Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA KOTA SURAKARTA

MELALUI CITY BRANDING


(Studi pada Dinas Pariwisata & Kebudayaan Kota Surakarta)

Praditiya Budi Laksana, Riyanto, Abdullah Said


Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang
E-mail: akzatama@gmail.com

Abstract: Surakarta City Tourism Marketing Strategy Through City Branding (Studies in the
Department of Tourism & Culture in Surakarta). Surakarta city has a wealth of cultural tourism
potential through a very thick and is the center of Javanese culture. Given the potential for local
authorities to manage tourism in order to drive the economy of the city of Surakarta. In realizing
this vision course required careful planning and the right strategy, one strategy is to city
branding. City branding on the international scale has been widely applied to major cities in the
world and proven to bring significant impact on the progress of the city one of them is Kuala
Lumpur, Singapore, Amsterdam etc. As part of the effort to market the city of Surakarta City
tourism branding is considered to have an important role to increase the number of tourists. This
study used a qualitative approach, a qualitative approach is used in order to obtain the fullest
possible information about tourism marketing strategy through city branding efforts undertaken by
the government of Surakarta. The results of this study revealed that the city of Surakarta in city
branding strategy unplanned denggan systematic, so that city branding only narrowly understood
that only the aspect of visualization. So the programs on the development of tourism products
slightly collided with the concept of city branding has been established from the beginning.

Keywords: Tourism Marketing, City Branding, Surakarta City

Abstrak: Strategi Pemasaran Pariwisata Kota Surakarta Melalui City Branding (Studi Pada
Dinas Pariwisata & Kebudayaan Kota Surakarta) Kota Surakarta memiliki potensi pariwisata
melalui kekayaan budaya yang sangat kental dan merupakan pusat kebudayaan jawa. Dengan
adanya potensi tersebut pihak pemerintah daerah melakukan pengelolaan pariwisata agar dapat
menggerakan roda perekonomian Kota Surakarta. Dalam mewujudkan visi tersebut tentunya
dibutuhkan perencanaan yang matang serta strategi yang tepat, salah satu strategi yang diterapkan
adalah city branding. City branding di skala internasional telah banyak diterapkan kota-kota besar
di dunia dan terbukti mampu membawa dampak yang siginifikan bagi kemajuan kota tersebut
salah satunya adalah kuala lumpur, Singapore, Amsterdam dll. Sebagai bagian dari upaya untuk
memasarkan pariwisata Kota Surakarta city branding dinilai memiliki peranan penting untuk dapat
meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,
pendekatan kualitatif digunakan supaya mendapatkan informasi yang selengkap mungkin
mengenai strategi pemasaran pariwisata melalui upaya city branding yang dilakukan oleh
pemerintah Kota Surakarta. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa Kota Surakarta dalam
menerapkan strategi city branding kurang terencana denggan sistematis, sehingga city branding
hanya dipahami secara sempit yakni hanya pada aspek visualisasi. Sehingga program-program
pada pengembangan produk pariwisata sedikit bertabrakan dengan konsep city branding yang
telah dibentuk dari awal.

Kata Kunci: pemasaran pariwisata, city branding, Kota Surakarta

Pendahuluan secara lebih luas diharapkan dapat meningkatkan


Undang-undang otonomi daerah memberi- kesejahteraan bagimasyarakat. Potensi daerah
kan angin segar bagi berbagai pemerintah daerah ibarat sebuah produk atau jasa dikemas dan
untuk dapat memajukan daerah masing-masing diberi merek (branding) agar memiliki ciri yang
dengan berbagai potensi yang ada. Salah satu dapat membedakan dengan potensi daerah
wujudnya beberapa kepala daerah mulai lainnya.
menawarkan potensi daerah sebagai upaya untuk Sektor pariwisata adalah sektor yang sangat
meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan penting di dunia. Hal itu Nampak dari keseriusan

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 1, Hal. 73-79 | 73


berbagai negara dalam mengelola sektor Pariwisata daya tarik alam yaitu wisata
pariwisata dengan tujuan supaya menjadi satu yang dilakukan dengan mengunjungidaerah
tujuan kunjungan wisata internasional dan tujuan wisata yang memiliki keunikan daya
mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat tarik alamnya, seperti laut, pesisir pantai,
setempat dan begitu pula dengan Indonesia. gunung, lembah, air terjun, hutan dan objek
Salah satu daerah yang memiliki potensi wisata wisata yang masih alami.
di Indonesia yakni Kota Surakarta. Kota 2. Daya Tarik Budaya
Surakarta yang sangat kental dengan nuansa Pariwisata daya tarik budaya merupakan
Kota Budaya. suatu wisata yang dilakukan mengunjungi
Jika dicermati dalam kurun waktu 9 tahun tempat-tempat yang memiliki keunikan atau
belakang Kota Surakarta telah mencetuskan kekhasan budaya,seperti kampung naga,
branding yang tidak sedikit. Bermula dari tahun tanah toraja, kampung adat banten, kraton
2005 dengan city brand Kota Surakarta yang kasepuhan Cirebon, kraton Yogyakarta, dan
pertama kali yakni Solo the spirit of java (Solo objek wisata buidaya lainnya.
jiwanya jawa) hingga yang baru-baru ini 3. Daya Tarik Minat Khusus
meluncurkan solo future is solo past (Solo masa Pariwisata ini merupakan pariwisata yang
depan adalah solo masa lampau) yang dilakukan dengan mengunjungi objek
merupakan bagian dari strategi pemasaran wisata yang sesuai dengan minat seperti
pariwisata. Dalam strategi pemasaran pariwisata, wisata olahraga, wisata rohani, wisata
beberapa langkah penting yang harus dilakukan kuliner, wisata belanja, dengan jenis-jenis
adalah segmentasi pasar, penentuan pasar kegiatannya antara lain bungee jumping.
sasaran, positioning dan branding (Meidan, (Fandeli, 1995, h.3)
1989:43).
Menurut Kotler & keller (2009, h.42), 2. Pemasaran Pariwisata
sebuah brand adalah entitas perseptual yang Definisi pemasaran menurut American
berakar dalam suatu kenyataan, tetapi Marketing Association (AMA) seperti yang
mencerminkan persepsi dan bahkan pikiran dan dikutip oleh Rhenald Kasali (1998, h.53) adalah:
perasaan konsumen. Brand personality adalah “Pemasaran adalah suatu proses perencanaan dan
bauran spesifik dari sifat manusia yang dimiliki eksekusi, mulai dari tahap konsepsi, penetapan
oleh suatu produk atau jasa. Penelitian harga,promosi, hingga distribusi barang-barang,
menunjukkan bahwa brand yang memiliki ide-ide dan jasa, untuk melakukan pertukaran
personalitas akan disukai konsumen karena yang memuaskan individu dan lembaga-
manusia cenderung memilih brand yang lembaganya”
mempunyai personalitas yang cocok dengan Secara umum manajemen pemasaran dapat
personalitas mereka. diartikan sebagai suatu seni dan ilmu untuk dapat
Dalam kaitannya dengan permasalahan tersebut, memilih pasar sasaran, dan mendapatkan,
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan
1. Bagaimana strategi pemasaran pariwisata di melalui penciptaan, penyampaian, dan
Kota Surakarta melalui city branding? pengkomunikasian nilai yang unggul kepada
2. Apa saja faktor-faktor penghambat dan pelanggan” (Kolter dan Keller, 2009, h.62).
pendukung dalam upaya pelaksanaan city Definisi ini adalah definisi luas dan umum dari
branding di Kota Surakarta? pemasaran terutama karena Kotler (1969, h.112)
berkeyakinan bahwa prinsip-prinsip umum
Tinjauan Pustaka dalam pemasaran akan berlaku untuk produk,
1. Pariwisata jasa, orang, dan tempat (destinasi wisata). Akan
Undang-undang Nomor 10 tahun 2009, tetapi, walaupun secara umum definisi tersebut
menyebutkan pariwisata adalah segala sesuatu bisa diterima dalam rangka tujuan pemasaran
yang berhubungan dengan wisata, termasuk wisata, ada beberapa area dimana perencanaan
pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta dan pengelolaan pemasaran pariwisata perlu
usaha-usaha yang berhubungan dengan mendapatkan nuansa dan penekanan khusus .
penyelenggaraan pariwisata. Strategi pemasaran yang dapat dibuat meliputi
Setidaknya Pariwisata harus memiliki daya pengembangan tempat dan aktivitas wisata,
tarik yang dapat menarik wisatawan untuk akomodasi, akses ke tujuan-tujuan wisata,
mengunjungi wilayah tertentu. Pariwisata sarana-sarana pendukung pariwisata, dan juga
menurut daya tariknya menurut dapat dibedakan komunikasi pemasaran pariwisata yang efektif
menjadi 3 bagian, yaitu: dan efisien.
1. Daya Tarik Alam

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 1, Hal. 73-79 | 74


3. Branding b. Descriptor (Uraian produk)
Branding adalah serangkaian proses dan c. Nomenclature (istilah)
aktivitas untuk menciptakan suatu brand. Kotler d. Positioning tagline
and Keller (2009, h.66) mendefinisikan branding 3) Visual
sebagai upaya untuk meliputi suatu produk atau a. Logo
jasa dengan kekuatan suatu brand. Menurut b. Kemasan
mereka, sebuah brand adalah ‘entitas perseptual c. Media iklan
yang berakar dalam suatu kenyataan, tetapi 4) Experiential
mencerminkan persepsi dan bahkan pikiran dan a. Identity experience
perasaan konsumen’. b. Technology support
Menurut Gelder (2005, h.42) upaya c. Pihak ketiga
branding bisa dilakukan dengan banyak cara, 2. Faktor penghambat dan pendukung dalam
akan tetapi yang umum dilakukan adalah dengan menerapkan city branding Kota Surakarta
menentukan brand personality, brand meliputi
positioning, dan brand identifiers (brand a. Faktor pendukung
drivers). b. Faktor penghambat
Lokasi penelitian berada pada Dinas
Metode Peneitian Pariwisata & Kebudayaan Kota Surakarta
Penelitian ini menggunakan pendekatan dikarenakan Kota Surakarta. Sumber data yang
kualitatif. Fokus penelitian yang peneliti ambil: digunakan data primer dan data sekunder. Teknik
1. Strategi pemasaran pariwisata melalu city Pengumpulan Data yaitu wawancara, observasi
branding di Kota Surakarta , yang meliputi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan
penentuan unsur: Model Interaktif Milles and Hubberman. Adapun
a. brand personality Kota Surakarta dengan langkah-langkah yang diperlukan yaitu
elemen: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data,
1) Ritual (diasosiasikan dengan kejadian dan penarikan kesimpulan.
tertentu)
2) Simbol (citra yang dianggap memiliki Pembahasan
nilai tambah) 1. Strategi Pemasaran pariwisata melalui city
3) Heritage of Good (keunggulan spesifik) branding di Kota Surakarta
4) The aloof snob (City brand menunjukan Salah satu titik fokus pemerintah daerah
karakter wisatawan) Kota Surakarta dalam mengembangan pariwisata
5) The Belonging (City Brand membuat adalah melalui pemasaran pariwisata. Untuk
wisatawan merasa menjadi bagian mencapai visi Kota Surakarta yang ingin menjadi
kelompok besar) daerah tujuan wisata kemudian dilakukan strategi
6) Legenda (sejarah) pemasaran pariwisata. Pada perkembanganya
b. brand positioning Kota Surakarta dengan Kota Surakarta yang memang memiliki potensi
elemen: di bidang pariwisata mulai menerapkan strategi
1) Menentukan positioning city branding untuk mengangkat pariwisata di
a. Positioning City Brand (yang disukai & Kota Surakarta. Berbekal dengan potensi di
dianggap penting di Mata wisatawan) bidang budaya akhirnya Kota Surakarta
b. Unieqly & Berbeda dengan pesaing membangun branding kota di tahun 2005 dengan
c. Kelebihan Produk tagline “Solo the spirit of java”.
2) Mengkomunikasikan positioning Dengan menerapkan city branding di Kota
a. Be creative Surakarta yang cukup intensif & dipertajam
b. Simplicity pada tahun 2005 memberikan dampak yang
c. Own, Dominate, Protect signifikan. Salah satu indikatornya adalah jumlah
d. Use Their Language kunjungan wisatawan yang mengalami kenaikan
c. brand identifiers Kota Surakarta dengan baik wisatawan domestik maupun wisatawan
elemen: asing. Pada perkembanganya dalam kurun waktu
1) Positioning 2005 sampai pada tahun ini 2014 ternyata
a. Feature perkembangan city branding Kota Surakarta
b. Benefit mengalami berbagai berbagai perubahan.
c. Target pasar Setidaknya masyarakat mengenal Kota Surakarta
d. Target audience dengan berbagai city brand yang antara lain solo
e. Positioning statement kota budaya, “solo the spirit of java”, solo kota
2) Verbal MICE, solo kota festival, solo creative city, solo
a. Brand (Nama Brand) kota layak anak dan yang paling baru adalah

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 1, Hal. 73-79 | 75


“solo future is solo past”. Lahirnya berbagai Maka dari itu inti dari city brand yang telah
subbranding ini pun disadari oleh pihak diluncurkan pada 2005 berada pada konteks jiwa
pemerintah daerah terlebih lagi dinas budaya jawa atau semangat dari kebudayaan
kebudayaan & pariwisata Kota Surakarta yang jawa. Dari kebudayaan jawa yang terdapat di
dinilai sebagai sebuah perkembangan & Kota Surakarta setidaknya terdapat berbagai
keberagaman dari suatu city brand terdahulu variabel yang turut mendukung menjadi sebuah
yakni “solo the spirit of java”. Dengan kebudayaan jawa yang utuh. Dimulai dari Kraton
melakukan subbranding Kota Surakarta sebagai Surakarta, tradisi, Ritual, keris, gamelan, batik,
Kota MICE dampaknya sangat berpengaruh pada bahasa jawa, aksara jawa, corak bangunan,
tingkat hunian pada hotel dengan rata-rata karakter masyarakat jawa yang ramah & sopan,
mencapai 50% jumlah okupansi. Dari berbagai keroncong hingga seni tari. Sehingga sub
kelas hotel dimulai dengan melati tiga sampai branding yang harusnya menjadi kombinasi
bintang empat setidaknya terdapat di Kota penguat harus berada dalam konten-konten
Surakarta. variabel penyusun budaya jawa.
Dinas kebudayaan & pariwisata Kota Terdapat indikator baru dalam sektor
Surakarta dalam membangun city brand Kota pariwisata di Kota Surakarta yang tidak semata
Surakarta dimulai dengan menentukan pada jumlah kunjungan wisatawan akan tetapi
positioning Kota Surakarta kemudian melakukan penempatan Kota Surakarta sebagai daerah
sayembara untuk mendapatkan tagline yang tujuan wisata. Tentunya dengan berbagai
sesuai dengan positioning sehingga diperoleh tantangan yang ada seperti diversifikasi produk
tagline “Solo the spirit of Java”. Kemudian wisata, serta strategi pemasaran pariwisata Kota
terdapat beberapa subbranding yang turut Surakarta yang tepat dapat menjadi suatu kunci
meramaikan city branding di Kota Surakarta sukses dalam mecapai visi Kota Surakarta
sejak 2005 hingga kini seperti solo kota batik, sebagai daerah tujuan wisata. Melalui city
solo kota MICE, solo kota festival, solo creative branding dapat dikatakan Kota Surakarta telah
city, solo future is solo past. Dari beragam berhasil dalam menaikan jumlah kunjungan
subbranding tersebut jika ditelaah lebih dalam wisatawan pada periode 2005-2012. Lalu dengan
adalah sebuah penjabaran dari komponen- target baru yang ingin menjadikan Surakarta
komponen dari city brand solo the spirit of java. sebagai daerah tujuan wisata harusnya dapat
Hal ini disebut dengan strategi perluasan merk berhasil jika proses dalam pembentukan city
(Leveraging the brand) seperti yang branding benar-benar dilakukan dengan tepat
diungkapkan oleh David A. Aaker (1996, h.16) melalui 3 tahapan proses yakni brand
Sebuah merk biasanya adalah asset yang paling personality, brand positioning & brand
penting yang dimiliki oleh perusahaan. identifiers.
Dalam konteks Kota Surakarta yang
mencoba untuk memperluas city brand tersebut a. Brand personality Kota Surakarta
tampaknya masuk dalam strategi brand Brand personality Kota Surakarta
extensions Brand extension terjadi ketika sebuah memenuhi 6 elemen antara lain ritual, simbol,
perusahaan menggunakan brand yang sudah ada heritage of good (keunggulan spesifik), the aloof
untuk memperkenalkan produk baru. Terdapat snob ( city brand menunjukan karakter
beberapa istilah yang digunakan dalam brand wisatawan), the belonging (rasa memiliki
extension, yaitu: 1) Sub-brand, adalah brand baru wisatawan) dan legenda. Dari 6 elemen tersebut
yang dikombinasikan dengan brand yang sudah terdapat elemen yang membuat city brand Kota
ada. 2) Parent brand / core brand, adalah brand Surakarta semakin kuat yang antara lain pada
lama yang menciptakan sebuah brand extension / elemen ritual, symbol, heritage of good dan
sub-brand baru. legenda, hal ini dikarenakan city brand yang
Dengan fakta di lapangan bahwa sub-brand digunakan Kota Surakarta mengangkat potensi
yang ditampilkan oleh pemerintah daerah Kota yang berada pada elemen-elemen tersebut.
Surakarta merupakan kombinasi dari city brand Sedangkan pada elemen the aloof snoob & the
yang telah ada. Kekuatan konsep brand yang belonging tidak mampu menguatkan city brand
telah diluncurkan sejak 2005 berada pada spirit Kota Surakarta, dikarenakan terdapat ketidak
of java atau diartika dengan jiwa & semangat harmonisan antara city branding & sub-branding
budaya jawa. Dengan demikian positioning yang yang ada sehingga karakter wisatawan yang
ingin ditampilkan kepada pasar adalah Kota masuk ke Kota Surakarta tidak dapat ditunjukan
Surakarta sebagai suatu kota yang menjadi jiwa dengan spesifik.
& semangat kebudayaan jawa. Merujuk pada Setelah melalui peluncuran city brand Kota
konsep sub-brand maka harus terdapat benang Surakarta yakni Solo the spirit of java
merah dengan brand yang telah ditanamkan. pemerintah daerah Kota Surakarta melakukan

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 1, Hal. 73-79 | 76


sub-branding seperti solo kota batik, solo kota elemen experiential dirasa masih lemah
MICE, solo kota festival, Solo Kota layak anak, dikarenakan minimnya tawaran produk wisata di
Solo Kota vokasi, solo kreatif, solo future is solo Kota Surakarta sehingga kunjungan wisatawan di
past. Hal ini dalam proses branding dipahami Kota Surakarta masih dalam batas waktu yang
sebagai proses leveraging the brand. Sub- singkat.
branding yang dilakukan tidak sepenuhnya Pemerintah Kota Surakarta yang dalam
mengakar pada city branding solo the spirit of menangani masalah pariwisata ditangani oleh
java. Sehingga sub-branding yang ditampilkan dinas kebudayaan dan pariwisata Kota Surakarta
menjadi ambigu dan akhirnya meruntuhkan city menyadari bahwa target pasar merupakan hal
brand yang telah diluncurkan serta membuat sangat penting dalam menuyusun strategi
persepsi yang tidak jelas di mata wisatawan pemasaran. Adapun target pasar yang menjadi
dalam memahami karakter Kota Surakarta. focus pemerintah Kota Surakarta dalam
pengembangan pemasaran pariwisata adalah
b. Brand positioning Kota Surakarta pasar asia tenggara. Dengan menjadikan asia
Brand positioning Kota Surakarta yang tenggara sebagai target pasar utama dari
diusung sebagai kota pusat kebudayaan jawa pariwisata Kota Surakarta karena atas
sejalan dengan brand personality yang dimiliki pertimbangan wilayah tersebut merupakan
Kota Surakarta. Dalam menentukan brand penyumbang wisatawan terbesar untuk
positioning Kota Surakarta berdasarkan pada kunjungan ke Kota Surakarta.
elemen unieqly(keunikan) & kelebihan produk
wisata yang ditawarkan sehingga terbentuklah 2. Faktor penghambat dan pendukung dalam
positioning sebagai kota pusat kebudayaan jawa. menerapkan city branding Kota Surakarta
Dalam mengkomunikasikan brand positioning meliputi:
terdapat bebarapa elemen yakni 1.be creative, 2. a. Faktor pendukung
Simplicity, 3.own, dominate & protect & 4.use Faktor pendukung dalam proses city
their language. branding Kota Surakarta adalah pada komitmen
Dari 4 elemen tersebut dirasa sudah sangat walikota dan jajaran pemerintah daerah dalam
tepat dalam mengkomunikasikan brand membangun Kota Surakarta sesuai dengan
positioning, akan tetapi masih lemah pada potensi dan karakter kota hal tersebut telah
elemen be creative. Pemerintah daerah masih dicantumkan dalam RPJMD Kota Surakarta
menggunakan cara-cara yang sangat formal 2010-2015. Factor yang penting setelah itu
dalam mengkomunikasikan brand positioning. adalah adanya kesadaran masyarakat Kota
Pada elemen lainnya yakni Simplicity, own- Surakarta bahwa sektor pariwisata merupakan
dominate-protect & use their language sudah sektor yang sangat penting dikarenakan mampu
sangat tepat dikarenakan orientasi yang akan menggerakan perekonomian masyarakat serta
dicapai adalah pasar pariwisata global sehingga sebagai sarana untuk terus melestarikan
perlu ada penyesuaian dengan bahasa pengantar kebudayaan jawa yang menjadi asset bagi
internasional yakni bahasa inggris dalam masyarakat Kota Surakarta. Perkembangan
pemasaran pariwisata Kota Surakarta. infrastruktur pun turut menjadi factor pendukung
yang penting dikarenakan wisatawan yang
c. Brand identifiers Kota Surakarta berkunjung ke Kota Surakarta harus ditunjang
Brand identifier bisa digolongkan menjadi dengan beragam sarana, prasarana yang baik
tiga kelompok yaitu elemen brand itu sendiri pula.
(nama, logo, simbol, karakter, slogan, jingle,
tanda/signage, juru bicara brand/spokesperson), b. Faktor Penghambat
produk (jasa dan seluruh aktivitas pemasaran dan Faktor penghambat dalam proses city
program pemasaran pendukung), dan asosiasi- branding adalah masalah keterbatasan anggaran
asosiasi lainnya yang maknanya terkait dengan untuk bidang pariwisata Kota Surakarta. Hal
brand tersebut (seseorang, suatu tempat, atau tersebut menyebabkan minimnya pengembangan
suatu peristiwa/pengalaman tertentu). produk pariwisata yang ditawarkan kepada
Brand identifiers Kota Surakarta dengan wisatawan. Disamping itu masih lemahnya alur
elemen positioning, verbal, visual, experiential koordinasi antar satuan kerja perangkat daerah
mampu membedakan produk wisata yang dalam melakukan pembangunan yang harmonis
ditawarkan di Kota Surakarta. Elemen verbal, dengan city branding yang diusung, sehingga
visual yang diciptakan mampu mewakili brand masih terdapat fasilitas sarana prasarana yang
personality Kota Surakarta untuk kemudian belum menguatkan city branding Kota Surakarta.
wisatawan dapat memahami karakter kota Produk pariwisata serta berbagai fasilitas sarana
melalui verbal & visual. Akan tetapi pada & prasarana belum saling harmonis dalam

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 1, Hal. 73-79 | 77


memperkuat city brand Kota Surakarta. Sub-branding tersebut tentunya akan
Positioning yang digunakan yakni sebagai pusat membawa berbagai dampak positif yang antara
kebudayaan jawa belum mampu membuat lain : 1). Meningkatkan brand image Kota
kesamaan persepsi antar stakeholder dalam Surakarta. Wisatawan dapat membentuk
mengembangkan Kota Surakarta melalui ekspektasi tentang komposisi dan manfaat
berbagai program yang dilaksanakan. kunjungannya. 2). Meningkatkan efisiensi dalam
Masih banyak terjadi terjadi inkonsistensi bidang promosi. Akan lebih mudah untuk
di lapangan yang bertabrakan dangan positioning menghubungkan sebuah produk wisata baru
yang dibawa, sehingga mengaburkan city brand dengan brand yang telah ada di benak konsumen
Kota Surakarta. Perkembangan arus lalu lintas daripada membangun brand baru terlebih dahulu
Kota Surakarta pun turut menjadi faktor dan kemudian menghubungkan produk baru. 3).
penghambat, hal ini dapat menjadi suatu faktor Merevitalisasi city brand Kota Surakarta.
yang menyebabkan ketidaknyamanan wisatawan Dengan melalui brand extension dapat
dalam berkunjung ke Kota Surakarta. meningkatkan ketertarikan & bahkan
menguatkan pada City brand Kota Surakarta.
Kesimpulan Sub-branding yang ada ternyata tidak
Dari penelitian yang telah dilakukan sepenuhnya menguatkan secara langsung dengan
peneliti dalam menerapkan strategi City city brand yang ada seperti solo kota MICE, solo
Branding di Kota Surakarta terdapat beberapa kota festival, solo kota vokasi, solo creative city.
subdranding yang diusung. Sub-brand tersebut Sub-branding tersebut tidak memuat konten
meliputi solo kota batik, solo kota MICE, solo dalam penguatan city brand yakni the spirit of
kota festival, solo kota vokasi, solo kota seni, java, dengan demikian sub brand tersebut dapat
solo kota kuliner, solo creative city, solo future is membingungkan wisatawan karena nilai (value)
solo past yang harus memuat variabel dalam yang ditawarkan oleh sub-brand tidak konsisten
budaya jawa sehingga strategi city branding atau bahkan bertentangan dengan nilai yang
melalui leveraging the brand dapat berjalan ditawarkan oleh city brand. Dapat dipahami
efektif. Dari sekian deretan sub-brand jika bahwa upaya branding yang dilakukan oleh
dihubungkan dengan city brand Kota Surakarta pemerintah daerah Kota Surakarta belum sesuai
terdapat sub-brand yang sangat mendukung & dengan proses dalam membangun city branding.
ada pula yang tidak berhubungan secara Menurut Gelder (2005) upaya branding bisa
langsung. Seperti contohnya sub brand solo kota dilakukan dengan banyak cara, akan tetapi yang
batik, solo kota seni, solo kota kuliner, solo umum dilakukan adalah dengan menentukan
future is solo past merupakan sub-branding yang brand personality, brand positioning, dan brand
menguatkan konten kebudayaan jawa seperti identifiers (brand drivers). Sedangkan dalam
halnya yang menjadi focus city brand Kota data dilapangan branding hanya dilakukan
Surakarta. Setidaknya variabel yang menguatkan dengan membuat logo & tagline tanpa melalui
kebudayaan jawa yang telah masuk dalam sub- ketiga proses tersebut. Sehingga branding yang
branding tersebut antara lain batik, kesenian, dilakukan tidak maksimal dan berjalan secara
corak bangunan jawa. spontanitas tanpa perencanaan dengan matang.

Daftar Pustaka
Aaker, David A. 2004. Manajemen Ekuitas Merek. Jakarta, Mitra Utama.
A. B. Susanto, Himawan Wijanarko. 2004. Power branding, Membangun merek unggul dan
organisasi pendukungnya. Jakarta, Penerbit Mizan.
A. Hari Karyono. 1997. Kepariwisataan. Jakarta, Grasindo.
Alexander, Morissan. 2010. Periklanan Komunikasi Pemasaran. Terpadu. Jakarta, Ramdina Prakarsa.
Al Ries dan Jack Trout. 2001. Positioning:Marketing Mark Plus & Co. Bandung, Mizan Pustaka.
Anik, Rahmasari. 2005. Pemasaran pariwisata. Bandung, PT. Rafika Aditama.
A. Yoeti. 1992. Pengantar Ilmu Pariwisata. Jakarta, Pradnya Paramita.
Fandeli, Chafid. 1995. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Yogyakarta, Penerbit Liberty.
Gelder, Sicco van. 2005. Global Brand Strategy: Unlocking Branding Potential Across. Countries,
Cultures & Markets. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.
Kasali, Renald. 1998. Membidik Pasar Indonesia. Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kartajaya, Hermawan. 2002. Creating Effective Marketing Plan. Jakarta, PT.
Gramedia Pustaka Utama.

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 1, Hal. 73-79 | 78


Kartajaya, Hermawan. 2005. Attracting Tourist Traders . Jakarta, Gramedia. Pustaka Utama.
Kotler, Philip. 2005. Manajamen Pemasaran. Jakarta, PT. Indeks. Kelompok Gramedia.
Lupiyoadi, Rambat. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta, Salemba Empat.
Philip Kotler & Kevin Lane Keller. 2009. Manajemen pemasaran. Jakarta, erlangga.
Supriana, Ahmad. 1997. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta, Puri Arsita Alama.

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 1, Hal. 73-79 | 79

You might also like