Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

PENGARUH TINDAKAN RESTRAINT TERHADAP SKOR RUFA PADA PASIEN

DENGAN PERILAKU KEKERASAN

Dwi Septiani Putri, Veny Elita, Ganis Indriati


Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Riau
Email: dwie_yaldi@yahoo.com

Abstract

Violence behavior is one of mental disorders which can hurt oneself, others, and the environment. Patients with
violence behavior are treated in intensive room, categorized according to the condition called the RUFA score. The
RUFA score is to divided into intensive 1, intensive 2, and intensive 3. One of the intensive treatments to the patients is
restraint. This study aimed to find out the effect of restraint on RUFA score on patient with violent behavior in Mental
Hospital of Tampan Riau Province by applying pre-experiment research design and one group pretest posttest without
control group. The sample was 17 respondents who had experience on violent behavior and restraint. Accidental
sampling technique to used to determine the sample. The instrument used to collect the data was observation sheet.
Univariate analysis to utilized to know the distribution of characteristic respondent and bivariate analysis to applied by
using wilcoxon test. The statistical test result found that there was change in RUFA score seen from the median before
restraint 6 and the median after restraint 5. The statistical test showed that effect of restraint on the RUFA score of the
patient with violent behavior with p value (0.000) <α (0.05). Based on the results of this study to expected nurses can
provide services needed by patients who are to attached restraint.

Keywords : restraint, RUFA score, violent behavior

PENDAHULUAN orang lain, bahkan akan menimbulkan


Gangguan jiwa merupakan salah satu kematian yang disebabkan oleh pelakunya
dari empat masalah kesehatan utama di (Videbeck, 2008). Penanganan pasien dengan
negara-negara maju, modern, industri, dan perilaku kekerasan dilakukan di ruang intensif
termasuk Indonesia. Jumlah gangguan jiwa psikiatri, dan pasien di kategorikan
setiap tahunnya di dunia sampai saat ini berdasarkan respon adaptif pasien.
mengalami peningkatan yang sangat signifikan Pengelompokkan gejala gaduh gelisah atau
dan terus bertambah (Hawari, 2014). perilaku kekerasan pasien dibuat dalam bentuk
Gangguan jiwa dapat dibedakan menjadi dua skor Respons Umum Fungsi Adaptif
yaitu gangguan mental emosional dan (RUFA)/General Adaptive Function Response
gangguan jiwa berat. Gangguan jiwa berat (GAFR).
dikenal juga dengan sebutan psikosis dan salah Penanganan pada pasien gaduh gelisah
satu contoh psikosis adalah skizofrenia. di ruang intensif psikiatri menggunakan skor
Skizofrenia merupakan penyakit otak RUFA yang terbagi menjadi 3 yaitu intensif 1,
kronis, berupa sindroma klinis yang intensif 2, dan intensif 3 untuk setiap diagnosa
melibatkan perubahan pikiran, persepsi, emosi, keperawatan berdasarkan tanda dan gejala
gerakan, dan perilaku individu serta dengan jangka waktu yang telah ditentukan.
membutuhkan strategi penatalaksanaan jangka Penanganan pada pasien gaduh gelisah di
panjang dan keterampilan koping (Videbeck, ruang intensif psikiatri menggunakan skor
2008). Perilaku kekerasan merupakan salah RUFA yang terbagi menjadi 3 yaitu intensif 1,
satu dari gejala skizofrenia. Masalah perilaku intensif 2, dan intensif 3 untuk setiap diagnosa
kekerasan merupakan masalah kesehatan jiwa keperawatan berdasarkan tanda dan gejala
yang sering dijumpai (Wuryaningsih dkk, dengan jangka waktu yang telah ditentukan
2013). Data di Rumah Sakit Jiwa Tampan (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015).
Provinsi Riau (2017) didapatkan pasien Intervensi dalam menangani pasien
dengan halusinasi sebanyak 74,05% dan resiko dengan perilaku kekerasan yaitu strategi
perilaku kekerasan sebanyak 33,47%. pencegahan, strategi antisipasi, dan strategi
Perilaku kekerasan bisa berakibat pengekangan. Sedangkan pengikatan
melukai atau mencederai diri sendiri atau (restraint) merupakan bagian dari strategi
236
pengekangan (Videbeck, 2008). Restraint univariat dan bivariat. Analisis univariat dalam
adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada penelitian ini berupa karakteristik responden
individu tanpa izin untuk membatasi gerak (umur, jenis kelamin, pendidikan, lama
dari individu (Sulistyowati & Prihantini, menderita gangguan jiwa, status pernikahan,
2014). lama pengekangan). Analisa bivariat
Data rekapitulasi Ruangan UPIP digunakan untuk mengetahui apakah ada
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau pengaruh tindakan restraint terhadap skor
terhadap tindakan restraint yang dilakukan RUFA pada pasien perilaku kekerasan dengan
pada klien bulan Januari sampai bulan Agustus menggunakan uji Wilcoxon.
tahun 2017 sebanyak 391 dengan rata-rata
waktu pengikatan lebih kurang 6 jam (RSJ HASIL PENELITIAN
Tampan, 2017). Keamanan tindakan restraint 1. Analisa Univariat
mekanik pada klien perilaku kekerasan Distribusi berdasarkan karakteristik usia
sebaiknya dilakukan dengan teknik dan cara dijelaskan pada tabel 1 dibawah ini.
yang benar sesuai Standar Pelaksanaan
Operasional (SPO) yang berlaku di Rumah Tabel 1
Sakit. Distribusi Frekuensi Umur Responden
Berdasarkan literatur yang dibaca oleh No Umur Frekuensi Persentase
peneliti dan fenomena di atas, peneliti tertarik
untuk melihat pengaruh tindakan restraint 1 Dewasa awal 13 76,5
terhadap skor RUFA pada pasien perilaku (18-40 tahun)
kekerasan di ruang UPIP Rumah Sakit Jiwa
2 Dewasa 4 23,5
Tampan Provinsi Riau secara ilmiah. tengah (41-60
Tujuan penelitian ini adalah untuk tahun)
mengetahui pengaruh tindakan restraint
terhadap skor RUFA pada pasien dengan Total 17 100%
Perilaku Kekerasan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan tambahan literatur dan Tabel 1 distribusi frekuensi di atas
informasi yang bermanfaat untuk menunjukkan responden terbanyak adalah
perkembangan ilmu keperawatan khususnya dewasa awal 13 orang (76,5%), dan dewasa
keperawatan jiwa, sehingga mutu dalam tengah 4 orang (23,5%).
bidang pendidikan meningkat.
Tabel 2
METODOLOGI PENELITIAN Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden
Penelitian ini dilakukan di Rumah No Jenis Frekuensi Persentase
Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau yang Kelamin
dimulai dari tanggal 15 Januari - 18 Januari
2018. Penelitian ini menggunakan desain 1 Laki-laki 10 58,8
penelitian pre-experiment dengan rancangan 2 Perempuan 7 41,2
penelitian one group pretest-postest yang
mana peneliti hanya melakukan intervensi Total 17 100%
pada satu kelompok tanpa pembanding.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien yang ada di ruang UPIP dengan Tabel 2 distribusi frekuensi
masalah perilaku kekerasan. Pengambilan menunjukkan responden terbanyak adalah
sampel pada penelitian ini menggunakan laki-laki sebanyak 10 orang (58,8%),
teknik non probability sampling dengan jenis sedangkan responden perempuan berjumlah 7
accidental sampling sebanyak 17 orang orang (41,2%).
responden. Alat pengumpul data yang
digunakan pada penelitian ini adalah lembar
observasi. Analisa data menggunakan analisa
237
Tabel 3 Tabel 6
Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Distribusi Frekuensi Lama
No Pendidikan Frekuensi Persentase Restraint/Pengekangan Responden
No Lama Frekuensi Persentase
1 SD 4 23,5 pengekangan

2 SMP 8 47,1 1 4 jam 1 5,9

3 SMA 4 23,5 2 5 jam 2 11,8

4 PT 1 5,9 3 6 jam 4 23,5

Total 17 100% 4 7 jam 5 29,4

5 8 jam 3 17,6
Tabel 3 menunjukkan yang terbanyak
adalah yang memiliki pendidikan SMP yaitu 8 6 9 jam 2 11,8
orang (47,1%). Pendidikan SD dan SMA
Total 184 100%
mempunyai responden yang sama masing-
masing 4 orang dengan presentase 23,5%.
Tabel 6 diatas menunjukkan, dari 17
Tabel 4 responden yang diberikan tindakan restraint
Distribusi Frekuensi Lama Menderita terdapat sebanyak 5 orang (29,4%) dengan
Gangguan Jiwa Responden lama pengekangan yaitu 7 jam.
No Lama Frekuensi Persentase
menderita
2. Analisa Bivariat
1 < 5 tahun 3 17,6 Hasil analisa statistik menggunakan uji
Wilcoxon karena uji t-dependent tidak
2 5-10 tahun 6 35,3 memenuhi syarat yaitu data tidak berdistribusi
normal. Didapatkan hasil uji normalitas
3 >10 tahun 8 47,1
sebelum dan sesudah restraint dengan p value
Total 17 100% 0,000 < α (0,05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa data tidak berdistribusi normal. Skor
RUFA sebelum dan sesudah tindakan restraint
Tabel 4 menunjukkan responden yang yang diberikan kepada responden dapat dilihat
lama menderita gangguan jiwa yaitu > 10 pada tabel dibawah ini :
tahun sebanyak 8 orang (47,1%).
Tabel 7
Tabel 5 Skor RUFA Pada Pasien Perilaku Kekerasan
Distribusi Frekuensi Status Pernikahan Sebelum Dan Sesudah Tindakan Restraint
Responden Variabel N SD Median Min- p value
max
No Status Frekuensi Persentase
Sebelum 17 0,493 6,00 5-6 0,000
pernikahan
Sesudah 17 0,470 5,00 4-5
1 Belum 10 58,8
menikah

2 Menikah 5 29,4 Tabel 7 diatas dapat dilihat median


sebelum tindakan restraint adalah 6.00 dengan
3 Cerai 2 11,8 skor minimal 5 dan skor maksimal 6 serta
standar deviasi 0,493, dan median setelah
Total 17 100% tindakan restraint adalah 5.00 dengan skor
minimal 4 dan skor maksimal 5 serta standar
deviasi 0,470 dengan p value 0,000 < α (0,05).
238
PEMBAHASAN yaitu 4 orang. Pendidikan adalah suatu
1. Karakteristik Responden usaha untuk mengembangkan kepribadian
a. Umur dan kemampuan didalam dan diluar
Penelitian yang telah dilakukan di sekolah dan berlangsung seumur hidup
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau (Notoadmodjo, 2010). Pada penelitian ini,
kepada 17 responden mendapatkan pendidikan mempengaruhi kemampuan
mayoritas responden berada pada kategori seseorang untuk mengendalikan amarah
dewasa awal (18-40 tahun) berjumlah 13 nya dan mempelajari cara pengendalian
orang (76,5%). Hal ini diperkuat oleh teori marah yang dilatih oleh perawat di
yang menyatakan bahwa skizofrenia ruangan. Semakin tinggi pendidikan
muncul pada usia remaja akhir atau seseorang semakin cepat mengerti dan
dewasa muda (Elvira & Hadisukanto, memahami pemecahan
2010). Pieter dan Namora (2010) masalah/pengendalian marahnya.
menyatakan masa dewasa awal mengalami d. Lama menderita gangguan jiwa
masa ketegangan emosi dan itu Responden berdasarkan karakteristik
berlangsung hingga usia 30-an. Individu lama menderita gangguan jiwa didapatkan
pada dewasa ini akan mudah mengalami sebanyak lebih dari 10 tahun dengan
ketidakmampuan dalam mengatasi presentase 47,1% atau 8 orang. Yusuf,
masalah sehingga akan mudah Fitryasari, dan Nihayati (2015)
menyebabkan gangguan emosional. menyebutkan bahwa terdapat faktor
b. Jenis Kelamin biologis mempengaruhi seseorang yang
Hasil penelitian yang dilakukan di RSJ menderita gangguan jiwa dimana apabila
Tampan, dari 17 responden didapatkan ada gangguan pada sistem limbik, lobus
bahwa 10 orang berjenis kelamin laki-laki frontal dan hipothalamus serta
dengan persentase 58,8%. Penelitian yang neurotransmitter akan meningkatkan atau
dilakukan oleh Saseno dan Kriswoyo menurunkan potensial perilaku kekerasan.
(2013) yang berjudul pengaruh tindakan Jika sistem limbik terlambat dalam
restraint fisik dengan manset terhadap menstimulasi akan menimbulkan perilaku
penurunan perilaku kekerasan pada pasien agresif. Pusat otak atas secara konstan
skizofrenia menunjukkan bahwa jenis berinteraksi dengan pusat agresif. Perilaku
kelamin terbanyak adalah laki-laki agresif dan perilaku kekerasan juga
sebanyak 22 orang (57,9%). Yosep (2013) merupakan pengungkapan secara terbuka
menyatakan pada laki-laki terjadi terhadap rasa ketidakberdayaan dan
peningkatan hormon androgen, rendahnya harga diri. Seseorang yang
testosterone, norepinephrine dan mengalami gangguan jiwa kronik atau >
penurunan serotonin dan GABA pada 10 tahun, kemungkinan untuk berulangnya
cairan cerebrospinal vertebra sehingga kembali perilaku kekerasan atau pun gejala
dapat menjadi faktor predisposisi gangguan jiwanya yang lain semakin
munculnya perilaku agresif. Laki-laki besar.
sering mengalami perubahan peran, e. Status pernikahan
kehilangan pekerjaan, dan faktor Responden berdasarkan karakteristik
lingkungan yang mempengaruhi gaya status pernikahan didapatkan 10 orang
hidup dan pandangan hidup yang kadang (58,8%) yang belum menikah. Loganathan
bertolak belakang dengan kepribadian, & Murthy (dalam Anistasia, 2010)
sehingga dapat meningkatkan resiko menyebutkan bahwa seseorang yang
kejadian gangguan jiwa. menderita gangguan jiwa mendapatkan
c. Pendidikan stigma negatif dari masyarakat sehingga
Hasil penelitian didapatkan bahwa sulit untuk menemukan/memperoleh
distribusi responden berdasarkan tingkat pasangan hidup.
pendidikan rata-rata berpendidikan SMP f. Lama Pengekangan
sebanyak 8 orang (47,1%), sedangkan SD Hasil penelitian diperoleh lama
dan SMA mempunyai rata-rata yang sama pengekangan selama 7 jam sebanyak 5
239
orang (29,4%). Penelitian yang dilakukan tindakan restraint fisik dengan manset
oleh Malfasari, Keliat, dan Daulima (2014) terhadap penurunan perilaku kekerasan.
di Surakarta didapatkan lama pengekangan Pada penelitian ini didapatkan data
pada 13 pasien selama 6 jam. Penelitian pada responden yang telah terpasang
lainnya yang dilakukan oleh Kandar dan restraint mengalami penurunan tanda dan
Pambudi (2013), didapatkan lebih dari 4 gejala perilaku kekerasan yang dapat
jam. Riyadi dan Purwanto (2009) dilihat dari lembar observasi penelitian.
menyebutkan intervensi restraint dibatasi Setiap responden memiliki tanda dan
untuk pasien berusia lebih dari 18 tahun gejala yang berbeda dari penurunan
selama 4 jam, untuk usia 9-17 tahun perilaku kekerasan.
selama 2 jam, dan 1 jam untuk umur Terapi yang diberikan di ruangan tidak
kurang dari 9 tahun. hanya sebatas restraint tetapi juga terapi
Idaho Department Of Correction farmakologik. Beberapa pasien yang telah
(dalam Kandar & Pambudi, 2013) dalam diberikan tindakan restraint dan terapi
SOP restraint, awal durasi intervensi farmakologik tetap menunjukkan perilaku
restraint maksimal adalah 8 jam. Setelah kekerasan sehingga pelaksanaan restraint
masa waktu 8 jam berakhir, dilakukan menjadi panjang.
evaluasi kembali terkait perilaku agresif Restraint merupakan salah satu
pasien, apabila perilaku yang dimiliki langkah untuk mencegah pasien
pasien masih sama dan belum melakukan tindakan yang dapat
menunjukkan perbaikan maka prosedur mencederai diri sendiri, orang lain dan
restraint dapat dilakukan kembali dan lingkungan dengan waktu yang sudah
durasi dari pasien diikat sampai pelepasan ditentukan. Tindakan ini hanya dilakukan
tidak melebihi 12 jam. Akan tetapi, pada jika sudah tidak dapat ditangani dengan
dasarnya belum ada standar waktu lama komunikasi dan terapi obat. Pelaksanaan
pengikatan yang baik. Setiap lembaga atau restraint harus dilakukan sesuai standar
departemen yang menangani penyusunan untuk mencegah terjadinya cedera fisik
SOP memiliki kebijakan yang berbeda- pada pasien. Videbeck (2008)
beda dalam penetapan panjang durasi menyebutkan penggunaan restraint
pengikatan. memerlukan instruksi dokter setiap 24
jam, pengkajian dilakukan oleh perawat
2. Perbandingan skor RUFA sebelum dan setiap dua sampai empat jam, dan
sesudah dilakukan tindakan restraint pengawasan dilakukan dengan ketat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hasil penelitian Saputra (2017)
di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi menemukan bahwa rata-rata dari
Riau didapatkan hasil data pretest dan responden yang mendapat tindakan
posttest skor RUFA yang selanjutnya restraint memiliki dampak berupa cedera
dilakukan uji statistic dengan fisik dan psikis. Tindakan restraint yang
menggunakan uji Wilcoxon. di design sebagai intervensi keperawatan
Pada uji Wilcoxon menunjukkan nilai p yang bertujuan untuk melindungi pasien
value 0,000 < α (0,05). Hal ini berarti ada dari kemarahan pada dirinya sendiri atau
pengaruh yang signifikan antara tindakan orang lain ternyata memiliki dampak
restraint terhadap skor RUFA pada pasien negatif yang potensial baik bagi pasien
dengan perilaku kekerasan. Penelitian maupun bagi petugas kesehatan. Beberapa
yang berkaitan dengan pelaksanaan dampak negatif yang ditimbulkan dari
restraint dilakukan oleh Saseno dan tindakan restraint bagi pasien yakni dapat
Kriswoyo (2013) yang berjudul pengaruh menimbulkan luka secara fisik dan
tindakan restraint fisik dengan manset menyebabkan kematian, memicu
terhadap penurunan perilaku kekerasan timbulnya perasaan yang negatif pada diri
pada pasien skizofrenia didapatkan nilai pasien serta anggota keluarganya,
mean 19,50 dengan nilai p = 0,000, yang pengalaman distress secara psikologis,
artinya Ho ditolak artinya ada pengaruh memicu tindakan penyerangan, merusak
240
hubungan terapeutik antara pasien dan khususnya dalam bidang keperawatan jiwa
tenaga kesehatan. Sementara itu, dampak mengenai skor RUFA.
negatif bagi tenaga kesehatan seperti 2. Bagi institusi pelayanan
memicu timbulnya luka secara fisik, Diharapkan hasil penelitian ini dapat
dampak secara emosional, dan digunakan sebagai salah satu acuan dan
menyebabkan kematian (Moghadam, panduan dalam pemberian bentuk terapi
Khoshknab, and Pazargadi, 2014). nonfarmakologis dalam menurunkan skor
Hal ini sesuai dengan penelitian Wanda RUFA sehingga tidak terjadi cedera pada
(dalam Kandar & Pambudi, 2013) pasien yang terpasang restraint yang dapat
menyebutkan bahwa pelaksanaan restraint diterapkan di Rumah Sakit Jiwa.
pada pasien dengan gangguan jiwa tidak 3. Bagi Mahasiswa
hanya memberikan dampak pada pasien, Diharapkan mahasiswa keperawatan
namun juga berisiko pada tenaga khususnya yang akan melaksanakan tahap
kesehatan yang melakukan nya profesi hendaknya mengetahui
mengalami cedera. Selain itu, efek penatalaksanaan pada pasien perilaku
samping dari obat yang mungkin kekerasan, tindakan restraint, dan skor
diberikan dalam dosis besar pada situasi RUFA pasien gangguan jiwa sehingga
kedaruratan perlu diperhatikan (Videbeck, dapat mempersiapkan diri dalam
2008). Pada penelitian ini, peneliti tidak menangani pasien di Rumah Sakit Jiwa.
menemukan cedera secara fisik seperti 4. Bagi Peneliti Selanjutnya
luka pada pergelangan tangan ataupun Diharapkan hasil penelitian ini dapat
pada pergelangan kaki responden. dijadikan sebagai evidence based dan
tambahan informasi untuk
SIMPULAN mengembangkan penelitian lebih lanjut
Penelitian yang dilakukan pada 17 tentang skor RUFA, pelaksanaan restraint
responden dengan one group didapatkan di Rumah Sakit Jiwa dan perilaku
responden berusia antara 23-52 tahun dengan kekerasan pada pasien dengan gangguan
mayoritas jenis kelamin laki-laki (58,8%) dan jiwa serta restraint, serta efek samping
paling banyak berpendidikan SMP (47,1%). pelaksanaan restraint pada pasien dengan
Hasil penelitian ini juga didapatkan lama gangguan jiwa.
pengekangan pada pasien perilaku kekerasan
selama 7 jam sebanyak 5 orang (29,4%) dan UCAPAN TERIMA KASIH
lama menderita gangguan jiwa > 10 tahun Terima kasih peneliti ucapkan atas bantuan
(47,1%). Skor RUFA responden sebelum dan bimbingan dari berbagai pihak dalam
tindakan restraint adalah intensif 1 dan penyelesaian penelitian ini.
sesudah restraint adalah intensif 2. 1
Dwi Septiani Putri: Mahasiswa Fakultas
Skor RUFA sebelum dan sesudah pada Keperawatan Universitas Riau, Indonesia
pasien perilaku kekerasan didapatkan
penurunan sebanyak 1 yaitu pada median dari 2
Veny Elita: Dosen Departemen
6 ke 5 dengan nilai significancy (p value) Keperawatan JIwa Program Studi Ilmu
0,000 atau p value < α (0,05), maka Ho
Keperawatan Universitas Riau, Indonesia
ditolak. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa tindakan restraint berpengaruh 3
Ganis Indriati: Dosen Departemen
terhadap penurunan skor RUFA pada pasien
Keperawatan Anak Program Studi Ilmu
perilaku kekerasan di RSJ Tampan Provinsi
Riau. Keperawatan Universitas Riau, Indonesia
SARAN
1. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Diharapkan bidang ilmu keperawatan DAFTAR PUSTAKA
khususnya keperawatan jiwa dapat Anistasia, F.P. (2010). Hubungan status
dijadikan sebagai sumber informasi untuk perkawinan dengan frekuensi
mengembangkan ilmu keperawatan kekambuhan pada pasien skizofrenia.

241
Diperoleh dari RSJ Tampan. (2017). Laporan rekapitulasi
http://digilib.unisayogya.ac.id/330/1/N pasien terpasang restraint di Ruang
ASKAH%20PUBLIKASI. Diakses UPIP Rumah Sakit tahun 2016.
pada tanggal 18 Januari 2018. Pekanbaru: RM RSJ Tampan
Elvira, S. D, & Hadisukanto, G. (2010). Bahan Saputra, D. (2017). Pengalaman pasien
ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit gangguan jiwa selama mengalami
Fakultas Kedokteran Universitas restrain extremitas. Diperoleh dari
Indonesia http://eprints.ums.ac.id. Diakses
Hawari, D. (2014). Skizofrenia. Jakarta: tanggal 2 Januari 2018.
Fakultas Kedokteran Universitas Saseno & Kriswoyo, P.G. (2013). Pengaruh
Indonesia tindakan restraint fisik dengan manset
Kandar & Pambudi, P. S. (2013). Efektivitas terhadap penurunan perilaku kekerasan
tindakan restrain pada pasien pada pasien Skizofrenia. Jurnal
perilaku kekerasan yang menjalani Keperawatan Mersi. Vol. 4.
perawatan di Unit Pelayanan Intensif Sulistyowati, D. A & Prihantini, E. ( 2014 ).
Psikiatrik (UPIP) RSJ Daerah Dr. Keefektifan penggunaan restrain
Amino Gondohutomo Semarang terhadap penurunan perilaku kekerasan
Tahun 2013. Prosiding Konferensi pada pasien Skizofrenia. Jurnal
Nasional II PPNI Jawa Tengah. Terpadu Ilmu Kesehatan. Vol.3, No. 2,
Malfasari, E., Keliat, B. A. & Daulima, N. H. Videbeck, S. L (2008). Buku ajar keperawatan
C. (2014). Analisis legal dan jiwa; alih bahasa : Renata Komalasari,
kebijakan restrain, seklusi, dan Afrina Hany; editor edisi Bahasa
pasung pada pasien dengan indonesia, Pamilih Eko Karyuni.
gangguan jiwa. Diperoleh dari Jakarta : EGC.
https://xa.yimg.com. Diakses pada Wuryaningsih, dkk. (2013). Studi
tanggal 10 September 2015. fenomenologi: Pengalaman keluarga
Moghadam, M. F., Khoshknab, M. F., & mencegah kekambuhan perilaku
Pazargadi, M. (2014). Psychiatric kekerasan pasien pasca hospitalisasi
Nurses’ Perceptions about Physical RSJ. Jurnal Keperawatan Jiwa. 1(2):
Restraint; A Qualitative Study. 178-185
IJCBNM, 2(1), 20-30. Yosep, I. (2013). Keperawatan jiwa. Bandung:
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu perilaku Refika Aditama.
kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Yusuf, A. H, Fitryasari R. P. K, & Nihayati, H.
Pieter, Z., H., dan Namora. (2010). Pengantar E. (2015). Buku ajar keperawatan
psikologi dalam keperawatan. Jakarta: kesehatan jiwa. Jakarta: Salemba
Kencana. Medika. .
Riyadi & Purwanto. (2009). Asuhan
keperawatan jiwa. Yogyakarta: Graha
Ilmu

242

You might also like