Professional Documents
Culture Documents
Kebijakan Pembangunan Wilayah Berkelanjutan Di Pro
Kebijakan Pembangunan Wilayah Berkelanjutan Di Pro
Kebijakan Pembangunan Wilayah Berkelanjutan Di Pro
Abstract
Sustainable development has become a necessity for development agenda both at national and regional levels. Achieving sustainable
development indicators which include three pillars, namely economic, social, and environment is very important since development
model using business as usual will lead to social and environmental costs that are quite expensive. Nevertheless achieving development
is often constrained by the complexity of sustainability indicators. This paper aims to evaluate sustainable development at the regional
level in Jambi Province using multi-criteria analysis by means of FLAG model. Analysis of sustainability in the region was carried out
by determining the Critical Threshold Value (CTV) of indicators set by the policy objectives. Primary data regarding the CTV values
were obtained from Focus Group Discussion, while secondary data regarding economic, social, and environmental indicators were
gathered from various sources. Actual data on development achievements in Jambi Province were used as information to assess on
how sustainable development in Jambi Province. The level of sustainability will be shown by colored coded of green, yellow, red, and
black. The green FLAG indicates sustainable development, while the yellow FLAGs, red, and black indicate unsustainable development.
The analysis showed that the existing development policy tend to raise more yellow and red FLAGs, indicating unsustainability, while
policy development scenarios with better utilization of local resources and non-extractive economic activities will result in better the
achievement of sustainable development.
Keywords: sustainable regional development, FLAG, critical threshold value
Abstrak
Pembangunan berkelanjutan telah menjadi suatu keniscayaan agenda pembangunan, baik pada tatanan nasional maupun
regional. Capaian indikator pembangunan berkelanjutan yang meliputi tiga pilar, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan sangat
penting untuk dilakukan, karena pembangunan dengan pola business as usual akan menimbulkan biaya sosial dan lingkungan
yang cukup mahal. Namun demikian, pengukuran keberlanjutan sering terkendala dengan kompleksitas indikator keberlanjutan
itu sendiri. Tulisan ini bertujuan untuk mengevaluasi pembangunan berkelanjutan pada tingkat regional di Provinsi Jambi dengan
menggunakan metode multi-criteria analysis melalui pendekatan model FLAG. Tingkat keberlanjutan pembangunan daerah akan
dianalisis dengan menentukan Critical Threshold Value (CTV) dari pembangunan, yang ditetapkan oleh tujuan kebijakan atau kendala
eksogen. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer menyangkut nilai CTV diperoleh
melalui Focus Group Discussion, sementara data sekunder terkait dengan indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan diperoleh dari
berbagai sumber. Data aktual capaian pembangunan di Provinsi Jambi digunakan sebagai informasi untuk mengetahui bagaimana
pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jambi saat ini. Tingkat keberlanjutan pembangunan akan ditunjukkan oleh warna bendera,
di mana bendera hijau menunjukkan pembangunan yang berkelanjutan, sedangkan bendera kuning, merah, dan hitam menunjukkan
pembangunan yang tidak berkelanjutan. Hasil analisis dengan FLAG menunjukkan bahwa skenario pembangunan eksisting cenderung
menghasilkan bendera merah dan kuning dengan melewati batas ambang kritis. Strategi pembangunan baru berbasis sumber daya
lokal dan ekonomi nonekstraktif diperlukan untuk menghasilkan pembangunan yang lebih berkelanjutan.
Kata kunci: pembangunan wilayah berkelanjutan, FLAG, critical threshold value
Novita Erlinda, Kebijakan Pembangunan Wilayah Berkelanjutan di Provinsi Jambi melalui Pendekatan Model Flag | 1
kategori sedang, tidak demikian halnya jika ditinjau orientasi pembangunan yang cenderung growth
dari sisi aspek lingkungan. Hasil analisis dari Bank oriented pada akhirnya akan menafikan batasan-
Dunia menunjukkan bahwa pembangunan Indonesia batasan kemampuan alam dan lingkungan dalam
yang tidak berkelanjutan akan menimbulkaan biaya mendukung capaian tersebut.
sosial dan lingkungan yang berkisar antara 0,2 persen Sebagai provinsi yang memiliki wilayah konservasi
sampai 7 persen terhadap pendapatan nasional bruto yang cukup luas, capaian pembangunan berkelanjutan
(Fauzi, 2014). Demikian juga data yang disampaikan di Jambi memiliki tantangan tersendiri. Meski dalam
pada hasil Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun perencanaan pembangunan daerah di Jambi secara
2014, menyatakan bahwa pembangunan di Indonesia umum telah disinggung aspek keberlanjutan dan
telah mengakibatkan kesenjangan sosial dengan secara khusus Jambi telah mengeluarkan dokumen
meningkatnya angka koefisien gini dan bencana Strategi dan Rencana Aksi REDD+ sejak tahun 2013
lingkungan. Pada tahun 2002 misalnya, bencana di mana aspek-aspek pembangunan berkelanjutan
banjir di Indonesia hanya terjadi 52 banjir setahun, melalui penurunan emisi, namun demikian capaian
sementara pada tahun 2013 telah terjadi lebih dari program ini belum terlihat dengan nyata. Capaian
1700 banjir dalam setahun (KLH, 2014). Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Jambi masih
demikian pembangunan yang lebih berkelanjutan terkendala dengan berbagai aspek sosial dan
dengan mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan, sementara masalah lingkungan seperti
lingkungan, selain tujuan ekonomi adalah suatu kebakaran hutan dan lahan, konversi lahan untuk
keniscayaan. perkebunan, masih menjadi isu utama lingkungan
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, yang belum terintegrasikan dalam pembangunan di
concern pembangunan dengan ukuran-ukuran Jambi. Dengan demikian sangatlah penting untuk
keberlanjutan melalui dimensi sosial, ekonomi, mengevaluasi aspek keberlanjutan pembangunan di
dan lingkungan bukan hanya merupakan concern Jambi baik dalam konteks situasi eksisting maupun
nasional. Perhatian utama pembangunan untuk pengembangan skenario pembangunan ke
berkelanjutan telah pula bergeser dari fokus global depan.
dan nasional ke fokus regional (Nijkamp and Vreeker,
2000). Menurut Nijkamp dan Vreeker (2000), B. Permasalahan
pergeseran ke arah regional ini antara lain karena Pembangunan berkelanjutan menyangkut
daerah memiliki demarkasi yang jelas serta derajat aspek multi-dimensi dari sisi ekonomi, sosial, dan
homogenitas tertentu sehingga analisis empiris yang lingkungan dengan masing-masing ukuran atau
lebih operasional dapat dilakukan. Oleh karenanya indikator yang berbeda. Sehingga diperlukan unifikasi
analisis yang berkaitan dengan pengukuran kriteria, definisi, dan pengukuran untuk berhasilnya
keberlanjutan, baik yang terkait dengan pendekatan implementasi pembangunan berkelanjutan (Poveda
dan ukuran-ukuran yang digunakan sudah menjadi and Lipsett, 2011). Menindaklanjuti hal tersebut,
suatu keharusan. Tulisan ini menyajikan analisis selama tiga dasa warsa terakhir telah banyak upaya
keberlanjutan pembangunan wilayah dengan yang dilakukan untuk mewujudkan pembangunan
didasarkan pada skenario pembangunan yang berkelanjutan. Namun demikian sifat multi-
telah disepakati melalui dialog multi-pihak dengan dimensi dari keberlanjutan tersebut memerlukan
pendekatan indikator Critical Threshold Value (CTV). pertimbangan yang simultan dari berbagai aspek
Melihat argumentasi di atas, maka penelitian yang mewakili ukuran-ukuran atau indikator
yang mengakomodasikan dimensi pembangunan keberlanjutan (Shmelev and Labajos, 2009, Cinelli, et
berkelanjutan pada level regional sejatinya menjadi al., 2014).
keharusan bagi setiap provinsi di Indonesia. Demikian Kompleksitas pengukuran tersebut akan
juga halnya dengan Provinsi Jambi, di mana kondisi dihadapi pula oleh pengambil kebijakan pada tingkat
geografis provinsi yang memiliki empat taman daerah. Implementasi pembangunan berkelanjutan
nasional harus mengalami trade off antara menjaga sering bersifat abstrak dan sulit diukur, di sisi lain,
lingkungan kawasan dengan memicu pertumbuhan capaian pembangunan berkelanjutan menjadikan
ekonomi yang positif sesuai dengan target-target suatu keniscayaan bagi pembangunan wlayah
pembangunan yang telah dicanangkan dalam yang berkelanjutan (Giaoutzi and Nijkamp, 1993,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Nijkamp and Vreeker, 2000). Pada tatanan daerah,
(RPJMD). Meski dalam RPJMPD telah disepakati karakteristik wilayah seperti ketersediaan sumber
target-target capaian pertumbuhan yang ambisius, daya alam, kapasitas sumber daya manusia, dan
pencapaian target ini tidaklah mudah karena selain modal sosial sering tidak menunjang satu sama lain
ada kendala yang harus dilalui, baik dari sisi finansial, dalam mencapai tujuan pembangunan daerah.
sumber daya manusia, dan sumber daya lainnya,
Novita Erlinda, Kebijakan Pembangunan Wilayah Berkelanjutan di Provinsi Jambi melalui Pendekatan Model Flag | 3
teknologi, organisasi sosial, sumber daya alam, dan pembangunan berkelanjutan sering bersifat ambigu
lingkungan (Kates, et al., 2005). namun yang paling serius adalah mendefinisikan dan
Secara fundamental ada perbedaan antara mengukur indikator pembangunan berkelanjutan
pembangunan dan pertumbuhan. Pembangunan itu sendiri. Saat ini secara global ada berbagai
mengakomodasi dimensi yang lebih luas yakni pendekatan yang digunakan untuk mengukur
aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Di sisi lain pembangunan berkelanjutan tersebut di antaranya
pertumbuhan menekankan pada aspek ekonomi di adalah Wellbeing Index, Environmental Sustainability
mana pertumbuhan merupakan konsep “flow” atau Index, dan Ecological Footprint.
aliran, sementara pembangunan merupakan konsep Di sisi lain ada juga ukuran yang dikaitkan dengan
stok (akumulasi dari berbagai aliran termasuk aliran indikator-indikator makro ekonomi seperti Genuine
ekonomi). Dalam konsep pembangunan dikenal Progress Indicator, Genuine Saving, dan berbagai
pembangunan berkelanjutan yang menunjukkan indikator makro lainnya. Pengukuran indikator ini
bahwa pembangunan tersebut tidak mengalami juga sering dikaitkan dengan tujuan pembangunan
penurunan kesejahteraan (on-declining state of jangka menengah dan jangka panjang. Misalnya
welfare). Kedua, pembangunan tersebut bersifat saja Millennium Development Goals (MDGs) yang
komprehensif dengan mengakomodasi aspek sosial, dicanangkan PBB terkait jangka waktu 15 tahun
ekonomi, dan lingkungan serta ketiga, pembangunan dan pengganti MDGs yang sudah berakhir tahun
berkelanjutan memerhatikan aspek intertemporal 2015 ini dengan konsep yang disebut Sustainable
yakni kepentingan generasi saat ini dan mendatang. Development Goals (SDGs) yang merupakan
Pada konsep pertumbuhan lebih menekankan agenda pembangunan sampai dengan tahun 2030
pada rate atau laju pertumbuhan dan tidak harus mendatang.
memerhatikan aspek intertemporal. Banyaknya keragaman dalam mengukur
pembangunan berkelanjutan tersebut, karena
B. Pembangunan Berkelanjutan, Inclusive Growth, setiap pendekatan mungkin lebih sesuai digunakan
dan Low Emission Development Strategy untuk tujuan tertentu dengan demikian tidak
Teori berkelanjutan kemudian telah menjadi ada pendekatan yang sesuai untuk semua aspek
agenda global sejak diadopsi pada Rio Summit (Amekudzi, et al., 2015). Namun demikian
tahun 1992, dan mengemukanya concern terhadap setiap pendekatan pengukuran pembangunan
perubahan iklim. Implikasi dari keduanya kemudian berkelanjutan yang efektif selayaknya memenuhi
melahirkan teori-teori pembangunan baru seperti beberapa kaidah dari kaidah-kaidah sebagai berikut
“green economy” atau ekonomi hijau. Teori ekonomi (1) memenuhi definisi keberlanjutan yang jelas
hijau ini lebih menekankan pembangunan yang dengan tujuan yang terukur, (2) bersifat interdisiplin
bersifat rendah karbon dan pertumbuhan yang (ekonomi, sosial, lingkungan, dan sebagainya),
inklusif. Strategi pembangunan rendah emisi atau (3) kemampuan membahas aspek jangka panjang
sering dikenal juga dengan Low Emission Development atau concern antargenerasi, (4) kemampuan untuk
Strategy (LEDS), bahkan telah diadopsi pada COP mengelola ketidakpastian, (5) kemampuan untuk
(Conferences of Parties) ke-15 di Copenhagen, membahas interaksi lokal-global, (6) kemampuan
Denmark tahun 2009. Dalam dokumen Copenhagen untuk mengakomodasi partisipasi stakeholder
Accord, LEDS diadopsi menjadi bagian yang tidak (pemangku kepentingan), dan (7) kemampuan untuk
terpisahkan (indispensable) dari pembangunan mengadopsi, baik process-based atau outcome-
berkelanjutan. based atau aspek statik dan aspek dinamik dari
Di sisi lain teori ekonomi hijau juga menghasilkan pembangunan berkelanjutan.
konsep inclusive growth atau pertumbuhan inklusif. Idealnya memang seluruh kaidah tersebut di
Pertumbuhan inklusif merupakan terjemahan atas dapat dipenuhi, namun kendala ruang dan
lebih implementing dari konsep pembangunan waktu sulit memungkinkan terpenuhinya semua
berkelanjutan, di mana pertumbuhan inklusif selain kaidah di atas, sehingga memenuhi beberapa kaidah
harus bersifat sektor yang lebih luas (broad base dari tujuh kaidah di atas sudah mencukupi untuk
sector), pertumbuhan ini juga harus bersifat pro poor mengukur pembangunan berkelanjutan.
dan berkelanjutan. Dari uraian tersebut, nampak bahwa konsep
Konsep pembangunan berkelanjutan selain pembangunan berkelanjutan yang awalnya cenderung
mengandung kebutuhan dan keterbatasan juga abstrak, kemudian dijabarkan dalam beberapa
mencakup tujuan (goals) dan value atau nilai (Kates, konsep yang lebih operasional. Pertumbuhan inklusif
et al., 2005). Untuk mencapai kedua hal tersebut yang dan pertumbuhan rendah karbon adalah jabaran
menjadi tantangan adalah terkait dengan pengukuran. operasional dari pembangunan berkelanjutan itu
Kates, et al. (2005) mengatakan bahwa meski konsep sendiri. Pembangunan berkelanjutan yang menempati
Cafe 2
Indikator-indikator • Pembahasan topik • Setiap peserta bergerak • Kesepakatan
pembangunan apa yang dipimpin oleh seorang dan memilih topik di merupakan hasil tiga
relevan untuk Jambi? fasilitator cafe secara random kali turn over
pada setiap turn over
Cafe 3
Ukuran-ukuran apa yang • Pada akhir turn over
sesuai bagi indikator di dilakukan diskusi untuk
Jambi? menghasilkan indikator
Bagaimana threshold yang disepakati
value-nya?
Sumber: Hasil FGD world cafe (April 2015).
hierarki tertinggi dalam konsep pembangunan dibahas oleh setiap peserta. Pelaksanaan World Cafe
yang berkualitas ini kemudian lebih dipersempit dilakukan pada bulan April 2015 di Bappeda Provinsi
lagi menjadi konsep pertumbuhan inklusif yang Jambi. Peserta World Cafe berjumlah 42 orang, yang
menekankan pentingnya proses partisipatif dan terdiri dari pemangku kepentingan Provinsi Jambi,
keterlibatan pihak yang terpinggirkan dalam proses yaitu wakil dari pemerintah provinsi (Bappeda, Dinas
pembangunan. Semetara pertumbuhan rendah Kehutanan, BLHD, Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian,
karbon merupakan hierarki yang lebih operasional dan Dinas ESDM), wakil dari Universitas (UNJA dan
lagi dengan menekankan pada pentingnya input dan Unbari), wakil dari LSM, swasta, dan pemangku
output pembangunan yang tidak merusak lingkungan. kepentingan lainnya. Secara lebih rinci format FGD
tersebut disajikan pada Tabel 1.
III. METODOLOGI FGD yang dilaksanakan menghasilkan
A. Jenis dan Sumber Data kesepakatan tentang skenario pembangunan
Studi ini menggunakan data sekunder dan berkelanjutan di Provinsi Jambi (strong, moderate,
data primer untuk melakukan pendekatan multi- dan weak), serta diperoleh empat alternatif kebijakan
kriteria dari pembangunan berkelanjutan pada yaitu (1) Business as usual (BAU), (2) Peningkatan
kebijakan ekonomi regional Provinsi Jambi. Data Daya Saing (PDS), (3) Mengelola Sumber Daya Lokal
primer diperoleh dengan melaksanakan Focus Group (MSDL), dan (4) Ekonomi Non-Ekstraktif (ENE).
Discussion (FGD) menggunakan format “World Empat alternatif kebijakan pembangunan ini diolah
Cafe” untuk mengembangkan strategi-strategi dengan menerapkan 13 indikator yang berkaitan
pembangunan pasca RPJMD 2015. Pemilihan dengan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
metode World Cafe karena teknik FGD ini merupakan Dasar pengelompokan empat alternatif kebijakan ini
metode terkini dan paling efektif dan efisien dalam didasarkan pada kristalisasi dan kesepakatan hasil
menampung informasi, dialog, saran, dan pendapat FGD yang mempertimbangkan aspek keunggulan
dalam membahas permasalahan yang kompleks. daerah (daya saing), kebutuhan untuk meningkatkan
Teknik World Cafe mengandalkan dialog yang sumber daya lokal (MSDL) di Provinsi Jambi, serta
kolaboratif serta pentingnya peran aktif peserta dialog. perhatian terhadap pentingnya wilayah konservasi
Selain itu World Cafe merupakan teknik yang fleksibel sebagai kawasan nasional strategis dan bagaimana
dan adaptif yang dapat digunakan dalam berbagai memanfaatkan kawasan konservasi tersebut secara
konteks FGD (The World Café Community Foundation, ekonomi tanpa harus melalui pendekatan ekstraktif
2015). Tujuan dari FGD guna menampung informasi, (ENE).
kebijakan, dan keinginan para pemangku kepentingan Selanjutnya, data untuk indikator pembangunan
pembangunan di Provinsi Jambi. World Cafe adalah berkelanjutan di Provinsi Jambi yang akan dianalisis
metode FGD yang mengandalkan pembahasan pada dengan pendekatan FLAG menggunakan data
pertanyaan yang terstruktur dan fokus yang harus sekunder, yang diperoleh dari RPJMD Provinsi Jambi
Novita Erlinda, Kebijakan Pembangunan Wilayah Berkelanjutan di Provinsi Jambi melalui Pendekatan Model Flag | 5
dan data capaian aktual sampai tahun 2015 (BPS 2014, keberlanjutan pembangunan di Indonesia. Pada konteks
BPS Provinsi Jambi tahun 2014, Bappeda Provinsi pembangunan wilayah adalah Nijkamp dan Ouwersloot
Jambi tahun 2004, Bappenas tahun 2014, Bappeda (1996) yang merintis pendekatan pembangunan
Provinsi Jambi tahun 2013, KLH tahun 2014, Dinas berkelanjutan untuk pembangunan wilayah.
Kehutanan Provinsi Jambi tahun 2014, dan Badan Pendekatan mereka didasarkan pada pendekatan yang
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi tahun 2014). disebut FLAG atau bendera dengan mengindikasikan
nilai batas kritis (critical threshold value). Pendekatan
B. Metode Analisis Data FLAG diakui memiliki berbagai kelebihan antara lain,
Metode analisis data pada kajian keberlanjutan metode ini diakui relatif informatif bagi pengambil
pembangunan wilayah ini menggunakan pendekatan kebijakan karena didasarkan pada hasil visual warna.
model FLAG yang dikembangkan oleh Nijkamp dan Selain itu metode ini juga telah mengakomodasi
Ouwersloot (1996) dan Nijkamp and Vreeker (2000). ambang batas (threshold) indikator pembangunan.
Pendekatan model FLAG yang mengindikasikan nilai Metode FLAG juga didasarkan pada pendekatan multi
batas kritis (critical threshold value) keberlanjutan kriteria dengan optimisasi kendala sehingga berbagai
pembangunan wilayah. Alasan pemilihan model kriteria pembangunan dapat diakomodasi dan
ini karena model FLAG merupakan model inovatif kendala-kendala yang berkaitan dengan pembangunan
pengukuran keberlanjutan yang telah teruji dimasukan dalam pembangunan keberlanjutan.
penggunaannya untuk berbagai pembangunan baik Namun demikian model FLAG bersifat statis sehingga
di negara maju seperti Belanda dan Jerman, maupun berbeda dengan pendekatan dinamis, model ini belum
negara berkembang seperti Thailand dan Nepal. bisa menangkap sifat dinamika dari pembangunan yang
Model FLAG belum pernah digunakan di Indonesia, bersifat antarwaktu.
sehingga dengan alasan-alasan di atas, penelitian ini Pendekatan yang digunakan pada penelitian
memilih model FLAG sebagai instrumen analisis. ini mengacu pada metode Nijkamp and Ouwersloot
Tabulasi data dan maximum CTV (Tabel 2), (1996) dan Nijkamp and Vreeker (2000). Dalam
diolah dengan software yang dirancang untuk FLAG model FLAG, indikator keberlanjutan disajikan dalam
(Samisoft) dengan menggunakan tiga skenario pita dengan label hijau, kuning, merah, dan hitam
pembangunan, yaitu strong progression, moderate dengan batas dari label warna tersebut ditentukan
progression, dan weak progression. oleh nilai kritis atau critical threshold value minimum
dan maksimum (Gambar 1).
C. Pendekatan Model FLAG Pada pita hijau, keberlanjutan dapat dikatakan
Sebagaimana telah disebutkan pada bagian tidak memiliki kekhawatiran khusus, sementara pita
terdahulu, salah satu tantangan terberat dalam kuning menunjukkan tingkat waspada (peringatan).
mengukur pembangunan berkelanjutan atau Pita merah mengindikasikan diperlukannya
pembangunan wilayah yang berkelajutan (SRD) adalah peninjauan kembali (reverse trend), sementara pita
mengukur keragaan pembangunan berkelanjutan hitam mengindikasikan diperlukannya penghentian
itu sendiri. Ada beberapa metode yang digunakan (stop).
sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya seperti Model FLAG pada prinsipnya adalah metode
pengukuran indikator biofisik (ecological footprint), multi-criteria dengan menggunakan algoritma,
pendekatan makro ekonomi, penggunaan indeks maksimisasi dengan kendala, atau secara matematik
komposit, dan penggunaan Dashboard Sustainability ditulis sebagai:
(Antunes, et al., 2012). Setiap pendekatan ini tentu Max w = (x1,x2,x3...xn) ..................................... (1)
memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan. Namun
satu hal yang penting adalah pengukuran tersebut dengan:
didasarkan pada indikator-indikator yang relevan x1 Є K1, x2 Є K2, x3 Є K3...xn Є Kn .......................... (2)
dengan konteks pembangunan wilayah. Dalam konteks model FLAG nilai K1...Kn diwakili
Ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk oleh nilai kritis (CTV), sehingga persamaan kendala
menganalisis pembangunan berkelanjutan, secara menjadi:
komprehensif pendekatan analisis keberlanjutan baik x1 Є CTV1, x2 Є CTV2...xn Є CTVn ........................ (3)
pada tatanan makro maupun regional (Poveda and
Lipsett, 2011). Shmelev and Labajos (2009) misalnya CTVmin CTV CTVmax
menggunakan pendekatan multi-criteria analysis untuk Green Yellow Red Black
pengukuran keberlanjutan pada tatanan makro di FLAG FLAG FLAG FLAG
Austria. Dalam konteks Indonesia, Fauzi dan Oxtavianus 0 100
(2014) mengembangkan pengukuran Indeks Sumber: Nijkamp (1999).
Pembangunan Berkelanjutan (IPB) untuk mengukur Gambar 1. CTV Model FLAG
Oleh karena model FLAG adalah model multi- frekuensi bendera yang kemudian menghasilkan
criteria, maka secara rinci model tersebut dapat output dalam bentuk tabulasi bendera, cross
diwakili oleh persamaan berikut: tabulation antara alternatif, serta grafik dalam
bentuk pie-chart. Output samisoft ini kemudian
x1 x1
direkapitulasi kembali dalam bentuk frekuensi
x2 a11 a1n x2 δ1 kemunculan bendera total dan parsial sebagaimana
δ
=max . = . .2 disajikan pada Tabel 3 sampai 8 pada bagian
a
. m1 amn . . pembahasan.
x x . Data dan nilai CTV yang digunakan untuk
n n δ
n . (4) penelitian ini didasarkan pada data sekunder yang
di mana Vektor kolom �1...�n mewakili konstanta dipublikasikan dari berbagai lembaga pemerintah di
atau Critical Threshold Value (CTV). Pemenuhan skor Provinsi Jambi dengan masing-masing indikator dan
keberlanjutan kemudian didasarkan pada Critical nilai CTV disajikan pada Tabel 2.
Threshold Value (CTV), di mana:
S(x) = (CTV - x)/(CTVmin - CTV) untuk x < CTV... (5) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
S(x) = (x - CTV)/(CTVmax - CTV) untuk x > CTV... (6)
Analisis FLAG dalam skenario pembangunan
Variabel-variabel yang tertera pada persamaan di Provinsi Jambi dilakukan melalui tiga skenario
(1) sampai dengan (6) menggambarkan indikator- keberlanjutan, yaitu strong progression yang mewakili
indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan (13 visi lingkungan yang kuat, moderate progression dan
indikator), dan kendala berupa CTVmin dan CTVmax. weak progression yang mewakili isu ekonomi dan
Variabel tersebut kemudian diolah melalui program sosial. Tabel 3 menyajikan hasil tabulasi total FLAG
komputer, yaitu samisoft yang dirancang khusus dan rincian berdasarkan indikator sosial, ekonomi,
untuk model FLAG. Samisoft melakukan algoritma dan lingkungan untuk skenario strong progression.
perhitungan dengan menghitung kemunculan atau
Novita Erlinda, Kebijakan Pembangunan Wilayah Berkelanjutan di Provinsi Jambi melalui Pendekatan Model Flag | 7
Tabel 3. Frekuensi Sebaran FLAG pada Skenario Strong Progression
Terlihat pada Tabel 3, secara total skenario karena sifatnya nonekstraktif sehingga lebih ramah
nonekstraktif lebih baik daripada kebijakan lain, terhadap lingkungan. Ketidakmunculan bendera
karena memiliki 5 FLAG hijau, disusul kemudian hijau pada aspek sosial mungkin karena bobot sosial
dengan kebijakan MSDL yang memiliki 3 FLAG hijau. pada skenario ENE yang lebih kecil daripada skenario
Dalam skenario strong vision ini secara atraktif MSDL. Sebaliknya skenario BAU memiliki 1 FLAG
kebijakan berimplikasi memiliki FLAG merah dan hijau untuk dimensi ekonomi dan banyak bendera
hitam yang mengindikasikan adanya risiko mencapai kuning (7) tersebar sebanyak 3 pada dimensi
threshold kriteria maksimum. Sebaran FLAG dalam ekonomi, dan masing-masing 2 untuk dimensi sosial
setiap dimensi juga menunjukkan adanya variasi dan lingkungan.
untuk setiap alternatif pembangunan. Kebijakan ENE Tabel 4 berikut menyajikan cross-tabulation
memiliki lebih banyak FLAG hijau di aspek lingkungan antaralternatif kebijakan. Sebagaimana terlihat pada
(3) dan 2 FLAG hijau untuk dimensi ekonomi. Sebaran Tabel 4, kebijakan PDS lebih unggul dibandingkan
hijau pada aspek ekonomi dan lingkungan ini karena dengan kebijakan BAU, karena memiliki lebih banyak
skenario ENE mengandalkan aktivitas ekonomi yang FLAG hijau (2) dan sedikit FLAG kuning daripada
berkontribusi terhadap indikator ekonomi seperti FLAG BAU (4: 7). Demikian juga dengan kebijakan
PDRB, nilai tukar petani, serta investasi namun MSDL dan ENE yang juga memiliki FLAG hijau lebih
G Y R B Total G Y R B Total
Y 1 3 3 0 7 Y 2 5 0 0 7
R 0 0 0 2 2 R 0 1 1 0 2
B 0 1 0 2 3 B 0 0 2 1 3
Total 2 4 3 4 13 Total 3 6 3 1 13
G Y R B Total G Y R B Total
Y 2 5 0 0 7 Y 1 2 1 0 4
R 2 0 0 0 2 R 1 2 0 0 3
B 0 0 2 1 3 B 0 1 2 1 4
Total 5 5 2 1 13 Total 3 6 3 1 13
G Y R B Total G Y R B Total
R 2 1 0 0 3 R 1 0 2 0 3
B 2 0 1 1 4 B 0 0 0 1 1
Total 5 5 2 1 13 Total 5 5 2 1 13
banyak daripada kebijakan BAU. Jika kita bandingkan Dilihat dari sebarannya, kebijakan BAU dan ENE
kebijakan MSDL dengan kebijakan PDS, nampaknya sama-sama memiliki total bendera dan sebaran yang
bahwa MSDL lebih baik daripada PDS karena memiliki sama dari dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan.
lebih banyak FLAG hijau (3: 2) dan sedikit FLAG hitam Sebaran bendera kebijakan BAU dan ENE terdiri dari
(1: 4) dibanding skenario PDS. Kebijakan ENE jika kita satu bendera hijau, dua belas bendera kuning, dan
bandingkan dengan PDS nampak bahwa kebijakan ENE tidak mempunyai bendera merah dan hitam. Situasi
jauh lebih baik dengan jumlah FLAG hijau yang lebih ini lebih disebabkan karena dalam skenario moderat
banyak dan FLAG hitam yang lebih sedikit. Demikian nilai ambang batas cenderung sedikit meningkat
juga jika kebijakan ENE dibandingkan dengan MSDL, sehingga memungkinkan munculnya bendera
ENE tetap memiliki FLAG yang lebih baik. kuning yang relatif lebih dominan. Kebijakan PDS
Tabel 5 menyajikan hasil tabulasi total untuk tidak memiliki bendera hijau, mempunyai sembilan
keberlanjutan moderat (moderate progress vision). bendera kuning, dan empat bendera merah.
Sebagaimana terlihat pada Tabel 5, jelas FLAG Ketiadaan bendera hijau pada skenario PDS mungkin
hijau secara agregat menurun dibandingkan skema lebih disebabkan sifat daya saing dan kombinasi
strong sustainability, jumlah FLAG kuning di sisi lain longgarnya ambang batas pada skenario moderat
menunjukkan terjadinya peningkatan pada semua sehingga sulit mencapai bendera hijau pada skenario
alternatif pembangunan. ini. Sebaran bendera pada kebijakan PDS bendera
G Y R B Total G Y R B Total
Y 0 8 4 0 12 Y 1 10 1 0 12
R 0 0 0 0 0 R 0 0 0 0 0
B 0 0 0 0 0 B 0 0 0 0 0
Total 0 9 4 0 13 Total 1 11 1 0 13
G Y R B Total G Y R B Total
Y 1 11 0 0 12 Y 1 8 0 0 9
R 0 0 0 0 0 R 0 3 1 0 4
B 0 0 0 0 0 B 0 0 0 0 0
Total 1 12 0 0 13 Total 1 11 1 0 13
G Y R B Total G Y R B Total
R 1 3 0 0 4 R 0 1 0 0 1
B 0 0 0 0 0 B 0 0 0 0 0
Total 1 12 0 0 13 Total 1 12 0 0 13
Novita Erlinda, Kebijakan Pembangunan Wilayah Berkelanjutan di Provinsi Jambi melalui Pendekatan Model Flag | 9
Tabel 7. Frekuensi Sebaran FLAG pada Skenario Weak Progression
kuning masing-masing sebanyak empat pada ENE dan BAU memiliki sebaran bendera yang sama.
dimensi ekonomi dan sosial serta satu untuk dimensi Hasil dari tabulasi silang juga menunjukkan bahwa
lingkungan. Kebijakan PDS memiliki bendera merah kebijakan ENE dan MSDL hanya memiliki sedikit
yang tersebar pada dimensi ekonomi (1) dan dimensi perbedaan.
lingkungan (3). Bendera merah pada kebijakan ini, Tabel 7 menyajikan hasil akhir dengan skenario
berarti bahwa kebijakan PDS concern pada dimensi keberlanjutan lemah (weak sustainability). Hasil
ekonomi, sehingga melampaui nilai ambang kritis FLAG menunjukkan sebaran FLAG hijau yang sangat
keberlanjutan. Secara umum dapat dikatakan lemah, hanya kebijakan PDS yang memiliki 1 FLAG
bahwa melebarnya ambang batas nilai kritis dari hijau untuk dimensi ekonomi. Munculnya bendera
setiap indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan, hijau pada skenario PDS dan tidak muncul pada
menyebabkan lebih banyaknya kemunculan bendera skenario lain pada skenario weak ini mungkin lebih
kuning yang menunjukkan tingkat kewaspadaan disebabkan terjadinya kompensasi ambang batas
pada skenario moderate. ekonomi, sosial, dan lingkungan dari setiap indikator
Tabel 6 menyajikan Cross-tabulation untuk karena pada skenario lemah (weak), ambang batas
setiap alternatif dibandingkan dengan alternatif CTV yang cukup lebar memungkinkan terjadinya
lainnya pada skenario moderat. Dari hasil tabulasi substitusi keterbatasan kendala indikator. Jadi
silang, secara umum dapat dikatakan bahwa skenario misalnya ketika indikator lingkungan sudah terlewati
G Y R B Total G Y R B Total
Y 1 6 5 0 12 Y 0 11 1 0 12
R 0 0 0 0 0 R 0 0 0 0 0
B 0 0 0 1 1 B 0 0 0 1 1
Total 1 6 5 1 13 Total 0 11 1 1 13
G Y R B Total G Y R B Total
Y 0 12 0 0 12 Y 0 6 0 0 6
R 0 0 0 0 0 R 0 4 1 0 5
B 0 0 0 1 1 B 0 0 0 1 1
Total 0 12 0 1 13 Total 0 11 1 1 13
G Y R B Total G Y R B Total
R 0 5 0 0 5 R 0 1 0 0 1
B 0 0 0 1 1 B 0 0 0 1 1
Total 0 12 0 1 13 Total 0 12 0 1 13
Novita Erlinda, Kebijakan Pembangunan Wilayah Berkelanjutan di Provinsi Jambi melalui Pendekatan Model Flag | 11
di Provinsi Jambi, memformulasi tiga alternatif penyadaran masyarakat akan pentingnya
kebijakan pembangunan untuk mendampingi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam
kebijakan pembangunan saat ini (business as usual), melalui kegiatan nonekstraktif, seperti ekowisata,
yaitu kebijakan PDS, MSD, dan ENE, serta capaian pengembangan produk-produk jasa lingkungan, dan
pembangunan saat ini yang diwakili oleh kebijakan keanekaragaman hayati.
business as usual dianalisis tingkat keberlanjutannya Pembangunan Jambi yang lebih berkelanjutan
untuk mengetahui alternatif yang terbaik menuju dan tidak bersifat myopic (hanya berfikir untuk
pembangunan Jambi yang lebih inklusif. saat ini) dapat diarahkan pada sektor yang
Hasil analisis dengan model FLAG menunjukkan dibingkai dalam model “Jamrud” (Jambi Regional
adanya “ongkos” pembangunan dari kondisi saat ini Sustainable Development). Model ini mengarahkan
(business as usual) yang terindikasi dari banyaknya pembangunan Provinsi Jambi yang lebih
sebaran FLAG kuning, merah bahkan hitam pada berkelanjutan dengan pertumbuhan ekonomi yang
setiap dimensi keberlanjutan. Dengan demikian, inklusif dan pembangunan yang rendah karbon.
target-target capaian pembangunan ekonomi saat ini
yang ditargetkan mencapai 8,2 persen per tahun akan V. SIMPULAN DAN SARAN
menyebabkan ekstraksi sumber daya alam yang cukup A. Simpulan
intensif dan dapat menyebabkan terlampauinya daya Berdasarkan analisis keberlanjutan dengan
dukung lingkungan. Target pertumbuhan tersebut menggunakan pendekatan FLAG, dapat dikatakan
memang cenderung melemah. bahwa pembangunan daerah di Provinsi Jambi
Sehubungan dengan berakhirnya program dengan skenario business as usual cenderung
pembangunan Jambi “Emas” pada tahun 2015 yang tidak lulus uji keberlanjutan dengan kemungkinan
lalu, maka model FLAG ini menawarkan skenario munculnya bendera kuning, merah, dan hitam
pembangunan alternatif, baik yang menitikberatkan pada berbagai skenario keberlanjutan kuat, sedang,
pada peningkatan daya saing, pemanfaatan sumber dan lemah. Uji keberlanjutan pembangunan di
daya lokal, maupun yang berbasis nonekstraktif. Jambi akan tercapai jika skenario pembangunan di
Hasil analisis model FLAG menyimpulkan bahwa Jambi menggunakan skenario keberlanjutan kuat
pola pembangunan di Jambi harus lebih diarahkan (strong), di mana ambang batas kritis maksimum
paling tidak pada dua hal utama yakni meningkatkan dan minimum lebih sempit sehingga kemungkinan
pemanfaatan sumber daya lokal dan pengembangan untuk melewati ambang batas tersebut menjadi
serta pemanfaatan sumber daya alam yang berbasis kecil dan capaian indikator lebih diarahkan pada
nonekstraktif, seperti pemanfaatan jasa lingkungan, batasan ambang batas kritis tersebut. Hasil studi ini
keanekaragaman hayati, ekowisata, dan sejenisnya. juga menunjukkan bahwa skenario pembangunan
Kedua skenario kebijakan pembangunan tersebut Jambi yang lebih mengandalkan sumber daya lokal
saat ini sebenarnya cukup urgen, mengingat dua dan berbasis ekonomi nonekstraktif, namun tetap
hal. Pertama, posisi Jambi yang memiliki kawasan tidak menafikan pertumbuhan ekonomi yang positif,
konservasi namun belum dimanfaatkan secara cenderung akan menghasilkan status keberlanjutan
optimal. Kedua, telah terbukti banyaknya ongkos yang lebih baik dari pada busines as usual untuk
pembangunan akibat kegiatan ekstraktif seperti peningkatan daya saing.
bencana asap yang pada tahun 2015 lalu sangat
masif. Hasil analisis FLAG menunjukkan bahwa B. Saran
capaian pembangunan akan lebih berlanjut jika Dari hasil analisis studi ini, dapat disampaikan
menggunakan skenario Mengelola Sumber Daya beberapa saran terkait dengan skenario pembangunan
Lokal (MSDL) dan Ekonomi nonekstraktif (ENE), di berkelanjutan di Provinsi Jambi. Pertama, karena
mana FLAG green menunjukkan tidak dikhawatirkan aspek keberlanjutan akan dicapai pada kebijakan
terjadinya kelebihan daya dukung lingkungan. pengembangan sumber daya lokal dan nonektraktif,
Dengan melihat hasil analisis tersebut, maka maka pemerintah provinsi disarankan mengembangkan
pemerintah Provinsi Jambi harus menyiapkan pola pembangunan ekonomi hijau dan dengan
berbagai instrumen kebijakan yang mendukung basis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
pengembangan skenario ENE dan MSDL, misalnya yang memerhatikan sumber daya lokal serta pasar
melalui instrumen regulasi, pemberian insentif yang lebih ramah lingkungan. Kedua, Pemerintah
bagi pelaku usaha mikro maupun menengah, serta Provinsi Jambi dapat menjadikan kawasan konservasi
infrastruktur hijau yang mendukung percepatan sebagai unggulan ekonomi berbasis jasa lingkungan,
pembangunan namun tidak merusak lingkungan. oleh karena itu disarankan untuk mengembangkan
Instrumen kebijakan lainnya yang tidak kalah mekanisme pembayaran jasa lingkungan atau
pentingnya adalah sosialisasi dan peningkatan Payment for Environmental Services (PES), baik melalui
Novita Erlinda, Kebijakan Pembangunan Wilayah Berkelanjutan di Provinsi Jambi melalui Pendekatan Model Flag | 13
Nijkamp, P. and Ouwersloot. (1996). A decision Sumber Digital
support system for regional sustainable Kates, R. W., Parris, T. M., Leiserowitz, A. A.
development: The FLAG model. Dept. of (2005). What is sustainable development?
Economic Free University, Amsterdam. goals, indicators, values, and practice. Issue
Environment Science and Policy for Sustaibnable
Nijkamp, P., and Vreeker, R. (2000). Methods:
Development, 47 (3), 8-21. Diperoleh tanggal 8
Sustainability assessment of development
Desember 2015, dari hhtp.//www.heldref.org/
scenarios: methodology and application to
env.php.
Thailand. Ecological Economics, 33, 7-27.
Kementerian Lingkungan Hidup. (2014). Status
Poveda, C. A. and Lipsett, M. G. (2011). A
lingkungan hidup Indonesia 2014. Diperoleh
review of sustainability assessment and
tanggal 2 Mei 2015 dari www.indonesia.
sustainability/environmental rating systems
go.id/../266-kementerian-lingkungan-hidup.
and credit weighting tools. Journal Sustainable
html.
Development, 4(6), 36-52.
The World Café Community Foundation. (2015). A
Shmelev, S. E. and Labajos, B. R. (2009). Dynamic
quick reference guide for hosting world café.
multidimensional assessment of sustainability at
http://www.theworldcafe.com.
the macro level: The case of Austrian. Ecological
Economic, 68, 2.560-2.573.
Peraturan Perundang-undangan
Solow, R. M. (1974). Intergenerational equity and
Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
exhaustible resources. Review of Economic
Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Studies, Symposium on the Economics of
Exhaustible Resources. Edinbugh, Scotland. Permendagri No. 54 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun
Stiglitz, J. E. (1974). Growth with exhaustible
2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,
resources, efficient and optimal growth paths.
Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan
Review of Economic Studies, Symposium on the
Rencana Pembangunan Daerah.
Economics of Exhaustible Resources. Edinbugh,
Scotland.