Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Bustami Rahman : Menegakkan Evolusi Peradaban Bangsa

MENEGAKKAN EVOLUSI PERADABAN BANGSA

Bustami Rahman*

Abstract

Although Indonesia suffered from European colonization like most of East Asian
countries in the past, its civilizational characteristic is distinct from that of its closest
neighbors such as Malaysia, Singapore, and Brunei Darussalam. As a nation, Indonesia is
poorer in terms of discipline, law enforcement, and economy. This writing proposes a
hypothesis that the cause of such distinction is not the different colonizers. Instead, it is
Indonesia‟s attitude towards its colonizer that makes it different. In a sense, Malaysia,
Singapore, and Brunei Darussalam were “given” freedom by the British Empire, while
Indonesia obtained its freedom by force, followed by the removal of all traces of its
colonizer, which include the old European values. It was reborn and began its new life as
a baby, experiencing multiple dying dots and faltered several times. To survive, Indonesia
began its complicated, vicious cycle of involution while its neighbors began their
evolution. There are three things that must be done to stop the cycle and enforce an
evolutive Indonesian civilization. First, the leaders of this country should learn the reason
behind the current poor condition of Indonesia, so they can restrain themselves from
making the wrong moves. Second, the implementation of the system should be more
repressive at certain times, to enforce discipline and law. Third, it is important to learn
that democracy can come in many colors since all nations have different natures and
needs.

Keywords :

Evolution and Civilizational of Nation

I. Proses Perwujudan Diri Bangsa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.


Indonesia1 Nilai-nilai yang terus berkembang dan juga
berubah itu memiliki hukum dinamika dan
Perwujudan diri suatu bangsa di
mekanismenya sendiri, sehingga pada
manapun di dunia ini senantiasa melalui
suatu saat (yang batasnya sangat kualitatif)
proses pertumbuhan peradabannya masing-
mewujudkan bentukan peradaban dengan
masing. Peradaban itu sendiri memiliki
sifat-sifatnya yang umum dimiliki oleh
unsur-unsur yang baku yang telah sekian
setiap bangsa dari tipologi sistem sosial
lama ditunjukkan dalam kajian-kajian
budaya yang berbeda. Sistem yang
sosial kelas dunia, seperti nilai-nilai yang
terbentuk dari proses demikian itu akan
terbangun dari aspek-aspek kehidupan
mencerminkan adanya karakter dari suatu
ekonomi, politik, religi, budaya umum, ,
sistem yang bersifat umum pula, yakni
1 sebagaimana kita kenal sifat-sifatnya:
*Penulis adalah Guru Besar Sosiologi dan
pengajar pada Jurusan Sosiologi, Fakultas saling berketergantungan
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Bangka Belitung. (interdependently), beraturan (orderly),

15
Bustami
Jurnal Society, Volume II, Nomor 1, Juni 2014 Rahman : Menegakkan Evolusi Peradaban Bangsa

dan cenderung untuk bertahan (durably). Indonesia sekarang yang dipertanyakan itu
Jika dasar pemikiran teoretisnya demikian, wajar saja terwujud demikian. Disiplin
maka apakah sistem atau struktur sosial yang rendah, penegakan hukum yang
budaya bangsa Indonesia itu telah lemah, dan mudah jatuh dalam dilema.
terwujud, dan apakah saat ini bangsa Akibatnya penyimpangan terhadap tata
Indonesia sedang berkembang di dalam nilai mudah terjadi, mudah kehilangan
suatu sistem sosial budaya yang telah arah dan kontrol diri. Selain itu terjadi juga
„menjadi‟, atau dalam proses di jalan yang anomie karena adanya gap antara nilai-
„benar‟ atau sebaliknya sedang berada di nilai yang berkembang di dalam tataran
jalan yang „salah‟. Pertanyaan ini sangat individu dengan nilai-nilai yang
mendasar dan krusial untuk segera dicari berkembang di dalam tataran sistem atau
jawabannya. stuktur sosial budayanya. Di dalam
struktur atau sistem sosial budaya yang
Pearadaban bangsa Indonesia
nilai-nilainya dipandang tidak jelas oleh
sebagai suatu bangsa, yang dalam
aktor sosialnya (bukan karena hanya tidak
kerangka Negara Kesatuan Republik
jelas aturan tertulisnya, tetapi yang lebih
Indonesia adalah benar-benar masih sangat
parah jika tidak jelas dalam
muda. Dirunut agak jauh ke belakang pun,
pelaksanaannya), maka sang aktor tidak
terlepas dari persyaratan geografi politik,
akan mampu membedakan norma mana
Indonesia Nusantara dalam makna
yang salah dan norma mana yang benar.
kultural, peradabannya juga masih terlalu
muda. Apalagi jika dibandingkan dengan Akan tetapi, tidak boleh disimpan
peradaban belahan dunia lain seperti dan dikembangkan suatu dalih bahwa
Afrika, Eropa (Eurosia), India, Mesir, peradaban yang muda itu tadi menjadi
China dan Korea, Yunani dan Persia yang alasan untuk menjawab mengapa bangsa
telah bermula sejak 3000-500 SM. (Untuk ini kedodoran di dalam melakukan proses
mendalami peradaban „the Old World and peradabannya selama ini. Bukti
New World’, bisa dibaca antara lain: Crane menunjukkan bahwa bangsa-bangsa
Brinton, 1984; Guy Ankerl, 2000; Jane (dalam makna geografi politik atau
Crisholm and Anne Millard, 1991; Flipe kultural) yang muda belia, seperti
Armesto Fernandes, 2000; Andrey Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam
Korotayev, 2004; dan A. Nuri Yurdusev, mampu menegakkan peradaban mereka
2003). searah dan selaju dengan arah dan laju
peradaban bangsa-bangsa dunia yang lebih
Dalam usia yang masih sangat
tua. Pertanyaan berikutnya, mengapa
muda itu sebenarnya orang bisa berdalih
mekanisme itu tidak terjadi di dalam diri
untuk mengatakan bahwa peradaban

16
Bustami Rahman : Menegakkan Evolusi Peradaban Bangsa

bangsa Indonesia. Jangan diharapkan masa prakemerdekaan juga tidak kalah


bahwa tulisan ini akan semata-mata frekuensi terjadinya, seperti perang antar
mencari dan menyalahkan siapa yang atau intra kerajaan, perang suku, perang
bertanggungjawab, karena semuanya itu kerajaan dengan suku, perang kerajaan
tidak akan menjawab persoalan yang dengan para pemberontak, dan lain
sebenarnya. Pemerintah, bahkan budaya sebagainya. Namun, semuanya itu telah
hanyalah produk masa lalu. Tulisan ini berlalu dan bangsa Indonesia telah
akan menelusuri rentetan masa lalu itu di memulainya di tahun 1945 hampir-hampir
kala bangsa Indonesia sedang dan akan dari titik zero. „Titik sekarat‟ pada masa
melakukan upaya yang sadar meraih prakemerdekaan yang paling krusial
kemerdekaannya untuk melepaskan diri pengaruhnya terhadap proses peradaban
dari kungkungan penjajah bangsa lain. bangsa Indonesia selanjutnya adalah
Analisis Sosiologi Sejarah akan sangat perang kemerdekaan.
berguna sebagai pisau analisis untuk
Perang kemerdekaan adalah
mengungkapkan jawaban atas pertanyaan
momen politik yang paling diagungkan
itu tadi.
dalam kerangka liberasi untu untuk
mewujudkan suatu bangsa baru dengan
ideologi dan idealisme baru. Pembebasan
II. Peradaban yang Terputus-Putus
diri secara politik itu ternyata juga adalah
Bangsa Indonesia dalam makna
sekaligus pembebasan diri dari ideologi
cultural (sebelum Indonesia Merdeka dan
dan nilai-nilai lama yang selama ini telah
sebelum terbentuknya Negara Kesatuan),
dibelitkan oleh penjajah ke batang tubuh
dan dalam makna geografi politik (sesudah
anak bangsa ini. Dengan perkataan lain,
kemerdekaan dan sesudah terbentuknya
nilai-nilai dalam peradaban lama yang
Negara Kesatuan), telah terlalu sering
dikenalkan oleh penjajah melalui
mengalami „titik-titik sekarat‟ (dying
pemerintahan negara penjajah ratusan
dots)dalam hidupnya. „Titik-titik sekarat‟
tahun sebelumnya, dalam sekejap diurai
yang sangat berpengaruh adalah yang
dan dilepas dengan perasaan dan sikap
terjadi pada saat bangsa ini merebut
resistensi yang luar biasa hebatnya. Dalam
kemerdekaan dan pada masa beberapa
situasi demikian itu, nilai-nilai lama
puluh tahun pascakemerdekaan. Jika
dicampakkan dan nilai-nilai baru
bangsa ini tidak waspada dan tidak berhati-
diupayakan untuk dihimpun kembali
hati, maka bahkan ada kemungkinan
melalui kecerdasan lokal anak-anak bangsa
terjadi juga pada masa-masa sekarang dan
pada masa itu.
akan datang. „Titik-titik sekarat‟ pada

17
Bustami
Jurnal Society, Volume II, Nomor 1, Juni 2014 Rahman : Menegakkan Evolusi Peradaban Bangsa

Pencampakan nilai-nilai lama mereka kepada kegelapan dan kehancuran


dalam suatu system beamsendstadt dan Barat di masa-masa yang akan datang.
mencoba suatu nilai yang berbeda
Terlepas dari pandangan demikian,
merupakan momen yang luput
marilah konsentrasi pada hipotesis yang
diperhatikan dalam kajian sejarah dan
dibangun di atas tadi. Terputusnya
politik bangsa ini. Padahal, momen ini
peradaban akibat titik sekarat perang
sangatlah pentingnya untuk menjelaskan
kemerdekaan, yakni mencampakkan nilai
mengapa proses peradaban bangsa kita
peradaban lama dan menggantikannya
berbeda dari proses peradaban bangsa-
dengan nilai peradaban baru yang sama
bangsa lain di sekitar kita. Hipotesis ini
sekali berbeda akan mengakibatkan
mengatakan bahwa terputusnya peradaban
terputusnya rantai peradaban. Padahal,
di tahun 1945 dari akar peradaban Eropa
suatu peradaban adalah proses panjang
yang diwakili oleh Belanda telah
tanpa henti yang merupakan garis
mengakibatkan kita kehilangan konteks
kontinum yang tidak diketahui kapan akan
peradaban Eropa,di mana Belanda
berakhir. Sebenarnya tidak ada yang
merupakan salah satu bangsa perwakilan
melarang suatu bangsa untuk membuang
peradaban „dunia lama‟ (the old world).
jauh-jauh nilai peradaban lama dan
Terlepas dari sentimen atau romantisme
menggantikannya dengan yang baru,
kebangsaan ataupun romatisme agama
sebagaimana tidak ada orang yang dapat
(karena kedua terakhir yang saya sebutkan
menjamin suatu bangsa dapat terus
ini tidak sama sekali berkorelasi dengan
menerus mempertahankan peradaban yang
peradaban yang baik atau yang tidak baik
mereka sukai untuk selama-lamanya. Ada
dalam persepsi umum), peradaban Eropa
momen di mana suatu bangsa terpaksa
secara faktual telah mampu mengesankan
harus melakukan sesuatu, yang jika tidak
beberapa aspek keunggulan dalam
dilakukan demikian maka eksistensi suatu
pencapaiannya. Kemajuan dalam bidang
bangsa itu akan terancam selamanya.
sains dan teknologi, ketertiban hukum,
Kebanggaan diri, harga diri, nasionalisme,
disiplin, tingkat kesejahteraan ekonomi,
dan liberasi merupakan hak paling wahid
stabilitas politik dan keamanan merupakan
dari suatu bangsa. Akan tetapi, semua itu
bukti-bukti yang mengesankan keunggulan
bukanlah komteks utama hipotesis ini.
peradaban mereka. Secara lebih adil ingin
Konteks pentingnya adalah bahwa pada
dinyatakan di sini apa yang dianggap
tahun 1945 telah terjadi pemutusan rantai
merupakan sisi gelap dari peradaban
peradaban, yang mungkin sekali dampak
mereka di bidang kebebasan moral, bagi
sosial budaya dan politiknya tidak pernah
pengamat moral mungkin akan membawa
terbayangkan sebelumnya.

18
Bustami Rahman : Menegakkan Evolusi Peradaban Bangsa

III. Kasus Bangsa Sekitar Eropa terhadap Indonesia di satu pihak dan
terhadap bangsa Malaysia, Singapura, dan
Pada kasus Malaysia, Singapura,
Brunei Darussalam di pihak yang lain. Ada
dan juga Brunei Darussalam yang
beberapa bangsa lain yang perlu disebut
mengalami penjajahan peradaban Eropa,
dalam uraian ini sebagai contoh kasus
yakni Inggeris dengan sedikit sentuhan
penguat hipotesis, yakni Vietnam yang
Jepang (Wikipedia, 2008; Infoplease,
juga mengalami pemutusan rantai
2008) menunjukkan gejala yang berbeda.
peradaban Eropa (Prancis) dan kemudian
Pertumbuhan peradaban mereka lebih
sedikit pengaruh Amerika yang kurang
stabil, karena nilai-nilai peradaban yang
berbekas (Infoplease, 2008). Pola proses
dikembangkan jelas sekali merupakan
pertumbuhan peradaban mereka mendekati
sustainabilitas dari garis kontinum
pola proses pertumbuhan peradaban
peradaban Eropa yang telah bercokol di
Indonesia. Kemudian yang perlu disebut
kawasan itu ratusan tahun. Sampai di sini
lagi adalah Thailand yang sangat minim
mungkin ada celah bagi pertanyaan kritis,
sentuhan peradaban Eropa, karena hampir
tetapi mudah untuk dipatahkan. Apakah
tidak mengalami penjajahan fisik
karena sistem pemerintahan dengan gaya
sebagaimana dialami oleh tetangga mereka
(style) Inggeris berbeda dari system
yang lain, kecuali persentuhan dalam
pemerintahan gaya Belanda? Konon
makna kultural, sains dan teknologi
Inggeris lebih bergaya akomodatif,
(Wikipedia, 2008). Di bawah ini kita perlu
manakala Belanda lebih bergaya
memperoleh penjelasan lanjut. Pertama,
eksploitatif? Tentu saja pertanyaan agak
bagaimana pengaruh peradaban penjajah
beraroma romantisme sejarah ini kurang
tersebut terhadap bangsa yang dijajah
beralasan, karena semua penjajahan di
dengan resistensi minimal (kasus
muka bumi pada era abad 18-19 tidak akan
Malaysia, Singapura dan Brunei), dan
lepas dari sifatnya yang eksploitatif.
kedua, bagaimana pengaruh peradaban
Sedikit upaya yang lebih lunak yang
penjajah tersebut terhadap bangsa yang
dilakukan oleh masing-masing pihak
dijajah dengan resistensi tinggi (kasus
penjajah hanyalah sekedar melakukan
Indonesia dan Vietnam).
politik „balas budi‟ dan tidak mampu
menghapus kesan dan citra penjajah Pertanyaan yang pertama itu akan
sebagai ekstorsionis. dijawab secara hipotetis sebagai berikut.
Pada kasus yang terjadi di Malaysia,
Oleh karena itu, hipotesis ini
Singapura, dan Brunei, resistensi yang
menempatkan Belanda dan Inggeris dalam
minimal terhadap penjajah ditunjukkan
kelas dan bobot yang sama dalam
oleh tingkat akseptabilitas terhadap nilai-
kerangka memberi pengaruh peradaban

19
Bustami
Jurnal Society, Volume II, Nomor 1, Juni 2014 Rahman : Menegakkan Evolusi Peradaban Bangsa

nilai peradaban. Bangsa-bangsa ini IV. Pertumbuhan Peradaban yang


bersikap lebih adaptif dan akomodatif Involutif
terhadap nilai-nilai peradaban eks penjajah
Ciri-ciri identitas diri bangsa-
mereka, memeliharanya dan atau
bangsa yang disebutkan contohnya di atas,
sekurang-kurangnya membiarkan nilai-
hampir-hampir tidak mudah ditemui pada
nilai itu berkembang. Sikap ini
bangsa Indonesia. Bahkan, sebaliknya
menguatkan sustainabilitas garis kontinum
yang didapati adalah ciri-ciri yang
peradaban yang telah terbangun sejak
memprihatinkan. Proses peradaban tidak
dimulainya domain penjajahan pada
pada garis kontinum dan sifatnya juga
bangsa-bangsa itu. Dengan perkataan lain,
tidak evolutif. Adalah Alexander
proses peradaban berjalan secara evolutif
Goldenweiser yang mengenalkan konsep
tanpa ada gangguan serius pada peradaban
involusi (involution) yang kemudian
yang telah eksis sebelumnya. Pada bangsa-
pernah popular karena dipinjam oleh
bangsa dengan tipologi ini akan kita
Clliford Geertz untuk menjelaskan tentang
dapatkan ciri-ciri kemiripan tertentu
involusi pertanian di Pulau Jawa
dengan ciri-ciri dari identitas diri bangsa
(Rahman,2007; Rahman dan Yuswadi
penjajah mereka. Kita akan temui fakta
2005). Goldenweiser melukiskan pola
bahwa pada bangsa-bangsa ini ditemukan
kebudayaan yang sesudah mencapai
mentalitas yang lebih mampu menegakkan
bentuk yang pasti, tidak berhasil
disiplin, lebih mampu menegakkan dan
menstabilisasinya atau mengubahnya
mentaati peraturan, lebih mampu
menjadi satu pola baru, tetapi terus
memahami hak dan kewajiban. Oleh sebab
bertumbuh dan berkembang ke dalam
itu, wajar kemudian jika bangsa-bangsa ini
sehingga menjadi pola yang rumit.
terbukti lebih cenderung minimal dalam
Dicontohkan oleh Goldenweiser, seni
melakukan penyimpangan ketertiban
dekoratif pada suku Maori yang dikenal
hukum. Lebih minimal berbuat korupsi
karena kerumitannya, ketelitian pada garis-
dan kolusi serta lain-lain perilaku anomali
garis kecil dan sangat sesak dengan
(kalimat ini kiranya cukup memadai untuk
bentuk-bentuk yang dihiasi dengan
menghindari penggunaan terma clean
berbagai dekorasi. Akan tetapi, jika
nation atau clean government atau terma
dianalisis lebih jauh, ternyata unsur-unsur
sejenisnya yang tidak akan pernah ada
satuan pola itu hanya sedikit saja
dalam bentuk supra idealnya dalam realitas
jumlahnya; bahkan dalam beberapa
sejarah). Pertanyaan yang kedua di atas
contoh, jelas bahwa pola yang rumit dan
akan dijawab dalam uraian lebih
kompleks itu ternyata ditimbulkan oleh
komprehensif di bawah ini.
terbentuknya pengulangan-pengulangan

20
Bustami Rahman : Menegakkan Evolusi Peradaban Bangsa

susunan ruang dari satuan pola yang Di kala se bidang sawah secara
bersangkutan yang tak terkait secara rasional hanya mampu menghidupi secara
sistemik. layak bagi lima anggota keluarga, tetapi
harus „diisi‟ sebanyak yang
Apa yang dilihat dalam dekorasi
mungkin,karena tidak ada lagi jalan keluar,
itu adalah pola yang hanya
selain mereka terpaksa „bermain nasib‟ di
ditambalsulamkan saja. Pola itu tidak
satu relung yang tersedia itu. Kreatifitas
menghendaki digunakannya satuan-satuan
memang bertumbuh, tetapi sayangnya
lainnya, tetapi tidak menentang
dalam bentuk reaktifitas yang bergerak ke
penggarapan di dalam satuan itu sendiri.
dalam, sentripetal, bergulung-gulung dan
Tidak dapat dihindari lagi, hasilnya adalah
bergumpal bagai benang kusut masut tidak
kerumitan dan kompleksitas yang makin
karuan. Masing-masing orang akan
lama makin menggila. Oleh Goldenweiser
berpikir untuk mempertahankan posisinya
pola ini disebut sebagai keanekaragaman
yang semakin terjepit dalam relung sempit
dalam keragaman, keahlian seni dalam
itu tanpa ada daya cipta karena
monotoni. Menurut Clifford Geertz, ciri-
ketidakberdayaan. Inilah suatu bentuk
ciri umum involusi yang dikemukakan
reaktifitas defensif yang hanya untuk
oleh Goldenweiser untuk fenomena
bertahan hidup dari takdir kepunahan.
estetika itu juga merupakan ciri khas dari
perkembangan sawah padi di Jawa pada Tulisan ini mengapresiasi
kira-kira setelah pertengahan abad ke Alexander Goldenweiser dan Clliford
sembilan belas, antara lain: keuletan pola Geertz yang telah dengan brilian
dasar yang meningkat; penggarapan intern menggunakan konsep involusi dalam
yang begitu teliti dan penuh dengan pernak konteks estetika dan dalam konteks
pernik; penjelimetan teknis dan budaya; kemelut di lahan sawah padi. Untuk
dan keahlian teknis yang tiada habisnya. memudahkan analisis tentang proses
Sifat dari periode Gotik akhir (late Gotic peradaban bangsa Indonesia, izinkan
period) di lahan pertanian ini makin lama penulis meminjam konsep ini juga untuk
makin meresapi seluruh ekonomi menerangkan „kemelut‟ yang sama yang
pedesaan: sistem hak milik makin rumit; terjadi di batang tubuh bangsa ini.
hubungan sewa menyewa lahan makin Mungkin saja dalam analisis makro,
ruwet, dan pengaturan kerja semakin bobotnya tidak sepadan, tetapi yang
kompleks. Semuanya itu adalah suatu diperlukan di sini adalah perspektif
upaya untuk menyediakan satu relung bagi analogisnya. Tentu saja proses
setiap orang dalam keseluruhan sistem, pertumbuhan arsitektur Gotik yang
betapapun kecilnya relung itu. spesifik tidak dapat memadani proses

21
Bustami
Jurnal Society, Volume II, Nomor 1, Juni 2014Rahman : Menegakkan Evolusi Peradaban Bangsa

pertumbuhan peradaban suatu bangsa Giddens (1984) bisa dipinjam untuk


secara umum. Apalagi pengulangan- menjelaskan analisis ini.
pengulangan terhadap karya seni tidak
Menurut Giddens, terdapat
mesti dirasakan sebagai apa yang
hubungan ketergantungan timbal balik
dirasakan oleh penciptanya. Semakin
(mutual dependency) antara agensi (aktor)
tinggi cita rasa karya seni tersebut,
sosial dan struktur (sistem) sosialnya. Sang
semakin sedikit yang mampu
agensi atau aktor sosial sehari-harinya
menikmatinya, sebagaimana yang
secara intens terlibat dalam memproduksi
„dituntut‟ oleh penciptanya. Di sisi yang
tindakan (production of action) yang lahir
lain, barangkali seni estetika justru
dari sistem berpikir mereka. Sebaliknya
diapresiasi karena kerumitan detilnya.
pula, struktur (sistem) sosial akan
Namun sekali lagi, analisis ini sangat
menghasilkan means and resources
berarti untuk menjelaskan proses
sebagai outcomes dari tindakan-tindakan
peradaban yang sedang berlangsung di
yang dilakukan oleh para agensi tersebut.
Indonesia sejak kemerdekaan sampai
Jadi, antara agensi dan struktur atau antara
sekarang.
aktor dan sistem terjadi diskursus yang
Dibandingkan dengan proses terus menerus dalam suatu pergulatan
peradaban bangsa-bangsa yang mengalami tanpa henti. Di sinilah titik krusialnya,
gerak evolutif, maka bangsa Indonesia karena sekali proses strukturasi ini
lebih cenderung involutif. Situasi ini tidak berputar, maka proses yang „baik‟ akan
mudah terasakan karena dalam situasi menciptakan hasil yang „baik‟. Sebaliknya
keseharian terkesan tidak ada yang aneh. proses yang „buruk‟ akan menciptakan
Kegiatan hari demi hari berproses seperi hasil yang „buruk‟ pula. Dalam bahasa
biasanya. Bahkan, yang dulunya luar biasa teori ini: agensi atau aktor yang buruk akan
pun lama kelamaan akan terasa menjadi menciptakan struktur atau sistem yang
biasa. Yang dulunya dipandang „haram‟ buruk, sebaliknya struktur atau sistem
lama kelamaan akan menjadi „halal‟ yang buruk itu tadi seterusnya akan
(habitually learning). Perwujudan sistem menciptakan agensi atau aktor yang buruk.
atau struktur sosial pun mengalami proses Demikian terjadi terus menerus sehingga
serupa demikian itu. Lebih parah lagi jika menjadi suatu sistem makro yang buruk
sistem berpikir juga mengalami involusi dan kompleks. Sesuatu yang lebih parah
karena sistem atau struktur sosial sangat terjadi di kala kebanyakan agensi atau
dipengaruhi oleh sistem berpikir anak aktor itu sadar akan apa yang mereka
bangsa ini. Teori strukturasi (structuration lakukan itu buruk, tetapi tetap mereka
theory) yang dikemukakan oleh Anthony lakukan juga, sebagaimana dikatakan

22
Bustami Rahman : Menegakkan Evolusi Peradaban Bangsa

Giddens (1984): “All human beings are terbangun. Ini adalah peristiwa politik
knowledgable agents. That is to say, all yang terlepas dari kesadaran intelektual
social actors know a great deal about the para pelakunya tentang dampak yang akan
conditions and consequences of what they terjadi, yakni proses peradaban bangsa
do in their day to day lives”. Indonesia yang rumit dan involutif. Tanpa
disadari benang kusut itu mulai terajut
Secara teoretis betapa
hingga kini.
berbahayanya bila suatu bangsa terlanjur
berada dalam pusaran proses peradaban Pemerintahan Soekarno yang
yang involutif. Peristiwa revolusi dipenuhi dengan momen-momen sosial
kemerdekaan 1945 merupakan „titik politik demikian itu pada akhirnya
sekarat‟ pemutusan rantai peradaban Eropa disudahi melalui gerakan revolusi anti
di Nusantara. Bangsa Indonesia mengalami rezim di tahun 1966. Kembali lagi proses
kemelut pascakemerdekaan dalam belitan peradaban bangsa ini diputuskan rantainya,
proses involusi peradaban baru yang dan ini adalah „titik sekarat‟ yang kedua
sedang dibangun. Secara beringsut bangsa setelah revolusi kemerdekaan 1945. Rezim
ini bergerak maju dengan cara membangun baru di bawah pemerintahan Soeharto
fundasi nilai baru peradaban untuk menerapkan kursivitas politik yang keras
menggantikan struktur sosial yang ratusan dan dengan gaya yang berbeda, sebagai
tahun dalam tatanan struktur peradaban respon yang sebenarnya rasional terhadap
Eropa (yang sebenarnya pula belum situasi pemerintahan sebelumnya.
matang dan belum stabil). Pada momen- Stabilitas politik tercapai dan mendorong
momen tertentu sepanjang era pembangunan ekonomi yang lebih baik.
pascakemerdekaan itu, terlihat berbagai Namun, karena kursivitas politik tidak
momen pemutusan rantai peradaban yang linear dengan demokrasi dan keterbukaan,
ingin dibangun itu bermunculan satu per maka singkat kata di awal-awal 1998,
satu. Beberapa di antaranya adalah kembali lagi peradaban bangsa jatuh ke
Peristiwa Madiun, Gerakan di Aceh, titik nadirnya, dan ini adalah „titik sekarat‟
Dewan Banteng dan Dewan Garuda di yang ketiga. Kalau orang bertanya
Sumteng, Dewan Gajah di Sumut, dan semuanya ini salah siapa? Sulit
PRRI/Permesta di Sumatera pada menjawabnya secara substansial, kecuali
umumnya. Semua yang disebutkan itu jawaban politik mikro. Namun, ini
adalah sebagai beberapa momen sosial hanyalah masalah cerdas atau tidak cerdas
politik yang terlepas dari kesadaran para para petinggi dan kaum cerdik pandai
pelakunya tentang implikasi terhadap mengelola bangsa dengan benar. Pepatah
pemutusan rantai peradaban yang sedang Melayu mengatakan bahwa orang buta

23
Bustami
Jurnal Society, Volume II, Nomor 1, Juni 2014 Rahman : Menegakkan Evolusi Peradaban Bangsa

tidak akan kehilangan tongkat dua kali. Ini pemutusan rantai peradaban melalui
hanya pepatah untuk menyindir, karena berbagai revolusi besar dan kecil. Dengan
ternyata banyak juga orang buta yang memahami ini, semua pihak diharapkan
kehilangan tongkatnya berkali-kali. mampu menahan diri. Khususnya kepada
Bangsa ini belumlah renta, apalagi pikun para pemimpin pergerakan politik, baik
dan buta. Ironisnya pula, orang pintar di partai politik maupun organisasi massa
negeri ini bergerbong-gerbong banyaknya. sosial harus menyadari bahwa dengan
sedikit pergerakan yang keliru akan sangat
mudah memancing masyarakat luas untuk
V. Menegakkan Peradaban yang
bergerak tanpa kontrol. Kedua, Pemerintah
Evolutif
harus melakukan tindakan yang tidak
Melalui berbagai peristiwa sejarah sekedar persuasif. Sistem aturan dan
yang demikian parah, dan dengan berkali- pelaksanaan aturan yang lebih represif
kali mengalami „titik sekarat‟, peradaban justru dianjurkan dalam situasi tertentu.
bangsa secara beringsut berupaya Jangan khawatir bahwa aturan dan
melepaskan diri dari kusut masut proses tindakan yang lebih represif akan dituduh
involusi yang tengah berlangsung. kembali ke rezim Orde Baru, karena
Dicemaskan dalam proses ini, apakah para tuduhan yang demikian itu hanya kesan
pemimpin bangsa benar-benar sadar dan yang tidak nyata, wujud dari sisa emosi
memahami sebab musabab kemelut politik yang irasional. Semuanya
peradaban ini secara substantive? Untuk tergantung bagaimana para pemimpin
mengurai benang yang kusut orang harus negeri menjelaskannya. Ketiga, meskipun
tahu betul mana ujung mana pangkalnya. demokrasi merupakan pilihan yang tepat
Kalau sudah tahu ujungnya barulah benang dan sangat dibutuhkan di negeri ini, perlu
diurai dengan teknik yang benar, dan pula menyadari bahwa democracy is not a
dengan kesabaran yang tinggi. Kerapkali panacea. Demokrasi ternyata tidaklah
orang hilang kesabarannya dan dengan tunggal, utuh, fixed. Ia juga memberi ruang
gampangnya memotong benang di sana- yang sangat fleksibel untuk berwarna-
sini. warni. Setiap bangsa punya hak mutlak

Proses penegakan peradaban untuk menerapkan, bahkan menciptakan

bangsa yang evolutif harus dilakukan demokrasi yang berwarna apa. Putih atau

dengan benar. Pertama, semua elemen hitam, atau variasi gabungan berbagai

bangsa harus memahami bahwa kemelut warna. Sistem sosial budaya bangsa

yang sedang berlangsung ini adalah menjadi dasar kuat pembentukan

disebabkan oleh sering terjadinya demokrasi suatu bangsa akan berwarna

24
Bustami Rahman : Menegakkan Evolusi Peradaban Bangsa

apa. Sebagaimana para pendahulu bangsa Giddens, Anthony (1991). Modernity and
Self Identity: Self and Society in the
ini telah menciptakan Pancasila sebagai
Late Modern Age. Stanford:
dasar Negara yang berlaku hingga kini, University Press.
maka warna demokrasi itupun sebenarnya Nuri Yurdusev, A. (2003). International
Relations and the Philosophy of
telah pula dipilih. Penulis
History: A Civilization Approach.
mengkhawatirkan bahwa pandangan kita London: Mc Millan.
tentang demokrasi belum sepenuhnya Rahman, Bustami (2007). Kemelut Lahan
Pertanian di Jawa: Evolusi versus
cerdas. Tidak secerdas para pendahulu
Involusi. Pangkalpinang: UBB
kita. Press.
Rahman, Bustami dan Hary Yuswadi
(2005). Sistem Sosial Budaya
Indonesia. Jember: Kompyawisda.
DAFTAR PUSTAKA
www.infoplease.com‟ipa/AO108144.html
(2008). History 0f Vietnam.
Ankerl, Guy (2000). Coexisting
www.infoplease.com/ipa/AO107751.html
Contemporary Civilizations: Arab-
(2008). History of Malaysia.
Moslem< Bhatari, Chinese, and
Western. Inerpress, Geneva. www.wikipedia.org/wiki (2008). History
of Thailand.
Brinton, Crane (et.al) (1984). A History of
Civilization: Prehistory to 1718. 6th www.wikipedia.org/wiki (2008). History
edition, Englewood Cliffs, NJ: of Brunei Darussalam.
Prentice Hall.
www.wikipedia.org/wiki (2008). History
Chrisholm, Jane and Anne Millard (1996). of Singapore.
Early Civilization. London:
Usborne.
David Gauntlet (2001).
http://www.theory.org.uk.
Resources: Anthony Giddens
Fernandez-Armesto, Felipe (2000).
Civilizations. London: Mc Millan.
Giddens, Anthony (1984). The constitution
of Society: Outline of the theory of
Structuration. Cambridge: Polity
Press.
Giddens, Anthony (1993). New Rules of
Sociological Method: A Positive
Critique of Interpretive Sociologies.
2nd ed. Cambridge: Polity Press.
Giddens, Anthony (1990). The
consequences of Modernity.
Cambridge: Polity Press.
Giddens, Anthony (1989). Social Theories
of Modern Societies. Cambridge:
Polity Press.

25

You might also like