Pros, Semnas Pend. IPA Pascasarons UM Vol 1, 2016, ISBN: 978-602.9286-21-2
Korelasi Antara Penalaran [Imiah Dan Pemahaman Konsep Siswa Pada
Materi Usaha Dan Energi
Siwi Purwati', Supriyono Koes Handayanto’, Siti Zulaikah*
Pascasarjana Pendidikan FisikaUniversitas Negeri Malang JI Semarang 5 Malang.
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang JI Semarang 5 Malang”
E-mail: siwiatmadi@gmail.com
Abstrak: Penalaran ilmiah yang beik dapat mendukung pemahaman konsep yang.
beik pada konten fisika. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara
penslaran ilmish dengan pemahaman konsep siswa pada materi usaha dan energi
Tes penalaran ilmiah dan pemahaman konsep dilakukan setelah siswa diberi
pembelajaran usaha dan energi dengan sampe! 112 siswa kelas XII, Has analisis
data menunjukken rata-rata nila penalaran ilmiah dan pemahaman konsep berturut-
turut adalah 58,87 dan 60,94, kemudian koefisien pearson correlation sebesar 0,538.
al ini menunjukkan korelasi antara kedua kemampuan tersebut bersifat sedang.
dengan arah korelasi positf, schingga naiknya kemampuan penalaran ilmiah akan
iikuti naiknya pemahaman konsep siswe dan sebaliknya,
Kate kunci: penalaranilmiah, pemahaman konsep, korelasi, usaha dan energi
Memecahkan masalah fisika merupakan cara yang dapat dilakukan untuk membangun
kemampuan pemahaman konsep siswa, Pemahaman konsep secara bertahap dapat dibangun
melalui keterlibatan dengan masalah (Savery & Duffy, 2001; Taale, 2011). Oleh sebab itu,
kelemahan konsep siswa dapat menjadi halangan saat pemecahan masalah fisika (Hedge &
Meera, 2012). Siswa dengan pemahaman konsep yang baik akan dapat menyelesaikan
petmasalahan fisika dengan baik.
Pemahaman konsep pada materi usaha dan energi yaitu: kemampuan siswa dalam
menghubungkan konsep dan fenomena usaha dan energy; mengaitkan informasi yang baru
mengenai konsep usaha dan energi dengan pengetahuan yang sudah dimiliki yaity materi
mengenai materi materi gerak dan gaya, gerak lurus, hukum Newton tentang gravitasi,
hukum Newton tentang gerak, gerak jatuh bebas, gerak parabola, gerak harmonik sederhana,
gerak pada bidang miring, dan gerak pada bidang lingkaran; dan menggunakan pengetahuan
usaha dan energi pada situasi baru dengan tepat. Pemahaman konsep menjadi dasar
pengembangan pengetahuan seseorang dan merupakan kunci keberhasilan suatu
pembelajaran sebab pemahaman menunjuk pada penjelasan terhadap suatu konsep yang lebih
bermakna (Parker, 2006). Memahami mempunyai arti mengkonstruk makna, pengertian
berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan
pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam
skema yang telah ada dalam pemikiran siswa (Anderson &Krathwohl, 2001). Membuat
hubungan antar konsep, menyimpulkan, dan menerapkan pengetahuan pada situasi yang baru
merupaken kemampuan yang dapat dilakukan ketika telah memahami suatu konsep
(Pellegrino, 2006; Barron & Darling-Hammond, 2008).
Selain kemampuan pemahaman konsep, kemampuan yang digunakan siswa ketika
memecahkan masalah adalah kemampuan penalaran ilmiah, Penalaran ilmiah berperan saat
siswa menyclesaikan masalah fisika (Moore & Rubbo, 2012). Jika kemampuan pen:
479Pros, Semnas Pend. IPA Pascasarons UM Vol 1, 2016, ISBN: 978-602.9286-21-2
ilmiah siswa rendah, maka siswa akan mengalami kesulitan ketika menyelesaikan masalah
(Khan & Ullah, 2010), begitu juga sebaliknya,
Penalaran ilmiah merupakan kemampuan dalam menyimpulkan berdasarkan bukti-
bukti yang ada, Penalaran adalah proses mendeskripsikan kesimpulan dari bukti (Steinberg,
2013). Penalaran ilmiah berhubungan dengan kemampuan yang digunakan saat praktik
ilmiah dan berhubungan dengan pengumpulan serta analisis bukti (Koenigh et al, 2012)
‘Kemampuan penalaran ilmiah pada Lawson Classroom Test of Scientific Reasoning (LCTSR)
mencakup enam hal yaitu konservasi, penalaran proporsional, pengontrolan variabel,
penalaran probabilitas, penalaran korelasi, dan penalaran hipotesis deduktif (Piraksa et al,
2013)
Kemampuan penalaran ilmiah berhubungan dengan kemampuan pemahaman konsep
fisika, Penalaran ilmiah dapat mendukung kinerja yang lebih baik pada konten fisika (Moore
& Ruboo, 2012). Siswa yang mempunyai kemampuan penalaran ilmiah yang baik akan
mudah memahami konsep fisika dalam pembelajaran.
Penalaran ilmiah dan pemahaman konsep merupakan kemampuan yang berada pada
tahapan perkembangan kognitif, Penalaran ilmiah berkaitan dengan teori perkembangan
kognitif Piaget yaitu berada pada tahapan operasional konkret dan operasional formal
(oubish & Khurram, 2011). Pemahaman merupakan aspek kognitif yang menuntut lebih dari
sekedar mendapatkan pengetahuan (Parker, 2006). Penalaran ilmiah dan pemahaman konsep
sama-sama berada pada tahapan perkembangan kognitif maka keduanya akan saling
berhubungan,
METODE
Jenis penelitian ini adalah penclitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara variabel penalaran ilmiah dengan variabel pemahaman konsep fisika pada
materi usaha dan energi berdasarkan koefisien korelasi. Sampel penelitian berjumlah 112
siswa SMA kelas XII yang telah menempuh pembelajaran fisika materi usaha dan energi.
Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan tes penalaran ilmiah dan
pemahaman konsep fisika pada materi usaha dan energi. Instrumen penelitian berupa soal tes
penalaran ilmiah yang berbentuk pilihan ganda beralasan dengan jumlah 36 soal dan tes
pemahaman konsep siswa materi usaha dan energi yang berbentuk esai dengan jumlah lima
soall
Sebelum uji korelasi, dilakukan uji prasyarat analisis yaity uji normalitas dan ji
linieritas. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau
tidak, kemudian uji linieritas dimaksudkan untuk mengetahui status linier tidaknya distribusi
data kemampuan penalaran ilmiah dan pemahaman konsep s
variabel kemampuan penalaran ilmiah dan pemahaman konsep mempunyai hubungan yang
linier. Data dianalisis dengan bantuan SPSS for Windows untuk korelasi bivariate atau
korelasi antara dua variabel yaitu penalaran ilmiah dan pemahaman konsep fisika siswa.
swa atau untuk membuktikan
HASIL
Berdasarkan tes penalaran ilmiah dan pemahaman konsep yang dilakukan pada 112
siswa SMA kelas XII diperoleh nilai rata-rata tes penalaran ilmiah ilmiah dan pemahaman
480Pros, Semnas Pend. IPA Pascasarons UM Vol 1, 2016, ISBN: 978-602.9286-21-2
konsep berturut-turut adalah 58,87 dan 60,94. Nilai tertinggi kemampuan penalaran ilmiah
dan pemahaman konsep adalah 78 dan 75, kemudian nilai terendahnya 36 dan 45.
Pada uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas Kolmogorov-Smimov dengan bantuan
SPSS for Windows diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,514 > 0,05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa data penalaran ilmiah dan pemahaman konsep siswa merupakan data
yang berdistribusi normal. Kemudian untuk ui linieritas diperoleh nilai signifikansi sebesar
0,650, hal ini menunjukkan bahwa antara variabel kemampuan penalaran ilmiah dan
pemahaman konsep siswa pada materi usaha dan energi mempunyai hubungan yang linier.
Hasil analisis data dengan bantuan program SPSS for Windows menghasilkan korelasi
antara penalaran ilmiah dan pemahaman konsep atau koefisien pearson correlation adalah
0,538 seperti yang ditunjukkan Gambar 1 berikut.
ion antara Kemampuan Penalaran Lmiah dan Pemahaman Konsep
Siswa pada Materi Usaha dan Energi
Berdasarkan nilai signifikansi yang ditunjukkan Gambar 1, besamya nilai signifikansi
0,000 < 0,005 yang berarti terdapat korelasi yang signifikan, Hubungan penalaran ilmiah dan
pemahaman konsep siswa pada materi usaha dan energi yang bersifat sedang dengan arah
positif juga terlihat pada scatter plot pada Gambar 2 berikut. Pada scatter plot berikut terlihat
hubungan penalaran ilmiah dan pemahaman konsep membentuk pola garis lurus yang disebut
dengan hubungan linier:
ebeeessas
Gambar 2. Scater Plor atau Grafik Hubungan antara Penalaran limiah dan Pemahaman Konsep Siswa
pada Materi Usaha dan Enel
481Pros, Semnas Pend. IPA Pascasarons UM Vol 1, 2016, ISBN: 978-602.9286-21-2
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data, besamya pearson correlation 0,538, angka ini
menurut Gall et al (2003) menunjukkan korelasi antara penalaran ilmish dan pemahaman
konsep fisika siswa bersifat sedang, kemudian tanda positif menunjukkan arah yang sama.
Korelasi positif antara penalaran ilmiah dan pemahaman konsep juga ditunjukkan oleh
seatter plot pada Gambar 2. Hal ini berarti semakin besar kemampuan penalaran ilmiah
siswa, semakin besar pula kemampuan pemahaman konsep siswa pada materi usaha dan
energi. Hasil ini membuktikan bahwa penalaran ifmiah akan mendukung pencapaian yang
baik pada kinerja fisika (Moore & Ruboo, 2012). Kemampuan penalaran ilmiah dan
Kemampuan pemahaman konsep fisika berbubungan karena keduanya sama-sama berada
pada aspek kognitif siswa yaitu tahapan operational konkret dan operasional formal
Pemahaman konsep merupakan kemampuan bukan hanya sekedar mendapatkan pengetahuan
‘yang berada pada aspek kognitif (Parker, 2006), penalaran ilmiah berada pada aspek kognitif
tepatnya pada tahapan operasional konkret dan operasional formal (Joubish & Khurram,
2011), kemudian indikator pada penalaran ilmiah yaitu konservasi, penalaran proporsional,
pengontrolan variabel, penalaran probabilitas, penalaran korelasi, dan penalaran hipotesis
deduktif (Piraksa et a, 2013) juga berada pada aspek kognitif.
SIMPULAN DAN SARAN
Kemampuan penalaran ilmiah dan pemahaman konsep mempunyai koefisien korelasi
sebesar 0,538 atau korelasi yang sedang dengan arah positif. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin besar kemampuan penalarah ilmiah siswa, maka semakin besar pula kemampuan
pemahaman konsep fisika siswa khususnya pada materi usaha dan energi, begitu juga
sebaliknya. Penalaran ilmiah dan pemahaman konsep sama-sama berada pada tehapan
perkembangan kognitif maka keduanya akan saling berhubungan.
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, maka dapat disarankan: kepada guru di
SMA agar meningkatkan kemampuan penalaran ilmiah selain kemampuan pemahaman
konsep, Karena penalaran ilmiah mendukung hasil yang baik pada pemahaman konsep fisika;
kepada pihak lain yang akan melaksanakan penelitian sejenis agar menggunakan pokok
materi dengan karakteristik berbeda, mengingat materi pembelajaran pada penelitian ini
hanya usaha dan energi
DAFTAR RUJUKAN
Anderson, L.W, Krathwohl, D.R. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing:
A Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives. New York: Addison
Wesley Longman, Inc.
Barron, Brigid & Darling-Hammond, Linda. 2008. teaching for Meaningful Learning: A
Review of Research on Inquiry-Based and Cooperative Learning. Edutopia.
Chia, L. & Chin, C, 2008, Problem based Learning Tools. The Science Teacher. 75(8): 44-49.
Gall, M.D., Gall, .P., & Borg, W.R. 2003. Educational Research, An Introduction (7™
edition). Boston: Pearson Education, Inc.
Hailikati, T. 2009. Assesing University Students Prior Knowledge Implication for Theory and
Practice. Finland: Helsinki University Print.
Joubish, M.F, &Khurram, M. A. 2011. Cognitive Development in Jean Piaget's Work and its
Implication for Teachers. World Applied Sciences Journal, 12(8) : 1260-1265.
(online, http:/citeseerx.ist-psu.edu, diakses 16 Januari 2016).
482Pros, Semnas Pend. IPA Pascasarons UM Vol 1, 2016, ISBN: 978-602.9286-21-2
Khan, W. & Ullah, K. 2010. Scientific Rasoning: A Solution To The Problem of Intruction.
International Journal of Basic & Applied Sciences, \0(3): 58-62.
Koenig, K., Schen, M., & Bao, L. 2012. Explicitly Targeting Pre-service Teacher Scientific
Reasoning Abilities and Understanding of Nature of Science through an Introductory
Science Course. Science Educator,Vol 21 (2) (Online),
httpr//science.nsta.org/college/connections/201307Koenig.pdf, diakses 23 Oktober
2015)
Moore, J Christoper & Rubbo, Louis J. 2012. Sientific Reasoning Abilities of Nonscience
‘Majors in Physics-Based Courses. American Physical Society. 8(1): 1-8.
Morgan, G. A, Leech, N. L, Gloeckner, G. W.& Barrett, K. C. 2004. SPSS for introductory
statistics: Use and interpretation, 2" edition. London: Lawrence Erlbaum Associates,
Parker, J. 2006. Exploring the Impact of Varying Degrees of Cognitive Conflict in the
Generation of Both Subject and Pedagogical Knowledge as Primary Trainee Teachers
Lear about Shadow Formation. International Journal of Science Education, 28 (13):
1545-1577.
Pellegrino, James W. 2006. Rethingking and Redesigning Curriculum, Instruction and
assessment: What Contemporary Research and Theory Suggests. National Center on
Education and the Economy for the New Commision on the Skills of the American
Workforce.
Piraksa, Chakkrapan., Srisawasdi, Niwat., Koul, Rekha, 2013. Fffect of Gender on Students’
Scientific Reasoning Ability : A Case Study in Thailand.Procedia-Social and
Behavioral Sciences, (online).116 (2014) 486-491
http:/Avww.sciencedirect.com/science/article/pii/S18770428 14002468, diakses 14
Desember 2015)
Savery, J. R. & Duffy, T. M. 2001. Problem Based Learning: An Instructional Model and Its
Contructivist Framework. CRLTR Technical Report, 16(1).
Steinberg R. & Cormier S. 2013. Understanding and Affecting Science Teacher Candidates’
Scientific Reasoning in Introductory Astrophysics. American Physical Society.
(Online, http://journals.aps.ong/prper/abstract/10.1103/PhysRevSTPER.9.020111,
diakses 15 Februari 2011).
483