409 1163 1 SM PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

PENERAPAN REGIONAL ENVIRONMENTAL SIMULATOR (RES) UNTUK

SIMULASI DINAMIKA MUARA PERAIRAN SEMARANG

Fitri Riandini1) dan Adi Prasetyo2)


1) Peneliti
Muda Bidang Rawa dan Pantai Puslitbang SDA
2) Peneliti Pertama di Balai Hidraulik & Geoteknik Keairan Puslitbang SDA

E-Mail: fitandra@yahoo.com

Diterima: 3 Agustus 2010; Disetujui: 29 September 2010

ABSTRACT
Estuaries are multi-functional environments. Their eco-system is of great importance for wildlife; wetlands
are often found, serving as a nursery for fish and birds. At the same time, human activity in estuaries is high,
often stressing the ecological function of these environments. Because estuaries (where a river enters the sea)
are conveniently situated for trade, estuarine environments have nearly always been densely populated areas.
Availability of fresh water for cooling water or washing equipment makes high possibility of wasting waters.
One of parameter which is harmful for water environment is sediment in huge contains. Some problems will
appear, such as high turbidity which is blocking sun shine, sedimentation, or closing river mouth. Semarang is
capital city of Central Java Province, located at northern part of this province. As a coastal city a lot of rivers
ended at Semarang coastal water and transport the sediment. One of effect of sediment transport is
sedimentation and further morphological change. In this study a 3-dimensional hydrodynamics and sediment
transport model (ECOMSED) as a part of system called Regional Environmental Simulator (RES) have applied
to simulate estuary dynamic of Semarang coastal waters, especially around Kali Garang. The model can be
used to predict environment condition and disaster prevention. Simulation results shown that circulation of
Semarang coastal water dominated by river discharge rather than sea tide, and transport the sediment from
river to the coast.
Keywords: Estuary, estuary dynamics, Semarang, ECOMSED, Regional Environment Simulator.

ABSTRAK
Muara merupakan lingkungan yang multi fungsi dan kaya sumberdaya hayati. Kawasan ini menjadi
tumpuan hidup para nelayan, sehingga tidak dapat dihindari terjadinya pemukiman di pinggiran muara
sungai. Perkembangan industri pantai menambah padatnya wilayah muara ini oleh kegiatan manusia,
karena daratan muara merupakan akses yang bagus bagi kegiatan industri. Tersedianya air yang melimpah,
baik untuk keperluan pendingin generator maupun untuk pencucian alat-alat tertentu memungkinkan
terjadinya pembuangan limbah ke lingkungan akuatik. Salah satu parameter yang membahayakan kondisi
lingkungan perairan pantai adalah adanya kandungan sedimen dalam jumlah yang banyak. Berbagai
masalah yang akan timbul antara lain terhalangnya intrusi sinar matahari ke dalam perairan, bahkan
penutupan mulut sungai. Sebagai kota pantai yang terletak di pantai Utara Jawa, Semarang memiliki
kawasan tempat bermuaranya beberapa sungai yang membawa sedimen ke perairan pantai Semarang.
Salah satu dampak dari angkutan sedimen tersebut adalah pencemaran dan perubahan garis pantai. Pada
penelitian ini model 3-dimensi hidrodinamika dan angkutan sedimen (ECOMSED) sebagai satu bagian dari
pemodelan sistem bumi global yang dinamakan the Regional Environment Simulator (RES) akan digunakan
untuk mensimulasikan dinamika muara perairan pantai Semarang, khususnya di sekitar Kali Garang. Model
ini akan membantu dalam memprediksi kondisi lingkungan perairan pantai, sehingga bahaya pencemaran
dan kerugian lainnya dapat diantisipasi sebelum terjadi. Lebih jauh, model ini dapat membantu dalam
penanganan pengelolaan area pantai tersebut. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dominasi oleh arus
sungai terhadap sirkulasi perairan pantai Semarang jauh lebih besar dibandingkan dengan arus pasang
surut. Hal ini membuktikan bahwa sebagian sedimen di perairan pantai Semarang berasal dari sungai.
Kata kunci: Muara, dinamika muara, Semarang, ECOMSED, Regional Environment Simulator.

103
PENDAHULUAN ECOMSED (HydroQual, 2002) yang merupakan
Estuary (muara) berasal dari kata aetus yang bagian dari pemodelan sistem bumi global yang
artinya pasang-surut. Muara didefinisikan sebagai dinamakan the Regional Environment Simulator
badan air di wilayah pantai yang setengah tertutup, (RES) akan digunakan untuk mensimulasikan
yang berhubungan dengan laut bebas. Oleh karena dinamika muara di perairan pantai Semarang. RES
itu, ekosistem ini sangat dipengaruhi oleh pasang dikembangkan oleh Yamashita di Universitas
surut dan air laut bercampur dengan air darat yang Hiroshima, Jepang sejak tahun 2007.
menyebabkan salinitasnya lebih rendah daripada Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
air laut. Muara sungai, rawa pasang-surut, teluk di mengetahui dinamika muara, yang meliputi pola
pantai dan badan air di belakang pantai pasir arus, distribusi temperatur dan salinitas serta
temasuk muara. penyebaran sedimen, yang diindikasikan dengan
Daerah muara sungai yang terlindung dan konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) secara
kaya akan sumberdaya hayati menjadi tumpuan teoritis yang terjadi di perairan pantai atas
hidup para nelayan, sehingga tidak dapat dihindari pengaruh gerak air laut. Model penyebaran ini
terjadinya pemukiman di pinggiran sungai sampai akan membantu dalam memprediksi kondisi
ke muara. Muara juga menjadi penghubung daratan lingkungan perairan pantai, sehingga bahaya
dan lautan sehinnga manusia menggunakannya pencemaran dan kerugian lainnya dapat
sebagai media penghubung. Perkembangan diantisipasi sebelum terjadi. Lebih jauh, model ini
industri pantai menambah padatnya wilayah dapat membantu dalam penanganan pengelolaan
muara ini oleh kegiatan manusia karena daratan area pantai tersebut.
muara merupakan akses yang layak dan memadai
bagi kegiatan para nelayan dan industri. TINJAUAN PUSTAKA
Ketersediaan air yang relatif bersih dan tawar, baik Seperti telah dinyatakan, muara sangat
untuk pendingin generator maupun untuk dipengaruhi oleh air laut dan air sungai yang
pencucian alat-alat tertentu yang telah memicu mempengaruhi salinitas muara. Berdasarkan
aktivitas pembuangan limbah ke lingkungan struktur salinitasnya, Dyer (1997)
akuatik. mengklasifikasikan muara menjadi beberapa tipe,
Salah satu parameter yang dapat yaitu: salt wedge, partially mixed, dan vertikally
membahayakan kondisi lingkungan perairan pantai homogenous.
apabila terkandung dalam jumlah banyak adalah
sedimen. Berbagai masalah akan timbul apabila Salt wedge
kandungan sedimen dalam air tinggi, antara lain Pada muara tipe salt wedge, aliran sungai lebih
terhalangnya intrusi sinar matahari ke dalam dominan dibandingkan dengan pengaruh dari laut
perairan, sedimentasi, bahkan pendangkalan dan efek pasang surut sangat kecil. Air tawar akan
muara yang menyulitkan alur pelayaran. berada di atas lapisan air laut dan secara bertahap
Untuk mencegah terjadinya kondisi yang menipis ketika bergerak menuju ke laut. Air
membahayakan pada daerah yang dibudidayakan dengan densitas lebih tinggi bergerak ke darat di
atau digunakan untuk aktivitas-aktivitas lainnya, bagian bawah muara, membentuk lapisan
dibutuhkan suatu pengelolaan lingkungan yang berbentuk baji (wedge) yang lebih tipis saat
terintegrasi mulai dari sumber pencemar di hilir mendekati tanah. Perbedaan kecepatan pada kedua
sungai, hingga ke daerah lepas pantai. Salah satu lapisan mengakibatkan terjadinya gaya geser yang
cara yang dapat membantu kegiatan pengelolaan membangkitkan gelombang internal pada batas
lingkungan tersebut adalah pengumpulan dan kedua lapisan dan menimbulkan percampuran
analisis informasi yang memperlihatkan pola antara air laut dan air tawar, yang menjadi air
penyebaran polutan yang dilepaskan dari sumber payau.
pencemar ke badan air penerima, serta gambaran
prediksi kondisi yang akan terjadi di masa yang Partially mixed
akan datang. Informasi tersebut dapat diperoleh Seiring dengan meningkatnya gaya pasang surut
melalui kegiatan monitoring yang kontinu. Namun dari laut, maka arus sungai menjadi lebih lemah
kegiatan ini membutuhkan dana yang cukup besar dibandingkan dengan arus laut. Dalam hal ini arus
disertai dengan penggunaan waktu yang tidak akan membangkitkan turbulensi dan menyebabkan
sedikit. Walaupun mengandung kesalahan, percampuran pada kolom air, sehingga variasi
pemodelan merupakan alternatif lain yang lebih salinitas ke arah longitudinal lebih besar
murah dan mudah dalam memperoleh gambaran dibandingkan dengan arah vertikal, membentuk
sebaran yang terjadi, baik di masa lalu, sekarang suatu kondisi terstratifikasi.
maupun prediksinya di masa yang akan datang.
Dalam makalah ini, salah satu model
hidrodinamika dan angkutan sedimen yaitu

104
Vertically homogenous dari Asian Environment Simulator (AES) yang
Ketika tunggang pasang surut jauh lebih besar dikembangkan oleh Graduate School of
dibandingkan dengan kedalaman perairan, International Development and Cooperation (IDEC),
turbulensi akan menghasilkan suatu kecepatan Universitas Hiroshima. Sistem ini menggabungkan
geser di dasar yang mengakibatkan terjadinya berbagai sistem yang ada di bumi, meliputi
percampuran pada kolom air dan membentuk meteorologi dan atmosfer, oseanografi, vegetasi
muara yang homogen secara vertikal. permukaan tanah, hidrologi, muara dan dinamika
perairan pantai serta lingkungan perkotaan, yang
METODOLOGI disusun untuk memperkirakan kondisi lingkungan
akibat aktivitas manusia (Yamashita, et.al, 2007).
Regional Environment Simulator (RES) Skematisasi AES diperlihatkan pada Gambar 1.
RES merupakan simulasi komputer, bagian

Gambar 1 RES yang dikembangkan oleh Graduate School for IDEC, Universitas Hiroshima (Yamashita, 2007)

Untuk mendukung RES, digunakan beberapa model Atomic Energy Research Institute (JAERI)
numerik untuk mensimulasikan perilaku sistem untuk mempelajari pertukaran panar, air dan
dan interaksi diantara komponen-komponennya CO2 antara atmosfer dan permukaan tanah
sesuai kondisi lingkungan tersebut diatas, yaitu : (Nagai, 2002, 2003, 2005).
1 MM5: merupakan model yang dikembangkan 3 HSPF: merupakan program yang dapat
oleh Pennsylvania State University (PSU)/ digunakan untuk simulasi siklus hidrologi dan
National Center for Atmospheric Research kualitas air (Bicknell et al. 2001), khususnya di
(NCAR), Amerika Serikat. Model ini didesain sungai.
untuk mensimulasikan atau memprediksi
4 ECOMSED-COSINUS: merupakan model
sirkulasi atmosfer pada skala meso dan
3-dimensi hidrodinamika dan angkutan
regional. MM5 memungkinkan simulasi proses
sedimen di muara dan perairan pantai (Hydro
atmosfer pada spektrum yang luas, dari
Qual, 2002) yang telah dimodifikasi dengan
beberapa kilometer sampai ribuan kilometer.
memperhitungkan proses flokulasi dan
Sejumlah analisis meteorologi dan hasil
konsolidasi sedimen (Berlamont, 2000).
peramalan dapat digunakan sebagai dasar
5 POM: Princeton Ocean Model (Mellor, 1998)
analisis data untuk pemodelan meteorologi.
adalah model 3-dimensi perairan pantai dan
2 SOLVEG: merupakan suatu model yang
laut, meliputi turbulensi (Mellor and Yamada,
mengintegrasikan parameter atmosfer-tanah-
1982), dengan maksud untuk memberikan
vegetasi. Model ini dikembangkan oleh Japan

105
parameterisasi seaktual mungkin tentang dan temporal pertumbuhan dan peluruhan
proses percampuran vertikal. POM gelombang, disipasi serta gesekan dasar pada
menggunakan sistem sigma coordinate dan kolom air.
cocok diterapkan pada daerah pantai. Keenam model tersebut saling berinteraksi
6 SWAN/WW3: merupakan model gelombang dan memberikan umpan balik satu dengan yang
generasi ke-3 yang dikembangkan di Marine lainnya melalui suatu program yang dinamakan
Modeling and Analysis Branch (MMAB) pada coupler. Output dari satu model akan ditransfer
Environmental Modeling Center (EMC), pada coupler kemudian digunakan sebagai input
National Center of Environmental Prediction bagi model lainnya. Komponen model dan interaksi
(NCEP) di Amerika Serikat (Tolman, 2002). diantaranya diperlihatkan pada Gambar 2.
Model ini dapat mensimulasikan secara spasial

Interaction
Data transfer

Atmospheric Atmospheric
and Oceanic and Terrestrial
Circulation Atmosphere Circulation
1. S elf-made (MM5)
coupler bas ed Land Surface
on Mas s age Wind Waves & Dynamic
P as s ing (WW3, Vegetation
Interface SWAN) (SOLVEG)
2. Model coupling
library (O AS IS 3)
bas ed on MP I
Coupler

Ocean
(MITgcm, Hydrology
POM) (HSPF)

Estuary & Coast


(ECOMSED,
CADMUS-SURF)

Coastal circulation

Gambar 2 Model numerik dan interaksi diantara komponen-komponennya (Lee, 2007)

Deskripsi Model a. Hidrodinamika (arus dan muka air)


Pada penelitian ini, satu bagian dari RES b. Tranpor sedimen cohesive dan
yang merupakan sistem sungai-muara dan laut non-cohesive.
akan dimodelkan dengan menggunakan model c. Transpor tracer.
numerik 3-dimensi hidrodinamika dan angkutan d. Transpor dissolved tracer.
sedimen yang disebut ECOMSED . e. Jejak partikel (Particle tracking).
Perkembangan ECOMSED dimulai pada Modul hidrodinamika yang digunakan untuk
pertengahan tahun 1980-an dengan disusunnya mensimulasikan sirkulasi arus berdasarkan
Princeton Ocean Model (POM) oleh Blumberg & model POM (Princeton Ocean Model) yang
Mellor (1987). Versi baru POM yang diterapkan dibangun oleh Blumberg dan Mellor (1987).
untuk perairan dangkal disusun oleh Blumberg Model ini merupakan model tiga dimensi laut
(1996) dan dinamakan ECOM. Pada tahun dan perairan pantai dengan memasukkan model
1990-an, konsep mengenai transpor sedimen turbulensi untuk menghitung secara realistik
digabung dengan ECOM menjadi ECOMSED. proses pertukaran vertikal. Variabel yang
Model ECOMSED dapat digunakan untuk dihitung adalah tiga komponen kecepatan arus,
menghitung transport dan perilaku sedimen temperatur, salinitas, turbulensi serta elevasi
suspensi. muka air.
Kemampuan model meliputi: Pada suatu sistem koordinat Cartesian

106
dimana sumbu x membentang dari barat ke berikut :
timur, sumbu-y dari utara ke selatan dan  C 
sumbu-z bertambah secara vertikal ke arah atas, U  Ws C  K H  0 (6)
 z  z  Z
permukaan air terletak pada z = s

r dan
dan dasar perairan pada z = -H(x,y,t). Jika V
 C 
adalah vector kecepatan arah horizontal dengan U  Ws C  K H   Eb ,c (7)
komponen (U, V), W adalah kecepatan arah  z  z Z
b

vertikal dan  adalah operator gradient dengan Eb ,c  Ferosion  Fdeposition .


horizontal, maka persamaan kontinuitas dapat
dinyatakan sebagai berikut : Laju erosi dinyatakan dengan persamaan
Partheniades sebagai berikut :
 W  
V  0 (1) Ferosion  M  b  1 (8)
z e 
dimana, M : parameter erosi,b : shear stress
Persamaan momentum dinyatakan sebagai : dasar, e : shear stress kritis untuk erosi. Laju
U  U deposisi dihitung menggunakan persamaan
 V  U  W  fV
t z Krone’s (Krone, 1962) sebagai berikut :
(2)
1 P   U 
  KM   F
 o x z  z 
x
Fdeposition  Pd ws c (9)
V  V dimana Pd : probabilitas untuk deposisi
 V  V  W  fU
t z
(3) Pergerakan dan perilaku sedimen halus
1 P   V 
  KM   Fy (mud) pada suatu lingkungan yang dinamis
 o y z  z  seperti estuary dan perairan pantai merupakan
P fungsi dari kecepatan jatuh sedimen yang
g   (4)
z dipengaruhi oleh proses flokulasi. Dalam proses
dimana : o : densitas,  : densitas in situ, g : flokulasi, sedimen akan membentuk suatu flok
percepatan gravitasi, P : tekanan, KM : difusi yang merupakan gabungan dari sejumlah
vertikal eddy, Fx dan Fy : difusi molekuler. Variasi partikel sedimen.
latitudinal dinyatakan oleh parameter coriolis, f. Persamaan kekekalan massa sedimen dari
Modul angkutan sedimen dibentuk agar ECOMSED telah dimodifikasi dengan modul
dapat dihitung bersamaan dengan modul flokulasi yang diadaptasi dari MASTIII-COSINUS
hidrodinamika serta menggunakan sistem grid project (prediction of COhesive Sedimen
yang sama. Dinamika sedimen yang dihitung transport and bed dynamics in estuaries and
meliputi resuspensi, transpor dan deposisi. coastal zones with Integrated NUmerical
Persamaan kekekalan massa dalam tiga Simulation models). Proyek ini merupakan
dimensi dinyatakan dengan persamaan penelitian gabungan yang dilakukan oleh
adveksi-difusi sebagai berikut : beberapa universitas dan pusat penelitian di
Eropa untuk meneliti perilaku sedimen suspensi,
C UC VC  W  Ws C terutama sedimen kohesif di dasar perairan dan
   interaksinya dengan kolom air.
t x y z
Winterwerp (1999) membangun persamaan
  C    C  untuk menghitung kecepatan jatuh partikel
  AH    AH  (5)
x  x  y  y  sedimen halus dalam suatu lingkungan turbulen,
sebagai berikut :
  C 
  KH 
z  z 
  s   w g 3nf D nf 1
wsr  Dp (2.32)0.687 (10)
18   1  0.15 Re p
dimana C : konsentrasi sedimen suspensi; U,
V,dan W : komponen kecepatan; Ws : kecepatan
jatuh partikel redimen; AH : difusi horizontal dimana D adalah ukuran flok, Dp adalah ukuran
dan KH : difusi vertikal eddy. partikel semula, dan nf adalah dimensi fractal
Di permukaan air, Zs, tidak terjadi flux dari partikel sedimen.  dan  koefisien yang
sedimen, sedangkan pada batas antara air dan bergantung pada bentuk partikel, sedangkan Re
dasar periaran, Zb, fluks sedimen diestimasi adalah Reynolds number.
berdasarkan laju erosi dan deposisi, Ferosion dan Flok yang terbentuk dari beberapa partikel
Fdeposition. Kondisi batas dasar dinyatakan sebagai sedimen halus (mud) selalu bergerak secara

107
berkelompok. Ketika konsentrasi bertambah dimana s : massa jenis sediment; Df : diameter
tinggi, maka kecepatan jatuh flok partikel akan flok; Dp : diameter awal partikel sedimen; dan
berkurang karena proses hindered settling, nf : nilai fraktal suatu flok.
dimana satu partikel akan menghalangi gerak
partikel lain sehingga mengurangi kecepatan
jatuhnya. Kecepatan jatuh efektif partikel kohesif
sedimen tersuspensi dinyatakan sebagai PENERAPAN PADA PERAIRAN PANTAI
berikut : SEMARANG

Ws  wsr
1  * 1  P  (11)
Lokasi Penelitian
1  2.5 Secara geografis, kota Semarang terletak
pada 60 55’ 52,5’’ LS - 60 58’ 45’’ LS dan 1100 17’
dimana,  adalah konsentrasi volumetrik flok, p 18’’ BT - 1100 29’ 25’’ BT (lihat Gambar 3). Kota
adalah konsentrasi volumetrik partikel semula, Semarang mempunyai kondisi alam yang
lengkap, karena memiliki tiga jenis wilayah,
* adalah nilai minimum antara {1, },
yaitu : pantai, dataran rendah dan perbukitan.
=c/cgel; cgel adalah konsentrasi gel, yang tercapai
Wilayah pantai dan dataran rendah Semarang
ketika  ~ 1, maka flok akan membentuk suatu
berada pada bagian Utara dan lebih dikenal
lapisan menyerupai gel. Konsentrasi gel
dengan sebutan “kota bawah” sedangkan
dinyatakan sebagai:
3 nf
wilayah perbukitan berada pada bagian Selatan
 Df  dan lebih dikenal dengan sebutan “kota atas”.
c gel  s   (12)
 D p 

Gambar 3 Lokasi penelitian

Kota ini merupakan salah satu kota - Berelief rendah tersusun dari endapan alluvium
metropolitan yang memiliki wilayah laut dengan dan kombinasi paparan lumpur dan hutan
panjang garis pantai + 13,6 km. Kawasan pantai bakau.
merupakan dataran rendah dengan kemiringan 0 – - Berelief rendah terususn dari endapan alluvium
2 % dan ketinggian 0 – 3 m di atas permukaan laut. dan endapan lumpur.
Karakteristik pantai kota Semarang adalah : - Kawasan pelabuhan atau daerah rekreasi.
- Berelief rendah dengan berupa hamparan pasir
pantai. Secara administratif, wilayah pantai kota

108
Semarang terdiri dari terdiri atas 16 kecamatan sedimen berasal dari catchment area di daerah
dan 177 kelurahan dengan luas wilayah mencapai hulu.
225,17 km² . Kawasan pesisir kota ini
dimanfaatkan untuk permukiman, pelabuhan, Input model
industri, pariwisata dan pertanian serta budidaya Data yang dikumpulkan digunakan sebagai input
laut. Pada kawasan pantai kota Semarang, sering pada pemodelan hidrodinamika dan angkutan
terjadi banjir akibat pasang tinggi, yang disebut sedimen. Data-data tersebut meliputi data
banjir rob. Dari penelitian yang telah dilakukan batimetri, elevasi muka air, salinitas dan
telah diketahui bahwa fenomena banjir rob temperature serta konsentrasi TSS (Total
kawasan pantai kota Semarang merupakan akibat Suspended Solid)
dari beberapa peristiwa, diantaranya adalah 1) Batimetri
kenaikan muka air laut, penurunan muka tanah Data batimetri Semarang diperoleh dari hasil
(land subsidence) di kawasan pantai, perubahan pengolahan data the World Digital Chart (GEBCO,
fungsi guna lahan di wilayah pantai dan 2009) seperti diperlihatkan pada Gambar 4.
pengambilan air tanah yang berlebihan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh 2) Elevasi muka air
Marfai (2008), selama periode waktu antara tahun Elevasi muka air diperoleh dari hasil prediksi
1908 sampai 2003, terjadi perubahan dinamik menggunakan NAO TIDE di Semarang. Konstanta
terhadap garis pantai sebagai hasil proses erosi pasang surut pada titik-titik batas terbuka (titik A,
dan sedimentasi. Majunya garis pantai Semarang B, C, dan D pada Gambar 4) yang dihasilkan dari
akibat proses tersebut mencapai 634 m. Salah satu hasil prediksi tersebut diperlihatkan pada Tabel 1.
sungai yang memiliki laju angkutan sedimen yang
cukup tinggi adalah kali Garang. Sumber material
Tabel 1 Konstanta pasang surut Semarang

Tidal Titik A Titik B Titik C Titik D


Constituent Amp (m) Phase (deg) Amp (m) Phase (deg) Amp (m) Phase (deg) Amp (m) Phase (deg)

M2 0.1008 276.5700 0.1008 276.5600 0.1008 276.5600 0.1008 276.5700


S2 0.0918 151.4100 0.0918 151.4100 0.0918 151.4100 0.0918 151.4100
K1 0.1819 351.4600 0.1820 351.4700 0.1820 351.4700 0.1819 351.4600
O1 0.0606 203.5200 0.0606 203.5300 0.0606 203.5300 0.0606 203.5200

Gambar 4 Peta batimetri Semarang (GEBCO,2009)

109
3) Salinitas dan Temperatur horizontal menjadi 120 x 120 grid dan 10 lapis ke
Data temperatur dan salinitas yang digunakan arah vertikal. Parameter-parameter yang
sebagai nilai awal pada lapisan permukaan dan digunakan dalam pemodelan diperlihatkan pada
lapisan dasar diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 4 berikut :

Tabel 2 Nilai awal temperatur dan salinitas Tabel 4 Parameters setting


(Sumber : Puslitbang SDA, 2008)
X 25 m
Parameter Permukaan Dasar Y 25 m
Temperatur 25 oC 25 oC Interval waktu 1s
Salinitas 32 psu 32 psu 22 hari
Waktu simulasi
Catatan : psu (practical salinity unit) (24 Nov. – 15 Des. 2007)
merupakan satuan yang digunakan dalam Konsentrasi
1 mg/l
pemodelan ini. awal TSS

4) Kondisi Batas Simulasi angkutan sedimen dilakukan untuk


Nilai kondisi batas diperlukan pada batas hulu, menentukan distribusi sedimen di perairan pantai
yaitu sungai dan batas terbuka. Pada batas terbuka Semarang selama musim hujan dan kemarau.
digunakan parameter elevasi muka air, temperatur Sumber sedimen diasumsikan berasal dari Kali
dan salinitas, sedangkan pada batas hulu Garang. Waktu simulasi disesuaikan dengan
digunakan parameter debit, temperatur, salinitas keberadaan data yang diperlukan dalam verifikasi
serta konsentrasi TSS. Kondisi batas elevasi muka model.
air merupakan hasil prediksi berdasarkan
konstanta pasang surut.. Data debit sungai dan HASIL DAN PEMBAHASAN
konsentrasi TSS diperlihatkan pada Tabel 3. Verifikasi Model
Data lapangan yang diambil pada tanggal 14-15
Tabel 3. Debit dan konsentrasi TSS Kali Garang Desember 2007 dijadikan sebagai pembanding
(Sumber : Puslitbang SDA, 2008) untuk keperluan verifikasi model. Gambar 5
memperlihatkan perbandingan elevasi muka air
a) Musim kemarau hasil simulasi dengan data lapangan, di lokasi
Tanjung Mas. Dari gambar tersebut dapat dilihat
Tanggal Sedimen Debit
perbandingan antara hasil simulasi dan data
(mg/l) (m3/s)
lapangan telah menunjukkan tingkat kesesuaian
10/4/2008 11,3 7,49 yang cukup baik dengan rata-rata perbedaan
25/6/2008 31,6 3,12 antara hasil simulasi dan pengukuran adalah 9,4%.
Perbedaan hasil simulasi dengan data pengukuran
1/7/2008 31,3 1,82 disebabkan oleh karena tidak semua parameter
19/8/2008 31,7 1,86 yang mempengaruhi elevasi muka air seperti angin
dan gelombang tidak dimasukan dalam
a) Musim hujan perhitungan, walaupun kedua parameter tersebut
menimbulkan efek wind set-up dan wave set-up
Tanggal Sedimen Debit
yang dapat menambah tinggi elevasi muka air di
(mg/l) (m3/s)
pantai. Dalam simulasi, elevasi muka air hanya
24/11/2007 38,8 12,99 memperhitungkan pasang surut saja. Meskipun
28/11/2007 43,0 14,13 demikian, dari pola yang ada, dapat membuktikan
bahwa model dapat digunakan untuk mengetahui
2/12/2007 36,6 15,69 karakteristik hidrodinamika yaitu penjalaran
8/12/2007 242, 7 27,56 pasang surut dan aliran sungai di muara dan
perairan pantai.
Untuk mendapatkan hasil simulasi yang lebih
Diskritisasi dan daerah model baik semua parameter yang mempengaruhi elevasi
Luas daerah model seperti diperlihatkan pada muka air, seperti angin dan gelombang harus
Gambar 3 adalah 3 km x 3 km, yang dibagi secara dimasukan dalam perhitungan.

110
0.5

Elevasi muka air (m) 0.4 Hasil simulasi


0.3 Tj. Mas
0.2
0.1
0
-0.1
-0.2
-0.3
-0.4
-0.5
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48

Waktu (jam)

Gambar 5 Grafik verifikasi elevasi muka air

Hasil Simulasi interpretasi transpor arah vertikal. Gambar


Dalam simulasi hidrodinamika dan angkutan tersebut memperlihatkan batas yang jelas antara
sedimen ini, gaya pembangkit yang diperhitungkan air tawar dan air laut, dimana air tawar yang
dalam model adalah debit sungai dan pasang surut temperaturnya lebih tinggi berada di atas air laut
air laut, tanpa memperhitungkan pengaruh yang temperaturnya lebih rendah. Hal ini
gelombang dan angin. Dengan demikian, pola arus dipengaruhi pula oleh salinitas yang berbeda
dan distribusi sedimen yang dihasilkan hanya antara air sungai dan air laut, dimana salinitas air
disebabkan oleh debit sungai dan pasang surut sungai yang rendah bersesuaian dengan densitas
saja. yang rendah pula sehingga berada di atas lapisan
Gambar 6 memperlihatkan distribusi air laut yang densitasnya jauh lebih tinggi.
horizontal temperatur di perairan pantai Semarang. Gambar 8 dan 9 masing-masing
Dari Gambar tersebut terlihat bahwa temperatur di memperlihatkan distribusi horizontal dan vertikal
sungai sampai ke pantai Semarang berkisar antara salinitas. Distribusi horizontal salinitas yang diplot
23 oC - 25 oC. Berdasarkan data re-analisis NOAA, bersamaan dengan pola arus perairan pantai
temperature di daerah tersebut berkisar antara memperlihatkan pola yang konsisten di seluruh
27,5 oC – 28,5 oC. Perbedaan nilai temperatur perairan, meliputi pengaruh aliran sungai di mulut
antara hasil simulasi dengan literatur yang ada sungai dan muara. Pengaruh debit sungai terlihat
disebabkan oleh input model yang digunakan yang jelas di dekat muara.
berupa data pengukuran, yaitu 25 oC, dan Dalam simulasi hidrodinamika, arus pasang
temperatur air laut diasumsikan lebih rendah surut di perairan pantai dibangkitkan oleh adanya
daripada temperatur air sungai, yaitu 23 oC, beda elevasi muka air di titik-titik batas model.
sehingga hasil model pun akan mendekati angka Perbedaan elevasi muka air pada titik-titik tersebut
tersebut. Kemungkinan besar, pengukuran menyebabkan adanya arus dari daerah yang
temperatur dilakukan setelah hujan turun, elevasinya lebih tinggi ke daerah yang elevasinya
sehingga temperature air sungai menjadi rendah lebih rendah. Hasil simulasi memperlihatkan
akibat tercampur dengan air hujan. Distribusi bahwa kecepatan arus pasang surut bagian utara
horizontal temperatur memperlihatkan pola yang daerah model lebih kecil dibandingkan dengan
bentuknya relatif simetris. Hal ini menunjukkan arus di sekitar mulut sungai. Hal ini kemungkinan
bahwa distribusi temperatur dipengaruhi secara disebabkan oleh sempitnya daerah model yang
dominan oleh arus sungai terutama di daerah mengakibatkan beda elevasi antara titik-titik syarat
dekat muara. batas menjadi kecil. Karena beda elevasi antar
Gambar 7 memperlihatkan distribusi vertikal titik-titik tersebut kecil, maka arus yang
temperatur yang diambil pada penampang dibangkitkan pun menjadi kecil. Kecilnya arus
melintang Kali Garang sampai ke laut. Visualisasi perairan pantai menjadikan arus dari sungai
vertikal temperatur ini dimaksudkan sebagai menjadi lebih dominan, seperti diperlihatkan pada

111
Gambar 8. Besarnya arus yang berasal dari sungai sedimen secara horizontal. Hasil simulasi di mulut
menunjukkan bahwa sedimen yang berasal dari Kali Garang menunjukkan konsentrasi sedimen
sungai terbawa oleh arus menuju pantai, kemudian berkisar antara 32 mg/l – 40 mg/l. Nilai tersebut
mengendap dan pada akhirnya mengubah sesuai dengan data pengukuran yang dilakukan
morfologi pantai. pada tanggal 24 November 2007 (konsentrasi =
Di sungai, salinitas berkisar antara 0 – 10 psu. 38,8 mg/l) dan 2 Desember 2007 (konsentrasi =
Hal ini menunjukkan bahwa air di sungai terdiri 36,59 mg/l). Gambar 11 merupakan visualisasi
dari air sungai yang tawar dengan salinitas sangat secara vertikal yang memperlihatkan bahwa
rendah dan percampuran air sungai-air laut material sedimen dengan konsentrasi lebih tinggi
dengan salinitas lebih tinggi. Dari gambar dari 30 mg/l menyebar sampai sejauh 0,5 km dari
distribusi vertikal salinitas terlihat batas yang jelas mulut Kali Garang. Konsentrasi sedimen terlihat
antara air sungai dengan salinitas rendah dengan relatif lebih tinggi di perairan dangkal yaitu di
air laut. Karena aliran sungai lebih dominan sekitar mulut sungai. Hal ini disebabkan oleh
dibandingkan dengan pengaruh dari laut dan efek pasang surut yang mengakibatkan terjadinya
pasang surut sangat kecil, maka air tawar akan resuspensi sedimen. Dalam hal ini sedimen di
berada di atas lapisan air laut dan secara bertahap dasar terangkat dan teraduk oleh proses turbulensi
menipis ketika bergerak menuju ke laut. Air sehingga meningkatkan konsentrasi.
dengan densitas lebih tinggi bergerak ke darat di
bagian bawah muara, membentuk lapisan KESIMPULAN
berbentuk baji (wedge) yang lebih tipis saat 1 Perbandingan elevasi muka air antara data
mendekati tanah. Gambar profil vertikal kecepatan pengamatan dengan hasil simulasi
arus memperlihatkan pola arus yang mengalir ke menunjukkan tingkat kesesuaian yang cukup
arah laut untuk semua kondisi pasang surut. Hal ini baik dengan kesalahan mencapai 9,4 %. Hal
menunjukkan bahwa debit sungai terlalu kuat ini menunjukkan bahwa model dapat
dibandingkan dengan pengaruh pasang surut air digunakan untuk mengetahui karakteristik
laut. Meskipun debit sungai maksimum hanya hidrodinamika di perairan Kali Garang dan
82,68 m3/s., namun dapat membangkitkan arus pantai Semarang.
lebih kuat dibandingkan dengan arus akibat 2 Hasil simulasi pola arus memerlihatkan
perbedaan elevasi muka air di dekat muara pada bahwa arus sungai lebih dominan
saat pasang yaitu 0,3 m. Dengan demikian arus dibandingkan dengan arus pasang surut. Hal
pasang surut hanya mengalir di sekitar mulut ini mungkin disebabkan oleh terlalu
sungai dan tidak mencapai hulu. sempitnya daerah model sehingga perbedaan
Semakin dekat ke laut maka salinitas akan elevasi muka air pada titik-titik batas muka
meningkat, mencapai 30 – 32 psu dan air yang diharapkan dapat membangkitkan
menunjukkan distribusi yang seragam. Hasil arus sangat kecil. Dengan demikian, arus
simulasi ini didukung oleh penelitian Wyrtky yang dibangkitkan pun menjadi kecil.
(1961) yang menyatakan bahwa pada umumnya 3 Hasil simulasi salinitas dan konsentrasi
profil vertikal salinitas di laut menunjukkan pola sedimen menunjukkan kesesuaian yang
yang seragam mulai dari permukaan sampai ke cukup baik dengan data pengukuran dan
dasar. Nilai salinitas hasil simulasi ini sesuai memberikan pola yang konsisten di seluruh
dengan penelitian Veen (1953), yang menunjukkan perairan. Meskipun nilai konsentrasi yang
bahwa salinitas di bagian Timur laut Jawa berkisar digunakan terlalu kecil, namun dari simulasi
antara 30,9 – 34,3, dan mengecil kearah barat ini dapat diketahui pola penyebarannya
mencapai 30,6 – 32,6 psu. Kecilnya salinitas sesuai dengan gaya-gaya yang
perairan laut Jawa kearah Barat mungkin mempengaruhinya.
disebabkan oleh banyaknya sungai-sungai yang 4 Pola arus, distribusi temperatur, salinitas dan
bermuara ke laut Jawa bagian Barat dibandingkan konsentrasi sediment sangat dipengaruhi
dengan laut Jawa sebelah Timur, sehingga perairan oleh parameter-parameter yang
pantai banyak dipengaruhi air sungai yang mempengaruhinya, yaitu debit sungai dan
salinitasnya lebih rendah. Namun demikian, kedua elevasi muka air (pasang surut). Meskipun
literatur tersebut mungkin sudah tidak sesuai demikian, untuk mendapatkan hasil simulasi
dengan kondisi saat ini, dimana pemanasan global yang lebih baik, semua parameter yang
dan perubahan iklim yang terjadi pasti mempengaruhi pola arus, seperti angina dan
mempengaruhi nilai salinitas di perairan laut Jawa. gelombang harus dimasukan dalam model.
Untuk itu perlu dicari literature yang lebih baru
yang menyatakan hasil penelitian mengenai
kisaran salinitas di perairan laut Jawa.
Gambar 10 memperlihatkan distribusi

112
UCAPAN TERIMA KASIH Ginting, S. (2009). Kajian Erosi dan Sedimentasi di
Penulis ingin mengucapkan terima kasih DAS Garang. Prosiding Kolokium Pusat
kepada Dr. Mishima selaku peneliti di Hiroshima Litbang Sumber Daya Air. 22-23 April, Bekasi,
University atas kerja sama dan bantuannya dalam Indonesia.
melakukan visualisasi terhadap hasil simulasi yang
Haggag, M. 2009. Atmosphere, Land Surface,
diperlukan pada penelitian ini.
Hydrology, Ocean Wave, and Ocean Current
Model (ALHOM) in Asia Environmental
DAFTAR PUSTAKA
Simulator. IDEC Journal, Hiroshima
University.
Berlamont, J.E. & E. Toorman. 2000. COSINUS Final
Scientific Report. Hydraulics Laboratory, K.U. HydroQual. 2002. A Primer for ECOMSED Version
Leuven. 1.3; User Manual. HydroQual Inc., New Jersey.
Dinas Hidro Oseanografi (DISHIDROS) TNI AL. Lee, H. S. 2007. Regional Disaster Events and
2003. Tabel Konstanta Harmonik Pasang Environment Simulations by Atmosphere-
Surut., Jakarta. Ocean Coupled Model. PhD Thesis. Kyoto
University.
Dyer, K. R. 1997. Estuaries: A Physical Introduction.
2nd Edition. Wiley

113
Gambar 6 Distribusi horizontal temperatur

Gambar 7. Distribusi vertikal temperatur

114
Gambar 8 Distribusi horizontal salinitas

Gambar 9 Distribusi vertikal salinitas

115
Gambar 10 Distribusi horizontal sedimen

Gambar 11 Distribusi vertikal sedimen

116

You might also like