumuh). Status sosial ekonomi masyarakat
enam pertanyaan SRQ, maka diindikasikan diperoleh dari kombinasi status kepemilikan
mengalami stress atau GME. Untuk deteksi rumah (bebas sewa, kontrak/sewa dan milik
dini GME, setiap butir pertanyaan SRQ sendiri), indeks kepemilikan yang digunakan
bernilai sama. Nilai cut off 5/6 merupakan dalam laporan Riskesdas, pemberian beras
hasil validasi yang dilakukan oleh miskin (raskin), dan pelayanan kesehatan
Ganihartono (Ganihartono, 1996). Data GME gratis. Status sosial ekonomi diklasifikasikan
diklasifikasikan menjadi normal (nilai SRQ = menjadi strata ekonomi rendah dan strata
0), memiliki keluhan GME (nilai SRQ = 1 – ekonomi tinggi. Pemilihan variabel
5) dan GME (nilai SRQ ≥ 6). Untuk pembentuk status sosial ekonomi berdasarkan
mengetahui karakteristik masyarakat yang besarnya pengaruh status ekonomi dan status
menderita GME, variabel yang dianalisis kepemilikan rumah terhadap GME.
meliputi usia, jenis kelamin, umur, Kemungkinan peran genetik dilihat dari
pendidikan, pekerjaan, dan status keberadaan anggota rumah tangga (ART)
perkawinan. lain yang mengalami gangguan jiwa di
Dalam penelitian ini, penilaian rumah. Pertanyaan tentang keluarga dengan
rumah sehat berdasarkan Keputusan Menteri gangguan jiwa diperoleh dari kuesioner
Kesehatan RI Nomor rumah tangga pada Riskesdas 2013. Kriteria
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang ini turut dimasukkan dalam penelitian, karena
Persyaratan Rumah Sehat, dan Pedoman faktor biologis (genetik) merupakan kondisi
Teknis Penilaian Rumah Sehat, karena selain yang mempengaruhi GME. Variabel
menilai kondisi fisik rumah dan sarana pencarian pengobatan GME merupakan
sanitasi; juga akan menilai perilaku penghuni upaya dalam melakukan pengobatan ke
rumah. Kriteria rumah sehat dibentuk dari fasilitas kesehatan maupun ke tenaga
kumpulan pertanyaan yang berasal dari kesehatan. Variabel ini turut diperhitungkan
kuesioner Rumah Tangga Riskesdas 2013 dalam analisis, untuk mengetahui banyaknya
(RKD13.RT). Variabel rumah sehat penderita GME yang melakukan pengobatan,
diperoleh dari: kelompok komponen rumah, karena umumnya penderita GME tidak
yang terdiri dari langit-langit, dinding, lantai, mendapatkan perawatan dan pengobatan
jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga gangguan dengan benar. Analisis data
dan ruang tamu, ventilasi, sarana dilakukan secara univariat, bivariat, serta
pembuangan asap dapur, dan pencahayaan; multivariat.
kelompok sarana sanitasi, yang terdiri dari:
66
Pengaruh kondisi kesehatan lingkungan...(Ika D, Dwi HT, Puti SH, Olwin N)
67
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 17 No 2, September 2018 : 64 - 74
di permukiman kurang sehat dan tidak sehat juga terlihat pada rumah tangga yang
(Tabel 2). Begitu juga dengan keluhan GME memiliki anggota rumah tangga mengalami
lebih banyak pada kelompok masyarakat gangguan jiwa berat. Dengan adanya
yang tinggal di permukiman tidak sehat. kesamaan persentase tinggi antara gangguan
Orang yang tinggal di perkotaan lebih banyak kesehatan mental dan keluhannya,
mengalami GME, hal ini terkait dengan kemungkinan besar keluhan GME akan dapat
tekanan hidup di perkotaan lebih besar berkembang menjadi GME.
dibandingkan di perdesaan. Persentase tinggi
Tabel 3. Distribusi proporsi pencarian pengobatan pada penduduk dengan gangguan mental
emosional berdasarkan karakteristik lingkungan fisik dan sosial
Gangguan mental emosional
Keluhan GME GME
Variabel Berobat Berobat N
Tidak Ya Tidak Ya
% n % n % n % n
Permukiman
Permukiman sehat 86,6 8.566 13,4 1.593 73,1 898 26,9 409 11.466
Permukiman
85,9 184.691 14,1 30.665 72,3 27.133 27,7 11.095 253.584
kurang sehat
Permukiman tidak
87,7 8.921 12,3 1.224 74,9 1.801 25,1 569 12.515
sehat
Status Sosial-ekonomi
Sosek tinggi 85,8 109.196 14,2 18.527 72,2 13.481 27,8 5.896 147.100
Sosek rendah 86,3 92.982 13,7 14.955 72,7 16.351 27,3 6.177 109.244
Tempat tinggal
Pedesaan 85,6 111.940 14,4 18.467 70,6 16.412 29,4 6.680 153.499
Perkotaan 86,4 90.238 13,6 15.015 74,0 13.420 26,0 5.393 124.066
68
Pengaruh kondisi kesehatan lingkungan...(Ika D, Dwi HT, Puti SH, Olwin N)
Hasil analisis pada Tabel 4 penduduk yang bekerja sebagai pegawai atau
menunjukkan hubungan GME dengan status wiraswasta.
permukiman, status sosial ekonomi,
pendidikan, pekerjaaan, dan keberadaan
anggota rumah tangga yang mengalami PEMBAHASAN
gangguan jiwa berat. Faktor-faktor tersebut Hasil analisis menunjukkan bahwa
saling mengontrol. Penduduk yang tinggal di 6,4% masyarakat Indonesia yang mengalami
lingkungan permukiman tidak sehat GME. Persentase ini lebih kecil
mempunyai risiko 1,9 kali dibandingkan dibandingkan hasil sistematik literatur review
penduduk yang tinggal di permukiman sehat di 63 negara, yaitu sebesar 17,6% yang
untuk mengalami GME. Penduduk dengan teridentifikasi mengalami gangguan
status sosial ekonomi rendah mempunyai kesehatan mental (Steel et al., 2014).
risiko 1,3 kali, sedangkan keberadaan ART Berdasarkan data WHO, Indonesia
lain dengan gangguan jiwa meningkatkan merupakan negara dengan gangguan depresi
risiko 4,5 kali untuk menimbulkan gangguan ke empat dan kecemasan ke lima di dunia
kesehatan mental emosional. Faktor dominan (World Health Organization, 2014a;
pada pendidikan, penduduk yang tidak McPhillips, 2016). Hasil analisis ini
sekolah atau hanya tamat SD mempunyai merupakan gambaran umum kejadian GME
risiko 2 kali untuk mengalami GME. di masyarakat, sehingga bisa saja hasilnya
Penduduk yang tidak bekerja berisiko 1,7 lebih kecil dibandingkan penelitian yang
kali untuk mengalami GME dibandingkan khusus menangani gangguan mental. Akan
tetapi, angka 6,4% harus tetap diwaspadai,
69
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 17 No 2, September 2018 : 64 - 74
70
Pengaruh kondisi kesehatan lingkungan...(Ika D, Dwi HT, Puti SH, Olwin N)
malnutrisi (World Health Organization, menyebabkan GME. Dua kondisi ini dapat
2013). Oleh karena itu, terjadinya gangguan disimpulkan bahwa tidak hanya penghasilan
mental pada seseorang tidak hanya tinggi untuk pemenuhan kebutuhan hidup,
disebabkan oleh faktor genetik tetapi termasuk pembiayaan kesehatan tetapi juga
melibatkan faktor lain yang juga bermasalah lingkungan kerja yang nyaman berperan
baik fisiologis, lingkungan, maupun sosial. dalam kesehatan mental.
Keterlibatan seseorang dalam suatu Sampai saat ini, pencarian
kelompok sosial dapat berawal dari tingkat pengobatan terkait gangguan kesehatan
pendidikan, dan kelompok sosial ini dapat mental ke fasilitas kesehatan masih cukup
berperan dalam kesehatan mental seseorang rendah. Penolakan penderita gangguan
(Andina, 2013). Individu yang tidak mental di masyarakat, menyebabkan keluarga
bersekolah atau hanya tamat SD dapat dan penderita tidak berupaya mencari
berisiko 2,4 kali mengalami gangguan pertolongan pengobatan. Banyak faktor yang
kesehatan mental. Risiko GME lebih rendah mempengaruhi seseorang untuk mencari
pada individu dengan tingkat pendidikan pertolongan tenaga kesehatan, antara lain
yang lebih tinggi. Hal ini terkait dengan minimnya pengetahuan mengenai gangguan
semakin tinggi pendidikan, maka semakin mental serta stigma yang ada di masyarakat
banyak pengetahuan yang didapat yang akan (World Health Organization, 2013; Steel et
mempengaruhi sikap dan perilaku yang baik al., 2014; Angst et al., 2016; van der
tentang kesehatan. Tingkat pendidikan yang Westhuizen et al., 2016). Bahkan masih
rendah menyebabkan seseorang tidak banyak ditemui negara berpendapatan rendah
mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga dan menengah, penderita gangguan mental
akan berdampak pula pada kondisi lebih memilih untuk ditangani oleh pengobat
ekonominya. Rendahnya tingkat pengetahuan tradisional (Burns, 2014).
seseorang dapat menurunkan kemampuan
Pada penduduk yang tinggal di
untuk memecahkan masalah, sehingga dapat
permukiman kurang sehat, ternyata lebih
melakukan hal yang yang dapat
banyak melakukan pengobatan gangguan
membahayakan kesehatan, misalnya
mental dibandingkan penduduk yang tinggal
penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan,
di permukiman sehat. Apabila dikaitkan
atau bahkan melakukan bunuh diri (Andina,
dengan kondisi ekonomi, penduduk pada
2013; Schnabel et al., 2016).
permukiman kurang sehat memiliki
Berdasarkan hasil penelitian penghasilan sama atau lebih rendah dari
diketahui bahwa sebagian besar penduduk penduduk dari permukiman sehat, akan tetapi
yang tidak memiliki pekerjaan mengalami lebih banyak yang mengakses fasilitas
gangguan kesehatan mental. Hasil uji statistik kesehatan. Hal ini menunjukkan semakin
menunjukkan penduduk yang tidak bekerja baiknya kondisi permukiman tidak
memiliki risiko 1,7 kali untuk menderita menjadikan seseorang lebih memanfaatkan
GME. Dengan memiliki pekerjaan dengan fasilitas kesehatan dalam pengobatan
penghasilan yang baik, maka seseorang dapat kesehatan mental (Novianty and Rochman
memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan Hadjam, 2017).
fisik, tempat tinggal maupun kebutuhan
Berdasarkan hasil analisis, keluarga
sosial. Kondisi lain yang dapat menjadi
dengan ART yang menderita gangguan jiwa
perhatian bahwa individu yang bekerja
40% melakukan pengobatan ke fasilitas
sebagai pegawai/wiraswasta lebih berisiko
kesehatan. Hal ini merupakan salah satu
untuk mengalami GME dibandingkan
dukungan keluarga terhadap ART yang
petani/nelayan/buruh/lainnya. Hal ini
mengalami gangguan jiwa yaitu dengan
kemungkinan terkait dengan lingkungan
mengupayakan pengobatan yang menunjang
kerja, baik yang bersifat fisik maupun psikis.
kesembuhan penderita gangguan mental.
Buruknya sistem kerja yang tidak
Selain itu, diperlukan pula dukungan
memperhatikan kesehatan, peraturan yang
emosional dari keluarga dalam bentuk kasih
tidak manusiawi, hingga buruknya hubungan
sayang serta menerima dan mendukung
antara rekan kerja dan pimpinan (Andina,
untuk mempercepat proses penyembuhan
2013; Hermiati and Harahap, 2018) dapat
bagi penderita gangguan mental (Social and
71
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 17 No 2, September 2018 : 64 - 74
Journal, 2017). Bentuk dukungan lain, yaitu pengetahuan mengidentifikasi gejala GME
dukungan informasi agar keluarga menjauhi sebagai upaya preventif dan pentingnya
perilaku yang dapat memperburuk kondisi membawa keluarga yang memerlukan
penderita gangguan jiwa. Selain itu, bentuk pengobatan ke fasilitas kesehatan sebagai
dukungan dari masyarakat, aparat desa dan upaya kuratif.
tenaga kesehatan setempat untuk pengobatan
penderita, sehingga apabila terjadi
permasalasahan kesehatan dapat ditangani UCAPAN TERIMAKASIH
secepatnya (Putri et al., 2013). Penulis mengucapkan terimakasih
Disamping beberapa hal di atas, kepada Badan Litbangkes yang telah
analisis ini memiliki keterbatasan data yang memberikan kesempatan untuk
tersedia pada Riskesdas 2013. Faktor lain memanfaatkan data Riskesdas 2013. Ucapan
yang belum diteliti dan memicu terjadinya terima kasih juga penulis sampaikan kepada
gangguan kesehatan mental emosional yang para pihak yang telah berpartisipasi dalam
merupakan perpaduan dari aspek biologis penulisan artikel ini
(infeksi, asupan gizi), psikologis (trauma
psikologis) dan sosial (pola asuh anak,
keagamaan). DAFTAR PUSTAKA
Andina, E. (2013) ‘Protection of Mental Disorders Risk
Group’, Aspirasi, 4(2), pp. 143–154.
KESIMPULAN DAN SARAN Angst, J., Paksarian, D., Cui, L., Merikangas, K. R.,
Hengartner, M. P., Ajdacic-Gross, V. and
Kesimpulan Rössler, W. (2016) ‘The epidemiology of
common mental disorders from age 20 to 50:
Hasil analisis menunjukkan adanya results from the prospective Zurich cohort
hubungan yang bermakna antara kondisi Study’, Epidemiology and Psychiatric
permukiman, status sosial ekonomi Sciences. Cambridge University Press, 25(1),
masyarakat dengan kondisi kesehatan mental pp. 24–32. doi:
10.1017/S204579601500027X.
emosional. Kualitas permukiman yang sehat Barners, M., Cullinane, C., Scott, S. and Silvester, H.
bukan hanya bertujuan untuk melindungi (2013) People living in bad housing -
fisik seluruh anggota keluarga, akan tetapi numbers and health impacts, Shelter.
juga berperan dalam kesehatan mental London. Available at:
https://england.shelter.org.uk/__data/assets/p
emosional penghuninya. Oleh karena itu, df_file/0010/726166/People_living_in_bad_h
untuk mendapatkan permukiman yang sehat, ousing.pdf%0Awww.natcen.ac.uk.
perlu adanya keterjangkauan ekonomi Burns, J. K. (2014) ‘The burden of untreated mental
masyarakat terhadap perumahan yang layak disorders in KwaZulu-Natal Province –
dan sehat. mapping the treatment gap’, South African
Journal of Psychiatry, 20(1), p. 6. doi:
Riwayat keluarga perlu menjadi 10.7196/sajp.499.
perhatian utama, karena sangat berpengaruh Depkes RI, D. P. dan P. (2002) Pedoman Teknis
Penilaian Rumah Sehat.
pada kemungkinan gangguan mental pada Dewi, K. S. (2012) Buku Ajar Kesehatan Mental.
anggota keluarga lainnya.Pola pencarian Cetakan 1. Semarang: UPT UNDIP Press.
pengobatan GME tidak tergantung pada jenis Evans, S. S. M. (2016) Examining the relationship
permukiman dan status sosial ekonomi, tapi between socioeconomic status and mental
health quality of life in a rural neighborhood
merupakan bentuk dukungan keluarga dalam context. University of Iowa. Available at:
menunjang kesembuhan penderita gangguan http://ir.uiowa.edu/etd/3081.
mental. Fredouille, J., Laporte, E. and Mesbah, M. (2009)
Housing and mental health, Housing and
Health in Europe: The WHO LARES Project.
doi: 10.4324/9780203885239.
Saran Fukuzawa, D. D. and Karnas, F. (2015) ‘Reconnecting
Perlunya dukungan pemerintah untuk Health and Housing: Philanthropy’s New
Opportunity’, Environmental Justice, 8(3),
meningkatkan ketersediaan permukiman pp. 86–94. doi: 10.1089/env.2015.0006.
yang layak dan sehat bagi masyarakat Ganihartono, I. (1996) ‘Psychiatric morbidity among
menengah ke bawah. Masyarakat dengan patients attending the Bangetayu community
riwayat keluarga gangguan jiwa perlu diberi health centre in Indonesia’, Buletin Penelitian
Kesehatan, 24(4). Available at:
72
Pengaruh kondisi kesehatan lingkungan...(Ika D, Dwi HT, Puti SH, Olwin N)
74