Penentuan Tingkat Pencemaran Limbah Industri Tekstil PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

 

PENENTUAN TINGKAT PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL


BERDASARKAN NUTRITION VALUE COEFICIENT BIOINDIKATOR

Yuli Pratiwi
Jurusan Teknik Lingkungan
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
e-mail: tiwiyul@yahoo.co.id

ABSTRACT
The textile industry produces colored liquid waste which can cause water pollution and toxic for
bioindicator (algae and fish). This study used the fish as a bioindicator to determine the level of
pollution of industrial waste discharged into rivers. The purpose of the study was to determine the
level of water pollution in the River Blader in Cilacap after receiving wastewater of textile industry,
based on nutrition value coefficient (NVC: Nutrition Value coeficient) fish that live in this river, and
to know the river water quality based on physical and chemical parameters.
The location is at River Research Blader Cilacap which is where the textile wastewater
disposal. This study was conducted in three stages over three months. The first stage is the
determination coefficient of nutrient bioindicator (test fish) and Blader River water quality checks
conducted at the sites.The second stage is the analysis of textile industrial wastewater in
Environment Engineering Laboratory of Yogyakarta AKPRIND Institute of Science of Technology of
Yogyakarta.The last step is data analyze and reporting of research.
Research shows that the textile wastewater are dumped in the River Blader Cilacap, can
reduce the nutritional value of the coefficient of the test fish (fish betik / Anabas testudineus, BL) to
1.53 to 1.63, which means not eligible for human consumption. Blader River water quality in the
textile industry waste disposal site, experienced more severe pollution than other observation sites
seen from the parameters of temperature, pH, CO2, turbidity and dissolved O2. Textile industrial
waste being dumped in the River Blader Cilacap, some parameters are still acceptable wastewater
quality standards prevailing in central Java, there are only three parameters that exceed the
standards the COD, pH water, and ammonia free.
 

Keywords: waste, textile industry, the nutritional value of the coefficient of bioindicator 

INTISARI
Industri tekstil menghasilkan limbah cair berwarna yang dapat menyebabkan pencemaran
air dan bersifat toksis bagi bioindikator (ganggang dan ikan). Penelitian ini menggunakan ikan
sebagai bioindikator untuk menentukan tingkat pencemaran limbah industri yang dibuang ke
sungai. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat pencemaran air di Sungai Blader di
Cilacap setelah menerima limbah industri tekstil, berdasarkan koefisien nilai nutrisi (NVC: Nutrition
Value Coeficient) ikan yang hidup di sungai ini, serta mengetahui kualitas air sungai tersebut
berdasarkan parameter fisik dan kimia.
Lokasi Penelitian adalah di Sungai Blader Cilacap yang merupakan tempat pembuangan
limbah cair industri tekstil. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap selama tiga bulan. Tahap
pertama adalah penentuan koefisien nutrisi bioindikator (ikan uji) dan pemeriksaan kualitas air
Sungai Blader yang dilakukan di lokasi penelitian. Tahap kedua adalah analisis limbah industri
tekstil di Laboratorium Teknik Lingkungan IST AKPRIND Yogyakarta. Tahap terakhir adalah
analisis data dan pembuatan laporan penelitian.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa limbah cair industri tekstil yang dibuang di Sungai
Blader Cilacap, dapat menurunkan koefisien nilai nutrisi ikan uji (ikan betik / Anabas testudineus,
BL) menjadi 1,53- 1,63 yang berarti tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi manusia. Dilihat dari
parameter temperatur, pH, CO2, kekeruhan dan O2 terlarut kualitas air Sungai Blader di lokasi
pembuangan limbah industri tekstil, mengalami pencemaran lebih berat dibandingkan lokasi
pengamatan lain. Limbah industri tekstil yang dibuang di Sungai Blader Cilacap, sebagian
parameternya masih memenuhi syarat baku mutu air limbah yang berlaku di Jawa Tengah, hanya
ada tiga parameter yang melebihi standar baku yaitu COD, pH air, dan ammonia bebas.
Kata kunci:, limbah industri tekstil, koefisien nilai nutrisi bioindikator

Jurnal Teknologi, Volume 3 Nomor 2 , Desember 2010, 129-137 129 


  
 
 
 

COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5 : 1


PENDAHULUAN sampai 3 : 1 (Risnandar dan Kurniawan,
Pencemaran lingkungan akibat 1998).
industri tekstil adalah berupa pencemaran Terjadinya pencemaran pada badan-
debu yang dihasilkan dari penggunaan mesin badan air termasuk sungai, akan
berkecepatan tinggi dan limbah cair yang mengganggu kehidupan normal ikan-ikan
berasal dari tumpahan dan air cucian tempat yang hidup di dalamnya. Dengan adanya
pencelupan larutan kanji dan proses pencemaran air menyebabkan menurunnya
pewarnaan. Zat warna tekstil merupakan kualitas perairan, sehingga daya dukung
gabungan dari senyawa organik tidak jenuh, perairan tersebut terhadap organisme
kromofor dan auksokrom sebagai pengaktif akuatik yang hidup di dalamnya akan turun.
kerja kromofor dan pengikat antara warna Masalah pencemaran air menimbulkan
dengan serat. Kapas mentah mengandung berbagai akibat, baik yang bersifat
kotoran seperti lilin kapas, zat-zat lemak, biologik,fisik maupun kimia. Akibat biologik
senyawa pektin, protein, debu dan tanah. yang terlihat jelas di perairan-perairan antara
Oleh karena itu akan lebih baik jika dipasang lain berupa kematian ikan atau sekurang-
alat pengumpul debu kering agar lingkungan kurangnya berupa kelainan struktural
kerja menjadi bersih dari debu. Kandungan maupun fungsional ke arah abnormal
limbah yang dihasilkan dari proses (Alkassasbeh et al., 2009).
pewarnaan tergantung pada pewarna yang .Kelainan struktural dan fungsional
digunakan misalnya zat warna indigo antara lain dapat diamati dengan menghitung
(C12H10N12O12) dan sulfur. Limbah-limbah koefisien nilai nutrisi ikan-ikan yang ada di
yang dihasilkan suatu industri, akan dialirkan perairan tersebut. Kelainan struktural yang
ke kolam-kolam penampungan dan terjadi adalah seperti kepala ikan tampak
selanjutnya dibuang ke sungai. lebih besar dibandingkan kepala ikan yang
Beberapa kelompok organisme yang normal, sutura pada os operculare (tulang-
dapat dijadikan sebagai bioindikator tulang penutup insang) lebih jelas, mata
pencemaran air adalah algae, bakteri, terbenam dalam bulbus oculi, pinna relatif
protozoa, makroavertebrata dan ikan (Sjoo besar, daging truncus dari anterior ke
dan Mörk, 2009). Selama ini pengaruh posterior tipis, costae menjadi sangat jelas,
limbah toksis terhadap ikan serta jenis-jenis abdomen tenggelam dalam pinnae ventralis
organisme akuatik yang lain merupakan dan penampang transversal dorsum
bahan penelitian yang menarik. Hal ini berbentuk atap .
disebabkan organisme akuatik terutama ikan Kelainan fisiologik seperti
adalah bioindikator pencemaran air yang terganggunya metabolisme, koordinasi saraf
paling baik (Alkassasbeh et al., 2009). Atas dan respirasi, dengan sendirinya akan
dasar pemikiran ini, maka penelitian ini menyebabkan terganggunya kesehatan ikan
menggunakan ikan sebagai bioindikator dan tingkat nilai gisi ikan (dalam hal ini
untuk menentukan tingkat pencemaran kandungan protein) akan mengalami
limbah industri tekstil yang dibuang ke penurunan. Adanya pencemaran di
perairan atau sungai. lingkungan perairan secara sublethal dapat
Limbah tekstil merupakan limbah yang mengganggu penerimaan informasi sensorik
dihasilkan dalam proses pengkanjian, melalui alat pembau (organ olfactus) ikan.
penghilangan kanji, penggelantangan, Secara umum informasi-informasi sensorik
pemasakan, merserisasi, pewarnaan, lewat alat pembau pada ikan sangat
pencetakan dan proses penyempurnaan. menentukan perilaku ikan terutama dalam
Proses penyempurnaan kapas menghasilkan hal, mendapatkan pangan, mengenali
limbah yang lebih banyak daripada limbah predator dan mengenali lawan jenis dalam
dari proses penyempurnaan bahan sintesis. musim kawin.
Pemasakan dan merserisasi kapas serta Adanya gangguan fungsi sensorik
pemucatan semua kain adalah sumber tersebut, sangat berpengaruh pada pola
limbah cair yang penting, karena makan ikan. Hal ini dapat menyebabkan
menghasilkan asam, basa, COD, BOD, penurunan berat badan, karena ikan-ikan
padatan tersuspensi dan zat-zat kimia. tersebut tidak mampu lagi menangkap
Gabungan air limbah pabrik tekstil di isyarat adanya pangan di sekitarnya.
Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/L Penyebab lain yang diduga dapat
padatan tersuspensi dan 500 mg/L BOD. mengakibatkan menurunnya kesehatan ikan
Perbandingan adalah masuknya bahan pencemar dalam
suatu badan air, sehingga dapat
mempengaruhi ketersediaan makanan bagi

130 Pratiwi, Penentuan Tingkat Pencemaran Limbah Industri Tekstil Berdasarkan Nutrition Value
Coeficient Bioindikator
 
 

ikan seperti macrocrustacea, microcrustacea, tekstil (sebagai kontrol) dengan jarak antar
zooplankton dan algae dapat mati akibat lokasi pengamatan ± 400 meter. Lokasi
senyawa beracun yang dikandung air limbah pengamatan I berada di sungai tepat di
(Alkassasbeh et al., 2009). pengeluaran limbah industri tekstil, lokasi
Di perairan yang mengalami kontrol berjarak ± 400 meter ke arah hulu
pencemaran, aktivitas ikan akan menurun dari lokasi I, lokasi II berada ± 400 meter ke
antara lain berupa gangguan pada pola arah hilir dari lokasi I, lokasi III berada ± 400
berenang dan respirasi. Terganggunya meter ke arah hilir dari lokasi II dan lokasi IV
proses-proses perkembangan ikan akan berada ± 400 meter ke arah hilir dari lokasi
mengakibatkan hubungan antara panjang III.
tubuh dan berat badan ikan tidak lagi Variabel penelitian meliputi pemeriksaan:
mempunyai rasio yang terletak pada kisaran air limbah industri tekstil yang dibuang di
yang menunjukkan kondisi ikan yang sehat. Sungai Blader Cilacap, parameter CO2
Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi terlarut, oksigen terlarut, temperatur air, pH
penurunan nilai nutrisi ikan-ikan tersebut. dan kekeruhan, yang dilakukan pada limbah
Dengan demikian koefisien nilai nutrisi ikan tekstil yang sudah disalurkan di Sungai
dapat memberikan gambaran kasar Blader dan aliran sungai yang belum
mengenai: kualitas air dengan tingkat terpengaruh limbah tekstil, penentuan
ketersediaan nutrien bagi ikan atau tingkat koefisien nilai nutrisi (NVC) ikan yang hidup
daya dukung lingkungan perairan terhadap bebas di Sungai Blader yang belum terkena
kehidupan ikan ditinjau dari sudut aliran limbah tekstil (sebagai kontrol) dan
ketersediaan nutrien atau tingkat daya yang sudah terpengaruh limbah sepanjang ±
dukung lingkungan perairan terhadap fungsi 2 km.
normal organ sensorik ikan yang berfungsi Data penelitian hasil pengukuran,
deteksi. pemeriksaan dan perhitungan indikator
Lucky (1977) mengemukakan suatu pencemaran serta NVC ikan uji, dianalisis
formula Fulton untuk menghitung koefisien statistik menggunakan Disain Blok Lengkap
nilai nutrisi (NVC) ikan. Untuk menghitung Acak (RCBD) dengan subsampling untuk
NVC ikan, diukur berat tubuh ikan (dalam mengetahui perbedaan hasil, kemudian
gram) dan panjang tubuh ikan (dalam cm) dilanjutkan uji Duncan untuk mengetahui
yang diukur dari ujung kepala (moncong) lokasi pengamatan mana saja yang hasil
sampai ujung sirip ekor (pinna caudalis) yang pengukuran kualitas air dan pengukuran
terentang normal. Dalam pengukuran ini, NVC ikan uji berbeda nyata. Untuk
ikan harus dalam keadaan hidup. mengetahui hubungan antara masing-
masing tolok ukur pencemaran air dan antara
NVC: berat x 100 tolok ukur pencemaran air dengan NVC ikan
(panjang)3 uji, menggunakan analisis regresi korelasi.
 
Normal tidaknya perkembangan dan HASIL DAN PEMBAHASAN
kesehatan ikan dapat ditentukan Sungai Blader di Cilacap, yang
berdasarkan NVC yaitu apabila kurang atau berfungsi sebagai tempat pembuangan
sama dengan 1,7 dapat menggambarkan limbah industri tekstil perlu mendapat
bahwa kualitas perairan tersebut sudah perhatian. Dari pengamatan di lapangan
tercemar sehingga ikan-ikan ini tidak diketahui bahwa masyarakat masih banyak
memenuhi syarat kesehatan dan dapat yang mengambil ikan-ikan yang ada di
dianggap mempunyai nilai gizi yang rendah sungai ini untuk dikonsumsi. Jika
dan tidak layak dikonsumsi (Lucky, 1977). diperhatikan lebih teliti ternyata air Sungai
Penelitian ini dilakukan di tempat Blader berbau dan juga terlihat banyak ikan
pembuangan limbah industri tekstil yang ada yang mati. Hal ini memberikan suatu asumsi
di Cilacap yang dialirkan di Sungai Blader. bahwa kualitas air Sungai Blader sebagian
Tujuan penelitian adalah mengetahui tingkat sudah mengalami pencemaran.
pencemaran air di Sungai Blader setelah Hewan uji yang digunakan sebagai
menerima limbah industri tekstil, berdasarkan bioindikator pada masing-masing lokasi
NVC bioindikator (ikan yang ada), serta pengamatan adalah ikan Betik (Anabas
mengetahui kualitas air Sungai Blader testudineus,BL) dengan panjang tubuh yaitu
berdasarkan parameter fisik dan kimia. ± 3 cm. Hal ini dimaksudkan untuk
Pengamatan dilakukan di 5 lokasi sepanjang memperkecil kemungkinan terjadi perbedaan
Sungai Blader yang terkena limbah tekstil kemampuan beradaptasi terhadap
dan aliran sungai yang belum teraliri limbah lingkungannya sehingga diharapkan dapat
Jurnal Teknologi, Volume 3 Nomor 2 , Desember 2010, 129-137 131 
  
 
 
 

mengurangi kesalahan dalam penelitian. Ikan Nikel mg/L 0,1 0,0


Perak mg/L 0,1 0,0
betik ini dipilih sebagai bioindikator karena Raksa mg/L 1,0 0,0275
hamper di sepanjang aliran Sungai Blader ini Seng mg/L 1,0 0,0
Tembaga mg/L 1,0 0,0
didapatkan spesies ini. Timbal mg/L 0,1 0,278
Tabel 1. Hasil pemeriksaan parameter fisika Ammonium bebas mg/L 2,0 0,210
Flourida mg/L 1,0 0,011
Para Lokasi Pengamatan Nitrit mg/L 2,0 0,35
meter K I II III IV Phosphat mg/L 0,1 0,0
Tempe- 29,1 33,3 32,7 29,7 30,0 Sulfida mg/L 80,0 249,2
ratur (0C) 30,6 35,0 31,7 30,4 29,5 Kebutuhan kimia
30,2 34,2 32,1 30,4 30,1 akan O2 - - Negative
28,9 36,1 30,9 31,3 30,6 Uji metilen biru mg/L 90,0 18,06
Rata-rata 29,7a 34,65 c
31,85 b
30,45b 30,05a Zat yg teroksidasi mg/L 20,0 4,7
dengan KMnO4
Kekeruh- 259 285 326 288 284 Zat tersuspensi
an (ppm) 266 307 331 251 275 KIMIA ORGANIK mg/L 30,0 20,0
270 275 325 280 291 Kebutuhan Biologi
263 290 320 271 269 akan O2 dalam
Rata-rata 264,50a 289,25b 325,50c 272,50a 279,75a waktu 5 hari pada
suhu 200C mg/L 10,0 -
Keterangan: Hidrokarbon mg/L 10,0 0,322
Angka-angka dengan huruf yang sama tidak Minyak dan lemak mg/L 0,1 -
Phenol mg/L 0,1 0,0
berbeda nyata Sianida
K: kontrol *Baku Mutu Air Limbah menurut Peraturan
Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 10
Tabel 2. Hasil pemeriksaan parameter kimia Tahun 2004.
Para Lokasi Pengamatan
mete K I II III IV Kandungan limbah cair insdustri
r tekstil yang dibuang di Sungai Blader
CO2 12,3 12,9 12,3 10,9 7,9 Cilacap, setelah dianalisis ternyata tidak
terla- 13,0 13,0 11,7 11,0 8,0 mengandung senyawa-senyawa kimia
rut 12,6 13,3 12,5 10,5 7,7 berbahaya misalnya logam berat. Ada
(ppm) 12,5 12,7 12,7 9,6 8,1 beberapa parameter yang melebihi baku
Rata- 12,6 12,98 12,30 10,50 7,93c mutu yaitu COD, pH dan ammonia bebas.
a b c d
rata Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa
Oksi- 4,05 3,87 4,34 4,45 4,77 COD limbah tekstil adalah sebesar 249,2
gen 4,33 4,30 4,20 3,10 4,96
ppm, sedang COD yang diperbolehkan
terla- 5,41 3,51 4,62 3,91 5,00
rut menurut baku mutu sebesar 80 ppm. COD
5,00 4,01 5,00 5,10 4,50
(ppm) yang tinggi ini diduga disebabkan karena
Rata- 4,45 3,92
a
4,45
a
4,14
a
4,81 banyak bahan kimia yang ada pada limbah
a a
rata yang harus dioksidasi seperti ikatan-ikatan
pH 7,08 8,97 8,60 8,26 8,61 nitrogen baik dalam bentuk organik maupun
7,19 8,97 8,63 8,24 8,63 anorganik, dan senyawa-senyawa kimia
7,28 8,96 8,60 8,30 8,60 yang memerlukan reduksi kimia seperti ion-
7,36 8,94 8,60 8,20 8,62 ion fero, sulfida dan sulfit .
b c d c
Rata- 7,23 8,96 8,61 8,25 8,62 pH limbah sebesar 12,0 dan pH
a
rata maksimum menurut baku mutu adalah 6,5-
Keterangan: 8,5, hala inikemungkinan disebabkan dalam
Angka-angka dengan huruf yang sama tidak proses produksi industri tekstil menggunakan
berbeda nyata bahan-bahan kimia yang bersifat alkalis
K: kontrol seperti NaOH, glauber salt dan lain-lain.
Setelah air limbah dialirkan ke sungai,
Tabel 3. Hasil analisis air limbah industri ternyata pHnya mengalami penurunan
tekstil sebelum dibuang di Sungai Blader menjadi 8,25 – 8,96. Hal ini berarti bahwa
Parameter Satuan Baku Mutu Hasil pH air masih dapat ditoleransi untuk
Air Limbah*
FISIKA
kehidupan ikan. Alkassasbeh et al., (2009),
Suhu 0
C 30 - menyatakan bahwa hampir semua jenis ikan
Zat yang terendap mg/L 1,0 0,0 masih bertahan hidup pada pH antara 5-9,
Zat yang terapung mg/L Nihil -
KIMIA sedangkan pada ikan-ikan yang sangat
ANORGANIK - 6,5-8,5 12,0 toleran masih bisa bertahan pada pH 4-10,
pH mg/L 0,05 0,0
Chlor bebas mg/L 10,0 0,12 namun pada ikan-ikan yang peka justru akan
Alumunium mg/L 1,0 0,0 mati pada pH di bawah 5 dan lebih dari 8.
Arsen mg/L 1,0 0,0
Barium mg/L 1,0 0,011
Ammonia bebas menurut baku mutu
Besi mg/L 0,1 0,0 yang berlaku adalah sebesar 0,1 ppm,
Chrom mg/L 1,0 0,0 sedangkan yang terkandung dalam limbah
Kadmium mg/L 2,0 0,0
0,278 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa
132 Pratiwi, Penentuan Tingkat Pencemaran Limbah Industri Tekstil Berdasarkan Nutrition Value
Coeficient Bioindikator
 
 

kadar ammonia be ebas telah melebihi


m baku
u tidakk lebih dari 1,70C diban
ndingkan suh
hu
mutu. ammonia be ebas yang tin
nggi menurutt normmal.
Eckenffelder (2003)) umumnya a terkandung
g
dalam air limbah yang sudah lam
ma.
350
0
36 300
0
250
0
35
200
0
34 150
0
33 100
0
32 50
0
31 0
30
29
28
Lo
okasi pengamaatan
27
Ga
ambar 2.Grafik kekeruhan air rata-rata
pada setiap lokasi penggamatan

Dari Gam mbar 2 dapat dilihat bahw wa


Lokkasi pengamataan kekeeruhan di loka asi pengamattan kontrol da an
mbar 1. Grafik temperatur air
Gam a rata-rata IV, berkisar
b antara 264,50-325 5,50 ppm. Hasil
pada setiap lokasi pengam matan analiisis statistik dengan RCBD R dan uji
Dunccan, menunju ukkan bahwa a kekeruhan di
Dari Gamba ar 1 dapat dilihat
d bahwa a lokassi pengamata an III dan IV tidak berbed da
temperratur air di lo
okasi pengam matan kontrol,, nyata a dengan lokkasi lainnya. Perbedaan
P da
an
dengan n analisis RCBD
R dan uji Duncan,, kesaamaan nilai kkekeruhan airr pada masin ng-
menun njukkan hasil yang tidak be erbeda nyata a masiing lokasi pengama atan didug
ga
dengan n temperatur di lokasi pengamatan IV V dipen ngaruhi oleh beberapa fak ktor antara la ain
yaitu berkisar antara 9,70-30,050C.
29 teksttur material yyang ada di dasar sunga ai,
Demikiian juga anta ara lokasi pe engamatan III keceepatan arus, limbah ind dustri, musim m,
dan III mempunya ai temperaturr yang tidakk volumme air, ada tid
daknya air terrjun.
berbedda nyata yaitu sekitar 30,45 -31,850C.. Kematian n ikan dapat terjadi karen na
Semen ntara di lokasi penngamatan I tingkkat kekeruha an tinggi sebagai akib bat
mempu unyai temperratur yang te ertinggi yaitu
u rongga operculum m dan lembarran insang ika an
34,650C.
C Hal ini diiduga diseba abkan karena a terseelubung ole
eh partikel--partikel da
ari
lokasi ini merupak kan tempat pembuangan n pada atan terlarutt. Kekeruha an di loka asi
limbah tekstil yang prosesnya membutuhkan
m n peng gamatan I-IV dan kontrol, kemungkina an
temperratur tinggi. tidakk begitu berpengaru uh terhadaap
Keadaan seperti
s ini kemungkinan
k n keseehatan ikan yang
y tertangkap di Sung gai
akan mempengaruh
m hi distribusi tu
umbuhan dan n Blader.
hewan, dalam hal derajat meta abolisme dan n
reproduksi. Ada pencemar
p te
ertentu yang g
hanya menyebabkkan peruba ahan sistem m 14
u dalam tub
tertentu buh ikan se eperti sistemm 12
syaraf, pernafasan, enzimatik da an lainnya.
10
8
Ikan-ikan ini dapat mengalamii 6
kematian jika di perairan terssebut terjadii
perubaahan temperatur yanng ekstrim,, 4
misalnyya ikan yang g biasa hidupp di perairan
n 2
dengan n temperaturr tidak lebih dari 21,10C
0
dipinda
ahkan ke pe erairan berssuhu 32,20C..
Oleh sebab itu
u Eckenfeld
der (2003)) Kontrol I II Lokkasi pengamata
III IV an
menga anjurkan aga ar perubahan n temperaturr
pada air mengalir tidak lebih dari 2,80C,, mbar 3. Grafik CO2 terlarutt rata-rata pad
Gam da
sedanggkan peraira an yang tidak mengalirr setiap lo
okasi pengam
matan
Jurnal Teknologi, Volume
V 3 Nom
mor 2 , Dese
ember 2010, 129-137 33 
13
  
 
 

Dari Gambar 3 dapat dilih hat bahwa


CO2 terlarut setelah h dianalisis statistik
dengan RCBD
R dan Uji Duncan, ternyata 6
antara CO O2 terlarut di lokasi pengamatan II 5
dan IV tid dak berbeda nyata, seda angkan di 4
lokasi pengamatan I, III dan kon ntrol satu
3
sama lain n berbeda ny yata. Kandun ngan CO2
terlarut di lokasi penga amatan kontrrol sampai 2
IV berkisa ar antara 7,93-12,98 ppm. Kadar 1
CO2 terlarrut yang ama an bagi kehidupan ikan 0
menurut Alkassasbeh
A e al. (2009) adalah
et a 12
ppm, sehingga diangg gap bahwa ka andungan
CO2 terlarrut dilokasi pengamatan
p kontrol,
k II,
III dan IV masih cukup p baik bagi kehidupan
k
ikan. Semmentara itu di lokasi peng gamatan I
yang me engandung CO C 2 terlarut sebesar Lokasi p
pengamatan
n
12,98 pp pm diduga kurang ba aik untuk Gamba
ar 4. Grafik O2 terlarut rata
a-rata pada
kehidupan n ikan tetapi belum
b dapat dikatakan setiap lokasi pengamata an
tercemar, sebab menu urut Alkassasbeh et al.
(2009) perairan
p dah dapat dikatakan
sud Dari Gambar 4 dapat diilihat bahwa
tercemar apabila kan ndungan CO O2 terlarut hasil re erata pengu ukuran oksig gen terlarut
mencapai 20 ppm. setelah dianalisis sta atistik dengann RCBD dan
M
Meningkatnya kadar CO2 terlarut
t di Uji Dun ncan, menun njukkan tidak k ada beda
dalam air diduga karena k menningkatnya nyata an ntara kelima lokasi pengamatan. Nilai
proses biooksidasi yang dilakukan oksigen terlarut berva ariasi dari yanng terendah
mikroorgaanisme yan ng meliputi proses yaitu di lokasi peng gamatan I se ebesar 3,92
oksidasi bahan-bahan
b organik yan ng dibawa ppm, dan yang tertinggi di lokasi
oleh limbaah tersebut. Makin
M tinggi ka
andungan pengam matan IV sebesar 4,81 4 ppm.
bahan organik
o dalam limbah, berarti Menurunnya kandun ngan oksigen n terlarut di
kemungkinan kandung gan CO2 terla arut akan dalam suatu peraiiran dapat disebabkan
semakin tinggi.
t Selain itu proses siintesis sel adanya zat pencem mar. Disampiing itu, zat
dan prosses oksidasi sel yang dilakukan pencem mar yang ada terutama di permukaan
mikroorgaanisme perairan, secara air, dappat mengahallangi difusi oksigen
o dari
keseluruhan dapat me eningkatkan kadar
k CO2 udara dan dapa at menaikka an jumlah
terlarut. Secara sed derhana rea aksi-reaksi mikroorg ganisme perairan. Kandungan
yang menghasilkan CO C 2 terlarut menurut oksigen terlarut ya ang terendah h di lokasi
Sjoo dan Mork
M (2009) adalah
a sepertti ditulis di pengam matan I kem mungkinan disebabkan
bawah ini.. karena pada lokasi ini merupakan tempat
1) Oksida
asi bahan organik: pembua angan limbah h tekstil sehinngga masih
(CH2O)n +nO2 Enz zime nCO2 + nH2O + banyak mengandung g zat pencema ar.
panas Ditinjau darri kandunga an oksigen
terlarut, keadaan p perairan Sun ngai Blader
2) Oksida
asi seluler: diangga ap masih cukkup baik bagi kehidupan,
Sel + O2 Enzime CO2 + H2O + NH3 + terutama a ikan. Ikan umumnya memerlukan
m
panas minimal 3 ppm okssigen terlaru ut, dan jika
3) Sintesiis seluler konsenttrasi kurang darid itu dapatt menaikkan
(CH2O)n + NH3 + O2 Enzime Sel + tingkat toksisitas unsur-unnsur lain
CO2 + H2O + panass Alkassa asbeh et al. (2009). Jika kebutuhan
oksigen ini tidakk seimbang g dengan
Selama berlangsungn nya proses oksidasi masuknya oksigen dari udarra maupun
tersebut biasanya
b akaan terbentuk hasil-hasil s
aktivitas fotosinte
esis tumbuhan air
sampingan yang bersifat sementara seperti nkton), maka akan terjadi penurunan
(fitoplan
ammonia (NH3), H2S dan alkohol yang kandung gan oksigen terlarut den ngan cepat,
umumnya a menimbulkkan bau bu usuk dan dan sebaliknya akan meenyebabkan
bersifat to
oksis sehing
gga dapat mematikan
m meningkkatnya BOD perairan dengan cepat
organismee yang ada di perairan ters
sebut. pula (Sjooo dan Mork, 2009).

134 Pratiwi, Penentuan Tingkat Pe


encemaran Limbah Industtri Tekstil Berd
dasarkan Nuttrition Value
Coeeficient Bioind
dikator
 

Ta
abel 4. Hasil p
penghitungan NVC ikan uji
10 Paraame- Lokasi Pe
engamatan
ter K I II III IV
8
NVC C 1,83 1,53 1,,55 1,51 1,65
6 ikan
n uji
1,84 1,56 1,,53 1,52 1,67
4
1,82 1,55 1,,52 1,56 1,65
2
1,84 1,49 1,,61 1,69 1,63
0 b a a b c
Rata
a-rata 1,83 1,53 1,5
55 1,57 1,65

Keterangan: angkka-angka dengan huruf yan ng


Lokasi p
pengamatan
n sama a tidak berbed
da nyata
K: koontrol
Gambar 5. Grafik pH rata-rata pada
p setiap Dari Tabeel 4 dapat dilihat bahw wa
lokasi pengamatan reratta hasil penghhitungan NVC C ikan uji yan
ng
tertangkap yaitu ikan betik (Anaba as
Dari Gamba ar 5 dapat dilihat
d bahwa a testuudineus, BL) pada lokassi pengamata an
derajatt keasaman di lokasi pengamatan n kontrrol sebesar 1 1,83 . Hal ini menunjukka an
kontrol mendekati netral, seda angkan pada a bahw wa kondisi air termasuk makanan ika an
lokasi pengamatan I, II, III da
an IV di atass yang g ada, m
masih memenuhi syarrat
pH ne etral (basa) yang nilain nya berkisarr kese ehatan. Ikan-ikan dengan NVC kuran ng/
antara 8,25 – 8,96. Hal ini diduga akibatt sama a dengan 1,7 dapat din nyatakan tida ak
adanya a buangan limbah yang bersifat b basa a mem menuhi syaratt kesehatan, dan NVC yan ng
yang berasal
b dari in
ndustri tekstill yang berdirii tidakk memenuhi syarat ini dapatd membe eri
disekitaar Sungai Blader, yang dalam d prosess gamb baran mennurunnya d
daya dukun ng
produk ksinya sebag gian besar menggunakan
m n lingkkungan perairan tempat hidup ikan ini
zat kim
mia yang berssifat alkalis seperti
s NaOH H karen na menurunn nya kualitas air.
a Kualitas aira
dan gllauber salt. Pernyataan ini diperkuatt di lokkasi pengama atan kontrol dengan rera ata
oleh pendapat
p Co onnell, dan MillerM (1995)) NVC C ikan sebesa ar 1,83 menunjukkan bahw wa
yang menyatakan n bahwa penggunaan n daya a dukung perrairannya ma asih memenu uhi
bahan--bahan kimia a dalam pro oses industrii syara at untuk temmpat hidup ikan-ikan
i yan
ng
akan mempengaru
m hi sifat kimia a air limbah h ada terutama ika an betik. Den ngan demikia an
yang dihasilkan, terutama pH. ikan dilokasi tersebut ma asih diangga ap
pH air sun ngai kemung gkinan amatt mem menuhi syara at untuk dikkonsumsi ole eh
berpera anan dalamm mengub bah sistem m manu usia.
kehidupan maupun metabo olisme tiapp
individuu, walaupun n belum menyebabkan
m n
lethalita
as bagi org ganisme akuatik. Batass
tolerannsi perairan terhadap pH adalah h 1.9
bervariiasi dan dipe engaruhi oleh faktor suhu,
alkaliniitas, oksigen n terlarut dan d adanya a 1.8
berbag gai kation, anion serta a jenis dan n 1.7
stadiumm organissme. Sementara itu
u
Eckenffelder (2003 3) berpenda apat bahwa a 1.6
tinggi rendahnya pH p perairan dipengaruhii 1.5
oleh konsentrassi karbona at terlarut,,
bikarboonat, serta CO2 bebas yang pada a 1.4
dasarn nya menjadi buffer alami dalam m 1.3
perairaan. Sejauh ini perub bahan atau u
kenaika an pH yang terjadi
t masih berada pada a
kisarann nilai yang masih dapa at ditoleransii
oleh ikaan antara 6,55 – 8,2.  
  Lokkasi pengamaatan
 
 Gambar
G 6. Gra
afik NVC ikan
n uji rata-rata
p lokasi pengamatan
padasetiap

Jurnal Teknologi, Volume


V 3 Nom
mor 2 , Dese
ember 2010, 129-137 35 
13
  
 
 

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa


hasil penghitungan NVC ikan uji di lokasi
pengamatan I, II, III, IV didapatkan rerata
sebesar 1,53; 1,55; 1,57 dan 1,65, kondisi
ini dapat dinyatakan tidak memenuhi syarat
kesehatan, berarti dapat dianggap
mempunyai nilai gizi yang rendah karena
bagian tubuh ikan yang dapat dimakan
kurang berkembang atau mengalami reduksi
yang diduga akibat adanya zat pencemar
yang ada. Bagian yang dapat dimakan
diantaranya adalah jaringan otot dan lemak,
sudah berkurang sehingga dapat
mengurangi kandungan gisi ikan. Apabila
ditinjau daya dukung lingkungannya, pada
lokasi pengamatan ini dapat dikatakan Gambar 9. Grafik hubungan CO2 terlarut
kurang mendukung bagi kehidupan ikan dengan NVC ikan uji dengan r: 0,000
terutama ikan betik. Setelah dilakukan uji
korelasi antara masing-masing tolok ukur Semakin tinggi temperatur, CO2
pencemaran air dengan NVC ikan betik terlarut, pH dan kekeruhan air, maka nilai
sebagai ikan uji, ternyata didapatkan korelasi NVC ikan uji semakin kecil. Apabila kadar
negatif terhadap temperatur, pH, CO2 CO2 terlalu tinggi mengakibatkan ikan-ikan
terlarut, dan kekeruhan air. Sementara itu mengalami keracunan yang dapat menuju
antara oksigen terlarut dengan NVC ikan uji kekematian. Demikian juga jika kekeruhan air
menunjukkan adanya korelasi positif. terlalu keruh dapat menyebabkan kematian
ikan, karena rongga operculum dan
lembaran insang terselubungi oleh partikel-
partikel padat yang ada di dalam air. Dengan
demikian kondisi perairan dengan
temperatur, CO2, pH dan kekeruhan tinggi
akan mempengaruhi pemasukan nutrien-
nutrien ke dalam tubuh ikan, karena
kemungkinan indera pembau (organ
olfactorius) penerima informasi bahan
makanan terganggu sehingga dapat
menyebabkan nilai NVC menurun. Terutama
terjadi di lokasi pengamatan I yang
merupakan tempat pembuangan limbah
industri tekstil.

Gambar 7.Grafik hubungan temperatur air


dengan NVC ikan uji dengan r: 0,458

Gambar 10.Grafik hubungan O2 terlarut


dengan NVC ikan uji dengan r: 0,213
Gambar 8. Grafik hubungan kekeruhan air
dengan NVC ikan uji dengan r: 0,370

136 Pratiwi, Penentuan Tingkat Pencemaran Limbah Industri Tekstil Berdasarkan Nutrition Value
Coeficient Bioindikator
 
 

pencemaran lebih berat


dibandingkan lokasi pengamatan 2,
3. 3, 4 dan control. Limbah industri
tekstil yang dibuang di Sungai Blader
Cilacap, sebagian parameternya
masih memenuhi syarat baku mutu
air limbah yang berlaku di Jawa
Tengah, hanya ada tiga parameter
yang melebihi standar baku yaitu
COD, pH air, dan ammonia bebas.
DAFTAR PUSTAKA
Alkassasbeh, J.Y.M., Heng, L.Y., and Surif,
S., 2009, Toxicity Testing and the
Effect of Landfill Leachate in Malaysia
on Behavior of Common Carp
Gambar 11. Grafik hubungan pH air NVC (Cyprinus carpio L., Pisces,
ikan uji dengan r: 0,811 Cyprinidae), American Journal of
Environmental Sciences, volume 5,
Penurunan nilai NVC ikan uji akibat
parameter tersebut (temperatur, CO2, pH, Issue: 3, pp.: 209-217.
kekeruhan) derajatnya masih bisa ditoleransi, Connell, W. D. dan Miller, J. G.,1995, Kimia
karena diimbangi dengan kadar oksigen dan Ekotoksikologi Pencemaran,
terlarut yang masih dapat digunakan untuk Penerjemah Yanti Koestoer,
kehidupan ikan yaitu berkisar antara 3,92 – Universitas Indonesia Press, Jakarta.
4,81 ppm. Pernyataan ini didukung oleh Eckenfelder Jr, W.W., 2003, Industrial Water
pendapat Alkassasbeh et al., (2009) yang Pollution Control, McGraw-Hill Book
menganjurkan bahwa agar kehidupan Co: Singapore.
organisme perairan dapat berlangsung Risnandar, H. dan Kurniawan, K., 1998,
dengan normal, maka kandungan oksigen Penyerapan Zat Warna Tekstil dengan
terlarut tidak boleh kurang dari 4,0 ppm. Menggunakan Jerami Padi, Laporan
Penelitian, FT Undip, Semarang.
KESIMPULAN Lucky Z., 1977, Methods for the Diagnosis of
Dari hasil penelitian dan pengamatan Fish Disea,. United State Department
yang telah dilakukan, dapat disimpulkan of the Interior and the National Science
sebagai berikut: Foundation, Washington DC by
1. Limbah industri tekstil yang dibuang America Publishing Co Pvt., pp.:40-41,
di Sungai Blader Cilacap, ternyata 46-47, New Delhi.
dapat menurunkan Nutrition Value Sjoo, G.L. and Mörk E., Tissue Nutrient
Coeficient (NVC) atau koefisien nilai Content in Ulva spp. (Chlorophyceae)
nutrisi bioindikator dalam hal ini as Bioindicator for Nutrient Loading
ikan uji yaitu ikan betik (Anabas Along the Coast of East Africa. The
testudineus, Bl) yang hidup di sungai Open Environmental & Biological
tersebut menjadi 1,53- 1,63 yang Monitoring Journal, Volume 2, 2009.
berarti tidak memenuhi syarat untuk pp.:11-17.
dikonsumsi manusia. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No.
2. Dilihat dari parameter temperatur, 10 Tahun 2004, Tentang Baku Mutu
pH, CO2, kekeruhan dan oksigen Air Limbah.
terlarut Kualitas air Sungai Blader di
lokasi tempat pembuangan limbah
industri tekstil, mengalami

Jurnal Teknologi, Volume 3 Nomor 2 , Desember 2010, 129-137 137 


  
 
 

You might also like