Review Pasal NY Convention

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

TUGAS INDIVIDU - HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL

REVIEW & ANALISIS PASAL-PASAL NEW YORK CONVENTION 1958

HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ( Seksi : C )


FHK 306 - C

OLEH :
Gerald Alvino Fugen
( 2016-050-042 )

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KATOLIK ATMA JAYA
JAKARTA
2019
CONVENTION ON THE RECOGNITION AND ENFORCEMENT OF
FOREIGN ARBITRAL AWARDS (a.k.a NEW YORK CONVENTION
1958)

A. Review / Analisis Pasal-Pasal dalam New York Convention 1958

Article I :

“1. This Convention shall apply to the recognition and enforcement of arbitral awards made
in the territory of a State other than the State where the recognition and enforcement of such
awards are sought, and arising out of differences between persons, whether physical or legal. It
shall also apply to arbitral awards not considered as domestic awards in the State where their
recognition and enforcement are sought.

2. The term “arbitral awards” shall include not only awards made by arbitrators
appointed for each case but also those made by permanent arbitral bodies to which the
parties have submitted.

3. When signing, ratifying or acceding to this Convention, or notifying extension under


article X hereof, any State may on the basis of reciprocity declare that it will apply the
Convention to the recognition and enforcement of awards made only in the territory of
another Contracting State. It may also declare that it will apply the Convention only to
differences arising out of legal relationships, whether contractual or not, which are
considered as commercial under the national law of the State making such declaration.”

Review / Analisis :

Pasal 1 Konvensi NY terdiri dari 3 ayat, dan dapat dikatakan berfungsi dalam mengatur ruang
lingkup atau cakupan dari ketentuan Konvensi. Review / analisis akan dilakukan per ayat agar
lebih jelas.

Pasal 1 Ayat (1) Konvensi NY berkenaan dengan putusan arbitrase luar negeri / asing /
internasional yang mengatur bahwa, konvensi ini harus berlaku untuk pengakuan dan
pelaksanaan putusan-putusan arbitrase yang dibuat dalam wilayah suatu negara selain negara di
mana pengakuan dan pelaksanaan sedemikian dimohonkan, dan yang timbul dari sengketa antara
orang-orang, baik itu pribadi manusia ataupun badan hukum. Ia juga harus berlaku untuk
putusan-putusan arbitrase yang tidak dianggap sebagai putusan domestik di negara di mana
pengakuan dan pelaksanaannya dimohonkan.

Pasal 1 ayat (2) menentukan cakupan dari istilah "putusan arbitrase ", bahwa putusan
arbitrase harus termasuk tidak hanya putusan-putusan yang dibuat oleh arbiter-arbiter yang
ditunjuk untuk masing-masing kasus tetapi juga putusan-putusan yang dibuat oleh badan-badan
arbitrase permanen pada mana para pihak telah mengajukannya. Akibat / dampak dari Pasal 1
ayat (2) ini adalah memperluas cakupan “putusan arbitrase”, yang meliputi bukan hanya putusan
dari arbiter-arbiter yang non-institusional, melainkan juga putusan dari badan / institusi arbitrase
permanen (Misalnya: Singapore International Arbitration Centre / SIAC, dan Badan Arbitrase
Nasional Indonesia / BANI Arbitration Center).

Pasal 1 ayat (3) mengatur bahwa dengan penandatanganan, ratifikasi atau keikutsertaan
kepada Konvensi ini, atau memberitahu perpanjangan dari Pasal 10, setiap Negara berdasarkan
asas resiprositas, menyatakan bahwa Negara tersebut akan melaksanakan pengakuan dan
pelaksanaan putusan yang dibuat di negara peserta yang lainnya. Asas resiprositas adalah asas
timbal balik, dimana terdapat hubungan timbal balik bertujuan dapat saling menguntungkan antar
negara yang mengadakan hubungan. Negara juga dapat menyatakan bahwa ia akan menerapkan
Konvensi hanya untuk sengketa-sengketa yang timbul dari hubungan-hubungan hukum, apakah
yang lahir dari kontrak atau bukan, yang dianggap sebagai komersial di bawah hukum nasional
dari Negara yang membuat deklarasi semacam itu.

Article III :

“Each Contracting State shall recognize arbitral awards as binding and enforce them
in accordance with the rules of procedure of the territory where the award is relied upon,
under the conditions laid down in the following articles. There shall not be imposed
substantially more onerous conditions or higher fees or charges on the recognition or
enforcement of arbitral awards to which this Convention applies than are imposed on the
recognition or enforcement of domestic arbitral awards.”
Review / Analisis :

Pasal 3 Konvensi NY ini menegaskan dampak / akibat hukum yang timbul dari
Konvensi NY terhadap setiap negara penandatangan konvensi yang telah menyatakan terikat
(contracting state), terutama dalam hal ini terkait kewajiban dari negara penandatangan
(contracting state) untuk mengakui putusan arbitrase sebagai putusan yang mengikat dan
melaksanakannya sesuai dengan ketentuan aturan prosedural di wilayah negara dimana
putusan tersebut akan disandarkan / diandalkan, serta sesuai dengan kondisi yang dipaparkan
dalam pasal-pasal berikut / selanjutnya.

Sedangkan kewajiban lainnya yang timbul adalah, bahwa negara penandatangan tidak
boleh memberlakukan kondisi atau syarat ketentuan yang lebih berat atau pengenaan biaya
yang lebih tinggi dalam hal pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase sebagaimana sesuai
konvensi ini, dibandingkan dengan kondisi atau ketentuan yang diberlakukan untuk
pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase domestik.

Kemudian dalam kaitannya dengan Konvensi Wina 1969. Pertama, unsur pihak dalam
pasal ini tidak lain adalah contracting state, yang merujuk pada negara-negara penandatangan
yang telah menyatakan dirinya terikat dengan konvensi (Konvensi NY), terlepas dari apakah
sudah berlaku atau belum saat itu. Hal itu sebagaimana yang didefinisikan dalam Pasal 2 (f)
Konvensi Wina 1969. Sedangkan terkait sifat kewajiban dari akibat hukum dalam Pasal 3
Konvensi NY tentu saja adalah mengikat dan harus dilaksanakan, sebab berlaku asas “Pacta
Sunt Servanda” sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 26 Konvensi Wina 1969, didukung
dengan Pasal 27 Konvensi Wina 1969 dimana negara tidak boleh mengemukakan persoalan
“ketentuan hukum nasional” nya sebagai alasan atau alibi kegagalan melaksanakan perjanjian.

Article IV :

“1. To obtain the recognition and enforcement mentioned in the preceding article, the
party applying for recognition and enforcement shall, at the time of the application, supply:
(a) The duly authenticated original award or a duly certified copy thereof;
(b) The original agreement referred to in article II or a duly certified copy thereof.

2. If the said award or agreement is not made in an official language of the country in
which the award is relied upon, the party applying for recognition and enforcement of the
award shall produce a translation of these documents into such language. The translation
shall be certified by an official or sworn translator or by a diplomatic or consular agent.”

Review / Analisis :

Serupa dan masih berhubungan dengan pasal sebelumnya (Pasal 3), Pasal 4 Konvensi
NY ini menegaskan suatu keharusan sebagai dampak / akibat hukum yang timbul dari
Konvensi NY. Dalam hal ini terkait dengan keharusan dari pihak yang mengajukan
permohonan untuk pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase kepada suatu pengadilan di
wilayah negara tertentu. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1), Pihak pemohon tersebut pada saat
mengajukan permohonan harus menyampaikan :

a) Putusan asli yang benar-benar disahkan atau salinan yang benar-benar sah darinya ;
b) Perjanjian asli yang dirujuk dalam Pasal II atau salinan yang benar-benar sah darinya

Kemudian pada ayat (2) diatur lebih lanjut, yaitu keharusan untuk menerjemahkan
dokumen-dokumen. Jika putusan arbitrase atau perjanjian tersebut dalam ayat (1) tidak dibuat
dalam bahasa resmi dari negara yang dimana putusan disandarkan, pihak pemohon harus
menyediakan terjemahan dari dokumen-dokumen tersebut ke bahasa-bahasa yang demikian.
Terjemahan harus disahkan oleh pejabat atau penerjemah tersumpah atau oleh korps
diplomatik atau konsuler.

Kaitannya dengan Konvensi Wina 1969 adalah pada Pasal 26 terkait dengan Pacta Sunt
Servanda, dimana keharusan yang timbul sebagai akibat hukum dari Konvensi adalah
mengikat para pihak, dan Pasal 27 Konvensi Wina 1969 terkait ketentuan hukum nasional
tidak boleh menjadi alasan atas kegagalan melaksanakan / ketaatan pada treaty. Hanya saja
dalam Pasal 4 ini, dampak/akibat hukum yang timbul dari Konvensi NY lebih ditujukan
kepada keharusan Pemohon pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase, yakni sebagai orang
(baik manusia sebagai natural person maupun badan hukum sebagai legal person) dari suatu
negara.

Article VIII :

“1. This Convention shall be open until 31 December 1958 for signature on behalf of any
Member of the United Nations and also on behalf of any other State which is or hereafter
becomes a member of any specialized agency of the United Nations, or which is or
hereafter becomes a party to the Statute of the International Court of Justice, or any other
State to which an invitation has been addressed by the General Assembly of the United
Nations.

2. This Convention shall be ratified and the instrument of ratification shall be deposited
with the Secretary-General of the United Nations.”

Review/Analisis :

Pasal 8 Konvensi NY ini mengatur ketentuan sehubungan dengan negara-negara yang


hendak mengikatkan diri atau bergabung dengan Konvensi NY, yang adalah sebagai berikut :

Dalam Pasal 8 ayat (1) ditentukan bahwa Konvensi NY harus terbuka sampai 31
Desember 1958 untuk pesertaan dengan penandatanganan atas nama setiap Anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan juga atas nama setiap negara lain yang adalah atau
sesudahnya menjadi anggota dari setiap badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau yang
adalah atau selanjutnya menjadi satu pihak pada Statuta Mahkamah Internasional, atau setiap
negara lain kepada siapa suatu undangan telah dialamatkan Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa.

Kemudian dalam Pasal 8 ayat (2) Konvensi NY ditentukan secara tegas bahwa
perwujudan kehendak untuk mengikatkan diri dalam Konvensi harus dilakukan dengan
meratifikasi Konvensi NY ini. Kemudian instrumen ratifikasi tersebut harus disimpan oleh
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB).
Dalam kaitannya dengan konvensi Wina 1969, maka unsur “ratifikasi” perjanjian
internasional itu sendiri dalam Pasal 8 ayat (2) Konvensi NY berhubungan dengan ketentuan
karakteristik dari ratifikasi dalam Pasal 14 Konvensi Wina 1969. Sedangkan unsur
“penyimpanan instrumen ratifikasi” oleh Sekjen PBB berhubungan dengan perlakuan terhadap
instrumen ratifikasi dalam Pasal 16 Konvensi Wina 1969. Dan terakhir, apabila diamati dengan
perspektif yang lebih jauh, Negara yang telah meratifikasi Konvensi NY dan instrumen
ratifikasinya telah disimpan oleh Sekjen PBB menjadi terikat dengan kewajiban untuk tidak
menggagalkan maksud dan tujuan dari Konvensi NY sebagai konvensi yang telah diratifikasi
olehnya, termasuk sebeleum Konvensi NY mulai berlaku. Hal ini berdasarkan ketentuan dalam
Pasal 18 konvensi Wina 1969.

Article XII :

“1. This Convention shall come into force on the ninetieth day following the date of deposit
of the third instrument of ratification or accession.

2. For each State ratifying or acceding to this Convention after the deposit of the third
instrument of ratification or accession, this Convention shall enter into force on the ninetieth
day after deposit by such State of its instrument of ratification or accession.”

Review / Analisis :

Pasal 12 Konvensi NY ini mengatur terkait pemberlakuan konvensi (entry into force).
Pada ayat (1) diatur bahwa konvensi harus mulai berlaku pada hari ke-90 (sembilan puluh)
sejak / mengikuti tanggal deposit atau penyimpanan instrumen ratifikasi atau persetujuan yang
ketiga.

Sedangkan pada ayat (2) diatur lebih lanjut, bahwa masing-masing negara yang
meratifikasi atau menyetujui konvensi ini (konvensi NY) setelah penyimpanan instrumen yang
ketiga dari ratifikasi atau persetujuan, maka konvensi ini mulai berlaku pada hari ke-90
(sembilan puluh) setelah penyimpanan oleh negara yang demikian atas instrumen ratifikasi
atau persetujuan itu.
Penyimpanan instrumen ratifikasi atau persetujuan sebagaimana yang dimaksud dalam
kedua ayat diatas, adalah penyimpanan instrumen ratifikasi atau persetujuan oleh Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB). Sedangkan 3 (tiga) penyimpanan
instrumen ratifikasi adalah sebagai suatu threshold atau jumlah batas minimal instrumen
ratifikasi sebagai wujud persetujuan negara untuk mengikatkan diri, yang dimana threshold
tersebut perlu dipenuhi terlebih dahulu sebelum diberlakukannya konvensi NY. Terakhir, 90
(sembilan puluh) hari dalam kedua ayat diatas, dimaksudkan sebagai jeda waktu hingga
berlakunya konvensi (entry to force) setelah semenjak terpenuhinya threshold.

Dalam hal kaitannya dengan Konvensi Wina 1969, yaitu terletak pada Pasal 24
Konvensi Wina, yang mengatur terkait pemberlakuan perjanjian internasional (entry into force)

B. Keuntungan Indonesia dengan Meratifikasi New York Convention 1958

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dalam perkembangannya Arbitrase (dalam hal
ini konteksnya adalah Arbitrase internasional) menjadi jalur penyelesaian sengketa alternatif
diluar pengadilan terutama dalam perkara komersial atau bisnis yang semakin banyak
digunakan. Hal ini dikarenakan melalui mekanisme arbitrase, memungkinkan untuk
dilaksanakannya / dieksekusinya putusan arbitrase, di wilayah hukum negara lain (setelah
mendapat penerimaan permohonan pengakuan dan pelaksanaan dari lembaga peradilan
nasional negara yang bersangkutan). Pada intinya, sejalan dengan perkembangan waktu
Arbitrase semakin populer di dunia internasional.

Namun bagaimana bila putusan arbitrase asing / arbitrase internasional tidak diakui dan
tidak dapat dilaksanakan? Maka arbitrase menjadi tidak berarti bahkan menjadi sia-sia.
Untungnya, Indonesia telah meratifikasi Konvensi New York pada tanggal 5 Agustus 1981
dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 dan diumumkan dalam Berita Negara
Nomor 40 Tahun 1981.1 Yang kemudian berlanjut dengan diundangkannya Undang-undang
Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase)
sebagai landasan hukum bagi keabsahan dan pelaksanaan putusan arbitrase di Indonesia.
1 Nirmala, “Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing (Internasional) di Indonesia”, April
2017, BINUS Business Law. Diakses dari https://business-law.binus.ac.id/2017/04/30/pengakuan-dan-
pelaksanaan-putusan-arbitrase-asing-internasional-di-indonesia/ pada Rabu, 19 Juni 2019, Pukul 12:47
WIB
Dengan dilakukannya kesemua hal diatas, Indonesia mendapat sejumlah keuntungan
atau dampak positif antara lain :

1. Hukum Positif Indonesia mengalami perkembangan, sesuai dengan tuntutan dinamika


dan perkembangan zaman. Hal ini penting, karena menjadi bentuk indikasi bahwa
Indonesia adalah negara yang terus berupaya menjadi negara yang lebih baik dengan
terbuka terhadap perkembangan dan kemajuan (tidak kuno atau kaku).

2. Indonesia menjadi dipandang lebih cakap dalam pergaulan Internasional, dan tentunya
berdampak positif bagi progres hubungan internasional dengan negara-negara lain.
Kemudian Indonesia dapat pula dipandang cukup dewasa untuk membina hubungan
sebagai family of nation dengan negara lain.

3. Arbitrase kerap berkaitan erat dengan perkara bisnis/komersial, yang artinya dengan
dampak positif terhadap pengakuan dan pelaksanaan putusan Arbitrase di Indonesia
(akibat ratifikasi Konvensi New York, dan diundangkannya UU Arbitrase), secara
otomatis membawa pengaruh positif pula terhadap dunia komersial/bisnis di Indonesia.
Sebab pelaku usaha Asing, menjadi merasa lebih aman dan terdorong untuk
berinvestasi, menjalankan kegiatan usaha, atau menjalin kerja sama lainnya dalam
bidang bisnis di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards (New York
Convention 1958)

Vienna Convention on the Law of Treaties (Vienna Convention 1969)

Selvie Sinaga, Valerie. 2019. Slide Presentasi Materi Perkuliahan Kelas Hukum Perjanjian
Internasional (Seksi C), Fakultas Hukum Universitas Katolik Atma Jaya

https://business-law.binus.ac.id/2017/04/30/pengakuan-dan-pelaksanaan-putusan-arbitrase-asing-
internasional-di-indonesia/

You might also like